Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Kabupaten Deli Serdang

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN

DELI SERDANG

TESIS

Oleh

SILVIANA YANIDAH SAGALA 097003062/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

S

E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA

N

A


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN

DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perdesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SILVIANA YANIDAH SAGALA 097003062/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Silviana Yanidah Sagala Nomor Pokok : 097003062

Program Studi : Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui Komisi pembimbing

(Dr. Tavi Supriana, MS) (Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

Tanggal lulus : 20 Januari 2012


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 20 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Tavi Supriana, MS Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE, MSi

2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Dr. H.B. Tarmizi, SU


(5)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Beras telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Selain sebagai sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaannya tidak dapat digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Meskipun pemerintah telah mengupayakan diversifikasi pangan, namun sampai saat ini belum mampu mengubah preferensi penduduk terhadap bahan pangan beras. Oleh karena itu, ketersediaan beras harus selalu terjaga, berkelanjutan, bahkan harus ditingkatkan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas areal panen padi di Kabupaten Deli Serdang, faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen padi, konsumsi beras, serta harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2004-2010. Data yang dikumpulkan adalah data per semester. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa variabel luas areal irigasi dan harga pupuk urea berpengaruh positif, sedangkan harga gabah di tingkat petani dan curah hujan daerah setempat berpengaruh negatif. Secara parsial, hanya variable luas areal irigasi yang berpengaruh signifikan terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan konsumsi beras, variabel pendapatan perkapita dan harga beras berpengaruh positif terhadap konsumsi beras. Secara parsial, harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras dan lag harga eceran beras berpengaruh positif sedangkan lag jumlah produksi beras berpengaruh negatif. Hanya variabel konsumsi beras yang berpengaruh nyata, sedangkan yang lainnya tidak berpengaruh nyata.

Kata Kunci: Beras, Konsumsi, Produksi, Luas Panen.


(6)

ANALYSIS FACTORS THAT INFLUENCE AVAILABILITY OF RICE AT DISTRICT OF DELI SERDANG

ABSTRACT

Rice is a strategic commodity in the life state in Indonesia. Beside a source of main food, rice is also a source of income for farmers and the daily needs for millions people. Rice can also be a political commodity because its existence can not be replaced by another commodity and must be in adequate amounts. Although the government has sought diversification of food, but not been able to turn the population preferences against rice food. Therefore, the availability of rice should be maintained always, sustained, and even be enhanced. The formulation of the problem in this study is what factors affect the rice crop area at district of Deli Serdang, what factors that influence the consumption of rice at district of Deli Serdang, and what factors influence the retail prices of rice at district of Deli Serdang. The research objective was to analyze the factors that affect the rice crop acreage, consumption of rice, as well as the retail price of rice in the district of Deli Serdang

This study used secondary data time series of 2004-2010. The data collected semi annual. Data analysis by descriptive analysis and quantitative analysis. Based on this research, that the area of irrigation and the urea fertilizer prices variables has a positive effect, while the price of grain at the farm level and rainfall negatively affect. Partially, only the area of irrigation variables which significantly influence the crop acreage in the district of Deli Serdang. On the rice consumption equation, the rices prices and the income per capita had a positive effect on rice consumption. And partially, the price of rice and the income per capita had a significant effect on rice consumption at district of Deli Serdang. In the rice retail price equation, the amount of rice consumption and the lagged retail price of rice had a positive effect while the lag negatively affect the amount of rice production. Only the consumption of rice that had significantly effect, while others are not significantly effect.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas kasih dan cinta yang tidak terbatas, atas berkat yang dilimpahkan dan menuntun setiap langkahku setiap hari, sehingga penulisan tesis ini dapat rampung seluruhnya. Tesis ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam rangka mengakhiri masa pendidikan Sekolah Pascasarjana dan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada penulisan tesis ini, penulis memilih judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Kabupaten Deli Serdang”.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM) Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. lir.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dr. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

membantu memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Kasyful Mahalli, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.


(8)

6. Bapak Dr. Tarmizi, BU, dan Dr. Rujiman, MA selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukkan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi PWD PPS-USU yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademis selama mengikuti perkuliahan.

8. Rekan-rekan mahasiswa PWD angkatan 2009 yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

9. Ibu Kepala Badan Ketahanan Pangan Deli Serdang yang memberikan izin belajar dan seluruh staf Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Deli yang memberikan semangat dan dukungandalam penyelesaian tesis ini.

10. Orang tua Saya Drs. Janiasal Sagala/Rosminar Situmorang serta Mertua saya R. Sitorus/N. Sihombing dan seluruh keluarga yang telah sabar dan memberikan do’anya selama penulis menjalani masa pendidikan Strata 2 (S-2) ini.

11. Suami tercinta Tumpal Sitorus, SH yang setia memberikan dukungan selama perkuliahan dan anak-anakku tersayang Abang Alvedro Rafael Sitorus dan Kakak Grace Pretty Margaretha Sitorus yang dengan ikhlas kurangnya perhatian Mama selama Kuliah.

12. Adek Lamhot H. Sagala, SH / dr. R. Evlin M Simanjuntak, dan tesis ini kupersembahkan sebagai wujud kasih sayang kami buat Adekku ASTETYS NOVALIN SAGALA (Alm).

Penulis berdoa semoga Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberikan berkat atas seluruh kebaikian dan kemurahan hati sekalian kepada kita semua.


(9)

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, namun semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan kepada penulis khususnya

Medan, Januari 2012 Penulis

Silviana Yanidah Sagala


(10)

RIWAYAT HIDUP

Silviana Yanidah Sagala, lahir di Medan pada tanggal 12 Mei 1979, anak Pertama dari Tiga bersaudara pasangan Drs. Janiasal Sagala dan Ibunda Rosminar Situmorang.

Menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar (SD) Katolik Santa Maria Tarutung, tamat dan lulus tahun 1991. Melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri Onan Hasang Kec. Pahae Julu, tamat dan lulus tahun 1994. Selanjutnya melanjutkan pendidikan ke SMU RK. Serdang Murni Lubuk Pakam, tamat dan lulus tahun 1997. Kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan, tamat dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2009 melanjutkan studi Strata Dua (S-2) di Universitas Sumatera Utara pada Program Studi P Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD).

Sejak tahun 2003 diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan, dan tahun 2010 pindah ke Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, saat ini bertugas di Badan Ketahanan Pangan.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Teori Produksi dan Konsumsi ... 8

2.2. Peran Beras dalam Ketahanan Pangan ... 12

2.3. Kebijakan Beras ... 17

2.4. Konsumsi dan Ketersediaan Beras... ... 18

2.5. Pengembangan Wilayah... ... 23

2.6. Penelitian Terdahulu ... .... 25

2.7. Kerangka Pemikiran ... 27

2.8. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1. Metode Penentuan Wilayah ... 31

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 31


(12)

3.3. Metode Analisis Data ... 32

3.3.1. Analisis Deskriptif ... 32

3.3.2. Analisis Kuantitatif ... 32

3.4. Definisi Operasional... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

4.1.1. Profil Kabupaten Deli Serdang ... 37

4.1.2. Geografis dan Topografi ... 40

4.1.3. Demografi ... 42

4.1.4. Kondisi Ekonomi Kabupaten Deli Serdang ... 43

4.2. Produksi Beras di Kabupaten Deli Serdang ... 45

4.3. Konsumsi Beras di Kabupaten Deli Serdang ... 47

4.4. Hasil Analisis dan Pembahasan ... 49

4.4.1. Luas Areal Panen Padi ... 49

4.4.2. Konsumsi Beras ... 51

4.4.3. Harga Eceran Beras ... 53

4.5. Uji Asumsi Klasik ... 55

4.5.1. Luas Areal Panen Padi ... 56

4.5.2. Konsumsi Beras ... 58

4.5.1. Harga Beras Eceran ... 59

4.6. Keterkaitan Ketersediaan Beras dengan Pengembangan Wilayah Kabupaten Deli Serdang ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 64


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Luas Tanam dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang ... 5

4.1. Luas Wilayah Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Kecamatan ... 39

4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 ... 43

4.3. PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009-2010 ... 45

4.4. Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2010 ... 46

4.5. Produksi Padi dan Beras di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2010 ... 47

4.6. Konsumsi Beras di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2010 ... 48

4.7. CorrelationTest ... 56

4.8. Uji Glejser ... 57

4.9. CorrelationTest ... 58

4.10. Uji Glejser ... 59

4.11. CorrelationTest ... 60

4.12. Uji Glejser ... 60


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Halaman 2.1. Model Alokasi Output Dari Petani Subsisten untuk Konsumsi

Rumah Tangga dan Dijual Konsumsi RT ... 16

4.1. Hasil Analisis Jarque-Bera Luas Areal Panen Padi ... 56 4.2. Hasil Analisis Jarque-Bera Konsumsi Beras ...

58 4.3. Hasil Analisis Jarque-Bera Harga Eceran Beras ...


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Halaman 1. Produktivitas Padi, Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten

Deli Serdang, 2004-2010 ……….. 68

2. Harga Gabah, Luas Panen, Upah Tenaga Kerja dan Penggunaan

Pupuk Urea ……… 69

3. Produksi Padi, Faktor Konversi dan Produksi Beras ………. 70

4. Luas Areal Panen Padi Sawah dan Variabel yang Mempengaruhi … 71

5. Konsumsi Beras dan Variabel yang Mempengaruhi ………. 72

6. Analisis Estimasi ……… 73


(16)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Beras telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Selain sebagai sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaannya tidak dapat digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Meskipun pemerintah telah mengupayakan diversifikasi pangan, namun sampai saat ini belum mampu mengubah preferensi penduduk terhadap bahan pangan beras. Oleh karena itu, ketersediaan beras harus selalu terjaga, berkelanjutan, bahkan harus ditingkatkan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas areal panen padi di Kabupaten Deli Serdang, faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen padi, konsumsi beras, serta harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2004-2010. Data yang dikumpulkan adalah data per semester. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa variabel luas areal irigasi dan harga pupuk urea berpengaruh positif, sedangkan harga gabah di tingkat petani dan curah hujan daerah setempat berpengaruh negatif. Secara parsial, hanya variable luas areal irigasi yang berpengaruh signifikan terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan konsumsi beras, variabel pendapatan perkapita dan harga beras berpengaruh positif terhadap konsumsi beras. Secara parsial, harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras dan lag harga eceran beras berpengaruh positif sedangkan lag jumlah produksi beras berpengaruh negatif. Hanya variabel konsumsi beras yang berpengaruh nyata, sedangkan yang lainnya tidak berpengaruh nyata.


(17)

ANALYSIS FACTORS THAT INFLUENCE AVAILABILITY OF RICE AT DISTRICT OF DELI SERDANG

ABSTRACT

Rice is a strategic commodity in the life state in Indonesia. Beside a source of main food, rice is also a source of income for farmers and the daily needs for millions people. Rice can also be a political commodity because its existence can not be replaced by another commodity and must be in adequate amounts. Although the government has sought diversification of food, but not been able to turn the population preferences against rice food. Therefore, the availability of rice should be maintained always, sustained, and even be enhanced. The formulation of the problem in this study is what factors affect the rice crop area at district of Deli Serdang, what factors that influence the consumption of rice at district of Deli Serdang, and what factors influence the retail prices of rice at district of Deli Serdang. The research objective was to analyze the factors that affect the rice crop acreage, consumption of rice, as well as the retail price of rice in the district of Deli Serdang

This study used secondary data time series of 2004-2010. The data collected semi annual. Data analysis by descriptive analysis and quantitative analysis. Based on this research, that the area of irrigation and the urea fertilizer prices variables has a positive effect, while the price of grain at the farm level and rainfall negatively affect. Partially, only the area of irrigation variables which significantly influence the crop acreage in the district of Deli Serdang. On the rice consumption equation, the rices prices and the income per capita had a positive effect on rice consumption. And partially, the price of rice and the income per capita had a significant effect on rice consumption at district of Deli Serdang. In the rice retail price equation, the amount of rice consumption and the lagged retail price of rice had a positive effect while the lag negatively affect the amount of rice production. Only the consumption of rice that had significantly effect, while others are not significantly effect.

Keywords: Rice, Consumption, Production, Harvested Area.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Bahkan preferensi masyarakat terhadap beras semakin besar. Berdasarkan data Susenas 1990-1999, tingkat partisipasi konsumsi beras di setiap provinsi maupun tingkatan pendapatan mencapai sekitar 97-100 %. Ini artinya hanya sekitar 3 % rumah tangga yang tidak mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok terutama pangan pokok tunggal. Tingkat partisipasi konsumsi beras yang lebih kecil 90 % hanya ditemukan di pedesaan Papua. Sebagai gambaran, tingkat konsumsi beras rata-rata di kota tahun 1999 adalah 96,0 kg per kapita /tahun dan didesa adalah 111,8 kg per kapita/tahun (Suharno, 2005).

Beras telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Selain sebagai sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaannya tidak dapat digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Meskipun pemerintah telah mengupayakan diversifikasi pangan, namun sampai saat ini belum


(19)

mampu mengubah preferensi penduduk terhadap bahan pangan beras. Oleh karena itu, ketersediaan beras harus selalu terjaga, berkelanjutan, bahkan harus ditingkatkan.

Dalam hal produksi beras, hingga saat ini Pulau Jawa masih memegang peranan penting, meskipun beberapa daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan merupakan daerah produksi beras. Namun tingkat produksi yang dihasilkan oleh daerah-daerah tersebut tidak seperti yang dihasilkan oleh Pulau Jawa. Sehingga produksi beras nasional semakin menurun dan Indonesia menjadi negara pengimpor beras terbesar (Amang dan Sawit, 1999).

Pembangunan pertanian dalam upaya peningkatan produksi beras terasa semakin berat dan kompleks karena selain dihadapkan pada masalah internal yang klasik juga dihadapkan dengan berbagai macam isu global dan perubahan lingkungan yang semakin buruk. Tingginya permintaan pangan, terutama beras dan peningkatan jumlah penduduk juga menjadi masalah dalam pencapaiannya. Oleh karena itu, gerakan peningkatan produksi beras nasional melalui perubahan teknologi dan adanya inovasi harus didukung oleh semua daerah di seluruh Indonesia.

Cadangan pangan terutama beras merupakan komponen yang sangat penting dalam penyediaan pangan, karena dapat difungsikan sebagai stabilitor pasokan pangan pada saat produksi atau pasokan tidak mencukupi. Informasi mengenai stok beras ini sangat penting untuk mengetahui situasi katahanan pangan, baik di tingkat rumah tangga, kabupaten, wilayah maupun nasional. Informasi stok beras pemerintah relatif lebih mudah diperoleh karena penyelenggaranya adalah instansi pemerintah


(20)

(pada saat ini Bulog). Namun demikian, informasi mengenai stok gabah/beras di masyarakat lebih sulit diperoleh dan data stok ini tidak tersedia secara rutin. Di sisi lain data stok ini sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan sektor pertanian karena menyangkut ketersediaan pangan di suatu wilayah.

Konsumsi merupakan faktor yang sangat penting dalam menghitung kebutuhan pangan di suatu wilayah baik tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Data konsumsi beras per kapita sampai saat ini diduga terlalu rendah, sehingga membuat persoalan pada saat menghitung kebutuhan beras. Untuk itu perlu dilakukan penelitian konsumsi di rumah tangga produsen dan konsumen. Data produksi selama ini telah dikumpulkan oleh BPS dan Departemen Pertanian. Untuk menghitung ketersedian beras di suatu wilayah diperlukan data produksi dan perdagangan (impor dan ekspor). Untuk menghitung kebutuhan diperlukan data konsumsi. Selisih antara ketersediaan dan kebutuhan merupakan stok (Pudjadi dan Harisno, 2007). Informasi ketersediaan dan kebutuhan yang dihitung dari konsumsi dan stok beras sangat diperlukan oleh para pengambil kebijakan apakah harus melakukan impor atau tidak, apakah harus mendatangkan beras dari wilayah lain atau tidak, apakah cadangan beras mencukupi dan harga terjangkau. Untuk bisa menjawab permasalahan tersebut maka diperlukan survei stok dan konsumsi gabah/beras di suatu wilayah.

Otonomi daerah merupakan ruang bagi setiap daerah untuk melakukan perubahan dan inovasi dalam mendukung upaya membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan yang selanjutnya kepada swasembada pangan. Upaya yang dilakukan


(21)

dengan peningkatan produksi dan diversifikasi. Jika setiap daerah telah mengupayakan program pencapaian swasembada pangan dalam konteks lokal, maka selanjutnya akan bermuara pada pencapaian swasembada pangan di tingkat nasional.

Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki potensi pertanian cukup besar dan sebagai lumbung pangan di wilayah Sumatera Bagian Barat. Hal ini dikarenakan agroklimat, sumberdaya alam dan budaya serta masyarakatnya sebagian besar bekerja di sektor pertanian khususnya tanaman pangan. Disamping letak geografisnya yang sangat strategis, Provinsi Sumatera Utara menjadi salah satu potensi lokasi pemasaran produk-produk hasil pertanian.

Ketahanan pangan bagi Provinsi Sumatera Utara masih menjadi masalah penting. Provinsi Sumatera Utara sejak tahun 1980-an menjadi daerah swasembada pangan. Status swasembada pangan tersebut sulit dipertahankan karena terjadi penurunan produksi. Beberapa penyebab yang memunculkan lemahnya ketahanan pangan ini dimulai dari adanya kekeliruan dalam pengelolaan lahan-lahan pertanian hingga pada kurangnya ketersediaan berbagai sarana produksi yang ada. Masalah pengelolaan lahan pertanian adalah masalah yang relatif sukar untuk ditangani. Hal ini karena lahan merupakan faktor produksi yang bersifat terbatas, yang tidak memiliki potensi untuk mendukung produksi pertanian apabila tidak dikelola oleh manusia. Selain itu lahan pertanian juga bukan lagi menjadi faktor penting dalam berproduksi, mengingat lahan pertanian semakin lama semakin berkurang luasannya sebagai akibat adanya konversi lahan dari pertanian menjadi non pertanian.


(22)

Salah satu daerah sentra beras di Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Deli Serdang, dengan luas dan produksi padi yang terus meningkat setiap tahun, sebagaimana disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Luas Tanam dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang

Tahun Luas Tanam (Ha) Produksi (ton)

2005 73,161 358,887

2006 76,888 383,531

2007 78,381 392,709

2008 75,900 381,955

2009 85,409 389,596

2010 86,495 441,895

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, 2011

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa peningkatan luas lahan secara linier meningkatkan produksi padi. Namun demikian ditingkat usahatani, produksi padi juga ditentukan oleh potensi produksi atau produktivitas varietas padi yang ditanam. Sebagai kebutuhan pokok, kebutuhan beras akan semakin meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk juga merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi ketersediaan beras di satu daerah. Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu sentra produksi beras di Sumatera Utara, akan berimplikasi terhadap pemenuhan kebutuhan beras di Sumatera Utara, oleh karena itu pertambahan penduduk di Sumatera Utara juga akan mempengaruhi ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang.


(23)

Sebagai salah satu daerah yang memiliki jumlah penduduk yang besar dengan makanan pokok mayoritas beras, maka swasembada, kemandirian dan ketahanan pangan (beras) merupakan salah satu hal yang krusial dan menjadi suatu keharusan dalam perwujudannya karena merupakan kunci stabilitas ekonomi daerah dan negara Indonesia umumnya.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas areal panen padi di Kabupaten Deli Serdang?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang?

4. Bagaimana keterkaitan ketersediaan beras dengan pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah penelitian di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen padi di Kabupaten Deli Serdang.


(24)

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang.

3. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang.

4. Untuk mengetahui keterkaitan ketersediaan beras dengan pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang dalam

upaya meningkatkan ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang.

2. Sebagai metode alternatif dalam pengambilan keputusan strategis bagi birokrat maupun dunia pendidikan.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Produksi dan Konsumsi

Produksi adalah tindakan dalam membuat komoditi, baik berupa barang maupun jasa (Lipsey, 1993). Sedangkan menurut Putong (2003), produksi atau proses memproduksi adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Suatu proses produksi membutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat dan sarana untuk melakukan proses produksi. Proses produksi juga melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Dalam pertanian, proses produksi sangat kompleks dan terus-menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi.

Menurut Salvatore (2001), fungsi produksi merupakan hubungan matematis antara input dan output. Fungsi produksi selain menggambarkan hubungan erat antara input dan output juga menggambarkan tingkat di mana sumberdaya diubah menjadi produk. Sedangkan menurut Putong (2003) fungsi produksi adalah hubungan teknis bahwa produksi hanya bisa dilakukan dengan menggunakan faktor produksi. Bila faktor produksi tidak ada, maka produksi juga tidak ada.

Sukirno (2009) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Faktor–faktor produksi terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian kewirausahaan. Di

8


(26)

dalam teori ekonomi, di dalam menganalisis mengenai produksi selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi (tanah, modal dan keahlian kewirausahaan) adalah tetap jumlahnya. Hanya tenaga kerja yang dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya. Dengan demikian dalam menggambarkan hubungan diantara faktor produksi yang digunakan dan tingkat produksi yang dicapai, yang digambarkan adalah hubungan diantara jumlah tenaga kerja yang digunakan dan jumlah produksi yang dicapai. Fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut (Sukirno, 2009):

Q = f ( K, L, R, T )

Di mana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan kemampuan kewirausahaan, R adalah kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan.

Di dalam ilmu ekonomi dikenal dengan adanya fungsi produksi yang menunjukkan adanya hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Faktor produksi adalah semua pengorbanan yang diberikan pada produk agar produk tersebut mampu menghasilkan dengan baik (Soekartawi, 2002). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi tersebut dituliskan sebagai berikut:

Y = f (X1,X2,X3...Xn

di mana : Y = hasil produksi fisik )


(27)

Di dalam produksi pertanian, faktor produksi memang menentukan besar kecilnya produksi yang akan diperoleh. Untuk menghasilkan produksi (output) yang optimal maka penggunaan faktor produksi tersebut dapat digabungkan. Dalam berbagai literatur menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2002), seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dan lain-lain.

Produksi pertanian tidak terlepas dari pengaruh kondisi alam setempat yang merupakan salah satu faktor pendukung produksi. Selain keadaan tanah yang cocok untuk kondisi tanaman tertentu, iklim juga sangat menentukan apakah suatu komoditi pertanian cocok untuk dikembangkan di daerah tersebut. Seperti halnya tanaman pertanian padi. Hanya pada kondisi tanah dan iklim tertentu dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.

Keadaan tanah dapat diatasi dengan penggunaan pupuk. Oleh karena itu salah satu faktor produksi padi adalah harga pupuk, selain dari harga output padi sendiri. Iklim yang mendukung dengan curah hujan yang tinggi sangat mempengaruhi pertumbuhan padi, karena tanaman padi terkait dengan ketersediaan air. Jika curah hujan tinggi, maka ketersediaan air juga akan meningkat. Akan tetapi perlu adanya faktor pendukung lain diantara dibangunnya sarana dan prasarana pertanian seperti irigasi agar kondisi air tetap terjaga dengan baik. Selain itu juga perlu adanya perluasan areal sawah yang terintensifikasi yaitu dengan adanya program-program tertentu seperti melalui kegiatan (i) intensifikasi; seperti program Bimbingan Massal


(28)

(Bimas), Intensifikasi Massal (Inmas), Intensifikasi Khusus (Insus), (ii) ekstensifikasi; seperti program percetakan sawah baru, perluasan areal pertanian di luar Pulau Jawa, (iii) diversifikasi; seperti usaha campuran antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lainnya (tumpang sari, tumpang gilir dan sebagainya), dan (iv) rehabilitasi; yaitu meningkatkan produksi dengan cara merehabilitasi faktor pendukung yang menentukan produksi (Soekartawi, 2002).

Sedangkan konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan barang untuk keperluan tertentu. Adanya kegiatan konsumsi dalam jumlah besar maka terbentuklah permintaan. Teori ekonomi menyatakan bahwa permintaan suatu jenis barang sangat tergantung pada harga barang tersebut, yang dihubungkan dengan tingkat pendapatan, selera, harga barang substitusi dan sebagainya. Bagi orang yang berpendapatan rendah, elastisitas terhadap barang kebutuhan pokok atau primer lebih tinggi daripada terhadap barang-barang mewah. Sebaliknya, bagi orang yang berpendapatan tinggi elastisitasnya lebih besar terhadap barang mewah daripada barang kebutuhan pokok.

Kebutuhan terhadap bahan pangan merupakan salah satu diantara barang-barang primer. Bagi penduduk Indonesia, beras merupakan bahan makanan yang lebih superior daripada bahan pangan lainnya seperti jagung, ubi, sagu dan lainnya. Sehingga bagi masyarakat yang berpendapatan rendah akan berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan pangan pokoknya, terutama pangan beras. Oleh karena itu, konsumsi pangan sangat terkait erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat (Irawan, 2009). Kesejahteraan dapat dikatakan makin baik apabila kalori


(29)

dan protein yang dikonsumsi penduduk semakin meningkat, sampai akhirnya melewati standar kecukupan konsumsi per kapita sehari. Kecukupan gizi yang dianjurkan per kapita per hari adalah penyediaan energy 2.500 kalori dan protein 55 gram.

Permintaan terhadap beras sendiri secara umum dibagi kedalam permintaan untuk tujuan pangan dan non pangan (Benu, 1996). Permintaan beras untuk tujuan pangan adalah untuk benih, makanan, pakan, dan industri. Secara keseluruhan di Indonesia permintaan beras untuk tujuan pangan menempati posisi yang lebih besar daripada untuk tujuan nonpangan. Salah satu faktor yang langsung mempengaruhi permintaan terhadap beras adalah jumlah penduduk.

Menurut Mangahas (dalam Benu, 1996), bahwa terdapat kenyataan di mana jumlah penduduk merupakan determinan utama dari kenaikan dalam permintaan produk pertanian. Sehingga jika suatu wilayah dengan kebutuhan pangan pokoknya adalah beras, maka peningkatan jumlah penduduk akan semakin meningkatkan permintaan terhadap beras.

2.2. Peran Beras dalam Ketahanan Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan pangan dan gizi perlu diposisikan sebagai central of development (Cicih, 2008).


(30)

Ketahanan pangan dianggap sebagai pilar pembangunan, sekaligus merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan. Pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau seperti tercantum dalam UU No. 7/1999 tentang Pangan. Ketahanan pangan mensyaratkan terwujudnya secara simultan dan setiap saat seperti ketersediaan pangan yang cukup dan meratadi seluruh wilayah, sekaligus kemampuan setiap rumah tangga untuk mengkonsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang.

Beras merupakan komoditas pangan yang dijadikan makan pokok bagi bangsa Asia, khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Jepang dan Myanmar. Beras adalah hasil olahan dari produk pertanian yang berasal dari padi. Menurut Khimaidi (1997) makanan pokok adalah makanan yang dalam sehari-hari, mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar. Sedangkan pangan pokok utama adalah pangan yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain.

Menurut Suryana dan Mardianto (2001), beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan atau stabilitas politik nasional. Beras memiliki karakteristik menarik antara lain: (1) 90% produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia; (2) pasar beras dunia sangat rendah, yaitu hanya 4-5% dari total produksi, berbeda dengan komoditi tanaman pangan lainnya seperti gandum, jagung dan kedelai yang masing-masing mencapai


(31)

20%, 15%, dan 30% dari total produksi; (3) harga beras sangat tidak stabil dibanding dengan produk lainnya; (4) 80% perdagangan beras dunia dikuasai oleh enam negara, yaitu Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina dan Myanmar; (5) struktur pasar oligopolistik; (6) Indonesia merupakan negara net importir sejak tahun1998; dan (7) sebagian besar negara di Asia, umumnya beras diperlakukan sebagai wage goods dan political goods. Oleh karena itu, peran beras dalam pemenuhan kebutuhan pangan sangat besar.

Darwanto (2005) menggambarkan bahwa ketahanan pangan sangat tergantung dari ketersediaan stok beras yang bisa disediakan secara nasional. Beras dapat digolongkan menjadi komoditas subsisten karena produk yang dihasilkan (Q) digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga produsen atau petani (C) dan selebihnya untuk dijual ke pasar (M). Secara matematik alokasi tersebut dapat diformulasikan sebagai:

Q = C + M ……….. (2.1) Untuk alokasi tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.1 dengan sumbu datar (OF) menggambarkan jumlah produk komoditas subsisten (beras) dan sumbu tegak (OCnr) menggambarkan konsumsi barang atau produk lain yang tidak diproduksi oleh rumahtangga petani. Panjang sumbu datar OF menggambarkan total produk (Q) dengan alokasi untuk konsumsi rumahtangga (C) dan untuk dijual ke pasar (M).

Dengan anggapan bahwa produksi beras mempunyai kontribusi yang relatif besar terhadap pendapatan rumah tangga maka untuk produk sebesar Q0 tersebut akan dialokasikan untuk konsumsi rumah tangga sebesar C0 dan selebihnya sejumlah


(32)

M0 untuk dijual ke pasar untuk memaksimalkan utility atau kesejahteraan anggota rumahtangga (U0). Teori klasik menyatakan bahwa jumlah hasil yang dijual ke pasar oleh rumahtangga petani akan tergantung pada tingkat harga produk, yaitu semakin tinggi harga produk maka akan semakin besar jumlah produk yang dijual. Namun, untuk produk komoditas subsisten ini pertimbangan harga produk tersebut bukan satu-satunya pertimbangan petani untuk memutuskan besaran jumlah barang yang dijual kepasar tetapi masih akan mempertimbangkan pula harga barang kebutuhan lain yang tidak diproduksi oleh rumahtangga petani tersebut, dengan kata lain dapat disebutkan bahwa besaran jumlah hasil yang dijual ke pasar tersebut akan tergantung pada besarnya kebutuhan uang tunai untuk membeli produk barang atau jasa yang tidak dihasilkan oleh rumahtangga petani tersebut. Untuk gambaran tersebut maka dapat dikemukakan pertimbangan harga tersebut dicerminkan oleh perbandingan harga yaitu Pi= Pr/ Pnr

Semakin tinggi harga beras relatif terhadap harga barang lain maka semakin sedikit jumlah produk yang dijual ke pasar karena mampu untuk membeli barang lain dengan hanya menjual beras sejumlah itu. Sebaliknya semakin rendah harga beras relatif terhadap barang lain maka petani akan menjual semakin banyak beras agar mampu membeli barang lain yang dibutuhkan rumahtangganya. Dengan demikian jika harga beras relatif lebih rendah dari harga barang lain maka kemampuan rumahtangga petani untuk membeli barang lain menurun yang berarti pula menurun

dengan r = rice dan nr = barang lain atau sebagai koefisien arah dari garis anggaran (budget line) pada Gambar 2.1.


(33)

tingkat kesejahteraannya. Namun, ditinjau dari ketersediaan beras di pasar akan meningkat karena petani menjual lebih banyak berasnya ke pasar.

Sumber: Toquero, et.aldalam Darwanto (2005)

Gambar 2.1. Model Alokasi Output Dari Petani Subsisten untuk Konsumsi Rumah Tangga dan Dijual Konsumsi RT

Produksi dalam negeri dapat saja diestimasi dengan menggunakan fungsi produksi secara langsung, di mana total produksi merupakan fungsi dari luas panen, harga komoditas yang bersangkutan, harga komoditas pesaing, harga masukan, dan teknologi (Adnyana, 2001). Namun, Gemil (1978) dalam Afrianto (2010) mengemukakan bahwa fungsi areal panen dan fungsi produktivitas adalah dua fungsi yang berbeda, meskipun keduanya dipengaruhi oleh harga.


(34)

2.3. Kebijakan Beras

Kebijakan dapat digunakan sebagai suatu peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan yang terjadi pada masyarakat umum. Menurut Sanim dalam Situmorang (2005) kebijakan adalah campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi secara sektoral (magnitude) dari suatu aktivitas yang dilakukan masyarakat. Secara umum kebijakan ekonomi dapat dibedakan kedalam dua kategori yaitu kebijakan pada tingkat makro dan tingkat mikro.

Kebijakan pada tingkat makro meliputi kebijakan fiskal dan moneter yang diarahkan untuk menciptakan kondisi kondusif untuk menumbuhkembangkan produksi pangan, kelancaran distribusi dan meningkatkan akses dan kemampuan masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup sesuai kebutuhannya. Sedangkan pada tingkat mikro, diarahkan untuk mewujudkan produktivitas usaha, efisiensi, pemerataan pendapatan, dan peningkatan daya saing (Sudaryanto, Rahman dan Bahri, 2000).

Kebijakan nasional pemerintah yang paling menonjol pada pemasaran beras di Indonesia dimulai sejak tahun 1968/69 adalah kebijakan harga, stabilitas harga dalam negeri dan perdagangan (Darmanto dalam Suryana dan Mardianto, 2001). Sebagai instrumen kebijakan harga adalah penetapan harga dasar dengan tujuan meningkatkan produksi beras dan pendapatan petani melalui pemberian jaminan harga yang wajar dan penetapan batasan harga eceran tertinggi dengan tujuan memberikan


(35)

perlindungan kepada konsumen. Agar pelaksanaan tersebut berjalan efektif, pemerintah menunjang dengan sistem pengelolaan stok beras nasional melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) di tingkat nasional dan Depot Logistik (Dolog) untuk tingkat propinsi.

Namun menurut Bahri dalam Suryana dan Mardianto (2001) penetapan kebijakan harga dasar gabah memiliki keterbatasan pada kemampuan anggaran pemerintah dan hanya membuat kredibilitas pemerintah semakin menurun. Karena perubahan secara drastis mungkin akan membuat gejolak, maka diperlukan kebijakan transisi dalam bentuk kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Melalui kebijakan ini pemerintah melakukan pembelian (pada masa panen raya) dengan jumlah yang ditentukan pada tingkat harga pasar.

Kebijakan ini tidak distortif karena sifatnya hanya menambah permintaan sehingga pada tingkat harga pasar, petani telah memperoleh keuntungan yang memadai. Selain kebijakan di atas, beberapa kebijakan beras nasional lainnya adalah kebijakan produksi yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan beras dalam negeri melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, kebijakan impor bertujuan untuk menekan dan mengurangi tingkat ketergantungan impor beras Indonesia yang diimplementasikan melalui dua instrumen pokok yaitu hambatan tarif dan non tarif (quota tarif), dan kebijakan distribusi yang diperlukan untuk menjaga ketahan pangan setiap daerah.

2.4. Konsumsi dan Ketersediaan Beras


(36)

Cadangan pangan terutama beras merupakan komponen yang sangat penting dalam penyediaan pangan, karena dapat difungsikan sebagai stabilitor pasokan pangan pada saat produksi atau pasokan tidak mencukupi. Informasi mengenai stok beras ini sangat penting untuk mengetahui situasi katahanan pangan, baik di tingkat rumah tangga, kabupaten, wilayah maupun nasional. Informasi stok beras pemerintah relatif lebih mudah diperoleh karena penyelenggaranya adalah instansi pemerintah (pada saat ini Bulog). Namun demikian, informasi mengenai stok gabah/beras di masyarakat lebih sulit diperoleh dan data stok ini tidak tersedia secara rutin (Pudjadi dan Harisno, 2007).

Di sisi lain data stok ini sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan sektor pertanian karena menyangkut ketersediaan pangan di suatu wilayah. Konsumsi merupakan faktor yang sangat penting dalam menghitung kebutuhan pangan di suatu wilayah baik tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Data konsumsi beras per kapita sampai saat ini diduga terlalu rendah, sehingga membuat persoalan pada saat menghitung kebutuhan beras. Untuk itu perlu dilakukan penelitian konsumsi di rumah tangga produsen dan konsumen (Brien, 2003).

Data produksi selama ini telah dikumpulkan oleh BPS dan Departemen Pertanian. Untuk menghitung ketersedian beras di suatu wilayah diperlukan data produksi dan perdagangan (impor dan ekspor). Untuk menghitung kebutuhan diperlukan data konsumsi. Selisih antara ketersediaan dan kebutuhan merupakan stok. Besarnya stok perlu diuji sehingga perlu survei stok yang selanjutnya diolah menjadi model stok (Sugianto, Simatupang dan Djojomartono, 2002).


(37)

Informasi ketersediaan dan kebutuhan yang dihitung dari konsumsi dan stok beras sangat diperlukan oleh para pengambil kebijakan apakah harus melakukan impor atau tidak, apakah harus mendatangkan beras dari wilayah lain atau tidak, apakah cadangan beras mencukupi dan harga terjangkau. Untuk bisa menjawab permasalahan tersebut maka diperlukan survei stok dan konsumsi gabah/beras di suatu wilayah. Konsumsi beras per kapita berdasarkan Susenas 2005 adalah sebesar 1.844 kg/kapita/minggu atau 0.2634 kg/kapita/hari atau 95.888 kg/kapita/tahun. Nilai tersebut hanya konsumsi rumah tangga, belum termasuk konsumsi di luar rumah tangga. Konsumsi di luar rumah tangga berupa makanan yang dibeli dari luar dan tidak diolah di rumah. Perhitungan kebutuhan beras membutuhkan data konsumsi langsung yaitu konsumsi di rumah ketepatan perhitungan kebutuhan beras perlu dilakukan penelitian konsumsi beras rumah tangga maupun konsumsi makanan jadi berbahan baku beras di luar rumah tangga. Jika angka konsumsi makanan yang dibeli di luar rumah tangga dapat diduga besarnya, maka angka tersebut dapat menjadi perbandingan dengan konsumsi rumah tangga atau berapa persen konsumsi makanan jadi di luar rumah tangga dibandingkan dengan konsumsi rumah tangga (Pudjadi dan Harisno, 2007).

Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh pemerintah atau swasta seperti yang ada di pabrik, gudang, depo, lumbung petani/rumah tangga dan pasar/pedagang, yang dimaksud sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan (Brien, 2003).

a. Total stok di suatu wilayah


(38)

Secara matematis, ketersediaan beras secara nasional adalah produksi dalam negeri ditambah ekspor netto (impor dikurangi ekspor) ditambah stok periode sebelumnya. Jika lingkupnya wilayah maka ketersediaan beras adalah produksi wilayah tersebut ditambah distribusi masuk dikurangi keluar dan ditambah stok periode sebelumnya. Beras yang tersedia ini digunakan untuk kebutuhan dalam negeri yang terdiri dari konsumsi penduduk, bibit, industry pengolahan dan sebagainya. Sedangkan sisanya merupakan stok yang berada di pemerintah dan masyarakat (Brien, 2003).

b. Rumahtangga petani (produsen)

Rumah tangga petani (produsen) adalah rumah tangga di mana salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengusahakan tanaman padi dan melakukan panen, sehingga mempunyai kontribusi terhadap produksi padi (BPS dan BBKP, 2004).

c. Rumahtangga petani (konsumen)

Rumah tangga petani (konsumen) adalah rumah tangga di mana tidak ada salah satu atau lebih anggota rumah tangganya yang mengusahakan tanaman padi dan melakukan panen, sehingga tidak mempunyai kontribusi terhadap produksi padi dan menggunakan beras sebagai bahan makan utama (Brien, 2003).

d. Stok gabah/beras di rumahtangga

Stok gabah/beras di rumahtangga adalah banyaknya gabah/beras yang disimpan di rumah tangga baik untuk keperluan cadangan maupun untuk konsumsi sehari-hari (BPS dan BBKP, 2004).


(39)

e. Konsumsi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, konsumsi adalah pemakaian barang-barang hasil industri (bahan pakaian, makanan, dsb) atau barang-barang-barang-barang yang langsung memenuhi keperluan hidup kita. Sedangkan dalam penelitian ini, batasan konsumsi adalah sejumlah bahan makanan (beras) yang dimasak oleh rumah tangga maupun konsumsi dalam bentuk lain seperti tepung beras, dan sebagainya (Pudjadi dan Harisno, 2007). Pada kegiatan ini khusus mencari data beras (termasuk beras dalam bentuk lain) yang dikonsumsi/dimasak oleh suatu rumah tangga pada satuan waktu tertentu seperti hari, minggu ataupun bulan.

Suplai gabah/beras rumah tanga petani produsen berasal dari panen terakhir, sisa stok pada panen sebelumnya dan berasal dari pembelian. Suplai gabah/beras selanjutnya dijual baik dalam bentuk gabah atau beras, digunakan dan disimpan sebagai stok. Penggunaan gabah/beras meliputi penggunaan untuk konsumsi rumah tangga, penggunaan benih, pakan dan penggunaan sosial/sumbangan, hajatan, zakat dan lain-lain. Di samping itu anggota rumah tangga bisa juga mengkonsumsi makanan jadi berbahan baku bukan beras di rumah tangga seperti di warung makan, restoran dan lain-lain. Untuk menduga besarnya konsumsi secara keseluruhan perlu ditelusuri baik konsumsi rumah tangga dalam bentuk beras yang dimakan maupun makanan jadi berbahan baku beras.

Suplai beras rumah tangga konsumen berasal dari pembelian beras terakhir, sisa stok dari pembelian sebelumnya atau berasal dari pembelian beras dari pihak lain. Suplai beras konsumen sebagian digunakan dan sebagian disimpan sebagai stok.


(40)

Penggunaan secara umum dibagi menjadi untuk pakan ternak, untuk keperluan sosial (sumbangan, zakat, dan lain–lain), untuk konsumsi beras rumah tangga sebagai beras dimasak menjadi nasi dan sebagian beras dijadikan tepung, untuk bahan baku kue dan lain–lain. Anggota rumah tangga konsumen mungkin saja masih mengkonsumsi makanan jadi di warung makan/restoran. Makanan jadi yang disurvei adalah makanan jadi berbahan baku beras seperti nasi goreng, nasi uduk, nasi soto, lontong, ketupat dan lain-lain.

Secara umum konsumsi beras dalam rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu: (1) Penggunaan atau pemakaian di dalam rumahtangga dan (2) Makan atau penggunaan makanan yang diperoleh dari luar rumahtangga (makan di luar rumah tangga). Sedangkan penggunaan atau pemakaian beras dalam rumah tangga bisa dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu: (a) penggunaan/pemakaian beras untuk konsumsi (dimasak menjadi nasi & konsumsi bentuk lain, (b) penggunaan gabah untuk benih (c) penggunaan untuk pakan (dalam bentuk gabah atau beras), (d) penggunaan untuk sosial (Pudjadi dan Harisno, 2007).

Pola konsumsi beras di Indonesia secara perlahan tapi pasti mengalami perubahan sejalan dengan makin meningkatnya pendapatan, pendidikan dan mudahnya akses informasi. Konsumen beras saat ini semakin mementingkan mutu dan melihat beras tidak hanya sebagai komoditas melainkan sebagai suatu produk dengan kriteria tertentu. Hal ini terjadi khususnya pada konsumen yang memiliki tingkat pendidikan/pengetahuan dan kemampuan ekonomi yang cukup, dan biasanya


(41)

dijumpai di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan kota lainnya (Sutrisno, 2007).

2.5. Pengembangan Wilayah

Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Menurut Zen (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan. Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrumen yang digunakan (Alkadri dan Suhandojo, 2001).

Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan stake holders (masyarakat, pemerintah, pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu teknologi. Dengan lebih tegas Zen (1999) menyebutkan bahwa pengembangan wilayah merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusia dan teknologi, dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri.


(42)

Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan (Ambardi dan Prihawantoro, 2002).

Konsep pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah (Susilo, 2002). Dalam kaitannya dengan ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang, maka yang menjadi indikator pengembangan wilayah dalam penelitian ini adalah ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang untuk mendukung kegiatan kehidupan masyarakat dalam hal ini konsumsi beras di Sumatera Utara.

2.6. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sunani (2009) mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di Kabupaten Siak, Riau dengan menggunakan metode kuantitatif. Kesimpulan hasil penelitiannya bahwa persamaan luas areal panen padi Kabupaten Deli Serdang dipengaruhi oleh harga riil gabah di tingkat petani, harga riil pupuk urea, curah hujan dan luas areal irigasi pada taraf nyata α = 0,10. Persamaan produktivitas padi dipengaruhi oleh luas areal panen, lag upah tenaga kerja, lag penggunaan pupuk urea, dan tren waktu pada taraf nyata α


(43)

= 0,20. Persamaan konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang hanya dipengaruhi oleh jumlah penduduk pada taraf nyata α = 0,05. Harga riil eceran beras di Kabupaten Deli Serdang dipengaruhi lag harga eceran beras dan berpengaruh nyata pada taraf α = 0,10. Sedangkan dari hasil analisis simulasi menunjukkan kebijakan yang paling layak disarankan di Kabupaten Deli Serdang yang sesuai dengan tujuan program pencapaian target pemenuhan beras dari kemampuan produksi Kabupaten Deli Serdang adalah kebijakan kenaikan harga gabah di tingkat petani yang dikombinasikan dengan peningkatan luas areal irigasi.

Nur (2009) melakukan penelitian mengenai tingkat pengaruh berbagai faktor terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara dengan menggunakan regesi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, luas lahan garapan serta harga gabah secara simultan berpengaruh sangat nyata dengan arah positif terhadap produksi padi sawah. Secara parsial, benih, pupuk, pestisida, luas lahan garapan serta harga gabah menunjukkan pengaruh nyata dengan arah positif terhadap produksi, sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata.

Hasyim (2007) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras di Sumatera Utara dengan menggunakan metode OLS. Kesimpulan hasil penelitiannya bahwa keseluruhan variable bebas yaitu luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras. Secara parsial variabel luas lahan dan variabel harga beras memberikan pengaruh yang sangat nyata


(44)

terhadap ketersediaan beras, sedangkan variabel harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya berpengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras.

Malian, Mardianto dan Ariani (2004) melakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi dan harga beras serta inflasi bahan makanan. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor determinan yang terindentifikasi memberikan pengaruh adalah (1) produksi padi dipengaruhi oleh luas panen padi tahun sebelumnya, impor beras, harga pupuk urea, nilai tukar riil dan harga beras di pasar domestik; (2) Konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga beras dipasar domestic, impor beras tahun sebelumnya, harga jagung pipilan di pasar domestik, dan nilai tukar riil; (3) Harga beras di pasar domestik dipengaruhi oleh nilai tukar riil, harga jagung pipilan di pasar domestic dan harga dasar gabah; dan (4) Indeks harga kelompok bahan makanan dipengaruhi oleh harga beras di pasar domestik, nilai tukar riil, excess demand beras, harga dasar gabah, harga beras dunis dan total produksi padi.

Penelitian terdahulu tersebut merupakan acuan dalam menentukan variabel dalam penelitian ini, di mana sebagian variabel dalam penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu, yaitu variabel luas areal panen padi, konsumsi beras dan harga eceran beras. Terdapat perbedaan variabel yang mempengaruhi luas areal panen padi dalam penelitian ini, yaitu luas areal irigasi, harga riil gabah, harga riil pupuk urea dan curan hujan. Variabel yang mempengaruhi konsumsi beras yaitu harga riil beras dan PDRB. Variabel yang mempengaruhi harga eceran beras yaitu konsumsi beras,


(45)

lag produksi beras, dan lag harga riil eceran beras. Perbedaan lain dengan penelitian sebelumnya adalah dalam hal waktu dan tempat penelitian.

2.7. Kerangka Pemikiran

Produksi padi di Kabupaten Deli Serdang yang dihasilkan selama ini telah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat di Kabupaten Deli Serdang. Bahkan Kabupaten Deli Serdang menjadi penghasil beras terbesar di Sumatera Utara dan menyuplai beras untuk kebutuhan masyarakat Sumatera Utara. Namun demikian, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka kebutuhan akan beras sebagai kebutuhan pokok juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan ketersediaan beras dalam jumlah tertentu sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras pada suatu wilayah, yang pertama adalah luas tanam padi, produktivitas varietas padi yang ditanam, jumlah penduduk, dan selanjutnya konsumsi. Luas tanam dan produktivitas secara langsung akan berpengaruh terhadap jumlah beras yang diproduksi di suatu daerah. Selanjutnya jumlah penduduk dan konsumsi akan mempengaruhi permintaan beras di suatu wilayah, sehingga kesemuanya faktor tersebut akan mempengaruhi ketersediaan beras di sunatu daerah.

Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu sentra produksi padi di Sumatera Utara, memberikan kontribusi terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara. Oleh karena itu, ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang juga akan berdampak


(46)

terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Deli Serdang, yang dapat dilihat dari peningkatan produksi dan kontribusi terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.

Secara ringkas, kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

KEBUTUHAN BERAS

KETERSEDIAAN BERAS

• Rendemen Harga

PRODUKSI BERAS

KONSUMSI BERAS

• Produksi padi

Produktivitas Luas Panen Padi

• Luas areal irigasi

• Harga gabah

Pendapatan Perkapita


(47)

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

2.8. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Luas areal irigasi, harga riil gabah, harga riil pupuk urea, dan curah hujan berpengaruh terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang.

2. Harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh terhadap konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang.

3. Konsumsi beras, harga beras periode sebelumnya dan produksi beras periode sebelumnya berpengaruh terhadap harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Wilayah

Penelitian dilakukan di Kabupaten Deli Serdang, dengan alasan karena Kabupaten Deli Serdang merupakan sentra produksi beras di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang juga merupakan daerah swasembada beras.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang dan sumber-sumber lainnya yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian.

Data yang dibutuhkan untuk menjadi bahan penelitian ini adalah:

1. Luas tanam dan produksi padi sawah, luas area irigasi di Kabupaten Deli Serdang tahun 2004-2010 per semester.

2. Jumlah penduduk di Kabupaten Deli Serdang tahun 2004-2010 per semester. 3. Harga gabah, harga beras, dan harga pupuk urea di Kabupaten Deli Serdang tahun

2004-2010 per semester.

4. PDRB Kabupaten Deli Serdang tahun 2004-2010 per semester.

5. Curah hujan di Kabupaten Deli Serdang tahun 2004-2010 per semester.

Pemilihan melakukan analisis pada periode tahun 2004-2010 dengan alasan ketersediaan data pendukung setelah Kabupaten Deli Serdang mengalami pemekaran.


(49)

3.3. Metode Analisis Data 3.3.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan penjelasan terhadap perkembangan produksi dan ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang. Selain itu, analisis deskriptif juga akan memberikan penjelasan dan penjabaran hasil analisis kuantitatif yang telah diolah komputer untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.3.2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung seberapa besar faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang. Ketersediaan beras dan konsumsi merupakan dua hal yang tidak dapat berdiri sendiri. Keduanya memiliki hubungan dua arah yang saling berkaitan. Ketersediaan beras dipengaruhi oleh luas areal panen padi dan konsumsi dan konsumsi juga dipengaruhi oleh ketersediaan beras.

Dari pemahaman bahwa konsumsi sangat terkaitan dengan produksi, maka formulasi model komoditi perberasan di Kabupaten Deli Serdang akan dibahas berdasarkan aspek produksi dan konsumsi beras.

a. Produksi Beras

Produksi beras merupakan perkalian antara faktor konversi atau tingkat rendemen pengolahan padi menjadi beras (k) dan produksi padi pada tahun tersebut. Dengan demikian produksi beras Kabupaten Deli Serdang dirumuskan sebagai berikut: QBt = k *QPt


(50)

Keterangan: QBt

k : Faktor konversi atau Rendemen (untuk Kabupaten Deli Serdang = 0.65) : Produksi beras tahun ke t (ton)

QPt

b. Luas Areal Panen Padi

: Produksi padi tahun ke t (ton)

Luas areal panen padi ditetapkan sebagai fungsi dari: (1) harga riil gabah di tingkat petani, (2) luas areal irigasi, (3) harga riil pupuk urea, dan (4) curah hujan. Harga riil gabah di tingkat petani, curah hujan dan luas areal irigasi diduga berpengaruh positif terhadap luas areal panen. Jika harga gabah di tingkat petani semakin tinggi maka petani akan meningkatkan daerah garapannya sehingga luas areal panen meningkat, begitu juga dengan curah hujan dan luas areal irigasi. Semakin tinggi curah hujan, areal irigasi dan luas areal panen tahun lalu maka areal panen padi akan semakin luas. Sedangkan harga pupuk urea dan harga jagung diduga berpengaruh negative terhadap luas areal panen. Pupuk urea merupakan input bagi produksi padi, jika harga input meningkat, maka petani akan mengurangi jumlah penggunaan pupuk sehingga luas areal panen padi akan semakin berkurang. Hubungan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

LAPt = f (LAI,HG, HPU, CH)

Disebabkan rentang persebaran data yang cukup besar, maka untuk kebutuhan analisis, data terlebih dahulu ditransformasi logaritma. Sehingga diperoleh model penduga sebagai berikut:


(51)

LLAPt = b0 + b1LLAI + b2LHG + b3LHPU+ b4

Keterangan:

LCH + ε

LLAPt

LLAI

: log luas areal panen padi tahun ke t (ha) t

LHG

: log luas areal irigasi tahun ke t (Ha) t

LHPU

: log harga riil gabah di tingkat petani tahun ke t (Rp/kg) t

LCH

: log harga riil pupuk urea tahun ke t (Rp/kg) t

b

: log curah hujan tahun ke t (mm/th)

0

b

: Intersep

i

ε : error

: Koefisien regresi (i = 1,2,3,4)

c. Konsumsi Beras

Konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang diduga dipengaruhi oleh harga riil beras, dan pendapatan perkapita. Variabel pendapatan perkapita diduga berpengaruh positif terhadap konsumsi beras. Semakin tinggi pendapatan perkapita, maka konsumsi beras akan semakin meningkat. Sedangkan variabel harga beras diduga berpengaruh negatif terhadap konsumsi beras. Jika harga beras tinggi, maka konsumsi beras akan berkurang. Fungsi konsumsi beras dapat dirumuskan sebagai berikut:

KBt

Berdasarkan fungsi tersebut, maka persamaan jumlah konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang dapat dirumuskan sebagai berikut:

= f (HB, PDPT)

LKBt = b0 + b1LHB + b2LPDPT + ε


(52)

Keterangan:

LKBt

LHB

: Log konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang tahun ke t (ton) t

LPDPT

: Log harga riil beras tahun ke t (Rp/kg) t

ε : error

: Log pendapatan perkapita tahun ke t (Rp juta/th)

d. Harga Eceran Beras

Harga riil eceran beras dipengaruhi oleh konsumsi beras, produksi beras satu tahun sebelumnya (lag produksi beras) dan harga eceran beras satu tahun sebelumnya (lag harga eceran beras). Variabel konsumsi beras dan harga beras tahun lalu diduga berpengaruh posotif terhadap harga besar. Semakin tinggi konsumsi beras dan harga eceran beras tahun lalu maka harga eceran beras akan semakin tinggi. Sedangkan variabel produksi beras tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap harga beras.Artinya jika produksi beras meningkat maka harga beras akan turun. Hubungan tersebut dirumuskan dalam bentuk fungsi sebagai berikut:

HBt

Berdasarkan fungsi tersebut, maka persamaan harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang dapat dirumuskan sebagai berikut

= f (KB, LQB, LHB)


(53)

Keterangan:

LHBt

LKB

: Log harga riil eceran beras tahun ke t (Rp/Kg) t

LLQB

: Log jumlah konsumsi beras tahun ke t (Kg) t

LHB

: Lag log produksi beras tahun ke t (ton) t

ε : error

: Lag log harga riil eceran beras tahun t (Rp/Kg)

3.4. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dari variabel yang digunakan pada penelitian ini, maka berikut ini dijelaskan perihal batasan operasional sebagai berikut:

1. Ketersediaan beras adalah jumlah produksi beras yang dihasilkan dikurangi dengan jumlah konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang (ton).

2. Luas tanam padi adalah satuan luas sawah yang ditanami padi dalam satu tahun (ha).

3. Produktivitas padi adalah produksi padi yang diperoleh untuk setiap hektar luas lahan sawah. Produksi padi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah padi sawah (ton/ha).

4. Konsumsi beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi masyarakat di suatu daerah (ton/tahun).

5. Harga riil beras adalah harga beras yang dibayar oleh masyarakat untuk membeli sejumlah tertentu beras (Rp/kg).

6. Harga riil pupuk ureal adalah harga pupuk yang dibayar oleh petani untuk


(54)

memperoleh pupuk urea (Rp/kg).

7. Pengembangan wilayah adalah suatu upaya untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah. Indikator pengembangan wilayah dalam penelitian ini adalah ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang untuk mendukung kegiatan kehidupan masyarakat dalam hal ini konsumsi beras di Sumatera Utara.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Profil Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah dari 33 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang memiliki keanekaragaman sumber daya alam yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di Kota Medan, dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.

Kabupaten Deli Serdang mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota Medan yang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Binjai dan kota Tebing Tinggi di samping berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu Langkat, Karo, dan Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 km2

Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena kota Medan, Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pada beberapa waktu yang

terdiri dari 33 Kecamatan dan 902 Kampung.

37


(56)

lalu meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang menjadi 4.397,94 km2

Pada awalnya pusat pemerintahan Kabupaten Deli Serdang adalah Kota Medan, karena sebagian besar wilayah kota Medan adalah “tanah Deli” yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980-an, pemerintahan daerah ini pindah ke Lubuk Pakam, sebuah kota kecil yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatera lebih kurang 30 kilometer dari Kota Medan yang telah ditetapkan menjadi ibukota Kabupaten Deli Serdang.

.

Tahun 2004 Kabupaten ini kembali mengalami perubahan secara Administrasi Pemerintahan, setelah adanya pemekaran daerah dengan lahirnya Kabupaten baru yaitu Serdang Bedagai sesuai dengan U.U. No. 36 Tahun 2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh. Dengan terjadinya pemekaran daerah, maka luas wilayah Kabupaten Deli Serdang saat ini menjadi 2.497,72 km2

Dalam gerak pembangunannya, motto Kabupaten Deli Serdang yang tercantum dalam Lambang Daerahnya adalah “Bhinneka Perkasa Jaya” yang memberi pengertian; dengan masyarakatnya yang beraneka ragam suku, agama, ras dan golongan bersatu dalam kebhinnekaan secara kekeluargaan dan gotong royong membangun semangat kebersamaan, menggali dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya sehingga menjadi kekuatan dan keperkasaan untuk mengantarkan masyarakat kepada kesejahteraan dan kejayaan sepanjang masa.

terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan, yang terhampar mencapai 3.34 persen dari luas Sumatera Utara.


(57)

Dengan pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi dua wilayah, secara administratif Pemerintah Kabupaten Deli Serdang kini terbagi atas 22 Kecamatan yang di dalamnya terdapat 14 Kelurahan dan 389 Desa.

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Kecamatan

No. Kecamatan Ibukota Luas Wilayah

(Km2

Jumlah Desa/ Kelurahan )

1. Gunung Meriah Gunung Meriah 76,65 12

2. STM Hulu Tiga Juhar 223,38 20

3. Sibolangit Sibolangit 179,96 30

4. Kutalimbaru Kutalimbaru 174,2 14

5. Pancur Batu Pancur Batu 122,53 25

6. Namorambe Namorambe 62,30 36

7. Biru-biru Biru-biru 89,69 17

8. STM Hilir Talun Kenas 190,50 15

9. Bangun Purba Bangun Purba 129,95 33

10. Galang Galang 150,29 29

11. Tanjung Morawa Tanjung Morawa 131,75 26

12. Patumbak Patumbak 46,79 8

13. Deli Tua Deli Tua 9,36 6

14. Sunggal Sunggal 92,52 17

15. Hamparan Perak Hamparan Perak 230,15 20

16. Labuhan Deli Labuhan Deli 127,23 5

17. Percut Sei Tuan Tembung 190,79 20

18. Batang Kuis Batang Kuis 40,34 11

19. Pantai Labu Pantai Labu 81,85 19

20. Beringin Karang Anyer 52,69 11

21. Lubuk Pakam Lubuk Pakam 31,19 13

22. Pagar Merbau Pagar Merbau 62,89 16

Jumlah 2.498 403

Sumber: Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka, 2010


(58)

4.1.2. Geografis dan Topografi 1). Geografis

Kabupaten Deli Serdang secara geografis terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 Km2 Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera, - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo, - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai, - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.

2) Topografi

Kabupaten Deli Serdang secara geografis terletak pada wilayah pengembangan Pantai Timur Sumatera Utara serta memiliki topografi, kountur dan iklim yang bervariasi. Kawasan hulu yang kounturnya mulai bergelombang sampai terjal, berhawa tropis pegunungan, kawasan dataran rendah yang landai sementara kawasan pantai berhawa tropis pegunungan. Sementara itu, dilihat dari kemiringan lahan, Kabupaten Deli Serdang dibedakan atas:

Dataran Pantai ± 63.002 Ha ( 26,30%) terdiri dari 4 kecamatan (Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, dan Pantai Labu). Jumlah Desa sebanyak 64 Desa/Kelurahan dengan panjang pantai 65 km. Potensi Utama adalah; Pertanian Pangan, Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar, Perikanan Laut, Pertambakan, Peternakan Unggas, dan Pariwisata.


(59)

Dataran Rendah ± 68,965 Ha (28.80%) terdiri dari 11 kecamatan (Sunggal, Pancur Batu, Namorambe, Deli Tua, Batang Kuis, Tanjung Morawa, Patumbak, Lubuk Pakam, Beringin, Pagar Merbau, dan Galang) dengan jumlah desa sebanyak 197 desa/kelurahan.Potensi Utama adalah: Pertanian Pangan, Perkebunan Besar, Perkebunan Rakyat, Peternakan, Industri, Perdagangan, dan Perikanan Darat.

Dataran Pegunungan ± 111.970 Ha (44.90%) terdiri dari 7 kecamatan (Kutalimbaru, Sibolangit, Biru-biru, STMHilir, STM Hulu, Gunung Meriah, Bangun Purba) dengan jumlah desa sebanyak 133 desa. Potensi Utama adalah: Pertanian Rakyat, Perkebunan, dan Peternakan.

3) Iklim

Sesuai dengan perbedaan geografis, topografis dan ketinggian dari permukaan laut maka iklim daerah ini juga bervariasi yaitu iklim sub tropis dan iklim peralihan antara sub tropis dan tropis. Ketinggian 0–500 meter dari permukaan laut, Kabupaten Deli Serdang beriklim peralihan antara sub tropis dan tropis, sedangkan ketinggian lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut beriklim sub tropis.

Curah hujan rata-rata pertahun 1.936,3 mm, pada umumnya curah hujan terbanyak pada bulan September, Oktober, Nopember dan Desember. Angin yang bertiup melalui daerah ini juga berbeda yakni angin laut dan angin pegunungan dengan kecepatan 0,68 meter/detik, sedangkan temperatur rata-rata 26,7° dan kelembaban 84%.


(60)

4.1.3. Demografi

Kabupaten Deli Serdang dihuni penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Deli Serdang adalah 1.789.243 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 2,54 persen dengan kepadatan rata-rata 716 jiwa per kilometer persegi.

Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas merupakan modal pelaksanaan pembangunan dan potensi bagi peningkatan pembangunan di segala bidang. Namun jumlah penduduk yang besar apabila tidak diupayakan pengembangan kualitasnya dapat merupakan beban bagi pembangunan dan justru dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh masyarakat.

Dampak pembangunan terhadap dinamika kependudukan antara lain dapat dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas penduduk yang diindikasikan dari pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, angka ketergantungan umur, median umur, rata-rata anak lahir hidup/rata-rata masih hidup dan angka migrasi, umur perkawinan pertama, pendidikan, dan ketenagakerjaan.


(61)

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas

Wilayah (Km2 Kepadatan (Jiwa/Km ) 2 )

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Gunung Meriah 1.246 1.240 2.486 76,65 32,43

2. STM Hulu 6.228 6.098 12.326 223,38 55,18

3. Sibolangit 9.884 9.907 19.791 179,96 109,97

4. Kutalimbaru 17.882 17.925 35.807 174,92 204,71

5. Pancur Batu 42.731 42.313 85.044 122,53 694,07

6. Namorambe 18.230 18.522 36.752 62,30 589,92

7. Biru-biru 17.171 16.874 34.045 89,69 379,59

8. STM Hilir 15.503 14.951 30.454 190,50 159,86

9. Bangun Purba 11.104 10.630 21.734 129,95 167,25

10. Galang 31.050 30.369 61.419 150,29 408,67

11. Tanjung Morawa 96.592 95.630 192.222 131,75 1.458,99

12. Patumbak 45.299 43.999 89.298 46,79 1.908,48

13. Deli Tua 29.834 30.901 60.735 9,36 6.488,78

14. Sunggal 123.295 121.438 244.733 92,52 2.645,19

15. Hamparan Perak 76.361 73.618 149.979 230,15 651,66

16. Labuhan Deli 30.528 29.654 60.182 127,23 473,02

17. Percut Sei Tuan 192.178 190.978 383.156 190,79 2.008,26

18. Batang Kuis 28.372 27.529 55.901 40,34 1.385,75

19. Pantai Labu 22.318 20.828 43.146 81,85 527,14

20. Beringin 26.574 25.824 52.398 52,69 994,46

21. Lubuk Pakam 40.099 40.677 80.776 31,19 2.589,80

22. Pagar Merbau 18.254 18.605 36.859 62,89 586,09

Jumlah 900.733 888.510 1.789.243 2.498 716,35

Sumber: Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka, 2010


(62)

4.1.4. Kondisi Ekonomi Kabupaten Deli Serdang

PDRB menunjukkan peranan setiap sektor usaha terhadap perekonomian daerah. Berdasarkan harga konstan, PDRB Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009

adalah sebesar Rp. 13.718.059,53,- juta dan meningkat pada tahun 2010 menjadi Rp. 14.516.730,42,- juta. Dengan demikian terjdi peningkatan PDRB sebesar Rp. 798.670,89 juta (5,82%). Berdasarkan sektor usaha, sektor pertanian menempati urutan ketiga dalam PDRB Kabupaten Deli Serdang, yang berarti bahwa sektor pertanian memberikan peran yang cukup penting terhadap perekonomian Kabupaten Deli Serdang.

Dilihat dari PDRB sektor pertanian, bahwa sub sektor tanaman pangan menempati urutan kedua terbesar memberikan sumbangan terhadap sektor pertanian, setelah sektor perkebunan. Dengan demikian, bahwa dalam pembangunan pertanian di Kabupaten Deli Serdang, sektor tanaman pangan (termasuk di dalamnya padi sawah) memegang peran penting.


(63)

Tabel 4.3. PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009-2010

No. Sektor Usaha PDRB ADHK 2000 (Rp Juta) PDRB ADHB (Rp. Juta)

2009 2010 2009 2010

1. Pertanian 2.273.241,09 2.386.454,77 3.621.214,95 4.499.460,14 a. Tan Pangan 789.617,98 847.864,40 1,742,773.35 2,153,835.17 b. Tan Perkebunan 1.179.907,66 1.222.210,86 1,351,384.15 1,740,497.38 c. Peternakan 103.923,96 110.827,73 166,384.15 197,407.64 d. Kehutanan 16.954,28 16.977,86 21,504.10 25,167.34 e. Perikanan 182.827,21 188.573,92 338,716.43 382,552.62 2. Pertambangan & Penggalian 179.964,40 192.728,66 309,086.31 371,673.96 3. Industri Pengolahan 5.412.756,39 5.682.180,94 17,002,509.87 19,667,609.01 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 29.417,54 31.724,72 70,524.08 79,539.11 5. Bangunan 388.007,78 408.625,42 740,200.08 884,177.07 6. Perdagangan, Hotel &

Restoran 2.879.751,88 3,037,767.55 7,227,211.03 8,369,586.96 7. Pengangkutan dan

Komunikasi 282.227,20 302,370.96 538,839.31 603,279.65 8. Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 434.814,12 484,331.16 820,424.71 949,849.23 9. Jasa-jasa 1.837.879,13 1,990,546.24 3,842,470.00 4,378,396.79 Jumlah 13.718.059,53 14,516,730.42 34,172,480.34 39,803,571.92 Sumber: Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka, 2010

4.2. Produksi Beras di Kabupaten Deli Serdang

Produksi beras merupakan perkalian antara produksi padi dengan faktor konversi atau rendemen. Hal ini karena pada saat padi diolah menjadi beras, terdapat beberapa hal yang harus dilewati, yaitu terkait dengan pengeringan/penjemuran padi untuk menghilangkan kadar air yang terdapat pada padi hingga penggilingan padi yaitu proses menjadi beras. Untuk wilayah Kabupaten Deli Serdang digunakan


(1)

b)

Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.124010 Prob. F(2,9) 0.1756 Obs*R-squared 4.489144 Prob. Chi-Square(2) 0.1060

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/12/12 Time: 21:44 Sample: 2004S1 2010S2 Included observations: 14

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LHB -0.033135 0.080987 -0.409135 0.6920 LPDPT 0.006448 0.226210 0.028504 0.9779 C 0.187659 2.801555 0.066984 0.9481 RESID(-1) 0.366055 0.341707 1.071254 0.3119 RESID(-2) 0.431595 0.414454 1.041356 0.3249 R-squared 0.320653 Mean dependent var 3.50E-16 Adjusted R-squared 0.018721 S.D. dependent var 0.017435 S.E. of regression 0.017271 Akaike info criterion -5.007159 Sum squared resid 0.002684 Schwarz criterion -4.778924 Log likelihood 40.05011 Hannan-Quinn criter. -5.028286 F-statistic 1.062005 Durbin-Watson stat 1.405743 Prob(F-statistic) 0.428869


(2)

c)

Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 1.734296 Prob. F(2,11) 0.2215 Obs*R-squared 3.356256 Prob. Chi-Square(2) 0.1867 Scaled explained SS 2.075379 Prob. Chi-Square(2) 0.3543

Test Equation:

Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 01/12/12 Time: 21:45 Sample: 2004S1 2010S2 Included observations: 14

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.764663 1.271839 -1.387489 0.1928 LHB -0.061516 0.033495 -1.836587 0.0934 LPDPT 0.152783 0.100877 1.514552 0.1581 R-squared 0.239733 Mean dependent var 0.014196 Adjusted R-squared 0.101502 S.D. dependent var 0.009324 S.E. of regression 0.008838 Akaike info criterion -6.432161 Sum squared resid 0.000859 Schwarz criterion -6.295220 Log likelihood 48.02512 Hannan-Quinn criter. -6.444837 F-statistic 1.734296 Durbin-Watson stat 1.817199 Prob(F-statistic) 0.221470


(3)

3.

Harga Eceran Beras

Dependent Variable: LOGHB Method: Least Squares Date: 12/30/11 Time: 05:55 Sample (adjusted): 2004S2 2010S2 Included observations: 13 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOGKB 1.881987 0.842850 2.232887 0.0524 LLOGQB -0.024654 0.214425 -0.114979 0.9110 LLOGHB 0.379041 0.269875 1.404508 0.1937 C -15.75852 7.248801 -2.173949 0.0577 R-squared 0.881227 Mean dependent var 8.660196 Adjusted R-squared 0.841636 S.D. dependent var 0.163909 S.E. of regression 0.065228 Akaike info criterion -2.374208 Sum squared resid 0.038292 Schwarz criterion -2.200377 Log likelihood 19.43235 Hannan-Quinn criter. -2.409938 F-statistic 22.25829 Durbin-Watson stat 2.239030 Prob(F-statistic) 0.000169

Uji Asumsi Klasik

a)

Normalitas


(4)

b)

Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.320649 Prob. F(2,7) 0.7358 Obs*R-squared 1.091028 Prob. Chi-Square(2) 0.5795

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 12/30/11 Time: 06:54 Sample: 2004S2 2010S2 Included observations: 13

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOGKB -1.340545 1.960372 -0.683822 0.5161 LLOGQB -0.050509 0.242144 -0.208590 0.8407 LLOGHB 0.495315 0.703478 0.704094 0.5041 C 11.58689 16.94877 0.683642 0.5162 RESID(-1) -0.683245 0.862252 -0.792396 0.4541 0 2 4 6 8 10 12

-0.20 -0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05

Series: Residuals

Sample 2004S2 2010S2

Observations 13

Mean

5.46e-16

Median

0.016037

Maximum

0.031856

Minimum

-0.184126

Std. Dev.

0.056489

Skewness

-2.950889

Kurtosis

10.21655

Jarque-Bera

47.07603

Probability

0.000000


(5)

RESID(-2) -0.204117 0.488224 -0.418082 0.6884 R-squared 0.083925 Mean dependent var 5.46E-16 Adjusted R-squared -0.570414 S.D. dependent var 0.056489 S.E. of regression 0.070790 Akaike info criterion -2.154173 Sum squared resid 0.035078 Schwarz criterion -1.893427 Log likelihood 20.00212 Hannan-Quinn criter. -2.207768 F-statistic 0.128260 Durbin-Watson stat 2.102446 Prob(F-statistic) 0.980992


(6)

c)

Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 0.080061 Prob. F(3,9) 0.9692 Obs*R-squared 0.337915 Prob. Chi-Square(3) 0.9527 Scaled explained SS 0.457484 Prob. Chi-Square(3) 0.9281

Test Equation:

Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 12/30/11 Time: 06:54 Sample: 2004S2 2010S2 Included observations: 13

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.413215 6.030623 0.068519 0.9469 LOGKB -0.080206 0.701207 -0.114383 0.9114 LLOGQB 0.065339 0.178390 0.366272 0.7226 LLOGHB -0.027287 0.224522 -0.121532 0.9059 R-squared 0.025993 Mean dependent var 0.029196 Adjusted R-squared -0.298675 S.D. dependent var 0.047619 S.E. of regression 0.054266 Akaike info criterion -2.742179 Sum squared resid 0.026503 Schwarz criterion -2.568349 Log likelihood 21.82417 Hannan-Quinn criter. -2.777909 F-statistic 0.080061 Durbin-Watson stat 2.236559 Prob(F-statistic) 0.969211