Trend Jeruk Impor dan Posisi Indonesia s
Uploader
: Wahyu Adiatama
Hanif, Z. & Zamzami, L., 2011. Badan Litbang Departemen Pertanian RI. [Online]
Available at: http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/id/510.html
[Diakses 10 Januari 2015].
Trend Jeruk Impor dan Posisi Indonesia sebagai Produsen Jeruk Dunia
Oleh: Zainuri Hanif dan Lizia Zamzami (staf peneliti Balitjestro)
Abstrak
Banjir buah impor yang kini dengan mudah diperoleh di pedagang kaki lima
mengindikasikan makin tidak berdayanya buah domestik menghadapi gempuran buah dari
luar negeri yang menjadikan Indonesia sebagai pasar utama. Volume jeruk impor pada
Januari-April 2011 sudah mencapai 50 persen dari total impor sepanjang 2010. Jeruk
Mandarin pada kuartal pertama 2011 mencapai 77.502 ton, padahal untuk keseluruhan tahun
2010 mencapai 96.489 ton (Badan Karantina Pertanian). Sampai saat ini Indonesia termasuk
negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor
khususnya untuk jenis keprok atau mandarin, selama kurun waktu 2005 - 2010 mencapai
550.809 ton atau sekitar 91.802 ton per tahun dengan nilai mencapai US $ 650.128.774
(Sumber BPS, 2011 diolah). Menghadapi hal ini, perlu upaya untuk membendung gempuran
jeruk impor: Pertama dengan penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui
Codex yang mengatur batas ambang maksimun terkait residu kimia makanan termasuk buahbuahan, Kedua dengan perbaikan dan ketersediaan jeruk dalam negeri sehingga mudah
dijumpai masyarakat, dan Ketiga dengan menggiatkan “Program Keproknisasi Nasional”
Direktorat Jendral Hortikultura, (Dirjen Hortikultura) Kementrian Pertanian yang
berkesinambungan dengan perlu dijabarkan lebih rinci dan lebih konkrit sehingga mudah
untuk segera ditindaklanjuti. Jika produksi jeruk nasional tidak mampu memasok pasar dalam
volume yang cukup, berkesinambungan dan berdaya saing kuat maka asa membendung banjir
jeruk impor akan menjadi sekedar impian belaka. Beberapa varietas jeruk keprok komersial
hasil seleksi Balitjestro maupun dari Pemerintah Daerah yang sudah dilepas oleh Kementrian
Pertanian dengan kualitas buah yang tidak kalah dengan jeruk impor antara lain Keprok Batu
55 berasal; dari Batu, Jawa Timur, keprok Garut dari Jawa Barat, keprok Pulung dari Jawa
Timur, keprok Tawangmangu dari Jawa Tengah, dan keprok SoE dari NTT.
Kata kunci: jeruk, keprok, impor, codex
PENDAHULUAN
Pertumbuham impor jeruk sebesar 11% tiap tahun dalam sepuluh tahun ini membuat
Indonesia menjadi pangsa pasar yang menjanjikan bagi negara lain dalam memasarkan
produknya. Liberalisasi perdagangan jeruk telah mengancam keberadaan jeruk Indonesia
sejak diluncurkannya Paket Juni/PAKJUN 1994 yang salah satu unsurnya adalah penurunan
tarif impor buah-buahan termasuk jeruk. Apalagi disusul diberlakukannya ASEAN
FTA/AFTA dan ASEAN-China FTA (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007). Dengan
hilangnya hambatan tarif, berbagai Negara produsen jeruk dunia seperti China, Australia,
Uploader
: Wahyu Adiatama
Amerika, Pakistan semakin leluasa memasarkan produknya dengan harga yang lebih murah
dalam jumlah lebih besar yang pada gilirannya akan mengancam petani domestik di
Indonesia.
Saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN
setelah Malaysia, dengan volume impor sebesar 160.254 ton; sedangkan ekspornya hanya
sebesar 415 ton pada 2010 (BPS) dengan tujuan ke Malaysia, Brunei Darusalam, dan Timur
Tengah. Ekspor jeruk nasional masih sangat kecil dibanding dengan negara produsen jeruk
lainnya seperti Brazil, China, Amerika, Spanyol, Afsel, Yunani, Maroko, Belanda, Turki dan
Mesir. Oleh karena itu, pemacuan produksi jeruk nasional akan memiliki urgensi penting
karena disamping untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, konsumsi
buah dan juga meningkatkan devisa ekspor nasional. Impor buah jeruk segar yang terus
meningkat, mengindikasikan adanya segmen pasar (konsumen) tertentu yang menghendaki
jenis dan mutu buah jeruk prima yang belum bisa dipenuhi produsen dalam negeri.
Status Kondisi Saat Ini
Buah Jeruk menjadi salah satu buah yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia.
Diantaranya yang paling populer adalah jeruk keprok (mandarin) yang dikonsumsi sebagai
buah segar. Jeruk Keprok rasanya manis, segar, harga relatif murah, dan mudah didapat
dimana saja, kapan saja di seluruh pelosok negeri. Apalagi dalam beberapa tahun sekarang ini
buah jeruk impor membanjiri pasar Indonesia. Ketersediannya hampir sepanjang tahun.
Berikut ditampilkan perbandingan masa panen jeruk Indonesia (siam, keprok dan pamelo)
dan masa panen jeruk di luar negeri.
Tabel 1. Perbandingan masa panen sentra produksi jeruk Indonesia dengan negara
produsen jeruk dunia lainnya.
Uploader
: Wahyu Adiatama
Sumber
BPS 2010 dan Federal Bureau of Statistics, Government of Pakistan, Karachi (2005)
Walaupun buah jeruk di Indonesia dapat dijumpai sepanjang tahun, tetapi periode
panen buah jeruk di Indonesia umumnya dimulai dari bulan Februari hingga September
dengan puncaknya terjadi pada bulan Mei, Juni, dan Juli seperti terlihat pada Tabel 1 yang
dapat bergeser karena perlakuan pengaturan pembungaan dan akhir-akhir ini berubah pula
diakibatkan oleh cuaca yang tidak menentu. Karena tujuan pemasaran utama jeruk hanya ke
kota-kota besar di Jawa terutama Jakarta dan Surabaya, maka pada bulan puncak panen,
harga buah jeruk di tingkat petani sering menjadi sangat murah, bahkan bisa mencapai di
bawah Rp 1000/kg. Di sisi lain, gudang penyimpanan dingin yang ada belum mampu
menampung kelebihan produk dari petani (untuk buah impor tidak ada masalah), sedangkan
pabrik olahan skala rumah tangga maupun industri belum banyak dibangun saat ini.
Pola panen tersebut memperlihatkan bahwa ketersediaan jeruk lokal tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasar domestik sepanjang tahun, sehingga membuka peluang masuknya
jeruk-jeruk impor. Dari sisi waktu panen, periode awal dan akhir tahun di berbagai propinsi
sentra jeruk tidak mengalami panen, namun justru di luar negeri terjadi panen raya dan stok
buah melimpah. Disamping masalah musim, masalah lain yang terjadi pada komoditas jeruk
adalah masalah pendistribusian hasil panen, khususnya pada saat panen raya.
Uploader
: Wahyu Adiatama
Pada tahun 2004-2005, ekspor jeruk Pakistan ke Indonesia mengalami penurunan
drastis akibat penerapan kenaikan tarif dari 5% sampai 25%. Indonesia merupakan pasar
ekspor buah terbesar bagi Pakistan dimana 97% adalah jeruk kinnow dengan jumlah 30.000
ton. Pakistan sangat gigih mempersoalkan perbedaan tarif ini untuk memperluas akses pasar
ekspornya bagi komoditas yang sangat penting bagi petani mereka. Sampai tahun 1974-1975,
jeruk merupakan buah terbesar ke-2 di Pakistan setelah mangga dari segi luas dan produksi,
tetapi meningkat tajam menjadi pososi pertama setelah introduksi varietas kinnow yang
dahulu dilakukan oleh Akademi Pertanian dan Lembaga Penelitian Lyallpur yang sekarang
berubah menjadi Universitas Pertanian di Faisalabad. (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007)
Produksi Jeruk dunia menempatkan China sebagai produsen jeruk utama hampir di
semua jenis jeruk. China sebagai produsen Citrus Fruit, Nes (no 1), Oranges (no 4),
Tangerine, Mandari dan Clem (no1), Grapefruit (no 1), Lemons dan Limes (no 3). Indonesia
masuk dalam urutan ke-10 produksi Oranges. Namun, ternyata nilai produksi 2.102.560 ton
adalah untuk semua jenis jeruk, mulai dari jeruk manis, siam, keprok dan pamelo.
Tabel 2. Sepuluh besar negara sebagai produsen jeruk dunia 2009 (MT)
Impor Jeruk Indonesia
Banjir buah impor yang kini dengan mudah diperoleh di pedagang kaki lima
mengindikasikan makin tidak berdayanya buah domestik menghadapi gempuran buah dari
luar negeri yang menjadikan Indonesia sebagai pasar utama.
Meluasnya pasar buah impor di Indonesia, karena kualitas produk buah lokal
Indonesia belum bisa menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan buah impor dari
luar. Berlakunya sistem perdagangan bebas membuat pemerintah tidak bisa berbuat banyak
untuk menanggulangi terjadinya peningkatan impor buah. Hal tersebut tidak perlu terjadi jika
kita bisa membuktikan bahwa produk buah Indonesia pada dasarnya sanggup bersaing
dengan buah impor baik dalam kualitas maupun harga.
Uploader
: Wahyu Adiatama
Tabel 3. Tabel Jumlah Jeruk Impor 2000 - 2011 (Triwulan 1)
Gambar 1. Tabel Perkembangan Jeruk Impor Indonesia (2000-2011 Triwulan 1)
Berdasarkan data tersebut, rata-rata pertumbuhan impor jeruk setiap tahun sejak tahun
2000-2011 sebesar 11 % atau 5.099.686 kg. Peningkatan impor yang sangat signifikan
tersebut menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi industri jeruk nasional. Jika impor jeruk
pada tahun 2010 sebesar 160.254.789 kg atau 160.255 ton, sedangkan kapasitas produksi
jeruk nasional pada 2009 adalah sebesar 2.131.768 ton, nilai impor itu masih kecil yaitu
sebesar 7,5% dari produksi nasional. Namun, kenyataanya begitu banyak dan mudahnya buah
jeruk impor yang dapat ditemukan di supermarket sampai pedagang kaki lima, bahkan pada
pedagang di pasar tradisional yang lebih banyak menjajakan buah impor dibandingkan buah
lokal. Data dari Pusdatin Kementan perlu dikritisi bersama. Apakah benar nilai sebesar 7,5%
itu membuat kekhawatiran yang cukup tinggi terhadap jeruk impor.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia, usaha-usaha di bidang pertanian akan
menghadapi lingkungan yang berbeda karena adanya perubahan-perubahan secara
internasional maupun domestik. Perubahan lingkungan internasional antara lain yang terjadi
adalah liberalisasi ekonomi dan perdagangan dengan disepakatinya perjanjian GATT
(General Agreement on Tariff and Trade), WTO (World Trade Organization), dan AFTA
(Asean Free Trade Area). Dalam perjanjian tersebut kebijakan ekonomi yang terdistorsi
Uploader
: Wahyu Adiatama
seperti pengenaan pajak ekspor, tarif impor, subsidi ekspor, pengaturan tataniaga, intervensi
terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar dan penetapan suku bunga baik dalam kegiatan
produksi maupun perdagangan komoditas pertanian termasuk jeruk, secara bertahap dan pasti
akan dikurangi dan akhirnya hilang (Aprilaila, 2009).
Buah impor masuk ke Indonesia melalui 7 pintu masuk, yang terdiri dari 4 pelabuhan
dan 3 bandara (Pelabuhan Laut Belawan Medan, Pelabuhan Laut Batam, Bandara Soekarno
Hatta Cengkareng, Pelabuhan Laut Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Laut Tanjung Perak
Surabaya, Bandara Hasanuddin Makassar dan Bandara Ngurah Rai Denpasar). Pemasukan
terbesar melalui pintu pelabuhan yaitu Pelabuhan laut Batam, Pelabuhan Laut Tanjung Priok
Jakarta , dan Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya. Dengan banyaknya peredaran jeruk
impor di Indonesia yang tidak terkontrol dan terantisipasi dengan baik akan membuat kondisi
perjerukan Indonesia kembali terpuruk akibat persaingan harga, kualitas dan kuantitas.
Fenomena kenaikan impor yang signifikan dalam 5 tahun terakhir ini akan terus
berlanjut. Apalagi pada tahun 2012 impor jeruk kino Pakistan bebas bea masuk. Adanya
perdagangan bebas terbatas atau Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia
dengan Pakistan, membuat persaingan perdagangan jeruk di pasar dalam negeri semakin
ketat. Salah satu klausul perjanjian ini adalah menghapus bea masuk impor (0%) jeruk kino
Pakistan yang selama ini dikenakan bea masuk 15-20% di Indonesia. Di saat yang bersamaan
produk sawit Indonesia yang selama ini dikenakan tarif tinggi di Pakistan akan dipangkas
menjadi hanya 5% (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007).
Selain itu, adanya perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan China
menyebabkan komoditas jeruk yang mayoritas diimpor dari China telah bebas masuk ke
pasar Indonesia. Buah-buahan dari China memang memiliki keunggulan, seperti harga yang
lebih rendah dan ketersediaan pasokan yang melimpah. Sebagai contoh, perbandingan harga
jeruk mandarin dari China dijual ke konsumen dengan harga Rp 15.000 per kilogram (kg),
sedangkan jeruk Medan atau Pontianak dijual lebih mahal yaitu Rp 20.000/kg.
Ketersediaan pasokan buah impor dari China juga menjadi penyebab lainnya. China
sudah memiliki kawasan produksi buah-buahan dan sayuran yang memadai baik dari segi
luas lahan maupun teknologi penanamannya. Efeknya, mereka bisa memproduksi buahbuahan dan sayuran terus-menerus sepanjang tahun tanpa harus terhambat masalah cuaca.
Kondisi sebaliknya menimpa buah-buahan Indonesia. Produksi buah-buahan di beberapa
daerah sering terhambat akibat cuaca buruk. Indonesia juga tidak memiliki kawasan khusus
yang dijadikan lumbung produksi buah. Sentra produksi jeruk yang ada sekarang belum
Uploader
: Wahyu Adiatama
berbentuk suatu hamparan namun masih berupa kantong-kantong produksi yang sempit dan
terpencar di kawasan sentra produksi (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Dari sisi produksi, luas panen dan produktifitas sejak tahun 2005-2009, berdasarkan
data dari Pusdatin Kementerian Pertanian (2011) menunjukkan perkembangan perjerukan
Indonesia tidak mengalami perubahan yang sangat drastis.
Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktifitas Jeruk Indonesia (2005-2009)
Keamanan Buah Impor
Untuk membendung laju buah impor dari luar negeri, Kementrian Pertanian
(Kementan) telah memiliki Permentan No 27/2009 tentang pengawasan keamanan pangan
terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar asal tumbuhan. Pengawasan tersebut
meliputi batas maksimum residu pestisida, cemaran mikotoksin, dan logam berat. Tujuan
pengawasan adalah untuk menjamin agar pangan yang diimpor tetap segar, bersih dari
pencemaran bahan kimia yang melebihi batas maksimum yang aman dan layak dikonsumsi.
Setyabudi, dkk (2008) yang melakukan penelitian buah impor di Bogor dan sekitarnya
mengungkapkan bahwa buah-buahan impor teridentifikasi mengandung formalin dan
pestisida yang dilarang dalam penggunaannya. Penggunaan formalin dan pestisida pada
buah-buahan impor dapat terjadi di negara produsennya maupun setelah sampai di Indonesia.
Oleh karena itu perlu standar mutu yang lebih luas terhadap buah impor guna melindungi
konsumen terhadap dampak negatif dari penggunaan bahan kimia terlarang. Langkah yang
seharusnya dilakukan oleh pihak terkait dalam menyikapi terhadap buah impor dalam
perdagangan global adalah: (1) Perlu langkah antisipatif dengan melakukan survei yang lebih
luas dan mendalam mengenai pemakaian bahan berbahaya pada buah dan sayuran impor. (2)
Memberikan rekomendasi pelarangan terhadap buah-buahan impor yang terbukti
mengandung formalin maupun pestisida yang mengandung bahan berbahaya. (3)
Diberlakukan standar mutu yang mempersyaratkan bebas dari bahan berbahaya terhadap
buah-buahan impor sehingga dapat melindungi konsumen di dalam negeri. Dan (4)
Diperlukan pembinaan pada pedagang buah dan sayuran impor terhadap penggunaan bahanbahan yang berbahaya.
Uploader
: Wahyu Adiatama
Australia telah melaksanakan Program Pemeriksaan Makanan Impor untuk semua makanan
impor yang masuk ke negaranya. Demi melindungi konsumennya, Badan Inspeksi dan
Karantina Australia (Australian Quarantine Inspection Service / AQIS) memberlakukan
persyaratan yang ketat bagi setiap produk makanan dan minuman impor yang masuk ke
Australia. Persyaratan ini dituangkan ke dalam suatu program yang disebut ‘Imported Food
Inspection Program (IFIP)’. Tujuan utama program ini adalah untuk memastikan bahwa
semua makanan impor yang masuk ke Australia memenuhi standard kesehatan dan pelabelan
Australia, yang dapat ditemukan di 'Australian Food Standard Code (FSC)’ (KBRI Canberra,
2006).
Upaya Membendung Jeruk Impor
Pertama, dengan penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex
yang mengatur batas ambang maksimun terkait residu kimia makanan termasuk buah-buahan.
SNI 3165:2009 yang mengatur standar jeruk keprok menetapkan ketentuan tentang mutu,
ukuran, toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan higienis pada buah
jeruk keprok (Citrus sinensis (L) Osbeck). Negara maju, seperti Amerika dan Jepang
mengamankan produk dalam negerinya dengan menerapkan standar kesehatan yang tinggi,
khususnya atas produk impor. Larangan impor atas dasar kesehatan tidak melanggar
perjanjian perdagangan bebas.
Kedua,
dengan
perbaikan
dan
ketersediaan
jeruk
dalam
negeri
yang
berkesinambungan sehingga mudah dijumpai oleh masyarakat. Permasalahan yang ada
selama ini yaitu ongkos produksi tinggi, keberlanjutan usaha tidak pasti, biaya transaksi dan
pemasaran tinggi (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007). Penelitian pada beberapa komoditas
sayuran dan buah di berbagai lokasi yang dilakukan Agustian et al. (2005) menunjukkan
bahwa untuk komoditas jeruk di Sumatera Utara, pada jalur pemasaran jenis apapun yang
dilakukan oleh petani, petanilah yang harus menanggung berbagai beban pungutan untuk
jasa, biaya angkut, biaya timbang, dan biaya pemindahan barang. Biaya pengiriman dari
tanah Karo ke Pulau Jawa sewaktu-waktu dapat meningkat karena mengalami
pungutan/retribusi resmi (ada 28 buah) maupun tidak resmi (17 buah).
Ketiga, dengan menggiatkan “Program Keproknisasi Nasional” yang merupakan
program dari Direktorat Jendral Hortikultura (Dirjen Hortikultura) Kementerian Pertanian
yang berkesinambungan, dengan perlu dijabarkan lebih rinci dan lebih konkrit sehingga
mudah untuk segera ditindaklanjuti. Jika produksi jeruk nasional tidak mampu memasok
Uploader
: Wahyu Adiatama
pasar dalam volume yang cukup, berkesinambungan dan berdaya saing tinggi maka asa
membendung banjir jeruk impor akan menjadi sekedar impian belaka.
Beberapa varietas jeruk keprok komersial hasil seleksi Balitjestro maupun dari Pemerintah
Daerah yang sudah dilepas oleh Kementrian Pertanian dengan kualitas buah yang tidak kalah
dengan jeruk impor antara lain Keprok Batu 55 berasal dari Batu, Jawa Timur, keprok Garut
dari Jawa Barat, keprok Pulung dari Jawa Timur, keprok Tawangmangu dari Jawa Tengah,
dan keprok SoE dari NTT.
Kebutuhan Buah Jeruk Nasional
Standar konsumsi buah yang ditetapkan Food and Agriculture Organization of United
Nation (FAO), yakni sebesar 65,75 kilogram per kapita per tahun, sementara konsumsi buah
masyarakat Indonesia masih rendah yaitu 32,67 kg per kapita per tahun (Kompas, 2010). Jika
10% saja dari jumlah standar FAO tersebut adalah buah jeruk, yaitu sebanyak 6 kg per kapita
per tahun, maka dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa (BPS, 2010) akan dibutuhkan
1.422.000 ton/tahun. Jika produktivitas jeruk nasional sekitar 20 ton/ha maka dibutuhkan
kebun jeruk seluas 71.110 hektar. Luas panen Jeruk (siam, mandarin, dan pamelo) menurut
Kementerian Pertanian (2009) sebanyak 60.190 hektar dengan produksi 2.131.768 ton. Disisi
lain masih terdapat tanah terlantar secara nasional sebanyak 7,3 juta hektar (BPN, 2010).
Kebutuhan 1.422.000 ton/tahun sanggup dipenuhi 2.131.768 ton. Jadi seharusnya Indonesia
masih bisa melakukan ekspor sebesar 709.768 ton. Namun pada tahun 2010 lalu, untuk jeruk
mandarin saja, Indonesia masih mengimpor 160.254 ton (BPS, 2010). Artinya masih ada
masalah dengan produktifitas jeruk Indonesia atau validitas data yang perlu dikritisi. Dengan
asumsi seperti ini, Indonesia masih mempunyai peluang besar untuk bersaing dengan jeruk
impor.
Kesimpulan
Upaya untuk membendung gempuran jeruk impor adalah Pertama dengan penerapan
ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex yang mengatur batas ambang
maksimun terkait residu kimia makanan termasuk buah-buahan, Kedua dengan meningkatkan
mutu dan ketersediaan jeruk dalam negeri sehingga mudah dijumpai di masyarakat, dan
Ketiga dengan menggiatkan “Program Keproknisasi Nasional”.
Daftar Pustaka
Uploader
: Wahyu Adiatama
Agustian et al. (2005). Analisis Berbagai Bentuk Kelembagaan Pemasaran dan
Dampaknya terhadap Kinerja Usaha Komoditas Sayuran dan Buah. Laporan Penelitian.
PSEKP, Badan Litbang, Departemen Pertanian, Bogor.
Aprilaila S, et al. 2009. Analisis Daya Saing Komoditas Jeruk Siam Jember. Prosiding
Seminar Nasional Buah Nusantara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor, 28 – 29 Oktober 2009. Hal 183-197.
Badan Litbang Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jeruk.
Departemen Pertanian.
Basis Data Pertanian. 2001. http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp . Diakses 23
Juli 2011
BPS. 2011. Data Ekspor-Impor. http://www.bps.go.id/. Diakses 30 Juli 2011
Federal Bureau of Statistics, Government of Pakistan, Karachi. Citrus Marketing
Strategy. Pakistan Horticulture Developement & Export Board. May 2005.
Hutabarat, B dan Adi Setyanto. 2007. Komoditas Jeruk Indonesia di Persimpangan
Jalan Pasar Domestik dan Internasional. Prosiding Seminar Nasional Jeruk. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Yogyakarta, 13-14 Juni 2007. Hal 1-30.
KBRI
Canberra,
2006.
Ketentuan
Impor
Australia.pdf
www.kbri-
canberra.org.au/econ/2006/Peraturan%2520Impor%2520Australia
%2520Rev.1.pdf+buah+impor.pdf. Diakses 28 Juli 2011.
Kompas,
2010.
Konsumsi
Buah
Masyarakat
Sangat
Rendah.
http://kesehatan.kompas.com/read/2010/06/27/13245684/Konsumsi.Buah.Masyarakat.Sangat.
Rendah. Diakses 23 Juli 2011
Setyabudi, dkk. 2008. Perlunya Standar Mutu Buah Impor: Studi Kasus Kontaminan
pada Buah-buahan Impor. Prosiding PPI Standardisasi 2008. Puslitbang BNS. 25 November
2008
Keterangan: Tulisan ini sudah dimuat dalam Prosiding Workshop Rencana Aksi Rehabilitasi
Agribisnis Jeruk Keprok SoE yang Berkelanjutan untuk Substitusi Impor , Halaman 107-114.
Diterbitkan Oleh Badan Litbang Pertanian, Dirjend Hortikultura dan ACIAR. ISBN 978-9798257-46-9
- See more at: http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/id/510.html#sthash.Dl8JGGjT.dpuf
: Wahyu Adiatama
Hanif, Z. & Zamzami, L., 2011. Badan Litbang Departemen Pertanian RI. [Online]
Available at: http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/id/510.html
[Diakses 10 Januari 2015].
Trend Jeruk Impor dan Posisi Indonesia sebagai Produsen Jeruk Dunia
Oleh: Zainuri Hanif dan Lizia Zamzami (staf peneliti Balitjestro)
Abstrak
Banjir buah impor yang kini dengan mudah diperoleh di pedagang kaki lima
mengindikasikan makin tidak berdayanya buah domestik menghadapi gempuran buah dari
luar negeri yang menjadikan Indonesia sebagai pasar utama. Volume jeruk impor pada
Januari-April 2011 sudah mencapai 50 persen dari total impor sepanjang 2010. Jeruk
Mandarin pada kuartal pertama 2011 mencapai 77.502 ton, padahal untuk keseluruhan tahun
2010 mencapai 96.489 ton (Badan Karantina Pertanian). Sampai saat ini Indonesia termasuk
negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor
khususnya untuk jenis keprok atau mandarin, selama kurun waktu 2005 - 2010 mencapai
550.809 ton atau sekitar 91.802 ton per tahun dengan nilai mencapai US $ 650.128.774
(Sumber BPS, 2011 diolah). Menghadapi hal ini, perlu upaya untuk membendung gempuran
jeruk impor: Pertama dengan penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui
Codex yang mengatur batas ambang maksimun terkait residu kimia makanan termasuk buahbuahan, Kedua dengan perbaikan dan ketersediaan jeruk dalam negeri sehingga mudah
dijumpai masyarakat, dan Ketiga dengan menggiatkan “Program Keproknisasi Nasional”
Direktorat Jendral Hortikultura, (Dirjen Hortikultura) Kementrian Pertanian yang
berkesinambungan dengan perlu dijabarkan lebih rinci dan lebih konkrit sehingga mudah
untuk segera ditindaklanjuti. Jika produksi jeruk nasional tidak mampu memasok pasar dalam
volume yang cukup, berkesinambungan dan berdaya saing kuat maka asa membendung banjir
jeruk impor akan menjadi sekedar impian belaka. Beberapa varietas jeruk keprok komersial
hasil seleksi Balitjestro maupun dari Pemerintah Daerah yang sudah dilepas oleh Kementrian
Pertanian dengan kualitas buah yang tidak kalah dengan jeruk impor antara lain Keprok Batu
55 berasal; dari Batu, Jawa Timur, keprok Garut dari Jawa Barat, keprok Pulung dari Jawa
Timur, keprok Tawangmangu dari Jawa Tengah, dan keprok SoE dari NTT.
Kata kunci: jeruk, keprok, impor, codex
PENDAHULUAN
Pertumbuham impor jeruk sebesar 11% tiap tahun dalam sepuluh tahun ini membuat
Indonesia menjadi pangsa pasar yang menjanjikan bagi negara lain dalam memasarkan
produknya. Liberalisasi perdagangan jeruk telah mengancam keberadaan jeruk Indonesia
sejak diluncurkannya Paket Juni/PAKJUN 1994 yang salah satu unsurnya adalah penurunan
tarif impor buah-buahan termasuk jeruk. Apalagi disusul diberlakukannya ASEAN
FTA/AFTA dan ASEAN-China FTA (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007). Dengan
hilangnya hambatan tarif, berbagai Negara produsen jeruk dunia seperti China, Australia,
Uploader
: Wahyu Adiatama
Amerika, Pakistan semakin leluasa memasarkan produknya dengan harga yang lebih murah
dalam jumlah lebih besar yang pada gilirannya akan mengancam petani domestik di
Indonesia.
Saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN
setelah Malaysia, dengan volume impor sebesar 160.254 ton; sedangkan ekspornya hanya
sebesar 415 ton pada 2010 (BPS) dengan tujuan ke Malaysia, Brunei Darusalam, dan Timur
Tengah. Ekspor jeruk nasional masih sangat kecil dibanding dengan negara produsen jeruk
lainnya seperti Brazil, China, Amerika, Spanyol, Afsel, Yunani, Maroko, Belanda, Turki dan
Mesir. Oleh karena itu, pemacuan produksi jeruk nasional akan memiliki urgensi penting
karena disamping untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, konsumsi
buah dan juga meningkatkan devisa ekspor nasional. Impor buah jeruk segar yang terus
meningkat, mengindikasikan adanya segmen pasar (konsumen) tertentu yang menghendaki
jenis dan mutu buah jeruk prima yang belum bisa dipenuhi produsen dalam negeri.
Status Kondisi Saat Ini
Buah Jeruk menjadi salah satu buah yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia.
Diantaranya yang paling populer adalah jeruk keprok (mandarin) yang dikonsumsi sebagai
buah segar. Jeruk Keprok rasanya manis, segar, harga relatif murah, dan mudah didapat
dimana saja, kapan saja di seluruh pelosok negeri. Apalagi dalam beberapa tahun sekarang ini
buah jeruk impor membanjiri pasar Indonesia. Ketersediannya hampir sepanjang tahun.
Berikut ditampilkan perbandingan masa panen jeruk Indonesia (siam, keprok dan pamelo)
dan masa panen jeruk di luar negeri.
Tabel 1. Perbandingan masa panen sentra produksi jeruk Indonesia dengan negara
produsen jeruk dunia lainnya.
Uploader
: Wahyu Adiatama
Sumber
BPS 2010 dan Federal Bureau of Statistics, Government of Pakistan, Karachi (2005)
Walaupun buah jeruk di Indonesia dapat dijumpai sepanjang tahun, tetapi periode
panen buah jeruk di Indonesia umumnya dimulai dari bulan Februari hingga September
dengan puncaknya terjadi pada bulan Mei, Juni, dan Juli seperti terlihat pada Tabel 1 yang
dapat bergeser karena perlakuan pengaturan pembungaan dan akhir-akhir ini berubah pula
diakibatkan oleh cuaca yang tidak menentu. Karena tujuan pemasaran utama jeruk hanya ke
kota-kota besar di Jawa terutama Jakarta dan Surabaya, maka pada bulan puncak panen,
harga buah jeruk di tingkat petani sering menjadi sangat murah, bahkan bisa mencapai di
bawah Rp 1000/kg. Di sisi lain, gudang penyimpanan dingin yang ada belum mampu
menampung kelebihan produk dari petani (untuk buah impor tidak ada masalah), sedangkan
pabrik olahan skala rumah tangga maupun industri belum banyak dibangun saat ini.
Pola panen tersebut memperlihatkan bahwa ketersediaan jeruk lokal tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasar domestik sepanjang tahun, sehingga membuka peluang masuknya
jeruk-jeruk impor. Dari sisi waktu panen, periode awal dan akhir tahun di berbagai propinsi
sentra jeruk tidak mengalami panen, namun justru di luar negeri terjadi panen raya dan stok
buah melimpah. Disamping masalah musim, masalah lain yang terjadi pada komoditas jeruk
adalah masalah pendistribusian hasil panen, khususnya pada saat panen raya.
Uploader
: Wahyu Adiatama
Pada tahun 2004-2005, ekspor jeruk Pakistan ke Indonesia mengalami penurunan
drastis akibat penerapan kenaikan tarif dari 5% sampai 25%. Indonesia merupakan pasar
ekspor buah terbesar bagi Pakistan dimana 97% adalah jeruk kinnow dengan jumlah 30.000
ton. Pakistan sangat gigih mempersoalkan perbedaan tarif ini untuk memperluas akses pasar
ekspornya bagi komoditas yang sangat penting bagi petani mereka. Sampai tahun 1974-1975,
jeruk merupakan buah terbesar ke-2 di Pakistan setelah mangga dari segi luas dan produksi,
tetapi meningkat tajam menjadi pososi pertama setelah introduksi varietas kinnow yang
dahulu dilakukan oleh Akademi Pertanian dan Lembaga Penelitian Lyallpur yang sekarang
berubah menjadi Universitas Pertanian di Faisalabad. (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007)
Produksi Jeruk dunia menempatkan China sebagai produsen jeruk utama hampir di
semua jenis jeruk. China sebagai produsen Citrus Fruit, Nes (no 1), Oranges (no 4),
Tangerine, Mandari dan Clem (no1), Grapefruit (no 1), Lemons dan Limes (no 3). Indonesia
masuk dalam urutan ke-10 produksi Oranges. Namun, ternyata nilai produksi 2.102.560 ton
adalah untuk semua jenis jeruk, mulai dari jeruk manis, siam, keprok dan pamelo.
Tabel 2. Sepuluh besar negara sebagai produsen jeruk dunia 2009 (MT)
Impor Jeruk Indonesia
Banjir buah impor yang kini dengan mudah diperoleh di pedagang kaki lima
mengindikasikan makin tidak berdayanya buah domestik menghadapi gempuran buah dari
luar negeri yang menjadikan Indonesia sebagai pasar utama.
Meluasnya pasar buah impor di Indonesia, karena kualitas produk buah lokal
Indonesia belum bisa menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan buah impor dari
luar. Berlakunya sistem perdagangan bebas membuat pemerintah tidak bisa berbuat banyak
untuk menanggulangi terjadinya peningkatan impor buah. Hal tersebut tidak perlu terjadi jika
kita bisa membuktikan bahwa produk buah Indonesia pada dasarnya sanggup bersaing
dengan buah impor baik dalam kualitas maupun harga.
Uploader
: Wahyu Adiatama
Tabel 3. Tabel Jumlah Jeruk Impor 2000 - 2011 (Triwulan 1)
Gambar 1. Tabel Perkembangan Jeruk Impor Indonesia (2000-2011 Triwulan 1)
Berdasarkan data tersebut, rata-rata pertumbuhan impor jeruk setiap tahun sejak tahun
2000-2011 sebesar 11 % atau 5.099.686 kg. Peningkatan impor yang sangat signifikan
tersebut menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi industri jeruk nasional. Jika impor jeruk
pada tahun 2010 sebesar 160.254.789 kg atau 160.255 ton, sedangkan kapasitas produksi
jeruk nasional pada 2009 adalah sebesar 2.131.768 ton, nilai impor itu masih kecil yaitu
sebesar 7,5% dari produksi nasional. Namun, kenyataanya begitu banyak dan mudahnya buah
jeruk impor yang dapat ditemukan di supermarket sampai pedagang kaki lima, bahkan pada
pedagang di pasar tradisional yang lebih banyak menjajakan buah impor dibandingkan buah
lokal. Data dari Pusdatin Kementan perlu dikritisi bersama. Apakah benar nilai sebesar 7,5%
itu membuat kekhawatiran yang cukup tinggi terhadap jeruk impor.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia, usaha-usaha di bidang pertanian akan
menghadapi lingkungan yang berbeda karena adanya perubahan-perubahan secara
internasional maupun domestik. Perubahan lingkungan internasional antara lain yang terjadi
adalah liberalisasi ekonomi dan perdagangan dengan disepakatinya perjanjian GATT
(General Agreement on Tariff and Trade), WTO (World Trade Organization), dan AFTA
(Asean Free Trade Area). Dalam perjanjian tersebut kebijakan ekonomi yang terdistorsi
Uploader
: Wahyu Adiatama
seperti pengenaan pajak ekspor, tarif impor, subsidi ekspor, pengaturan tataniaga, intervensi
terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar dan penetapan suku bunga baik dalam kegiatan
produksi maupun perdagangan komoditas pertanian termasuk jeruk, secara bertahap dan pasti
akan dikurangi dan akhirnya hilang (Aprilaila, 2009).
Buah impor masuk ke Indonesia melalui 7 pintu masuk, yang terdiri dari 4 pelabuhan
dan 3 bandara (Pelabuhan Laut Belawan Medan, Pelabuhan Laut Batam, Bandara Soekarno
Hatta Cengkareng, Pelabuhan Laut Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Laut Tanjung Perak
Surabaya, Bandara Hasanuddin Makassar dan Bandara Ngurah Rai Denpasar). Pemasukan
terbesar melalui pintu pelabuhan yaitu Pelabuhan laut Batam, Pelabuhan Laut Tanjung Priok
Jakarta , dan Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya. Dengan banyaknya peredaran jeruk
impor di Indonesia yang tidak terkontrol dan terantisipasi dengan baik akan membuat kondisi
perjerukan Indonesia kembali terpuruk akibat persaingan harga, kualitas dan kuantitas.
Fenomena kenaikan impor yang signifikan dalam 5 tahun terakhir ini akan terus
berlanjut. Apalagi pada tahun 2012 impor jeruk kino Pakistan bebas bea masuk. Adanya
perdagangan bebas terbatas atau Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia
dengan Pakistan, membuat persaingan perdagangan jeruk di pasar dalam negeri semakin
ketat. Salah satu klausul perjanjian ini adalah menghapus bea masuk impor (0%) jeruk kino
Pakistan yang selama ini dikenakan bea masuk 15-20% di Indonesia. Di saat yang bersamaan
produk sawit Indonesia yang selama ini dikenakan tarif tinggi di Pakistan akan dipangkas
menjadi hanya 5% (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007).
Selain itu, adanya perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan China
menyebabkan komoditas jeruk yang mayoritas diimpor dari China telah bebas masuk ke
pasar Indonesia. Buah-buahan dari China memang memiliki keunggulan, seperti harga yang
lebih rendah dan ketersediaan pasokan yang melimpah. Sebagai contoh, perbandingan harga
jeruk mandarin dari China dijual ke konsumen dengan harga Rp 15.000 per kilogram (kg),
sedangkan jeruk Medan atau Pontianak dijual lebih mahal yaitu Rp 20.000/kg.
Ketersediaan pasokan buah impor dari China juga menjadi penyebab lainnya. China
sudah memiliki kawasan produksi buah-buahan dan sayuran yang memadai baik dari segi
luas lahan maupun teknologi penanamannya. Efeknya, mereka bisa memproduksi buahbuahan dan sayuran terus-menerus sepanjang tahun tanpa harus terhambat masalah cuaca.
Kondisi sebaliknya menimpa buah-buahan Indonesia. Produksi buah-buahan di beberapa
daerah sering terhambat akibat cuaca buruk. Indonesia juga tidak memiliki kawasan khusus
yang dijadikan lumbung produksi buah. Sentra produksi jeruk yang ada sekarang belum
Uploader
: Wahyu Adiatama
berbentuk suatu hamparan namun masih berupa kantong-kantong produksi yang sempit dan
terpencar di kawasan sentra produksi (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Dari sisi produksi, luas panen dan produktifitas sejak tahun 2005-2009, berdasarkan
data dari Pusdatin Kementerian Pertanian (2011) menunjukkan perkembangan perjerukan
Indonesia tidak mengalami perubahan yang sangat drastis.
Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktifitas Jeruk Indonesia (2005-2009)
Keamanan Buah Impor
Untuk membendung laju buah impor dari luar negeri, Kementrian Pertanian
(Kementan) telah memiliki Permentan No 27/2009 tentang pengawasan keamanan pangan
terhadap pemasukan dan pengeluaran pangan segar asal tumbuhan. Pengawasan tersebut
meliputi batas maksimum residu pestisida, cemaran mikotoksin, dan logam berat. Tujuan
pengawasan adalah untuk menjamin agar pangan yang diimpor tetap segar, bersih dari
pencemaran bahan kimia yang melebihi batas maksimum yang aman dan layak dikonsumsi.
Setyabudi, dkk (2008) yang melakukan penelitian buah impor di Bogor dan sekitarnya
mengungkapkan bahwa buah-buahan impor teridentifikasi mengandung formalin dan
pestisida yang dilarang dalam penggunaannya. Penggunaan formalin dan pestisida pada
buah-buahan impor dapat terjadi di negara produsennya maupun setelah sampai di Indonesia.
Oleh karena itu perlu standar mutu yang lebih luas terhadap buah impor guna melindungi
konsumen terhadap dampak negatif dari penggunaan bahan kimia terlarang. Langkah yang
seharusnya dilakukan oleh pihak terkait dalam menyikapi terhadap buah impor dalam
perdagangan global adalah: (1) Perlu langkah antisipatif dengan melakukan survei yang lebih
luas dan mendalam mengenai pemakaian bahan berbahaya pada buah dan sayuran impor. (2)
Memberikan rekomendasi pelarangan terhadap buah-buahan impor yang terbukti
mengandung formalin maupun pestisida yang mengandung bahan berbahaya. (3)
Diberlakukan standar mutu yang mempersyaratkan bebas dari bahan berbahaya terhadap
buah-buahan impor sehingga dapat melindungi konsumen di dalam negeri. Dan (4)
Diperlukan pembinaan pada pedagang buah dan sayuran impor terhadap penggunaan bahanbahan yang berbahaya.
Uploader
: Wahyu Adiatama
Australia telah melaksanakan Program Pemeriksaan Makanan Impor untuk semua makanan
impor yang masuk ke negaranya. Demi melindungi konsumennya, Badan Inspeksi dan
Karantina Australia (Australian Quarantine Inspection Service / AQIS) memberlakukan
persyaratan yang ketat bagi setiap produk makanan dan minuman impor yang masuk ke
Australia. Persyaratan ini dituangkan ke dalam suatu program yang disebut ‘Imported Food
Inspection Program (IFIP)’. Tujuan utama program ini adalah untuk memastikan bahwa
semua makanan impor yang masuk ke Australia memenuhi standard kesehatan dan pelabelan
Australia, yang dapat ditemukan di 'Australian Food Standard Code (FSC)’ (KBRI Canberra,
2006).
Upaya Membendung Jeruk Impor
Pertama, dengan penerapan ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex
yang mengatur batas ambang maksimun terkait residu kimia makanan termasuk buah-buahan.
SNI 3165:2009 yang mengatur standar jeruk keprok menetapkan ketentuan tentang mutu,
ukuran, toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan higienis pada buah
jeruk keprok (Citrus sinensis (L) Osbeck). Negara maju, seperti Amerika dan Jepang
mengamankan produk dalam negerinya dengan menerapkan standar kesehatan yang tinggi,
khususnya atas produk impor. Larangan impor atas dasar kesehatan tidak melanggar
perjanjian perdagangan bebas.
Kedua,
dengan
perbaikan
dan
ketersediaan
jeruk
dalam
negeri
yang
berkesinambungan sehingga mudah dijumpai oleh masyarakat. Permasalahan yang ada
selama ini yaitu ongkos produksi tinggi, keberlanjutan usaha tidak pasti, biaya transaksi dan
pemasaran tinggi (Hutabarat, B dan Adi Setyanto, 2007). Penelitian pada beberapa komoditas
sayuran dan buah di berbagai lokasi yang dilakukan Agustian et al. (2005) menunjukkan
bahwa untuk komoditas jeruk di Sumatera Utara, pada jalur pemasaran jenis apapun yang
dilakukan oleh petani, petanilah yang harus menanggung berbagai beban pungutan untuk
jasa, biaya angkut, biaya timbang, dan biaya pemindahan barang. Biaya pengiriman dari
tanah Karo ke Pulau Jawa sewaktu-waktu dapat meningkat karena mengalami
pungutan/retribusi resmi (ada 28 buah) maupun tidak resmi (17 buah).
Ketiga, dengan menggiatkan “Program Keproknisasi Nasional” yang merupakan
program dari Direktorat Jendral Hortikultura (Dirjen Hortikultura) Kementerian Pertanian
yang berkesinambungan, dengan perlu dijabarkan lebih rinci dan lebih konkrit sehingga
mudah untuk segera ditindaklanjuti. Jika produksi jeruk nasional tidak mampu memasok
Uploader
: Wahyu Adiatama
pasar dalam volume yang cukup, berkesinambungan dan berdaya saing tinggi maka asa
membendung banjir jeruk impor akan menjadi sekedar impian belaka.
Beberapa varietas jeruk keprok komersial hasil seleksi Balitjestro maupun dari Pemerintah
Daerah yang sudah dilepas oleh Kementrian Pertanian dengan kualitas buah yang tidak kalah
dengan jeruk impor antara lain Keprok Batu 55 berasal dari Batu, Jawa Timur, keprok Garut
dari Jawa Barat, keprok Pulung dari Jawa Timur, keprok Tawangmangu dari Jawa Tengah,
dan keprok SoE dari NTT.
Kebutuhan Buah Jeruk Nasional
Standar konsumsi buah yang ditetapkan Food and Agriculture Organization of United
Nation (FAO), yakni sebesar 65,75 kilogram per kapita per tahun, sementara konsumsi buah
masyarakat Indonesia masih rendah yaitu 32,67 kg per kapita per tahun (Kompas, 2010). Jika
10% saja dari jumlah standar FAO tersebut adalah buah jeruk, yaitu sebanyak 6 kg per kapita
per tahun, maka dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa (BPS, 2010) akan dibutuhkan
1.422.000 ton/tahun. Jika produktivitas jeruk nasional sekitar 20 ton/ha maka dibutuhkan
kebun jeruk seluas 71.110 hektar. Luas panen Jeruk (siam, mandarin, dan pamelo) menurut
Kementerian Pertanian (2009) sebanyak 60.190 hektar dengan produksi 2.131.768 ton. Disisi
lain masih terdapat tanah terlantar secara nasional sebanyak 7,3 juta hektar (BPN, 2010).
Kebutuhan 1.422.000 ton/tahun sanggup dipenuhi 2.131.768 ton. Jadi seharusnya Indonesia
masih bisa melakukan ekspor sebesar 709.768 ton. Namun pada tahun 2010 lalu, untuk jeruk
mandarin saja, Indonesia masih mengimpor 160.254 ton (BPS, 2010). Artinya masih ada
masalah dengan produktifitas jeruk Indonesia atau validitas data yang perlu dikritisi. Dengan
asumsi seperti ini, Indonesia masih mempunyai peluang besar untuk bersaing dengan jeruk
impor.
Kesimpulan
Upaya untuk membendung gempuran jeruk impor adalah Pertama dengan penerapan
ketentuan keamanan pangan internasional melalui Codex yang mengatur batas ambang
maksimun terkait residu kimia makanan termasuk buah-buahan, Kedua dengan meningkatkan
mutu dan ketersediaan jeruk dalam negeri sehingga mudah dijumpai di masyarakat, dan
Ketiga dengan menggiatkan “Program Keproknisasi Nasional”.
Daftar Pustaka
Uploader
: Wahyu Adiatama
Agustian et al. (2005). Analisis Berbagai Bentuk Kelembagaan Pemasaran dan
Dampaknya terhadap Kinerja Usaha Komoditas Sayuran dan Buah. Laporan Penelitian.
PSEKP, Badan Litbang, Departemen Pertanian, Bogor.
Aprilaila S, et al. 2009. Analisis Daya Saing Komoditas Jeruk Siam Jember. Prosiding
Seminar Nasional Buah Nusantara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor, 28 – 29 Oktober 2009. Hal 183-197.
Badan Litbang Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jeruk.
Departemen Pertanian.
Basis Data Pertanian. 2001. http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp . Diakses 23
Juli 2011
BPS. 2011. Data Ekspor-Impor. http://www.bps.go.id/. Diakses 30 Juli 2011
Federal Bureau of Statistics, Government of Pakistan, Karachi. Citrus Marketing
Strategy. Pakistan Horticulture Developement & Export Board. May 2005.
Hutabarat, B dan Adi Setyanto. 2007. Komoditas Jeruk Indonesia di Persimpangan
Jalan Pasar Domestik dan Internasional. Prosiding Seminar Nasional Jeruk. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Yogyakarta, 13-14 Juni 2007. Hal 1-30.
KBRI
Canberra,
2006.
Ketentuan
Impor
Australia.pdf
www.kbri-
canberra.org.au/econ/2006/Peraturan%2520Impor%2520Australia
%2520Rev.1.pdf+buah+impor.pdf. Diakses 28 Juli 2011.
Kompas,
2010.
Konsumsi
Buah
Masyarakat
Sangat
Rendah.
http://kesehatan.kompas.com/read/2010/06/27/13245684/Konsumsi.Buah.Masyarakat.Sangat.
Rendah. Diakses 23 Juli 2011
Setyabudi, dkk. 2008. Perlunya Standar Mutu Buah Impor: Studi Kasus Kontaminan
pada Buah-buahan Impor. Prosiding PPI Standardisasi 2008. Puslitbang BNS. 25 November
2008
Keterangan: Tulisan ini sudah dimuat dalam Prosiding Workshop Rencana Aksi Rehabilitasi
Agribisnis Jeruk Keprok SoE yang Berkelanjutan untuk Substitusi Impor , Halaman 107-114.
Diterbitkan Oleh Badan Litbang Pertanian, Dirjend Hortikultura dan ACIAR. ISBN 978-9798257-46-9
- See more at: http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/id/510.html#sthash.Dl8JGGjT.dpuf