Perkembangan Pola Pikir Manusia di Eropa

“PERKEMBANGAN POLA PIKIR MANUSIA DI EROPA DAN DUNIA
ISLAM”
Untuk memenuhi tugas mata kuliah:
ILMU ALAMIAH DASAR
Dosen Pengampu:
Ust. Andi Wahyu Wiratama, M.A.

Diserahkan oleh:
Faiz Ilyas Mukhtar
Hafik Umarul Munir
Muhammad Fathan Fadhlilah
Muhammad Khairur Riza
Ni’amul Firdaus

Mahasiswa Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama
Universitas Darussalam Tahun 1435/2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan karya ilmiah yang sederhana ini dengan baik dengan
judul “Perkembangan Pola Pikir Manusia di Eropa dan Dunia Islam”.

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memnuhi
tugas mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar di Universitas Darussalam Gontor. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan karya ilmiah ini.
Harapan kami dalam penulisan karya ilniah ini semoga dapatmemberi
manfaat bagi semua yang membacanya.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan semoga Allah senantiasa
meridhai segala amal perbuatan kita. Amin.

Gontor, 27 September 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Manusia memiliki ciri khas yang tidak dimiliki makhluk lain (hewan,
tumbuhan) karena antara manusia, hewan dan tumbuhan, sama-sama memiliki

rasa haus dan lapar untuk mempertahankan hidupnya,juga memiliki rasa untuk
melangsungkan hasrat biologisnya , untuk mempertahankan dan melestarikan
keturunan.
Tapi ciri khas yang tidak dimiliki makhluk lain (hewan, tumbuhan) adalah
“AKAL”. Dengan akal, manusia bisa berfikir akan hal yang baik atau buruk dan
menyadari bahwa segala yang ada di semesta ini adalah ciptaan Yang Maha
Kuasa, maka munculah dalam diri manusia, kesadaran untuk

tunduk, patuh,

kepada yang menciptakanya (naluri beragama).
B.

Maksud dan Tujuan
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Alamiah Dasar. Dan dengan
ditulisnya makalah ini penulis berharap dapat membantu memberikan
pengetahuan mengenai Perkembangan Pola Pikir Manusia pada zaman Islam
sehingga dapat bermanfaat pada khususnya bagi para pembuat makalah dan pada
umumnya untuk para pembaca.


C.

Metode
Metode penulisan makalah ini adalah bersifat Deskriptif yang artinya
menjelaskan dengan metode kajian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan
melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku
dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti.

D.

Rumusan Masalah
Banyak persoalan yang perlu dibahas mengenai Perkembangan Pola Pikir
Manusia Namun untuk membatasi ruang lingkup dalam pembahasan masalah,
penulis hanya membatasi pada masalah :
1. Perkembangan Pola Pikir Manusia Di Eropa dan Dunia Islam
2. Zaman Penerjemahan
3. Buku Buku Ilmiah
4. Berbagai Ilmu Hikmah
5. Buku Buku Filsafat


BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Pola Pikir Manusia di Eropa dan Dunia Islam
Perkembangan pemikiran islam telah tumbuh sejak abad ke-2 Hijriah atau
abad ke-8 masehi. Sejak masa Nabi Muhammad saw, benih-benih pertumbuhan
pemikiran islam telah ada hingga pada masa Khulafa Ar-Rasyidin. Adapun
pemikiran filsafat Islam baru dikenal pada abad ke-3 H, yaitu dengan munculnya
Al-Kindi (260 H), yang dianggap sebagai filsuf Islam pertama.
Sejarah peradaban Islam mengenal empat disiplin keilmuan, yaitu kalam,
fiqih, tasawuf dan falsafah.Ilmu kalam dalam pembahasannya diarahkan pada segi
ketuhanan berserta eksisten-Nya.Ilmu fiqih membidangi segi-segi formal
peribadatan dan hukum sehingga tekanan orientasinya mengenai hal-hal yang
dzahiriah. Ilmu tasawuf membidangi segi-segi penghayatan dan pengamalan
keagamaan yang bersifat pribadi, mengenai hal-hal batiniah. Adapun filsafat

membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang kehidupan dan
lingkungan secara luas.
Kemajuan yang pesat dalam hal pemikiran, memunculkan konflik baru,
dimana adanya gejala penekanan yang berlebihan dalam salah satu bidang disiplin
ilmu dan menafikan disiplin ilmu lainnya. Muncul klaim-klaim kebeneran di

kalangan pengikut disiplin ilmu tertentu. Bahkan, menurut Al-Ghazali, mereka
mengklaim disiplin ilmunya sebagai ilmu yang hukumnya fardhu untuk dipelajari
umat islam. Penekanan tersebut menyebabkan berkurangnya pandangan tentang
ketentuan dan keutuhan kebenaran.
Pemikiran ilmiah manusia terus berkembang. Banyak orang Arab yang
mempelajari filsafat sekaligus ilmu alam, misalnya kedokteran, kimia, fisika dan
matematika. Salah satunya Al Harits bin Kaldah yang belajar ilmu kedokteran di
Jundisabur, Persia. Ia adalah dokter yang menjadi rujukan kesehatan Nabi saat
Sa’ad bi Abi Waqqash sakit. Dari perguruan Jundisabur tersebut, telah lahir
sejumlah pemikir besar seperti Euclide, Galenus, Archimedes, Ptolomeus, dan lain
lain yang telah berhasi meletakkan dasar dasar ilmu pengetahuan seperti ilmu
geometri, ilmu falak, ilmu kedokteran, kimia, fisika dan Matematika.
Dizaman skolastik, lahir ahli pikir Boethius yang dalam 44 tahun, dijatuhi
hukuman mati dengan tuduhan berkomplot. Dia filsuf akhir Romawi dan filsuf
pertama skolatik. Zaman keemasan skolastik terjadi pada abad ke 13,
ditandai dengan membangunnya sekolah-sekolah serta universitas yang meliputi
guru dan mahasiswa,munculnya ordo-ordo yang baru merupakan fakktor yang
mmengaruhi perkengbangan hidup intelektual, ordo Fransiskan dan ordo
Fransiskus,dan adanya penemuan karya filsafat yunani (Aristoteles)menjelaskan
di bidang logika.

Sejarah keilmuan lebih berkembang mulai abad 14 dan 15 melalui
ekspedisi-ekspedisi besar, seperti vasco de Gama ke India Timur,dan Christopher
Colombus ke India Barat, dan mesin cetak ditemukan oleh Johann Gutenberg.
Para tokoh filsafat seperti Francis Bacon, Descartes, Lavoiser, Muller, Darwin,

Koch, Pasteur, Galileo, Kepler dan kawan kawan mempercepat kemajuan ilmu
pengetahuan. Merka menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat dapat
mengubah dunia
Di dunia islam, pencarian kebenaran dan esensi alam juga dilakukan oleh
para filsuf dan para ilmuwan muslim, dianataranya Al-Kindi, ia membagi ilmu
pada 3 bagian , yaitu ilmu fisika, ilmu matematika, ilmu ketuhanan. Alasan
pembagian tersebut adalah ilmu berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindra,
bersifat fisikal (ilmu fisika). Ilmu adakalanya berhubungan dengan benda , tetapi
mempunyai wujud tersendiri , yaitu matematika yang terdiri dari ilmu hitung
tehnik ,astronomi , dan musik. Ada pula yg tidak berhubungan dengan benda sama
sekali, yaitu ilmu ketuhanan. Di abad pertengahan ,Al Farobi sangat terkenal
sehingga banyak orang Yahudi yang mempelajari karangannya kemudian
menyalinnya ke dalam bahasa ibrani yang salinannya masih tersimpan di
perpustakaan-perpustakaan Eropa hingga sasat ini.
A. Zaman Penerjemahan

Pada zaman dahulu, gagasan dan wawasan ditransfer dari satu budaya ke
budaya yang lain, terutama melalui para musafir dan pedagang. Secara bertahap,
penerjemahan mulai memainkan peran utama dalam perkembangan budaya dunia.
Misalnya, penerjemahan memainkan peran besar dalam pergerakan pengetahuan
dari Yunani Kuno ke Iran, dari India ke jazirah Arab, dari Islam ke Kristen, dan
dari Eropa ke Cina dan Jepang.
Ada dua contoh historis besar bagaimana penerjemahan memperkenalkan
satu budaya ke budaya yang lain. Pertama adalah penerjemahan kitab suci Budha
dari berbagai ragam bahasa India ke dalam bahasa Cina. Kedua adalah
penerjemahan karya-karya filsuf dan ilmuwan Yunani dari bahasa Yunani dan
Syam ke dalam bahasa Arab, yang dengan demikian memperkenalkan mereka
dengan dunia Islam.

Seperti yang kita ketahui, kaum Muslimin mengenal banyak macam ilmu
pengetahuan sejak zaman pertengahan kerajaan Bani Umayyah, diawali dengan
diterjemahkannya ilmu kedokteran oleh Warwan bin Al Hakam (64-65 H) dan
kemudian dilanjutkan dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Pada zaman
pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, ia menginginkan buku-buku
pengetahuan yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat,dikeluarkan dari
perpustakaan uhntuk dipelajari dan dikembangkan oleh para muslimin. Sejak saat

itulah berbagai cabang ilmu pengetahuan sedikit-sedikit mulai diserap oleh dunia
Islam. Dan pada puncaknya pada zaman Kekhalifahan Abbasiyah, penerjemahan
dari buku-buku Yunani Sangat gencar dilakukan karena para Khalifahnya pun
turut membantu dan mendukung upaya tersebut sehingga dapat menghasilkan
gerakan penerjemahan paling besar dalam sejarah, sampai-sampai zaman tersebut
dikenal dengan Zaman Penerjemahan.
Zaman Penerjemahan dimulai ketika Khalifah Abbasiyah. Khalifah AlMansyur dianggap berjasa karena telah membawa Ibn Bakhtyashu, seorang tabib
yang berkecimpung dalam kegiatan penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam
bahasa arab, ke kota Baghdad. Al-Mansyur juga meminta bantuan kepada Ibnu
Batriq, salah satu dari para penerjemah yang menjadi pionir dalam penerjemahan
karya-karya Yunani ke dalam bahasa arab, dan terkenal karena penerjemahannya
terhadap banyak karya Galen dan Hippocrate s. Al Mansyur berhasil membangun
kota Baghdad yang kemudian menjadi mercusuar di Timur dan menjadi jantung
peradaban Islam dalam waktu kurun yang sangat panjang. Kota Baghdad yang ia
dirikan mampu menjadi pusat peradaban Islam dan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 215 H, Khalifah Al Ma’mun, ia memprakasai pendidikan dan
karya-karya ilmiah yang menjadikan penerjemahan sebagai pengabdiannya,
bahkan ia juga mengirimkan misi kepada kepada orang-orangnya untuk pergi ke
Byzantium serta mengundang dan mendukung paraYahudi dan Kristen untuk
menerjemahkan manuskrip-manuskrip Yahudi ke dalam bahasa Arab.Ia juga

mendirikan sebuah akademi penerjemhan dengan nama Baitul Hikmah. Untuk itu
ia mengangkat beberapa orang kepala bagian dan dibantu dengan sejumlah

penulis dan redaktur yang mengenal bahasa Yunani, disamping bahasa Arab ynag
mereka kuasai dengan baik.
Diantara orang-orang tersebut ialah Hunain bin Ishaq yang mengusai
bahas Yunani dengan sangat lancar, sehingga sebagian riwayat mengatakan ia
hafal sya’ir-sya’ir Homerus dan sering mendendangkannya di jalan-jalan
Baghdad. Khalifah Al- Mutawakkil mengangkatnya sebagai kapala penerjemah
dibantu oleh beberapa ahli bahasa seperti Stephanus bin Basil, Hubaisyi, Musa
Attarjuman dan lain-lain. Selain itu Hunain juga telah menerjemahkan karyakarya yang ditulis oleh Galenus dan juga Aristoteles, mulai dari ilmu kedokteran,
logika,filsafat hingga ilmu jiwa. Barangkali Hunainlah sebagai penerjemah
terbesar karya-karya klasik, terutama karya Helenistik ke dalam bahasa Arab yang
boleh jadi terjemahannya sama pentingnya dan sama berpengaruhnya denga
terjemahan karya-karya bahasa arab ke dalam bahasa latin oleh Gerard dari
Cremona, selama paruh kedua abad kedua belas. Hunain mempunyai 90 murid
penerjemah di bawah pengawasannya dan telah menerjemahkan ratusan buku
bahasa Persia dan Yunani.
Gerakan penerjemahan berlangsung terus sejak abad ke 3 Hijriyah.
Beberapa jenis buku diterjemahkan lebih dari satu kali. Jika terjemahan pertama

dinilai kurang baik karena lebih bersifat harfiah dan kurang mengutamakn makna,
maka buku yang telah diterjemahkan itu diulang kembali penerjemahannya.
Dengan cara itu, maka sebagian besar pusaka pemikiran asing selesai
diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan sempurna.
Masa keemasan penerjemahan dari bahasa yunani ke bahasa arab terjadi
pada abad kesembilan. Kaum muslim menjadi alat ukur standar bagi peradaban,
yang sebagian besar dikarenakan banyaknya karya-karya yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa arab. Pada abad kesembilan Bagdad benar-benar
menjadi pusat ilmu pengetahuan. Penerjemahan-penerjemahan yang telah
dihasilkan selama 900 tahun menjadi anti-klimaks bagi karya-karya yang ditulis
selama ratusan tahun sebelumnya. Teks-teks Yunani klasik dalam bidang

matematika dan medis telah selesai diterjemahkan. Akan tetapi, antara periode
900-1000 tahun bukan berarti tidak ada aktivitas atau usaha-usaha yang
terorganisir untuk mengembangkan karya-karya terjemahan. Aktivitas itu terus
ada walaupun intensitasnya agak menurun.
Masa penerjemahan (the age of translation) yang berlangsung hampir 150
tahun (750-900 M), merupakan masa bagi berlangsungnya kreatifitas murni dan
pengaruh intelektual muslim. Dan secara garis besar ada dua periode penerjemah
pada masa Abbasiyah.

Penerjemahan telah terbukti menjadi sesuatu yang memainkan peranan
utama. Aktivitas penerjemahan memungkinkan suatu kebudayaan dapat
mempelajari kebudayaan lainnya dan hasil yang diperoleh melalui penerjemahan
ini lebih menakjubkan dari pada kemenangan dan penguasaan wilayah-wilayah
lain. Sebagaimana proses penerjemahan telah membawa Islam ke puncak
kepemimpinan budaya dan peradaban, maka proses penerjemahan itu pula yang
telah membangunkan eropa dari tidur panjangnya dan membawa dunia barat
meraih kemajuannya, yaitu ditandai dengan masa renaissance.
B. Buku Buku Ilmiah
Diantara buku buku ilmiah adalah aritmatik dan ilmu geometri. Orang arab
menaruh perhatian pada buku yang mereka sebut dengan Al Ushul karangan
Euclide, ahli ilmu geometri yang hiudup pada abad ke 3 sebelum masehi. Ia
menonjol dalam ilmu tersebut di kota Iskandariyah di zaman Ptolomeus I. ia
menulis sebuah buku yang dibagi kedalam tiga belas makalah. Enam makalah
pertama mengenai geometri, makalah ketujuh hingga kesepuluh mengenai
aritmatika. Buku yang ditulisnya itu tetap menjadi pegangan bagi opera ahli
matematika dikalangan perguruan di Iskandariyah. Dan ketika datang zaman
Islam, buku tersebut diterjemahkan dan diuraikan lebih dalam oleh para filsuf
muslim.

Para ilmuwan Iskandariyah berussaha meningkatkan pembagian ilmu
pasti, mereka menamakannya ilmu Ta’lim dan dibagi menjadi 4 bagian, yaitu
matematika, geometri, astronomi, dan musik. Gabungan empat jenis ilmu tersebut
pada zaman pertengahan disebut dengan Al Majmu’atur Ruba’iyyah atau disebut
dengan quadrivian, yaitu kumpulan ilmu pengetahuan yang wajib dipelajari oleh
setiap siswa di samping harus mempelajari trivium yaitu rangkuman dari 3 macam
ilmu: Nahwu, Balaghah, dan Semantik. Akan tetapi, orang arab lebih
menyebutnya dengan Ilmu Lisan.
Buku tentang ilmu falak yang paling di kalangan ilmuean arab pada zaman
itu adalah Almagest yang ditulis oleh ilmuwan besar Ptolomeus yang hidup pada
abad ke 2 Masehi. Pada zaman penerjemahan, buku tersebut diterjemahkan oleh
orang arab dan disebut dengan Al Majisthi. Orang arab tidak hanya mengambil
ilmu falak dari Ptolomeus saja, tetapi mereka juga mengambilnya dari India dan
Persia. Khalifah Abbasiyah Al Manshur, seusai membangun kota Baghdad ia
menaruh perhatian yang besar terhadap ilmu falak. Ia mengutus utusammya untuk
pergi ke India dan mempelajari ilmunfalak dan meminta para ahli ilmu falak
umtuk menerjemahkan buku tentang ilmu tersebut.
Mengenai ilmu kedokteran, pada masa itu telah diterjemahkan buku buku
Hippocrates dan Galenus., yang kemudian menjadi dasar studi oleh para dokter
arab dan pembantunya. Ilmuwan yang paling banyak menambahkan hasil karya
dan hasil penelitiaan pada masa itu adalah Ibnu Sina, melalui bukunya Al Qanun.
Buku tersebut telah meletakkan dasar eksperimen dan memperinci kaidah
kaidahnya hingga buku tersebut menjadi patokan dan referensi ilmu kedokteran
hingga abad ke 15. Ketika itu para filosof Arab telah menegakkan filsafat diatas
landasan ilmu pasti, seperti Al Kindi dan Al Faraby, sedangkan filosof yang
lainnya membangun filsafat diatas landasan ilmu kedokteran., sepertti Ibnu Sina
dan Ibnu Rusyd. Pada masa itu filsafat mencangkup semua bidang ilmu
pengetahuan. Maka tidaklah mengherankan filosof Arab menguasai berbagai
bidang ilmu pengetahuan yang sedang menjadi perhatian masyarakat.

Sesungguhnya filsafat tidak lain hanyalah suatu metode berfikir yang
ditempuh dalam mencari hakekat kebenaran, dan metode tersebut dapat diperoleh
dengan jalan menekuni berbagai ilmu pengetahuan. Al Kindi dan Al Biruni
misalnya, karena mereka melandaskanfilsafsatnya dengan ilmu pasti maka corak
filsafatnya juga dipengaruhi oleh ilmu pasti. Sedangkan Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd
karena keduanya dokter maka filsafat nereka lebih mengarah kepada ilmu alam
dari pada ilmu pasti.
C. Berbagai Ilmu Hikmah
Filsafat Islam ditegakkan atas dasar ilmu pengetahuan . sehubungan
dengan itu, kami kemukakan beberapa keterangan yang termaktub di dalam salah
satu risalah Ibnu Sina yang berjudul Fi Aqsamil Ulumiyah Aqliyah, mengenai
bagian bagian ilmu rasional. Ia berkata,”Pengertian hikmah ialah suatu pandangan
pikiran yang berguna bagi manusia untuk mengenal semua kewaqjiaban yang
menjadi beban eksistensinya sendiri dan kewajiban apa yang harus dilakukan
untuk mempertinggi derajat dan kesempurnaan dirinya, agar ia menajadi manusia
yang berpengetahuan, rasional, dapat dipahami serupa denagn alam wujud, dan
mempersiapkan diri untuk mencapai kebahagiaan lebih jauh di akhirat. Semua itu
dilakukan menurut kesanggupannya sebagai manusia.”
Itulah definisi dari pada filsafat menurut Ibnu Sina. Disini dijelakan bahwa
Ibnu Sina mengartikan filsafat sinonim dengan hikmah. Menurut Ibnu Sina,
filsafat terbagi kedalam 2 bagian: teoritis dan praktis. Segi teoritis bertujuan
mencapai kebenaran, sedangkan segi praktisnya bertujuan mencapai kebajiakan.
Filsafat teoritis terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: ilmu alam, ilmu pasti, dan ilmu
ilahiyat atau yang disebut metafisika. Adapun praktis juga dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu: moral, pengurusan rumah tangga, dan politik.
Filsafat Thabiiyyah atau natural philoshopy terdiri dari yang bersifat
pokok, diantaranya: Sam’ul Kiyam, As Sama Wal Alam, Al kaun Wal fasad dan
sebagainya, dan yang bersifat cabang yaitu:ilmu kedokteran, ilmu astrologi, ilmu
filsafat Ilmu ta’bir dan ilmu kimia. Bagian bagian pokok ilmu pasti ada 4, yaitu:

ilmu hitung, ilmu geometri, ilmu falak, dan musik. Semua itu mempunyai cabang,
numeral ataupun geometrik. Ilmu Ilahiyat atau metafisika membahas sumber
pokok yang senantiasa dicari cari oleh para ahli ilmu alam dan ilmu pasti.
Membahas kepastian eksistensi Tuhan, kepastian substansi roh, dan lain lain
termasuk ke dalam lingkungan metafisika.
Tampak jelas bahwa Ibnu Sina mengikuti jejak Aristoteles dan para ahli
urai filsafat Aristoteles dari perguruan Iskandariyah sebelum membagi bagi ilmu
pengetahuan dan dalam menetukan cabang cabang yang tumbuh dari pohon
filsafat. Akan tetapi Ibnu Sina berbeda pendapat secara esensial dengan Aristoteles
dalam ilmu semantik. Aristoteles memasukkan pengetahuan turunnya wahyu Ilahi
sebagai salah satu cabang dari ilmu Ilahiyat atau matafisiska, sedangkan Ibnu
ASina memasukkannya kedalam ilmu keagamaan, bukan ilmu filsafat.
Selain Ibnu Sina, Khawarizmi lebih tegas lagi dalam menetukan
pembagian jenis ilmu pengetahuan dalam bukunya Miftahul Ulum, ia memisahkan
ilmu keagamaan dari ilmu keduniaan dan filsafat yang disebutnya dengan ilmu
pengetahuan ‘Ajam. Demikian pula sikap Al Farabi dalam bukunya yang berjudul
Ishlahul ‘Ulum . Ibnu Kholdun juga mengikuti jejak tersebut dalam buku
Muqaddimahnya dan membagi ilmu pengetahuan menjadi dua bagian besar,:
‘ilmu ‘Aqli, hikmah dan fisafat dan ilmu naqly, ilmu syariat dan agama.
D. Buku Buku Filsafat
Diantara berbagai aliran filsafat yang ada, Aristoteles adalah filosof yang
karyanya paling banyak diterjemahkan dan paling banyak pengaruhnya terhadap
pemikiiran Islam yang filsafatnya terkenal dengan sebutan Massya’iyyah di
kalangan orang Arab. Massyaiyyah berasal dari dua kata Ma sya ya artinya
berjalan, karena Aristoteles selalu mengajar murid muridnya sambil berjalan jalan.
Aristoteles sejak muda telah menulis suatu dialog miriop dengan dialog
yang ditulis oleh Plato, kemudian ia mulai melepaskan cara penulisan seperti itu
dan mulai menyusun buku dengan cara yang teratur dan baik, hingga dapat

mencangkup semua filsafatnya. Sewaktu hidup ia telah menerbitkan beberapa
buku tantang moral, akan tetapi banyak pula bukunya yang hanya berupa catatan
catatan pada saat ia memberikan pelajaran dan kemudian disusun oleh Andronicus
tiga abad setelah Aristoteles meninggal.
Buku Aristoteles tentang semantik ada enam buah:
1. AL Muqawwalat atau Catgegorias
2. Al Ibarah atau Parearmenias
3. Al Qiyas atau Anatolica I
4. Al Burham atau Anatolica II
5. Al Jadal atau Thopica
6. Al Aqwalul Mughallithah atau Sovestica
Para filusuf Arab kemudian menambahnya dengan tiga judul satu diatanya
adalah Madkhal, pintu untuk memasuki pembahasan mengenai Al Muqawwalat,
dalam bahasa yunani disebut dengan Isagoge Phorphyrius dari Shur murid
Platinus.adapun dua byuku lainnya digabungkan dengan bagian terkhir buku
semantik . dua buku tersebut adalah Al Khitobah atau Retorice dan Asy Syair atau
Poetica. Penggabungan tersebut dilakukan karena pada masa itu, mereka belum
memahami apa yuang dimaksud oleh Aristoteles dengan kedua bukunya karena
masing masing berisi persoalan yang hanya sesuai dengan tabiat orang orang
Yunani pada abad ke 4 sebelum Masehi, ketika demokrasi masih menjadi asas
kehidupan politik mereka yang khas.
Orang orang Arab mengenal buku buku Aristoteles dengan judul aslinya,
judul tersebut masih tetap hingga zaman kita dewasa ini. Hal ini menunjukkan
besarnya pengaruh pemikiran orang orang Yunani terhadap pemikiran Arab. Ini
tidak mengherankan karena orang orang Arab dalam kedudukannya sebagai
mediator antara Timur dan Barat telah mengambil dari mana saja dan telah

menerjemahkan berbagai jenis peradaban. Dalam kurun waktu yang amat panjang
mereka menjaga baik semua khazanah peninggalan zaman dahulu. Disamping itu
mereka memberikan sumbangan pula dengan pengetahuan pengetahuan baru dan
demikianlah seterusnya.

KESIMPULAN
Perkembangan pemikiran Islam telah tumbuh sejak abad ke-2 Hijriah atau
abad ke-8 masehi. Sejak masa Nabi Muhammad saw, benih-benih pertumbuhan
pemikiran islam telah ada hingga pada masa Khulafa Ar-Rasyidin. Adapun
pemikiran filsafat Islam baru dikenal pada abad ke-3 H, yaitu dengan munculnya
Al-Kindi (260 H), yang dianggap sebagai filsuf Islam pertama. Sejarah keilmuan
lebih berkembang mulai abad 14 dan 15 melalui ekspedisi-ekspedisi besar, seperti
vasco de Gama ke India Timur,dan Christopher Colombus ke India Barat, dan
mesin cetak ditemukan oleh Johann Gutenberg. Para tokoh filsafat seperti Francis
Bacon, Descartes, Lavoiser, Muller, Darwin, Koch, Pasteur, Galileo, Kepler dan
kawan kawan mempercepat kemajuan ilmu pengetahuan. Mereka menyadari
bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia.
Tidak dapat dipungkiri, kemajuan Islam pada saat dinasti Abbasiyah tidak
dapat dilepaskan dari peran penerjemahan yang dilakukan oleh para ilmuwan
Muslim. Penerjemahan telah terbukti menjadi sesuatu yang memainkan peranan
utama. Aktivitas penerjemahan memungkinkan suatu kebudayaan dapat
mempelajari kebudayaan lainnya dan hasil yang diperoleh melalui penerjemahan
ini lebih menakjubkan dari pada kemenangan dan penguasaan wilayah-wilayah
lain. Sebagaimana proses penerjemahan telah membawa Islam ke puncak
kepemimpinan budaya dan peradaban, maka proses penerjemahan itu pula yang
telah membangunkan eropa dari tidur panjangnya dan membawa dunia barat
meraih kemajuannya, yaitu ditandai dengan masa renaissance.

Menurut Ibnu Sina filsafat adalah sinonim dengan hikmah. Menurut Ibnu
Sina, filsafat terbagi kedalam 2 bagian: teoritis dan praktis. Segi teoritis bertujuan
mencapai kebenaran, sedangkan segi praktisnya bertujuan mencapai kebajiakan.
Filsafat teoritis terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: ilmu alam, ilmu pasti, dan ilmu
ilahiyat atau yang disebut metafisika. Adapun praktis juga dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu: moral, pengurusan rumah tangga, dan politik. Filosof Yunani yang
paling banyak mempengaruhi pemikiran ilmuwan muslim adalah Aristoteles. Ini
tidak mengherankan karena orang orang Arab dalam kedudukannya sebagai
mediator antara Timur dan Barat telah mengambil dari mana saja dan telah
menerjemahkan berbagai jenis peradaban. Dalam kurun waktu yang amat panjang
mereka menjaga baik semua khazanah peninggalan zaman dahulu.

REFERENSI
Paryono, Joko. dkk., IlmuAlamiahDasar, Bandung, Pustaka Setia, 1998.
Mawardi, Drs., Hidayati, Ir. Nur. 2000. IAD-ISD-IBD. Bandung: CV.
Pustaka Setia.
Jasin, Maskoeri, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
1997.