Potensi Interaksi Obat Antidiabetes pada Pasien Rawat Inap Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014

(1)

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Usia * PotensiInteraksi 165 100.0% 0 0.0% 165 100.0%

PotensiInteraksi Total tidak ada ada

Count 25-34 tahun % within Usia

Residual Count 35-44 tahun % within Usia

Residual Count 45-54 tahun % within Usia

Residual Usia

Count 55-64 tahun % within Usia

Residual Count 65-74 tahun % within Usia

Residual Count ?75 tahun % within Usia

Residual Count Total

% within Usia

1 0 1

100.0% 0.0% 100.0%

.7 -.7

2 8 10

20.0% 80.0% 100.0%

-1.0 1.0

14 28 42

33.3% 66.7% 100.0%

1.3 -1.3

23 43 66

34.8% 65.2% 100.0%

3.0 -3.0

10 29 39

25.6% 74.4% 100.0%

-1.8 1.8

0 7 7

0.0% 100.0% 100.0%

-2.1 50

2.1

115 165

30.3% 69.7% 100.0%

Lampiran 1. Hasil analisis hubungan beberapa variabel bebas terhadap potensi

interaksi obat antidiabetes dengan menggunakan analisis

Chi Square pada program IBM SPSS 20

Crosstabs Usia – Potensi Interaksi Obat

Case Processing Summary


(2)

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

7.076a 9.209 1.624 165

5 5 1

.215 .101 .203

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Jumlah Obat * Frekuensi

Potensi 165 100.0% 0 0.0% 165 100.0%

Frekuensi Potensi Total tidak ada ada

Count

< 5 obat % within Jumlah Obat Residual

Jumlah Obat

Count

? 5 obat % within Jumlah Obat Residual

Count Total

% within Jumlah Obat

13 6 19

68.4% 31.6% 100.0% 7.2 -7.2

37 109 146

25.3% 74.7% 100.0% -7.2

50

7.2

115 165

30.3% 69.7% 100.0%

Lampiran 1. (Lanjutan)

Chi-Square Tests

a. 5 cells (41.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .30.

Crosstabs Jumlah Obat – Potensi Interaksi Obat

Case Processing Summary


(3)

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2- sided)

Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square

Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

14.772a 12.803 13.435

14.683 165

1 1 1

1

.000 .000 .000

.000

.000 .000

Lampiran 1. (lanjutan)

Chi-Square Tests

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.76. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

Lampiran 2. Data potensi interaksi obat antidiabetes pada pasien rawat inap

diabetes melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014

No Nama Obat Pola mekanisme

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

Jumlah

kejadian Mekanisme interaksi Manajemen

1 Amitriptilin +

Insulin Aspart farmakodinamik Minor 9

Amitriptilin meningkatkan efek insulin aspart dengan

sinergisme farmakodinamik Tidak memerlukan manajemen khusus 2 Amitriptilin + Insulin Detemir

farmakodinamik Minor 2

Amitriptilin meningkatkan efek insulin detemir dengan sinergisme farmakodinamik Tidak memerlukan manajemen khusus

3 Amitriptilin +

Metformin farmakodinamik Minor 1

amitriptilin meningkatkan efek metformin melalui sinergisme farmakodinamik Tidak memerlukan manajemen khusus

4 Asam Folat +

Metformin unknown Minor 1

Metformin menurunkan level asam folat melalui mekanisme interaksi yang tidak diketahui.

Tidak memerlukan manajemen khusus 5 Asam mefenamat + Gliquidone

unknown Moderate 2

Asam mefenamat meningkatkan efek gliquidone melalui mekanisme yang tidak

diketahui. Beresiko hipoglikemia.

Pantau KGD

6 Aspirin +

Glimepirid farmakokinetik Moderate 2

Aspirin dapat menstimulasi sekresi insulin atau meningkatkan konsentrasi plasma dari glimepirid dengan menggantinya

dari situs pengikatan protein dan/atau menginhibisi metabolismenya . beresiko hipoglikemia Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi

7 Aspirin +

Insulin Aspart farmakodinamik Moderate 28

Aspirin meningkatkan efek insulin aspart dengan sinergisme farmakodinamik (peningkatan sekresi insulin) Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi 8 Aspirin + Insulin Detemir

farmakodinamik Moderate 26

Aspirin meningkatkan efek insulin detemir

dengan sinergisme farmakodinamik (peningkatan sekresi insulin) Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi


(5)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Nama Obat Pola mekanisme

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

Jumlah

kejadian Mekanisme interaksi Manajemen

9 Budesonid +

Insulin Aspart farmakodinamik Minor 3

budesonid menurunkan efek insulin aspart dengan

antagonisme farmakodinamik. Tidak memerlukan manajemen khusus

10 Budesonid +

Metformin farmakodinamik Minor 2

budesonid menurunkan efek metformin melalui antagonisme famakodinamik Tidak memerlukan manajemen khusus

11 Captopril +

Glimepirid farmakodinamik Moderate 1

Captopril meningkatkan efek glimepirid oral melalui sinergisme farmakodinamik (peningkatan sensitivitas insulin) Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi

12 Captopril +

Insulin Aspart farmakodinamik Moderate 7

Captopril meningkatkan efek

insulin aspart oral melalui sinergisme farmakodinamik (peningkatan sensitivitas insulin) Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi 13 Captopril + Insulin Detemir

farmakodinamik Moderate 1

Captopril meningkatkan efek insulin detemir oral melalui sinergisme farmakodinamik (peningkatan sensitivitas insulin) Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi 14 Ciprofloxacin

+ Glimepirid farmakodinamik Moderate 2

ciprofloxacin meningkatkan efek glimepirid melalui sinergisme farmakodinamik. Hiper dan hipoglikemia telah dilaporkan padapasien yang dirawat bersamaan dengan quinolones dan agen

antidiabetes. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi, atau hiperglikem ia 15 Ciprofloxacin + Insulin Aspart

farmakodinamik Moderate 19

ciprofloxacin meningkatkan efek insulin aspart melalui

sinergisme farmakodinamik. Hiper, hipoglikemia telah dilaporkan pada

penggunaan quinolones dan antidiabetes. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi /hiperglike mi.


(6)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Nama Obat Pola mekanisme

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

Jumlah

kejadian Mekanisme interaksi Manajemen

16

Ciprofloxacin

+ Metformin farmakodinamik Moderate 8

ciprofloxacin meningkatkan efek metformin melalui sinergisme farmakodinamik. Hiper dan hipoglikemia telah dilaporkan padapasien yang dirawat bersamaan dengan quinolones dan agen

antidiabetes. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi, atau hiperglikem ia 17 Cyanocobala min + Metformin

unknown Minor 7

metformin menurunkan level

cyanocobalamin (vitamin B12) melalui

mekanisme interaksi yang tidak diketahui.

Ini mungkin membutuhkan beberapa tahun terapi

metformin untuk menyebabkan defisiensi vitamin B12 Tidak memerlukan manajemen khusus 18 Dexamethaso ne + Glibenklamid

farmakodinamik Moderate 1

dexamethasone menurunkan efek gliburide/glibenklami d melalui antagonism

farmakodinamik. Dapat menyebabkan hiperglikemia dan intoleransi glukosa. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hiperglikem ia 19 Dexamethaso ne + Insulin

Aspart

farmakodinamik Moderate 1

dexamethasone menurunkan efek insulin aspart melalui

antagonism farmakodinamik. Dapat menyebabkan hiperglikemia dan intoleransi glukosa. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hiperglikem ia 20 Dexamethaso ne + Metformin

farmakodinamik Moderate 1

dexamethasone menurunkan efek metformin melalui antagonism farmakodinamik. Dapat menyebabkan hiperglikemia dan intoleransi glukosa. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hiperglikem ia


(7)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Nama Obat Pola mekanisme

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

Jumlah

kejadian Mekanisme interaksi Manajemen

21 Digoxin +

Metformin farmakokinetik Moderate 2

digoxin akan meningkatkan level/efek metformin

dengan kompetisi pembasaan obat untuk

kliren tubular renal. Beresiko asidosis laktat. Titrasi sangat lambat dan hati-hati metformin, dosis maksimal metformin sebaiknya diturunkan, pantau gejala asidosis laktat

22 Diltiazem +

Metformin farmakokinetik Minor 1

diltiazem akan meningkatkan level/efek metformin

dengan kompetisi

pembasaan (kationik)

obat untuk klirens renal tubular.

Tidak memerlukan

manajemen khusus

23 Furosemid +

Metformin unknown Moderate 8

furosemid meningkatkan level metformin mekanisme interaksi tidak diketahui. metformin menurunkan level furosemid melalui mekanisme interaksi yang tidak diketahui.

pantau ketat bukti bahwa salah satu obat diubah. Monitor KGD dan tanda-tanda asidosis laktat

24 Gemfibrozil +

Insulin Aspart farmakodinamik Moderate 2

Efek hipoglikemik dari insulin aspart dapat dipotensiasi oleh obat golongan

fibrate yang dapat mneingkatkan resiko hipglikemia dnegan meningkatkan sensitifitas insulin. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi 25 Gemfibrozil + Insulin Detemir

farmakodinamik Moderate 2

Efek hipoglikemik dari insulin detemir dapat dipotensiasi oleh obat golongan

fibrate yang dapat mneingkatkan resiko hipglikemia dnegan meningkatkan sensitifitas insulin. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi


(8)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Nama Obat Pola mekanisme

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

Jumlah

kejadian Mekanisme interaksi Manajemen

26 Glimepirid +

Insulin Aspart farmakodinamik Moderate 3

Glimepirid, insulin aspart. Salah satunya

meningkatkan efek yang lain melalui

sinergisme farmakodinamik Perlu adj dosis pada penggunaan kombinasi saat memulai /menghentik an terapi. 27 Glimepirid + Insulin Detemir

farmakodinamik Moderate 3

Glimepirid, insulin detemir. Salah satunya meningkatkan efek yang lain melalui

sinergisme farmakodinamik Perlu adj dosis pada penggunaan kombinasi saat memulai /menghentik an terapi.

28 HCT + Insulin

Aspart farmakodinamik Moderate 2

Khasiat insulin aspart dapat berkurang oleh HCT dan beresiko

hiperglikemia. Pantau KGD dan tanda-tanda hiperglikem ia, pengaturan dosis antidiabetes jika perlu.

29 Ibuprofen +

Glimepirid farmakokinetik Moderate 1

Ibuprofen dapat menstimulasi sekresi glimepirid atau meningkatkan konsentrasi plasma dari glimepirid dengan menggantinya

dari situs pengikatan protein dan/atau menginhibisi metabolismenya . beresiko hipoglikemia Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi

30 Isoniazid +

Insulin Aspart unknown moderate 1

Isoniazid menurunkan level insulin aspart dengan mekanisme interaksi tidak diketahui.. Pantau KGD, simptom hiperglikem ia, pengaturan dosis jika perlu

31 Isoniazid +

Metformin unknown Minor 3

furosemid menurunkan level metformin mekanisme interaksi tidak diketahui. Pantau KGD, simptom hiperglikem ia, pengaturan dosis jika perlu


(9)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Nama Obat Pola mekanisme

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

Jumlah

kejadian Mekanisme interaksi Manajemen

32

Kalium Klorid + Insulin

Aspart

farmakodinamik Minor 3

kalium klorid meningatkan efek insulin aspart melalui

sinergisme farmakodinamik. Interaksi khususnya

terlihat saat terapi hipokalemia. Tidak memerlukan manajemen khusus 33 Kalium Klorid + Insulin Detemir

farmakodinamik Minor 2

kalium klorid meningatkan efek insulin detemir melalui sinergisme farmakodinamik. Interaksi khususnya

terlihat saat terapi hipokalemia.

Tidak memerlukan

manajemen khusus

34 Kalium Klorid

+ Metformin farmakodinamik Minor 8

kalium klorid meningatkan efek metformin melalui

sinergisme farmakodinamik. Interaksi khususnya

terlihat saat terapi hipokalemia.

Tidak memerlukan

manajemen khusus

35 Ketorolac +

Glimepirid unknown Moderate 3

ketorolac meningkatkan efek glimepirid melalui mekanisme yang tidak

diketahui. Beresiko hipoglikemia. Pantau KGD, simptomp hipoglikemi a, pengaturan dosis antidiabetes jika perlu.

36 Ketorolac +

Gliquidone unknown Moderate 1

ketorolac meningkatkan efek gliquidone melalui mekanisme yang tidak

diketahui. Beresiko hipoglikemia. Pantau KGD, simptomp hipoglikemi a, pengaturan dosis antidiabetes jika perlu. 37 Levofloxacin + Glibenklamid

farmakodinamik Moderate 1

levofloxacin meningkatkan efek glibenklamid melalui sinergisme farmakodinamik. Hiper dan hipoglikemia telah dilaporkan padapasien yang dirawat bersamaan dengan quinolones dan agen

antidiabetes. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi, atau hiperglikem ia


(10)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Nama Obat Pola mekanisme

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

Jumlah

kejadian Mekanisme interaksi Manajemen

38 Levofloxacin

+ Glimepirid farmakodinamik Moderate 2

Levofloxacin meningkatkan efek glimepirid melalui sinergisme farmakodinamik. Hiper dan hipoglikemia telah dilaporkan padapasien yang dirawat bersamaan dengan quinolones dan agen

antidiabetes. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi, atau hiperglikem ia 39 Levofloxacin + Insulin Aspart

farmakodinamik Moderate 9

levofloxacin meningkatkan efek insulin aspart melalui

sinergisme farmakodinamik. Hiper dan hipoglikemia telah dilaporkan padapasien yang dirawat bersamaan dengan quinolones dan agen

antidiabetes. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi, atau hiperglikem ia 40 Levofloxacin + Insulin Detemir

farmakodinamik Moderate 4

levofloxacin meningkatkan efek insulin detemir melalui sinergisme farmakodinamik. Hiper dan hipoglikemia telah dilaporkan padapasien yang dirawat bersamaan dengan quinolones dan agen

antidiabetes. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi, atau hiperglikem ia 41 Levofloxacin

+ Metformin farmakodinamik Moderate 2

levofloxacin meningkatkan efek metformin melalui sinergisme farmakodinamik. Hiper dan hipoglikemia telah dilaporkan padapasien yang dirawat bersamaan dengan quinolones dan agen

antidiabetes. Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi, atau hiperglikem ia

42 Lisinopril +

Insulin Aspart farmakodinamik Moderate 2

Lisinopril meningkatkan efek

insulin aspart oral melalui sinergisme farmakodinamik (peningkatan sensitivitas insulin) Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi


(11)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Nama Obat Pola mekanisme

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

Jumlah

kejadian Mekanisme interaksi Manajemen

43

Lisinopril + Insulin Detemir

farmakodinamik Moderate 2

Lisinopril meningkatkan efek insulin detemir oral melalui sinergisme farmakodinamik (peningkatan sensitivitas insulin) Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi

44 Maprotilin +

Insulin Aspart farmakodinamik Minor 1

maprotilin meningkatkan efek insulin aspart dengan

sinergisme farmakodinamik/efek obat ditambah. Tidak memerlukan manajemen khusus

45 Meloxicam +

Glimepirid farmakokinetik Moderate 1

Meloxicam dapat menstimulasi sekresi glimepirid atau meningkatkan konsentrasi plasma dari glimepirid dengan menggantinya

dari situs pengikatan protein dan/atau menginhibisi metabolismenya . beresiko hipoglikemia Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi

46 Metformin +

Insulin Aspart farmakodinamik Moderate 3

Metformin dapat meningkatkan efek hipoglikemik insulin aspart dengan meningkatkan mekanisme kontrol selular oleh insulin atau efek pada reaksi

biokimia komplementer. Monitor ketat tanda- tanda hipoglikemi a, pengaturan dosis dapat diperlukan saat memulai/ menghentik an terapi 47 Metformin + Insulin Detemir

farmakodinamik Moderate 6

Metformin dapat meningkatkan efek hipoglikemik insulin detemir dengan meningkatkan mekanisme kontrol selular oleh insulin atau efek pada reaksi

biokimia komplementer. Monitor ketat tanda- tanda hipoglikemi a, pengaturan dosis dapat diperlukan saat memulai/ menghentik an terapi


(12)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Nama Obat Pola mekanisme

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

Jumlah

kejadian Mekanisme interaksi Manajemen

48

Metformin + Insulin Glargine

farmakodinamik Moderate 2

Metformin dapat meningkatkan efek hipoglikemik insulin glargine dengan meningkatkan mekanisme kontrol selular oleh insulin atau efek pada reaksi

biokimia komplementer. Monitor ketat tanda- tanda hipoglikemi a, pengaturan dosis dapat diperlukan saat memulai/ menghentik an terapi 49 Metilpredniso lon + Insulin

Aspart

farmakodinamik moderate 1

metilprednisolon menurunkan efek insulin aspart melalui

antagonisme farmakodinamik Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hiperglikem ia 50 Metilpredniso lon + Insulin

Glargine

farmakodinamik moderate 1

metilprednisolon menurunkan efek insulin glargine melalui antagonisme farmakodinamik Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hiperglikem ia 51 Metilpredniso lon + Metformin

farmakodinamik moderate 2

metilprednisolon menurunkan efek metformin melalui antagonisme farmakodinamik Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hiperglikem ia

52 Na. diclofenac

+ Glimepirid farmakokinetik Moderate 2

Na Diclofenac dapat menstimulasi sekresi insulin atau meningkatkan konsentrasi plasma dari glimepirid dengan menggantinya

dari situs pengikatan protein dan/atau menginhibisi metabolismenya . beresiko hipoglikemia Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi


(13)

Lampiran 2. (Lanjutan)

No Nama Obat Pola mekanisme

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

Jumlah

kejadian Mekanisme interaksi Manajemen

53 Nifedipin +

Metformin farmakokinetik Moderate 1

Nifedipin meningkatkan level metformin melalui peningkatan absorpsi GI. Titrasi hati- hati metfromin, pantau gejala asidosis laktat dan KGD. 54 Prednisolone + Insulin Aspart

farmakodinamik Minor 1

prednisolone menurunkan efek insulin aspart melalui

antagonism farmakodinamik. Pantau gejala hiperglikem ia 55 Ramipril + Insulin Detemir

farmakodinamik Moderate 4

ramipril meningkatkan efek insulin detemir melalui sinergisme farmkodinamik (peningkatan sekresi insulin) Pengaturan dosis dan kontrol KGD secara teratur, pantau tanda-tanda hipoglikemi

56 Ranitidin +

Metformin farmakokinetik Moderate 33

ranitidin akan meningktkan level/efek metformin

melalui penurunan klirens ginjal/kompetisi transport tubular renal.

Titrasi sangat lambat dan hati-hati metformin, dosis maksimal metformin sebaiknya diturunkan, pantau gejala asidosis laktat

57 Risperidone +

Insulin Aspart unknown Moderate 1

risperidone, insulin aspart. Antipsikotik atipikal telah dikaitkan dengan hiperglikemia yang dapat mengubah kontrol glukosa darah,

Monitor KGD, gejala hiperglikem ia, dan pengaturan dosis bisa diperlukan.


(14)

(15)

(16)

(17)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). (2012). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 35: 64-71.

American Diabetes Association (ADA). (2015). Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 38(1):8-13, 42-44.

Ameri, M. , Emad, M., Umniya, A., Anil K., dan Padmo, R.. (2014). Prevalence of Poly-pharmacy in the Elderly: Implications of Age, Gender, Co- morbidities and Drug Interactions. SOJ Pharm Pharm Sci. 1(3): 1-7.

American College of Clinical Pharmacy (ACCP). (2013). Pharmacotherapy

Review Program for Advance Clinical Pharmacy Practice United State of

America: American College of Clinical Pharmacy. Halaman 4.

Anonim. (2009). Undang Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta. Halaman 2,4, 43.

Arvind, K., Umesh, dan Shobha, M.. (2011). Assessment of Drug-Drug Interactions in Hospitalised Patients in India. Asian J Pharm Clin

Res. 2011;4:62–5.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 86-89.

Blix, H.S., Viktil, K.K., Reikvam, A., Moger, T.A., Hjemaas, B.J., dan Pretsch, P.. (2004). The majority of Hospitalised Patients Have Drug-Related Problems: Results From A Prospective Study In General Hospitals. Eur J

Clin Pharmacol 2004. 60(9):651–658.

BNF. (2014). British National Formulary 67. London: BMJ Group dan Pharmaceutical Press. Halaman 866.

Charles, J., dan Ivar, F.. (2011). Relationship Polychlorinated Byphenyls with Diabetes Tipe 2 and Hipertesion. Environmental Monitoring of The

Journal. 13(4): 241-251.

Deliana, M., Wisman, Hakimi, dan Siregar, C.D.. (2007). Pemberian Insulin pada Diabetes Melitus Tipe-1. Sari Pediatri. 9(1):49-50.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas

dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 7, 15, 22-30.


(18)

Drugs.com. Drug Interaction Checke

Fradgley, S. (2003). Interaksi obat. Dalam: Aslam M., Tan C.K, Prayitno, A.

Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Kelompok Gramedia. Halaman 119–134.

Harugeri, A., Joseph, J., Parthasarathi, G., Ramesh, dan M., Guido, S.. (2010). Prescribing Patterns and Predictors of High-Level Polypharmacy in the Elderly Population: A Prospective Surveillance Study from Two Teaching Hospitals in India. The American Journal Geriatric Pharmacotherapy. 8 (3): 271-280.

Huri, H.Z., dan Hoo, F.W.. (2013). Drug Related Problems In Type 2 Diabetes Patients with Hypertension: A Cross-Sectional Retrospective Study. BMC

Endocrine Disorders 2013. 13(2):1.

Istiqomatunnisa. (2014). Rasionalitas Penggunaan Obat Antidiabetes dan Evaluasi Beban Biaya Perbekalan Farmasi pada Pasien Rawat Inap Kartu Jakarta Sehat di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah FKIK Prodi Farmasi. Halaman 51.

Kekenusa, J.S., Budi, T.R., dan Gloria, W.. (2013). Analisis Hubungan antara Umur dan Riwayat Keluarga Menderita DM dengan Kejadian Penyakit DM Tipe 2 pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUPProf. Dr. R.D Kandou Manado. Skripsi. Manado: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Halaman 1.

Kementerian Kesehatan RI (2014). Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 167.

Koh, Y., Kutty, F.B., dan Li, M.. (2005). Drug-Related Problems in Hospitalized Patients on Polypharmacy: The Influence of Age and Gender. Ther Clin

Risk Manag 2005. 1(1):39–48.

Maryam, R.S., Mia, F.E., Rosidawati, Ahmad, J., dan Irwan B. (2008). Mengenal

Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 128.

Mateti, U.V., Rajakannan, T., Nekkanti, H., Rajesh, V., Mallaysamy, S.R., dan Ramachandran, P.. (2009). Drug-Drug Interaction in Hospitalized Cardiac

Patients. Journal of Young Pharmacists. 3(4): 329.

Mayasari, E.. (2015). Analisis Potensi Interaksi Antidiabetik Injeksi Insulin pada Peresepan Pasien Rawat Jalan Peserta ASKES Rumah Sakit Dokter Soebarso Pontianak. Naskah Publikasi. Pontianak: Universitas Tanjungpura Fakultas Kedokteran Program Studi Farmasi. Halaman 1.


(19)

Medscape.com. Medscape Drug Interaction

Checker

Juni-Juli 2015).

Murtaza, G., Yasir, G.K., Saira, A., Shujaat, A.K., dan Tahir, M.K.. (2015). Assessment of potential drug–drug interactions and its associated factors in the hospitalized cardiac patients. Saudi Pharmaceutical Journal

(2015

Shastry, R., Ullal, S., Sowjanya, Yugandhar, B., dan Jammula, U.K.. (2015). Cost Analysis of Drugs Used In Elderly Patients with Cardiovascular Disorder. Department of Pharmacology, Katsurba Medical College, Manipal University, India. Research Journal of Pharmaceutical, Biological, and . (Diakses: 6 Juli 2015). Nolte, M.S. dan Karam, J.H.. (2012). Hormon Pankreas dan Obat Antidiabetes.

Dalam: Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC. Halaman 705-707.

Ogbonna, B.O., Ezenduka, C.C., Opara, C.A., dan Ahara, L.G.. (2015). Drug Therapy Problems in Patients with Type-2 Diabetes in a Tertiary Hospital in Nigeria. Nigeria: International Journal of Innovative Research and

Development. 3 (1): 494-502.

Parthasarathi, G., Karin, N.Y., dan Milap, C.N.. (2005). Clinical Pharmacy

Practice. Chennai: Orient Longman Private Ltd. Halaman 222.

PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe

2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI. Halaman 1, 3, 7, 11, 12.

Purnamasari, D.. (2009). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi I., K. Simardibrata M., Setiati S. Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III, Edisi Kelima. Jakarta : Interna Publishing.

Halaman 1880-1881.

Rambhade, S., Anup, C., Anand, S., Umesh, K., dan Ashish, R.. (2012). A Survey on Polypharmacy and Use of Inappropriate Medications. Toxicology

International Journal. 19(1). Halaman 68-73.

Sari, S. P., Mahdi, J., dan Dini, P.S.. (2008). Analisis Interaksi Obat Antidiabetik Oral Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit X Depok. Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indoneisa. Jurnal Farmasi Indonesia. 4(1): 8. Setiawati, A.. (2013). Interaksi Obat. Dalam: Gunawan, S.E. Farmakologi dan

Terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Halaman 862.

Sevilla. C.G., Jesus, A.O., Twila, G.P., Bella, P.R., dan Gabriel, G.U.. (2007).

Research Methods Revised Edition. Quezon city, Philippines: Rex Printing


(20)

Sivva, D., U.V. Mateti., V.M. Neerati., M.S. Thiruthopu., Martha, S.. (2015). Assessment of drug-drug interactions in hypertensive patients at a superspeciality hospital. Avicenna J Med. 2015 Apr-Jun. 5(2): 29–35. Soegondo, S.. (2009). Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes

Melitus Tipe 2. Dalam; Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi I., K. Simardibrata M., Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi Kelima. Jakarta : Interna Publishing. Halaman 1884-1890.

Soewondo, P.. (2009). Ketoasidosis Diabetik. Dalam; Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi I., K. Simardibrata M., Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi Kelima. Jakarta : Interna Publishing. Halaman 1906.

Soewondo, P. dan Hendarto, H.. (2009). Asidosis Laktat. Dalam; Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi I., K. Simardibrata M., Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi Kelima. Jakarta : Interna Publishing. Halaman 1921.

Stockley, I.H.. (2008). Stockley’s Drug Interaction. Edisi kedelapan. Great Britain: Pharmaceutical Press. Halaman 1-9, 485.

Tatro, D.S.. (2009). Drug Interaction Facts, San Carlos, California: A Wolters Kluwer Health Inc.

Triplitt, C.L., Reasner, C.A., dan Isley, W.L. (2008). Diabetes Mellitus. Editor: Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., dan Posey, L.M. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Seventh edition. United State of America: The McGraw-Hill Companies, Inc. Halaman 1207-1208, 1217, 1220-1226.

Utami, M.G.. (2013). Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral Pada Pasien Di Instalasi Rawat Jalan Askes Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak. Periode Januari- Maret 2013. Skripsi. Pontianak: Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Halaman 17-28.

Utami, P. dan Tim Lentera. (2003). Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes

Mellitus. Tangerang: Agromedia Pustaka. Halaman: 13-14.

World Health Organization (WHO). (2011). Noncommunicable Desease Country


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dilakukan dengan survei. Menurut Travers (1978) yang dikutip oleh Sevilla, et al. (2007) penelitian deskriptif merupakan rancangan penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dari kondisi yang ada. Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder pasien penderita diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dengan pendekatan secara retrospektif, dalam hal ini adalah rekam medik dan laporan pemakaian obat pasien rawat inap diabetes melitus di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berlokasi di Jl. Prof. H. M. Yamin, SH No. 47 Medan. Lokasi ini dipilih karena berdasarkan pertimbangan RSUD Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit rujukan dan merupakan rumah sakit kelas B.

3.2.2 Waktu Penelitian

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret 2015 dengan pengambilan data selama 6 bulan yaitu bulan Juli-Desember 2014.


(22)

=

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah kumpulan dari keseluruhan pengukuran, objek, atau individu yang akan dikaji yang menjadi fokus perhatian suatu kajian (Harinaldi, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah data rekam medik pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014. Populasi target diperoleh dari rekam medik pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014 sejumlah 840.

3.3.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian, atau subset (himpunan bagian), dari suatu populasi (Harinaldi, 2005). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rekam medik pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014 yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel diambil secara acak sederhana dihitung berdasarkan rumus sampel minimal Slovin. Rumus sampel minimal Slovin merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel minimal yang diambil bila diketahui jumlah populasinya (Sevilla, 2007).

Rumus sampel minimal Slovin sebagai berikut: N

n = 1 + N(e)²

840 n =

1 + 840. (0,1)

840 1 + 840(0,01)

840

= 1 + 8,4 = 840 9,4 = 89,36

Keterangan:

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Populasi (840)


(23)

Dengan jumlah populasi sebesar 840 dan batas toleransi kesalahan 10% maka diperoeh besar sampel minimal 89,36.

Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi . Kriteria inklusi:

a. rekam medik atau laporan pemakaian obat pasien yang dirawat di instalasi rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan diagnosis penyakit diabetes melitus tipe 2 pada bulan Juli-Desember 2014.

b. data rekam medik pasien lengkap, memuat: data pasien (nama, jenis kelamin, usia, tanggal masuk rumah sakit), diagnosis penyakit, data penggunaan obat antidiabetes.

c. kategori semua gender dan usia. d. mendapat terapi ≥ 2 obat. Kriteria eksklusi:

a. Data rekam medik pasien lengkap tetapi tidak dapat dibaca.

3.4 Definisi Operasional

a. subyek penelitian adalah rekam medik atau laporan pemakaian obat pasien rawat inap dengan diagnosis penyakit diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014.

b. penyakit diabetes melitus tipe 2 adalah suatu kumpulan gejala klinis (sindroma klinis) yang timbul oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah kronis akibat kekurangan insulin maupun menurunnya kepekaan reseptor insulin.


(24)

c. rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

d. data laporan pemakaian obat per pasien adalah berkas yang berisikan data tentang pemakaian obat pada pasien rawat inap dengan diagnosis diabetes melitus tipe 2 yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada periode Juli-Desember 2014.

e. periode pengamatan adalah suatu rentang waktu untuk menentukan besarnya insidensi pada periode tersebut.

f. potensi interaksi obat antidiabetes adalah potensi obat antidiabetes dengan obat antidiabetes atau dengan obat lain untuk berinteraksi sedemikian rupa sehingga efektivitas atau toksisitas salah satu atau lebih obat berubah.

g. persentase kejadian potensi interaksi antidiabetes adalah persentase potensi interaksi obat antidiabetes yang ditemukan pada subjek penilitian.

h. usia subjek dihitung sejak tahun lahir sampai dengan ulang tahun terakhir, kelompok usia ditentukan menjadi tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, 55- 64 tahun, 65-74 tahun, dan ≥75 tahun.

i. jenis obat adalah obat antidiabetes yang berpotensi interaksi.

j. mekanisme interaksi adalah bagaimana interaksi obat terjadi apakah secara farmakokinetik, farmakodinamik atau unknown.

k. tingkat keparahan interaksi obat adalah minor, moderate, atau major.

l. interaksi farmakokinetik adalah salah satu obat mengubah tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain yang diberi secara bersamaan.


(25)

m. interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana suatu obat menginduksi perubahan respon pasien terhadap obat lain tanpa mengubah farmakokinetik obat lain.

n. unknown adalah kejadian interaksi obat yang telah tercatat dalam literatur tetapi mekanisme interaksinya belum diketahui secara jelas.

o. tingkat keparahan minor memiliki efek ringan, kemungkinan dapat mengganggu tetapi seharusnya tidak secara signifikan mempengaruhi hasil terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak diperlukan.

p. tingkat keparahan moderate menyebabkan penurunan status klinis pasien. Pengobatan tambahan, rawat inap, atau diperpanjang dirawat di rumah sakit mungkin diperlukan.

q. Tingkat keparahan major secara potensial mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan permanen.

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu rekam medik dari pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014.

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan buku registrasi dapat diketahui jumlah populasi penelitian, dari populasi, ditentukan sampel yang memenuhi kriteria inklusi, rekam medik sampel yang telah ditetapkan kemudian dikumpulkan. Pemindahan data yang diperlukan dari tiap rekam medik dipindahkan ke lembar pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan simple random sampling secara


(26)

retrospective yaitu berupa pengamatan atau gambaran mengenai subjek penelitian

yang meneliti data kebelakang. Data yang dikumpulkan merupakan data resep pengobatan dari rekam medik pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli -Desember 2014 berdasarkan jenis kelamin, Usia, diagnosis penyakit, jumlah obat per pasien, jenis obat di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Data interaksi obat antidiabetes yang diambil dari data obat yang diberikan pada pasien dari awal masuk hingga keluar rumah sakit, dimana pada resep terdapat obat antidiabetes, jika terdapat keberulangan resep maka diambil satu jenis.

3.6 Analisis Data

Evaluasi data interaksi obat antidiabetes dilakukan secara teoritik berdasarkan studi literatur seperti buku Drug Interaction Fact, drug interaction

checker medscape interaction checker webmd interaction checker drugs.com

data deskriptif meliputi persentase frekuensi potensi interaksi obat antidiabetes secara keseluruhan, mekanisme potensi interaksi obat baik yang mengikuti mekanisme interaksi farmakokinetik, farmakodinamik, dan unknown, serta ditentukan jenis-jenis obat antidiabetes yang sering berpotensi terjadi interaksi dan potensi tingkat keparahannya. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007, kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Hubungan variabel penelitian dianalisis dengan metode Chi Square menggunakan program aplikasi IBM SPSS Statistics 20.


(27)

3.7 Bagan Alur Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa proses sebelum pada akhirnya data disajikan. Proses penyajian data tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Rekam Medik Pasien Rawat Inap Diabetes Melitus Tipe 2 Juli-Desember 2014

Rekam Medik Pasien Rawat Inap Diabetes Melitus Tipe 2 yang mendapat obat antdiabetes

Potensi Interaksi Obat Antidiabetes

Profil Penggunaan Obat Antidiabetes

Karakteristik Subjek Penelitian

Tidak Ada Potensi Interaksi

Ada Potensi Interaksi Analisis Data

- Jenis Kelamin - Usia

- Jumlah Obat

Persentase Potensi Interaksi

Obat yang Sering Berpotensi

Mekanisme Potensi Interaksi

Tingkat Keparahan

Potensi Interaksi

Penarikan Kesimpulan

Gambar 3.1 Bagan alur penelitian potensi interaksi obat antidiabetes pada

pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014.

3.8 Prosedur Penelitian

Adapun cara kerja dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Pengurusan izin

Meminta izin dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Menghubungi Direktur


(28)

Utama RSUD Dr. Pirngadi Medan untuk mendapatkan izin penelitian dan pengambilan data, dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.

b. Survei awal

Proses survei ini dimulai dari observasi laporan di Sub Bagian Rekam Medik untuk kasus-kasus dengan diagnosis diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Juli-Desember 2014. Dari data Sub Bagian Rekam Medik digunakan untuk mengumpulkan rekam medik pasien.

c. Pembuatan lembar pengumpulan data

Pembuatan lembar pengumpulan data ini bertujuan untuk memudahkan pengumpulan data dari rekam medik. Lembar pengumpulan data berisikan: no rekam medik, nama pasien, umur pasien, jenis kelamin, tanggal masuk rumah sakit, tanggal keluar rumah sakit, diagnosis, data obat yang digunakan.

d. Pelaksanaan pengambilan data

Proses pengambilan data dilakukan dengan cara mencatat data-data yang dibutuhkan dari rekam medik dan laporan pemakaian obat per pasien yang telah meemnuhi kriteria inklusi ke lembar pengumpul data.

e. Analisis Data

Menganalisis data yang diperoleh sehingga didapatkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.


(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan rekam medik pada pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 periode Juli-Desember 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi diperoleh 90 rekam medik yang terdapat 165 resep.

4.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian

4.1.1 Usia

Berdasarkan sampel yang diambil dari 90 rekam medik (165 resep) yang menggunakan obat antidiabetes dalam resepnya, diperoleh gambaran umum karakteristik subjek yang dominan antara lain 56,67% perempuan; 41,11% usia 55-64 tahun. Karakteristik umum subjek mengenai usia dan jenis kelamin yang diteliti secara garis besar ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian jenis kelamin dan usia

Karakteristik Subjek Jumlah RM (n=90) %

Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan

39 51

43,33 56,67 Usia

25-34 35-44 45-54 55-64 65-74

≥75

1 7 22 37 20 3

1,11 7,78 24,45 41,11 22,22 3,33

Data di atas menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 dominan banyak diderita oleh pasien dengan rentang usia 55-64 tahun. Riskesdas (2013) juga melaporkan bahwa penyakit diabetes dominan pada usia 55-64 tahun dan cenderung menurun setelah usia ≥65 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh


(30)

Kekenusa, et al. (2006) juga menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 didominasi kelompok usia ≥45 tahun. Usia ≥45 tahun memiliki resiko 8 kali lebih besar terkena penyakit diabetes melitus tipe 2 dibandingkan usia <45 tahun. Hal ini dapat terjadi karena pada lansia terjadi perubahan fisik dan penurunan fungsi tubuh yang mempengaruhi kemampuan fisik dan menurunkan kekebalan tubuh, serta proses metabolisme yang menurun yang tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik (Maryam, et al., 2008).

4.1.2 Jumlah Obat

Berdasarkan sampel yang berjumlah 90 rekam medik (165 resep) yang menggunakan obat antidiabetes dalam resepnya, diperoleh 88,48% jumlah obat dalam resep yakni ≥5.

Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian jumlah obat

Karakteristik Subjek Jumlah Resep (n=165) %

Jumlah Obat <5

≥5 146 19

11,52 88,48

Data di atas menunjukkan bahwa peresepan ≥5 obat memiliki persentase yang tinggi yakni 88,48% pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2013) menunjukkan bahwa pada pasien diabetes lebih dari 50% menerima obat ≥5. Hal ini dapat terjadi karena pada penderita diabetes melitus tipe 2 terjadi resistensi insulin dan sekresi insulin yang semakin rendah dari waktu ke waktu. Kebanyakan individu dengan diabetes tipe 2 menunjukkan sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik. Karena kelainan ini, pasien dengan diabetes tipe 2 beresiko mengalami komplikasi (Triplitt, et al., 2008). Hal tersebut menyebabkan pasien membutuhkan terapi lebih dari satu obat atau


(31)

memerlukan terapi kombinasi untuk mendapatkan kontrol yang baik (Shastry, et al., 2015).

4.2 Profil Penggunaan Obat Antidiabetes pada Pasien Rawat Inap Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014

Persentase penggunaan obat antidiabetes di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014 yang diambil dari 165 resep dimana terdapat 230 penggunaan obat antidiabetes ditunjukkan oleh Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Persentase tingkat penggunaan obat antidiabetes pasien rawat inap

diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli- Desember 2014

No

Nama Obat

Jumlah

penggunaan %

1 Insulin aspart 95 41,30

2 Insulin detemir 57 24,78

3 Metformin 43 18,70

4 Glimepirid 11 4,78

5 Insulin aspart + Insulin protaminated 8 3,48

6 Insulin glargine 5 2,17

7 Glicazide 4 1,74

8 Glibenklamid 3 1,30

9 Gliquidone 3 1,30

10 Acarbose 1 0,43

Jumlah 230 100

Data di atas menunjukkan bahwa persentase tertinggi penggunaan obat antidiabetes yakni insulin aspart 41,30%. Penelitian yang dilakukan oleh Istiqomatunnisa (2014) juga menunjukkan bahwa insulin merupakan salah satu obat antidiabetes injeksi yang banyak digunakan pada pasien rawat inap diabetes Kartu Jakarta Sehat di RS TNI AU Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. Penggunaan insulin diberikan jika kondisi pasien memiliki kadar glukosa yang sangat tinggi dan mengalami komplikasi. Jika kadar glukosa darah sudah relatif stabil maka dapat dilakukan evaluasi terhadap penyakit komplikasi yang diderita oleh pasien.


(32)

Insulin aspart banyak digunakan karena memiliki kerja onset kerja cepat dan menurunan kadar glukosa postprandial lebih cepat dibandingkan insulin regular (ACCP, 2013). Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Selain itu ketika penderita mengalami stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke, ketoasidosis diabetik. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin (Depkes RI, 2005).

4.3 Persentase Frekuensi Potensi Interaksi Obat Antidiabetes Subjek Penelitian

4.3.1 Kriteria Usia

Berdasarkan analisis terhadap 90 rekam medik, ditemukan adanya potensi interaksi obat antidiabetes sebesar 68,9%. Gambaran umum kejadian potensi interaksi obat kriteria usia ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Persentase potensi interaksi obat antidiabetes pada subjek penelitian

dengan kriteria usia

Kriteria Subjek

Total Rekam Medik=90 Berpotensi Interaksi % Tidak Berpotensi Interaksi % Usia 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 ≥75 0 5 15 27 12 3 0 5,56 16,70 30 13,31 3,33 1 2 7 10 8 0 1,11 2,22 7,78 11,11 8,89 0


(33)

Penelitian terhadap 90 rekam medik pasien mengenai kejadian potensi interaksi obat antidiabetes menggambarkan bahwa potensi interaksi obat terjadi pada kelompok usia 55-64 tahun (30%). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sivva, et al. (2015) juga menunjukkan hal serupa, kelompok usia 50-60 tahun adalah usia yang terbanyak mengalami interaksi obat, secara umum pasien lansia memiliki resiko terjadinya interaksi obat karena mereka kebanyakan memiliki banyak penyakit dan polifarmasi yang biasanya muncul dengan meningkatnya durasi dari kondisi penyakit dan perubahan fisiologi (Arvind, et al., 2011).

Persentase potensi interaksi obat antidiabetes terdapat pada 62 rekam medik dari 90 total rekam medik (68,90%) (Tabel 4.4), angka ini cukup tinggi dan tentunya perlu mendapat perhatian farmasis. Adanya ditemukan potensi interaksi obat ini dapat berhubungan dengan penurunan efek terapi atau bahkan semakin meningkatnya efek oleh karena semakin meningkatnya konsentrasi suatu obat (drugs.com, 2015). Monitoring terkait efek yang mungkin ditimbulkan oleh interaksi obat ini sangat diperlukan.

4.3.2 Kriteria Jumlah Obat

Analisis terhadap 165 resep, ditemukan adanya potensi interaksi obat pada 115 resep (69,7%). Gambaran umum kejadian potensi interaksi obat kriteria usia ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Persentase potensi interaksi obat antidiabetes pada subjek penelitian

dengan kriteria jumlah obat

Kriteria Subjek

Total Resep=165

Berpotensi interaksi % Tidak Berpotensi

Interaksi %

Jumlah Obat < 5 obat

≥ 5 obat

6 109

3,64 66,06

13 37

7,88 22,42


(34)

Penelitian terhadap 165 resep mengenai kejadian potensi interaksi obat antidiabetes menggambarkan bahwa potensi interaksi obat terjadi pada pasien yang menerima ≥5 obat memiliki persentase sebesar 66,06%. Potensi interaksi obat Antidiabetes terdapat pada 115 resep dari 165 total resep (69,70%) (Tabel 4.5). Persentase ini cukup tinggi dan tentunya perlu mendapat perhatian farmasis. Adanya ditemukan potensi interaksi obat ini dapat berhubungan dengan penurunan efek terapi atau bahkan semakin meningkatnya efek oleh karena semakin meningkatnya konsentrasi suatu obat (drugs.com, 2015). Monitoring terkait efek yang mungkin ditimbulkan oleh interaksi obat ini sangat diperlukan.

4.4 Gambaran Kejadian Potensi Interaksi Obat Antidiabetes Subjek Penelitian

Analisis terhadap 90 rekam medik menunjukkan hasil persentase potensi interaksi obat antidiabetes yaitu 68,90%, dari 165 resep ditemukan 115 resep memiliki potensi interaksi dengan 250 kali kasus potensi, terdiri dari 57 jenis kasus potensi interaksi obat antidiabetes (Tabel 4.6). Obat yang paling sering mengalami potensi interaksi adalah insulin aspart 38,40%, metformin 32%, dan insulin detemir 20,80% (Tabel 4.7), dengan mekanisme interaksi farmakodinamik 72%, farmakokinetik 17,2%, dan unknown 10,80% (Tabel 4.9). Tingkat keparahan potensi interaksi obat antara lain minor 17,60%, Moderate 82,40%, dan major 0% (Tabel 4.11).

4.4.1 Obat Antidiabetes yang Sering Mengalami Potensi Interaksi pada Subjek Penelitian

Berikut adalah data mengenai jenis kejadian obat antidiabetes yang mengalami potensi interaksi yang dilihat dari 250 jumlah kasus yang diamati.


(35)

Tabel 4.6 Jenis kejadian potensi interaksi obat antidiabetes pada subjek

penelitian

No Nama Obat Jumlah kasus

1 Metformin + Ranitidin 33

2 Insulin Aspart + Aspirin 28

3 Insulin Detemir + Aspirin 26

4 Insulin Aspart + Ciprofloxacin 19

5 Insulin Aspart + Amitriptilin 9

6 Insulin Aspart + Levofloxacin 9

7 Metformin + Ciprofloxacin 8

8 Metformin + Furosemid 8

9 Metformin + Kalium Klorid 8

10 Captopril + Insulin Aspart 7

11 Metformin + Cyanocobalamin 7

12 Metformin + Insulin Detemir 6

13 Insulin Detemir+ Levofloxacin 4

14 Insulin Detemir+ Ramipril 4

15 Insulin Aspart + Budesonid 3

16 Glimepirid + Insulin Aspart 3

17 Glimepirid + Insulin Detemir 3

18 Metformin + Isoniazid 3

19 Insulin Aspart + Kalium Klorid 3

20 Glimepirid + Ketorolac 3

21 Metformin + Insulin Aspart 3

22 Insulin Detemir + Amitriptilin 2

23 Gliquidone + Asam mefenamat 2

24 Glimepirid + Aspirin 2

25 Metformin + Budesonid 2

26 Glimepirid + Ciprofloxacin 2

27 Metformin + Digoxin 2

28 Gemfibrozil + Insulin Aspart 2

29 Gemfibrozil + Insulin Detemir 2

30 Insulin Aspart + HCT 2

31 Insulin Detemir+ Kalium Klorid 2

32 Glimepirid + Levofloxacin 2

33 Metformin + Levofloxacin 2

34 Insulin Aspart + Lisinopril 2

35 Insulin Detemir + Lisinopril 2

36 Metformin + Insulin Glargine 2

37 Metformin + Metilprednisolon 2

38 Glimepirid + Na. diclofenac 2

39 Metformin + Amitriptilin 1

40 Metformin + Asam Folat 1

41 Glimepirid + Captopril 1

42 Insulin Detemir + Captopril 1

43 Glibenklamid + Dexamethasone 1

44 Insulin Aspart + Dexamethasone 1

45 Metformin + Dexamethasone 1


(36)

Tabel 4.6 (lanjutan) Kejadian potensi interaksi obat antidiabetes pada subjek

Penelitian

No Nama Obat Jumlah kasus

47 Glimepirid + Ibuprofen 1

48 Insulin Aspart + Isoniazid 1

49 Gliquidone + Ketorolac 1

50 Glibenklamid + Levofloxacin 1

51 Insulin Aspart + Maprotilin 1

52 Glimepirid + Meloxicam 1

53 Insulin Aspart + Metilprednisolon 1

54 Insulin Glargine + Metilprednisolon 1

55 Metformin + Nifedipin 1

56 Insulin Aspart + Prednisolone 1

57 Insulin Aspart + Risperidone 1

Berikut adalah persentase obat antidiabetes yang memiliki potensi interaksi.

Tabel 4.7 Obat antidiabetes yang memiliki potensi interaksi pada subjek

penelitian

No Nama obat Jumlah (n=250) %

1 Insulin Aspart 96 38,40

2 Insulin Detemir 52 20,80

3 Insulin Glargine 3 1,20

4 Metformin 80 32,00

5 Gliquidone 3 1,20

6 Glimepirid 14 5,60

7 Glibenklamid 2 0,80

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh obat antidiabetes yang sering memiliki potensi interaksi obat adalah insulin aspart 38,40%, metformin 32%, dan insulin detemir 20,80% (Tabel 4.7). Hasil yang diperoleh dipengaruhi dari tingginya peresepan obat yang melibatkan obat-obat tersebut di RSUD Dr. Pirngadi Medan salah satunya yaitu pada pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2, terutama insulin aspart yang penggunaannya paling tinggi. Sivva, et al. (2015) juga menyatakan bahwa insulin merupakan obat yang paling sering mengalami interaksi obat pada pasien hipertensi.

Jenis kejadian potensi interaksi obat yang paling banyak melibatkan insulin aspart adalah insulin aspart + aspirin (28 kali). Jenis kejadian potensi


(37)

interaksi paling banyak melibatkan metformin adalah metformin + ranitidin (33 kali) dan untuk insulin detemir adalah insulin detemir + aspirin (26 kali). Mekanisme interaksi dari aspirin dan insulin aspart ataupun detemir adalah aspirin dapat meningkatkan efek insulin aspart dan insulin detemir melalui sinergisme farmakodinamik (medscape.com, 2015). Salisilat seperti aspirin secara signifikan meningkatkan sekresi basal insulin, respon insulin akut terhadap beban glukosa, dan pelepasan insulin sekunder pada subjek normal maupun pada pasien dengan diabetes tipe 2. Efeknya berhubungan dengan penurunan konsentrasi glukosa pada pasien dengan diabetes, sementara toleransi glukosa secara umum tidak diubah pada individu normal (Tatro, 2009). Tanda-tanda hipoglikemia termasuk sakit kepala, pusing, kantuk, kegugupan, bingung, tremor, nausea, lapar, lemah, perspirasi, palpitasi, dan detak jantung cepat. Penyesuaian dosis dan monitoring kadar glukosa darah secara ketat diperlukan pada pasien yang menerima terapi aspirin dan insulin aspart atau insulin detemir (drugs.com, 2015).

Mekanisme interaksi metformin dan ranitidin adalah farmakokinetik dimana ranitidin merupakan obat bersifat kationik dan secara teori dapat menurunkan ekskresi metformin dengan berkompetisi pada transport tubular ginjal. Peningkatan level metformin dapat meningkatkan resiko asidosis laktat. Oleh karena itu titrasi dosis metformin direkomendasikan. Monitoring kadar glukosa darah dan tanda-tanda asidosis laktat seperti malaise, myalgia, gangguan pernapasan, hiperventilasi, detak jantung lambat atau tidak normal, kantuk, tidak nyaman pada perut, atau tanda-tanda tidak biasa lainnya (drugs.com, 2015).


(38)

4.4.2 Mekanisme Potensi Interaksi Obat Antidiabetes pada Subjek Penelitian

Mekanisme potensi interaksi yang ditemukan pada penelitian ini yakni farmakodinamik, farmakokinetik, dan unknown ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Mekanisme potensi interaksi pada jenis kejadian potensi interaksi

obat antidiabetes pada subjek penelitian

No Nama Obat

mekanisme interaksi

obat Jumlah kasus

1 Insulin aspart + Aspirin farmakodinamik 28

2 Insulin Detemir + Aspirin farmakodinamik 26

3 Insulin Aspart + Ciprofloxacin farmakodinamik 19

4 Insulin Aspart + Amitriptilin farmakodinamik 9

5 Insulin Aspart + Levofloxacin farmakodinamik 9

6 Metformin + Ciprofloxacin farmakodinamik 8

7 Metformin + Kalium Klorid farmakodinamik 8

8 Captopril + Insulin Aspart farmakodinamik 7

9 Metformin + Insulin Detemir farmakodinamik 6

10 Insulin Detemir + Levofloxacin farmakodinamik 4

11 Insulin Detemir + Ramipril farmakodinamik 4

12 Insulin Aspart + Budesonid farmakodinamik 3

13 Glimepirid + Insulin Aspart farmakodinamik 3

14 Glimepirid + Insulin Detemir farmakodinamik 3

15 Insulin Aspart + Kalium Klorid farmakodinamik 3

16 Metformin + Insulin Aspart farmakodinamik 3

17 Insulin Detemir + Amitriptilin farmakodinamik 2

18 Metformin + Budesonid farmakodinamik 2

19 Glimepirid + Ciprofloxacin farmakodinamik 2

20 Insulin Aspart + HCT farmakodinamik 2

21 Insulin Detemir+ Kalium Klorid farmakodinamik 2

22 Glimepirid + Levofloxacin farmakodinamik 2

23 Metformin + Levofloxacin farmakodinamik 2

24 Insulin Aspart + Lisinopril farmakodinamik 2

25 Insulin Detemir + Lisinopril farmakodinamik 2

26 Metformin + Insulin Glargine farmakodinamik 2

27 Metformin + Metilprednisolon farmakodinamik 2

28 Metformin + Amitriptilin farmakodinamik 1

29 Glimepirid + Captopril farmakodinamik 1

30 Insulin Detemir + Captopril farmakodinamik 1

31 Glibenklamid + Dexamethasone farmakodinamik 1

32 Insulin Aspart + Dexamethasone farmakodinamik 1

33 Metformin + Dexamethasone farmakodinamik 1

34 Glibenklamid + Levofloxacin farmakodinamik 1

35 Insulin Aspart + Maprotilin farmakodinamik 1

36 Insulin Aspart + Metilprednisolon farmakodinamik 1

37

Insulin Glargine +


(39)

Tabel 4.8 (lanjutan) Mekanisme potensi interaksi pada jenis kejadian potensi

interaksi obat antidiabetes pada subjek penelitian

No Nama Obat

Mekanisme interaksi

obat Jumlah kasus

38 Insulin Aspart + Prednisolone farmakodinamik 1

39 Metformin + Ranitidin farmakokinetik 33

40 Glimepirid + Aspirin farmakokinetik 2

41 Metformin + Digoxin farmakokinetik 2

42 Metformin + Diltiazem farmakokinetik 1

43 Metformin + Nifedipin farmakokinetik 1

44 Metformin + Furosemid unknown 8

45 Metformin + Cyanocobalamin unknown 7

46 Metformin + Isoniazid unknown 3

47 Glimepirid + Ketorolac unknown 3

48 Gliquidone + Asam mefenamat unknown 2

49 Gemfibrozil + Insulin Aspart unknown 2

50 Gemfibrozil + Insulin Detemir unknown 2

51 Glimepirid + Na. diclofenac unknown 2

52 Metformin + Asam Folat unknown 1

53 Glimepirid + Ibuprofen unknown 1

54 Insulin Aspart + Isoniazid unknown 1

55 Gliquidone + Ketorolac unknown 1

56 Glimepirid + Meloxicam unknown 1

57 Insulin Aspart + Risperidone unknown 1

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh persentase mekanisme interaksi obat mekanisme interaksi farmakodinamik 72%, farmakokinetik 17,2%, dan

unknown 10,2% (Tabel 4.9).

Tabel 4.9. Persentase mekanisme potensi interaksi obat antidiabetes pada

subjek penelitian

No Mekanisme interaksi obat Jumlah kasus %

1 Interaksi farmakodinamik 180 72

2 Interaksi farmakokinetik 43 17,20

3 Interaksi unknown 27 10,80

Total 250

a. Mekanisme Farmakodinamik

Pada interaksi farmakodinamik jenis kejadian potensi interaksi obat paling banyak adalah insulin aspart + aspirin (28 kali), insulin detemir + aspirin (26 kali), insulin aspart + ciprofloxacin (19 kali). Mekanisme interaksi dari aspirin dan insulin aspart ataupun detemir adalah aspirin dapat meningkatkan efek insulin


(40)

aspart dan insulin detemir melalui sinergisme farmakodinamik (medscape.com, 2015). Salisilat seperti aspirin secara signifikan meningkatkan sekresi basal insulin, respon insulin akut terhadap beban glukosa, dan pelepasan insulin sekunder pada subjek normal maupun pada pasien dengan diabetes tipe 2. Efeknya berhubungan dengan penurunan konsentrasi glukosa pada pasien dengan diabetes, sementara toleransi glukosa secara umum tidak diubah pada individu normal (Tatro, 2009). Tanda-tanda hipoglikemia termasuk sakit kepala, pusing, kantuk, kegugupan, bingung, tremor, nausea, lapar, lemah, perspirasi, palpitasi, dan detak jantung cepat. Penyesuaian dosis dan monitoring kadar glukosa darah secara ketat diperlukan pada pasien yang menerima terapi aspirin dan insulin aspart atau insulin detemir (drugs.com, 2015).

Untuk mekanisme insulin aspart dan ciprofloxacin, diketahui ciprofloxacin dapat meningkatkan efek insulin aspart melalui sinergime farmakodinamik, antibiotik quinolon dapat mengganggu efek terapi insulin. Hipoglikemia dan, dalam frekuensi rendah, hiperglikemia telah dialaporkan selama penggunan quinolon, monitor kadar glukosa darah dengan hati-hati diperlukan (medscape.com, 2015).

b. Mekanisme Farmakokinetik

Jenis kejadian dengan mekanisme farmakokinetik paling banyak adalah metformin + ranitidin (33 kali), diketahui ranitidin merupakan obat bersifat kationik dan secara teori dapat menurunkan eksresi metformin dengan berkompetisi pada transport tubular ginjal. Peningkatan level metformin dapat meningkatkan resiko asidosis laktat. Oleh karena itu titrasi dosis metformin direkomendasikan. Monitoring kadar glukosa darah dan tanda-tanda asidosis


(41)

laktat seperti malaise, myalgia, gangguan pernapasan, hiperventilsi, detak jantung lambat atau tidak normal, kantuk, tidak nyaman pada perut, atau tanda-tanda tidak biasa lainnya (drugs.com, 2015).

4.4.3 Tingkat Keparahan Potensi Interaksi Obat Antidiabetes pada Subjek Penelitian

Tingkat keparahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah minor dan

moderate seperti ditunjukkan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Tingkat keparahan pada jenis kejadian potensi interaksi obat

antidiabetes pada subjek penelitian

No Nama Obat Tingkat keparahan

interaksi obat Jumlah kasus

1 Insulin Aspart + Amitriptilin minor 9

2 Metformin + Furosemid minor 8

3 Metformin + Kalium Klorid minor 8

4 Metformin + Cyanocobalamin minor 7

5 Insulin Aspart + Budesonid minor 3

6 Metformin + Isoniazid minor 3

7 Insulin Aspart + Kalium Klorid minor 3

8 Insulin Detemir + Amitriptilin minor 2

9 Metformin + Budesonid minor 2

10 Insulin Aspart + HCT minor 2

11 Insulin Detemir+ Kalium Klorid minor 2

12 Metformin + Metilprednisolon minor 2

13 Metformin + Amitriptilin minor 1

14 Metformin + Asam Folat minor 1

15 Glibenklamid + Dexamethasone minor 1

16 Insulin Aspart + Dexamethasone minor 1

17 Metformin + Dexamethasone minor 1

18 Metformin + Diltiazem minor 1

19 Insulin Aspart + Isoniazid minor 1

20 Insulin Aspart + Maprotilin minor 1

21 Insulin Aspart + Metilprednisolon minor 1

22 Insulin Glargine + Metilprednisolon minor 1

23 Metformin + Nifedipin minor 1

24 Insulin Aspart + Prednisolone minor 1

25 Metformin + Ranitidin moderate 33

26 Insulin aspart + Aspirin moderate 28

27 Insulin Detemir + Aspirin moderate 26

28 Insulin Aspart + Ciprofloxacin moderate 19

29 Insulin Aspart + Levofloxacin moderate 9

30 Metformin + Ciprofloxacin moderate 8

31 Captopril + Insulin Aspart moderate 7


(42)

Tabel 4.10 (lanjutan) Tingkat keparahan pada jenis kejadian potensi interaksi

obat antidiabetes pada subjek penelitian

No Nama Obat Tingkat keparahan

interaksi obat Jumlah kasus

33 Insulin Detemir+ Levofloxacin moderate 4

34 Insulin Detemir+ Ramipril moderate 4

35 Glimepirid + Insulin Aspart moderate 3

36 Glimepirid + Insulin Detemir moderate 3

37 Glimepirid + Ketorolac moderate 3

38 Metformin + Insulin Aspart moderate 3

39 Gliquidone + Asam mefenamat moderate 2

40 Glimepirid + Aspirin moderate 2

41 Glimepirid + Ciprofloxacin moderate 2

42 Metformin + Digoxin moderate 2

43 Gemfibrozil + Insulin Aspart moderate 2

44 Gemfibrozil + Insulin Detemir moderate 2

45 Glimepirid + Levofloxacin moderate 2

46 Metformin + Levofloxacin moderate 2

47 Insulin Aspart + Lisinopril moderate 2

48 Insulin Detemir + Lisinopril moderate 2

49 Metformin + Insulin Glargine moderate 2

50 Glimepirid + Na. diclofenac moderate 2

51 Glimepirid + Captopril moderate 1

52 Insulin Detemir + Captopril moderate 1

53 Glimepirid + Ibuprofen moderate 1

54 Gliquidone + Ketorolac moderate 1

55 Glibenklamid + Levofloxacin moderate 1

56 Glimepirid + Meloxicam moderate 1

57 Insulin Aspart + Risperidone moderate 1

Persentase tingkat keparahan potensi interaksi obat dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Tingkat keparahan potensi interaksi obat pada subjek penelitian

No Tingkat keparahan potensi interaksi Jumlah kasus %

1 Minor 44 17,60

2 Moderate 206 82,40

3 Major 0 0

Total 250

Tingkat keparahan potensial dari interaksi penting dalam menilai resiko dan keuntungan dari suatu alternatif terapi. Dengan penyesuaian dosis yang tepat atau modifikasi jadwal pemberian, efek negatif kebanyakan interaksi dapat


(43)

dihindari (Tatro, 2009). Dalam penelitian ini ditemukan tingkat keparahan antara lain minor 17,60%, Moderate 82,40%, dan major 0% (Tabel 4.11).

Suatu interaksi termasuk kedalam tingkat keparahan minor efeknya biasanya ringan, konsekuensinya dapat mengganggu atau tidak terlihat tetapi seharusnya tidak mempengaruhi keberhasilan terapi secara signifikan. Perlakuan tambahan biasanya tidak diperlukan (Tatro, 2009). Kejadian potensi interaksi kategori minor yang banyak ditemukan pada penelitian ini adalah insulin aspart + amitriptilin (9 kali). Diketahui amitriptilin dapat meningkatkan efek insulin aspart melalui sinergisme farmakodinamik. Namun interaksi ini tidak signifikan dan manajemen dari interaksi ini belum tersedia. (medscape.com, 2015).

Interaksi kategori moderate menyebabkan penurunan status klinis pasien. Pengobatan tambahan, rawat inap, atau perpanjang perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan (Tatro, 2009), interaksinya signifikan secara klinis, biasanya hindari kombinasi, atau gunakan pada kondisi tertentu (drugs.com, 2015). Kejadian potensi interaksi kategori moderate yang banyak ditemukan adalah metformin + ranitidine (33 kali), diketahui ranitidin merupakan obat bersifat kationik dan secara teori dapat menurunkan eksresi metformin dengan berkompetisi untuk transport tubular ginjal. Peningkatan level metformin dapat meningkatkan resiko asidosis laktat. Oleh karena itu titrasi dosis metformin direkomendasikan. Monitoring kadar glukosa darah dan tanda-tanda asidosis laktat seperti malaise, myalgia, gangguan pernapasan, hiperventilasi, detak jantung lambat atau tidak normal, kantuk, tidak nyaman pada perut, atau tanda- tanda tidak biasa lainnya (drugs.com, 2015).


(44)

4.5 Hubungan Karakteristik Subjek Penelitian dengan Kejadian Potensi Interaksi Obat Antidiabetes

Hasil analisis Chi Square menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara variabel usia dan kejadian potensi interaksi obat antidiabetes dan antara variabel jumlah obat dan kejadian potensi interaksi obat antidiabetes terdapat hubungan bermakna.

4.5.1 Faktor Usia

Kejadian potensi interaksi obat antidiabetes banyak terjadi pada pasien usia 55-64 tahun sebesar 30%.

Tabel 4.12 Frekuensi potensi interaksi obat antidiabetes berdasarkan usia

Usia (Tahun)

Potensi Interaksi Obat

Nilai p

Ada Tidak Ada

Jumlah % terhadap total

usia Jumlah

% terhadap total usia

25-34 0 0 1 0,61

0,215

35-44 8 4,85 2 1,21

45-54 28 16,97 14 8,48

55-64 43 26,06 23 13,94

65-74 29 17,58 10 6,06

≥75 7 4,24 0 0

Total 115 69,70 50 30,30

Hasil analisis Chi Square dengan program IMB SPSS 20 diperoleh tidak adanya hubungan yang bermakna antara variabel usia dan kejaidan potensi interaksi obat antidiabetes dimana nilai p=0,215 (p>0,05) (Tabel 4.12). Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtaza, et al. (2015) yakni adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi obat, yang mana banyak terjadi pada kelompok usia 60 tahun atau lebih. Berbeda dengan Murtaza et al. (2015), penelitian yang dilakukan oleh Huri dan Hoo (2013) menunjukkan hubungan antara usia dan DRP masih dipermasalalahkan, beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara dua variabel tersebut namun beberapa tidak.


(45)

P

er

se

n

ta

se

P

o

te

ns

i

In

te

ra

ks

i

(%

)

Seperti penelitian pada pasien rawat inap dari berbagai departemen kesehatan internal menemukan bahwa usia bukan faktor resiko DRP (Blix, et al., 2004). Koh et al. (2005) juga tidak melaporkan adanya hubungan signifikan antara dua hal tersebut.

30 tidak ada ada 25

26.06

20 16.97

15 13.94

17.58

10 5

0.61 0 0

4.85 1.21

8.48

6.06

4.24 0 25-34 tahun 35-44 tahun 45-54 tahun 55-64 tahun 65-74 tahun ≥75 tahun

Gambar 4.1 Hubungan usia dengan potensi interaksi obat

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada penelitian ini frekuensi potensi interaksi obat paling banyak terjadi pada pasien berusia 55-64 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sivva, et al. (2015) juga menunjukkan hal serupa, kelompok usia 50-60 tahun adalah usia yang terbanyak mengalami interaksi obat, secara umum pasien yang lebih tua memiliki resiko terjadinya interaksi obat karena mereka kebanyakan memiliki banyak penyakit dan polifarmasi yang biasanya muncul dengan meningkatnya durasi dari kondisi penyakit dan perubahan fisiologi (Arvind, et al., 2011).

4.5.2 Faktor Jumlah Obat

Kejadian potensi interaksi obat antidiabetes terjadi banyak pada resep dengan jumlah obat ≥5 sebesar 66,06%.


(46)

Pe

rsen

tase

Po

te

ns

i

In

te

ra

k

si

(

%

)

Tabel 4.13 Frekuensi potensi interaksi obat antidiabetes berdasarkan jumlah

obat

Jumlah Obat

Potensi Interaksi Obat

Nilai P

Ada Tidak ada

Jumlah % terhadap

total Resep Jumlah

% terhadap total Resep

<5 6 3,64 13 7,88

0,000

≥5 109 66,06 37 22,42

Total 115 69,70 50 30,30

80 60 40

20 7.88 0

Tidak Ada Ada

3.64

22.42

66.06

<5 obat ≥5 obat

Gambar 4.2 Hubungan jumlah obat dengan potensi interaksi obat

Hasil analisis Chi Square dengan program IMB SPSS 20 diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara variabel jumlah obat dan kejaidan potensi interaksi obat antidiabetes dimana nilai p 0,000 (p<0,05) (Tabel 4.13). Gambar 4.2 menunjukkan bahwa kejadian potensi interaksi obat antidiabetes banyak terjadi pada peresepan ≥5 yakni sebesar 66,06%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ameri, et al. (2014) di rumah sakit tersier di Uni Emirat Arab bahwa interaksi obat meningkat dengan meningkatnya jumlah obat yang dikonsumsi yakni terjadi pada pasien yang menerima >5 obat. Utami (2013) juga membuktikan bahwa interaksi obat terjadi lebih tinggi pada resep yang mengandung ≥5 macam obat daripada resep yang mengandung <5 macam obat serta terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah obat dan kejadian interaksi obat.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan dapat disimpulkan antara lain:

a. profil penggunaan obat antidiabetes pada pasien rawat inap diabetes tipe 2 Juli- Desember 2014 tertinggi adalah insulin aspart 41,30%, insulin detemir 24,78%, dan metformin 18,70%.

b. persentase frekuensi potensi interaksi obat antidiabetes adalah 68,90%.

c. obat antidiabetes yang sering berpotensi interaksi adalah insulin aspart 38,40%, metformin 30%, dan insulin detemir 20,80%, mekanisme potensi interaksi obat antidiabetes tertinggi adalah farmakodinamik 72%, tingkat keparahan potensi interaksi obat antidiabetes yang teringgi adalah moderate 82,40%.

d. tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan potensi interaksi obat dan ada hubungan bermakna antara jumlah obat dengan potensi interaksi obat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan kesimpulan dari penelitian ini maka disarankan:

a. kepada dokter dan farmasis untuk lebih waspada terhadap potensi terjadinya interaksi obat antidiabetes.

b. kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti kejadian interaksi obat antidiabetik dari pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan.


(48)

c. kepada Instansi Farmasi RSUD Dr. Pirngadi Medan untuk dapat menjalankan

monitoring ketat terkait obat antidiabetes yang digunakan secara bersamaan

dan memiliki potensi interaksi seperti metformin+ranitidine, insulin aspart + aspirin, insulin detemir + aspirin untuk mencapai keberhasilan terapi.


(49)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Obat

Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan terdapat faktor interaksi obat. Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan, atau dengan obat lain. Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus memudahkan terjadinya interaksi obat (Setiawati, 2013).

2.1.1 Definisi Interaksi Obat

Interaksi obat didefinisikan ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya (Stockley, 2008). Interaksi obat-obat dapat didefinisikan sebagai respon farmakologis atau klinis terhadap kombinasi obat berbeda ketika obat-obat tersebut diberikan tunggal (Tatro, 2009). Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang bersamaan dapat menghasilkan efeknya secara bebas atau dapat berinteraksi. Interaksinya bisa bersifat potensiasi atau antagonis dari satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya (BNF, 2014).

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2013).


(50)

2.1.2 Mekanisme Interaksi Obat

Mekanisme interaksi obat adalah bagaimana interaksi itu muncul. Ada dua macam mekanisme interaksi obat yakni interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.

2.1.2.1 Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik adalah ketika obat diberi bersamaan obat yang satu mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat lain. Hal ini paling sering diukur dengan perubahan dalam satu atau lebih parameter kinetik, seperti konsentrasi serum puncak, area di bawah kurva, konsentrasi waktu paruh, jumlah total obat yang diekskresikan dalam urin (Tatro, 2009). Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :

a. Interaksi pada absorbsi obat

i. Efek perubahan pH gastrointestinal

Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada pH rendah daripada pada pH tinggi (Stockley, 2008).

ii. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek

Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan. Sebagai


(51)

contoh, antibakteri tetrasiklin dengan kalsium, bismut aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang kurang diserap sehingga mengurangi efek antibakteri (Stockley, 2008).

iii. Perubahan motilitas gastrointestinal

Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil, obat-obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi. Misalnya metoklopramid mempercepat pengosongan lambung sehingga meningkatkan penyerapan parasetamol (asetaminofen) (Stockley, 2008).

iv. Malabsorbsi dikarenakan obat

Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu penyerapan sejumlah obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat (Stockley, 2008).

b. Interaksi pada distribusi obat i. Interaksi ikatan protein

Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi (Stockley, 2008).

ii. Induksi dan inhibisi protein transport obat

Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif


(52)

membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping Central Nervous System (CNS) (Stockley, 2008).

c. Interaksi pada metabolisme obat

i. Perubahan pada metabolisme fase pertama

Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah dalam urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadang-kadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450 (Stockley, 2008).

ii. Induksi Enzim

Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang


(1)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 5

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Interaksi Obat ... 8

2.1.1 Definisi Interaksi Obat ... 8

2.1.2 Mekanisme Interaksi Obat ... 9


(2)

ix

2.2 Diabetes Melitus ... 16

2.2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus ... 16

2.2.2 Diagnosis Diabetes Melitus ... 18

2.2.3 Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2 Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.3.1 Populasi ... 31

3.3.2 Sampel ... 31

3.4 Definisi Operasional ... 32

3.5 Instrumen Penelitian ... 34

3.5.1 Sumber Data ... 34

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.6 Analisis Data ... 35

3.7 Bagan Alur Penelitian ... 36

3.8 Prosedur Penelitian ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian ... 38

4.1.1 Usia ... 38


(3)

x

4.2 Profil Penggunaan Obat Antidiabetes pada Pasien Rawat Inap Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi

Medan Juli-Desember 2014 ... 40

4.3 Persentase Frekuensi Potensi Interaksi Obat Antidiabetes Subjek Penelitian ... 41

4.3.1 Kriteria Usia ... 41

4.3.2 Kriteria Jumlah Obat ... 42

4.4 Gambaran Kejadian Potensi Interaksi Obat Antidiabetes Subjek Penelitian ... 43

4.4.1 Obat Antidiabetes yang Sering Mengalami Potensi Interaksi pada Subjek Penelitian ... 43

4.4.2 Mekanisme Potensi Interaksi Obat Antidiabetes pada Subjek Penelitian ... 47

4.4.3 T i n g k a t K e p a r a h a n P o t e n s i I n t e r a k s i O b a t Antidiabetes pada Subjek Penelitian ... 50

4.5 Hubungan Karakteristik Subjek P enelitian dengan Kejadian Potensi Interaksi Obat Antidiabetes ... 53

4.5.1 Faktor Usia ... 53

4.5.2 Faktor Jumlah Obat ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(4)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1.1 Skema kerangka pikir ... 5 2.1 Terapi antihiperglikemik pada pasien DM tipe 2:

rekomendasi umum ... 29 3.1 Bagan alur penelitian potensi interaksi obat antidiabetes

pada pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD

Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014 ... 36 4.1 Hubungan usia dengan potensi interaksi obat ... 54 4.2 Hubungan jumlah obat dengan potensi interaksi obat ... 55


(5)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 4.1 Karakteristik subjek penelitian jenis kelamin dan usia ... 38 4.2 Karakteristik subjek penelitian jumlah obat ... 39 4.3 Persentase tingkat penggunaan obat antidiabetes pasien rawat

inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014 ... 40 4.4 Persentase potensi interaksi obat antidiabetes pada subjek

penelitian dengan kriteria usia ... 41 4.5 Persentase potensi interaksi obat antidiabetes pada subjek

penelitian dengan kriteria jumlah obat ... 42 4.6 Jenis kejadian potensi interaksi obat antidiabetes pada subjek

Penelitian ... 44 4.7 Obat antidiabetes yang memiliki potensi interaksi pada subjek

penelitian... 45 4.8 Mekanisme potensi interaksi pada jenis kejadian potensi

interaksi antidiabetes pada subjek penelitian ... 47 4.9 Persentase mekanisme potensi interaksi obat antidiabetes pada

subjek penelitian ... 48 4.10 Tingkat keparahan pada jenis kejadian potensi interaksi obat

antidiabetes pada subjek penelitian ... 50 4.11 Tingkat keparahan potensi interaksi obat pada subjek penelitian 51 4.12 Frekuensi potensi interaksi obat antidiabetes berdasarkan usia ... 53 4.13 Frekuensi potensi interaksi obat antidiabetes berdasarkan jumlah


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Hasil analisis hubungan beberapa variabel bebas terhadap

potensi interaksi obat antidiabetes dengan menggunakan

analisis Chi Square pada program IBM SPSS 20 ... 62

2. Data potensi interaksi obat antidiabetes pada pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Pirngadi Medan Juli-Desember 2014 ... 65

3. Resep pada rekam medik ... 75

4. Surat izin penelitian ... 76

5. Surat selesai penelitian ... 77