ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MENILAI KI (3)

Analisis, September 2009, Vol. 6 No. 2: 112 – 122

ISSN 0852-8144

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA
PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM
(STUDI KASUS PADA PDAM DI KOTA SORONG)
Erna Kurniawati
STIE Bukit Zaitun Sorong

ABSTRACT
The research discussed the Analysis of Financial Ratio to Evaluate the Performance of Municipal
Waterworks (A Case Study on PDAM at Sorong City), in order to find out any significant difference
among Liquidity Ratio (X1), Solvability (X2), Rentability (X3), Operational Ratio (X4), Profit
margin (X5), and Manpower Effectiveness (X6), with the average ratio for 5 years. The proposed
hyphotesis is whether the Liquidity Ratio, Solvability, Rentability, Operational ratio, and the
Manpower Effectiveness have significant differences over the financial performance. Test of
hyphotesis using-test proved that the Ratio of Liquidity, Solvability, Rentability, Operational Ratio
and the manpower Effectiveness have significant differences in evaluating the financial performance
of PDAM. Result of the research can be recommended to the Chief of PDAM to pay more attention
on the liquidity condition of the company by utilizing the current assets such as cash, as well as

account receivable so that activities of the company will be run well.
Key words : Financial Performance, Manpower Affectiveness, Financial Ratio

dengan
kebutuhan daerah.
Jumlah
perusahaan daerah terus meningkat dari
tahun ke tahun. Untuk wilayah Kota
Sorong yang paling menonjol adalah
peranan Bank
Pembangunan daerah (BPD), dan
Perusahaan daerah Air Minum (PDAM).
Hal ini berkaitan dengan fungsi BPD
sebagai pemegang kas pemerintah daerah
dan perannya sebagai agen pembangunan
di daerah, sedangkan PDAM berperan
sangat vital bagi penyediaan air bersih di
daerah.
Analisis kerja keuangan perusahaan
digunakan sebagai suatu alat utama bagi

manajemen dalam merencanakan kebijakan
perusahaan. Rencana dapat disajikan
dalam berbagai bentuk, akan tetapi
rencana keuangan yang baik harus
dikaitkan dengan kekuatan dan kelemahan
pada saat ini. Kekuatan perusahaan harus
dipahami jika hendak dimanfaatkan
dengan tepat dan kelemahan perusahaan
harus dikenali jika hendak dilakukan
tindakan
perbaikan
(Weston
dan
Copeland, 2001).
Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) adalah salah satu Badan Usaha

PENDAHULUAN
Perusahaan daerah adalah salah
satu pelaku ekonomi di daerah, selain

perusahaan milik negara, koperasi dan
perusahaan swasta. Perusahaan daerah
dituangkan dalam Undang-undang nomor
5 tahun 1962. lebih lanjut dituangkan
dalam Undang-undang no 5 tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah. Pada Undang-undang no 5 pasal
55 disebut bahwa Pendapatan Asli
Daerah (PAD) meliputi pajak daerah,
hasil retribusi daerah, hasil perusahaan
daerah, dan usaha lain yang dianggap
sah.
Tujuan
pemerintahan
daerah
mendirikan perusahaan daerah adalah
agar perusahaan daerah memiliki posisi
yang strategis sebagai penyokong
pembangunan di daerah dan membantu
pemerintah

menunjang
kemajuan
pembangunan di daerah.
Secara umum, bidang perusahaan
daerah meliputi sektor perbankan,
penyediaan dan pendistribusian air
minum, perpakiran, transportasi, pasar
dan sektor-sektor lain yang sesuai

112

Erna Kurniawati

ISSN 0852-8144

Milik Daerah (BUMD) di Kota Sorong
yang mengelola kebutuhan air minum
dengan misi bisnis dan sosial, sekaligus
dihadapkan pada paradigma baru dalam
memenuhi harapan masyarakat yang

senantiasa mengalami perubahan. Pada
era otonomi daerah saat ini PDAM
mempunyai peranan yang semakin
kompleks selaku pelaku ekonomi dalam
mendukung kelancaran pembangunan
daerah, sehingga keberhasilan PDAM
harus selalu di upayakan.
Selain dengan misi bisnis dan
sosial, PDAM juga harus memperhatikan
kinerja keuangannya, sehingga dapat

Laporan Keuangan
Perusahaan

dan

Kinerja

Laporan keuangan merupakan hasil
akhir dari proses akuntansi dimana setiap

transaksi dapat diukur dengan nilai uang,
dicatat dan diolah sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan informasi
historis kepada manajer perusahaan atau
pihak lain yang berkepentingan. Laporan
keuangan pada hakikatnya adalah
mengadakan penilaian atas keadaan
keuangan dan potensi atau kemajuan
suatu perusahaan dalam suatu periode
akuntansi.
Laporan keuangan pada dasarnya
adalah hasil dari proses akuntansi yang
dapat digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi antara data keuangan atau
aktivitas suatu perusahaan dengan pihakpihak yang berkepentingan dengan data
atau aktivitas perusahaan tersebut
(Munawir 2002 : 2).
Pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap posisi keuangan maupun
perkembangan suatu perusahaan adalah

para pemilik perusahaan, manajer
perusahaan yang bersangkutan, para
kreditur, bank, para investor dan
pemerintah serta pihak-pihak lainnya
yang berkepentingan.
Teknik-teknik analisis laporan
keuangan ditujukan untuk memperoleh
perbandingan dan kekuatan relatif dari
data yang disajikan menilai posisi
keuangan perusahaan. Teknik-teknik ini
meliputi analisis rasio (ratio analysis),
common-size analysis, dan perbandingan
(comparisons). Ada empat aspek penting
yang umumnya dianalisis dalam laporan
keuangan, yaitu neraca, laba rugi,
perubahan modal, dan arus kas.
Dalam
menilai
keberhasilan
perusahaan diperlukan laporan keuangan

perusahaan. Tujuan laporan keuangan
menurut Standar Akuntansi Keuangan
adalah memberi informasi tentang posisi
keuangan, kinerja dan arus kas
perusahaan yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna
laporan dalam rangka membuat

mengetahui kondisi kesehatan perusahaannya
agar mampu memprediksi keputusan

operasional pada masa yang akan datang.
Hal ini perlu dilakukan oleh PDAM
karena PDAM merupakan salah satu
perusahaan daerah Kota Sorong, yang
merupakan penyumbang dana bagi
pembangunan daerah. Perusahaan dikatakan fungsional, kalau mampu menyumbang 55% dari laba bersihnya bagi
pembangunan daerah.
Perusahaan Daerah Air Minum
merupakan perusahaan milik daerah yang

segala hak dan kewajiban, perlengkapan
dan kekayaan serta usaha pengelolaan
diserahkan kepada perusahaan swasta,
sehingga dalam operasional perusahaan
harus dapat mencapai keuntungan.
Ukuran keberhasilan yang digunakan
adalah dengan melihat kinerja keuangan
PDAM yang berasal dari laporan
keuangannya, kemudian dianalisis dalam
rasio-rasio keuangan.
Perumusan
masalah
apakah
terdapat perbedaan yang signifikan dari
rasio likuiditas, Solvabilitas, Rentabilitas,
Profit Margin, Rasio Operasi, dan
Produktifitas Tenaga Kerja dengan rataratanya selama 5 tahun, sebagai dasar
penilaian kinerja keuangan PDAM di
Kota Sorong. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis rasio Likuiditas,

Solvabilitas, Rentabilitas, Profit Margin,
Rasio Operasi, dan Produktifitas tenaga
kerja sebagai dasar penilaian kinerja
keuangan PDAM di Kota Sorong.
113

Financial Performance, Manpower Affectiveness

Keputusan – keputusan ekonomi
serta menunjukkan pertanggung jawaban
manajemen atas sumber daya yang
dipercayakan kepadanya.
Fungsi laporan keuangan adalah
pertama, untuk menyediakan informasi
yang bermanfaat bagi investor, kreditor
serta pengguna lainnya yang mempunyai
kepentingan dalam mengambil keputusan
yang berhubungan dengan laporan
keuangan. Kedua, menyediakan informasi
yang membantu investor, kreditor, dan

pengguna lain dalam menafsir kemungkinan
penerimaan kas dimasa yang akan datang
dari bunga saat jatuh tempo atas surat
berharga atau utang perusahaan. Ketiga,
menyediakan informasi mengenai kinerja
keuangan perusahaan selama satu periode
akuntansi. Keempat, menyediakan informasi mengenai bagaimana perusahaan
memperoleh dan membelanjakan kasnya,
serta faktor lain yang mempengaruhi
likuiditas dan solvabilitas perusahaan.
Kelima, menyediakan informasi mengenai bagaimana manajemen perusahaan
melaksanakan tanggung jawab yang
dipercayakan kepadanya.

ISSN 0852-8144

dipercayakan kepadanya dalam rangka
meningkatkan profitabilitas maupun
pencapaian tujuan lainnya, serta untuk
meningkatkan kemampuan pelaksanaan
fungsi-fungsi manajemen yang lebih
baik.
Mengevaluasi kinerja perusahaan
menggunakan laporan keuangan merupa
kan masalah yang sulit. Kesulitan itu
umumnya berhubungan dengan aturan
dan prinsip yang harus diikuti oleh
akuntan dalam menyiapkan laporan
keuangan
perusahaan.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa untuk melakukan analisis terhadap
laporan keuangan suatu perusahaan
dibutuhkan suatu tolak ukur yang dapat
menggambarkan bagaimana kondisi dan
prestasi yang dicapai oleh perusahaan
dengan melakukan perbandingan antara
satu perusahaan dengan perusahaan
lainnya yang sejenis.
Ganda (1995) mengidentifikasikan
pengukuran kinerja perusahaan daerah
dalam
beberapa
variabel
yang
dikelompokkan menjadi dua. pertama,
kinerja organisasi BUMD terdiri dari :
jumlah dan mutu sumber daya manusia,
struktur organisasi, struktur modal, jenis
dan volume produksi, pemasaran
produksi. Kedua, kinerja keuangan
BUMD di ukur dengan rasio likuiditas,
rasio solvabilitas, provitabilitas, dan
produktivitas tenaga kerja.
Inggriantara (1999) mengatakan
bahwa beberapa perusahaan seperti
industri strategis mulai menyadari
penilaian terhadap perusahaan daerah
melalui rasio rentabilitas, solvabilitas,
profit margin, rasio operasi, dan
produktifitas tenaga kerja perlu ditambah
lagi
dengan
kapasitas
terpakai,
bagaimana
manajemen
persediaan,
transformasi perusahaan yang dijiwai
oleh ahli teknologi, serta bagaimana
menyusun program, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Jangka
pendek adalah bagaimana kemampuan
perusahaan meningkatkan laba bagi
perusahaan. Jangka panjang adalah
bagaimana perusahaan meningkatkan

Kinerja Perusahaan
Kinerja adalah hasil dari banyaknya keputusan yang dibuat secara terus
menerus oleh manajemen. Oleh karena
itu, perlu dilibatkan analisis dampak
keuangan kumulatif dan ekonomi dari
keputusan tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa analisis kinerja perusahaan
didasarkan pada data keuangan yang
dipublikasikan pada laporan keuangan
yang dibuat sesuai dengan prinsip
akuntansi yang lazim (Helfert 1996 : 67).
Kinerja adalah proses yang berlangsung
secara terus menerus yang dilaksanakan
berdasarkan kemitraan antara karyawan
dengan perusahaan.
Sedangkan menurut Muljono (1999
:63) penilaian kinerja yaitu suatu penilaian yang dilakukan secara sistematis,
mandiri (independen) objektif dengan
berorientasi ke masa yang akan datang,
atas kebijakan manajemen dalam
mengelola sumber daya dan dana yang
114

Erna Kurniawati

ISSN 0852-8144

kemampuan produksi termasuk meningkatkan kemampuan lokal sambil terus
meningkatkan kinerja.
Helfert (2000) mengatakan bahwa
kinerja perusahaan adalah hasil dari
banyaknya keputusan individual yang
dibuat terus menerus oleh manajemen.
Oleh karena itu, untuk menilai kinerja
perusahaan perlu melibatkan analisis
dampak
keuangan
dan
ekonomi.
Selanjutnya dikatakan bahwa analisis
kinerja perusahaan didasarkan pada data
keuangan yang dipublikasikan pada
laporan keuangan yang dibuat sesuai
dengan prinsip akuntansi yang lazim.

• Rasio likuiditas, menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban finansial yang berjangka
pendek tepat pada waktunya.
• Rasio Rentabilitas, menunjukkan
sejauh mana efisiensi perusahaan
menggunakan assets untuk meningkatkan laba perusahaan.
• Rasio Solvabilitas, menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka
pendek maupun jangka panjang.
• Rasio profitabilitas, mengukur seberapa besar kemampuan perusaha-an
memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, assets
maupun laba bagi modal sendiri.
• Rasio operasi, menunjukkan tingkat
efisiensi perusahaan yang disebabkan
oleh besarnya biaya operasi dalam
setiap penjualan aktivanya.

Analisis Rasio Keuangan
Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan (mathematical relationship) antara suatu jumlah
tertentu dengan jumlah yang lain, dan
dengan menggunakan alat analisis berupa
rasio ini akan dapat menjelaskan atau
memberikan gambaran kepada penganalisis tentang baik atau buruknya keadaan
atau posisi keuangan suatu perusahaan
terutama apabila angka rasio perbandingan yang digunakan sebagai standar
(Munawir, 2002). Rasio keuangan dapat
membantu dalam mengidentifikasikan
beberapa kekuatan dan kelemahan
keuangan perusahaan.
Analisis laporan keuangan adalah
salah satu alat pengukur kinerja
perusahaan dari data laporan keuangan.
Laporan keuangan suatu perusahaan
lazimnya meliputi neraca, laporan laba
rugi dan laporan aliran kas. Di Indonesia
umumnya rasio dikelompokkan menjadi
empat jenis rasio konvensional yaitu : (1)
rasio Rentabilitas, (2) Rasio Likuiditas,
(3) Rasio Solvabilitas, (4) Rasio Profit
Margin.

Hipotensi dalam penelitian ini
adalah diduga Rasio Likuiditas, Rentabilitas, Solvabilitas, Profit Margin, Rasio
Operasi, Produktifitas Tenaga Kerja
berfluktuasi signifikan dalam menilai
kinerja keuangan PDAM dengan rataratanya selama 5 tahun.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menganalisis kinerja
kesehatan PDAM di Kota Sorong dari
tahun 2004 – 2008 dengan menggunakan
rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas,
profit margin, rasio operasi, berdasarkan
laporan keuangan berupa neraca, laba
rugi, dan arus kas. Penelitian ini
dilakukan pada Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) di kota Sorong.
Definisi Operasional
Rasio Rentabilitas, dihitung dari
laba sebelum pajak dari PDAM dibagi
dengan rata-rata modal yang digunakan.
Laba sebelum pajak tersebut tidak
termasuk laba hasil penjualan aktiva
tetap. Rasio Likuiditas adalah kemampuan
PDAM untuk memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Rasio Solvabilitas

Sartono (2001) menguraikan bahwa tidak ada satupun analisis rasio yang
dapat menjawab semua kepentingan
tersebut. Dengan demikian untuk menjawabnya dikembangkan 5 kelompok
rasio keuangan :

115

Financial Performance, Manpower Affectiveness

adalah kemampuan PDAM untuk
memenuhi semua kewajibannya baik
jangka pendek maupun jangka panjang.
Profit Margin menunjukkan jumlah
biaya-biaya operasional PDAM serta
biaya produksi barang-barangnya. Profit
margin bermanfaat sebagai ukuran
keseluruhan atas efektifitas operasional.
Rasio Operasi untuk mengukur tingkat
efisiensi PDAM. Rasio ini menunjukkan
besarnya penjualan dibanding dengan
biaya yang dikeluarkan oleh PDAM.
Makin besar angka rasio operasi, berarti
operasi perusahaan makin efisien.
Efektifitas tenaga kerja ini menunjukkan berapa besar kontribusi tenaga
kerja terhadap nilai penjualan perusahaan
dalam periode tertentu.
Objek penelitian adalah tingkat
kesehatan PDAM di Kota Sorong
berdasarkan kinerja keuangan. Pengamatan

ISSN 0852-8144

data diambil dari tahun 2004 – 2008. data
dianalisis berdasarkan rasio-rasio keuangan yang diambil dari laporan
keuangan PDAM Kota Sorong.
Teknik analisis data menggunakan
analisis Uji-t yang dipakai untuk
pengujian hipotesis deskriptif dengan
data interval, untuk satu sampel, dan
koefisien arah secara parsial, untuk
mengetahui diterima atau tidak hipotesis
yang diajukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Hipotesis Rasio Keuangan
Hasil Uji t antara likuiditas,
solvabilitas, rentabilitas, profit margin,
rasio operasi dan efektifitas tenaga kerja
dapat disajikan secara ringkas pada tabel
berikut :

Tabel 1. Hasil Pengukuran Rasio Keuangan PDAM di Kota Sorong Tahun 2004 – 2008
Descriptive Statistics

Likuiditas
Rentabilitas
Solvabilitas
Profit Margin
Rasio Operasi
ETK
Valid N
(listwise)

Minimum

Maximum

Sum

mean

.37966
.06727
1.14031
.11529
230.71403
2887549

.81732
.18830
3.06133
.42537
819.42936
29023059.349

2.99203
.62291
11.45095
1.37998
2471.64048
96004254

.5984067
.1245811
2.2901901
.2759959
494.3280968
19200850.822

Std
Deviasion
.17377666
.05434960
.86499140
.12130479
254.17970228
10791167.14

Sumber : Diolah dari Laporan Tahunan PDAM Kota Sorong

Jumlah data yang valid atau sah
untuk diproses adalah lima data. Hal ini
menunjukkan bahwa data yang ada
sebanyak lima digunakan seluruhnya
untuk keenam rasio di atas.
Mean merupakan nilai rata-rata
dari
setiap
variabel
yang
ada.
Berdasarkan tabel di atas maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata likuiditas
adalah sebesar 0,598406 atau 59,84%,
rata-rata untuk Rentabilitas sebesar
0,1245811 atau 12,458%, rata-rata untuk
Solvabilitas 2,29019001, rata-rata untuk
profit sebesar 0,27599 dan untuk operasi

sebesar 494,3281 serta rata-rata untuk
PTK sebesar 19200850,822.
Minimum
merupakan
nilai
terendah dari suatu variabel pengamatan.
Berdasarkan tabel di atas didapatkan nilai
minimum untuk likuiditas sebesar
0,37966 dan seterusnya. Sedangkan
maksimum merupakan nilai tertinggi dari
suatu variabel pengamatan. Berdasarkan
tabel di atas didapatkan nilai maksimum
untuk likuiditas 0,81732.
Penggunaan standar deviasi
adalah untuk menilai dispersi atau
penyebaran rata-rata dari sampel yang
ada untuk setiap variabel. Standar deviasi
116

Erna Kurniawati

ISSN 0852-8144

juga digunakan untuk menilai apakah
sebaran data sampel yang ada baik atau
tidak, dimana untuk standar deviasi
Likuiditas adalah sebesar 0.1737766.
Demikian juga, untuk yang lain sama
sesuai dengan tabel di atas.

Hasil Uji Hipotesis
Selanjutnya,
untuk menguji
perbedaan
masing-masing
variabel
kinerja dengan rata-ratanya selama 5
tahun, dilakukan pengujian dengan uji t,
sebagai berikut :

Tabel 2 Uji Rasio t
No
1
2
3
4
5
6

Rasio
Rasio Likuiditas
Rasio Rentabilitas
Rasio Solvabilitas
Profit Margin
Rasio Operasi
Rasio Efisiensi Tenaga kerja

Thitung

Tsig

7.700
5.126
5.920
5.088
4.349
3.979

.002
.007
.004
.007
.012
.016

demikian dapat dinyatakan terdapat
perbedaan yang signifikan atau nyata
pada rasio solvabilitas dengan rataratanya selama 5 tahun.
Nilai rasio thitung profit sebesar
5,088. Dengan derajat bebas (n-1) = 5
dan taraf kesalahan (α) = 5%, maka
diperoleh ttabel sebesar 2,766. Karena thitung
lebih besar dari ttabel yaitu 5,088 > 2,776
maka dapat disimpulkan perbedaan pada
profit signifikan. Hal ini berarti H0
ditolak dan H1 diterima. Dengan
demikian dapat dinyatakan terdapat
perbedaan yang signifikan atau nyata
pada profit.
Nilai rasio thitung operasi sebesar
4,349. Dengan derajat bebas (n-1) = 5
dan taraf kesalahan (α) = 5%, maka
diperoleh ttabel sebesar 2,766. Karena thitung
lebih besar dari ttabel yaitu 4,349 > 2,776
maka dapat disimpulkan perbedaan pada
operasi signifikan. Hal ini berarti H0
ditolak dan H1 diterima. Dengan
demikian dapat dinyatakan terdapat
perbedaan yang signifikan atau nyata
pada operasi.
Nilai Efisiensi Tenaga Kerja
menunjukkan thitung untuk ETK sebesar
3,979. Dengan derajat bebas (n-1) = 5
dan taraf kesalahan (α) = 5%, maka
diperoleh ttabel sebesar 2,766. Karena thitung

thitung untuk rasio likuiditas sebesar
7,7. dengan derajat bebas (n-1_ = 5 dan
taraf kesalahan (α) = 5%, maka diperoleh
ttabel sebesar 2,776. karena thitung > ttabel
yaitu 7,7 > 2,776
maka dapat
disimpulkan perbedaan pada likuiditas
signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak dan
H1 diterima. Dengan demikian , dapat
dinyatakan terdapat perbedaan yang
signifikan atau nyata pada rasio likuiditas
dengan rata-ratanya, selama lima tahun.
Nilai rasio rentabilitas sebesar
5,126. Dengan derajat bebas (n-1) = 5
dan taraf kesalahan (α) = 5%, maka
diperoleh ttabel sebesar 2,766. Karena thitung
lebih besar dari ttabel yaitu 5,126 dan lebih
besar dari 2,776 maka dapat disimpulkan
perbedaan pada rentabilitas signifikan.
Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima.
Dengan demikian dapat dinyatakan
terdapat perbedaan yang signifikan atau
nyata pada rasio rentabilitas dengan rataratanya selama 5 tahun.
Rasio solvabilitas mempunyai nilai
sebesar 5,92. Dengan derajat bebas (n-1)
= 5 dan taraf kesalahan (α) = 5%, maka
diperoleh ttabel sebesar 2,766. Karena thitung
lebih besar dari ttabel yaitu 5,92 > 2,776
maka dapat disimpulkan perbedaan pada
solvabilitas signifikan. Hal ini berarti H0
ditolak dan H1 diterima. Dengan

117

Financial Performance, Manpower Affectiveness

lebih besar dari ttabel yaitu 3,979 > 2,776
maka dapat disimpulkan perbedaan pada
ETK signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak
dan H1 diterima. Dengan demikian dapat
dinyatakan terdapat perbedaan yang
signifikan atau nyata pada ETK.
Secara kasar rasio likuiditas
kurang dari 2 : 1, bagi perusahaanperusahaan yang bukan bergerak di
bidang penyaluran kredit seperti PDAM,
dianggap kurang baik apabila ada
penurunan aktiva misalnya sampai lebih
dari 50%. Hal tersebut berarti, aktiva
lancar tersebut tidak akan mencukupi
untuk menutup utang jangka pendeknya.
Apabila rasio likuiditas diperoleh sangat
kecil, kemungkinan akan menimbulkan
masalah arus kas, dan apabila rasio ini
terlalu tinggi dapat berarti bahwa
perusahaan tidak mengelola aktiva
lancarnya dengan benar.
Pada PDAM Kota Sorong terbukti
bahwa, utang lancar yang dimiliki
perusahaan lebih besar dari aktiva lancar
yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga
dapat mengganggu kegiatan perusahaan,
dan biaya operasionalnya mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Sesuai hasil uji t dengan tingkat
signifikan 5% diperoleh thitung 7.7 < dari
ttabel = 2,776. Karena thitung lebih besar
dari ttabel yaitu 7,7 > 2,776 maka dapat
dikatakan terdapat perbedaan yang
signifikan pada rasio likuiditas dengan
rata-ratanya selama 5 tahun. Hal ini
sesuai dengan Novanti (1999) yang
mengatakan terdapat perbedaan yang
signifikan antara rasio likuiditas terhadap
kinerja keuangan. Hal ini berarti H0
diterima dan H1 ditolak.
Aplikasi untuk penelitian selanjutnya, bahwa rasio likuiditas tidak dapat
berdiri sendiri untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba,
karena rasio likuiditas mempunyai
hubungan yang terkait dengan rasio-rasio
lainnya.
Berdasarkan statistik deskriptif,
untuk rasio Likuiditas maka pimpinan
perusahaan harus lebih aktif memanfaatkan aktiva lancarnya, agar dapat

ISSN 0852-8144

meningkatkan rentabilitas perusahaan.
Hal ini perlu dilakukan oleh pimpinan
perusahaan karena likuiditas PDAM yang
dihasilkan selama 5 tahun hanya sebesar
59,84%. Ini berarti perusahaan masih
kurang mampu memenuhi kewajiban
keuangannya, dalam jangka pendek.
Rasio ini masih jauh dari standar nasional
yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu
sebesar 59,84%. Bila tidak segera
dibenahi, maka akan berdampak buruk
bagi perusahaan.
Pada PDAM Kota Sorong, solvabilitas selama lima tahun (1999 – 2003)
adalah 229,02%. hal ini, menunjukkan
bahwa perusahaan mampu membayar
utangnya baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Kondisi ini
menunjukkan perusahaan sangat solvabel, bila dibandingkan dengan rata-rata
rasio solvabilitas yaitu sebesar 200%
(Kellen, 1999).
Solvabilitas selama lima tahun
sebesar 229,02, artinya utang Rp. 1,00
dijamin dengan aktiva Rp 229,02. Dari
perhitungan di atas terlihat kemampuan
PDAM Kota Sorong dalam menjamin
utang-utangnya, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang, dengan
aktiva yang dimilikinya.
Hasil uji t untuk rasio solvabilitas
dengan tingkat signifikan 5% thitung = 5,92
> ttabel = 2,776, berarti H0 diterima.
Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa
terdapat
perbedaan
yang
signifikan antara rasio solvabilitas
dengan rata-ratanya selama 5 tahun.
Bila dibandingkan dengan standar
nasional untuk solvabilitas yaitu sebesar
200%, maka PDAM Kota Sorong dapat
dikatakan sangat mampu membayar
semua utang-utangnya baik utang jangka
pendek maupun utang jangka panjang,
karena rata-rata solvabilitas PDAM yang
telah dicapai selama 5 tahun adalah
sebesar 229,02%.
Ukuran rentabilitas yang lain
adalah rentabilitas menurut KepMen
tahun 1992 yang menyatakan bahwa
rentabilitas merupakan perbandingan
antara laba sebelum pajak dengan rata118

Erna Kurniawati

ISSN 0852-8144

rata modal yang digunakan. Dalam laba
sebelum pajak, tidak termasuk dalam laba
hasil penjualan aktiva tetap, sedangkan
modal rata-rata aktiva lancar ditambah
aktiva tetap netto, termasuk penyertaan.
Perbedaan rentabilitas menurut KepMen
dengan rentabilitas ekonomi menilai laba
operasi sebagai laba sebelum bunga dan
pajak, sedangkan rentabilitas menurut
KepMen menilai laba operasi sebagai
laba sebelum pajak (Sugiarso, 2005).
Rentabilitas yang digunakan oleh PDAM
dalam nilai kinerjanya adalah rentabilitas
menurut KepMen. Rentabilitas selain
merumuskan suatu perbandingan, dapat
juga merupakan suatu perkalian rasio
keuangan dengan suatu rasio keuangan
lainnya.
Rentabilitas pada PDAM Kota
Sorong dari tahun 2004 - 2008 cenderung
mengalami penurunan. Hal ini dapat
dilihat dalam neraca dan laporan laba
rugi perusahaan, karena rata-rata modal
yang digunakan lebih besar dari laba
yang diterima oleh perusahaan. Hal ini
sesuai dengan hasil analisis uji t yang
membuktikan bahwa rasio rentabilitas
berbeda signifikan dengan rata-ratanya
selama lima tahun.
Melalui uji t dengan tingkat
signifikan 5% diperoleh thitung = 5,126 >
ttabel = 2,776. Karena thitung lebih besar dari
ttabel , maka dapat disimpulkan terdapat
perbedaan yang signifikan antara rasio
rentabilitas dengan rata-ratanya selama
lima tahun. Hal ini berarti H0 diterima
dan H1 ditolak.
Total rentabilitas selama 5 tahun
adalah sebesar 12,46. Hal ini berarti
perusahaan masih dapat menghasilkan
keuntungan sebesar 12,46%. Hal ini juga
menunjukkan bahwa PDAM masih
tergolong perusahaan yang sehat dalam
menghasilkan laba, bila dibandingkan
dengan ukuran rentabilitas minimal
sebesar 12% (SK MenKeu no :
7/740/KMK.00/1989),
untuk
lebih
meningkatkan rentabilitas perusahaan,
maka pimpinan perusahaan harus lebih
meningkatkan laba operasi perusahaan

dengan meningkatkan modal yang
digunakan dalam kegiatan perusahaan.
Khusus pada PDAM Kota Sorong
profit margin selama 5 tahun terakhir
adalah sebesar 27,60. Hal ini berarti laba
yang dihasilkan karena penjualan sebesar
27,60%. Profit margin pada tahun-tahun
terakhir cenderung mengalami peningkatan. Hal ini karena semakin
meningkatnya
penjualan
sehingga
menyebabkan meningkatnya juga laba
bagi perusahaan.
Hasil uji t pada rasio profit margin
berpengaruh signifikan terhadap rataratanya selama 5 tahun, pada tingkat
signifikan 5%, artinya 5 tahun (Sawir
2000 : 13). Hal ini dibuktikan dengan
hasil uji t dimana thitung = 5,088 > ttabel =
2,776, berarti H0 diterima dan H1 ditolak.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
profit margin berbeda signifikan dengan
rata-ratanya selama 5 tahun.
Jadi dalam meningkatkan penjualan dan aktiva operasi perusahaan harus
melakukan
beberapa
hal
yaitu,
menambah aktiva operasi, sampai tingkat
tertentu dan diusahakan tercapainya
tambahan penjualan yang sebesarbesarnya, serta mengurangi penjualan
sampai tingkat tertentu dan melakukan
pengurangan aktiva operasi sebesarbesarnya (Winarni 2005 : 144). Dengan
total profit margin selama 5 tahun sebesar
27,60%, perusahaan dinilai masih mampu
dalam meningkatkan kegiatan operasionalnya.
Dalam rangka meningkatkan profit
margin, maka pimpinan PDAM harus
melakukan berbagai upaya antara lain,
dengan
menambah biaya operasi
perusahaan sampai tingkat tertentu,
sehingga dapat meningkatkan tambahan
penjualan yang sebesar-besarnya. Hal ini
yang perlu dilakukan adalah mengurangi
penghasilan dari penjualan sampai
tingkat tertentu, dan adanya pengurangan
biaya operasi yang sebesar-besarnya.
Rasio operasi adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur efisiensi
operasi perusahaan. Efisiensi di ukur
dengan membandingkan jumlah peng119

Financial Performance, Manpower Affectiveness

hasilan maupun penjualan dengan jumlah
dari biaya operasi. Biaya operasi PDAM
dalam Tabel 2 telihat bahwa, kegiatan
operasi perusahaan terus mengalami
peningkatan dari tahun 2004-2008. Hal
ini menggambarkan peningkatan penjualan lebih besar dari total biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan.
Hal ini berdampak positif bagi
perusahaan, karena dapat menimbulkan
kepercayaan dari masyarakat kepada
perusahaan. Peningkatan rasio ini yang
paling tinggi terjadi pada tahun 2005.
Salah satu faktor penyebab meningkatnya
rasio ini secara tajam pada tahun tersebut
adalah meningkatnya pendapatan perusahaan dari sektor pelayanan air yang
dikonsumsi oleh masyarakat, dan
perusahaan juga dapat menekan biaya
operasional perusahaan.
Meningkatnya profit margin, dapat
meningkatkan penambahan laba bagi
perusahaan. Dengan kegiatan operasional
yang baik, dapat menunjang kelangsungan hidup dari perusahaan, pada masa
yang akan datang. Pada PDAM Kota
Sorong, rasio operasi selalu berfluktuasi
setiap tahunnya. Hal ini dapat disebabkan
karena, naik turunnya penjualan maupun
total biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan tersebut.
Hal ini dapat dilihat dalam laporan
rugi laba dari tahun 2004 – 2008. Total
biaya maupun penjualan dari PDAM,
cenderung berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Keadaan ini sesuai dengan hasil
uji t yang membuktikan bahwa rasio
operasi berpengaruh signifikan dengan
rata-ratanya selama 5 tahun. Hal ini dapat
saja terjadi karena biaya rupa-rupa
maupun administrasi dan umum, yang
dikeluarkan oleh perusahaan tidak
efisien.
Melalui uji t dengan tingkat
signifikan 5%, diperoleh thitung = 5,088 >
ttabel = 2,776. Ini berarti H0 diterima.
Maka dapat disimpulkan rasio operasi
berbeda signifikan dengan rata-ratanya
selama 5 tahun, dalam menilai kinerja
PDAM Kota Sorong.

ISSN 0852-8144

Rasio efisiensi tenaga kerja
digunakan untuk mengukur sejauh mana
efisiensi penggunaan tenaga kerja yang
ada pada PDAM Kota Sorong.
Keberhasilan dari rasio ini diukur dengan
menghitung kemampuan tenaga kerja
dalam mendatangkan penghasilan bagi
perusahaan. Efisiensi tenaga kerja, belum
ada standar pengukuran secara nasional
seperti juga rasio profit margin dan rasio
operasi. Cara penilaian rasio efektifitas
tenaga kerja hanya dapat dilihat dari rataratanya, selama 5 tahun.
Sama dengan rasio-rasio lainnya,
rasio ini pun cenderung berfluktuasi
setiap tahun dari tahun 2004 – 2008.
Tabel efisiensi tenaga kerja, menunjukkan
thitung = 3,979 > ttabel = 2,766. Ini berarti
H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa, efisiensi tenaga kerja
berbeda signifikan dengan rata-ratanya
selama 5 tahun.
Dapat disimpulkan bahwa tenaga
kerja pada PDAM Kota Sorong selama 5
tahun (2004 – 2008), telah memberikan
tambahan keuntungan bagi perusahaan,
sehingga kegiatan perusahaan dapat
berjalan secara maksimal dari tahun ke
tahun.
Efisiensi tenaga kerja yang tinggi,
bisa saja terjadi karena jumlah tenaga
kerja yang tercatat pada PDAM Kota
Sorong yang tercatat adalah hanya
pegawai tetap, dan tidak termasuk tenaga
kerja musiman yang sifatnya hanya
dibutuhkan sewaktu-waktu oleh perusahaan apabila ada tambahan kegiatan
operasional perusahaan. Jadi angka rasio
yang tinggi belum tentu mencerminkan
tingkat efisiensi tenaga kerja yang
sesungguhnya.
Dari perhitungan rasio efektifitas
tenaga kerja, menunjukkan bahwa tenaga
kerja yang bekerja pada PDAM Kota
Sorong, sudah cukup efektif dalam
menunjang kegiatan operasional perusahaan dan mampu menambah laba
perusahaan. Hal ini terbukti dengan terus
meningkatnya rasio efektifitas tenaga
kerja dari tahun 2004 – 2008.

120

Erna Kurniawati

ISSN 0852-8144

perusahaan. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas.
Pemerintah
daerah
sebagai
pengawas dan pemilik agar melakukan
rekstukturisasi organisasi fungsional
terhadap PDAM, agar tidak mengalami
masalah keuangan di masa yang akan
datang,
sehingga PDAM mampu
membenahi kembali usahanya.
Pemerintah daerah juga harus
menciptakan peraturan bagi perusahaan
daerah khususnya PDAM, agar lebih
dinamis, dalam menjalankan misi
perusahaan dan menjalankan pelayanan
kepada kepentingan masyarakat umum.
Pemerintah juga harus, memperketat
pengawasan penggunaan laba usaha pada
perusahaan daerah, khususnya PDAM,
yang mempunyai rentabilitas di atas 12%,
sehingga perusahaan daerah mampu
menyetor 50% dari laba bersih setelah
pajak sebagai dana pembangunan daerah.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Diskripsi keuangan PDAM periode
2004 – 2008 menggunakan rasio
Likuiditas, Solvabilitas, Rentabilitas,
Profit margin dan Efektifitas tenaga
Kerja, berfungsi untuk mengetahui
perbedaan antara rasio-rasio tersebut
dengan ratanya selama 5 tahun, untuk
menilai kinerja keuangan Perusahaan
Daerah Air Minum. Secara simultan
PDAM
dalam keadaan rendabel.
Walaupun terjadi dalam Likuiditas dan
Rentabilitas, namun perusahaan masih
dapat meningkatkan profit marginnya,
dan meningkatkan rasio operasi secara
efektifitas tenaga kerjanya dari tahun
2004 – 2008. Untuk rasio profit margin
dan rasio operasi menunjukkan PDAM
dalam keadaan yang inefisiensi, atau
bekerja dengan biaya operasional yang
sangat besar.
Rasio Likuiditas, Solvabilitas,
Rentabilitas, Profit Margin, Rasio
Operasi dan Efisiensi Tenaga kerja,
terbukti berbeda signifikan positif dalam
menilai kinerja keuangan PDAM selama
5 tahun.

DAFTAR PUSTAKA
Afdhal, A. F. 1996. Perencanaan
Strategis Bagi Usaha kecil dan
Menengah.
Majalah Usahawan
No.2 Th. XXV, Februari.
Alwi,

Saran
Bagi pimpinan PDAM, untuk
memperbaiki rentabilitas maka disarankan lebih aktif memanfaatkan aktiva
dalam kegiatan operasi perusahaan.
Beberapa kebijakan yang harus dilakukan
adalah lebih mengaktifkan aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan, sehingga akan
mengurangi jumlah utang, sekaligus
meningkatkan efisiensi modal perusahaan, dan melakukan restrukturisasi secara
intern dalam PDAM agar pada tahuntahun yang akan datang tidak mengalami
masalah keuangan.
Bagi para investor untuk PDAM,
dalam memanfaatkan informasi penelitian
untuk mempertimbangkan pemberian
pinjaman, sebaiknya tidak hanya
memperhatikan likuiditas dan solvabilitas
tetapi memperhatikan juga rentabilitas

S. 1994. Alat-alat Analisis
dalam Pembelanjaan. Yogyakarta:
Edisi Revisi, Cetakan III, Andi
Offset.

Anoraga, P. 1995. BUMN. Swasta
dan Koperasi, Tiga Pelaku
Ekonomi. Jakarta, Pustaka Jaya.
Departemen dalam negeri Republik
Indonesia. Undang-Undang no.5
Th. 1962 Tentang Perusahaan
daerah. Jakarta.
Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia.Undang-Undang No.5
Th. 1974 Tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah. Jakarta.
Helfert, E. A. 1996. Alih Bahasa Herman
Wibowo.
Teknik
Analisis
Keuangan, Dalam Mengelola dan
MengukurKinerja
Perusahaan.
Jakarta : Edisi Delapan, Erlangga.
121

Financial Performance, Manpower Affectiveness

Inggriantara, A. 1996. Menilai Kinerja
BUMN Tidak Hanya dari Aspek
Keuangan, Majalah Usahawan
No.5 Th. XIV, Mei.

ISSN 0852-8144

Munawir, S. 2002. Analisis Laporan
Keuangan. Yogyakarta : Edisi
Empat, Liberty.
Sartono. 2001. Manajemen Keuangan
Teori dan Aplikasi. Yogyakarta :
BPFE, UGM.

Kellen. 1993. Identifikasi Masalah
Sistem Akuntansi pada Perusahaan
daerah
di
Nusa
Tenggara
Timur.Kupang : Laporan Penelitian.

Weston, T.E.C. Penerjemah, Jaka
Wasana.
1996.
Manajemen
Keuangan. Jakarta ; Jilid I dan III,
Edisi kedelapan, Binarupa, Aksara.

Mulyono. 1999. Analisis Kegunaan Rasio
Keuangan. Yogyakart, Liberty.

122