Analisis Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal

1.1. Latar Belakang
Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun
nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional
seperti Organisasi Pangan se-Dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan
bahaya krisis pangan.
Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian pangan menempati
prioritas penting. Keadaan ini tercermin dari berbagai bentuk intervensi yang
dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi
pemerintah di sektor pertanian dan pengairan, riset dan pengembangan teknologi
usaha tani maupun kebijaksanaan harga. Intervensi tersebut antara lain ditujukan
untuk memecahkan masalah pangan nasional, yaitu penyediaan pangan yang
merata di seluruh tanah air serta terjangkaunya daya beli masyarakat (Amang,
1993).
Menurut data Food Agriculture Organization of the UN (FAO),
menunjukkan perkiraan jumlah penduduk dunia pada tahun 2030 mencapai 8
miliar. Pada tahun 2015, sebanyak 580 juta penduduk dunia akan mengalami
kekurangan pangan. Sumbangan pertambahan penduduk terbesar berasal dari
negara-negara sedang berkembang. Perhitungan ini menunjukkan bahwa negaranegara berkembang di dunia akan semakin tergantung pada impor pangan untuk
memenuhi kebutuhan penduduknya yang sangat besar, dan diperkirakan
kebutuhan tersebut akan meningkat dari 170 juta ton pada tahun 1995 menjadi
270 ton pada tahun 2030 (Krisnamurthi, 2006).


Universitas Sumatera Utara

Pertambahan jumlah penduduk menuntut daya dukung ketersediaan
pangan secara memadai, dengan kata lain cadangan pangan harus mampu
memenuhi kebutuhan konsumsi pangan seluruh penduduk secara berkelanjutan.
Kebutuhan beras tersebut akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan
jumlah penduduk. Jika rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, maka
jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 diperkirakan 238,4 juta dan tahun 2015
menjadi 253,6 juta. Dengan melihat kondisi potensi produksi padi nasional,
diperkirakan tahun 2015 persediaan beras akan mengalami defisit sebesar 5,64
juta ton (Siswono et.al dalam Afrianto, 2010)

Menurut Suryana (2001), bagi Indonesia, masih adanya kendala utama di
sisi produksi, yakni kecilnya skala usaha yang dikelola oleh petani. Ada empat
masalah yg berkaitan dengan kondisi perberasan di Indonesia, pertama rata-rata
luas lahan yang dikuasai/miliki oleh petani hanya 0,3 ha. Kedua sekitar 70%
petani padi (khususnya buruh tani dan petani skala kecil) termasuk golongan
masyarakat miskin atau berpendapatan rendah. Ketiga, 60% dari jumlah petani
padi adalah konsumen neto beras. Keempat, rata-rata pendapatan RT petani padi

yang bersumber dari usaha tani padi hanya sebesar 30% dari total pendapatan
keluarga. Dengan kondisi ini pemerintah selalu dihadapkan pada posisi sulit, di
satu sisi pemerintah harus menyediakan beras dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat, dan di sisi lain pemerintah harus melindungi petani produsen dan
menjaga ketersediaan secara cukup.

Konsumsi beras sebagai makanan pokok tampaknya tetap mendominasi
pola makan orang Indonesia. Sebagai sumber energi maupun nutrisi, beras

Universitas Sumatera Utara

memang lebih baik dibandingkan dengan jenis makanan pokok lainnya. Dalam
kaitan ini, pangsa beras pada konsumsi energi perkapita sebesar 54,3 persen, atau
dengan kata lain setengah dari intake energi adalah bersumber dari beras. Selain
itu, beras juga menjadi sumber protein yang utama yaitu mencapai 40 persen
(Suryana dan Mardianto, 2001).

Kabupaten Mandailing Natal sebagai salah satu daerah/wilayah sentra
produksi padi di Provinsi Sumatera Utara mempunyai tingkat produksi padi yang
tidak stabil dari waktu ke waktu.


Perkembangan luas panen, produksi, dan

produktivitas padi di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Gambar 1.1.
dan Gambar 1.2.

Gambar 1.1. Perkembangan Luas Panen Tanaman Padi Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2005 - 2010
Produksi padi pada dasarnya tergantung kepada dua variabel, yaitu luas
panen dengan produktivitas per hektar lahan, sehingga seberapa besar produksi

Universitas Sumatera Utara

suatu wilayah sangat tergantung berapa luas panen pada tahun yang bersangkutan
atau berapa tingkat produktivitasnya. Luas panen padi di Kabupaten Mandailing
Natal rata-rata sebesar 35.779 ha/tahun. Luas lahan yang tersedia bersifat tetap,
bahkan cenderung berkurang karena beralih fungsi ke non pertanian terutama
perkebunan untuk tanaman sawit, karet, dan coklat sebagai akibat prospek ke
depan yang lebih menguntungkan dari segi pendapatan, dimana selama periode
tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 telah terjadi konversi lahan sekitar 965

hektar. Kondisi luas panen padi di Kabupaten Mandailing Natal pun makin
terancam dengan semakin seringnya bencana alam menerpa daerah-daerah di
Kabupaten Mandailing Natal, berdasarkan data dari BNPB telah terjadi 25
kejadian bencana alam selama periode tahun 2004-2010. Kejadian bencana banjir
dan tanah longsor mendominasi kejadian bencana alam di Kabupaten Mandailing
Natal yang memberikan dampak kerusakan pada lahan pertanian, dimana akibat
bencana banjir kerusakan lahan pertanian seluas 1.777 Ha dan tanah longsor
seluas 60 Ha.

Kondisi lain yang kemungkinan besar mengurangi

produksi padi di

Kabupaten Mandailing Natal adalah terjadinya kekeringan pada areal pertanian.
Menurut Krisnamurthi (2008) perubahan iklim dan lingkungan menunjukkan air
menjadi faktor paling penting dan pembatas utama. Jadi, mulai sekarang perlu
diperhatikan produktivitas air dalam produksi pangan misalnya, untuk
menghasilkan 1 kg beras dibutuhkan 1.000 kg air. Kekeringan

pada lahan


pertanian akan memberi implikasi buruk terhadap pengadaan pangan Mandailing
Natal dan ketahanan pangan nasional, karena kurangnya ketersediaan air untuk
mengairi daerah-daerah sentra produksi padi seperti Kecamatan Siabu yang

Universitas Sumatera Utara

merupakan pusat produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal. Pada tahun 2011
produksi padi di Kecamatan Siabu mencapai 53.334,78 ton atau 31,33% dari total
produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal.

Gambar 1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi
Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2005-2010

Ketersediaan pangan (beras) di suatu wilayah berhubungan dengan
produksi dan konsumsi. Menurut Badan Pelaksana Penyuluhan Dan Ketahanan
Pangan (BP2KP) Kabupaten Mandailing Natal yang bersumber dari Badan Pusat
Statistik konsumsi beras per kapita penduduk Mandailing Natal rata-rata sebesar
160 kg/kap/tahun, jumlah konsumsi beras di Kabupaten ini jauh berbeda dengan
rata-rata konsumsi beras Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 136 kg/kap/tahun,

dan rata-rata konsumsi beras nasional yaitu sebesar 139,15 kg/kap/tahun. Masih
dominannya konsumsi beras, tentu saja menghadirkan tantangan lebih besar lagi
bagi upaya peningkatan ketersediaan pangan melalui peningkatan produksi beras.

Universitas Sumatera Utara

Harga beras di Kabupaten Mandailing Natal juga cenderung mengalami
kenaikan, dimana selama periode 2005 – 2010 dengan rata-rata kenaikan sebesar
Rp 685,-/Kg (20%) untuk beras kualitas jongkong/IR-64. Ada beberapa hal yang
menyebabkan kenaikan harga beras tersebut antara lain karena: (i) luas tanam,
adanya penurunan luas tanam yang disebabkan banyaknya lahan sawah yang
beralih fungsi (konversi) ke tanaman perkebunan, seperti karet, coklat, dan kelapa
sawit; (ii) waktu tanam dan panen padi, dampak dari pergeseran waktu tanam padi
sebagai akibat tidak tersedianya air untuk segera melakukan pertanaman padi
pada musim selanjutnya berimbas pada mundurnya jadwal panen; (iii) perubahan
iklim di suatu wilayah secara langsung mempengaruhi dalam hal ketersediaan
pangan dan distribusi pangan di wilayah yang bersangkutan. Dampak perubahan
iklim adalah terjadinya gangguan terhadap siklus hidrologi dalam bentuk
perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan permukaan laut, peningkatan
frekuensi dan intensitas bencana alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir

dan kekeringan. Bagi sektor pertanian, dampak lanjutan dari perubahan iklim
adalah bergesernya pola dan kalender tanam, perubahan keanekaragaman hayati,
perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT) secara eksplisit, serta pada
akhirnya dapat berdampak pada pertumbuhan tanaman tidak sempurna yang
mungkin menyebabkan gagal panen/puso dan penurunan produksi pertanian.
Salah satu faktor yang paling kritis dalam menentukan keberhasilan usaha
pertanian adalah curah hujan yang seringkali sangat terbatas dan tidak mencukupi
kebutuhan tanaman (Simatupang et al, 1997).
Berdasarkan uraian tersebut di Kabupaten Mandailing Natal telah terjadi
permasalahan yang menjadi kendala dalam pemenuhan ketersediaan pangan

Universitas Sumatera Utara

(beras). Peningkatan produksi padi di Mandailing Natal cenderung mengalami
penurunan, hal ini disebabkan karena berbagai permasalahan yang melanda
pertanian di Mandailing Natal, seperti semakin berkurangnya

luas areal

persawahan, terbatasnya ketersediaan air, dan mahalnya harga sarana produksi

serta relatif rendahnya harga produk pertanian. Pola konsumsi masyarakat yang
menjadikan beras sebagai bahan pangan utama juga menjadi perhatian karena
adanya asumsi jika belum makan nasi maka belum dikatakan makan.

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut: Bagaimanakah hubungan luas panen padi, produktivitas
lahan, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di
Kabupaten Mandailing Natal?

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan luas
panen padi, produktivitas lahan, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan
ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal.

1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

Universitas Sumatera Utara


1. Sebagai bahan informasi dan masukan dalam merencanakan dan mengambil
kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan beras dalam rangka peningkatan
ketahanan pangan.
2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya .

II. TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara