Analisis Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal

(1)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN

MANDAILING NATAL

TESIS

Oleh: JUNI HARTATI 107039024/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN

MANDAILING NATAL

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Oleh: JUNI HARTATI 107039024/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : Analisis Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal

Nama : Juni Hartati

NIM : 107039024

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Rabu, 22 Mei 2013.

Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Tavi Supriana, MS __________________

Anggota : 1. Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec __________________

2. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS __________________


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN

MANDAILING NATAL

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Mei 2013 yang membuat pernyataan,

Juni Hartati NIM.107039024


(6)

Dipersembahkan kepada:

Suami, Anak dan Seluruh Keluarga


(7)

ABSTRAK

Juni Hartati, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal ( Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku anggota pembimbing).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 untuk variabel luas panen, produktivitas, harga beras dan jumlah konsumsi beras. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi diperoleh luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Produktivitas mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.

Kata kunci: Ketersediaan beras, luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras


(8)

ABSTRACT

Juni Hartati, The Analysis of the Factors which are Correlated with the Availability of Rice in Mandailing Natal District (Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, as the chairperson, and Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec as the member).

The objective of the research was to analyze the correlation of the harvest area, productivity, price, the amount consumption of rice with the availability of rice in Mandailing Natal District. The data consisted of secondary data which were gathered from 1999 to 2012 for the variables of harvest area, productivity, price, and the amount of consumption of rice. The data were analyzed by using Rank Spearman correlation method.

The result of the research showed that harvest area had positive and significant correlation with the availability of rice. Productivity had positive and significant correlation with the availability of rice. Rice price had negative and significant correlation with the availability of rice. The amount of rice consumption had negative and significant correlation with the availability of rice.

Keywords: Availability of Rice, Harvest Area, Productivity, Rice Price, Amount of Rice Consumption


(9)

RIWAYAT HIDUP

JUNI HARTATI, lahir di Kotanopan pada tanggal 10 Juni 1975 dari Bapak

Awaluddin Hasyim Batubara (Alm) dan Ibu Hj. Nursuti Nasution (Almh). Penulis merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1981 masuk Sekolah Dasar Negeri 1 Kotanopan, tamat tahun 1987.

2. Tahun 1987 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Kotanopan, tamat tahun 1990.

3. Tahun 1990 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri Kotanopan, tamat tahun 1993.

4. Tahun 1993 diterima di Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, tamat tahun 1999.

5. Tahun 2010 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sumatera Utara.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten

Mandailing Natal“. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi dan memperoleh gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak lepas dari dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan serta masukan membangun dari semua pihak. Untuk itu ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan arahan dan masukan pada penyusunan tesis ini , khususnya penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec, selaku ketua pembimbing dan anggota pembimbing , atas bimbingannya yang telah bersedia mengorbankan waktunya dalam memberikan dukungan, arahan, dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 2. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Ir. Iskandarini, MM, Ph.D, selaku dosen

penguji atas masukan dan kritikannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

3. Para dosen pengasuh mata kuliah pada Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.


(11)

4. Staf administrasi pada Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan.

5. Keluarga besar tersayang yang selalu mendoakan dan mendukung penulis tanpa henti, khususnya kepada orang tua, suami dan anak-anak tersayang “Farhah, Farras dan Ahmad”.

6. Kawan-kawan Angkatan IV Program Sudi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun redaksinya. Oleh karena itu penulis menerima kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2013


(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten

Mandailing Natal“. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi dan memperoleh gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak lepas dari dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan serta masukan membangun dari semua pihak. Untuk itu ucapan terima kasih penulis tujukan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan arahan dan masukan pada penyusunan tesis ini , khususnya penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

7. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec, selaku ketua pembimbing dan anggota pembimbing , atas bimbingannya yang telah bersedia mengorbankan waktunya dalam memberikan dukungan, arahan, dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. 8. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Ir. Iskandarini, MM, Ph.D, selaku dosen

penguji atas masukan dan kritikannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Para dosen pengasuh mata kuliah pada Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.


(13)

10. Staf administrasi pada Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan.

11. Keluarga besar tersayang yang selalu mendoakan dan mendukung penulis tanpa henti, khususnya kepada suami tercinta dan anak-anak tersayang (Farhah, Farras dan Ahmad).

12. Kawan-kawan Angkatan IV Program Sudi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun redaksinya. Oleh karena itu penulis menerima kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2013


(14)

ABSTRAK

Juni Hartati, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal ( Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku anggota pembimbing).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 untuk variabel luas panen, produktivitas, harga beras dan jumlah konsumsi beras. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi diperoleh luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Produktivitas mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.

Kata kunci: Ketersediaan beras, luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras


(15)

RIWAYAT HIDUP

JUNI HARTATI, lahir di Kotanopan pada tanggal 10 Juni 1975 dari Bapak

Awaluddin Hasyim Batubara (Alm) dan Ibu Nursuti Nasution (Almh). Penulis merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1981 masuk Sekolah Dasar Negeri 1 Kotanopan, tamat tahun 1987.

2. Tahun 1987 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Kotanopan, tamat tahun 1990.

3. Tahun 1990 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri Kotanopan, tamat tahun 1993.

4. Tahun 1993 diterima di Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, tamat tahun 1999.

5. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sumatera Utara.


(16)

ABSTRAK

Juni Hartati, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal ( Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku ketua pembimbing dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku anggota pembimbing).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 untuk variabel luas panen, produktivitas, harga beras dan jumlah konsumsi beras. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan dengan metode korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil estimasi diperoleh luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Produktivitas mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.

Kata kunci: Ketersediaan beras, luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras


(17)

1.1. Latar Belakang

Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-Dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan bahaya krisis pangan.

Dalam pembangunan nasional, sektor pertanian pangan menempati prioritas penting. Keadaan ini tercermin dari berbagai bentuk intervensi yang dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi pemerintah di sektor pertanian dan pengairan, riset dan pengembangan teknologi usaha tani maupun kebijaksanaan harga. Intervensi tersebut antara lain ditujukan untuk memecahkan masalah pangan nasional, yaitu penyediaan pangan yang merata di seluruh tanah air serta terjangkaunya daya beli masyarakat (Amang, 1993).

Menurut data Food Agriculture Organization of the UN (FAO), menunjukkan perkiraan jumlah penduduk dunia pada tahun 2030 mencapai 8 miliar. Pada tahun 2015, sebanyak 580 juta penduduk dunia akan mengalami kekurangan pangan. Sumbangan pertambahan penduduk terbesar berasal dari negara sedang berkembang. Perhitungan ini menunjukkan bahwa negara-negara berkembang di dunia akan semakin tergantung pada impor pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduknya yang sangat besar, dan diperkirakan kebutuhan tersebut akan meningkat dari 170 juta ton pada tahun 1995 menjadi 270 ton pada tahun 2030 (Krisnamurthi, 2006).


(18)

Pertambahan jumlah penduduk menuntut daya dukung ketersediaan pangan secara memadai, dengan kata lain cadangan pangan harus mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan seluruh penduduk secara berkelanjutan. Kebutuhan beras tersebut akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk. Jika rata-rata pertumbuhan penduduk 1,8% per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 diperkirakan 238,4 juta dan tahun 2015 menjadi 253,6 juta. Dengan melihat kondisi potensi produksi padi nasional, diperkirakan tahun 2015 persediaan beras akan mengalami defisit sebesar 5,64 juta ton (Siswono et.al dalam Afrianto, 2010)

Menurut Suryana (2001), bagi Indonesia, masih adanya kendala utama di sisi produksi, yakni kecilnya skala usaha yang dikelola oleh petani. Ada empat masalah yg berkaitan dengan kondisi perberasan di Indonesia, pertama rata-rata luas lahan yang dikuasai/miliki oleh petani hanya 0,3 ha. Kedua sekitar 70% petani padi (khususnya buruh tani dan petani skala kecil) termasuk golongan masyarakat miskin atau berpendapatan rendah. Ketiga, 60% dari jumlah petani padi adalah konsumen neto beras. Keempat, rata-rata pendapatan RT petani padi yang bersumber dari usaha tani padi hanya sebesar 30% dari total pendapatan keluarga. Dengan kondisi ini pemerintah selalu dihadapkan pada posisi sulit, di satu sisi pemerintah harus menyediakan beras dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, dan di sisi lain pemerintah harus melindungi petani produsen dan menjaga ketersediaan secara cukup.

Konsumsi beras sebagai makanan pokok tampaknya tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Sebagai sumber energi maupun nutrisi, beras


(19)

memang lebih baik dibandingkan dengan jenis makanan pokok lainnya. Dalam kaitan ini, pangsa beras pada konsumsi energi perkapita sebesar 54,3 persen, atau dengan kata lain setengah dari intake energi adalah bersumber dari beras. Selain itu, beras juga menjadi sumber protein yang utama yaitu mencapai 40 persen (Suryana dan Mardianto, 2001).

Kabupaten Mandailing Natal sebagai salah satu daerah/wilayah sentra produksi padi di Provinsi Sumatera Utara mempunyai tingkat produksi padi yang tidak stabil dari waktu ke waktu. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas padi di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Gambar 1.1. dan Gambar 1.2.

Gambar 1.1. Perkembangan Luas Panen Tanaman Padi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2005 - 2010


(20)

suatu wilayah sangat tergantung berapa luas panen pada tahun yang bersangkutan atau berapa tingkat produktivitasnya. Luas panen padi di Kabupaten Mandailing Natal rata-rata sebesar 35.779 ha/tahun. Luas lahan yang tersedia bersifat tetap, bahkan cenderung berkurang karena beralih fungsi ke non pertanian terutama perkebunan untuk tanaman sawit, karet, dan coklat sebagai akibat prospek ke depan yang lebih menguntungkan dari segi pendapatan, dimana selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 telah terjadi konversi lahan sekitar 965 hektar. Kondisi luas panen padi di Kabupaten Mandailing Natal pun makin terancam dengan semakin seringnya bencana alam menerpa daerah-daerah di Kabupaten Mandailing Natal, berdasarkan data dari BNPB telah terjadi 25 kejadian bencana alam selama periode tahun 2004-2010. Kejadian bencana banjir dan tanah longsor mendominasi kejadian bencana alam di Kabupaten Mandailing Natal yang memberikan dampak kerusakan pada lahan pertanian, dimana akibat bencana banjir kerusakan lahan pertanian seluas 1.777 Ha dan tanah longsor seluas 60 Ha.

Kondisi lain yang kemungkinan besar mengurangi produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal adalah terjadinya kekeringan pada areal pertanian. Menurut Krisnamurthi (2008) perubahan iklim dan lingkungan menunjukkan air menjadi faktor paling penting dan pembatas utama. Jadi, mulai sekarang perlu diperhatikan produktivitas air dalam produksi pangan misalnya, untuk menghasilkan 1 kg beras dibutuhkan 1.000 kg air. Kekeringan pada lahan pertanian akan memberi implikasi buruk terhadap pengadaan pangan Mandailing Natal dan ketahanan pangan nasional, karena kurangnya ketersediaan air untuk mengairi daerah-daerah sentra produksi padi seperti Kecamatan Siabu yang


(21)

merupakan pusat produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal. Pada tahun 2011 produksi padi di Kecamatan Siabu mencapai 53.334,78 ton atau 31,33% dari total produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal.

Gambar 1.2. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2005-2010

Ketersediaan pangan (beras) di suatu wilayah berhubungan dengan produksi dan konsumsi. Menurut Badan Pelaksana Penyuluhan Dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Mandailing Natal yang bersumber dari Badan Pusat Statistik konsumsi beras per kapita penduduk Mandailing Natal rata-rata sebesar 160 kg/kap/tahun, jumlah konsumsi beras di Kabupaten ini jauh berbeda dengan rata-rata konsumsi beras Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 136 kg/kap/tahun, dan rata-rata konsumsi beras nasional yaitu sebesar 139,15 kg/kap/tahun. Masih dominannya konsumsi beras, tentu saja menghadirkan tantangan lebih besar lagi bagi upaya peningkatan ketersediaan pangan melalui peningkatan produksi beras.


(22)

Harga beras di Kabupaten Mandailing Natal juga cenderung mengalami kenaikan, dimana selama periode 2005 – 2010 dengan rata-rata kenaikan sebesar Rp 685,-/Kg (20%) untuk beras kualitas jongkong/IR-64. Ada beberapa hal yang menyebabkan kenaikan harga beras tersebut antara lain karena: (i) luas tanam, adanya penurunan luas tanam yang disebabkan banyaknya lahan sawah yang beralih fungsi (konversi) ke tanaman perkebunan, seperti karet, coklat, dan kelapa sawit; (ii) waktu tanam dan panen padi, dampak dari pergeseran waktu tanam padi sebagai akibat tidak tersedianya air untuk segera melakukan pertanaman padi pada musim selanjutnya berimbas pada mundurnya jadwal panen; (iii) perubahan iklim di suatu wilayah secara langsung mempengaruhi dalam hal ketersediaan pangan dan distribusi pangan di wilayah yang bersangkutan. Dampak perubahan iklim adalah terjadinya gangguan terhadap siklus hidrologi dalam bentuk perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan permukaan laut, peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan. Bagi sektor pertanian, dampak lanjutan dari perubahan iklim adalah bergesernya pola dan kalender tanam, perubahan keanekaragaman hayati, perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT) secara eksplisit, serta pada akhirnya dapat berdampak pada pertumbuhan tanaman tidak sempurna yang mungkin menyebabkan gagal panen/puso dan penurunan produksi pertanian. Salah satu faktor yang paling kritis dalam menentukan keberhasilan usaha pertanian adalah curah hujan yang seringkali sangat terbatas dan tidak mencukupi kebutuhan tanaman (Simatupang et al, 1997).

Berdasarkan uraian tersebut di Kabupaten Mandailing Natal telah terjadi permasalahan yang menjadi kendala dalam pemenuhan ketersediaan pangan


(23)

(beras). Peningkatan produksi padi di Mandailing Natal cenderung mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena berbagai permasalahan yang melanda pertanian di Mandailing Natal, seperti semakin berkurangnya luas areal persawahan, terbatasnya ketersediaan air, dan mahalnya harga sarana produksi serta relatif rendahnya harga produk pertanian. Pola konsumsi masyarakat yang menjadikan beras sebagai bahan pangan utama juga menjadi perhatian karena adanya asumsi jika belum makan nasi maka belum dikatakan makan.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah hubungan luas panen padi, produktivitas

lahan, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan luas panen padi, produktivitas lahan, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal.

1.4. Kegunaan Penelitian


(24)

1. Sebagai bahan informasi dan masukan dalam merencanakan dan mengambil kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan beras dalam rangka peningkatan ketahanan pangan.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya .


(25)

1. Sebagai bahan informasi dan masukan dalam merencanakan dan mengambil kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan beras dalam rangka peningkatan ketahanan pangan.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya .


(26)

2.1. Penelitian Terdahulu

Dengan menggunakan sampel 20 tahun (1987-2006), variabel bebas yang digunakan luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan beras tahun sebelumnya dengan model regresi linier berganda yang tujuannya untuk mengetahui ketersediaan beras di Sumatera Utara didapatkan hasil estimasi bahwa variasi yang terjadi pada luas panen, harga beras, harga jagung, dan ketersediaan beras tahun sebelumnya dapat menjelaskan variasi ketersediaan beras sebesar 99,3%. Dari keseluruhan variabel bebas yaitu luas panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya secara serempak memberikan pengaruh yang sangat signifikan, sedangkan secara parsial menunjukkan bahwa variabel bebas luas panen dan harga beras memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras. Variabel harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras (Hasyim, 2007).

Penelitian Silviana Yanidah Sagala (2012), yang bertujuan untuk mengetahui ketersediaan beras di kabupaten Deli Serdang, dengan menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2004-2010. Data yang dikumpulkan adalah data per semester. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa variabel luas areal irigasi dan harga pupuk urea berpengaruh positif, sedangkan harga gabah di tingkat petani dan curah hujan daerah setempat berpengaruh negatif. Secara parsial, hanya variabel luas areal irigasi yang berpengaruh signifikan terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan konsumsi beras, variabel pendapatan perkapita dan harga beras berpengaruh positif terhadap


(27)

konsumsi beras. Secara parsial, harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras dan lag harga eceran beras berpengaruh positif sedangkan lag jumlah produksi beras berpengaruh negatif. Hanya variabel konsumsi beras yang berpengaruh nyata, sedangkan yang lainnya tidak berpengaruh nyata.

Penelitian Adlaida Malik dan A. Rahman (2010), yang bertujuan untuk mengetahui ketersediaan beras di daerah Provinsi Jambi untuk beberapa dekade terakhir pada masa sebelum atau sesudah periode penyuluhan dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri – Menteri Pertanian tahun 1996 dimana penyuluhan pertanian diserahkan ke daerah otonom. Selain itu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras, khususnya pengadaan daerah, nilai tukar petani, tingkat konsumsi per kapita, serta luas panen padi dan kebijakan otonomi daerah. Dengan menggunakan data sekunder, dari tahun 1984 sampai tahun 2009, yang dibagi dalam dua fase yaitu periode sebelum SKB (1984–1995) dan periode sesudah SKB (1996–2009). Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan menghitung pertumbuhan, baik data ketersediaan beras yang terdiri atas produksi dan perubahan stok pada Bulog. Kemudian untuk menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel ketersediaan beras, digunakan analisis regresi linieir berganda (multiple linear regression). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat trend perkembangan yang cenderung meningkat pada ketersediaan pangan beras, konsumsi beras, dan pengadaan beras, sementara indeks nilai tukar petani dan luas panen memiliki trend yang menurun. Variabel pengadaan beras,


(28)

indeks nilai tukar petani, konsumsi beras, luas panen dan peranan penyuluhan pertanian secara nyata mempengaruhi ketersediaan pangan beras di Provinsi Jambi. Secara parsial konsumsi beras per kapita dan luas panen padi berpengaruh sangat nyata terhadap kemampuan ketersediaan pangan beras.

Penelitian Denny Afrianto (2010), yang bertujuan untuk menganalisis kondisi ketahanan pangan di Jawa Tengah dengan memfokuskan pada ketersediaan beras di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2005-2007. Penelitian ini menggunakan rasio ketersediaan beras sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah stok beras, luas panen, rata-rata produksi, harga beras eceran, dan jumlah konsumsi beras. Metode analisis yang digunakan adalah analisis data panel dengan membandingkan perilaku ketersediaan beras di tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Dari hasil regresi diketahui bahwa stok berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap rasio ketersediaan beras, luas panen dan rata-rata produksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasio ketersediaan beras, harga beras berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap rasio ketersediaan beras, dan jumlah konsumsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap rasio ketersediaan beras.


(29)

Penawaran adalah jumlah suatu barang yang yang ditawarkan untuk dijual oleh para produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu yang sangat tergantung pada sejumlah besar variabel. Konsep dari fungsi penawaran untuk suatu produk dapat dinyatakan dalam bentuk hubungan antara kuantitas penawaran dan sekumpulan variabel yang mempengaruhi penawaran dari produk tersebut. Konsep penawaran suatu produk dapat digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:

Qsx = f (Px, Pr, Pi,T,Pe,O ) ………...(2.1) Keterangan:

Qsx : Penawaran komoditi tersebut Px : Harga komoditi tersebut

Pr : Harga komoditi substitusi dan komplementer Pi : Harga faktor produksi

T : Tingkat penggunaan teknologi Pe : Harapan produsen

O : Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan penawaran produk tersebut

Jika terjadi perubahan terhadap faktor-faktor tersebut, maka penawaran juga akan berubah. Apakah perubahan tersebut menurun atau meningkat, tergantung pada pengaruh dari faktor tersebut apakah berpengaruh positif atau negatif terhadap barang yang ditawarkan tersebut.

Hukum penawaran adalah perbandingan lurus antara harga terhadap jumlah barang yang ditawarkan, yaitu apabila harga naik, maka penawaran akan meningkat, sebaliknya apabila harga turun penawaran akan turun (Putong, 2002).


(30)

A

C

D

B

S

Kurva penawaran merupakan hubungan antara jumlah penawaran dan harga. Hubungan antara jumlah penawaran dan harga yang ditawarkan adalah searah.

Sumber: Eachern, 2001

Adanya kegiatan konsumsi terhadap barang maka akan terbentuk permintaan barang tersebut. Hubungan antara penawaran dan permintaan suatu komoditi merupakan petunjuk penting dalam teori ekonomi. Hubungan tersebut memperlihatkan berbagai jumlah barang dan jasa yang diminta atau dibeli oleh konsumen dan yang ditawarkan oleh produsen secara bersamaan sebagai pengaruh dari adanya perubahan harga barang dan jasa yang bersangkutan atau faktor lainnya. Harga dibentuk oleh pasar yang mempunyai dua sisi, yaitu penawaran dan permintaan.

Bahan pangan yang merupakan hasil pertanian cenderung mengalami perubahan harga yang lebih besar daripada harga barang-barang industri. Harga hasil-hasil pertanian cenderung mengalami naik turun yang relatif besar.

Q 0

P


(31)

Harganya bisa mencapai tingkat yang tinggi sekali pada suatu masa dan mengalami kemerosotan yang sangat buruk pada masa berikutnya. Sifat perubahan harga seperti itu disebabkan karena penawaran ke atas barang-barang pertanian adalah tidak elastis, yang artinya persentase perubahan harga jauh lebih besar daripada perubahan jumlah barang yang diminta ataupun ditawarkan. Faktor yang menyebabkan barang pertanian bersifat tidak elastis antara lain, barang pertanian bersifat musiman dan kapasitas berproduksi cenderung maksimal dan tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan (Sukirno, 2003).

Keseimbangan pasar terjadi pada harga yang menyebabkan jumlah yang diminta konsumen sama dengan jumlah yang ditawarkan produsen. Jika harga di atas tingkat ekuilibrium, jumlah yang ditawarkan lebih besar daripada jumlah yang diminta. Sebaliknya jika harga di bawah tingkat ekuilibrium, jumlah yang diminta melebihi jumlah yang ditawarkan. Kekurangan jumlah yang ditawarkan menyebabkan adanya tekanan harga untuk naik (Eachern, 2001).

2.3. Ketersediaan Beras

Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang (UU) No.7 Tahun 1996 tentang pangan, pasal 1 ayat 17 yang menyebutkan bahwa “ Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. UU ini sejalan dengan defenisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan


(32)

hidup yang sehat. Sementara pada World Food Summit tahun 1996, ketahanan pangan disebut sebagai akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat (Pambudy (2002) dalam Tambunan, 2003).

Secara nasional konsep ketahanan pangan ini mencakup penyediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup serta dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Ketersediaan dan kecukupan pangan juga mencakup kuantitas dan kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari. Sedangkan aksesabilitas setiap individu terhadap bahan pangan dapat dijaga dan ditingkatkan melalui pemberdayaan sistem pasar serta mekanisme pemasaran yang efektif dan efisien, intervensi kebijakan harga yang memadai serta menguntungkan dan memuaskan berbagai pihak yang terlibat (Arifin, 2001).

Darwanto (2005), menggambarkan bahwa ketahanan pangan sangat tergantung dari ketersediaan beras yang bisa disediakan secara nasional. Beras dapat digolongkan menjadi komoditas subsisten karena produk yang dihasilkan (Q) digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga produsen atau petani (C) dan selebihnya untuk dijual ke pasar (M). Secara matematik alokasi tersebut dapat diformulasikan sebagai:

Q = C + M ………..(2.2)

Untuk alokasi tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.2. dengan sumbu datar (OF) menggambarkan jumlah produk komoditas subsisten (beras) dan sumbu


(33)

tegak (OCnr) menggambarkan konsumsi barang atau produk lain yang tidak diproduksi oleh rumahtangga petani. Panjang sumbu datar OF menggambarkan total produk (Q) dengan alokasi untuk konsumsi rumahtangga (C) dan untuk dijual ke pasar (M).

Dengan anggapan bahwa produksi beras mempunyai kontribusi yang relatif besar terhadap pendapatan rumah tangga maka untuk produk sebesar Q0 tersebut akan dialokasikan untuk konsumsi rumah tangga sebesar C0 dan selebihnya sejumlah M0 untuk dijual ke pasar untuk memaksimalkan utility atau kesejahteraan anggota rumahtangga (U0). Teori klasik menyatakan bahwa jumlah hasil yang dijual ke pasar oleh rumah tangga petani akan tergantung pada tingkat harga produk, yaitu semakin tinggi harga produk maka akan semakin besar jumlah produk yang dijual. Namun, untuk produk komoditas subsisten ini pertimbangan harga produk tersebut bukan satu-satunya pertimbangan petani untuk memutuskan besaran jumlah barang yang dijual kepasar tetapi masih akan mempertimbangkan pula harga barang kebutuhan lain yang tidak diproduksi oleh rumah tangga petani tersebut, dengan kata lain dapat disebutkan bahwa besaran jumlah hasil yang dijual ke pasar tersebut akan tergantung pada besarnya kebutuhan uang tunai untuk membeli produk barang atau jasa yang tidak dihasilkan oleh rumahtangga petani tersebut. Untuk gambaran tersebut maka dapat dikemukakan pertimbangan harga tersebut dicerminkan oleh perbandingan harga yaitu Pi= Pr/ Pnr dengan r =

beras dan nr = barang lain atau sebagai koefisien arah dari garis anggaran (budget line) pada Gambar 2.2.


(34)

Cn (Konsumsi barang lain)

A2

A1

A0

X0

C0 M Q

Gambar 2.2: Model Alokasi Output dari Petani Subsisten untuk Konsumsi Rumah Tangga dan Dijual

Sumber: Toquero et.al dalam Darwanto (2005)

Semakin tinggi harga beras relatif terhadap harga barang lain maka semakin sedikit jumlah produk yang dijual ke pasar karena mampu untuk membeli barang lain dengan hanya menjual beras sejumlah itu. Sebaliknya semakin rendah harga beras relatif terhadap barang lain maka petani akan menjual semakin banyak beras agar mampu membeli barang lain yang dibutuhkan rumah tangganya. Dengan demikian jika harga beras relatif lebih rendah dari harga barang lain maka kemampuan rumah tangga petani untuk membeli barang lain menurun yang berarti pula menurun tingkat kesejahteraannya. Namun, ditinjau

Konsumsi RT Dijual ke Pasar

U1

U0

U2

E2

E1

E0

0

F (Jumlah Produksi Beras)


(35)

dari ketersediaan beras di pasar akan meningkat karena petani menjual lebih banyak berasnya ke pasar.

Dalam upaya peningkatan produksi dan ketersediaan pangan, belum seluruh potensi sumberdaya alam yang terdapat di wilayah Indonesia dikelola secara optimal. Terkait dengan penyediaan pangan dan perwujudan ketahanan pangan, maka pengelolaan lahan dan air merupakan sumberdaya alam utama yang perlu dioptimalkan untuk menghasilkan pangan. Sekitar 9,7 juta hektar lahan terlantar dan lahan di bawah tegakan hutan, sangat potensial sebagai sumber produksi pangan nasional dimana potensi lahan pertanian tersebut, tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Dukungan infrastruktur sumberdaya air dalam penguatan strategi ketahanan pangan nasional, dapat ditempuh dengan langkah-langkah: pengembangan jaringan irigasi, pengelolaan jaringan irigasi, optimasi potensi lahan rawa dan air tanah, peningkatan water efficiency, dan pembuatan hujan buatan.

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan keragaman hayati meliputi 400 spesies tanaman penghasil buah, 370 spesies tanaman penghasil sayuran, 70 spesies tanaman berumbi, dan 55 spesies tanaman rempah-rempah. Potensi sumberdaya alam yang mengandung berbagai jenis sumberdaya hayati tersebut, dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan untuk menjamin ketersediaan pangan masyarakat secara merata dan sepanjang waktu di semua wilayah. Selain itu pengembangan ilmu dan teknologi inovatif dalam pertanian, perkembangan teknologi industri, pengolahan , penyimpanan dan pasca panen pangan, transportasi, dan komunikasi, menjadi penunjang untuk


(36)

pemantapan ketersediaan pangan, cadangan pangan dan penanganan rawan pangan (Badan Ketahanan Pangan RI, 2010).

Presiden RI telah menetapkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2011 tentang pengamanan produksi beras nasional. Landasan hukum ini dikeluarkan sebagai uapaya konkret untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan ekonomi pedesaan, memberikan dukungan peningkatan produktivitas padi, kualitas padi dan produksi padi nasional, termasuk pemanfaatan sumber daya lahan dan air, serta upaya diversifikasi pangan dalam rangka kemandirian pangan dalam menghadapi iklim ekstrim. Sasaran utama yang akan dicapai adalah pengamanan terhadap pencapaian sasaran produksi padi/beras nasional untuk mencapai surplus beras nasional 10 juta ton per tahun mulai tahun 2014. Strategi yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut adalah: (i) peningkatan produksi padi/beras sebesar 5% melalui; peningkatan produktivitas 4,9% per tahun dan peningkatan luas panen 0,3% per tahun; (ii) distribusi dan stabilisasi harga produksi, melalui penjaminan distribusi baik sarana produksi maupun pengadaan terfokus yaitu penetapan lokasi khusus untuk areal tanam yang masih dapat meningkatkan produktivitas; (iii) percepatan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat, dengan sasaran berkurangnya konsumsi beras rata-rata 0,654% per tahun (Kemenkoinfo RI, 2011)

2.4. Luas Panen

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang


(37)

digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut (Rahim dan Dwi Hastuti, 2008).

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, dan skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Semakin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak efisienlah lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit, upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal juga tidak terlalu besar, sehingga usaha pertanian seperti ini sering lebih efisien (Soekartawi, 2002).

Luas lahan sangat mempengaruhi produksi, karena apabila luas lahan semakin luas maka penawaran beras akan semakin besar, sebaliknya apabila luas lahan semakin sempit maka produksi padi akan semakin sedikit. Jadi hubungan luas lahan dengan produksi padi adalah positif (Triyanto, 2006) .

Lahan pertanian (sawah) mempunyai arti yang terpenting dalam menentukan ketahanan pangan nasional. Saat ini sumberdaya lahan pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat. Tingkat persaingan dengan peruntukan non pertanian, berada pada titik yang mengkhawatirkan bagi eksistensi pertanian, khususnya sebagai sektor yang berkepentingan dalam pengadaan pangan nasional.

Mengingat bahwa sumberdaya lahan sebagai salah satu sumberdaya yang vital bagi produksi pertanian yang merupakan sumber penghidupan bagi sebagian besar rumah tangga pedesaan. Secara umum Greenland (1983) telah menggambarkan dampak peruntukan lahan ke non pertanian yang dapat


(38)

diklasifikasikan ke dalam: (a) pangan, (b) dampak terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan, (c) dampak terhadap lingkungan hidup, dan (d) dampak terhadap kondisi sosial-budaya (Simatupang et.al, 1997).

2.5. Produktivitas

Produksi dapat didefenisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian, kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output (Agung et.al, 2008).

Produktivitas merupakan hasil per satuan luas lahan atau dengan kata lain produktivitas adalah keseimbangan dari semua faktor produksi yang akan menyumbangkan hasil yang tertinggi melalui upaya yang terendah. Dua hal yang menjadi fakta kemerosotan produksi beras. Pertama, produktivitas pertanian padi merosot, yang diiringi oleh menurunnya rangsangan untuk menanam padi dan diiringi dengan makin meningkatnya pengurangan lahan padi. Kedua, yang berkaitan erat dengan itu, merosotnya nilai tukar petani dan meningkatnya kemiskinan di kalangan petani khususnya petani padi (Sumodiningrat, 2001).

Rata-rata produktivitas padi nasional adalah sebesar 49,44 kuintal/ha, sedang potensi produksi padi dari berbagai varietas mampu > 6 ton/ha, terutama untuk padi lahan irigasi teknis. Dari data produktivitas per kabupaten/kota tahun 2010 oleh BPS, diketahui terdapat seluas 2,010 juta ha (15,17 %) dengan produktivitas < 4 ton per ha; 3,974 juta ha (29,99 %) dengan produktivitas antara 4 - 5 ton per ha; 5,617 juta ha (42,38 %) dengan produktivitas antara 5 - 6 ton per ha; dan 1,652 juta ha (12,47 %) dengan produktivitas > 6 ton.


(39)

Dengan melihat data-data tersebut, maka upaya peningkatan produksi masih terbuka lebar. Peluang peningkatan produktivitas dari < 5 ton/ha menjadi 6 ton/ha paling tidak masih dapat dilakukan pada areal tanam seluas sekitar 5,9 juta ha. Untuk produktivitas yang di atas 6 ton/ha diterapkan SL-PTT padi hibrida, sedang yang di bawah 6 ton/ha dapat diterapkan SL-PTT padi non hibrida, dengan paket lengkap dan pengawalan/pendampingan yang ketat, di lokasi yang sesuai (tepat).

Pengamanan produksi beras nasional melalui peningkatan produktivitas padi dilakukan dengan: (1) meningkatkan ketersediaan benih, pupuk, dan pestisida yang sesuai, baik dalam jenis, mutu, waktu, lokasi, dan jumlah; (2) meningkatkan tata kelola usahatani, pengendalian OPT, penanganan bencana banjir, dan kekeringan pada lahan pertanian padi; (3) meningkatkan alsintan, baik dalam jumlah maupun mutu untuk mempercepat pengelolaan usahatani padi; (4) meningkatkan kegiatan pasca panen untuk mengurangi kehilangan hasil dan penurunan mutu gabah/beras; (5) memberikan dukungan dalam meningkatkan pengelolaan air irigasi untuk pertanian padi dalam kondisi iklim ekstrim; (6) meningkatkan fungsi BUMN dalam penyediaan dan penyaluran sarana produksi dan distribusi gabah/beras; (7) meningkatkan dan mengembangkan fungsi infrastruktur (PU) dalam menunjang produksi padi (Kemenkoinfo, 2011).

2.6. Harga Beras

Menurut Arifin (2005), sebagian besar (76 persen) rumah tangga adalah konsumen beras (net consumer) dan hanya 24 persen sisanya produsen beras (net


(40)

4 persen saja yang merupakan net producer beras. Di daerah pedesaan, net

consumer beras sekitar 60 persen dan hanya 40 persen penduduk desa yang

merupakan net producer beras. Implikasinya adalah setiap kenaikan 10 persen harga beras akan menurunkan daya beli masyarakat perkotaan sebesar 8,6 persen dan masyarakat pedesaan sebesar 1,7 persen atau dapat menciptakan dua juta orang miskin baru (Ikhsan, 2001). Karena beras juga merupakan makanan pokok dengan karakteristik permintaan yang tidak elastis perubahan harga tidak terlalu berpengaruh terhadap konsumsi beras maka kelompok miskinlah yang menderita cukup parah karena perubahan harga beras.

Ketidakstabilan harga dan rendahnya efisiensi sistem pemasaran hasil-hasil pangan, merupakan kondisi yang kurang kondusif bagi produsen dan konsumen pangan nasional, disebabkan: (i) lemahnya disiplin dan penegakan peraturan untuk menjamin sistem pemasaran yang adil dan bertanggung jawab; (ii) terbatasnya fasilitas untuk mendukung transparansi informasi pasar; (iii) terbatasnya kemampuan teknis institusi dan pelaku pemasaran. Penurunan harga komoditas pangan pada saat panen raya cenderung merugikan petani, sebaliknya pada saat tertentu pada musim paceklik dan hari-hari besar, harga pangan meningkat tinggi dan menekan konsumen.

Harga beras mempunyai pengaruh yang besar bagi konsumsi komoditas pangan lainnya. Sebaliknya, perubahan harga-harga komoditas non-beras berpengaruh relatif kecil terhadap konsumsi beras. Harga komoditas pangan non-beras naik atau turun tidak memiliki dampak yang besar pada turun-naiknya konsumsi beras (Suryana dan Mardianto, 2001).


(41)

Pengaruh perubahan harga terhadap konsumsi beras terlihat memiliki pola yang sama dengan pengaruh perubahan pendapatan. Semakin besar tingkat pendapatan, semakin berkurang pengaruh perubahan harga maupun terhadap konsumsi beras. Turunnya harga beras akan menguntungkan jika konsumen adalah petani subsisten yang menjadi net buyer. Sebaliknya, turunnya harga beras akan merugikan petani konsumen yang net seller.

Teori ekonomi menjelaskan bahwa pendorong terjadinya pergerakan barang dari suatu daerah ke daerah lain adalah adanya perbedaan harga yang merupakan mekanisme dinamis pasar dalam mencapai terjadinya keseimbangan. Ada dua hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga beras sehingga mendorong beras untuk di transportasikan /dipindahkan dari satu daerah ke daerah lain yaitu karena adanya:

1. Perbedaan jumlah ketersediaan beras, sehingga beras dikirim dari daerah surplus ke daerah yang membutuhkan/defisit beras (daerah konsumen);

2. Perbedaan preferensi dan daya beli masyarakat, sehingga beras yang berkualitas bagus dikirim ke daerah konsumen dengan daya beli dan selera lebih tinggi untuk ditukar tambah dengan beras yang berkualitas lebih rendah dan lebih murah (Suryana dan Mardianto, 2001).

2.7. Konsumsi Beras

Konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan barang untuk keperluan tertentu. Kegiatan konsumsi dalam jumlah besar akan menimbulkan permintaan. Khusus produk beras, komponen yang mengubah volume permintaan adalah kenaikan dalam permintaan untuk tujuan pangan atau untuk tujuan non


(42)

pangan. Dengan melihat hal ini, maka faktor-faktor yang mempengaruhi aspek ini adalah tingkat pendapatan dalam level agregat, jumlah penduduk, harga keseimbangan beras dan harga komoditi substitusi seperti jagung. Pada kenyataannya persepsi masyarakat Indonesia terhadap pangan menjadi salah satu faktor penentu perubahan atau peningkatan permintaan beras (Suryana dan Mardianto, 2001).

Angka konsumsi beras per kapita per tahun rata-rata penduduk Indonesia yang digunakan pada perhitungan saat ini adalah 139,15 kg/kapita/tahun. Sedangkan jumlah beras yang dikonsumsi langsung di dalam rumah tangga berdasarkan data Susenas 2010 sebesar 100,76 kg/kapita/tahun.

Tingginya dominasi beras dalam pola konsumsi pangan penduduk Indonesia menyebabkan rendahnya kualitas konsumsi pangan nasional dan cerminan konsumsi pangan penduduk yang belum beragam dan bergizi seimbang dengan indikator skor PPH yang masih di bawah standar ideal. Kontribusi beras dalam sumbangan konsumsi kelompok padi-padian mencapai 80,7 % terhadap total energi padi-padian (1.218 kkal/kap/hr) pada tahun 2010.

Posisi beras dalam konsumsi rumah tangga memang masih menonjol. Beras menempati pangsa rata-rata sebesar 27,6 persen dari pengeluaran rumah tangga total. Angka tersebut tentunya akan semakin membesar jika dilihat pangsa pengeluaran beras pada total rumah tangga untuk bahan makanan. Engel’ Law menyatakan bahwa proporsi anggaran rumah tangga yang dialokasikan membeli pangan akan semakin kecil pada saat tingkat pendapatan meningkat (Suryana dan Mardianto, 2001).


(43)

Berdasarkan uraian pada konsumsi dapat memberikan implikasi bagi kebijakan perberasan: (a) Penurunan harga beras terutama menguntungkan konsumen berpendapatan rendah di perkotaan maupun di pedesaan; (b) harga beras memiliki pengaruh yang besar bagi diversifikasi konsumsi pangan, di mana efek pendapatan yang besar memberikan dampak buruk bagi konsumsi pangan lainnya jika harga beras naik; (c) peningkatan pendapatan konsumen akan disertai dengan peningkatan harga dari beras yang dibelinya, yang mengindikasikan pentingnya perbaikan kualitas atupun atribut komoditas beras yang dijual (Suryana dan Mardianto, 2001).

2.8. Kerangka Pemikiran

Beras sebagai makan pokok mendominasi pola makan orang Indonesia dan memiliki peranan penting dalam menyokong ketahanan pangan secara nasional maupun regional. Pentingnya peranan beras baik dari segi ketersediaan, kontrol harga dan distribusi bahkan produksi komoditi beras memerlukan campur tangan pemerintah.

Sebagai salah satu wilayah/kabupaten sentra produksi padi di Sumatera Utara, maka Kabupaten Mandailing Natal juga menghadapi permasalahan yang menjadi kendala dalam pemenuhan ketersediaan beras pada daerah tersebut. Dari persoalan tersebut maka dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal dengan indikator luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras.

Variabel yang berhubungan dengan ketersediaan beras adalah produksi beras daerah itu sendiri melalui luas panen tanaman padi. Lahan (sawah) sebagai


(44)

salah satu faktor produksi yang merupakan “pabriknya” produk pertanian berupa padi yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap ketersediaan beras. Besar kecilnya produksi padi antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan. Sehingga semakin besar pula luas panen tanaman padi maka diharapkan menunjang ketersediaan beras. Namun demikian ada peluang lain yang menyebabkan tidak demikian, mengingat adanya alih fungsi lahan ke non pertanian, perubahan iklim yang dapat menyebabkan kekeringan (tidak tersedianya air) dan banjir, serta prasarana pengairan (irigasi) yang kurang baik sehingga akhirnya mengakibatkan penurunan produktivitas.

Variabel jumlah konsumsi beras merupakan variabel selanjutnya yang berhubungan ketersediaan beras. Semakin besar jumlah penduduk maka ketersediaan kebutuhan beras semakin besar. Namun demikian, konsumsi per kapita yang semakin menurun dapat berlaku jika konsumsi ke non beras semakin besar dengan adanya diversifikasi makanan pokok.

Variabel lain yang juga berhubungan ketersediaan beras adalah harga beras. Pergerakan barang dari suatu daerah ke daerah lain adalah adanya perbedaan harga yang merupakan mekanisme dinamis pasar, terjadinya perbedaan harga beras sehingga mendorong beras untuk dipindahkan ke daerah lain karena adanya perbedaan jumlah ketersediaan beras, sehingga beras dikirim dari daerah surplus ke daerah yang membutuhkan/defisit beras.

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(45)

Gambar 2.3: Skema Kerangka Pemikiran

2.9. Hipotesis

Berdasarkan identifikasi masalah, maka yang menjadi hipotesis penelitian adalah:

a. Luas panen mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras.

b. Produktivitas lahan mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan ketersediaan beras.

c. Harga beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.

d. Jumlah konsumsi beras mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan ketersediaan beras.

Ketersediaan Beras


(46)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pemilihan Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) atas dasar pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra produksi padi di Provinsi sumatera Utara berdasarkan luas panen tertinggi, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi

Tanaman Padi Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010

Kabupaten/ Kota Luas Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produ ksi (Ton) Simalungun Deli Serdang Serdang Bedagai Langkat Labuhan Batu Utara Mandailing Natal Batubara Tapanuli Tengah Tapanuli Selatan Tapanuli Utara Dairi Karo 93.343 84.875 73.805 67.559 41.165 36.689 34.224 30.039 29.398 27.030 23.567 23.203 23.065 22.353 19.307 17.563 49,42 50,32 51,21 48,79 48,17 44,77 48,52 43,41 48,76 44,29 40,99 38,49 48,24 47,45 45,17 47,61 461.2 94 427.1 04 377.9 43 329.6 01 198.2 84 164.2 45 166.0 63 130.3 89 143.3 48 119.7 23


(47)

Labuhan Batu Toba Samosir Humbahas Pdg Lawas Utara Nias Selatan Asahan Pdg lawas Nias Pdg Sidempuan Samosir Nias Utara Pakpak barat Medan Binjai Pematang Siantar Nias Barat Labuhan Batu selatan Gunung Sitoli Tebing Tinggi Tanjung Balai Sibolga 17.146 17.087 15.942 8.890 8.559 7.685 6.311 5.669 4.056 4.032 3.786 2.917 1.947 1.815 1.136 427 - 39,48 47,81 47,36 40,31 47,24 47,24 40,38 36,69 48,12 47,74 49,41 40,50 46,65 40,70 48,19 45,48 - 96.61 2 89.30 2 111.2 60 106.0 75 87.20 5 83.60 9 67.70 0 81.68 5 75.50 1 35.83 8 40.43 4 36.30 4 25.48 1 20.80 0 19.51 7 19.24 7 18.70 5 11.81 4


(48)

9.083 7.387 5.474 1.942

-

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menelaah tentang Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal. Secara spesifik penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan ketersediaan beras yaitu luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras.


(49)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data time series tahun 1999 - 2012. Data sekunder ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Mandailing Natal, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mandailing Natal serta dari media seperti: laporan penelitian maupun website. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini mencakup semua variabel yang relevan untuk keperluan penelitian. Data sekunder ini berupa data time series (runtut waktu), adapun data sekunder yang dikumpulkan meliputi:

Jenis Data Sumber Data Keterangan

Luas Panen dan

Jumlah Penduduk

Produksi

Produktivitas

Harga Beras

BPS dan Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal

BPS dan Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal

BPS dan Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal

Badan Pusat Statistik (BPS)

Data Tahun 1999 -2012

Data Tahun 1999 - 2012

Data Tahun 1999 - 2012

Data Tahun 1999 - 2012


(50)

3.4. Metode Analisis Data

3.4.1. Tahapan Penentuan Metode Analisis Data dengan Uji Asumsi Dasar

3.4.1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui distribusi populasi yang diamati adalah Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov (OS-KS). OS-KS dihitung dari perbedaan nilai absolut terbesar antara fungsi distribusi kumulatif pengamatan dengan fungsi distribusi kumulatif teoritis. Langkah-langkah dalam pengujian OS-KS adalah:

a. Menyusun data hasil pengamatan mulai dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. b. Menghitung distribusi frekuensi kumulatif relatif yang dinotasikan dengan Fa

(X), dari data yang telah disusun.

c. Menghitung nilai Z dengan menggunakan rumus:

………(3.1.)

Dimana:

Z : nilai normal baku xi : nilai pengamatan ke-i µ : nilai rata-rata

σ : nilai standar deviasi

Nilai µ dan σ dihitung dengan rumus:

………(3.2.)

Dimana:


(51)

∑xi : total nilai pengamatan

………(3.3.)

Dimana:

σ : nilai standar deviasi

n : jumlah pengamatan (jumlah sampel) xi : nilai pengamatan ke-i

d. Menghitung distribusi frekuensi kumulatif teoritis (berdasarkan area kurva normal) dan notasikan dengan Fe (X). Luas area kurva normal dapat dilihat pada tabel wilayah luas di bawah kurva normal.

e. Luas area kurva normal diperoleh dengan melihat nilai desimal pertama pada kolom dan nilai desimal kedua pada baris.

f. Menghitung selisih antara Fa (X) dengan Fe (X).

g. Menghitung nilai D maksimum yakni selisih angka | Fa (X) – Fe (X)| tertinggi. D = Maks | Fa (X) – Fe (X) |………(3.4.) h. Bandingkan nilai D yang diperoleh dengan nilai Dα sesuai dengan nilai α dan

jumlah sampel (n).

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : Distribusi sampel tidak berbeda nyata dengan distribusi normal (Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal) H1 : Distribusi sampel berbeda nyata dengan distribusi normal (Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal) Kriteria pengambilan keputusan adalah:

- H0 diterima jika D ≤ Dα - H diterima jika D > D


(52)

Jika dilihat dengan grafik kurva normal dan grafik p-p plot maka data dapat dikatakan normal jika kurva tidak melenceng ke kiri atau melenceng ke kanan (sisi kanan dan sisi kiri sama lebarnya). Grafik normal p-p plot maka data dapat dikatakan normal jika titik-titik pada grafik p-p plot menyebar sesuai dengan garis diagonalnya.

3.4.1.2. Uji Linearitas

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikansi. Uji linearitas digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test for Linearity pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (linearity) kurang dari 0,05 (Priyatno, 2010).

Rumus uji linearitas adalah sebagai berikut:

………(3.5.)

Dimana:

Y : variabel terikat X : variabel bebas a : konstanta intersep

b : slope/kemiringan koefisien regresi Y atas X Nilai koefisien a dan b dapat dihitung dengan rumus:

………(3.6.)


(53)

Hipotesis yang diajukan adalah: H0 : regresi linier

H1 : regresi non linier

Kriteria pengambilan keputusan adalah: H0 diterima jika Fhit < Ftabel

H1 diterima jika Fhit > Ftabel

3.4.1.3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi data adalah sama atau tidak. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data adalah sama.

3.4.2. Penentuan Metode Analisis Data

Berdasarkan hasil uji asumsi dasar (uji normalitas, uji linieritas, dan uji homogenitas) serta dari segi jumlah data yang kecil (n < 15), maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode analisis yang sesuai untuk identifikasi masalah; bagaimanakah hubungan luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal adalah dengan menggunakan metode korelasi Rank Spearman. Metode korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel atau untuk melihat kuat lemahnya hubungan dan arah hubungan antara dua variabel tersebut.


(54)

Rumus korelasi Rank Spearman (rs) adalah:

………(3.8.)

Dimana:

rs = nilai koefisien korelasi Rank Spearman di = perbedaan setiap pasangan rangking n = jumlah pengamatan

Untuk melihat nyata tidaknya hubungan antara variabel digunakan uji t dengan rumus:

………...(3.9.)

Kriteria pengambilan keputusan adalah:

- H0 diterima apabila -tα/2;n-2≤ t≤tα/2;n-2; nilai signifikansi ≥ α - H1 diterima apabila t > tα/2;n-2 atau t<tα/2;n-2; nilai signifikansi < α Hipotesis yang diajukan adalah:

- Jika th ≤ tα(α = 5%), berarti H0 diterima; Tidak ada hubungan luas panen padi, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras terhadap ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal

- Jika th > tα(α = 5%), berarti H1 diterima; Ada hubungan luas panen padi, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras terhadap ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal

(Supriana, 2010).

Untuk mengukur kekuatan/keeratan hubungan antar variabel dapat dilihat pada Tabel 3.2.


(55)

Tabel 3.2. Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Rank Spearman

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

0,20 – 0,399

0,40 – 0,599

0,60 – 0,799

0,80 – 1,000

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Kuat

Sangat kuat

Sumber: (Sugiyono, 2007)

3.5. Defenisi Operasional

Definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, spesifikasi kegiatan, atau memberi suatu operasional yang dibutuhkan untuk mengukur variabel tersebut. Adapun defenisi operasional dari variabel yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

1. Ketersediaan beras adalah jumlah produksi beras yang dihasilkan dari gabah kering giling menjadi produksi beras bagi Mandailing Natal yang tersedia untuk kebutuhan konsumsi beras. Satuan dalam variabel ini adalah ton.

2. Luas panen adalah luas areal sawah yang dapat memproduksi beras setiap tahunnya. Satuan dalam variabel ini adalah hektar.

3. Produktivitas lahan adalah produksi padi yang diperoleh untuk setiap hektar luas lahan sawah per tahunnya. Satuan dalam variabel ini adalah kuintal/hektar.


(56)

4. Harga beras adalah harga komoditi beras yang sudah ditambah dengan biaya transportasi dalam pendistribusiannya (harga pasar). Satuan dalam variabel ini adalah rupiah/kilogram.

5. Jumlah konsumsi beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi seluruh penduduk suatu wilayah/daerah dalam jangka waktu satu tahun. Satuan dalam variabel ini adalah ton.


(57)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1. Sejarah Ringkas Kabupaten Mandailing Natal

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal terletak di Provinsi Sumatera Utara yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 pada tanggal 23 November 1998 tentang Pembentukan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Kabupaten Mandailing Natal merupakan pemecahan dari Kabupaten Tapanuli Selatan dengan wilayah administrasi terdiri dari atas 8 kecamatan. Pada tanggal 29 Juli 2003 Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 7 dan 8 mengenai pemekaran kecamatan dan desa. Dengan dikeluarkannya Perda tersebut maka Kabupaten Mandailing Natal memiliki 17 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 322 desa dan kelurahan sebanyak 7 kelurahan. Pada tanggal 15 Februari 2007 pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 10 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, yaitu Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Pakantan, dan Kecamatan Sinunukan. Pada tanggal 7 Desember 2007 pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 45 Tahun 2007 dan No. 46 Tahun 2007 tentang Pemecahan Desa dan Pembentukan Kecamatan Naga Juang


(58)

di Kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian, Kabupaten Mandailing Natal kini memiliki 23 Kecamatan dengan 407 Desa/Kelurahan.

4.1.2. Geografi dan Iklim

Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak antara 0P

o

P

10٫- 1o50٫ Lintang Utara dan 98o50٫ - 100o10٫ Bujur Timur, dengan luas wilayah 662.070 Ha atau 9,24% dari wilayah Provinsi Sumatera Utara, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara dengan Kabupaten Padang Lawas; - Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Barat; - Sebelah Timur dengan Propinsi Sumatera Barat; - Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia.

Secara klimatologi, kabupaten Mandailing Natal mempunyai iklim yang hampir sama dengan sebagian besar Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia. Hanya dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim hujan biasanya terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba. Keadaan ini silih berganti setiap tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober – November. Selama tahun 2011 rata-rata jumlah curah hujan di Kabupaten Mandailing Natal yaitu 1.630 mm/tahun.

Daerah Kabupaten Mandailing Natal terletak di ketinggian antara 0 – 1000 m dpl., dengan suhunya berkisar antara 230C – 320C dengan kelembaban


(59)

antara 80 – 85%. Topografi daerah Kabupaten Mandailing Natal dibedakan atas 3 bagian yaitu:

- Dataran rendah, merupakan daerah pesisir dengan luas 160.500 Ha (24,24%) - Dataran landai, luas daerahnya 36.385 Ha (5,49%)

- Dataran tinggi, terdiri dari daerah perbukitan dengan luas 112.000 Ha (16,91%) dan daerah pegunungan dengan luas 353.185 Ha (53,34%).

4.1.3. Keadaan Penduduk

Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 23 kecamatan dengan kepadatannya yakni 62 jiwa/km2. Sesuai dengan nama daerahnya, penduduk mayoritas adalah suku Batak Mandailing. Selain itu dihuni juga oleh suku-suku lainnya seperti Batak, Jawa, Melayu, Minang, dan lainnya. Jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal tahun 2011 adalah 408.731 jiwa, dengan laki-laki 200.925 orang dan perempuan 207.806 orang. Dengan banyak rumah tangga 96.365 KK. Struktur penduduk Mandailing Natal menunjukkan bahwa usia produktif (15 - 64 tahun) sangat menonjol sebesar 59,85 % dan usia ketergantungan terdiri usia (0-14 tahun) sebesar 36,36 % dan lansia (65 tahun ke atas) sebesar 3,79 %.

Situasi ketenagakerjaan di Mandailing Natal pada Agustus 2011, angkatan kerja (15 tahun ke atas) sebesar 175.992 orang dan bukan angkatan kerja 63.360 orang. Pekerja didominasi oleh kaum laki -laki yaitu 60,20% dan perempuan sebanyak 39,80%. Pekerjaan utama penduduk Mandailing Natal dari sektor pertanian (71,73 %), perdagangan (13,00%), jasa (5,03%), dan lainnya seperti angkutan, komunikasi, bank dan listrik, gas dan air (10,66 %).


(60)

4.1.4. Pertanian

Perkembangan luas panen padi di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2011 seluas 35.879 Ha. Produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2011 sebesar 170.010 ton dengan produktivitas 47,38 Kw/Ha.

Sektor perkebunan merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Salah satu tanaman perkebunan yang menonjol di Kabupaten Mandailing Natal didominasi oleh tanaman karet dengan luas tanaman sebesar 71.880,28 Ha dengan produksi 61.292,02 ton pada tahun 2011. Selanjutnya diikuti dengan tanaman kelapa sawit dan coklat dengan luas 15.178,79 Ha dan 4.601,18 Ha dan produksinya 203.579,30 ton dan 3.782,53 ton.

4.2. Deskripsi Data

Deskripsi data menggambarkan tentang ringkasan data-data penelitian seperti rentang, nilai rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi. Adapun deskripsi data untuk luas panen, produktivitas, harga beras, jumlah konsumsi beras, dan ketersediaan beras dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Deskripsi Data Luas Panen, Produktivitas, Harga Beras, Jumlah Konsumsi Beras, dan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal

Jenis Data Mean Min Max Std. Devia si

Luas Panen 38.630 32.739 44.628 3.109,


(61)

Produktivitas

Harga Beras

Jlh Konsumsi Beras

Ketersediaan Beras 48,08 4.766,36 63.104,0 7 101.511, 83 43,08 2.385 55.765, 76 89.883, 04 54,18 9.700 68.782,2 4 116.494, 49 3,66 2.335, 03 4.217, 39 9.907, 72

Sumber: Data Sekunder, data diolah dari lampiran 4 - 5

4.2.1. Luas Panen

Luas panen adalah luas areal sawah yang dapat memproduksi beras setiap tahunnya. Satuan dalam variabel ini adalah hektar. Dari Tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa luas panen mempunyai nilai rata-rata 38.630 hektar dengan luas panen minimal 32.739 hektar dan maksimal 44.628 hektar, sedangkan standar deviasinya sebesar 3.109,25 hektar.

4.2.2. Produktivitas

Produktivitas lahan adalah produksi padi yang diperoleh untuk setiap hektar luas lahan sawah per tahunnya. Satuan dalam variabel ini adalah kuintal/hektar. Dari Tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa produktivitas mempunyai nilai rata-rata 48,08 Kw/Ha dengan produktivitas minimal 43,08 Kw/Ha dan maksimal 54,18 Kw/Ha, sedanglan standar deviasinya sebesar 3,66 Kw/Ha.


(62)

4.2.3. Harga Beras

Harga beras adalah harga komoditi beras yang sudah ditambah dengan biaya transportasi dalam pendistribusiannya (harga pasar). Satuan dalam variabel ini adalah rupiah/kilogram. Dari Tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa harga beras mempunyai nilai rata-rata Rp. 4.766/Kg dengan harga beras minimal Rp. 2.385/Kg dan maksimal Rp. 9.700/Kg, sedangkan standar deviasinya sebesar Rp. 2.335,10/Kg.

4.2.4. Jumlah Konsumsi Beras

Jumlah konsumsi beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi seluruh penduduk suatu wilayah/daerah dalam jangka waktu satu tahun. Satuan dalam variabel ini adalah ton. Dari Tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa jumlah konsumsi beras mempunyai nilai rata-rata 63.104,07 ton dengan jumlah konsumsi beras minimal 55.765,76 ton dan maksimal 68.782,24 ton, sedangkan standar deviasinya sebesar 4.217,39 ton.

4.2.5. Ketersediaan Beras

Ketersediaan beras adalah jumlah produksi beras yang dihasilkan dari gabah kering giling menjadi produksi beras bagi Mandailing Natal yang tersedia untuk kebutuhan konsumsi beras. Satuan dalam variabel ini adalah ton. Dari Tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa ketersediaan beras mempunyai nilai rata-rata


(63)

101.511,83 ton dengan ketersediaan beras minimal 89.883,04 ton dan maksimal 116.494,49 ton, sedangkan standar deviasinya sebesar 9.907,72 ton.

4.3. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi di Kabupaten Mandailing Natal

Sektor pertanian merupakan mata pencaharian yang dominan bagi masyarakat Mandailing Natal. Namun kondisi pertanian di daerah ini mengalami

fluktuasi sejak tahun 1999. Hal ini disebabkab karena: (i) berkurangnya areal lahan pertanian akibat konversi lahan ke tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, coklat dan lain-lain, (ii) rendahnya produktivitas, (iii). terjadinya bencana alam karena kekeringan atau banjir. Sebagai salah satu Kabupaten yang merupakan sentra produksi padi di Provinsi Sumatera Utara, maka kondisi ini perlu menjadi perhatian, hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1. dan Gambar 4.2.

Gambar 4.1. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 1999 - 2012

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 Lu as P an e n (H a)/ P r o d u k si (To n ) Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha)


(64)

Dari Gambar 4.1. berdasarkan data yang diperoleh selama kurun waktu 1999 – 2012 (14 tahun) meliputi data luas panen dimana perkembangannya mengalami fluktuasi. Dimana luas panen yang terbesar terdapat pada tahun 2002 seluas 44.628 Ha dibandingkan dengan tahun yang lain. Kondisi ini disebabkan adanya alih fungsi lahan sawah produktif menjadi lahan perkebunan seperti tanaman karet, coklat, dan kelapa sawit. Padahal lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Lahan pertanian (sawah) mempunyai arti yang terpenting dalam menentukan ketersediaan beras dan ketahanan pangan nasional. Luas areal panen padi mengalami penurunan dipengaruhi juga oleh perubahan iklim sehingga menyebabkan kekeringan atau bencana banjir.

Dilihat dari Gambar 4.1. trend perkembangan produksi padi di Kabupaten Mandailing Natal selama kurun waktu 1999 – 2012 (14 tahun) juga mengalami kondisi yang tidak stabil, dimana produksi yang paling tinggi adalah pada tahun 2003 sebanyak 212.873 ton dan produksi paling rendah pada tahun 2010 sebanyak 164.245 ton. Produksi padi yang diperoleh berhubungan luas areal yang diusahakan, ketersediaan air, maupun faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sehingga tidak dapat berproduksi dengan optimal.

Produktivitas padi merupakan produksi padi yang diperoleh untuk setiap hektar luas lahan sawah. Perkembangan produktivitas padi di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(65)

Gambar 4.2. Perkembangan Produktivitas Padi di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 1999 - 2012

Dilihat dari trend perkembangan produktivitas padi di Kabupaten Mandailing Natal selama kurun waktu 1999 – 2012 (14 tahun) selalu berfluktuasi. Pada tahun 2001 produktivitas tertinggi yaitu 54,18 Kw/Ha dan produktivitas terendah pada tahun 2006 yaitu 43,08 Kw/Ha. Seperti halnya produksi, maka produktivitas juga dipengaruhi oleh banyak hal misalnya perubahan iklim yang mengakibatkan kekeringan sangat berpengaruh terhadap produktivitas. Tingkat produktivitas juga dipengaruhi oleh tingkat penerapan teknologinya, dan salah satu diantaranya adalah pemupukan. Dengan penggunaan pupuk yang tidak sesuai dosis, maka produktivitas per satuan luas lahan dapat menjadi berkurang sehingga produksi mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang yang menyatakan bahwa jika sesuatu mempunyai input tertentu ditambah penggunaannya, sementara input yang


(66)

lainnya tetap, maka tambahan output yang diperoleh dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tersebut pada mulanya selalu meningkat, tetapi penambahan input selanjutnya justru akan menyebabkan tambahan output yang semakin menurun.

4.4. Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Mandailing Natal

Harga beras yang digunakan dalam penelitian ini merupakan harga eceran beras yang ada di pasar ibukota Kabupaten Mandailing Natal, dengan kata lain harga konsumen yang telah ditambahkan dengan biaya lain seperti biaya transportasi oleh produsen. Teori ekonomi menjelaskan bahwa pendorong terjadinya pergerakan barang dari suatu daerah ke daerah lain adalah adanya perbedaan harga yang merupakan mekanisme dinamis pasar dalam mencapai terjadinya keseimbangan. Ada dua hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga beras sehingga mendorong beras untuk di transportasikan /dipindahkan dari satu daerah ke daerah lain yaitu karena adanya: (i) Perbedaan jumlah ketersediaan beras, sehingga beras dikirim dari daerah surplus ke daerah yang membutuhkan/defisit beras (daerah konsumen); (ii) Perbedaan preferensi dan daya beli masyarakat. Untuk lebih jelasnya perkembangan harga beras di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Gambar 4.3.


(67)

Gambar 4.3. Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 1999-2012

Berdasarkan Gambar 4.3. dapat dilihat bahwa trend perkembangan harga eceran beras di Kabupaten Mandailing Natal dari tahun 1999 – 2012 cenderung mengalami kenaikan. Kondisi ini dipengaruhi oleh konsumsi beras masyarakat Mandailing Natal yang tinggi sehingga mengakibatkan harga beras semakin tinggi serta perubahan iklim yang sangat berpengaruh terhadap pengadaan dan pendistribusian beras.

Namun bila dibandingkan dengan rata-rata harga beras nasional sebesar Rp. 7.754,2/Kg dan rata-rata harga beras Sumut sebesar Rp. 6.043,19/Kg, maka rata-rata harga beras Mandailing Natal sebesar Rp. 4.766/Kg masih lebih rendah, hal ini disebabkan karena Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu sentra produksi padi di Provinsi Sumatera Utara dan sektor pertanian merupakan mata pencaharian dominan bagi masyarakatnya. Sehingga permintaan untuk komoditas beras masih bisa dipenuhi dari segi penawarannya.


(68)

Pada kenyataannya harga beras di Indonesia sangat mudah berfluktuasi tergantung kondisi pasar. Penurunan harga beras terjadi pada saat panen raya tiba, karena kelebihan produksi dan hal ini cenderung merugikan petani sebagai produsen karena terpaksa menjual dengan harga lebih rendah. Sebaliknya pada saat-saat tertentu seperti musim paceklik dan hari-hari besar keagamaan (hari raya) maka harga beras akan meningkat tinggi dan menekan konsumen. Hal ini disebabkan karena permintaan akan beras tidak sesuai dengan penawaran (supply) yang ada.

4.5. Perkembangan Jumlah Konsumsi Beras dan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal

Beras merupakan komoditi yang sangat utama karena dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Selain sebagai sumber karbohidrat dan protein, dua pertiga kebutuhan kalori diperoleh dari beras. Demikian juga halnya dengan masyarakat di Kabupaten Mandailing Natal yang konsumsi makanan utamanya beras sangat tergantung kepada ketersediaan beras.

Kabupaten Mandailing Natal sebagai salah satu daerah yang diharapkan dalam produksi beras di Provinsi Sumatera Utara, saat ini masih mampu mencukupi kebutuhan konsumsi penduduknya dari produksi sendiri, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4.


(69)

Gambar 4.4. Perkembangan Jumlah Konsumsi Beras dan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 1999 - 2012

Dari Gambar 4.4. terlihat bahwa jumlah konsumsi beras dan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal trend perkembangannya mengalami fluktuasi, untuk jumlah konsumsi beras hal ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk dimana semakin bertambah jumlah penduduk maka jumlah konsumsi beras semakin meningkat. Sedang ketersediaan beras dipengaruhi oleh luas panen dan produksi daerah tersebut. Namun pada dasarnya jumlah konsumsi beras masyarakat di Kabupaten Mandailing Natal masih dapat dipenuhi oleh produksi daerah sendiri.


(70)

4.6. Hasil Analisis dan Pembahasan

4.6.1. Uji Normalitas

Pada Uji OS-KS, data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 0,05. Hasil Uji OS-KS terhadap data luas panen, produktivitas, harga beras, jumlah konsumsi beras, dan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Luas Panen, Produktivitas, Harga Beras, Jumlah Konsumsi Beras, dan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal

N o.

Jenis Data Sig.

1.

2.

3.

4.

5.

Luas Panen (Ha)

Produktivitas (Kw/Ha)

Harga Beras (Rp/Kg)

Jumlah Konsumsi Beras (Ton)

Ketersediaan Beras (Ton)

0,863

0,566

0,729

0,888

0,818

Sumber: Data Sekunder, data diolah dari lampiran 5 – 9

Dari Tabel 4.2. di atas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi untuk luas panen, produktivitas, harga beras, jumlah konsumsi beras, dan ketersediaan beras lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa populasi data untuk seluruh variabel berdistribusi normal.

Tetapi jika dilihat grafik dengan kurva normal dan grafik p-p plot pada lampiran 10–13, maka grafik dengan kurva normal untuk luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras, kurva tidak melenceng ke


(71)

kiri atau melenceng ke kanan (sisi kanan dan sisi kiri sama lebarnya) maka data dapat dikatakan normal. Grafik normal p-p plot untuk data luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dari tampilan hasil uji dapat dilihat bahwa titik-titik pada p-p plot menyebar sesuai dengan garis diagonalnya maka data dapat dikatakan normal.

4.6.2. Uji Linieritas

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikansi. Uji linieritas digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test for Linearity pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (linearity) kurang dari 0,05 (Priyatno, 2010).

Dalam penelitian ini uji linieritas tidak dapat dilakukan karena jumlah data yang terlalu sedikit sehingga nilai signifikansi tidak bisa diestimasi.

4.6.3. Uji Homogenitas

Kriteria pengujian homogenitas adalah jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data adalah sama. Hasil uji homogenitas terhadap data luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi beras dengan ketersediaan beras di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 4.3.


(1)

Lampiran 18. Hasil Uji Rank Spearman Hubungan Luas Panen dengan Ketersediaan Beras

Tahun Luas Panen

(Ha)

Rangking Ketersediaan Beras (Ton)

Rangking di di2

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

37.516 38.892 38.291 44.628 41.722 40.917 32.739 39.050 36.503 43.066 37.043 36.689 35.879 37.889

6 9 8 14 12 11 1 10 3 13 5 4 2 7

105.803,99 100.431,65 113.526,77 113.324,83 116.494,49 116.329,23 95.309,39 92.055,22 93.864,64 102.354,93 90.338,19 89.883,04 93.037,98 98.411,25

10 8 12 11 14 13 6 3 5 9 2 1 4 7

- 4 1 - 4 3 - 2 - 2 - 5 7 - 2 4 3 3 - 2 0

16 1 16 9 4 4 25 49 4 16 9 9 4 0

Jumlah 540.824 105 1.421.165,60 105 0 166

Correlations

Luas Panen

Ketersediaan Beras Spearman's rho Luas Panen Correlation Coefficient 1.000 .635*

Sig. (2-tailed) . .015


(2)

Ketersediaan Beras Correlation Coefficient .635* 1.000

Sig. (2-tailed) .015 .

N 14 14

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Kriteria pengambilan keputusan adalah: H0 diterima jika nilai signifikansi ≥ α

H1diterima jika nilai signifikansi < α

Lampiran 19. Hasil Uji Rank Spearman Hubungan Produktivitas Lahan dengan Ketersediaan Beras

Tahun Produktivitas (Kw/Ha)

Rangking Ketersediaan Beras (Ton)

Rangking di di2

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

51,53 47,19 54,18 46,40 51,02 51,95 53,20 43,08 46,99 43,43 44,56 44,77 47,38 47,46

11 7 14 5 10 12 13 1 6 2 3 4 8 9

105.803,99 100.431,65 113.526,77 113.324,83 116.494,49 116.329,23 95.309,39 92.055,22 93.864,64 102.354,93 90.338,19 89.883,04 93.037,98 98.411,25

10 8 12 11 14 13 6 3 5 9 2 1 4 7

1 - 1 2 - 6 - 4 - 1 7 - 2 1 - 7 1 3 4 2

1 1 4 36 16 1 49 4 1 49 1 9 16 4


(3)

Jumlah 673,14 105 1.421.165,60 105 0 192

Correlations

Produktivitas Lahan

Ketersediaan Beras Spearman's rho Produktivitas Lahan Correlation Coefficient 1.000 .578*

Sig. (2-tailed) . .030

N 14 14

Ketersediaan Beras Correlation Coefficient .578* 1.000

Sig. (2-tailed) .030 .

N 14 14

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Kriteria pengambilan keputusan adalah: H0 diterima jika nilai signifikansi ≥ α

H1diterima jika nilai signifikansi < α

Lampiran 20. Hasil Uji Rank Spearman Hubungan Harga Beras dengan Ketersediaan Beras

Tahun Harga Beras (Rp/Kg)

Rangking Ketersediaan Beras (Ton)

Rangking di di2

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

3.182 2.385 2.456 2.568 2.821 2.939 3.647

6 1 2 3 4 5 7

105.803,99 100.431,65 113.526,77 113.324,83 116.494,49 116.329,23 95.309,39

10 8 12 11 14 13 6

- 4 -7 - 10 -8 - 10 - 8 1

16 49 100 64 100 64 1


(4)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

4.629 5.248 5.885 6.070 7.072 8.127 9.700

8 9 10 11 12 13 14

92.055,22 93.864,64 102.354,93 90.338,19 89.883,04 93.037,98 98.411,25

3 5 9 2 1 4 7

5 4 1 9 11 9 7

25 16 1 81 121 81 49

Jumlah 66.729 105 1.421.165,60 105 0 768

Correlations

Harga Beras

Ketersediaan Beras Spearman's rho Harga Beras Correlation Coefficient 1.000 -.688**

Sig. (2-tailed) . .007

N 14 14

Ketersediaan Beras Correlation Coefficient -.688** 1.000

Sig. (2-tailed) .007 .

N 14 14

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Kriteria pengambilan keputusan adalah: H0 diterima jika nilai signifikansi ≥ α

H1diterima jika nilai signifikansi < α

Lampiran 21. Hasil Uji Rank Spearman Hubungan Jumlah Konsumsi Beras dengan Ketersediaan Beras

Tahun Jumlah

Konsumsi Beras (Ton)

Rangking Ketersediaan Beras (Ton)


(5)

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

55.765,76 56.475,68 58.984,32 59.922,08 60.887,36 61.867,84 62.907,20 66.200,00 66.814,40 67.793,92 68.782,24 64.791,20 65.396,96 66.868,00

1 2 3 4 5 6 7 10 11 13 14 8 9 12

105.803,99 100.431,65 113.526,77 113.324,83 116.494,49 116.329,23 95.309,39 92.055,22 93.864,64 102.354,93 90.338,19 89.883,04 93.037,98 98.411,25

10 8 12 11 14 13 6 3 5 9 2 1 4 7

- 9 - 6 - 9 - 7 - 9 - 7 1 7 6 4 12 7 5 5

81 36 64 49 81 49 1 49 36 16 144 49 25 25

Jumlah 883.456,96 105 1.421.165,60 105 0 705

Correlations

Konsumsi Beras

Ketersediaan Beras Spearman's rho Konsumsi Beras Correlation Coefficient 1.000 -.587*

Sig. (2-tailed) . .027

N 14 14

Ketersediaan Beras Correlation Coefficient -.587* 1.000

Sig. (2-tailed) .027 .

N 14 14

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(6)

H0 diterima jika nilai signifikansi ≥ α

H1 diterima jika nilai signifikansi < α