EFEK MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFC INQUIR

1

EFEK MODEL PEMBELAJARAN SCIENTIFC INQUIRY DAN MOTIVASI
TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA
Kasden Silalahi1, Nurdin Bukit2 dan Karya Sinulingga2
Mahasiswa Pascasarjana Fisika Universitas Negeri Medan

1

Abstrak
Penelitian ini bertujuan: Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diberikan
perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Scientific inquiry lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, hasil
belajar siswa yang memiliki motivasi di atas rata-rata lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang memilik motivasi siswa di bawah rata-rata, dan intraksi antara
model pembelajaran Scientific inquiry dan motivasi terhadap hasil belaja siswa.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan
dengan model pembelajaran Sientific Inquiry lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, hasil belajar pada
kelompok siswa yang memiliki motivasi di atas rata-rata lebih baik dibandingkan
dengan kelompok siswa yang memiliki motivasi dibawah rata-rata, dan terdapat

interaksi antara model pembelajaran Scientific Inquiry dengan motivasi dalam
meningkatkan hasil belajar siswa, motivasi meningkatkan hasil belajar siswa
pada model pembelajaran Scientific Inquiry sedangkan model konvensional
tidak berpengaruh.
Kata Kunci : Motivasi, Scientific Inquiry, Hasil Belajar
Abstrack
This study aims: to determine the learning outcomes of students who are given
treatment by using Scientific inquiry models is better than using conventional
learning models, learning outcomes of students who are motivated above average
better than students who pick the motivation of students below average -rata, and
intraksi between learning model Scientific inquiry and motivation towards results
students learning outcomes. From the results of this study concluded that the
learning outcomes of students who are taught by Sientific Inquiry learning model
better than students taught by conventional teaching, learning outcomes in a group
of students who are motivated above average better than the group of students
who have the motivation below on average, and there is interaction between the
learning model Scientific Inquiry with motivation in improving student learning,
motivation to improve student learning outcomes in Scientific Inquiry learning
model while conventional models no effect.
Keywords: Motivation, Scientific Inquiry, Learning Outcomes


2

A. Pendahuluan
Kecenderungan pendidikan
pembelajaran di Indonesia secara
umum dalam kurikulum dan model
pembelajaran adalah masih dominan
pembelajaran konvensional dan
kurang
variasinya
model
pembelajaran yang diterapkan oleh
guru
sehingga
hanya
terjadi
komunikasi satu arah dan ilmu di
transfer secara cepat dari guru
kepada siswa secara rill. Hal inilah

yang membuat daya serap siswa
lemah karena hanya mendengarkan
dari guru, Sehingga diperlukan
perubahan paradigma pembelajaran
dari yang berpusat pada guru ke yang
berpusat pada siswa. Hal ini dapat
membuat siswa lebih proaktif untuk
membangun pengetahuannya sendiri
melalui pengalaman belajar dan
interaksi dengan lingkungan. Dalam
kegiatan belajar mengajar terdapat
suatu proses yang menjadi inti
kegiatan belajar disebut dengan
pembelajaran yang menitik beratkan
pada keterlibatan siswa dalam
mempelajari sesuatu, tak terkecuali
dalam mata pelajaran fisika. Belajar
fisika adalah suatu proses psikologis
berupa tindakan/upaya seseorang
untuk merekonstruksi memahami

suatu gejala alam. Tindakan/upaya
yang
dimaksudkan
adalah
pengalaman belajar fisika berupa
reaksi orang yang belajar terhadap
materi fisika sebagai bahan ajar.
Belajar
fisika
pada
dasarnya, suatu proses yang
diarahkan pada suatu gejala alam
yang terjadi. Mata pelajaran fisika
pada sekolah diajarkan untuk
membekali
peserta
didik
pengetahuan, pemahaman, konsep
dan sejumlah kemampuan untuk


memasuki jenjang pendidikan yang
lebih tinggi serta mengembangkan
ilmu dan teknologi. Bagi siswa
pembelajaran
fisika
sering
membosankan sehingga pelajaran
cenderung diabaikan oleh siswa
dalam proses belajarnya karena
pelajaran yang berlangsung di
sekolah ternyata masih sangat
teoritis dan kurang menerapkan
model pembelajaran yang sudah
banyak dikembangkan oleh para
ahli sampai saat ini dan proses
belajar
cenderung
sepihak.
Seringnya
sikap

guru
yang
memberikan pembelajaran fisika
dengan
konvensional
seperti
ekspositori, mengajak siswa untuk
membaca bahan ajar, menghafal
mengakibatkan siswa cenderung
merasa bosan, jengkel, dan tidak
adanya kemauan dalam benak
siswa untuk mendalaminya. Dalam
suatu proses belajar mengajar guru
berperan sebagai motivator dan
fasilitator. Guru harus dapat
merangsang
dan
memberikan
dorongan serta reinforcement untuk
mendinamiskan potensi siswa,

aktivitas, kreativitas sehingga akan
terjadi dinamika di dalam proses
belajar mengajar dan memberikan
fasilitas atau memudahkan dalam
proses belajar mengajar.
Pada
dasarnya
sains
berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis,
sehingga sains bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau pri nsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Fisika adalah salah satu
mata pelajaran dalam rumpun sains
yang
dapat
mengembangkan


3

kemampuan
berpikir
analitis
induktif dan deduktif dalam
menyelesaikan
masalah
yang
berkaitan dengan peristiwa alam
sekitar, baik secara kualitatif
maupun
kuantitatif
dengan
menggunakan matematika, serta
dapat
mengembangkan
pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap percaya diri. Namun fakta
yang ditemukan dilapangan adalah

pelajaran sains yang tidak disukai
siswa adalah fisika.
Berdasarkan hasil wawancara
yang dilaksanakan pada salah satu
guru fisika di SMP Negeri 6 Medan,
menyatakan
dalam
proses
pembelajaran sehari-harinya masih
ada guru yang menggunakan metode
ceramah, tannya jawab, penugasan,
juga model pembelajaran ekspositori
sehingga siswa cendrung hannya
mengerjakan
soal-soal
dan
menghapalan rumus dan kurang
mampu menggunakan konsep yang
dikandung dalam rumus, minimnya
media pembelajaran dan jarang

menggunakan Laboratorium karena
alat dan bahan yang tidak lengkap.
Hal ini senada dengan observasi awal
terhadap fasilitas Laboratorium yang
dilakukan peneliti dan untuk hasil
belajar siswa kelas VIII di sekolah
tersebut. Dapat dikategorikan rendah
mayoritas
siswa
yang
sulit
melampaui nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM), sehingga untuk
menuntaskan nilai lulus minimal
KKM ini, guru harus mengadakan
remedial kepada siswa tersebut.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
yang dilakukan di SMP N 6 Medan
berjumlah
32

siswa
dengan
penyebaran angket di dapatkan
bahwa guru hannya melakukan

pembelajaran
langsung
dengan
persentase nilai 95,48%), latihan
soal (45,16%), praktikum (0%),
Tanya jawab (kuis) (64,52%).
Berdasarkan data yang dapat dilihat
bawasannya siswa jarang melakukan
praktikum dapat dikatakan tidak
perna dilakukan oleh guru karena
fasilitas laboratorium yang tidak
lengkap.
Seharusnya pembelajaran fisika yang
baik
adalah
pembelajaran
pembelajaran yang dilandaskan pada
prinsip ketrampilan proses sains,
dimana
siswa
didik
untuk
menemukan
dan
mengembang
sendiri fakta. Menurut Arends
(2008)”it is strange we expect
students to learn yet seldom teach
then about learning, expect students
seldom teach abaut problem
solving”, Yang berarti dalam
mengajar guru selalu menuntut siswa
untuk menyelesaikan masalah, tetapi
jarang mengarahkan bagaimana
siswa seharusnya menyelasaikan
masalah.Salah satu strategi untuk
mendeskripsikan praktik pengelolaan
belajar yang menggantikan pola
konvensional
dikembangkan
pengelolaan pembelajaran inquiry
Scientific.
Menurut Nur (2012), yang
mengamati perilaku para siswa akhirakhir ini yang cendrung tertutup dan
kurang percaya diri, antara lain
mudah putus asa untuk belajar, tidak
dapat menyimak pendapat orang lain,
kurang pandai berkomunikasi dengan
pihak lain, tidak acuh pada orang
lain, tidak suka meniru orang lain,
mudah marah, tidak ada ekspresi di
raut muka, merasa rendah diri dan
sebagainya. Hal ini menununjukkan
adannya kebosanan siswa belajar

4

fisika. Guru hendaknya kreatif
memulai pembelajaran, dan untuk
melakukan kreatifitas tersebut guru
tidak Harus mengubah segala cara
yang telah dilakukan selama ini dan
memulai cara yang baru dari nol.
Dan pada proses , pembelajaran
konvensional yang diprakarsai guru,
melibatkan semua siswa agak sulit,
maka untuk memperbaiki kondisis
tersebut, perlu adannya dialog dan
kolaborasi. Guru dapat memulai
kreativitas pembelajaran dengan
menerapkan 3 (tiga) kegiatan yang
kurang
mendapatkan
perhatian
selama
ini
dalam
kegiatan
pembelajaran, untuk menyelesaikan
masalah yaitu : 1)Menerapkan
kegiatan
berpikir
untuk
menyelasaikan masalah dengan
menggunakan media bahan atau
benda, 2) Menerapkan kegiatan
kolaborasi dengan pihak lain (secara
berpasangan atau kelompok kecil, 3)
Menerapkan kegiatan ungkapan dan
berbagi (expression and sharing),
dimana setiap pendapat yang
disampaikan oleh siswa harus
dihargai semua warga di ruang kelas
tersebut.
Pada
hakekatnya,
pembelajaran
fisika
lebih
menekankan proses. Untuk itu,
percobaan
merupakan
bagian
terpenting dalam fisika. Dalam
pembelajaran fisika, siswa berperan
seolah-olah sebagai ilmuan. Siswa
menggunakan metode Ilmiah untuk
mencari jawaban terhadap sustu
permasalahan yang sedang dipelajari.
Model pembelajaran menurut Joyce
(1980 : 1 ) adalah pola atau rencana
yang sudah direncanakan sedemikian
rupa
dan
dihunakan
untuk
menyususn kurikulum, mengatur

materi pembelajaran dan memberi
petunjuk kepada pengajar di
kelasnya.
Penggunaan
model
pembelajaran yang inovatif adalah
model
pembelajaran
scientific
inquiry. Model pembelajaran ini
dapat
digunakan
untuk
mengembangkan sikap ilmiah dan
meningkatkan hasil belajar siswa.
B. Metode Penelitian
Penelitian
ini
akan
dilaksanakan di SMP Negeri 6
Medan kelas VIII semester II (dua)
pada bulan Maret Tahun Ajaran
2015 / 2016. Semua siswa kelas VIII
SMP Negeri 6 Medan pada Tahun
Ajaran 2015/2016 yang terdiri dari
10 kelas. Sampel dalam penelitian ini
diambil secara cluster random
sampling yang mengambil dua kelas
yang akan diajarkan dengan model
Scientific
Inquiry
dan model
pembelajaran langsung
(direct
instruction).
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan 3 variabel yakni
variabel bebas, variabel moderator
dan variabel terikat, yaitu : Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah
model pembelajaran
Scientific
Inquiry dan model pembelajaran
langsung
(Direct
Instruction).
Variabel moderator dalam penelitian
ini adalah motivasi belajar siswa.
Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah Hasil belajar siswa pada
pokok bahasan Getaran Dan
Gelombang.
Penelitian ini melibatkan dua
kelas yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol yang diberi perlakuan
berbeda.Penelitian ini merupakan

5

quasi eksperimen.Quasi eksperimen
adalah
penelitian
yang
mengelompokkan subjek secara acak
tetapi peneliti menerima keadaan
subjek
seadanya
yaitu
tidak
diperbolehkan
mengelompokkan
subjek
secara
acak
untuk
memperoleh kelompok baru.Pada
kelas eksperimen diberi perlakuan
yaitu
model
inkuiri
training
berbasikolaboratif. Adapun desain
penelitian untuk ANAVA 2x2
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Desain Penelitian ANAVA
Hasil Belajar (B)
Moti
vasi Konvensional
Scientific
(B)
(A1)
Inquiry(A2)
Di
atas
A1B1
A2B1
µB1
rata
(B1)
Di
bawah
A1B2
A2B2
µB2
rata
(B2)
µA1
µA2
Sumber : Diadaptasi dari Rahman, 2014

Untuk menguji hipotesis penelitian
digunakan teknik analisa data dengan
analisis varian (ANAVA) dua jalur
(desain faktorial 2 x 2) dengan taraf
signifikan α = 0,05 atau 5 %.
C. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Deskripsi data yang disajikan dalam
hasil penelitian ini terdiri dari hasil
belajar dan motivasi belajar siswa
dengan
menggunakan
model
pembelajaran Scientific Inquiry pada
kelas eksperimen memperoleh nilai
rata-rata sebesar 78,28 dan model
pembelajaran Direct Instruction pada
kelas kontrol memperoleh nilai rata-

rata sebesar 70,13 . Pengujian
dilakukan dengan menggunakan
SPSS 16.0 dengan uji ANAVA dua
jalur. Maka kedua data tersebut diuji
normalitas dan homogenitasnya
terlebih dahulu. Uji normalitas
belajar ditunjukkan pada Tabel 2
Tabel 2. Uji Normalitas Hasil
Belajar Antar Kelompok
No

Kelas
Konvensiona
l Motivasi
bawah
Konvensiona
l Motivasi
atas
Scientific
Inquiry
Motivasi
bawah
Scientific
Inquiry
Motivasi
bawah

1
2

3

4

Lh

Lt

Sig

Ket.

.182

0.2

.08

Normal

.169

.179

.20

Normal

.172

.201

.12

Normal

.201

.215

.10

Normal

Sumber : output SPSS 16.0

Hasil pengujian yang terdapat
pada Tabel 2. memperlihatkan hasil
uji normalitas untuk hasil belajar
dengan signifikansi lebih besar
dibandingkan
signifikan
0.05
sehingga dapat disimpulkan data
postes hasil belajar antar kelompok
memiliki varians yang sama. Uji
homogenitas
hasil
belajar
ditunjukkan pada Tabel 3
Tabel 3. Uji Homogenitas Hasil
Belajar Antar Kelompok
F
0.718

df1

df2
3

68

Sig.
0.545

Sumber : output SPSS 16.0

Hasil pengujian yang terdapat pada
Tabel 3. memperlihatkan nilai F
untuk hasil belajar 0,718 dengan

6

signifikansi 0,545. Berdasarkan hasil
tersebut signifikan hitung lebih besar
dibandingkan
signifikan
0.05
sehingga dapat disimpulkan data
pretes hasil belajar antar kelompok
memiliki varians yang sama. Uji
homogenitas
hasil
belajar
ditunjukkan pada Tabel 3
Output ANAVA dari penelitian dapat
dilihat pada table 4.
Tabel 4. Output perhitungan
ANAVA Dua Jalur

Sumber
Model

Jumlah
kuadrat
tipe III
1317.7

df
1

Kuadrat
rerata
1317.7

F
20.21

Motivasi

337.7

1

337.7

51.79

Model *
Motivasi

472.2

1

472.2

7.244

Sumber : output SPSS 16.0

Berdasarkan Tabel 4. perhitungan
ANAVA
pada signifikan model
diperoleh hasil signifikan 0,001 dan
signifikan
ini
lebih
kecil
dibandingkan signifikan α=0,05.
Maka terdapat perbedaan yang
signifikan hasil belajar siswa yang
diajarkan melalui model Scientific
Inquiry
dan
model
Direct
Instruction. Pada signifikan motivasi
diperoleh hasil 0,026 dan signifikan
ini
lebih
kecil
dibandingkan
signifikan α=0,05. Maka terdapat
perbedaan hasil belajar antara siswa
yang memiliki motivasi diatas ratarata dan motivasi dibawah rata-rata.
Pada signifikan model*motivasi
yaitu 0.009 dan signifikan ini lebih
kecil
dibandingkan
signifikan
α=0,05. Terdapat interaksi antara
model pembelajaran dengan sikap

ilmiah siswa untuk meningkatkan
hasil belajar fisika siswa. Hal ini
dapat terlihat jelas pada Gambar 1.

R
e
r
a
a
t
a

Gambar 1. Interaksi Model
Pembelajaran dan Motivasi
Sumber : output SPSS 16.0

Dari Gambar 1. terlihat grafik
hubungan antara model pembelajaran
dan hasil belajar pada motivasi diatas
rata-rata dan motivasi dibawah ratarata. Terdapat interaksi yang
signifikan
antara
model
pembelajaran dan motivasi dalam
mempengaruhi hasil belajar siswa.
2. Pembahasan
2.1. Hasil Belajar Fisika dapat
menggunalan model Pembelajaran
Scientificc Inquiry Dibandingkan
Dengan
Model
Pembelajaran
Konvensional
Joyce & Weil (1980: 138)
menyatakan
inti
dari
model
pembelajaran
scientific
inquiry
adalah melibatkan siswa dalam
penyelidikan masalah sebenarnya
dengan
menghadapkan
mereka
dalam
penyelidikan, membantu
mereka dalam mengidentifikasi
masalah.
Metodologis
atau
konseptual dalam penyelidikan dan
mengajak mereka untuk merancang
cara dalam mengatasi tersebut.

7

Dengan demikian, siswa dapat
mengetahui
bagaimana
suatu
pengetahuan
dibangun
dalam
komunitas dalam ilmuwan. Pada
waktu yang sama, siswa juga akan
menghargai pengetahuan sebagai
hasil dari proses penelitian yang
melelahkan dan mungkin juga akan
belajar keterbatasan dan keunggulan
pengetahuan masa kini dibangun
dalam komunitas para ilmuwan. Pada
waktu yang sama,siswa juga akan
menghargai pengetahuan sebagai
hasil dari proses penelitian yang
melelahkan dan mungkin juga akan
belajar keterbatasan dan keunggulan
pengetahuan masa kini.
National Research Council
(NRC) dalam wenning (2011:2),
menyatakan model pembelajaran
scientific inquiry mengacu pada
beragam cara dimana ilmuwan
mempelajari alam dan memberikan
penjelasan
berdasarkan
bukti
penyelidikan. Model ini juga
mengacu pada kegiatan siswa
dimana mereka mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman ide-ide
ilmiah, serta pemahaman tentang
bagaimana ilmuwan mempelajari
alam.
Menurut Schwab (dalam
Joyce & Weil, 2003: 182), model
pembelajaran
scientific
inquiry
menggunakan beberapa teknik untuk
mengajarkan ilmu pengetahuan
sebagai
penyelidikan.pertama,
menggunakan banyak pertanyaan
yang mengekspresikan sifat tentatif
ilmu pengetahuan, seperti “kami
tidak tahu, kami telah mampu
menemukan bagaimana ini terjadi,
dan
bukti
tentang
hal
ini
bertentangan”. Kedua, pengambilan
kesimpulan
retorika,
model
pembelajaran
scientific
inquiry

menggunakan penyelidikan narasi,
dimana sejarah ide-ide utama dalam
biologi dijelaskan dan melaksanakan
penelitian di daerah itu diikuti.
Ketiga,
kegiatan
laboratorium
dirancang untuk mendorong siswa
dalam menyelidiki masalah, bukan
dari sekedar untuk menjelaskan teori.
Keempa, kegiatan laboratorium
dirancang untuk melibatkan siswa
dalam penyelidikan masalah biologi
yang nyata.
Pembelajaran
Scientific
inquiry dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Model ini menekankan
pada proses berpikir formal dan
analisis
untuk
mencari
dan
menemukan jawaban sendiri dari
suatu masalah yang dipertanyakkan.
Seluruh aktivitas siswa yang
diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dapat
menimbulkan sikap percaya diri
siswa dan sikap ilmiah siswa. Dalam
pembelajaran ini, guru bukan
berperan sebagai sumber belajar
tetapi
sebagai
fasilitator
dan
motivator
bagi siswa. Siswa
mengembangkan dan menemukan
pengetahuan itu sendiri. Untuk itu,
dalam model ini siswa akan
mengamati, menyusun hipotesis,
membuktikan hipotesis melalui
percobaan,
berkomunikasi
dan
menarik kesimpulan.
Pada penelitian ini siswa
yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran
Scientific Inquiry
lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang dibelajarkan dengan
pembelajaran konvensional. Hasil
temuan
dalam
penelitian
ini
membuktikan bahwa rata-rata hitung
pada kelas Scientific Inquiry adalah
78,28
hal
ini
menunjukkan
perbedaan hasil belajar kelas

8

Rata-rata

konvensionalnya yaitu 70,13. Siswa
yang dibelajarkan dengan model
Scientific Inquiry aktif melakukan
setiap percobaan dan siswa aktif
bertanya.
Proses-proses
ilmiah
seperti
mengamati
gelombang,
menganalisa bentuk gelombang dan
menyimpulkan
hasil
percobaan
dengan baik. Dengan aktivitas
belajar yang baik, proses-proses
sains dilakukan oleh siswa sendiri,
sehingga struktur kognitif terbangun
dengan sendirinya yang ditunjukan
dengan hasil belajar yang baik.
Dibanding
dengan
kelas
konvensionalnya,
Pembelajaran
inkuiri jauh lebih aktif. Hasil belajar
fisika siswa yang diajarkan dengan
model
pembelajaran
Scientific
Inquiry lebih baik dari siswa yang
diajarkan
dengan
model
pembelajaran Konvensional. Hasil
pretes dan postes kelas terlihat pada
gambar 1.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Gambar 1. Hubungan antara Model
Pembelajaran dengan Hasil Belajar
Sumber : Olahan data MS. Excel 2010

Hasil temuan penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Sarwi (2010) dalam

penelitiannya dihasilkan bahwa skor
semua indikator Scientific Inquiry
kedua rombongan belajar pada mata
kuliah gelombang telah mencapai
tingkat efektif dengan skor 78 dan
skor
77.
Scientific
Inquiry
menuntut lebih banyak berpikir,
mengukur dan mengamati sendiri,
menganalisis dan menyimpulkan
hasil analisis data.
Hal ini juga diperkuat oleh
Husain (2011) yang menemukan
bahwa ada perbedaan antara metode
pembelajaran Scientific Inquiry dan
pembelajaran konvensional terhadap
hasil belajar siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran Scientific
Inquiry leebih baik dibandingkan
hasil belajar siswa yang diajarkan
dengan menggunakan pembelajaran
konvensional.
Hal
ini
menyimpulkan
bahwa
model
Scientific
Inquiry
lebih efektif
dalam
meningkatkan
prestasi
akademik
siswa
dibandingkan
metode konvensional.
Njoroge
(2014)
dalam
penelitiannya
juga
menyatakan
bahwa
terdadapat
perbedaan
asignifikan
antar
pembelajaran
inkuiri
dan
pembelajaran
konvensional, dimana siswa yang
dibelajarkan dengan model inkuiri
memperoleh hasil belajar sebesar
83,21 yang lebih baik dari perolehan
kelas konvensionalnya yaitu 76,23.
Pada kelas inkuiri siswa lebih aktif
dalam
melakukan
proses
pembelajaran.
Siswa
antusias
melakukan
percobaan
yang
dilakukan pada pembelajaran.
2.2. Hasil Belajar Fisika Siswa
kelompok Siswa yang mempunyai
Motivasi Diatas Rata-rata Lebih
Baik
dibandingkan
dengan

9

Kelompok Siswa yang mempunyai
Motivasi Dibawah Rata-rata
Menurut beberapa penelitian,
proses
pembelajaran
sains
memerlukan tingkat kemampuan
penalaran dan motivasi tinggi,
terutama adanya kemauan belajar
pada diri siswa karena termotivasi
untuk ingin tahu materi pelajaran
yang akan diterimanya, Misalnya
pada
proses
sains
seperti
kemampuan untuk mengidentifikasi
dan variable kontrol dan kemampuan
untuk membangun hipotesis.
Model pembelajaran yang
diterapkan pada kedua kelompok
sampel memberikan pengaruh yang
sama terhadap tingkat
motivasi
siswa. Namun dalam pelaksanaanya
terdapat perbedaan tingkat motivasi
siswa dari tiap individu dalam
belajar, baik dari data observasi yang
dilakukan selama pembelajaran
berlangsung.
Tingkat motivasi
dibedakan dalam kategori motivasi
di atas rata-rata dan di bawah ratarata. Hal ini dikarenakan model
Sientific Inquiry melibatkan siswa
secara aktif dan mandiri untuk
membangun pengetahuannya sendiri
berdasarkan pengalaman belajar
mereka lakukan. Model ini juga
menuntut ketekunan dan kegigihan
dari siswa dalam menyelesaikan
permasalahan yang sulit mereka
pecahkan. Sehingga, siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi
merasa tertantang disaat mereka
sulit untuk memecahkan suatu
permasalahan
dan
terus
mengembangkan
pengetahuannya
untuk dapat segera memecahkan
permasalahan tersebut. Jika siswa
dengan motivasi belajar tinggi
menggunakan
pembelajaran
konvensional untuk belajar, siswa

cepat merasa bosan karena mereka
tidak memiliki tantangan dalam
belajar
yang membuat mereka
berperan aktif dan mandiri dalam
belajar,
melainkan
hannya
mendengarkan guru menyampaikan
materi pelajaran.
Hasil perhitungan yang telah
peneliti lakukan ,
begitu besar
pengaruh motivasi belajar dalam
meningkatkan presta si belajar siswa.
Karena
pentingnya
pengaruh
motivasi terhadap prestasi disini
siswa harus dapatmenumbuhkan dan
mengembangkan motivasi belajar
yang ada di dalam dirinya. Prestasi
belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk
meperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalamannya sendiri
sebagai
hasil intraksi dengan
lingkungannya, pada penelitian ini
prestasi belajar siswa adalah
ketrampilan sains siswa.
Sejalan dengan penelitian
Rizal (2014) mengemukakan bahwa
hasil yang ditunjukkan dari kedua
penelitian yang telah dilakukan
dapat dilihat bahwa kedua penelitian
tersebut sama-sama menunjukkan
besarnya motivasi belajar terhadap
prestasi belajar yang ditunjukkan
dari
hasil
perhitungan
yang
dilakukan oleh kedua peneliti, dapat
ditarik kesimpulan bahwa motivasi
sangat berperan penting dalam
meningkatkan
Prestasi Belajar.
Motivasi sendiri merupakan faktor
intrinsik yaitu dorongan dalam diri
sendiri.
Dalam
penelitian
ini,
interaksi yang dimaksud adalah
dalam hal menggunakan model
pembelajaran Scientific Inquiry dan
pembelajaran konvensional pada

10

setiap kategori motivasi siswa mana
yang lebih baik digunakan. Model
pembelajaran
Scientific Inquiry
memberikan efek perbedaan
yang lebih baik pada motivasi siswa
di bawah rata-rata dengan motivasi
siswa di atas rata-rata.
Saat dibelajarkan dengan
model
pembelajaran
Scientific
Inquiry
siswa diajak untuk
mengkritis mulai dari permasalahan,
jawaban
sementara
(hipotesis),
mengumpulkan dan menganalisis
data serta menyimpulkan jawaban
dari permasalahan. Dengan struktur
pembelajaran yang baik dalam model
pembelajaran ini membuat siswa
yang memiliki motivasi diatas ratarata
mendapat
sarana
proses
pembelajaran ytang tepat untuk
mengembangkan pengetahuannya.
Disisi lain siswa yang memiliki
motivasi dibawah rata-rata juga ikut
terlibat dalam proses ketrampilan
sains yang dilakukan.
Namun
temuan penelitian hasil belajar yang
diperoleh siswa yang di ajarkan
dengan model Scientific Inquiry
berbeda pada motivasi siswa di atas
rata-rata dan dibawah rata-rata,
dimana pada model ini hasil belajar
siswa yang motivasi di atas rata-rata
lebih baik dari pada di bawah ratarata.
2.3.
Intraksi
antara
Model
Pembelajaran
dan
Motivasi
Terhadap Hasil Belajar Fisika
Siswa.
Analisa
yang
berbeda
diperoleh pada siswa yang di ajarkan
dengan pembelajaran konvensional.
Pada model ini siswa yang memiliki
motivasi di atas rata-rata
tidak
mendapat ruang yang cukup untuk
mengkritis proses pembelajaran.
Proses yang telah dirancang berpusat

pada guru ini membatasi siswa
melakukan kreasi-kreasi yang dapat
mengembangkan kognitif siswa
sehingga hasil belajar siswa pun
tidak optimal. Pada siswa dengan
motivasi di bawah rata-rata, siswa
yang umunya hanya menerima saja
pengetahuan yang diberikan oleh
guru
akan
menyukai
proses
pembelajaran pada model ini. Siswa
hanya menerima dan menghafal
pengetahuan yang diberikan tanpa
perlu mengkritis lebih lanjut. Hasil
belajar siswa ini juga menunjukka
rerata
yang
cendrung
tidak
meningkat.
Penelitian
ini
untuk
kelompok siswa yang diajar dengan
model
pembelajaran
Scientific
Inquiry yang memiliki kemampuan
motivasi di atas rata-rata dengan
model pembelajaran
Scientific
Inquiry
di bawah rata-rata
menghasilkan nilai signifikan 0,009
dengan
taraf
0,05,
sehingga
disimpulkan ada perbedaan model
pembelajaran
Scientific Inquiry
yang memiliki motivasi di atas ratarata dan model Scientific Inquiry
dengan motivasi di bawah rata-rata.
Hal ini membuktikan motivasi
belajar sangat mempengaruhi hasil
belajar siswa meskipun dengan
model pembelajaran yang sama.
Untuk mencapai prestasi belajar
yang lebih baik, maka setiap siswa
harus mempunyai motivasi diatas
rata-rata sehingga menjadi siswa
yang tekun belajar, tanggap dalam
menghadapi kesulitan, perhatian
lebih fokus pada materi yang
diajarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W. & Krathwohl, D. R.
2010. Kerangka Landasarn

11

Untuk
Pembelajaran,
Pengajaran,
dan
asesmen.Terjemahan
oleh
Agung Prihanto. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Arends, Richard I. 2013. Belajar
untuk mengajar, Jakarta :
Salemba Humanika
Bruce Joyce, Marsha.Weil, Emily
Calhonn. 2009. Models of
Teaching. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Hussain, A., Azeem, M & Shakoor.
2011.
Physics
Teaching
Methids: ScientificInquiry Vs
Traditional
Lecture.
Int.Journal of Humanities and
Social Science, 1(19):269-276
Jumanta
Hamdayama.
2014.
Model
dan
Metode
Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter. Bogor : Ghalia
Indonesia
Muhammad
Surya. 2015.Strategi
Kognitif dalam Pembelajaran.
Bandung : Alfabeta
Njoroge, Noman G. 2014. Nature of
Science and scientific Inquiry
as Contexts for the Learning of
Science and Achivement of
Scientific Literacy. Int. Journal
of Edd in Math, Science and
Technology. Vol. 1. (3). p.138147
Nur Qomariah, Madewi Muliyan
Ratna, dan Beni Setiawan,
2014.
Penerapan
Model
Pembelajaran
Gnided
Discovery untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains
Siswa SMP Kelas VII. Jurnal

Pendidikan
Sains.
No.01 Hal.78-88.

Vol.02

Rahman, R. & Maarif, S. 2014.
Pengaruh Penggunaan Metode
Discovery
Tehadap
Kemampuan
Analogi
Matematis Siswa SMK ALIkhsan Pamarican Kabupaten
Ciamis Jawa Barat. Infinity
jurnal ilmiah program studi
matematika STKIP siliwangi
bandung.vol 3. No 1.(Hal.3738)
(e_journal.stkipsiliwangi.ac.id/
index.php/infinity/article/view/
38/37. Diakses 17 Mei 2014).
Rizal,

M.,
2014.Pengaruh
Pembelajaran
Inkuiri
Terbimbing dengan Multi
Representasi
Terhadap
Keterampilan Proses Sains
dan Penguasaan Konsep IPA
Siswa SMP. Jurnal Pendidikan
Sains 2 (2) : 159 – 165.

Sarwi, Putriani. 2014. Implementasi
Srtrategi TPCK Berbasis
Inkuiri
Terbimbing
Pada
Konsep
Getaran
dan
Gelombang. Jurnal Pendidikan
Fisika
UNNES.
Vol.3(2)
(2014).

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, AKTIVITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PERUBAHAN LABA DI MASA DATANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

18 254 20

EFEK TIMBAL (Pb) PADA BEDA POTENSIAL LISTRIK PERMUKAAN DAUN SEMANGGI (Marsilea crenata Presl.)

0 47 18

EFEK XYLITOL TERHADAP pH SALIVA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIPAPAR Candida albicans

1 58 18

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62

EFEK KEMOPREVENTIF PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) PADA EPITEL DUKTUS JARINGAN PAYUDARA TIKUS BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI SENYAWA 7,12-DIMETHYLBENZ[A]ANTHRACENE (DMBA)

1 60 56