Pengaruh Auditor Switching, Financial Distress, dan Debt Default Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori agensi, menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu prinsipal atau lebih yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomi rasional dan dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Hal ini dapat memicu terjadinya konflik keagenan. Untuk itu, dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (shareholders) dengan pihak agen (manajer) dalam mengelola keuangan perusahaan Praptitorini dan Putri (2011).

2.1.2 Auditing

Auditing adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti atau pengevaluasian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen (Arens, et al., 2008:14). Hasil kegiatan audit yang dilakukan auditor atas laporan keuangan suatu perusahaan akan menyatakan suatu opini yang sesuai dengan


(2)

keadaaan perusahaan yang sebenarnya. Opini ini akan dipublikasikan kepada masyarakat sehingga para investor dapat membuat keputusan investasi. 2.1.3 Opini Audit

Lapoan audit penting sekali dalam menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang telah dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Paragraf terakhir dalam laporan audit menyajikan kesimpulan auditor berdasarkan hasil dari proses audit yang telah dilakukan. Bagian ini merupakan bagian terpenting dari keseluruhan laporan audit, sehingga sering kali seluruh laporan audit dinyatakan secara sederhana sebagai pendapat auditor (opini audit).

Dalam SA Seksi 508 Paragraf 10 terdapat 5 tipe opini auditor, yaitu (IAPI, 2011):

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)

Pendapat ini diberikan bila laporan keuangan disajikan secara wajar dan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia.

2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan auditor bentuk baku (unqualified opinion with expla na tory la ngua ge).

Pendapat ini diberikan bila pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain, laporan keuangan menyimpang dari prinsip akuntansi yang berlaku umum, auditor menyangsikan kelangsungan usaha perusahaan, terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi, data keuangan kuartalan tertentu yang


(3)

diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak di-review, auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit tambahan diharuskan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia yang berkaitan dengan informasi tersebut.

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)

Pendapat ini diberikan bila tidak ada bukti yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit, auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari standar akuntansi keuangan di Indonesia.

4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)

Pendapat ini diberikan bila menurut pertimbangan auditor, laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia.

5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)

Auditor tidak dapat menyatakan suatu pendapat bila tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.

2.1.4 Opini Audit Going Concern

Opini audit going concern adalah opini yang dikeluarkan oleh auditor untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (IAI,2001:SA Seksi 341). Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut


(4)

melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan dating.

Secara umum, contoh kondisi dan peristiwa jika di pertimbangkan secara keseluruhan, menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam waktu yang pantas adalah sebagai berikut (IAI, 2001: SA Seksi 341.3 paragraf 6): 1) Trend negatif, sebagai contoh kerugian operasi yang berulang kali terjadi,

kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, ratio keuangan penting yang jelek.

2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, sebagai contoh kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran deviden, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru atau penjualan sebagian besar aktiva.

3) Masalah intern, sebagai contoh pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru atau penjualan sebagian besar aktiva.

4) Masalah luar yang terjadi, sebagai contoh pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang – undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan


(5)

membahayakan kemampuan perrusahaan untuk beroperasi, kehilangan fra nchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai.

IAI(2001) dalam SA Seksi 341.2 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut:

1) Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan dalam perencanaan, pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan audit, dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasi keadaan atau peristiwa yang secara keseluruhan manunjukkan adanya kesangsian besar mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Mungkin diperlukan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai kondisi dan peristiwa beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang mengurangi kesangsian auditor.

2) Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, auditor harus:

a) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.

b) Menetapkan kemungkian bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan.


(6)

3) Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil kesimpulan apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas.

2.1.5 Auditor Switching

Auditor switching merupakan perpindahan auditor (KAP) yang dilakukan oleh perusahaan klien. Dalam perkembangnya muncul banyak permasalahan yang mendorong perusahaan untuk menganti auditor.

Beberapa literatur akuntansi menuliskan faktor-faktor yang mendorong perusahaan untuk menganti auditor, antara lain: adanya perubahan manajemen, adanya keinginan perusahaan supaya laporan keuangannya dapat lebih dipercaya, audit fee dan hubungan kerja yang baik (didefinisikan sebagai respon KAP terhadap kebutuhan klien, ketidakpuasan atas opini auditor dan perubahan akuntansi yang digunakan manajemen (Setyorini dan Ardiati, 2006).

Mustarno (2004) meneliti dorongan yang menyebabkan perusahaan tidak sehat mengganti auditornya:

a. Perselisihan pelaporan dan pendapat wajar dengan pengecualian.

Perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan membuat lebih banyak perubahan akuntansi yang menaikkan penghasilan atau laba yang berasal dari kepentingan manajemen. Manajemen mungkin berusaha untuk menahan penyebaran informasi keuangan keuangan atau mencoba memilih metode akuntansi yang hanya sementara menutupi keadaan perusahaan


(7)

sebenarnya. Auditor mungkin tidak sependapat mendukung manajemen, sehingga auditor mengeluarkan pendapat wajar dengan pengecualian. Ancaman tersebut dapat menekan hubungan auditor dan klien, dan akhirnya klien berusaha mencari auditor baru yang lebih kooperatif.

b. Pergantian manajemen.

Pergantian manajemen dapat menghancurkan hubungan antara auditor dengan manajer baru, manajemen yang baru mungkin merasa tidak puas dengan kualitas jasa yang disediakan auditor terdahulu juga biaya auditnya. Manajemen baru mungkin tidak senang dengan kebijakan manajemen terdahulu dan auditor lama yang sejalan dengan kebijakan tersebut.

c. Permintaan akan jaminan.

Perusahaan yang tidak sehat mempertimbangkan pergantian dari Kantor Akuntan Publik (KAP) kecil ke besar guna menyediakan jaminan yang lebih besar pada investor dan kreditur. Selain itu KAP besar menyediakan jaminan tambahan untuk melawan klaim atas terjadinya kerugian keuangan akibat kegagalan perusahaan.

d. Kesulitan keuangan.

Perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan cenderung untuk memiliki kecondongan untuk melakukan pergantian auditor daripada perusahaan yang lebih sehat.

Jika auditor tidak dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian (tidak sesuai dengan harapan perusahaan), perusahaan akan berpindah KAP


(8)

yang mungkin dapat memberikan opini sesuai dengan yang diharapkan perusahaan. Manajemen akan memberhentikan auditornya sebagai suatu bentuk hukuman atas opini yang tidak diharapkan perusahaan atas laporan keuangannya dan berharap untuk mendapatkan auditor yang lebih mudah diatur/morepliable. Chow dan Rice (1982) mendapatkan bukti empiris bahwa perusahaan cenderung berpindah KAP setelah menerima qualified opinion atas laporan keuangannya. Hasil ini diperkuat dengan penelitian yang dialakukan oleh Praptitorini dan Januarti (2007) yang menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia cenderung tidak menerima opini going concern ketika mempertahankan auditornya. Krisnan dalam Mustarno (2004) yang meniliti hubungan antara opini audit dan pergantian auditor yang difokuskan pada proses formulasi opini auditor untuk klien yang melakukan pergantian dan yang tidak melakukan pergantian pada satu tahun sebelum pergantian. Hasilnya menunjukkan bahwa pergantian auditor lebih dipercepat dengan perlakuan yang konservatif dari pada dikeluarkannya opini ”qualified”, jadi pergantian lebih tinggi kketika opini ”qualified” didasarkan aplikasi standar yang konservatif. Perlakuan konservatif yang dilakukan ”switchers” dan ”non switchers” mempertimbangkan bahwa klien berusaha membeli opini yang lebih baik. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa opini tidak menjadi lebih baik setelah pergantian sehingga ”opinion shoopping” gagal.

Alasan lain yang mendorong suatu perusahaan harus melakukan pergantian auditor adalah keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep 20/PM/2002 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan


(9)

No. 17/PMK.01/2008 membatasi penugasan audit paling lama 6 tahun berturut-turut untuk KAP dan 3 tahun berturut-turut untuk seorang akuntan.

2.1.6 Financial Distress

Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan kenyataannya.Pada perusahaan yang sakit banyak ditemukan indikator masalah going concern (Purba 2011). Kondisi ini digambarkan dari rasio keuangan yang dapat memberikan indikasi apakah perusahaan dalam kondisi baik (sehat) atau dalam kondisi buruk (sakit). Perusahaan yang baik (sehat) mempunyai profitabilitas yang besar dan cenderung memiliki laporan keuangan yang sewajarnya sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik akan lebih besar dibandingkan dengan jika profitabilitasnya rendah (Purba, 2011). Kondisi keuangan perusahaan dalam hal ini diukur dari tingkat likuiditas.Likuiditas diukur dengan perbandingan antara aset lancar dibagi dengan kewajiban lancar. Perusahaan yang memiliki likuiditas sehat paling tidak memiliki rasio lancar sebesar 100%. Ukuran likuiditas perusahaan yang lebih menggambarkan tingkat likuiditas perusahaan ditunjukkan dengan current ra tio (kas terhadap kewajiban lancar).

Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besaraktiva kepada pihak luar


(10)

melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain. Menurut Sartono (1997) dalam puba (2011), analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang financial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa mendatang.

Dengan analisis keuangan ini dapat diketahui ini dapat diketahui kekuatan serta kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio tersebut memberikan indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang cukup memadai untuk memenuhi kewajiban finansialnya, besarnya piutang cukup rasional, efisiensi manajemen persediaan, perencanaan pengeluaran investasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat dicapai.

2.1.7 Debt Default

Salah satu ciri yang berlawanan dengan asumsi going concern adalah ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo (IAI, 2001 : SA Seksi 341 paragraf 01). Tamba (2009) mendefenisikan debt defa ult sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar pokok hutang dan bunganya pada waktu jatuh tempo.

Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau default (Ramadhany, 2004). SA Seksi 341 paragraf 01 menyatakan bahwa default utang dan retrukturisasi utang sebagai indikator potensial dalam hubungannya dengan dikeluarkannya opini going concern.


(11)

Ketika suatu perusahaan memiliki hutang dalam jumlah yang sangat besar maka akan banyak dibutuhkan aliran kas untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal ini dapat mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya ini maka kreditor akan memberikan status default.

Manfaat status default sebelumnya telah diteliti oleh Tamba (2009) menemukan hubungan yang kuat antara status default dengan opini going concern. Semenjak auditor lebih sering disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan opini going concern setelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin telah sesuai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan defa ult, tinggi sekali, karenanya diharapkan status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini going concern.

2.2 Review Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini adalah Setyano dkk (2006) dengan judul penelitian “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern. Arga (2007) dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern”. Solikah (2007) dengan judul penelitian “Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Audit Going ConcerN“, Ferima (2010) dengan judul penelitian “Pengaruh Corpora te Governa nce Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern”,


(12)

Wahyu dkk (2009) dengan judul penelitian “ Pengaruh Fina ncia l Distress, Debt Defa ult, Auditor Changes Dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terdaftar Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Property And Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Rangkuman Tinjauan penelitian terdahulu ini tercantum pada tabel 2.1.

Tabel. 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu No Peneliti

(Tahun)

Judul Analisis Penelitian

Variabel Hasil 1 Setyarno

dkk (2006) Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan , Opini Audit Tahun Sebelumny a, Pertumbuh an Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern Regresi Logistik Independen: − Kualitas Audit − Kondisi Keuangan Perusahaan − Opini Audit Tahun Sebelumnya −Pertumbuha n Perusahaan Dependen: Opini Audit Going Concern

− Variabel kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. − variabel kualitas audit dan pertumbuha n perusahaan tidak menunjukka n pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern


(13)

No Peneliti (Tahun)

Judul Analisis Penelitian

Variabel Hasil 2 Arga

(2007) Analisis Faktor Faktor Yang Mempenga ruhi Kecenderu ngan Penerimaan Opini Audit Going Concern Regresi Logistik Independen: − Kualitas Audit − Kondisi Keuangan Perusahaan − Opini Audit Tahun Sebelumnya − Pertumbuhan Perusahaan − Ukuran perusahaan Dependen: Opini Audit Going Concern − Kualitas audit, Kondisi keuangan, Pertumbuha n perusahaan dan Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kecenderun gan penerimaan opini audit going concern − Opini audit tahun sebelumnya ber-pengaruh positif terhadap kecenderun gan pene- rimaan opini audit going concern 3 Solikah

(2007) Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan , Pertumbuh an Perusahaan ,

Dan Opini Audit Regresi Logistik Independen: - Kondisi Keuangan Perusahaan −Pertumbuha n Perusahaan − Opini Audit Tahun Sebelumnya Dependen: −kondisi keuangan perusahaan ,opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going


(14)

No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Tahun Sebelumny a Terhadap Opini Audit Going Concern Analisis Penelitian Variabel Opini Audit Going Concern Hasil concern −pertumbuh an perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern 4 Ferima

(2010)

Pengaruh Corporate Governanc e Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Regresi Logistik Independen: corporate governance Opini audit merupakan opini going concern dan non going concern Dependen: Opini Audit Going Concern semakin besar kepemilikan manajerial maka perusahaan cenderung tidak menerima opini going concern. Sementara, konsentrasi kepemilikan , keberadaan kepemilikan keluarga, proporsi komisaris independen dan keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern.


(15)

No Peneliti (Tahun)

Judul Analisis Penelitian

Variabel Hasil

5 Wahyu dkk (2009) Pengaruh Financial Distress, Debt Default, Auditor Changes Dan Opini Audit Tahun Sebelumny a Terhadap Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Property And Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Regresi Logistik Independen: Financial Distress Debt Default Auditor Changes Opini Audit Tahun Sebelumnya Dependen: Opini Audit Going Concern variabel auditor changes, financial distress yang diproksikan dengan Z-Score Altman (1968) tidak berpengaruh tehadap opini audit going concern debt default, opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern

2.3Kerangka Konseptual

Penelitian ini, dilakukan guna menguji pengaruh auditor switching, financial distress, dan debt default terhadap opini audit going concern pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI. Variabel independen yang digunakan adalah a uditor switching, financial distress, dan debt default . Variabel dependen yang digunakan adalah opini audit going concern.


(16)

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut ini: Variabel Independen Variabel Dependen

H1

H2

H3

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Penelitian terdahulu yang dilakukan Damayanti dan Sudarma (2008) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan berpindah kantor akuntan publik menemukan hasil bahwa fee audit dan ukuran KAP mempunyai pengaruh terhadap auditor switching sedangkan pergantian manajemen, opini akuntan, kesulitan keuangan perusahaan dan prosentase perubahan ROA tidak berpengaruh terhadap auditor switching.

Mardiyah (2002) mengemukakan dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengapa perusahaaan berpindah KAP adalah factor klien, yaitu kesulitan keuangan, manajemen yang gagal, perubahan ownership, Initial Public offering (IPO) dan faktor auditor, yaitu fee audit dan kualitas audit. Jika auditor tidak dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian (tidak sesuai dengan harapan perusahaan), perusahaan akan berpindah KAP yang mungkin dapat memberikan opini sesuai dengan yang diharapkan perusahaan. Manajemen akan

Auditor Switching (X1)

Fina ncia l Distress (X2)

Debt Defa ult (X3)

Opini Audit Going Concern (Y)


(17)

memberhentikan auditornya sebagai suatu bentuk hukuman atas opini yang tidak diharapkan perusahaan atas laporan keuangannya dan berharap untuk mendapatkan auditor yang lebih mudah diatur/more pliable (Carcello dan Neal dalam Damayanti dan Sudarma, 2008). Chow dan Rice (1982) mendapatkan bukti empiris bahwa perusahaan cenderung berpindah KAP setelah menerima qualified opinion atas laporan keuangannya.

Kondisi keuangan suatu perusahaan menunjukkan tingkat kesehatan perusahaan dalam periode tersebut. Pada perusahaan yang sakit banyak ditemukan indikator masalah going concern (Ramadhany, 2004). Ketika kondisi keuangan suatu perusahaan menurun maka pemberian opini going concern oleh auditor semakin tinggi. Hal ini dikarenakan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa semakin baik kondisi keuangan perusahaan semakin kecil kemungkinan bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern, karena auditor hanya akan memeberikan opini ini jika perusahaan dikatakan bangkrut atau sulit melanjutkan kelangsungan hidup usahanya.

Ketika suatu perusahaan memiliki hutang dalam jumlah yang sangat besar maka akan banyak dibutuhkan aliran kas untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal ini dapat mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya ini maka kreditor akan memberikan status default. Messier et. al. (2005) menyatakan bahwa indikasi kebangkrutan dapat dilihat dari situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban lancarnya yang akan mengakibatkan perusahaan


(18)

mengalami arus kas negatif, gagal bayar (default) pada perjanjian hutang, dan akhirnya mengarah kepada kebangkrutan sehingga going concern perusahaan tersebut diragukan. Status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini going concern.

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2008:49) ”Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris” hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Dari kerangka konseptual dan tinjauan teoritis tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

1 H1 : Auditor switching berpengaruh terhadap opini audit going concern.

2 H2 : Financial Distress berpengaruh terhadap pemberian opini audit going

concern


(1)

No Peneliti (Tahun)

Judul Analisis Penelitian

Variabel Hasil 2 Arga

(2007) Analisis Faktor Faktor Yang Mempenga ruhi Kecenderu ngan Penerimaan Opini Audit Going Concern Regresi Logistik Independen: − Kualitas Audit − Kondisi Keuangan Perusahaan − Opini Audit Tahun Sebelumnya − Pertumbuhan Perusahaan − Ukuran perusahaan Dependen: Opini Audit Going Concern − Kualitas audit, Kondisi keuangan, Pertumbuha n perusahaan dan Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kecenderun gan penerimaan opini audit going concern − Opini audit tahun sebelumnya ber-pengaruh positif terhadap kecenderun gan pene- rimaan opini audit going concern 3 Solikah

(2007) Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan , Pertumbuh an Perusahaan ,

Dan Opini Audit Regresi Logistik Independen: - Kondisi Keuangan Perusahaan −Pertumbuha n Perusahaan − Opini Audit Tahun Sebelumnya Dependen: −kondisi keuangan perusahaan ,opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going


(2)

No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Tahun Sebelumny a Terhadap Opini Audit Going Concern Analisis Penelitian Variabel Opini Audit Going Concern Hasil concern −pertumbuh an perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern 4 Ferima

(2010)

Pengaruh Corporate Governanc e Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Regresi Logistik Independen: corporate governance Opini audit merupakan opini going concern dan non going concern Dependen: Opini Audit Going Concern semakin besar kepemilikan manajerial maka perusahaan cenderung tidak menerima opini going concern. Sementara, konsentrasi kepemilikan , keberadaan kepemilikan keluarga, proporsi komisaris independen dan keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern.


(3)

No Peneliti (Tahun)

Judul Analisis Penelitian

Variabel Hasil

5 Wahyu dkk (2009)

Pengaruh Financial Distress, Debt Default, Auditor Changes Dan Opini Audit Tahun Sebelumny a

Terhadap Opini Audit Going Concern Pada

Perusahaan Property And Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia

Regresi Logistik

Independen: Financial Distress Debt Default Auditor Changes Opini Audit Tahun Sebelumnya Dependen: Opini Audit Going Concern

variabel auditor changes, financial distress yang diproksikan dengan Z-Score Altman (1968) tidak berpengaruh tehadap opini audit going concern debt default, opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern

2.3Kerangka Konseptual

Penelitian ini, dilakukan guna menguji pengaruh auditor switching, financial distress, dan debt default terhadap opini audit going concern pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI. Variabel independen yang digunakan adalah a uditor switching, financial distress, dan debt default . Variabel dependen yang digunakan adalah opini audit going concern.


(4)

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut ini: Variabel Independen Variabel Dependen

H1

H2

H3

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Penelitian terdahulu yang dilakukan Damayanti dan Sudarma (2008) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan berpindah kantor akuntan publik menemukan hasil bahwa fee audit dan ukuran KAP mempunyai pengaruh terhadap auditor switching sedangkan pergantian manajemen, opini akuntan, kesulitan keuangan perusahaan dan prosentase perubahan ROA tidak berpengaruh terhadap auditor switching.

Mardiyah (2002) mengemukakan dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengapa perusahaaan berpindah KAP adalah factor klien, yaitu kesulitan keuangan, manajemen yang gagal, perubahan ownership, Initial Public offering (IPO) dan faktor auditor, yaitu fee audit dan kualitas audit. Jika auditor tidak dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian (tidak sesuai dengan harapan perusahaan), perusahaan akan berpindah KAP yang mungkin dapat memberikan opini sesuai dengan yang diharapkan perusahaan. Manajemen akan

Auditor Switching (X1)

Fina ncia l Distress (X2)

Debt Defa ult (X3)

Opini Audit Going Concern (Y)


(5)

memberhentikan auditornya sebagai suatu bentuk hukuman atas opini yang tidak diharapkan perusahaan atas laporan keuangannya dan berharap untuk mendapatkan auditor yang lebih mudah diatur/more pliable (Carcello dan Neal dalam Damayanti dan Sudarma, 2008). Chow dan Rice (1982) mendapatkan bukti empiris bahwa perusahaan cenderung berpindah KAP setelah menerima qualified opinion atas laporan keuangannya.

Kondisi keuangan suatu perusahaan menunjukkan tingkat kesehatan perusahaan dalam periode tersebut. Pada perusahaan yang sakit banyak ditemukan indikator masalah going concern (Ramadhany, 2004). Ketika kondisi keuangan suatu perusahaan menurun maka pemberian opini going concern oleh auditor semakin tinggi. Hal ini dikarenakan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa semakin baik kondisi keuangan perusahaan semakin kecil kemungkinan bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern, karena auditor hanya akan memeberikan opini ini jika perusahaan dikatakan bangkrut atau sulit melanjutkan kelangsungan hidup usahanya.

Ketika suatu perusahaan memiliki hutang dalam jumlah yang sangat besar maka akan banyak dibutuhkan aliran kas untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal ini dapat mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya ini maka kreditor akan memberikan status default. Messier et. al. (2005) menyatakan bahwa indikasi kebangkrutan dapat dilihat dari situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban lancarnya yang akan mengakibatkan perusahaan


(6)

mengalami arus kas negatif, gagal bayar (default) pada perjanjian hutang, dan akhirnya mengarah kepada kebangkrutan sehingga going concern perusahaan tersebut diragukan. Status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini going concern.

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2008:49) ”Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris” hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Dari kerangka konseptual dan tinjauan teoritis tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

1 H1 : Auditor switching berpengaruh terhadap opini audit going concern. 2 H2 : Financial Distress berpengaruh terhadap pemberian opini audit going

concern


Dokumen yang terkait

Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, Dan Opini Audit Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 74 78

Pengaruh Auditor Switching, Financial Distress, dan Debt Default Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 79 80

ANALISIS PENGARUH KUALITAS AUDIT, DEBT DEFAULT, AUDITOR SWITCHING, DAN SOLVABILITAS TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris Pada Emiten Manufaktur di Bursa Efek Indonesia)

0 9 19

PENGARUH DEBT DEFAULT, KUALITAS AUDIT DAN FINANCIAL DISTRESS TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2013)

1 8 64

PENGARUH FINANCIAL DISTRESS, DEBT DEFAULT, AUDITOR CHANGES DAN OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN PROPERTY AND REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI

1 6 76

Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan Opini audit Terhadap Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI

1 7 80

Pengaruh Auditor Switching, Financial Distress, dan Debt Default Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Auditor Switching, Financial Distress, dan Debt Default Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Auditor Switching, Financial Distress, dan Debt Default Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 7

Pengaruh Auditor Switching, Financial Distress, dan Debt Default Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 3