Mira Humaira 2012 Pengaruh Pembelajaran

47

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan data hasil penelitian, analisis, dan pembahasan hasil
penelitian berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan dalam rumusan
masalah. Dalam penelitian ini digunakan dua kelas eksperimen yaitu, kelas
eksperimen 1 yang menggunakan pembelajaran guided inquiry melalui tahap
discovery learning dan kelas eksperimen 2 yang menggunakan pembelajaran
guided inquiry tanpa melalui tahap discovery learning. Data hasil penelitian

diolah dengan menggunakan software SPSS versi 16.00 dan Microsoft Excel
untuk mengetahui kemampuan scientific inquiry literacy serta lembar observasi
dan angket yang menjaring keterlaksanaan dan tanggapan siswa terhadap
pembelajaran guided inquiry yang diterapkan di kedua kelas eksperimen.

A.

Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa
Untuk mengetahui kemampuan scientific inquiry literacy siswa pada konsep


pencemaran tanah sebelum dan setelah diterapkan pembelajaran berbasis guided
inquiry yang melalui tahap discovery learning (kelas eksperimen 1) maupun yang

tidak melalui tahap discovery learning (kelas eksperimen 2), siswa pada kedua
kelas eksperimen diberikan dua kali tes kemampuan scientific inquiry literacy
sebagai pretest dan posttest.

Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

48

1.


Kemampuan scientific inquiry literacy siswa sebelum diterapkan
pembelajaran guided inquiry
Tes kemampuan scientific inquiry literacy diberikan kepada siswa baik pada

kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 sebelum dimulai pembelajaran
materi pencemaran tanah melalui guided inquiry untuk mengetahui kemampuan
awal seluruh siswa di kedua kelas eksperimen mengenai scientific inquiry
literacy.

Data kemampuan awal scientific inquiry literacy siswa pada pembelajaran
materi pencemaran tanah sebelum diterapkannya pembelajaran berbasis guided
inquiry pada kedua kelas eksperimen diperoleh dari data hasil pretest. Pengolahan

data hasil pretest kedua kelas eksperimen dilakukan melalui uji normalitas, uji
homogenitas, dan uji hipotesis. Berikut ini disajikan rekapitulasi data hasil pretest
dari kedua kelas eksperimen pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rekapitulasi Uji Statistik Pretest Kemampuan Scientific Inquiry
Literacy Siswa Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2
Komponen
N

Rata-rata
Standar Deviasi (SD)
Nilai Maximum
Nilai Minimum
Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05)
Keterangan
Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05)
Keterangan
Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05)

Pretest
Eksperimen 1
Eksperimen 2
28
28
54,11
48,75
12,985
12,883
75

70
25
15
Uji Normalitas
0,421
0,234
Berdistribusi Normal
Berdistribusi Normal
Uji Homogenitas
0,721
Homogen
Uji Hipotesis (uji t)
0,127

Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia


| repository.upi.edu

49

Keterangan
H0 diterima
Data pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kemampuan scientific inquiry
literacy awal siswa di kedua kelas eksperimen adalah setara dengan hasil yang

diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata
kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Kondisi tersebut dapat terjadi karena
kedua kelas mengalami pembelajaran serta fasilitas yang relatif sama. Selain itu,
pengetahuan awal siswa pada kedua kelas eksperimen mengenai scientific inquiry
dimungkinkan sama karena dari awal pembelajaran di kelas, pada kedua kelas
eksperimen belum pernah diterapkan pembelajaran inquiry yang fokus pada
proses sains yang melibatkan eksperimen, seperti halnya dalam mengidentifikasi
dan mendefinisikan variabel penelitian sehingga pada hasil pretest kedua kelas
eksperimen, sebagian besar siswa tidak dapat menjawab dengan benar pada
pertanyaan membedakan antara variabel terikat, bebas, dan kontrol. Rata-rata nilai
dari kedua kelas eksperimen yang rendah pun diakibatkan belum didapatkannya

penjelasan mengenai materi pencemaran tanah.
Dilihat dari perolehan hasil penghitungan nilai Standar Deviasi (SD)
masing-masing kelas eksperimen menunjukkan bahwa sebaran data dari kedua
kelas eksperimen relatif sama dengan nilai SD yang tidak jauh berbeda (dapat
dilihat pada lampiran D.6).
Siswa dari kedua kelas eksperimen dikelompokkan menjadi tiga kelompok
tingkatan. Penentuan kedudukan siswa dilakukan dengan pengelompokan atas 3
rangking (Arikunto, 2009: 263) dengan membagi tiga kelompok, yaitu kelompok
atas, kelompok sedang, dan kelompok bawah, yang dibatasi oleh suatu standar
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

50

deviasi tertentu. Berikut disajikan diagram pengelompokan kedudukan siswa

kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 pada perolehan nilai pretest.
KELAS
EKSPERIMEN 1

28,5%

64,3%

14,4%

67,8%

17,8%

7,2%

Keterangan:

KELAS
EKSPERIMEN 2


Kelompok atas
Kelompok sedang
Kelompok bawah

Gambar 4.1. Kedudukan Siswa dalam Kelompok Tingkatannya berdasarkan
Hasil Pretest

Data hasil penghitungan pretest kedua kelas eksperimen yang menunjukkan
tidak terdapat perbedaan signifikan nilai rata-rata antara kelas eksperimen 1 dan
eksperimen 2 mengarahkan pengolahan data pada pengujian data hasil posttest
kedua kelas eksperimen.

2.

Kemampuan scientific inquiry literacy siswa setelah diterapkan
pembelajaran guided inquiry
Untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran guided inquiry

melalui tahap discovery learning terhadap kemampuan scientific inquiry literacy

siswa maka seluruh siswa baik di kelas eksperimen dengan pembelajaran guided
inquiry yang melalui tahap discovery learning maupun yang tidak melalui tahap

Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

51

discovery

learning

diberikan

posttest


setelah

kedua

kelas

eksperimen

mendapatkan pembelajaran guided inquiry.
Pengolahan data hasil posttest dilakukan melalui uji normalitas, uji
homogenitas, dan uji hipotesis. Berikut disajikan rekapitulasi data hasil posttest
dari kedua kelas eksperimen pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Rekapitulasi Uji Statistik Posttest Kemampuan Scientific Inquiry
Literacy Siswa pada Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2
Komponen
N
Rata-rata
Standar Deviasi (SD)
Nilai Maximum

Nilai Minimum
Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05)
Keterangan

Posttest

Eksperimen 1
28
72,68
7,874
90
55
Uji Normalitas
0,150
Distribusi Normal
Uji Homogenitas

Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05)
Keterangan

Eksperimen 2
28
61,07
11,169
80
35
0,386
Distribusi Normal

0,001
Tidak Homogen
Uji t

Nilai Signifikansi (sig. α= 0,05)
Keterangan

0,000
H0 ditolak

Data pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari kelas
eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 mengalami peningkatan nilai rata-rata
dari hasil pretest. Range dari nilai maksimum dan minimum pada kelas
ekasperimen 2 lebih besar dibandingkan pada kelas eksperimen 1. Hal tersebut
dapat diakibatkan adanya beberapa siswa yang tidak menjawab soal tes
kemampuan scientific inquiry literacy secara keseluruhan diakibatkan kondisi
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

52

kelas yang sudah mulai tidak kondusif bagi siswa untuk fokus dalam mengerjakan
soal. Kondisi tersebut merupakan sebuah kendala yang sebaiknya tidak terjadi
selama pembelajaran inquiry, termasuk didalamnya evaluasi, sebagaimana
penjelasan Wenning (2011a) bahwa salah satu hal yang harus diperhatikan oleh
guru ketika pembelajaran inquiry berlangsung adalah memantau pembelajaran di
kelas agar tetap kondusif. Keadaan tersebut mengakibatkan nilai standar deviasi
(SD) dari kelas eksperimen 2 lebih besar dibandingkan dengan kelas eksperimen
1, dengan sebaran data di kelas eksperimen 2 lebih bervariasi dibandingkan kelas
eksperimen 1 yang penghitungan standar deviasinya semakin menurun (dapat
dilihat pada lampiran D.6).
Nilai rata-rata posttest kedua kelas eksperimen mengalami peningkatan
setelah diterapkannya pembelajaran guided inquiry yang sama. Penelitian yang
dilakukan oleh Brickman et al (2009) menunjukkan hasil yang serupa dimana
siswa yang tergabung dalam kelas inquiry menunjukkan peningkatan yang baik
dalam

kemampuan literasi sains dan proses sains. Berikut disajikan grafik

perbandingan rata-rata pretest dan posttest kedua kelas eksperimen (Gambar 4.2).
80

72,68

70
60

61,07
54,11
48,75

Nilai

50
40

pretest

30

posttest

20
10
0
kelas eksperimen 1 kelas eksperimen 2

Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Rata-rata Pretest dan Posttest Kemampuan
Scientific Inquiry Literacy Siswa
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

53

Kedua kelas eksperimen mengalami peningkatan nilai rata-rata tes karena
tahapan pada pembelajaran guided inquiry yang diterapkan di kedua kelas
eksperimen sangat relevan sekali dengan indikator yang dijadikan framework
pada tes kemampuan scientific inquiry literacy. Selain itu, pembelajaran guided
inquiry ini sudah melibatkan siswa pada hampir seluruh indikator dalam tahapan
scientific inquiry yaitu dalam merumuskan hipotesis dan prediksi, merancang

langkah

kerja,

menentukan

variabel

penelitian,

mengumpulkan

dan

mengorganisasi data, serta membuat kesimpulan dari hasil percobaan yang
dilakukan.
Untuk mengetahui kriteria

peningkatan dari perlakuan

pembelajaran

berbasis guided inquiry melalui tahap discovery learning dengan pembelajaran
berbasis guided inquiry tanpa melalui tahap discovery learning, dilakukan
penghitungan rata-rata dari indeks gain kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen
2. Berikut disajikan hasil penghitungan rata-rata indeks gain kedua kelas
eksperimen pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Rata-rata Indeks Gain Kedua Kelas Eksperimen
Kelas Eksperimen 1

0,36

Kelas Eksperimen 2

0,23

Berdasarkan penghitungan rata-rata indeks gain dari kelas eksperimen 1 dan
kelas eksperimen 2, dapat dikategorikan berdasarkan interpretasi pada Tabel 3.9
bahwa peningkatan pada kelas ekperimen 1 termasuk sedang, sedangkan pada
kelas eksperimen 2 termasuk rendah.
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

54

Penerapan pembelajaran guided inquiry melalui tahap discovery learning
memberikan pengaruh terhadap kemampuan scientific inquiry literacy yang dapat
terlihat dari hasil penghitungan uji hipotesis bahwa terdapat perbedaan nilai ratarata kemampuan scientific inquiry literacy dan kriteria peningkatan kemampuan
scientific inquiry literacy. Hal tersebut dapat dijelaskan karena adanya penerapan

tahap discovery learning yang dilakukan di kelas eksperimen 1 ini adalah salah
satu tingkatan inquiry yang idealnya memang harus dilalui sebelum melakukan
tahap pembelajaran guided inquiry (Wenning, 2007). Wenning (2005b)
menjelaskan bahwa penerapan pembelajaran inquiry harus bertahap mengikuti
tahapan pengalaman intelektual siswa (Intellectual Sophistication).
Kondisi tersebut dapat tergambar dari hasil posttest yang diperoleh siswa di
kedua kelas eksperimen, perbedaan dari persentase (%) siswa kelompok atas dan
kelompok bawah dari kedua kelas eksperimen sangat terlihat jelas.
KELAS EKSPERIMEN
1

25%

3,6%
67,8 %

57,1%

39,3%

7,2 %

Keterangan:

KELAS EKSPERIMEN
2

Kelompok atas
Kelompok sedang
Kelompok bawah

Gambar 4.3. Kedudukan Siswa dalam Kelompok Tingkatannya berdasarkan
Hasil Posttest

Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

55

Penerapan pembelajaran discovery yang dilaksanakan di kelas eksperimen 1
dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan siswa dalam berinkuiri yang
akhirnya berdampak juga pada kemampuan scientific inquiry literacy siswa yang
diukur pada penelitian ini. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Wenning
(komunikasi personal, 13 Juli 2012) bahwa penerapan discovery learning yang
telah dilakukan dimungkinkan dapat mempengaruhi penampilan siswa dalam
kegiatan pembelajaran guided inquiry setelahnya.
Penerapan discovery learning ini adalah proses berinkuiri awal dengan
merangsang kemampuan siswa untuk bertanya dan menemukan sendiri namun
masih tetap dengan keterlibatan guru. Dalam discovery learning peran guru sangat
tinggi dalam mengontrol kelas dibandingkan dengan tingkatan inquiry lainnya
(Wenning, 2005a). Setelah pelaksanaan discovery learning, dilanjutkan dengan
pembelajaran guided inquiry yang mulai melibatkan siswa secara aktif. Hal ini
mengakibatkan kemampuan siswa di eksperimen 1 lebih terbiasa dalam bertanya
dan menemukan konsep sendiri ketika pembelajaran melalui guided inquiry
dengan kegiatan praktikum berlangsung dibandingkan dengan siswa di kelas
eksperimen 2. Kondisi tersebut dapat terlihat ketika pembelajaran materi
pencemaran tanah melalui pembelajaran guided inquiry dilakukan, siswa di kelas
eksperimen 1 lebih aktif bertanya dibandingkan dengan siswa di kelas eksperimen
2. Selain itu, rasa keingintahuan siswa di kelas eksperimen 1 relatif lebih tinggi
dibandingkan kelas eksperimen 2. Hal tersebut ditandai dengan pertanyaanpertanyaan siswa (Carin, 1993) yang diajukan kepada guru baik mengenai
prosedur sampai pada masalah yang berhubungan dengan lingkungan alam
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

56

sekitarnya. Kondisi tersebut senada dengan yang dijelaskan oleh Balim (2009)
dalam hasil penelitiannya bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode
discovery learning dapat menunjang siswa dengan bimbingan dari guru untuk

lebih aktif dan meningkatkan keterampilan mereka dalam berinkuiri.
Beberapa pertanyaan yang muncul dari siswa kelas eksperimen 1 adalah
seperti berikut, “Bu, bagaimana jika kita menanamkan biji kacang hijau ini lebih
dalam, apakah akan mempengaruhi perkembangannya juga?”, “Bu, bagaimana
cara membuat konsentrasi larutan yang digunakan itu berbeda?”. Pertanyaan lain

yang muncul mengenai lingkungan seperti contoh berikut, “Walaupun diberikan
bahan pencemar, ternyata beberapa tanaman ada yang masih tetap tumbuh
dengan baik. Bahan pencemar yang membahayakan itu berati dapat masuk ke

dalam tanaman, lalu bagaimana jika kita tetap memakannya?”. Pertanyaan
tersebut merangsang pertanyaan dan pernyataan lainnya muncul seperti berikut,
“Lalu jika memang akan membahayakan tubuh bagaimana kita tahu tanaman
tersebut tidak terkontaminasi dengan bahan pencemar, berarti lebih baik jika
kita menanam dan mempunyai kebun sendiri ya Bu ?”. Secara tidak langsung,

siswa sudah mulai mengarah pada kondisi dan kesadaran akan lingkungannya.
Hal tersebut dapat terlihat juga dari tanggapan positif siswa terhadap kesadaran
lingkungan yang dapat dilihat pada hasil angket (dapat dilihat Tabel 4.5). Kondisi
tersebut dijelaskan pula oleh Bruner (Dahar, 1989) bahwa tujuan dari belajar
penemuan (discovery learning) tidak hanya untuk memperoleh pengetahuan saja
tetapi juga suatu cara yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan
memotivasi kemampuan mereka untuk menemukan sesuatu.
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

57

Siswa pada kelas eksperimen 2 pun dapat mengajukan beberapa pertanyaan
ketika pembelajaran guided inquiry berlangsung, namun frekuensi pertanyaan
yang muncul tidak lebih banyak dibandingkan pada kelas eksperimen 1 dan fokus
pertanyaan lebih banyak ke arah prosedur pelaksanaan kegiatan praktikum saja.
Beberapa pertanyaan yang muncul seperti berikut, “Bu, mengapa biji kacang
hijau sebelum ditanam harus direndam terlebih dahulu?”, “Bu, apakah tanah
yang dipakai dalam setiap perlakuan harus sama?”, “Bu, apakah semua tanaman
harus disiram setiap hari?”.
Pembelajaran berbasis guided inquiry merupakan model pembelajaran yang
tepat untuk menuntun siswa dalam mengembangkan keterampilan scientific
inquiry, namun tujuan dari pembelajaran berbasis guided inquiry ini akan lebih

maksimal tercapai jika sebelumnya melewati tahapan pembelajaran inquiry.
Seperti yang dijelaskan oleh Wenning (2005b) bahwa sekalipun seorang guru atau
pendidik sudah mengerti tentang scientific inquiry namun tidak berarti mudah
untuk mengajarkan kepada siswanya sehingga diperlukan sebuah hierarki atau
tingkatan dalam penerapan proses inquiry untuk menuju keterampilan scientific
inquiry siswa.

Kendati kriteria peningkatan pada kelas eksperimen 1 yang sudah
menerapkan discovery learning sebelum pembelajaran guided inquiry lebih baik
dibandingkan dengan kelas eksperimen 2 yang tidak melalui tahap discovery
learning, namun kriteria ini belum mencapai kriteria peningkatan yang tinggi

sehingga belum dapat dikatakan efektif. Hal tersebut dapat diakibatkan karena
durasi penerapan discovery learning yang relatif sebentar, dimana hanya
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

58

dilakukan dalam satu materi sebelumnya yaitu materi animalia yang terlaksana
dalam empat kali pertemuan. Bahkan pelaksanaan pembelajaran guided inquirynya sendiri pun hanya dilakukan pada dua kali pertemuan. Bruner (Dahar, 1989)
menjelaskan bahwa penerapan discovery learning yang murni memerlukan waktu.
Pembelajaran inquiry cukup menghabiskan waktu dan energi (Wenning, 2005b).
Salah satu kekurangan dalam pembelajaran guided inquiry adalah karena
membutuhkan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi
dari guru apa adanya ke arah membiasakan belajar mandiri dan berkelompok
dengan mencari dan mengolah informasi sendiri (Amien, 1979).
Penerapan model pembelajaran inquiry dengan durasi waktu yang sebentar
menjadi salah satu kekurangan juga dalam penelitian yang telah dilakukan oleh
Carlson (2008) dimana penelitiannya dilakukan dalam tiga minggu dengan hasil
yang didapatkan menunjukkan bahwa kemampuan scientific inquiry siswa dalam
kelas inquiry tidak berbeda signifikan dengan kelas non-Inquiry. Ia menjelaskan
bahwa akan lebih baik jika penerapan pembelajaran dilakukan dari awal semester
ajaran baru dan dilakukan minimal dua puluh minggu. Kondisi tersebut akan lebih
memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mempraktekkan dan mengasah
kemampuan inquiry-nya. Hal serupa dijelaskan Nelson (2012) dalam hasil
penelitiannya tentang pengaruh pembelajaran inquiry lab terhadap konten
pengetahuan dan kemampuan berinkuiri yang menunjukkan bahwa skor
kemampuan inquiry siswa di kelas inquiry lab tidak menunjukkan perkembangan
yang signifikan dibandingkan kelas tradisional (cook-book). Ia menjelaskan
bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah periode waktu yang digunakan untuk
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

59

penerapan pembelajaran inquiry sangat terbatas sehingga hanya sedikit sekali efek
yang didapatkannya. Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Wenning
(komunikasi personal, 13 Juli 2012) bahwa alokasi waktu yang disediakan untuk
setiap tingkat pembelajaran akan memberikan pengaruh pada hasil kemampuan
scientific inquiry literacy siswa.

Selain itu, masih terdapat tahap-tahap inquiry lainnya yang idealnya harus
dilakukan sebelum masuk pada pembelajaran guided inquiry selain discovery
learning yang tidak dapat dilakukan pada pelaksanaan penelitian, yaitu tahap
interactive demonstration dan inquiry lesson (Wenning, 2007).

Ketidakterlaksanaan tahap-tahap tersebut diakibatkan oleh penyesuaian
materi yang sedang dipelajari oleh siswa dan pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar (KBM) yang terbatas. Hal tersebut senada dengan yang dijelaskan oleh
Stewart dan Rivera (2008) bahwa salah satu kekurangan dari pembelajaran
berbasis inquiry adalah tidak dapat diterapkan pada semua topik sains.

B.

Capaian Tiap Indikator Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa
Untuk mengetahui capaian tiap indikator kemampuan scientific inquiry

literacy siswa setelah diterapkan pembelajaran berbasis guided inquiry melalui

tahap discovery learning dan siswa dengan pembelajaran berbasis guided inquiry
tanpa melalui tahap discovery learning digunakan data posttest.
Capaian siswa pada tiap indikator kemampuan scientific inquiry literacy di
kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 menunjukkan hasil yang bervariasi.
Rata-rata capaian siswa pada kelas eksperimen 1 berdasarkan persentase jawaban
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

60

benar dari semua indikator adalah 74,53%. Sedangkan rata-rata capaian siswa
pada kelas eksperimen 2 berdasarkan persentase jawaban benar dari semua
indikator adalah 63,38%. Berikut disajikan grafik data capaian tiap indikator
kemampuan scientific inquiry literacy siswa pada kedua kelas eksperimen.
(Gambar 4.4).
120,00
100,00
100,00

91,07

80,00

75
67,86

67,86
60,71

71,43
65,71

69,64
62,5

66,96
60,71

61,90

60,00
44,05
40,00
20,00
0,00

indk 1

indk 2

indk 3

kelas eksperimen 1

indk 4

indk 5

indk 6

indk 7

kelas eksperimen 2

Keterangan:
Indk 1: Indikator 1 ( mengidentifikasi masalah yang akan diteliti)
Indk 2: Indikator 2 (merumuskan hipotesis)
Indk 3: Indikator 3 (membuat prediksi dari hipotesis yang telah dibuat)
Indk 4: Indikator 4 (membuat prosedur eksperimen )
Indk 5: Indikator 5 (melakukan eksperimen)
Indk 6: Indikator 6 (mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data secara akurat)
Indk 7: Indikator 7 (menggunakan metode statistik untuk membuat prediksi atau untuk mengetes
keakuratan)

Gambar 4.4. Grafik Data Capaian Tiap Indikator Kemampuan Scientific Inquiry
Literacy Siswa

Data pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa hampir semua indikator
kemampuan scientific inquiry literacy siswa pada kelas eksperimen 1 memiliki
nilai persentase siswa yang menjawab benar lebih tinggi dibandingkan dengan
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

61

persentase siswa yang menjawab benar pada kelas eksperimen 2 yang tanpa
melaui tahap discovery learning. Namun, hanya pada indikator 2, merumuskan
hipotesis, kelas eksperimen 2 memiliki nilai persentase lebih tinggi dibandingkan
pada kelas eksperimen 1. Keadaan tersebut dapat terjadi dimungkinkan faktor
penyampaian guru ketika pembelajaran berlangsung. Ketika pembelajaran guided
inquiry berlangsung di kelas eksperimen 2, guru lebih membimbing siswa dalam

pembuatan hipotesis dengan memberikan sebuah contoh dalam sebuah penelitian
sehingga dimungkinkan siswa lebih mampu mengingat dan memahami sehingga
menjawab dengan benar ketika mengisi jawaban pada soal No.10 untuk indikator
merumuskan hipotesis. Sedangkan pada kelas eksperimen 1, guru tidak tuntas
membimbing dalam tahap siswa untuk membuat hipotesis sehingga siswa masih
belum bisa membedakan antara prediksi dan hipotesis. Kesalahpahaman dalam
membuat prediksi dan hipotesis masih sering terjadi. Hipotesis masih sering
dijadikan sinonim dari prediksi bagi siswa yang masih awal dalam
mempelajarinya (Johnston, 2010).
Hal tersebut didukung juga pada hasil angket tanggapan siswa (dapat dilihat
Gambar 4.5) mengenai pembelajaran guided inquiry dimana siswa pada kelas
eksperimen 2, lebih sedikit siswa yang menjawab merasa kesulitan dalam
merumuskan hipotesis dibandingkan siswa pada kelas eksperimen 1.
Indikator yang menunujukkan capaian tertinggi baik di kelas eksperimen 1
maupun kelas eksperimen 2 terdapat pada indikator 3, membuat prediksi dari
hipotesis yang telah dibuat, bahkan pada kelas eksperimen 1 seluruh siswa
menjawab benar. Hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

62

bahwa pada indikator ini hanya diwakili oleh satu butir soal, dimana pada soal
yang memuat tentang kemampuan membuat prediksi ini disajikan dengan bantuan
grafik pada pertanyaan sebelumnya. Oleh karena itu, siswa secara keseluruhan
dapat menjawab dengan mudah.
Capaian yang rendah didapatkan kelas eksperimen 1 pada indikator kedua,
merumuskan hipotesis. Dijelaskan sebelumnya bahwa faktor penyampaian guru
dimungkinkan menjadi penyebab dari capaian rendah tersebut. Hal ini harus
menjadi perhatian bagi guru dalam mempersiapkan sebuah pembelajaran inquiry
selanjutnya karena tahap merumuskan hipotesis merupakan tahap penting dalam
pengembangan kemampuan scientific inquiry siswa. Kemampuan membuat
prediksi dan hipotesis adalah bagian penting dalam proses sains, dimana dapat
mendukung siswa dalam mengembangkan scientific thinking sebagai salah satu
tujuan utama dalam pendidikan sains (Li & Khlar, 2006). Hipotesis akan
digunakan untuk mengarahkan penelitian (Carin, 1993).
Pada kelas eksperimen 2, indikator 7, menggunakan metode statistik untuk
membuat prediksi atau untuk mengetes keakuratan, merupakan indikator yang
capaiannya paling rendah. Untuk kelas eksperimen 1 pun capaiannya masih
rendah. Indikator 7 terdiri dari 3 butir soal, dimana satu soal, yakni butir soal
No.19, yang mewakili pertanyaan dengan melibatkan penggunaan metode statistik
adalah butir soal yang sedikit saja dapat dijawab siswa dengan benar. Pada kelas
eksperimen 1 hanya 5 orang yang menjawab benar sedangkan pada kelas
eksperimen 2 hanya 2 orang saja yang menjawab benar. Kesulitan yang dialami
oleh siswa adalah karena belum pernah mendapatkan pengetahuan mengenai
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

63

penggunaan statistik dalam sebuah penelitian, seperti halnya metode sampling.
Walaupun telah melalui tahapan discovery learning sebelumnya, siswa pada kelas
eksperimen 1 mengalami kesulitan karena pada tahap discovery learning pun
siswa belum mengenal penggunaan metode sampling dalam sebuah penelitian
atau eksperimen.

C.

Keterlaksanaan Tahapan Pembelajaran Guided Inquiry
Pelaksanaan pembelajaran guided inquiry memiliki sintak atau tahapan yang

harus dilalui. Perlakuan pembelajaran guided inquiry ini diterapkan di kedua kelas
eksperimen dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang sama (dapat dilihat pada ampiran A.1 dan A.3). Oleh karena
itu, keterlaksanaan setiap tahapan dari sintak pembelajaran ini harus diobservasi
untuk mengetahui apakah ada perbedaan keterlaksanaan pembelajaran guided
inquiry pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 sehingga kemungkinan

ada pengaruhnya pada hasil akhir kemampuan scientific inquiry literacy siswa di
kedua kelas tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran materi pencemaran tanah melaui guided inquiry
dengan kegiatan praktikum di kedua kelas eksperimen dilakukan oleh guru biologi
yang sama dan masing-masing dilakukan dalam dua kali pertemuan. Sebelum
pelaksanaan pembelajaran konsep pencemaran tanah melalui guided inquiry di
kedua kelas eksperimen, guru berdiskusi terlebih dahulu dengan penulis dalam hal
pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah disusun oleh
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

64

penulis. Hal tersebut merupakan persiapan yang dilakukan oleh guru karena
pembelajaran guided inquiry sangat menuntut bimbingan dan persiapan guru yang
baik (Stewart & Rivera, 2008). Dijelaskan oleh Lawson (Wenning, 2005b) bahwa
dalam setiap pembahasan scientific literacy, guru selalu dituntut untuk
menggunakan inquiry dalam praktik mengajarnya, namun hal tersebut tidak akan
selalu terjadi dengan baik jika guru masih kurang dalam persiapannya. Berikut
disajikan data hasil observasi dari keterlaksanaan pembelajaran guided inquiry di
kedua kelas eksperimen pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Keterlaksanaan Tahapan Pembelajaran Guided Inquiry pada
Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2
No
1

2

3

4

Tahap Guided Inquiry
Introduction (Pendahuluan)
a) Guru memberi permasalahan dan
memberikan pertanyaan-pertanyaan
b) Siswa membuat hipotesis dengan
dibimbing oleh guru
Materials
a) Guru mengemukakan alat dan bahan
percobaan
Procedure
a) Siswa merencanakan langkah kerja
percobaan
b) Siswa menentukan variabel penelitian
c) Siswa melakukan percobaan dengan
bimbingan guru
d) Siswa mengumpulkan data sesuai panduan
yang terdapat dalam LKS
Discussion
a) Beberapa kelompok mempresentasikan
hasil pengamatan di depan kelas
b) Beberapa kelompok lainnya menanggapi
hasil presentasi kelompok yang tampil
c) Siswa dalam kelompok berdiskusi dan
mengisi pertanyaan yang terdapat dalam
LKS
d) Siswa membuat kesimpulan

Kelas
Eksperimen 1
Ya
Tidak

Kelas
Eksperimen 2
Ya
Tidak





√*

√*





√*

√*



























Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu



65

e) Guru memberikan koreksi dan penguatan
terhadap pembahasan siswa
Jumlah kemunculan indikator


11 (91%)


11(91%)

Keterangan: * menunjukan tahapan kegiatan dapat terlaksana namun kurang sempurna

Data pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa keterlaksanaan tahapan dari sintak
pembelajaran guided inquiry di kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2
memiliki bobot yang sama yaitu 91%, dimana satu poin yang tidak tercapai
sehingga hanya sebelas dari dua belas poin yang tercapai. Satu poin yang tidak
tercapai baik di kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2 adalah poin 4.c,
yaitu pada tahap siswa dalam kelompok berdiskusi dan mengisi pertanyaan yang
terdapat dalam LKS. Kemunculan indikator yang sama di kedua kelas dapat
diakibatkan oleh guru yang mengajar adalah guru yang sama dan durasi waktu
yang digunakan di kedua kelas adalah sama.
Pada tahap pertama,

introduction (pendahuluan); 1.a) Guru memberi

permasalahan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai permasalahan
kondisi lingkungan yang behubungan dengan keberadaan tumbuhan dan
pencemaran yang terjadi di lingkungan sekitar. Pemberian pertanyaan-pertanyaan
dari guru merupakan hal penting dalam mengawali kegiatan pembelajaran seperti
dijelaskan Carin (1993) bahwa questioning merupakan jantungnya scientific
inquiry dan dasar pengajaran

yang berbasis guided discovery. Dalam

pelaksanaannya, tahap ini terlaksana dengan baik di kedua kelas eksperimen.
Namun, berdasarkan observasi dan diskusi dengan guru bersangkutan, keaktifan
siswa di kelas eksperimen 1 relatif baik dibandingkan dengan siswa di kelas
eksperimen 2.
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

66

Untuk tahap 1.b) siswa membuat hipotesis dengan dibimbing oleh guru,
terlaksana di kedua kelas eksperimen, namun pada tahap ini guru cenderung lebih
membimbing siswa di kelas eksperimen 2 dengan mengarahkan langsung pada
pembuatan hipotesis. Kondisi perbedaan teknis penyampaian guru di kedua kelas
eksperimen dimungkinkan karena adanya sharing yang dilakukan oleh guru dan
peneliti setelah pembelajaran di kelas eksperimen 1 sehingga terdapat perbaikan
yang dilakukan oleh guru ketika pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen 2.
Hal ini merupakan salah satu kekurangan dalam penelitian yang dilakukan,
dimana pada keterlaksanaan pembelajaran guided inquiry ini menjadi terdapat
suatu tahap pembelajaran yang dikondisikan berbeda sehingga mempengaruhi
hasil kemampuan scientific inquiry (dapat dilihat pada Gambar 4.4) dengan
persentase capaian siswa di kelas eksperimen 2 pada indikator membuat hipotesis
lebih tinggi dibandingkan siswa di kelas eksperimen 1
Keterlaksanaan tahap kedua, materials, 2.a) Guru mengemukakan alat dan
bahan percobaan, dapat terlaksana dengan baik di kedua kelas eksperimen. Untuk
tahap ketiga, procedures, keempat poin didalamnya tercapai di kedua kelas
eksperimen, namun dalam pelaksanaannya, tahap 3.a) siswa merencanakan
langkah kerja percobaan, tidak terlaksana dengan baik dan sempurna di kedua
kelas eksperimen sedangkan tahap perencanaan percobaan merupakan bagian
penting dalam sintak pembelajaran guided inquiry untuk menuju kemampuan
scientific inquiry. Hal tersebut diakibatkan bimbingan guru yang tidak maksimal,

dalam

pelaksanaannya,

guru

mengajukan

pertanyaan-pertanyaan

yang

mengarahkan siswa pada kegiatan eksperimen namun guru tidak memberikan
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

67

kesempatan waktu lebih banyak kepada siswa untuk mengemukakan pendapat dan
idenya. Walsh dan Sattes mengemukakan bahwa memberikan waktu tunggu yang
cukup banyak kepada siswa dapat memberikan kesempatan siswa untuk
memformulasikan, memproses dan menjawab berbagai pertanyaan (Intel Teach
Program, 2007). Akibat dari tidak adanya kesempatan kepada siswa, maka ketika
perencanaan langkah percobaan guru cenderung memberi arahan penelitian secara
langsung. Sedangkan dijelaskan oleh Wenning (2005b) bahwa peran guru dalam
pembelajaran guided inquiry adalah pemberian masalah yang akan diinvestigasi
dengan dibimbing oleh pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada prosedur
penelitian atau eksperimen. Perlu diperhatikan juga bahwa pemberian pertanyaan
yang banyak dan terus menerus oleh guru kepada siswa bukan salah satu karakter
dari pembelajaran inquiry. Scientific inquiry bukanlah kegiatan dimana seorang
guru memberikan banyak pertanyaan (Wenning, 2011a).
Berdasarkan hasil diskusi dengan guru bersangkutan setelah selesai
pelaksanaan pembelajaran guided inquiry di kedua kelas eksperimen, guru
menjelaskan bahwa pertimbangan waktu yang tidak memadai menyebabkan tidak
adanya waktu lebih banyak bagi siswa untuk melakukan diskusi dalam merancang
langkah kerja percobaan. Oleh karena itu, guru cenderung langsung mengarahkan
langkah kerja praktikum sesuai dengan arah penelitian dalam LKS yang sudah
dimiliki oleh tiap siswa. Hal ini merupakan suatu kelemahan yang terdeteksi.
Dalam tahap merencanakan langkah percobaan, jika guru sudah bergeser
perannya dengan memberikan arahan langsung dalam merencanakan langkah
percobaan maka pembelajaran inquiry tersebut baru sampai pada tahap inquiry
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

68

lesson. Keadaan tersebut terbukti dengan penjelasan Wenning (2005a) bahwa

salah satu kendala yang menyebabkan gagalnya suatu rancana pembelajaran
inquiry adalah bekal pengetahuan yang dimiliki guru tentang pembelajaran
inquiry itu sendiri.

Pada tahap 3.b) Siswa menentukan variabel penelitian, adalah tahap yang
cukup menyita waktu pembelajaran karena siswa baik di kelas eksperimen 1
maupun kelas eksperimen 2 cukup kesulitan dalam memahami definisi dari
variabel penelitian yang terdiri dari variabel terikat, bebas, dan kontrol. Selain
waktu yang tidak memadai, kesiapan dan cara guru dalam menyampaikan
penjelasan mengenai variabel penelitian kurang baik sehingga membuat siswa
sulit untuk memahaminya. Hal ini senada dengan yang ditemukan dalam
penelitian sebelumnya (Wenning, 2005a) bahwa salah satu kegagalan guru dalam
melaksanakan

pembelajaran

berbasis

inquiry

adalah

ketidaksiapan

dan

pengetahuan guru mengenai scientific inquiry masih kurang sehingga apa yang
ditransfer oleh guru tidak akan sampai pada siswa. Hal tersebut perlu mendapat
perhatian juga karena pemahaman dalam penentuan variabel adalah salah satu
komponen penting dalam sebuah investigasi (Carin, 1993).
Untuk tahap akhir, discussion, yang terdiri dari lima kegiatan, dilakukan
pada pertemuan kedua dan hanya terlaksana empat kegiatan saja. Untuk poin 4.a)
beberapa kelompok mempresentasikan hasil pengamatan di depan kelas, dapat
terlaksana dengan baik di kedua kelas eksperimen, dimana pada kedua kelas
eksperimen terdiri dari 6 kelompok. Tiga kelompok yang melakukan presentasi di
depan kelas karena dari keenam kelompok, setiap dua kelompok melakukan
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

69

percobaan dengan variabel penelitian yang sama. Oleh karena itu, tahap pada poin
4.b) Beberapa kelompok lainnya menanggapi hasil presentasi kelompok yang
tampil, dapat terlaksana dengan baik di kedua kelas eksperimen. Walaupun hasil
eksperimen kelompok-kelompok yang menggunakan variabel yang sama
menunjukkan hasil yang bervariasi namun guru dapat bersikap bijak dalam
menanggapinya dimana guru tidak menyalahkan ketika ada penjelasan yang
berbeda diantara beberapa kelompok. Akan menjadi suatu kesalahan besar jika
guru menyatakan bahwa ide atau pendapat yang disampaikan adalah salah karena
keadaan demikian dapat menyebabkan siswa tersebut enggan untuk kembali
melakukan kegiatan berinkuiri (Carin, 1993).
Ketidaktercapaian poin 4.c, siswa dalam kelompok berdiskusi dan mengisi
pertanyaan yang terdapat alam LKS, disebabkan adanya permasalahan waktu
yang tidak memadai sehingga pembahasan pertanyaan yang terdapat dalam LKS
dilakukan saat presentasi hasil penelitian.
Kendala yang dialami adalah kembali mengenai keterbatasan waktu. Hal ini
sesuai dengan yang diutarakan Amien (1979) bahwa salah satu dari kekurangan
pembelajaran guided inquiry ini bahwa dibutuhkan waktu yang cukup panjang
untuk dapat membimbing siswa dalam setiap tahapan pembelajaran guided
inquiry. Waktu yang digunakan dalam pembelajaran inquiry melibatkan beberapa

waktu yang cukup panjang untuk menyelesaikannya (Opara & Oguzor, 2011).

D.

Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Guided Inquiry

Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

70

Tanggapan siswa mengenai pembelajaran guided inquiry dengan kegiatan
praktikum dijaring dengan menggunakan angket. Angket diberikan kepada siswa
dari kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2. Jumlah pertanyaan sejumlah
14 buah dengan 8 kategori pertanyaan. Angket ini diberikan kepada siswa secara
online dan dapat diakses dengan mudah. Data yang terekam kesuluruhan

berjumlah 50 responden, yaitu 22 responden dari kelas eksperimen 1 dan 28
responden dari kelas eksperimen 2. Rekapitulasi hasil angket siswa dari kedua
kelas eksperimen disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Angket Siswa
No

Pertanyaan

1

Pernah melaksanakan praktikum pada
pembelajaran biologi
Praktikum menambah penguasaan
materi yang berkaitan

2
3
4
5

6
7
8

Membutuhkan guru ketika praktikum
Merasa senang ketika pelaksanaan
praktikum
Kesulitaan dalam melaksanakan
tahapan pelaksnaan pembelajaran
guided inquiry
Menambah kesadaran akan
lingkungan
Menimbulkan rasa keingintahuan
terhadap fenomena alam yang terjadi
Keinginan untuk melaksanakan
praktikum pada materi biologi lainnya

Keterangan:

Kelas
Eksperimen 1
R
P
Ya
100%
Tidak
0%
Ya
100%
Tidak
0%
Ya
100%
Tidak
0%
Ya
100%
Tidak
0%
Ya
26%

Kelas
Eksperimen 2
R
P
Ya
100%
Tidak
0%
Ya
93%
Tidak
7%
Ya
100%
Tidak
0%
Ya
100%
Tidak
0%
Ya
34%

Tidak

74%

Tidak

66%

Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak

100%
0%
100%
0%
100%
0%

Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak

100%
0%
100%
0%
100%
0%

R=Respon; P=Persentase

Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa keseluruhan siswa pernah
melaksanakan praktikum sebelumnya pada pembelajaran biologi dan hampir
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

71

sepenuhnya menyatakan bahwa pembelajaran dengan metode eksperimen dengan
praktikum dapat menambah penguasaan materi yang berkaitan, dalam penelitian
ini, dengan praktikum pengaruh pencemaran tanah terhadap perkecambahan biji,
siswa merasa lebih mengerti tentang interaksi dalam ekosistem dalam materi
sebelumnya dimana adanya saling interaksi antara komponen biotik, yaitu
tumbuhan, dengan komponen abiotiknya seperti air, tanah, dan cahaya matahari.
Selain itu, menambah pengertian dalam materi pencemaran lingkungan dimana
adanya saling keterkaitan antara pencemaran pada air dan tanah, yang
mempengaruhi pada perkecambahan, serta sudah mulai mengenalnya siswa
mengenai pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang baru akan dipelajari
pada tingkatan selanjutnya. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan Millar (2004)
bahwa dengan praktikum siswa dapat membuat hubungan antara dua domain
pengetahuan, yaitu domain mengenai objek yang sedang diobservasinya dengan
domain ide atau konsepnya.
Seluruh siswa dari kedua kelas eksperimen memberikan tanggapan positif
bahwa mereka merasa senang dalam melaksanakan pembelajaran konsep
pencemaran lingkungan melalui eksperimen dengan guided inquiry dan merasa
masih perlu dengan bimbingan guru selama pelaksanaan pembelajaran. Selain itu,
siswa merasa antusias untuk melakukan pembelajaran dengan metode eksperimen
untuk materi-materi selanjutnya. Seluruh siswa menunjukkan tanggapan baik
bahwa dengan eksperimen yang telah dilakukan mengenai pencemaran tanah dan
perkecambahan tanaman dapat meningkatkan kesadaran mereka akan lingkungan
dan rasa keingintahuan terhadap fenomena alam lainnya. Hal ini terbukti ketika
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

72

diskusi berlangsung, sebagian besar siswa mengajukan pertanyaan ataupun
pernyataan mengenai pencemaran lingkungan yang berhubungan dengan
keberadaan tumbuhan di lingkungan sekitarnya serta hubungannya dengan
ekosistem dan siklus energi yang telah dipelajari sebelumnya.
Hampir separuh dari siswa kedua kelas eksperimen masih merasa kesulitan
dalam tahapan pelaksanaan pembelajaran guided inquiry secara keseluruhan.
Tanggapan siswa mengenai kesulitan pada setiap tahapan pelaksanaan
pembelajaran guided inquiry menunjukkan tanggapan yang bervariasi. Untuk
melihat kesulitan siswa kedua kelas eksperimen pada pelaksanaan setiap tahap
pembelajaran guided inquiry, disajikan dalam bentuk grafik (Gambar 4.5).
100%
86%

90%
persentase respon

80%
68%

70%

57%

60%

50%

50%
40%
30%
20%

32%

29%
23%

23%
18%
9% 7%

10%

11%

9%
0%

0%

1

2

3

4

5

6

7

tahap pembelajaran
kelas eksperimen 1

Keterangan:
1. Merumuskan masalah
2. Membuat hipotesis
3. Membuat prediksi
4. Menentukan variabel penelitian

kelas eksperimen 2

5. Membuat langkah percobaan
6. Mengumpulkan dan mengolah data
7. Mengomunikasikan hasil percobaan

Gambar 4.5. Grafik Kesulitan Siswa pada Setiap Tahapan Pelaksanaan
Pembelajaran Guided Inquiry
Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

73

Dalam tahap merumuskan masalah, berdasarkan kriteria interpretasi yang
digunakan hanya sebagian kecil siswa, baik di kelas eksperimen 1 maupun kelas
eksperimen 2 yang merasa kesulitan, namun secara hasil persentase yang
diperoleh, kelas eksperimen 1 memiliki persentase siswa dengan jawaban masih
merasa kesulitan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelas eksperimen 2.
Kondisi itu pun terjadi pada tahap merumuskan hipotesis dan membuat prediksi.
Hasil angket yang merupakan tanggapan dan persepsi siswa dari kedua kelas
eksperimen pada tahap merumuskan masalah dan membuat prediksi tidak sesuai
dengan hasil posttest yang diperoleh dimana capaian pada indikator pada dua
tahap tersebut, kelas eksperimen 1 memiliki persentase jawaban benar lebih tinggi
dibandingkan kelas eksperimen 2 (dapat dilihat pada Gambar 4.4). Kondisi
tersebut dapat menjelaskan bahwa persepsi dan tanggapan siswa mengenai
kesulitan dalam pelaksanaan tahap pembelajaran guided inquiry tidak selalu
berbanding lurus dengan hasil pada capaian indikator kemampuan scientific
inquiry literacy-nya.

Dalam tahap menentukan variabel penelitian, hampir sepenuhnya siswa dari
kedua kelas eksprimen merasa kesulitan. Seperti yang dijelaskan pada
pembahasan sebelumnya bahwa dalam pelaksanannya, guru pun memerlukan
waktu yang cukup lama dalam tahap ini. Untuk tahap membuat langkah kerja
percobaan, sebagian besar siswa di kelas eksperimen 2 bahkan di kelas

Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu

74

eksperimen 1 seluruh siswa merasa tidak kesulitan karena siswa mendapatkan
langkah kerja langsung dari arahan guru (pembahasan sebelumnya).
Dalam mengolah, mengumpulkan, dan mengorganisasikan data, siswa di
kelas eksperimen 1 separuhnya merasa kesulitan sedangkan di kelas eksperimen 2
sebagian besar siswanya merasa kesulitan. Kesulitan yang dirasakan oleh siswa
pada kedua kelas eksperimen adalah ketika pengamatan dalam pengukuran
pertumbuhan tanaman dan pembuatan grafik. Sedangkan dalam tahap
mengomunikasikan hasil pengamatan, siswa di kelas eksperimen 2 lebih banyak
yang merasa kesulitan dibandingkan dengan siswa di kelas eksperimen 1. Hal
tersebut dimungkinkan karena siswa di kelas eksperimen 1 lebih terbiasa dalam
mengemukakan pendapat dibandingkan kelas eksperimen 2 karena pada
pembelajaran materi animalia yang dilakukan melalui discovery learning , siswa
dituntut untuk dapat mengemukakan ide dan menyampaikan hasil pengamatannya
baik dalam kelompoknya ataupun di depan kelas.

Mira Humaira, 2012
Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Melalui Discovery Learning Terhadap
Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran
Lingkungan
Universitas Pendidikan Indonesia

| repository.upi.edu