Respon Stres dan Adaptasi Remaja Putri terhadap Dismenorea di SMA Raksana Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan

hanya dalam arti psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik
yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja,
sedangkan perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari
perubahan-perubahan fisik itu (Sarwono, 2011).
Stres merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap
tuntutan atau beban atasnya. Terjadinya stres dapat disebabkan oleh sesuatu yang
dinamakan stessor. Stressor diperlukan dalam kehidupan dan upayanya untuk
meningkatkan kewaspadaan, kematangan kepribadian dan kompetisi dalam hidup
(Rasmun, 2004). Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan reaksi
fisiologis dan psikologis. Selain itu, respon adaptif adalah suatu totalitas respon
dari manusia sebagai makhluk holistik yang memerlukan penyesuaian (Hidayat,
2008).
Nyeri haid adalah hal yang sangat wajar terjadi di kalangan perempuan
dan bisa terjadi pada mereka yang sedang haid. Beberapa kalangan menganggap

nyeri haid adalah hal yang biasa, dialami dalam waktu singkat, tidak terlalu
mengganggu aktivitas dan dalam hitungan jam rasa nyeri itu hilang dengan
sendirinya. Namun dalam beberapa kasus, mereka terus menerus mengalami rasa
sakit, dan tidak bisa beraktivitas karena rasa nyeri yang tidak tertahankan. Selain

Universitas Sumatera Utara

itu juga disertai kondisi psikologis yang tidak nyaman, seperti mudah marah,
cepat tersinggung, bawaannya kesel pada semua orang (Anurogo, 2011).
Usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid
(menarche) bervariasi lebar yaitu antara 10 sampai 16 tahun, tetapi rata-rata 12,5
tahun. Statistik menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor keturunan,
keadaan gizi dan kesehatan umum (Prawihardjo, 2012).
Perempuan merasakan nyeri haid (dismenore) dengan berbagai tingkatan,
mulai dari yang sekedar pegal-pegal di panggul dari sisi dalam hingga rasa nyeri
yang luar biasa sakitnya (Anurogo, 2011). Nyeri ini terjadi 2 hari atau lebih
sebelum menstruasi dimulai dan rasa nyeri akan semakin hebat saat menstruasi,
kemudian menghilang 2 hari atau lebih setelah menstruasi berhenti (Proverawati,
2009).
Menurut Llewellyn (2005), lima puluh persen dari wanita mengeluh

karena sakit waktu haid pada masa remaja. Gangguan ini mencapai puncak pada
umur 17 sampai 25 tahun, dan berkurang atau sembuh setelah mengandung.
Angka kejadian nyeri menstruasi di dunia sangat besar. Di Amerika,
angka presentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72% (Proverawati, 2009).
Masih di Amerika Serikat, puncak insiden dismenorea primer terjadi pada akhir
masa remaja dan di awal usia 20-an. Insiden dismenorea pada remaja putri
dilaporkan sekitar 92% (Anugoro, 2011).
Dismenorea dapat menyebabkan perempuan tidak dapat hadir saat
bekerja dan sekolah. Studi epidemiologi yang dilakukan di Amerika menemukan

Universitas Sumatera Utara

bahwa dismenorea menyebabkan 14% remaja sering tidak masuk sekolah
(Anurogo, 2011).
Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia
produktif yang mengalami nyeri menstruasi (haid). Angka kejadian (prevalensi)
nyeri menstruasi (haid) berkisar 45-95% di kalangan wanita usia produktif
(Proverawati, 2009). Dapat dikatakan 90% perempuan Indonesia pernah
mengalami dismenorea. Lebih banyak perempuan yang mengalami dismenorea
tidak melaporkan atau berkunjung ke dokter. Banyak yang menganggap kesehatan

adalah urusan ke sekian dan mereka memutuskan untuk pergi ke dokter atau
rumah sakit ketika kondisi sudah sangat parah (Anurogo, 2011). Walaupun pada
umumnya tidak berbahaya, namun dismenorea dapat mengganggu bagi wanita
yang mengalaminya. Nyeri yang dirasakan tidak sama untuk setiap wanita, ada
yang masih bisa bekerja sambil meringis dan adapula yang tidak mampu
beraktifitas.
Penelitian Haryani (2012), yang dilakukan di SMP Negeri 35 Medan
melaporkan bahwa 76,7% remaja mengalami nyeri haid yang hilang-timbul dan
dengan intensitas nyeri sedang. Sedangkan tingkat stres yang dialami sebagian
besar berada pada tingkat kedua dengan koping positif.
Penelitian yang dilakukan Mayyane (2011) di SMA Negeri 1 Padang
Panjang yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan
kejadian sindrom pra menstruasi menggunakan pendekatan cross sectional dan
responden sebanyak 144 orang. Hasil penelitian menunjukkan 75,7% responden
mengalami stres sedang dan 63,2% responden mengalami sindrom pra menstrusai.

Universitas Sumatera Utara

Terdapat hubungan positif dengan korelasi yang sedang antara tingkat stres
dengan kejadian sindrom pra menstruasi (r = 0,504, p = 0,000).

Hasil penelitian yang dilakukan Roza (2011), di Fakultas Keperawatan
USU yang menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan teknik
pengambilan sampel menggunakan total sampling sebanyak 42 orang responden.
Didapatkan bahwa aktivitas belajar responden yang mengalami dismenorea
sebagian besar (71,4%) berada pada aktivitas belajar kategori terganggu sebanyak
30 orang (71,4%), sedangkan aktivitas belajar kategori tidak terganggu. Penelitian
Rakhma (2012) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran derajat dismenorea
dan upaya penanganannya pada siswi SMK Arjuna Depok Jawa Barat didapat
bahwa siswi yang mengalami dismenorea sebagian besar melakukan upaya
penanganan dengan cara istirahat total atau tidur sebanyak 30 (23,3%) siswi,
melakukan teknik distraksi sebanyak 24 (18,6%) siswi, melakukan kompres air
hangat sebanyak 13 (10,1%) siswi dan meminum obat warung sebanyak 10
(7,8%) siswi.
Penelitian Sulastri (2006) dalam Rakhma (2012) menyatakan bahwa
dismenorea

berdampak

pada


gangguan

aktivitas

sehari-hari

sehingga

menyebabkan absen sekolah≤ 3 hari atau tidak masuk s ekolah dan berdampak
pada menurunnya konsentrasi di kelas.
Dari survey awal yang dilakukan peneliti di SMA Raksana Medan,
dengan wawancara non formal kepada guru bimbingan, dari kelas 1 sampai kelas
3 yang terdiri dari 17 kelas, di setiap kelasnya ada 2 atau 3 orang siswi yang tidak

Universitas Sumatera Utara

masuk sekolah setiap bulannya dengan keterangan nyeri haid bahkan ada siswa
pulang disaat pelajaran berlangsung karena nyeri haid.
Berdasarkan latar belakang yang mengatakan banyak siswi mengalami
dismenorea di SMA Raksana Medan, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Respon Stres dan Adaptasi Remaja Putri terhadap
Dismenorea di SMA Raksana Medan.”
1.2.

Perumusan Masalah
Masalah penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana respon stres dan adaptasi remaja putri terhadap dismenorea
di SMA Raksana Medan?”

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi bagaimana respon stres dan adaptasi remaja putri
terhadap dismenorea di SMA Raksana Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
-

Untuk mengidentifikasi respon stres remaja putri di SMA Raksana

terhadap dismenorea.

-

Untuk mengidentifikasi respon adaptasi remaja putri di SMA
Raksana terhadap dismenorea.

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan peneliti di
bidang penelitian dan mengasah daya analisis peneliti serta untuk

Universitas Sumatera Utara

menambah wawasan pengetahuan peneliti dalam penerapan ilmu tentang
hal-hal yang berhubungan dengan dismenorea.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Dari

hasil

penelitian ini

diharapkan

dapat

dijadikan

referensi

keperawatan khususnya yang terkait dengan dismenorea.
1.4.3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi
atau bahan masukan bagi penelitian selanjutnya yang ingin melakukan
penelitian yang berhubungan dengan dismenorea.


Universitas Sumatera Utara