The Influence Of Collaborative-Constructivist Learning Model Toward Critical Thinking Ability Of X Grade Students At SMA Negeri 2 Karanganyar In Academic Year 2012 2013 | Slamet Santosa | Pendidikan Biologi 7382 15512 1 SM
Jurnal Pendidikan Biologi
Volume 7,Nomor 3
Halaman 37-48
Oktober 2015
Pengaruh Model Pembelajaran Biologi Berbasis Konstruktivis-Kolaboratif
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun
Pelajaran 2012/2013
The Influence Of Collaborative-Constructivist Learning Model
Toward Critical Thinking Ability Of
X Grade Students At SMA Negeri 2 Karanganyar In Academic Year 2012/2013
Nova Indri Utami a, Baskoro Adi Prayitno b, Slamet Santosa c
Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email: nova_indri_utami@yahoo.com
b Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email: baskoro_ap@uns.ac.id
c Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email: slametsantosa_bio@yahoo.co.id
a
ABSTRACT- The aim of this research is to ascertain the influence of collaborative- constructivist
learning models toward critical thinking ability of X grade students at SMA Negeri 2 Karanganyar in
academic year 2012/2013. This research was quasi experiment research which used posttest only
nonequivalent control group design. The population of this research was all of X grade students at SMA
Negeri 2 Karanganyar in academic year 2012/2013. Sampling techniques used cluster sampling that
choosed X6 as experiment group and X7 as control group. Data was collected using test and non test.
Test method using critical thinking test. Non test method using observation sheet and document. The
hypotheses analyzed by t-test. This research concluded that application of collaborative- constructivist
learning models has real influential toward critical thinking ability of X grade students at SMA Negeri 2
Karanganyar.
Key Words: Collaborative-Constructivist Learning Model, Critical Thinking Ability
berkualitas dimana peserta didik sadar sains
Pendahuluan
Proses pembelajaran di Indonesia
(scientific literacy), memiliki nilai, sikap,
memiliki banyak kelemahan, salah satunya
dan keterampilan berpikir tingkat tinggi
kurangnya
siswa.
(higher order thinking skills), sehingga akan
Wenno (2008) menyatakan, pembelajaran
muncul sumber daya manusia yang dapat
dikatakan berkualitas jika pembelajaran
berpikir kritis, berpikir kreatif, membuat
menantang,
keputusan,
kemampuan
berpikir
menyenangkan,
mendorong
bereksplorasi, memberi pengalaman sukses,
dan mengembangkan kecakapan berpikir.
Khususnya pembelajaran sains harus
mempersiapkan
peserta
didik
yang
dan
memecahkan
masalah
(Liliasari, 2011).
Salah satu kecakapan berpikir yang
diharapkan muncul dalam pembelajaran
biologi adalah kemampuan berpikir kritis.
37
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
Berpikir kritis (critical thinking) merupakan
biologi saat ini baru terbatas pada aspek
keterampilan individu dalam menggunakan
produk, akibatnya pembelajaran biologi
proses
belum
berpikirnya
argumen
dan
berdasarkan
untuk
menganalisis
memberikan
persepsi
yang
berpusat
pada
siswa.
Tujuan
interpretasi
pembelajaran biologi kebanyakan berubah
benar
menjadi
dan
seberapa banyak
siswa dapat
rasional, analisis asumsi dan bias dari
menghafal konsep biologi. Aspek berpikir
argumen, dan interpretasi logis. Berpikir
kritis jarang dilatihkan oleh guru, akibatnya
kritis mampu merangsang siswa untuk
kemampuan berpikir kritis siswa
memecahkan masalah terkait pelajaran yang
terasah dan memprihatinkan. Pengetahuan
sedang dipelajari (Amri dan Ahmadi, 2010).
dapat terkonstruksi secara bermakna jika
Kemampuan
guru dapat melatih siswa berpikir secara
berpikir
kritis
merupakan
kurang
pemikiran yang selalu ingin tahu terhadap
dalam
informasi yang ada untuk mencapai suatu
memecahkan permasalahan. Siswa yang
pemahaman yang mendalam. Kemampuan
berpikir kritis akan mampu mengidentifikasi
berpikir kritis menurut Facione (2013)
masalah, mengevaluasinya, mengkontruksi
meliputi interpretation, analysis, inferensi,
argumen,
evaluation, explanation, dan self-regulation.
masalah dengan tepat.
Pembelajaran
biologi
menganalisis
serta
maupun
mampu
dalam
memecahkan
bertujuan
Solusi memecahkan permasalahan
membuat siswa mampu memahami konsep-
berpikir kritis siswa adalah penerapan model
konsep biologi, mampu mengaplikasikan
pembelajaran yang dapat mengembangkan
konsep yang dipelajari, mampu mengkaitkan
kemampuan
satu konsep dengan konsep lain, serta
berpikir kritis. Model pembelajaran yang
mampu
diterapkan
memecahkan
masalah
dalam
berpikir
tersebut
siswa,
khususnya
adalah
model
kehidupan sehari-hari. Prayitno, dkk. (2012)
pembelajaran biologi berbasis konstruktivis-
mengungkapkan
biologi
kolaboratif. Menurut Prayitno, dkk. (2012)
bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan
model pembelajaran biologi SMA berbasis
pengetahuan biologi, tetapi juga usaha
konstruktivis-kolaboratif merupakan inovasi
memberdayakan
dalam
bahwa
belajar
kemampuan
berpikir,
pembelajaran
biologi.
Model
keterampilan proses sains, dan internalisasi
pembelajaran
sikap ilmiah pada diri siswa. Persepsi guru
konstruktivis-kolaboratif memiliki karakter
biologi
SMA
berbasis
38
Nova Indri Utami-Kemampuan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Konstruktivis-Kolaboratif
dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi
konstruktivis dan kolaboratif yang saling
tahun pelajaran 2012/2013.
melengkapi
termasuk
satu
konstruktivis
Biologi
lain.
Karakter
pada model pembelajaran
SMA
kolaboratif
sama
berbasis
menuntut
konstruktivissiswa
mampu
kuasi
Penelitian ini
eksperimen
dengan
pendekatan kuantitatif. Desain penelitian
adalah Posttest Only Nonequivalent Control
Group
dengan
Design
menggunakan
merumuskan hipotesis, menguji hipotesis,
kelompok eksperimen (penerapan model
memanipulasi objek, memecahkan masalah,
pembelajaran
berdialog,
jawaban,
kolaboratif)
mengungkap
(penerapan
meneliti,
mengekpresikan
pertanyaan,
Karakter
dan
mencari
gagasan,
mengadakan
konstruktivis
refleksi.
pada
model
berbasis
dan
konstruktivis-
kelompok
kontrol
pembelajaran
ceramah
bervariasi).
Populasi
dalam
penelitian
ini
pembelajaran tersebut berpotensi mampu
adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2
melatihkan kemampuan berpikir kritis dan
Karanganyar. Teknik pengambilan sampel
meningkatkan penguasaan potensi sains
dengan cluster sampling. Hasil pemilihan
siswa. Karakter kolaboratifnya berpotensi
sampel menetapkan kelas X6 dengan siswa
memungkinkan siswa saling bekerjasama,
sebanyak 38 orang sebagai
saling belajar dan diskusi dalam kelompok,
eksperimen
sehingga mampu memperkecil kesenjangan
pembelajaran
prestasi belajar siswa antara siswa akademik
kolaboratif dan kelas X7 dengan siswa
atas dan bawah.
sebanyak 36 orang sebagai
Penelitian
mengetahui
penerapan
ada
model
ini
bertujuan
tidaknya
pembelajaran
untuk
pengaruh
biologi
yang
kelompok
menerapkan
berbasis
model
konstruktivis-
kelompok
kontrol yang menerapkan pembelajaran
ceramah bervariasi.
Variabel
bebas
berupa
berbasis
model
berbasis konstruktivis-kolaboratif terhadap
pembelajaran
kemampuan berpikir kritis siswa kelas X
kolaboratif dan variabel terikat adalah
SMA Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran
kemampuan
2012/2013.
pengumpulan data yang digunakan dalam
berpikir
konstruktivis-
kritis.
Teknik
penelitian ini adalah dokumentasi, tes dan
Metode Penelitian
observasi.
Metode
dokumentasi
pada
Penelitian dilaksanakan di SMA
penelitian ini berupa dokumen ulangan
Negeri 2 Karanganyar pada semester genap
harian biologi semester ganjil sebagai bahan
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
acuan yang digunakan untuk mengetahui
kolaboratif)
keseimbangan
dan
kelompok kontrol (pembelajaran dengan
homogenitas populasi berdasarkan nilai hasil
ceramah bervariasi). Perbandingan nilai
belajar biologi pada populasi penelitian.
rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kritis
Metode tes digunakan untuk mengambil
disajikan dalam Gambar 1.
uji
normalitas
lebih
tinggi
dibanding
data kemampuan berpikir kritis. Metode
observasi dalam penelitian ini digunakan
untuk mengukur keterlaksanaan sintaks
pembelajaran.
Tes uji coba pada instrumen penelitian
dilakukan
untuk
mengetahui
validitas
produk moment dan reliabilitas soal tes
kemampuan berpikir kritis. Selain validasi
produk moment, instrumen juga divalidasi
konstruk oleh ahli.
Gambar 1. menunjukkan bahwa rata-
Analisis data pada penelitian dengan
menggunakan uji t. Sebelumnya dilakukan
uji
normalitas
Gambar 1. Perbandingan Rata-Rata
Kemampuan Berpikir
menggunakan
uji
Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas
dengan uji Levene’s.
rata hasil tes kemampuan berpikir kritis
siswa pada kelompok eksperimen sebesar
76,84, sedangkan rata-rata kelompok kontrol
adalah 64,92. Berdasarkan hasil tersebut,
maka secara deskriptif dapat dikatakan
bahwa tes kemampuan berpikir kritis siswa
Pembahasan
Data kemampuan berpikir kritis siswa
dalam pembelajaran biologi diperoleh dari
hasil tes tertulis yang berupa soal uraian
setelah proses pembelajaran satu KD selesai
(posttest).
Hasil pengolahan data posttest
kelompok eksperimen lebih baik daripada
kelompok kontrol.
Sementara untuk perbandingan ratarata nilai setiap aspek kemampuan berpikir
kritis kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen ditunjukkan dalam Gambar 2.
menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil tes
kemampuan berpikir kritis siswa pada
kelompok eksperimen (model konstruktivis40
Nova Indri Utami-Kemampuan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Konstruktivis-Kolaboratif
dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi
kemampuan berpikir kritis siswa kelas X
Uji T
N
df
thitung
Sig.
Keterangan
SMA Negeri 2 Karanganyar disajikan dalam
Tabel 1.
Kemampu
an
Berpikir
Kritis
74
72
4,845
0,000
Sig< 0,05
Tabel 1. Hasil Uji T
Tabel
1.
menunjukkan
hasil
keputusan uji bahwa nilai signifikansi
Gambar 2. Nilai Rata-Rata Tiap Aspek
Kemampuan Berpikir Kritis
kemampuan berpikir kritis kurang dari 0,050
yaitu 0,000< 0,050. Berdasarkan hasil
tersebut, maka dapat diambil keputusan
bahwa H0 yang menyatakan bahwa tidak
terdapat
Gambar 2. menunjukkan bahwa nilai
rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa
untuk
setiap
aspek
pada
kelompok
eksperimen cenderung lebih tinggi daripada
dengan
kelompok
kontrol.
Kelompok
eksperimen unggul dan lebih baik pada lima
aspek antara lain aspek analysis (analisis),
inference
(kesimpulan),
evaluation
(evaluasi), explanation (penjelasan), serta
self-regulation (pengaturan diri) sedangkan
kelompok kontrol unggul pada satu aspek
berpikir kritis saja yaitu aspek interpretation
(interpretasi).
uji-t dihasilkan bahwa model konstruktivismempengaruhi
kemampuan
berpikir kritis siswa. Hasil uji hipotesis
pengaruh penerapan model pembelajaran
berbasis konstruktivis-kolaboratif terhadap
yang
nyata
antara
penerapan model pembelajaran berbasis
Konstruktivis-Kolaboratif dengan penerapan
metode
ceramah
bervariasi
presentasi
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa
ditolak dan menerima H1 yang menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang antara
penerapan model pembelajaran berbasis
Konstruktivis-Kolaboratif dengan penerapan
metode
ceramah
bervariasi
presentasi
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Hal ini menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran berbasis KonstruktivisKolaboratif
Hasil analisis data penelitian dengan
kolaboratif
perbedaan
berpengaruh
terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa.
Model
pembelajaran
Konstruktivis-Kolaboratif
berbasis
merupakan
gabungan dari pandangan Konstruktivisme
dan pandangan Kolaboratif yang saling
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
melengkapi
satu
sama
lain.
Karakter
Model
pembelajaran
berbasis
konstruktivisnya menuntut siswa mampu
Konstruktivis-Kolaboratif menuntut siswa
mengkonstruksi
sendiri,
dapat merumuskan masalah, merumuskan
sedangkan karakter kolaboratif menekankan
hipotesis, dan menguji jawaban tentatif
pada praktek sosial dan kerja secara bersama
melalui kegiatan diskusi kelompok dan
dalam kelompok kolaboratif. Hal ini sejalan
eksperimen, sehingga terjadi proses inkuiri
dengan pernyataan Turuk (2008) yang
yang berakibat pada pemikiran kritis siswa
menyatakan
terhadap
pengetahuannya
bahwa
pada
proses
materi.
Proses
pembelajaran
pembelajaran siswa dituntut aktif untuk
berjalan dengan lancar dan menimbulkan
membangun
dan
interaksi yang efektif antara guru dan siswa,
memecahkan masalah yang timbul dalam
sehingga tujuan pembelajaran biologi pada
pelajaran. Tidak semua siswa bisa terlibat
materi
aktif dalam proses pembelajaran karena
tercapai.
konsep
pelajaran
kemampuan akademik yang berbeda antar
pencemaran
Model
lingkungan
pembelajaran
dapat
berbasis
siswa, oleh karena itu perlu dibentuk
Konstruktivis-Kolaboratif memiliki tujuh
kelompok kolaboratif secara heterogen agar
sintaks pembelajaran yaitu pengorganisasian
siswa yang berakademik atas bisa membawa
belajar, konsepsi awal siswa, penciptaan
siswa berakademik tengah dan rendah untuk
konflik
terlibat
secara kolaboratif, presentasi kelompok, tes
aktif
Pernyataan
dalam
tersebut
pembelajaran.
pembentukan
konsep
oleh
individu, dan rekognisi tim (Prayitno, 2012).
Dillenbourg (1999) yang menyatakan bahwa
Setiap sintaks model pembelajaran berbasis
pembelajaran secara kolaboratif, siswa harus
Konstruktivis-Kolaboratif berpotensi untuk
disituasikan
kelompok-kelompok
melatihkan aspek berpikir kritis. Aspek
belajar untuk bekerjasama, bisa berinteraksi
kemampuan berpikir kritis mengacu pada
atau berdiskusi dengan teman yang lainnya,
pendapat Facione (2013) yang terdiri dari
memiliki
enam
dalam
kemauan
didukung
kognitif,
yang
kuat
untuk
aspek
yaitu
interpretation
membelajarkan teman dalam kelompok, dan
(interpretasi), analysis (analisis), inference
mengambil manfaat dari interaksi siswa
(kesimpulan),
dalam kelompok kolaboratif tersebut.
explanation (penjelasan), dan self-regulation
evaluation
(evaluasi),
(pengaturan diri).
42
Nova Indri Utami-Kemampuan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Konstruktivis-Kolaboratif
dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi
Pada
tahap
pengorganisasian
atau skemanya untuk merespon situasi baru
belajar, siswa dibentuk menjadi tim-tim
agar terjadi suatu keseimbangan kognitif
dengan anggota kurang lebih 5 orang dengan
(Yamin,
kemampuan
mengarahkan siswa untuk
akademik
yang
heterogen.
2008).
Tahap
ini
bertujuan
menuangkan
Kemampuan siswa yang heterogen dalam
semua gagasan atau konsep awal yang telah
kelompok ini dimaksudkan agar proses
dimiliki di dalam benak mereka mengenai
melalui
sebaya
materi pembelajaran, sehingga pada tahap
terfasilitasi dengan baik. Proses scaffolding
ini mampu mengembangkan kemampuan
melalui tutorial sebaya ini dimaksudkan agar
berpikir
siswa yang berakademik tinggi mampu
(interpretation). Hal ini sejalan dengan teori
membantu
belajar
scaffolding
menyusun
pengetahuan
sedang
tutorial
siswa
dan
konsep
yang
rendah,
memperkecil
atau
berakademik
sehingga
kesenjangan
kritis
aspek
konstruktivis
interpretasi
Piaget
yang
menyatakan bahwa proses aktif dalam
dapat
belajar akan membuat siswa membangun
kemampuan
sistem makna dan pemahaman mengenai
berpikir siswa.
fakta melalui pengalaman-pengalaman dan
Tahap penggalian konsepsi awal
interaksi-interaksi
mereka
baik
dengan
siswa, guru membantu siswa menggali
sumber-sumber maupun dengan rekan-rekan
konsep awal siswa dengan mengajukan
belajarnya
(Trianto,
pertanyaan tentang suatu fenomena. Tujuan
interpretasi
(interpretation)
mengungkap konsep awal siswa adalah
selisih nilai rata-rata 8,224 antara kelompok
untuk
perubahan
kontrol dan eksperimen. Nilai rata-rata
gagasan
kelompok kontrol sebesar 91,250 lebih
memacu
konseptual
terjadinya
sesuai
dengan
mempunyai
tinggi
membentuk konsepsi baru yang lebih ilmiah
eksperimen yaitu 83,026.
dari konsepsi awalnya. Konsep dibentuk
terjadi karena pada
siswa
dan
diawali dengan presentasi materi oleh guru
Proses asimilasi merupakan
sebelum melakukan praktikum sehingga
proses individu dalam mengadaptasikan
siswa mudah terarahkan jika dibanding
dirinya
baru,
dengan kelmpok kontrol yang melakukan
proses
praktikum dengan proses inquiri terlebih
akomodasi.
sedangkan
terhadap
proses
asimilasi
pengetahuan
akomodasi
adalah
individu dalam mengubah pengetahuan awal
dahulu.
dibandingkan
Aspek
konstruktivis yang memungkinkan siswa
melalui
jika
2010).
kelompok
Hal tersebut
kelompok kontrol
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
Tahapan
berikutnya
adalah
baik pada kelompok eksperimen dibanding
penciptaan konflik kognitif dengan tujuan
dengan kelompok kontrol yang hanya
menciptakan konflik kognitif dalam pikiran
mendapatkan materi dari guru. Aspek
siswa sehingga timbul ketidakseimbangan
explanation
kognitif. Peran guru pada fase ini membantu
siswa mengungkapkan dan menjelaskan
siswa mendeskripsikan ide-idenya dengan
pendapatnya untuk menemukan jawaban
mengajukan
yang
yang tepat terkait fenomena yang dihadapi.
memungkinkan membantah gagasan siswa.
Aspek explanation kelompok kontrol dan
Konflik kognitif yang timbul akan membuat
kelompok eksperimen memiliki selisih nilai
siswa menjadi penasaran dan tertantang
rata-rata sebesar 21,491. Nilai rata-rata nilai
untuk belajar. Ketidakseimbangan kognitif
kelompok eksperimen yaitu 83,158 lebih
membuat siswa merasa tidak puas dengan
besar dibanding dengan nilai rata-rata
fenomena yang dihadapinya sampai mereka
kelompok kontrol sebesar 61,667. Hal ini
berhasil menemukan jawaban yang tepat
terjadi karena kesempatan dan waktu yang
untuk menyeimbangkan kognitif mereka,
diberikan untuk mengemukakan pendapat
sehingga
mampu
saat berdiskusi pada kelompok eksperimen
mengembangkan kemampuan berpikir kritis
lebih banyak jika dibanding kelompok
aspek analisis (analysis) dan penjelasan
kontrol.
pertanyaan-pertanyaan
pada
tahap
ini
(explanation). Aspek analysis terlihat pada
(penjelasan)
Tahapan
terlihat
selanjutnya
ketika
adalah
saat siswa menguji ide dan menganalisis
pembentukan konsep secara kolaboratif.
penyebab pencemaran yang ditimbulkan
Pembentukan
oleh kegiatan mencuci baju. Aspek analisis
konstruktivis melalui proses asimilasi dan
(analysis) pada kelompok
akomodasi. Tahap ini menuntut siswa
kontrol dan
konsep
dilakukan
secara
kelompok eksperimen memiliki selisih nilai
melakukan
rata-rata sebesar 33,582. Nilai rata-rata
merancang
aspek analisis kelompok eksperimen yaitu
eksperimen dan berdiskusi melalui kerja
83,026 jauh lebih tinggi jika dibanding nilai
kelompok kolaboratif. Kegiatan diskusi dan
rata-rata kelompok kontrol sebesar 49,444.
eksperimen tersebut menuntut siswa mampu
Hal
merumuskan
tersebut
terjadi
karena
proses
kontruktivis pada diri siswa berjalan dengan
kegiatan
inkuiri
eksperimen,
masalah,
dengan
melakukan
merumuskan
hipotesis, dan menguji jawaban tentatif. Hal
44
Nova Indri Utami-Kemampuan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Konstruktivis-Kolaboratif
dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi
ini sejalan dengan pernyataan Lunney, dkk
menganalisis
(2007), melalui kelompok kolaboratif, siswa
Kegiatan merakit peristiwa dan menyusun
memperoleh dasar berpikir kritis secara
data mampu mengembangkan kemampuan
bebas dan saling tergantung satu sama lain
berpikir
selama
saat
evaluation karena siswa dituntut mampu
berdiskusi, mengambil keputusan, dan saat
menjelaskan dan menilai pernyataan dengan
memecahkan masalah. Kemampuan berpikir
pendapat yang kuat.
kritis
pemahaman,
antara kelompok kontrol dan kelompok
kepercayaan pada kemampuan diri sendiri,
eksperimen memiliki selisih nilai rata-rata
tingkat
sebesar 8,48. Nilai rata-rata nilai kelompok
mengemukakan
bergantung
pendapat
pada
kedewasaan,
dan
pengalaman
data,
kritis
menarik
aspek
explanation
dan
Aspek evaluation
seseorang. Melalui berpikir kritis, siswa
eksperimen
lebih fokus pada proses pembelajaran
dibanding dengan nilai rata-rata kelompok
daripada capaian fakta terhadap fenomena.
kontrol sebesar 68,889.
Berpikir kritis membantu siswa untuk
karena
menciptakan
kolaboratif berbasis pada masalah atau
dan
mengaplikasikan
yaitu
simpulan.
77,789
lebih
Hal ini terjadi
pembelajaran
konstruktivis-
pengetahuan baru terhadap kehidupan nyata.
fenomena
Ketika siswa berpikir secara kritis, mereka
pernyataan yang terpercaya dari suatu
menjadi secara aktif bertanggung jawab
laporan percobaan. Siswa juga dapat menilai
terhadap pendidikan mereka dan bersifat
pendapat yang dibuat baik secara induktif
lebih
ataupun
bijaksana.
Proses
merumuskan
mendorong
tinggi
deduktif
siswa
setelah
menilai
melakukan
masalah dilakukan dengan melatih siswa
percobaan yang dirancang secara mandiri
mengelompokkan data yang ada, hal ini
(Facione, 2013) sehingga idealnya model
mampu melatihkan kemampuan berpikir
pembelajaran
kritis
mempengaruhi kemampuan siswa dalam
aspek
Proses
interpretasi.
merumuskan hipotesis melatih siswa untuk
berbasis
masalah
dapat
mengevaluasi solusi pemecahan masalah.
menguji data, merumuskan hubungan secara
Kegiatan selanjutnya setelah data
logis, dan merumuskan hipotesis, sehingga
kegiatan
mampu melatihkan kemampuan berpikir
membuat kesimpulan (inference). Aspek
kritis aspek analisis (analysis).
Kegiatan
kesimpulan (inference) memiliki selisih nilai
menguji jawaban tentatif melatih siswa
rata-rata sebesar 12,456. Nilai rata-rata nilai
merakit
kelompok eksperimen yaitu 75,789 lebih
peristiwa,
menyusun
data,
eksperimen
diperoleh
adalah
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
besar dibanding dengan nilai rata-rata
dibangun
selama
kelompok kontrol sebesar 63,333.
sehingga
siswa
Nilai
diskusi
akan
kelompok,
mendapatkan
rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi
pengetahuan secara konstruktivis. Siswa
dibandingkan kelas kontrol karena pada
akan mengetahui materi mana yang sudah
kelas
dipahami dan belum dipahami, disini aspek
eksperimen
siswa
merumuskan
masalah, mengajukan hipotesis, merancang
berpikir
dan melakukan percobaan sendiri sehingga
regulation) dapat terlatihkan dan guru
mereka dapat mengenali bukti, menjawab
sebagai fasilitatornya.
hipotesis, dan menarik kesimpulan dengan
diri (self regulation) kelompok kontrol dan
menggunakan pertimbangan induktif atau
kelompok eksperimen memiliki selisih nilai
deduktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan
rata-rata sebesar 4,503. Nilai rata-rata aspek
Facione (2013) dan Thompson (2011), yaitu
pengaturan diri (self regulation) kelompok
siswa dapat mengembangkan aspek berpikir
kontrol sebesar 54,444 lebih rendah jika
kritis melalui mengenali dan memperoleh
dibandingkan dengan kelompok eksperimen
unsur
menarik
sebesar 58,947.
kesimpulan yang masuk akal, memecahkan
Tahap
yang diperlukan untuk
kritis
pengaturan
diri
(self
Aspek pengaturan
selanjutnya
adalah
kuis
dugaan dan hipotesis, mempertimbangkan
individual
informasi yang relevan dan mengurangi
pembelajaran berlangsung satu KD.
konsekuensi yang ditimbulkan dari data,
diberikan kepada siswa berupa soal uraian.
pernyataan,
prinsip,
keyakinan,
opini,
yang
dilakukan
setelah
Kuis
bukti,
penilaian,
Tahap ini memperlihatkan sejauh mana
konsep,
deskripsi,
siswa dapat memahami materi yang telah
pernyataan, atau bentuk-bentuk representasi
mereka pelajari. Tahap yang terakhir yaitu
lainnya.
pemberian recognisi tim bagi tim atau
Hasil
kegiatan
diskusi
dan
kelompok
kolaboratif
yang
aktif
dan
eksperimen yang telah dilakukan melalui
mengalami peningkatan skor kemajuan, baik
kerja
kemudian
skor individu dalam kelompok maupun skor
dipresentasikan di depan kelas. Presentasi
kelompok. Gagasan dibalik skor kemajuan
kelas bertujuan agar guru mampu memantau
individual,
perolehan konsep siswa, memperbaiki, serta
penghargaan untuk menanamkan pada diri
menguatkan
siswa bahwa keberhasilan belajar akan
kelompok
kolaboratif
konsep
siswa
yang
telah
skor
tim,
dan
pemberian
46
Nova Indri Utami-Kemampuan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Konstruktivis-Kolaboratif
dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi
dicapai apabila mereka belajar lebih giat dan
yang dilakukan oleh Gitakarma, dkk (2012)
memberikan kinerja yang lebih baik dari
yang
sebelumnya.
pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan
model
Konstruktivis-
menyatakan
bahwa
melalui
Kolaborasi-Konstruktivisme
mampu meningkatkan hasil pembelajaran
termasuk kemampuan berpikir.
Kolaboratif dapat melatihkan komponenkomponen
kemampuan
berpikir
siswa
Kesimpulan
terutama kemampuan berpikir kritis siswa.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
Prayitno, dkk (2012) menyatakan bahwa
disimpulkan bahwa model Konstruktivis-
model
Kolaboratif berpengaruh nyata terhadap
pembelajaran
Kolaboratif
Konstruktivis-
mengusung
awal
kemampuan berpikir kritis siswa kelas X
akomodasi,
SMA Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran
ketidakseimbangan kognitif, dan scaffolding
2012/2013 yang meliputi aspek interpretasi,
yang
analisis, evaluasi, kesimpulan, penjelasan,
(skemata),
konsepsi
asimilasi,
menuntut
siswa
belajar
mengkonstruksi konsep atau pengetahuan
dan pengaturan diri.
dengan diskusi atau bekerjasama dalam
kelompok
kolaboratif,
sehingga
model
tersebut mampu melatihkan kemampuan
berpikir kritis siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa
penerapan
model
pembelajaran
berbasis Konstruktivis-Kolaboratif dalam
pembelajaran biologi mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Setyaningsih (2009) dan Indrawati
(2007)
yang
menyatakan
terdapat
peningkatan kemampuan berpikir kritis
mahasiswa dan siswa melalui pembelajaran
konstruktivis.
Penelitian
lain
yang
mendukung penelitian ini adalah penelitian
Daftar Pustaka
Amri, S., & Ahmadi, I. K. (2010). Proses
Pembelajaran Inovatif dan Kreatif
dalam Kelas. Jakarta:
Prestasi
Pustaka.
Dillenbourg, P. (1999). What do you mean
by 'collaborative? . Switzerland:
University of Geneva.
Facione, P.A. (2013). Critical Thinking:
What It Is and Why It Counts .
California: Measured Reason and
The California Academic Press.
Gitakarma, M. S., & Tjahyanti, L. P. (2012).
Modifikasi Claroline dengan
Metode Pembelajaran ComputerSupported Collaborative Learning
(CSCL) Berbasis Konstruktivisme.
Jurnal Nasional Pendidikan Teknik
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
Informatika (JANAPATI) , 1 (1), 3746.
Indrawati,
S.
(2007).
Peningkatan
Kemampuan Bernalar Siswa Didik
Melalui
Pembelajaran
Konstruktivisme.
Jurnal
Pembangunan Manusia , Vol.5.
Liliasari. (2006). Peningkatan Kualitas
Guru Sains Melalui Pengembangan
Keterampilan
Berpikir
Tingkat
Tinggi.
Lunney, M., Frederickson, K., Spark, A.,
&
Duffie,
M.
G.
(2007).
Facilitating
Critical
Thinking
Through Online Courses. Journal
of
Asynchronous Learning
Networks , 12 (3-4), 85-96.
Prayitno, B. A., Sugiharto, B., & Suciati.
(2012).
Model
Pembelajaran
Berbasis
KonstruktivisKolaboratif. Laporan Penelitian
Hibah Tidak Dipublikasikan.FKIP
Universitas Sebelas
Maret,
Surakarta.
Prayitno, B. A., Sugiharto, B., & Suciati.
(2012).
Pengembangan
Model
Pembelajaran Berbasis KonstruktivisKolaboratif untuk Memberdayakan
Kemampuan Berpikir Kritis dan
Keterampilan Proses Sains Siswa
Akademik Bawah. Laporan Penelitian
Hibah Tidak Dipublikasikan. FKIP
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Setyaningsih, N. (2009). Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis Dan
Kreatif Mahasiswa Dalam Pemecahan
Masalah Pengantar Dasar Matematika
Melalui Pendekatan Pembelajaran
Berbasis Konstruktivis. Jurnal Varia
Pendidikan, 21(1), 12-23.
Trianto.
(2010).
Mendesain
Model
Pembelajaran
Inovatif-Progresif:
Konsep,
Landasan,
dan
Implementasinya pada Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP). Jakarta: Kencana.
Turuk, M. C. (2008). The Relevance And
Implications
Of
Vygotsky’s
Sociocultural Theory In The Second
Language Classroom. Jurnal Arecls ,
Vol.5, 244-262.
Wenno, I.H. (2008). Strategi Belajar
Mengajar
Sains
Berbasis
Kontekstual.
Yogyakarta:
Inti
Media.
Yamin, M. (2008). Paradigma Pendidikan
Kontruktivistik.
Jakarta:
Gaung
Persada Press.
48
Volume 7,Nomor 3
Halaman 37-48
Oktober 2015
Pengaruh Model Pembelajaran Biologi Berbasis Konstruktivis-Kolaboratif
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun
Pelajaran 2012/2013
The Influence Of Collaborative-Constructivist Learning Model
Toward Critical Thinking Ability Of
X Grade Students At SMA Negeri 2 Karanganyar In Academic Year 2012/2013
Nova Indri Utami a, Baskoro Adi Prayitno b, Slamet Santosa c
Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email: nova_indri_utami@yahoo.com
b Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email: baskoro_ap@uns.ac.id
c Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email: slametsantosa_bio@yahoo.co.id
a
ABSTRACT- The aim of this research is to ascertain the influence of collaborative- constructivist
learning models toward critical thinking ability of X grade students at SMA Negeri 2 Karanganyar in
academic year 2012/2013. This research was quasi experiment research which used posttest only
nonequivalent control group design. The population of this research was all of X grade students at SMA
Negeri 2 Karanganyar in academic year 2012/2013. Sampling techniques used cluster sampling that
choosed X6 as experiment group and X7 as control group. Data was collected using test and non test.
Test method using critical thinking test. Non test method using observation sheet and document. The
hypotheses analyzed by t-test. This research concluded that application of collaborative- constructivist
learning models has real influential toward critical thinking ability of X grade students at SMA Negeri 2
Karanganyar.
Key Words: Collaborative-Constructivist Learning Model, Critical Thinking Ability
berkualitas dimana peserta didik sadar sains
Pendahuluan
Proses pembelajaran di Indonesia
(scientific literacy), memiliki nilai, sikap,
memiliki banyak kelemahan, salah satunya
dan keterampilan berpikir tingkat tinggi
kurangnya
siswa.
(higher order thinking skills), sehingga akan
Wenno (2008) menyatakan, pembelajaran
muncul sumber daya manusia yang dapat
dikatakan berkualitas jika pembelajaran
berpikir kritis, berpikir kreatif, membuat
menantang,
keputusan,
kemampuan
berpikir
menyenangkan,
mendorong
bereksplorasi, memberi pengalaman sukses,
dan mengembangkan kecakapan berpikir.
Khususnya pembelajaran sains harus
mempersiapkan
peserta
didik
yang
dan
memecahkan
masalah
(Liliasari, 2011).
Salah satu kecakapan berpikir yang
diharapkan muncul dalam pembelajaran
biologi adalah kemampuan berpikir kritis.
37
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
Berpikir kritis (critical thinking) merupakan
biologi saat ini baru terbatas pada aspek
keterampilan individu dalam menggunakan
produk, akibatnya pembelajaran biologi
proses
belum
berpikirnya
argumen
dan
berdasarkan
untuk
menganalisis
memberikan
persepsi
yang
berpusat
pada
siswa.
Tujuan
interpretasi
pembelajaran biologi kebanyakan berubah
benar
menjadi
dan
seberapa banyak
siswa dapat
rasional, analisis asumsi dan bias dari
menghafal konsep biologi. Aspek berpikir
argumen, dan interpretasi logis. Berpikir
kritis jarang dilatihkan oleh guru, akibatnya
kritis mampu merangsang siswa untuk
kemampuan berpikir kritis siswa
memecahkan masalah terkait pelajaran yang
terasah dan memprihatinkan. Pengetahuan
sedang dipelajari (Amri dan Ahmadi, 2010).
dapat terkonstruksi secara bermakna jika
Kemampuan
guru dapat melatih siswa berpikir secara
berpikir
kritis
merupakan
kurang
pemikiran yang selalu ingin tahu terhadap
dalam
informasi yang ada untuk mencapai suatu
memecahkan permasalahan. Siswa yang
pemahaman yang mendalam. Kemampuan
berpikir kritis akan mampu mengidentifikasi
berpikir kritis menurut Facione (2013)
masalah, mengevaluasinya, mengkontruksi
meliputi interpretation, analysis, inferensi,
argumen,
evaluation, explanation, dan self-regulation.
masalah dengan tepat.
Pembelajaran
biologi
menganalisis
serta
maupun
mampu
dalam
memecahkan
bertujuan
Solusi memecahkan permasalahan
membuat siswa mampu memahami konsep-
berpikir kritis siswa adalah penerapan model
konsep biologi, mampu mengaplikasikan
pembelajaran yang dapat mengembangkan
konsep yang dipelajari, mampu mengkaitkan
kemampuan
satu konsep dengan konsep lain, serta
berpikir kritis. Model pembelajaran yang
mampu
diterapkan
memecahkan
masalah
dalam
berpikir
tersebut
siswa,
khususnya
adalah
model
kehidupan sehari-hari. Prayitno, dkk. (2012)
pembelajaran biologi berbasis konstruktivis-
mengungkapkan
biologi
kolaboratif. Menurut Prayitno, dkk. (2012)
bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan
model pembelajaran biologi SMA berbasis
pengetahuan biologi, tetapi juga usaha
konstruktivis-kolaboratif merupakan inovasi
memberdayakan
dalam
bahwa
belajar
kemampuan
berpikir,
pembelajaran
biologi.
Model
keterampilan proses sains, dan internalisasi
pembelajaran
sikap ilmiah pada diri siswa. Persepsi guru
konstruktivis-kolaboratif memiliki karakter
biologi
SMA
berbasis
38
Nova Indri Utami-Kemampuan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Konstruktivis-Kolaboratif
dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi
konstruktivis dan kolaboratif yang saling
tahun pelajaran 2012/2013.
melengkapi
termasuk
satu
konstruktivis
Biologi
lain.
Karakter
pada model pembelajaran
SMA
kolaboratif
sama
berbasis
menuntut
konstruktivissiswa
mampu
kuasi
Penelitian ini
eksperimen
dengan
pendekatan kuantitatif. Desain penelitian
adalah Posttest Only Nonequivalent Control
Group
dengan
Design
menggunakan
merumuskan hipotesis, menguji hipotesis,
kelompok eksperimen (penerapan model
memanipulasi objek, memecahkan masalah,
pembelajaran
berdialog,
jawaban,
kolaboratif)
mengungkap
(penerapan
meneliti,
mengekpresikan
pertanyaan,
Karakter
dan
mencari
gagasan,
mengadakan
konstruktivis
refleksi.
pada
model
berbasis
dan
konstruktivis-
kelompok
kontrol
pembelajaran
ceramah
bervariasi).
Populasi
dalam
penelitian
ini
pembelajaran tersebut berpotensi mampu
adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2
melatihkan kemampuan berpikir kritis dan
Karanganyar. Teknik pengambilan sampel
meningkatkan penguasaan potensi sains
dengan cluster sampling. Hasil pemilihan
siswa. Karakter kolaboratifnya berpotensi
sampel menetapkan kelas X6 dengan siswa
memungkinkan siswa saling bekerjasama,
sebanyak 38 orang sebagai
saling belajar dan diskusi dalam kelompok,
eksperimen
sehingga mampu memperkecil kesenjangan
pembelajaran
prestasi belajar siswa antara siswa akademik
kolaboratif dan kelas X7 dengan siswa
atas dan bawah.
sebanyak 36 orang sebagai
Penelitian
mengetahui
penerapan
ada
model
ini
bertujuan
tidaknya
pembelajaran
untuk
pengaruh
biologi
yang
kelompok
menerapkan
berbasis
model
konstruktivis-
kelompok
kontrol yang menerapkan pembelajaran
ceramah bervariasi.
Variabel
bebas
berupa
berbasis
model
berbasis konstruktivis-kolaboratif terhadap
pembelajaran
kemampuan berpikir kritis siswa kelas X
kolaboratif dan variabel terikat adalah
SMA Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran
kemampuan
2012/2013.
pengumpulan data yang digunakan dalam
berpikir
konstruktivis-
kritis.
Teknik
penelitian ini adalah dokumentasi, tes dan
Metode Penelitian
observasi.
Metode
dokumentasi
pada
Penelitian dilaksanakan di SMA
penelitian ini berupa dokumen ulangan
Negeri 2 Karanganyar pada semester genap
harian biologi semester ganjil sebagai bahan
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
acuan yang digunakan untuk mengetahui
kolaboratif)
keseimbangan
dan
kelompok kontrol (pembelajaran dengan
homogenitas populasi berdasarkan nilai hasil
ceramah bervariasi). Perbandingan nilai
belajar biologi pada populasi penelitian.
rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kritis
Metode tes digunakan untuk mengambil
disajikan dalam Gambar 1.
uji
normalitas
lebih
tinggi
dibanding
data kemampuan berpikir kritis. Metode
observasi dalam penelitian ini digunakan
untuk mengukur keterlaksanaan sintaks
pembelajaran.
Tes uji coba pada instrumen penelitian
dilakukan
untuk
mengetahui
validitas
produk moment dan reliabilitas soal tes
kemampuan berpikir kritis. Selain validasi
produk moment, instrumen juga divalidasi
konstruk oleh ahli.
Gambar 1. menunjukkan bahwa rata-
Analisis data pada penelitian dengan
menggunakan uji t. Sebelumnya dilakukan
uji
normalitas
Gambar 1. Perbandingan Rata-Rata
Kemampuan Berpikir
menggunakan
uji
Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas
dengan uji Levene’s.
rata hasil tes kemampuan berpikir kritis
siswa pada kelompok eksperimen sebesar
76,84, sedangkan rata-rata kelompok kontrol
adalah 64,92. Berdasarkan hasil tersebut,
maka secara deskriptif dapat dikatakan
bahwa tes kemampuan berpikir kritis siswa
Pembahasan
Data kemampuan berpikir kritis siswa
dalam pembelajaran biologi diperoleh dari
hasil tes tertulis yang berupa soal uraian
setelah proses pembelajaran satu KD selesai
(posttest).
Hasil pengolahan data posttest
kelompok eksperimen lebih baik daripada
kelompok kontrol.
Sementara untuk perbandingan ratarata nilai setiap aspek kemampuan berpikir
kritis kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen ditunjukkan dalam Gambar 2.
menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil tes
kemampuan berpikir kritis siswa pada
kelompok eksperimen (model konstruktivis40
Nova Indri Utami-Kemampuan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Konstruktivis-Kolaboratif
dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi
kemampuan berpikir kritis siswa kelas X
Uji T
N
df
thitung
Sig.
Keterangan
SMA Negeri 2 Karanganyar disajikan dalam
Tabel 1.
Kemampu
an
Berpikir
Kritis
74
72
4,845
0,000
Sig< 0,05
Tabel 1. Hasil Uji T
Tabel
1.
menunjukkan
hasil
keputusan uji bahwa nilai signifikansi
Gambar 2. Nilai Rata-Rata Tiap Aspek
Kemampuan Berpikir Kritis
kemampuan berpikir kritis kurang dari 0,050
yaitu 0,000< 0,050. Berdasarkan hasil
tersebut, maka dapat diambil keputusan
bahwa H0 yang menyatakan bahwa tidak
terdapat
Gambar 2. menunjukkan bahwa nilai
rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa
untuk
setiap
aspek
pada
kelompok
eksperimen cenderung lebih tinggi daripada
dengan
kelompok
kontrol.
Kelompok
eksperimen unggul dan lebih baik pada lima
aspek antara lain aspek analysis (analisis),
inference
(kesimpulan),
evaluation
(evaluasi), explanation (penjelasan), serta
self-regulation (pengaturan diri) sedangkan
kelompok kontrol unggul pada satu aspek
berpikir kritis saja yaitu aspek interpretation
(interpretasi).
uji-t dihasilkan bahwa model konstruktivismempengaruhi
kemampuan
berpikir kritis siswa. Hasil uji hipotesis
pengaruh penerapan model pembelajaran
berbasis konstruktivis-kolaboratif terhadap
yang
nyata
antara
penerapan model pembelajaran berbasis
Konstruktivis-Kolaboratif dengan penerapan
metode
ceramah
bervariasi
presentasi
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa
ditolak dan menerima H1 yang menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang antara
penerapan model pembelajaran berbasis
Konstruktivis-Kolaboratif dengan penerapan
metode
ceramah
bervariasi
presentasi
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Hal ini menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran berbasis KonstruktivisKolaboratif
Hasil analisis data penelitian dengan
kolaboratif
perbedaan
berpengaruh
terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa.
Model
pembelajaran
Konstruktivis-Kolaboratif
berbasis
merupakan
gabungan dari pandangan Konstruktivisme
dan pandangan Kolaboratif yang saling
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
melengkapi
satu
sama
lain.
Karakter
Model
pembelajaran
berbasis
konstruktivisnya menuntut siswa mampu
Konstruktivis-Kolaboratif menuntut siswa
mengkonstruksi
sendiri,
dapat merumuskan masalah, merumuskan
sedangkan karakter kolaboratif menekankan
hipotesis, dan menguji jawaban tentatif
pada praktek sosial dan kerja secara bersama
melalui kegiatan diskusi kelompok dan
dalam kelompok kolaboratif. Hal ini sejalan
eksperimen, sehingga terjadi proses inkuiri
dengan pernyataan Turuk (2008) yang
yang berakibat pada pemikiran kritis siswa
menyatakan
terhadap
pengetahuannya
bahwa
pada
proses
materi.
Proses
pembelajaran
pembelajaran siswa dituntut aktif untuk
berjalan dengan lancar dan menimbulkan
membangun
dan
interaksi yang efektif antara guru dan siswa,
memecahkan masalah yang timbul dalam
sehingga tujuan pembelajaran biologi pada
pelajaran. Tidak semua siswa bisa terlibat
materi
aktif dalam proses pembelajaran karena
tercapai.
konsep
pelajaran
kemampuan akademik yang berbeda antar
pencemaran
Model
lingkungan
pembelajaran
dapat
berbasis
siswa, oleh karena itu perlu dibentuk
Konstruktivis-Kolaboratif memiliki tujuh
kelompok kolaboratif secara heterogen agar
sintaks pembelajaran yaitu pengorganisasian
siswa yang berakademik atas bisa membawa
belajar, konsepsi awal siswa, penciptaan
siswa berakademik tengah dan rendah untuk
konflik
terlibat
secara kolaboratif, presentasi kelompok, tes
aktif
Pernyataan
dalam
tersebut
pembelajaran.
pembentukan
konsep
oleh
individu, dan rekognisi tim (Prayitno, 2012).
Dillenbourg (1999) yang menyatakan bahwa
Setiap sintaks model pembelajaran berbasis
pembelajaran secara kolaboratif, siswa harus
Konstruktivis-Kolaboratif berpotensi untuk
disituasikan
kelompok-kelompok
melatihkan aspek berpikir kritis. Aspek
belajar untuk bekerjasama, bisa berinteraksi
kemampuan berpikir kritis mengacu pada
atau berdiskusi dengan teman yang lainnya,
pendapat Facione (2013) yang terdiri dari
memiliki
enam
dalam
kemauan
didukung
kognitif,
yang
kuat
untuk
aspek
yaitu
interpretation
membelajarkan teman dalam kelompok, dan
(interpretasi), analysis (analisis), inference
mengambil manfaat dari interaksi siswa
(kesimpulan),
dalam kelompok kolaboratif tersebut.
explanation (penjelasan), dan self-regulation
evaluation
(evaluasi),
(pengaturan diri).
42
Nova Indri Utami-Kemampuan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Konstruktivis-Kolaboratif
dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi
Pada
tahap
pengorganisasian
atau skemanya untuk merespon situasi baru
belajar, siswa dibentuk menjadi tim-tim
agar terjadi suatu keseimbangan kognitif
dengan anggota kurang lebih 5 orang dengan
(Yamin,
kemampuan
mengarahkan siswa untuk
akademik
yang
heterogen.
2008).
Tahap
ini
bertujuan
menuangkan
Kemampuan siswa yang heterogen dalam
semua gagasan atau konsep awal yang telah
kelompok ini dimaksudkan agar proses
dimiliki di dalam benak mereka mengenai
melalui
sebaya
materi pembelajaran, sehingga pada tahap
terfasilitasi dengan baik. Proses scaffolding
ini mampu mengembangkan kemampuan
melalui tutorial sebaya ini dimaksudkan agar
berpikir
siswa yang berakademik tinggi mampu
(interpretation). Hal ini sejalan dengan teori
membantu
belajar
scaffolding
menyusun
pengetahuan
sedang
tutorial
siswa
dan
konsep
yang
rendah,
memperkecil
atau
berakademik
sehingga
kesenjangan
kritis
aspek
konstruktivis
interpretasi
Piaget
yang
menyatakan bahwa proses aktif dalam
dapat
belajar akan membuat siswa membangun
kemampuan
sistem makna dan pemahaman mengenai
berpikir siswa.
fakta melalui pengalaman-pengalaman dan
Tahap penggalian konsepsi awal
interaksi-interaksi
mereka
baik
dengan
siswa, guru membantu siswa menggali
sumber-sumber maupun dengan rekan-rekan
konsep awal siswa dengan mengajukan
belajarnya
(Trianto,
pertanyaan tentang suatu fenomena. Tujuan
interpretasi
(interpretation)
mengungkap konsep awal siswa adalah
selisih nilai rata-rata 8,224 antara kelompok
untuk
perubahan
kontrol dan eksperimen. Nilai rata-rata
gagasan
kelompok kontrol sebesar 91,250 lebih
memacu
konseptual
terjadinya
sesuai
dengan
mempunyai
tinggi
membentuk konsepsi baru yang lebih ilmiah
eksperimen yaitu 83,026.
dari konsepsi awalnya. Konsep dibentuk
terjadi karena pada
siswa
dan
diawali dengan presentasi materi oleh guru
Proses asimilasi merupakan
sebelum melakukan praktikum sehingga
proses individu dalam mengadaptasikan
siswa mudah terarahkan jika dibanding
dirinya
baru,
dengan kelmpok kontrol yang melakukan
proses
praktikum dengan proses inquiri terlebih
akomodasi.
sedangkan
terhadap
proses
asimilasi
pengetahuan
akomodasi
adalah
individu dalam mengubah pengetahuan awal
dahulu.
dibandingkan
Aspek
konstruktivis yang memungkinkan siswa
melalui
jika
2010).
kelompok
Hal tersebut
kelompok kontrol
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
Tahapan
berikutnya
adalah
baik pada kelompok eksperimen dibanding
penciptaan konflik kognitif dengan tujuan
dengan kelompok kontrol yang hanya
menciptakan konflik kognitif dalam pikiran
mendapatkan materi dari guru. Aspek
siswa sehingga timbul ketidakseimbangan
explanation
kognitif. Peran guru pada fase ini membantu
siswa mengungkapkan dan menjelaskan
siswa mendeskripsikan ide-idenya dengan
pendapatnya untuk menemukan jawaban
mengajukan
yang
yang tepat terkait fenomena yang dihadapi.
memungkinkan membantah gagasan siswa.
Aspek explanation kelompok kontrol dan
Konflik kognitif yang timbul akan membuat
kelompok eksperimen memiliki selisih nilai
siswa menjadi penasaran dan tertantang
rata-rata sebesar 21,491. Nilai rata-rata nilai
untuk belajar. Ketidakseimbangan kognitif
kelompok eksperimen yaitu 83,158 lebih
membuat siswa merasa tidak puas dengan
besar dibanding dengan nilai rata-rata
fenomena yang dihadapinya sampai mereka
kelompok kontrol sebesar 61,667. Hal ini
berhasil menemukan jawaban yang tepat
terjadi karena kesempatan dan waktu yang
untuk menyeimbangkan kognitif mereka,
diberikan untuk mengemukakan pendapat
sehingga
mampu
saat berdiskusi pada kelompok eksperimen
mengembangkan kemampuan berpikir kritis
lebih banyak jika dibanding kelompok
aspek analisis (analysis) dan penjelasan
kontrol.
pertanyaan-pertanyaan
pada
tahap
ini
(explanation). Aspek analysis terlihat pada
(penjelasan)
Tahapan
terlihat
selanjutnya
ketika
adalah
saat siswa menguji ide dan menganalisis
pembentukan konsep secara kolaboratif.
penyebab pencemaran yang ditimbulkan
Pembentukan
oleh kegiatan mencuci baju. Aspek analisis
konstruktivis melalui proses asimilasi dan
(analysis) pada kelompok
akomodasi. Tahap ini menuntut siswa
kontrol dan
konsep
dilakukan
secara
kelompok eksperimen memiliki selisih nilai
melakukan
rata-rata sebesar 33,582. Nilai rata-rata
merancang
aspek analisis kelompok eksperimen yaitu
eksperimen dan berdiskusi melalui kerja
83,026 jauh lebih tinggi jika dibanding nilai
kelompok kolaboratif. Kegiatan diskusi dan
rata-rata kelompok kontrol sebesar 49,444.
eksperimen tersebut menuntut siswa mampu
Hal
merumuskan
tersebut
terjadi
karena
proses
kontruktivis pada diri siswa berjalan dengan
kegiatan
inkuiri
eksperimen,
masalah,
dengan
melakukan
merumuskan
hipotesis, dan menguji jawaban tentatif. Hal
44
Nova Indri Utami-Kemampuan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Konstruktivis-Kolaboratif
dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi
ini sejalan dengan pernyataan Lunney, dkk
menganalisis
(2007), melalui kelompok kolaboratif, siswa
Kegiatan merakit peristiwa dan menyusun
memperoleh dasar berpikir kritis secara
data mampu mengembangkan kemampuan
bebas dan saling tergantung satu sama lain
berpikir
selama
saat
evaluation karena siswa dituntut mampu
berdiskusi, mengambil keputusan, dan saat
menjelaskan dan menilai pernyataan dengan
memecahkan masalah. Kemampuan berpikir
pendapat yang kuat.
kritis
pemahaman,
antara kelompok kontrol dan kelompok
kepercayaan pada kemampuan diri sendiri,
eksperimen memiliki selisih nilai rata-rata
tingkat
sebesar 8,48. Nilai rata-rata nilai kelompok
mengemukakan
bergantung
pendapat
pada
kedewasaan,
dan
pengalaman
data,
kritis
menarik
aspek
explanation
dan
Aspek evaluation
seseorang. Melalui berpikir kritis, siswa
eksperimen
lebih fokus pada proses pembelajaran
dibanding dengan nilai rata-rata kelompok
daripada capaian fakta terhadap fenomena.
kontrol sebesar 68,889.
Berpikir kritis membantu siswa untuk
karena
menciptakan
kolaboratif berbasis pada masalah atau
dan
mengaplikasikan
yaitu
simpulan.
77,789
lebih
Hal ini terjadi
pembelajaran
konstruktivis-
pengetahuan baru terhadap kehidupan nyata.
fenomena
Ketika siswa berpikir secara kritis, mereka
pernyataan yang terpercaya dari suatu
menjadi secara aktif bertanggung jawab
laporan percobaan. Siswa juga dapat menilai
terhadap pendidikan mereka dan bersifat
pendapat yang dibuat baik secara induktif
lebih
ataupun
bijaksana.
Proses
merumuskan
mendorong
tinggi
deduktif
siswa
setelah
menilai
melakukan
masalah dilakukan dengan melatih siswa
percobaan yang dirancang secara mandiri
mengelompokkan data yang ada, hal ini
(Facione, 2013) sehingga idealnya model
mampu melatihkan kemampuan berpikir
pembelajaran
kritis
mempengaruhi kemampuan siswa dalam
aspek
Proses
interpretasi.
merumuskan hipotesis melatih siswa untuk
berbasis
masalah
dapat
mengevaluasi solusi pemecahan masalah.
menguji data, merumuskan hubungan secara
Kegiatan selanjutnya setelah data
logis, dan merumuskan hipotesis, sehingga
kegiatan
mampu melatihkan kemampuan berpikir
membuat kesimpulan (inference). Aspek
kritis aspek analisis (analysis).
Kegiatan
kesimpulan (inference) memiliki selisih nilai
menguji jawaban tentatif melatih siswa
rata-rata sebesar 12,456. Nilai rata-rata nilai
merakit
kelompok eksperimen yaitu 75,789 lebih
peristiwa,
menyusun
data,
eksperimen
diperoleh
adalah
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
besar dibanding dengan nilai rata-rata
dibangun
selama
kelompok kontrol sebesar 63,333.
sehingga
siswa
Nilai
diskusi
akan
kelompok,
mendapatkan
rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi
pengetahuan secara konstruktivis. Siswa
dibandingkan kelas kontrol karena pada
akan mengetahui materi mana yang sudah
kelas
dipahami dan belum dipahami, disini aspek
eksperimen
siswa
merumuskan
masalah, mengajukan hipotesis, merancang
berpikir
dan melakukan percobaan sendiri sehingga
regulation) dapat terlatihkan dan guru
mereka dapat mengenali bukti, menjawab
sebagai fasilitatornya.
hipotesis, dan menarik kesimpulan dengan
diri (self regulation) kelompok kontrol dan
menggunakan pertimbangan induktif atau
kelompok eksperimen memiliki selisih nilai
deduktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan
rata-rata sebesar 4,503. Nilai rata-rata aspek
Facione (2013) dan Thompson (2011), yaitu
pengaturan diri (self regulation) kelompok
siswa dapat mengembangkan aspek berpikir
kontrol sebesar 54,444 lebih rendah jika
kritis melalui mengenali dan memperoleh
dibandingkan dengan kelompok eksperimen
unsur
menarik
sebesar 58,947.
kesimpulan yang masuk akal, memecahkan
Tahap
yang diperlukan untuk
kritis
pengaturan
diri
(self
Aspek pengaturan
selanjutnya
adalah
kuis
dugaan dan hipotesis, mempertimbangkan
individual
informasi yang relevan dan mengurangi
pembelajaran berlangsung satu KD.
konsekuensi yang ditimbulkan dari data,
diberikan kepada siswa berupa soal uraian.
pernyataan,
prinsip,
keyakinan,
opini,
yang
dilakukan
setelah
Kuis
bukti,
penilaian,
Tahap ini memperlihatkan sejauh mana
konsep,
deskripsi,
siswa dapat memahami materi yang telah
pernyataan, atau bentuk-bentuk representasi
mereka pelajari. Tahap yang terakhir yaitu
lainnya.
pemberian recognisi tim bagi tim atau
Hasil
kegiatan
diskusi
dan
kelompok
kolaboratif
yang
aktif
dan
eksperimen yang telah dilakukan melalui
mengalami peningkatan skor kemajuan, baik
kerja
kemudian
skor individu dalam kelompok maupun skor
dipresentasikan di depan kelas. Presentasi
kelompok. Gagasan dibalik skor kemajuan
kelas bertujuan agar guru mampu memantau
individual,
perolehan konsep siswa, memperbaiki, serta
penghargaan untuk menanamkan pada diri
menguatkan
siswa bahwa keberhasilan belajar akan
kelompok
kolaboratif
konsep
siswa
yang
telah
skor
tim,
dan
pemberian
46
Nova Indri Utami-Kemampuan Berpikir Kritis dengan Pembelajaran Konstruktivis-Kolaboratif
dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi
dicapai apabila mereka belajar lebih giat dan
yang dilakukan oleh Gitakarma, dkk (2012)
memberikan kinerja yang lebih baik dari
yang
sebelumnya.
pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan
model
Konstruktivis-
menyatakan
bahwa
melalui
Kolaborasi-Konstruktivisme
mampu meningkatkan hasil pembelajaran
termasuk kemampuan berpikir.
Kolaboratif dapat melatihkan komponenkomponen
kemampuan
berpikir
siswa
Kesimpulan
terutama kemampuan berpikir kritis siswa.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
Prayitno, dkk (2012) menyatakan bahwa
disimpulkan bahwa model Konstruktivis-
model
Kolaboratif berpengaruh nyata terhadap
pembelajaran
Kolaboratif
Konstruktivis-
mengusung
awal
kemampuan berpikir kritis siswa kelas X
akomodasi,
SMA Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran
ketidakseimbangan kognitif, dan scaffolding
2012/2013 yang meliputi aspek interpretasi,
yang
analisis, evaluasi, kesimpulan, penjelasan,
(skemata),
konsepsi
asimilasi,
menuntut
siswa
belajar
mengkonstruksi konsep atau pengetahuan
dan pengaturan diri.
dengan diskusi atau bekerjasama dalam
kelompok
kolaboratif,
sehingga
model
tersebut mampu melatihkan kemampuan
berpikir kritis siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa
penerapan
model
pembelajaran
berbasis Konstruktivis-Kolaboratif dalam
pembelajaran biologi mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Setyaningsih (2009) dan Indrawati
(2007)
yang
menyatakan
terdapat
peningkatan kemampuan berpikir kritis
mahasiswa dan siswa melalui pembelajaran
konstruktivis.
Penelitian
lain
yang
mendukung penelitian ini adalah penelitian
Daftar Pustaka
Amri, S., & Ahmadi, I. K. (2010). Proses
Pembelajaran Inovatif dan Kreatif
dalam Kelas. Jakarta:
Prestasi
Pustaka.
Dillenbourg, P. (1999). What do you mean
by 'collaborative? . Switzerland:
University of Geneva.
Facione, P.A. (2013). Critical Thinking:
What It Is and Why It Counts .
California: Measured Reason and
The California Academic Press.
Gitakarma, M. S., & Tjahyanti, L. P. (2012).
Modifikasi Claroline dengan
Metode Pembelajaran ComputerSupported Collaborative Learning
(CSCL) Berbasis Konstruktivisme.
Jurnal Nasional Pendidikan Teknik
Jurnal Pendidikan Biologi Vol 7, No 3, hal 37-48
Informatika (JANAPATI) , 1 (1), 3746.
Indrawati,
S.
(2007).
Peningkatan
Kemampuan Bernalar Siswa Didik
Melalui
Pembelajaran
Konstruktivisme.
Jurnal
Pembangunan Manusia , Vol.5.
Liliasari. (2006). Peningkatan Kualitas
Guru Sains Melalui Pengembangan
Keterampilan
Berpikir
Tingkat
Tinggi.
Lunney, M., Frederickson, K., Spark, A.,
&
Duffie,
M.
G.
(2007).
Facilitating
Critical
Thinking
Through Online Courses. Journal
of
Asynchronous Learning
Networks , 12 (3-4), 85-96.
Prayitno, B. A., Sugiharto, B., & Suciati.
(2012).
Model
Pembelajaran
Berbasis
KonstruktivisKolaboratif. Laporan Penelitian
Hibah Tidak Dipublikasikan.FKIP
Universitas Sebelas
Maret,
Surakarta.
Prayitno, B. A., Sugiharto, B., & Suciati.
(2012).
Pengembangan
Model
Pembelajaran Berbasis KonstruktivisKolaboratif untuk Memberdayakan
Kemampuan Berpikir Kritis dan
Keterampilan Proses Sains Siswa
Akademik Bawah. Laporan Penelitian
Hibah Tidak Dipublikasikan. FKIP
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Setyaningsih, N. (2009). Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis Dan
Kreatif Mahasiswa Dalam Pemecahan
Masalah Pengantar Dasar Matematika
Melalui Pendekatan Pembelajaran
Berbasis Konstruktivis. Jurnal Varia
Pendidikan, 21(1), 12-23.
Trianto.
(2010).
Mendesain
Model
Pembelajaran
Inovatif-Progresif:
Konsep,
Landasan,
dan
Implementasinya pada Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP). Jakarta: Kencana.
Turuk, M. C. (2008). The Relevance And
Implications
Of
Vygotsky’s
Sociocultural Theory In The Second
Language Classroom. Jurnal Arecls ,
Vol.5, 244-262.
Wenno, I.H. (2008). Strategi Belajar
Mengajar
Sains
Berbasis
Kontekstual.
Yogyakarta:
Inti
Media.
Yamin, M. (2008). Paradigma Pendidikan
Kontruktivistik.
Jakarta:
Gaung
Persada Press.
48