PERILAKU PELAT LANTAI JEMBATAN BETON KOM

Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 2, Maret 2006

ISSN : 1858-3709

PERILAKU PELAT LANTAI JEMBATAN BETON KOMPOSIT
PRACETAK DAN CAST IN PLACE TANPA TULANGAN GESER
HORIZONTAL AKIBAT BEBAN STATIS TERPUSAT
Oleh :
B. Army
Dosen Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Universitas Andalas, Padang
ABSTRACT
Engineers use precast concrete for constructions that need efficiency but with good quality. The use of
precast can be seen through the making of floor of concrete bridges. Here, precast is functioned as molding for
cast in place (c.i.p) concrete and not regarded as structure parts. To optimum cost, precast plate must be united
into one whole structure unit so that construction can be more efficient.
The research used four specimens of reinforced concrete plate with scale 1:2, and 1500x1125 x100 mm
in dimension of length, width, and height. The specimen were divided into two groups, control and experiment.
the former consisted of control and experiment. The former consisted of monolith plate without pre cast which had
100 cm in thickness, and the latter consisted of composite plates with 65 mm thick. Three pre cast plates were
arranged under composite plates with dimension of its length, width and height 725x500x35 mm. Both were
tested, by putting static load at mid and edge of the span. The load was risen gradually by using hydraulic jack

with interval of maximum load increased (∆P ) 1 ton/second. When the first crack happened, it continued to
failure with interval of load increase now 0,5 ton/sec.
The test showed that specimens experience punching shear failure as the impact of both mid and edge
loading. The punching shear strength and first crack tend greater when the load is put at mid span. The stiffness
of composite plate is 60% of the monolith plate. The shear strength between composite and monolith plate is
31.47 tons, 33.06 tons for mid load and 4.07 ton and 42.24 for edge loading. Composite plate which is not
reinforced by shear strength will have less stiffness than monolith plate since there is no composite action at joint
area
Key words: composite, cast in place, the punching shear strength and first crack

adalah

PENDAHULUAN

Biasanya pada pembangunan jembatan,
beton pracetak digunakan sebagai mould untuk
cast

kebanyakan


in

place

Kenyataannya

prakteknya

dilapangan

pada
beton

struktur

saat

B. Manfaat dan Tujuan
Manfaatnya adalah untuk mengetahui
kekuatan struktur pelat lantai komposit tanpa

adanya tulangan geser horizontal dan perilaku
pelat beton komposit bila terjadi kegagalan aksi

pracetak
belum direncanakan

sebagai satu kesatuan

Oleh karena itu maka sering
beberapa kasus yaitu: terjadinya

terdapat

pemisahan

pelat beton pracetak dengan pelat beton cast in
place, kasus ini disebabkan oleh

karena


permukaan pracetak cukup halus dan licin, juga
beban

siklis

komposit. Perencanaan pelat lantai kendaraan
jembatan dengan menggunakan pracetak yang

struktur dengan beton cast in place

akibat

kekuatan

terjadinya kegagalan aksi komposit

A. Latar Belakang

beton


berapa

kendaraan.

Dalam

penelitian ini, bidang pertemuan antara beton

menjadi satu kesatuan struktur dengan beton
cast in place.
Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki
prilaku beban pelat saat crack pertama terjadi,
degradasi kekakuan pelat sebelum dan setelah
mengalami crack, jenis pola retak dibawah
pengaruh beban statis.

pracetak dan beton cast in place tidak diberikan
tulangan geser, dan sisi permukaan beton
pracetak yang menyatu dengan beton cast in


C. Batasan Masalah
Mencakup hal-hal sebagai berikut:

place tidak dikasarkan. Yang ingin diketahui

8

Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 2, Maret 2006

ISSN : 1858-3709

selanjutnya fatigue mempengaruhi masa

1. Hubungan pelat komposit dengan beton

layan jembatan.

c.i.p tidak diberi tulangan geser.
2. Beban statis dengan variasi pembebanan


3. Retak arah longitudinal berkembang dari

pada posisi ditengah bentang dan ditepi

dasar

pelat lantai beton

transversal pada permukaan atas pelat

3. Tepi pelat diatas tumpuan diasumsikan jepit

pelat

bersamaan

dengan

retak


B. Landasan Teori
1. Stiffness dan defleksi

sempurna.

Gere (1987), menyatakan stiffness adalah

Penulangan pelat beton pada tiap lapis adalah

gaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan

tetap untuk setiap variasi.

suatu defleksi. Material dengan pertambahan
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN

regangan kecil adalah lebih kaku daripada

TEORI


material dengan pertambahan regangan besar
dengan beban yang sama.

A. Tinjauan Pustaka
Chang (1998) meneliti prilaku pelat lantai
jembatan

beton

bertulang

komposit

diberi

2.Crack
Bila beban bertambah besar, tegangan tarik
pada beton dapat melampaui kuat tarik beton,

beban roda disimpulkan, yaitu:

lantai

akibatnya akan timbul retakan. Retakan pada

cenderung mengalami kegagalan punching

beton berkontribusi terhadap terjadinya korosi

shear

pada tulangan, (Diphohusodo, 1994)

1.

Pelat

2.

Puching


shear

3.Aksi Komposit
Aksi komposit adalah aksi penyatuan dari

strength pelat lantai meningkat searah
gerakan posisi pembebanan dari tengah

Kehilangan kekakuan lentur 59% dari
kekakuan

lentur

awal

akibat

beban

(1999),

faktor

penting

aksi

komposit adalah lekatan antara beton dan baja.
Shear

conector

menghasilkan

dibentuk

untuk

memanfaatkan

sifat-sifat

menguntungkan dari material penyusunnya

Hubungan

1. Retakan pelat jembatan membesar selama
pembebanan oleh lalu lintas, dan hilangya
distribusi beban arah longitudinal, dan pelat
sebagai

pelat,

tetapi

berprilaku sebagai balok-balok transversal.

2. ”Balok-balok” transversal gagal akibat

Komposit

Dengan

Kusuma 1993, hubungan komposit
kekakuan,

contoh

dua

papan

berpenampang segiempat disusun vertikal dan
dipaku,

jembatan dibagi dalam 3 tahap, yaitu:

Aksi

Kekakuan

dan

Matsui (1997) proses kerusakan pelat

berprilaku

4

interaksi

komposit baja dan beton.

tidak

satu

untuk efisiensi yang lebih tinggi

berulang
Siswanto

berbeda dalam

struktur (Sabnis, 1979). Struktur komposit

bantang ke tepi dekat tumpuan.
3

elemen-elemen yang

ditumpu

sederhana

dan

dibebani

ditengah, papan dengan tinggi h dan lebar b
maka momen inersianya sesuai persamaan (1)
Sebaliknya, jika kedua papan saling lepas,
momen inersianya sesuai persamaan (2)

I = 121 b(2h) 3 = 23 bh 3 ….(1)
I = 2 x 121 bh 3 = 16 bh 3 ….(2)

fatigue secara geser, karena kurangnya
tulangan

transversal

pada

gelagar,

9

Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 2, Maret 2006

5. Jenis Keruntuhan Pelat

Dalam penelitian ini dibuat 4 pelat beton

Wang (1985), Mode keruntuhan akibat beban
terpusat

dikaitkan

ISSN : 1858-3709

dengan

bertulang dengan skala 1:2

perbandingan

dengan dimensi panjang: 1500 mm, lebar

bentang geser terhadap tinggi (a/d) yaitu

1125 mm dan tebal 100 mm dihubungkan

M u / Vu d jenis keruntuhan tersebut adalah

dengan

penempatan

sebagai berikut:

persegi

Specimen

empat

sebagai

dibagi menjadi dua,

yaitu pelat monolit dan komposit. Pelat monolit

a.Keruntuhan geser tekan.

digunakan berjumlah 2 pelat berfungsi sebagai

b.Keruntuhan lentur setelah terjadi retak miring

referensi dari pelat komposit. Pelat monolit

c. Keruntuhan tarik diagonal
d.Keruntuhan

balok

lentur

dibuat

sebelum

terbentuknya

dari

beton

penulangan

retak miring.

cast

Ø6-50

in

bagian

place

dengan

bawah

arah

transversal dan arah longitudinal, Sedangkan
penulangan

METODE PENELITIAN

bagian

menggunakan

A. Specimen

atas

tulangan

arah
D8-140

transversal
dan

arah

longitudinal Ø6-100.

Tabel 1. Pengelompokan specimen dan Variasi Pembebanan
Kod
Benda Uji
Posisi pembebanan
Jumlah
e
Tengah
Km-c
1
kontrol (monolit)
Tepi
Km-e
1
Tengah
Ek-c
1
Eksprimen (komposit)
Tepi
Ek-e
1
spesifikasi: semen Portland type I, pasir alami
B. Bahan Penelitian
1. Beton cast in place (c.i.p)

dan crushed aggregate butir maks. 10mm untuk

Beton cast in place dengan fc’=50 MPa,

membuat pelat pracetak 825x500x35 mm,

spesifikasi bahan adalah semen Portland type I,

dengan fc’=60 MPa. Baja tulangan digunakan:

pasir alami dan agregat dengan butiran maks.

baja polos Ø60mm, fy=340MPa ukuran nominal

20 mm.. Beton ini untuk membuat balok

5.18mm dan baja deform D-8 mm, fy=360MPa

pendukung tebal pelat lantai 100mm untuk

ukuran nominal 7.46mm.

pelat monolit, dan tebal 65 mm untuk pelat

C. Pemodelan Benda Uji

komposit.

Gambar 1. Potongan melintang struktur
2. Beton Pracetak

Beton pracetak

pelat lantai jembatan

f c' =60 MPa dengan

I

50

50

300

130
70

1625
725

35 65

200

I

725

beton cast in place

825

200

pelat pracetak
600
gelagar
500

500

a.

400
Tampak

I
500

1450
specimen

200

725

atas
b. Potongan I-I
Gambar 1. Potongan
melintang
struktur
pelat
lantai
jembatan
Gambar 2. Model benda uji

10

Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 2, Maret 2006

ISSN : 1858-3709

HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Peralatan dan Set Up Pengujian

A. Karakteritik Baja Tulangan

Specimen dibuat berdasarkan kondisi
lapangan

sehingga

didapat

hasil

Dari pengujian tarik baja diperoleh

yang

reprensentatif. Model specimen (Gambar 2)

hasil, untuk baja tulangan deform diameter 8

dibuat berdasarkan model yang diskala, pada

mm fy=368.51 MPa, , ε y

penelitian

ini

model

dibuat

berdasarkan

Gambar 2, tebal pelat lantai kendaraan c.i.p

= 0.00193 ,

E s = 195652.30 MPa.

adalah 200mm, tebal pelat pracetak 70mm

B. Katakteristik Beton

berfungsi sebagai bekisting. Telah disebutkan

Beton pracetak dengan fc’=60 MPa dan

sebelumnya bahwa penelitian bertujuan untuk

beton c.i.p fc’=50 MPa. Untuk selanjutnya dalam

memanfaatkan pelat pracetak bukan hanya

analisa perhitungan kapasitas pelat, digunakan

sebagai bekisting tapi juga sebagai satu

kuat tekan rata-rata dari beton c.i.p yaitu 50

kesatuan struktur sehingga total tebal pelat

MPa

lantai adalah 200mm.

Loading Frame

Hydraulic Jack
Pelat baja 250x100x3 mm
Specimen
Profil WF 200x200x10 mm
Balok beton penyangga

C. Hasil Pengujian Pelat

Perbandingan kurva beban dan defleksi ini

1. Kurva hubungan beban (P) dengan

menunjukan perbedaan kekakuan dari benda

defleksi (δ)

uji

Gambar

4

dan

5

adalah

monolit

dan

komposit.

Gambar

4

kurva

menunjukan bahwa pelat komposit mempunyai

hubungan antara beban, P dan defleksi, δ dari

kekakuan yang hampir sama dengan pelat

benda uji monolit dan komposit. Defleksi yang

monolit pada awal pembebanan. Tetapi pada

ditinjau adalah defleksi yang terjadi dibawah

saat pembebanan tinggi, terutama saat telah

beban terpusat.

terjadinya
keruntuhan,

first

crack

kekakuan

dan
plat

mendekati

komposit

jauh

11

Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 2, Maret 2006

menurun.

Menurunnya

komposit

ditandai

kekakuan

dengan

pelat

membesarnya

ISSN : 1858-3709

place(fc’=50MPa) sehingga mempengaruhi kuat
tarik beton. Didapatkan pula beban Pfirst

crack

yang

yang lebih besar pada kondisi beban terpusat

sama. Gambar 5 menunjukan bahwa kekakuan

berada ditepi, artinya bahwa panjang bentang

pelat komposit jauh lebih tinggi dibandingkan

geser

dengan pelat monolit. Hal ini tidak sesuai

petama. Pengaruh panjang bentang geser ini

dengan

disajikan pada Gambar 6.

lendutan

pada

kondisi

yang

pembebanan

diharapkan,

karena

pada

pengujian serupa yang telah dilakukan oleh
Sabnis,

(1979)

menggunakan

besar

beban

retak

3. Besar beban runtuh (Pfailure)

pelat

komposit

Pfailure pelat monolit dan komposit berada

geser

horizontal

antara nilai kapasitas lentur dan geser analitis.

dengan

perkuatan

mempengaruhi

masih lebih kecil dibandingkan dengan pelat

Disimpulkan:

monolit

Nilai

kapasitas lentur karena kapasitas gesernya

kekakuan pelat komposit yang lebih tinggi dari

telah terlampaui. Pfailure pelat lebih tinggi dari

pelat monolit ini disebabkan oleh lemahnya

kapasitas geser analitis karena kontribusi geser

hubungan (joint) antara pelat normal dengan

dari baja tulangan. Tidak berbeda pada beban

balok pendukung yang ditandai dengan retak

Pfirst

yang berkembang didaerah joint itu

beban terpusat berada ditepi, Gb.7.

pada

pembebanan

tinggi.

crack

tidak

dapat

mencapai

, Pfailure memiliki nilai lebih besar bila

50

40

komposit
monolit

Beban P first crack

20
10

monolit
komposit

E

40

30
beban P (ton)

pelat

E

30
20

C

10

C=Center
E=Edge

0

0

0
0

50

100
150
defleksi (x0.01mm)

C

0.5

1

1.5

2

2.5

3

200

ratio panjang bentang geser thd tnggi eff (av/d)

Gambar 4. Beban vs defleksi
dengan beban terpusat ditengah

Gambar 6. Pengaruh panjang bentang
geser

beban P (ton)

40

BebanPPfirst
firstcrack
crack
Beban

50
monolit
komposit

30
20
10

25
20

E

komposit
monolit

15

C
C

E

0

10
0

100
200
defleksi (x0.01mm)

300

5
0

Gambar 5. Beban vs defleksi
dengan
terpusat
ditepi
2. Beban
crackbeban
pertama
(Pfirst
crack)
Pelat komposit memiliki beban Pfirst

C=Center
E=Edge

Gambar 7. Pengaruh panjang bentang
0.5
1 Pelat1.5
2
2.5
D.0 Kekakuan
geser

crack

yang

3

ratio panjang bentang geser thd tnggi eff (av/d)

Kekakuan pelat akan menurun setelah

lebih besar dari pelat monolit, disebabkan oleh

retak terjadi dan berkembang. Pada pelat

kuat beton pracetak (fc’=60MPa) yang lebih

monolit kekakuan pelat menurun sebesar 80-

tinggi

90% dan komposit menurun sebesar 60-70%.

dari

kuat

tekan

beton

cast

in

12

Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 2, Maret 2006

E. Pola Retak dan Jenis Keruntuhan
Retak

pertama

specimen

terjadi

pada

ISSN : 1858-3709

Chang (1998), Bond in Reinforced Concrete:
Behavior and Design Criteria, ACI Journal
January-February 1986.

permukaan bawah didaerah bawah beban.
Retakan yang terjadi pada permukaan bawah

Diphohusodo, (1994), Struktur Beton Bertulang,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

pelat monolit
tersebar secara merata kebagian sisi-sisinya.
Berbeda dengan pelat komposit, retakan yang

Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung SK SNI T15-1991-03, 1987.

terjadi dominan hanya pada bagian tengah.
Pola keruntuhan yang terjadi pada benda uji
pelat diakibatkan oleh
kegagalan geser pons (Punching shear failure).
Pola keruntuhan pada permukaan atas terjadi
pada daerah luasan beban ( pelat baja),
sedangkan

pada

permukaan

bawah

Departemen Pekerjaan Umum. Dit. Jen. Karya
DPMB Buku Pedoman untuk Struktur Beton
Bertulang Biasa dan Struktur Tembok
Bertulang untuk Gedung 1983
Gere, J,M., Thimoshenko S.,P., 1987, Theory of
Elastic Stability, McGraw Hill Book Company,
New York.

pola

keruntuhan terjadi pada jarak ±25 cm dari pusat

Kusuma. (1993), Dasar-dasar Perencanaan
Beton bertulang. Penerbit Erlangga, Jakarta

beban.
KESIMPULAN
Dari hasil pengujian dapat disimpulkan:
1. Pelat komposit memiliki besar defleksi
hampir

sama

dengan

monolit

di

awal

pembebanan, tapi cenderung jauh bertambah
besar saat mendekati keruntuhan.
2. Kekakuan pelat secara bertahap akan
menurun setelah terjadi retak sampai runtuh.
Kekakuan pelat komposit lebih kecil dari
monolit sekitar 60%
3. Pola retak permukaan bawah pelat

Matsui (1997), Tinjauan prilaku tegangan lekat
pada Struktur Beton Bertulang dengan Metode
Semi Beam dan Pull Out, Tugas Akhir S!,
Jurusan Teknik Sipil FT-UGM, Yogyakarta
Neville A.M. dan Brooks JJ., 1987, Concrete
Tecnology, Longman Scientiffic & Technical,
New York
Siswanto (1999), Prilaku Komposit Pelat dan
Balok Beton dalam Bentuk Balok I, Tesis
Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Sabnis, (1979), Prilaku Komposit Pelat dan
Balok Beton dalam Bentuk Balok T, Tesis
Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

monolit menyebar dan merata ke sisi-sisinya
baik

pada

arah

transversal

maupun

Wang, Chu-Kia (1985), Disain Beton Bertulang,
Jilid I, Edisi IV, Erlangga, Jakarta.

longitudinal. sedangkan pelat komposit retak
dominan terjadi pada bagian tengah sampai
kedaerah sambungan pelat pracetak.

DAFTAR PUSTAKA
ACI, 1995, Building Code Requirements for
Reinforced Concrete, American Concrete
Institute, Report ACI 318-95, Detroit Michigan.

13