S PEA 1104263 Chapter1

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuataan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk meningkatkan sumber daya manusia, salah satu cara yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan, baik prestasi belajar siswa maupun kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Upaya meningkatkan mutu pendidikan merupakan prioritas dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan nasional. Banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya peningkatan mutu pembelajaran akuntansi masih terus diupayakan. Untuk menunjang keberhasilan pembangunan pendidikan, pemerintah Jawa Barat telah melakukan berbagai upaya antara lain: menjamin pelaksanaan pendidikan di sekolah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah, dan memfasilitasi peningkatan kinerja lembaga pendidikan dasar, menengah, dan atas di wilayah Propinsi Jawa Barat. Upaya peningkatan mutu pendidikan juga digalakkan oleh pemerintah kota Bandung, seperti peningkatan kualitas guru, peningkatan dalam pemakaian metode pembelajaran, peningkatan sarana, dan peningkatan kualitas belajar. Dalam hal peningkatan mutu pendidikan, guru juga ikut memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas siswa dalam pembelajaran Akuntansi di sekolah. Guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan merencanakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa terlibat lebih aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilakunya


(2)

(Afiatin, 2011: 1). Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip pembelajaran yaitu prinsip Keterlibatan Langsung/Berpengalaman. “Prinsip ini (Prinsip Keterlibatan Langsung/Berpengalaman) berhubungan dengan prinsip aktivitas, bahwa setiap individu harus terlibat secara langsung untuk mengalaminya” (Tim pengembang MKDP, 2011: 185). Selain itu, prinsip belajar adalah berbuat (Learning by Doing) juga sangat relevan, karena prinsip ini mempunyai makna bahwa belajar bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat sambil duduk di bangku, akan tetapi belajar adalah proses beraktivitas (Sanjaya, 2008: 30). Sardiman (Nurfaidah et al, 2011: 33) mengatakan bahwa tanpa adanya aktivitas siswa, proses belajar tidak akan mungkin berlangsung dengan baik. Menurut Sophocles (Warsono dan Hariyanto, 2013: 3), “Seseorang harus belajar dengan cara melakukan sesuatu, Anda tidak akan memiliki kepastian tentang hal tersebut sampai Anda mencoba melakukan sendiri.” Dengan kata lain, untuk memperoleh pengetahuan, siswa harus aktif mengalaminya sendiri. Lebih lanjut lagi Zuckerman (Warsono dan Hariyanto, 2013: 4), “Para pakar meyakini bahwa belajar akan diperoleh melalui pengalaman (learning for experience), melalui pembelajaran aktif (active learning), dan dengan cara melakukan interaksi dengan bahan ajar maupun dengan orang lain.

Pendapat para ahli di atas menunjukkan pentingnya siswa aktif dalam pembelajaran. Siswa dikatakan belajar jika mereka aktif ikut mengalaminya sendiri semua proses pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 125) siswa yang aktif digolongkan berdasarkan persentase keaktifan, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1 Kategori Keaktifan Siswa

Skala Keaktifan Kategori

80 atau lebih Sangat baik

60-79,99 Baik

40-59,99 Cukup

20-39,99 Kurang

0-19,99 Sangat kurang

Sumber: Dimyati dan Mudjiono (2009: 125)

Di bawah ini peneliti memiliki data keaktifan siswa pada mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa di SMK Daarut Tauhiid Boarding School. Data ini


(3)

yang dijadikan dasar peneliti melakukan penelitian mengenai keaktifan siswa di SMK Daarut Tauhiid Boarding School.

Tabel 1.2 Tingkat keaktifan Siswa pada Mata Pelajaran Akuntansi Perusahaan Jasa Kelas X Akuntansi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School

Kelas Jumlah

Siswa

Persentase (tingkat keaktifan

siswa)

Kategori

X Akuntansi C 22 siswa 32,32% Kurang

X Akuntansi D 22 siswa 33,83% Kurang

Jumlah 44 siswa

(Sumber: observasi,data diolah)

Dari keseluruhan data tingkat keaktifan siswa yang didapatkan oleh peneliti dengan cara observasi dengan guru akuntansi pada tanggal 27 November 2014 dalam mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa masih kurang, data yang dikumpulkan diperoleh dari 2 kelas X Akuntansi yang berbeda, dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tingkat keaktifan siswa dalam belajar akuntansi masih kurang yaitu dibawah 40%, hal ini disimpulkan berdasarkan kategori keaktifan pada tabel Tingkat keaktifan siswa di kelas X Akuntansi C sebesar 32,32%, kelas X Akuntansi C tingkat keaktifannya masuk kategori kurang. Sedangkan di kelas X Akuntansi D sebesar 33,83 %, dan masuk kategori kurang. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan tanggal 27 November 2014 penelitian di SMK Daarut Tauhid Boarding School tampak bahwa selama pelaksanaan pembelajaran Akuntansi, intensitas penggunaan model pembelajaran konvensional, serta metode ceramah dan latihan masih terlalu sering dilakukan oleh guru yang bersangkutan. Guru melakukan ceramah untuk memberikan materi pelajaran pada siswa, dan di sisi lain siswa duduk diam dan memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru tersebut. Selanjutnya, karena materi Akuntansi cenderung lebih banyak berhitung, maka guru pada saat mengajar sering menggunakan metode latihan sebagai variasi mengajar. Guru sering mengandalkan dua metode mengajar tersebut untuk digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran Akuntansi dan kurang memberikan variasi mengajar yang lain. Komunikasi yang terjalin selama pembelajaran cenderung satu arah


(4)

saja, yaitu dari guru ke siswa. Pembelajaran Akuntansi yang ada menjadi monoton dan kurang optimal.

Proses pembelajaran akuntansi diatas dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. hal ini dikarenakan bahwa hasil belajar merupakan instrumental input, raw input, expected output, dan environmental input. Hal tersebut menurut teori Loree (Djamarah, 2002:141-142) dengan mengembalikan kepada tiga komponen utama proses belajar mengajar yang harus diperhatikan oleh setiap guru yang bertugas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar mengajar (PBM) ialah komponen-komponen; (S) Stimulus, (O) Organisme, (R)

Response dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1.1 Komponen Proses Belajar Mengajar Sumber: Djamarah, 2002:141-142

Dengan lingkungan non sosial siswa yang bersistem asrama mengakibatkan siswa jauh dari keluarga, ada kecenderungan siswa ingin pulang ke rumah sehingga mempengaruhi aspek psikologis siswa dalam keaktifan belajar dan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran. Jam sekolah siswa di SMK Daarut Tauhiid Boarding School adalah pukul 07.15 hingga 15.00. Dengan jam sekolah yang lumayan padat, siswa juga sedikit terbebani dengan banyaknya

Raw Input (Siswa) Kapasitas IQ, bakat

khusus, motivasi N Ach, minat, kematangan, kesiapan, sikap,

Expected Output (Hasil Belajar yang diharapkan

Instrumental Input(Guru, metode, teknik, media, bahan, sumber, sarana)

PROSES

BELAJAR

MENGAJAR

Environmental Input(Sosial, fisik,


(5)

tugas yang diberikan guru sehingga setelah kegiatan belajar mengajar selesai, siswa harus menyelesaikan tugas-tugasnya hingga jam tidur mereka yang dijadwalkan paling lambat pukul 22.00, kadang-kadang diatas pukul 22.00 siswa masih belum tidur karena masih harus mengerjakan tugas. Setiap hari siswa dijadwalkan bangun tidur pukul 04.00. Dengan keadaan seringnya siswa tidur hingga larut malam karena menyelesaikan tugas, biasanya siswa keesokan harinya kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Keadaan di atas memberikan dampak yang besar terhadap aktivitas dan keaktifan siswa dalam mata pelajaran akuntansi. Keberhasilan dalam pendidikan akan terwujud apabila terdapat proses pembelajaran yang efektif. Proses pembelajaran yang efektif akan membuat siswa aktif selama proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan Yamin (2007:81-82) bahwa “belajar aktif ditandai bukan hanya melalui aktivitas peserta didik secara fisik, namun juga aktivitas mental”.

Kurangnya keaktifan siswa dalam belajar sering menyebabkan kegagagalan dalam belajar dan hasil belajar yang tidak optimal. Keberhasilan guru dalam membuat siswa aktif dalam pembelajaran masih belum maksimal karena proses pembelajaran masih bersifat teacher centered. Sehingga siswa tidak memiliki sikap positif dan tidak aktif terhadap pelajaran akuntansi yang disampaikan oleh guru, mereka sering beranggapan bahwa belajar akuntansi itu susah dan membosankan, sehingga proses belajar mengajar yang berlangsung menjadi kurang menyenangkan dan tidak berkesan.

Keaktifan siswa merupakan salah satu prinsip utama dalam proses pembelajaran. Belajar adalah berbuat, oleh karena itu tidak ada belajar tanpa aktivitas. Pengalaman belajar hanya dapat diperoleh jika siswa aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu keaktifan siswa penting dalam proses pembelajaran sebab pengetahuan, keterampilan, dan sikap tidak dapat diterima begitu saja tetapi harus siswa yang mengolahnya sesuai kemauan, kemampuan dan bakat. Keaktifan siswa selama proses belajar sangat tergantung pada interaksi siswa dengan lingkungannya. Sebagaimana dikemukakan Joni (Sudjana, 2008:25). “Peristiwa belajar terjadi apabila subjek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru”. Keterlibatan


(6)

siswa secara langsung diharapkan menjadikan siswa lebih aktif dalam aktivitas belajarnya dan hasil belajar siswa dapat mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. Salah satu tujuan pembelajaran Akuntansi di SMK adalah menghasilkan lulusan yang mempunyai kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan vokasional seringkali disebut “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan vokasional akan terwujud apabila pada proses pembelajaran siswa mempunyai aktivitas belajar dan keaktifan yang tinggi.

Untuk mengoptimalkan keaktifan siswa dalam pembelajaran akuntansi, diperlukan suatu alternatif pembelajaran untuk menjaga semangat belajar dan keaktifan siswa. Salah satu upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa adalah mencari pendekatan dan metode yang cocok dengan kondisi siswa. Menurut Nikmah (2013: 4) pendekatan dan metode yang dipilih guru harus berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara aktif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar aktif dan menyenangkan sehingga dapat meraih hasil belajar yang optimal. Salah satu model pembelajaran yang berperan dalam meningkatkan kerjasama dan keaktifan siswa adalah penerapan model kooperatif. Model pembelajaran ini mengacu pada ragam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling menolong, berdiskusi dan berpendapat serta saling melatih pengetahuan masing-masing. Model pembelajaran kooperatif merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru. Kondisi seperti inilah yang diharapkan agar interaksi berjalan dengan baik demi kelancaran pembelajaran akuntansi. Materi akuntansi merupakan materi pembelajaran jenis konsep dan praktik keterampilan (vocational skills) yaitu segala sesuatu yang berwujud pengertian yang timbul sebagai hasil pemikiran serta penerapan konsep yang sudah didapat di kelas dengan menjalankan praktikum.

Berdasarkan studi penelitian yang dilakukan oleh Nuansa Ayu Febrina dan Isroah (2012) dengan judul “Peningkatan Aktivitas Belajar Akuntansi Melalui


(7)

Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada Siswa Kelas X Ak 3 Program Keahlian Akuntansi SMK Batik Perbaik Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas belajar akuntansi dari siklus I ke siklus II (Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 2012). Penelitian lain yaitu dilakukan Denik Arikha, Ngadiman, dan Elvia Ivada (2013) dengan judul “Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 3 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2012/2013”. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran siswa dari sebelum tindakan ke siklus I dan dari siklus I ke siklus II. Proses pembelajaran sebelum dilakukan tindakan masih berpusat pada guru sehingga keaktifan siswa kurang dan hal itu berdampak pada kurangnya pemahaman siswa yang membuat ketuntasan hasil belajar kurang. Peningkatan terjadi pada siklus I. Keaktifan siswa serta ketuntasan hasil belajar siswa meningkat walaupun belum optimal. Pelaksanaan siklus II menyebabkan keaktifan siswa dan ketuntasan hasil belajar meningkat menjadi tinggi sehingga bisa mendukung suatu pembelajaran yang berkualitas.

Dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran dapat diatasi dengan menggunakan model pembelajaran tipe kooperatif tipe STAD. Karena kesesuaiannya dengan permasalahan yang dihadapi kelas X.C Akuntansi SMK Daarut Tauhiid Bandung. Banyak jenis model pembelajaran kooperatif yang telah dikenal orang, antara lain: Jigsaw, Think Pair Share, Number Head Together, Two Stay Two Stray, STAD (Student Teams Achievement Divison), dll. Dari berbagai tipe

cooperative learning, peneliti memilih untuk penerapan tipe STAD. STAD adalah salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya kerjasama siswa secara berkelompok dalam memecahkan suatu masalah untuk mencapai tujuan belajar. Slavin (2008: 12) menyebutkan bahwa “gagasan utama dari STAD adalah adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu siswa lain dalam menguasai kemampuan yang


(8)

diajarkan oleh guru.” Pembelajaran dengan model STAD mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan bagi siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran yang demikian akan mampu membangkitkan semangat bagi siswa untuk belajar sehingga akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa yang optimal. Terdapat beberapa faktor yang menjadikan model ini mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Faktor tersebut adalah karakter STAD sebagai model pembelajaran yang menuntut kerjasama, pembelajaran berpusat pada siswa (student centered), dan adanya penghargaan bagi tim terbaik.

Tipe STAD sangat menekankan pada kerjasama dalam kelompok belajar. Hal ini akan menuntut siswa untuk saling membantu, memberi motivasi, dan saling percaya satu sama lain. Pembelajaran yang menekankan pada kerjasama akan memberi kesempatan kepada siswa secara bekerja sama, berbagi pendapat, pengetahuan, pengalaman, mendengarkan pendapat orang lain, saling memotivasi dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam model pembelajaran tipe STAD, siswa belajar dengan cara membentuk kelompok yang anggotanya 4 siswa secara heterogen, setelah guru memberikan tugas kepada kelompok setiap anggota kelompok akan berusaha mempelajarinya dan yang sudah bisa memahami materi membantu anggota yang lain. Keunggulan pembelajaran tipe STAD ini adalah kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD peneliti berupaya untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pelajaran akuntansi. Metode STAD dipilih karena metode pembelajaran tersebut merupakan salah satu model kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Untuk materi penelitian yaitu jurnal umum, karena berdasarkan hasil wawancara dengan guru Akuntansi Perusahaan Jasa di SMK Daarut Tauhiid


(9)

Boarding School materi yang paling sulit diserap siswa dalam pembelajaran akuntansi adalah materi Jurnal Umum. Materi ini menjelaskan tentang langkah-langkah pencatatan jurnal, mekanisme mendebet dan mengkredit, dan membuat jurnal umum dari berbagai jenis transaksi. Penyesuaian pembelajaran pada materi ini menggunakan pembelajaran aktif, membuat siswa dapat memahami materi lebih baik sehingga dapat menghasilkan informasi keuangan yang mudah dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan serta siswa dapat mencatat transaksi keuangn perusahaan jasa ke dalam jurnal umum dengan menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, responsif dan proaktif dalam berinteraksi secara efektif dalam lingkungan sosial sesuai dengan prinsip etika profesi bidang akuntansi. Melalui model cooperative learning tipe STAD yang menekankan pada kerjasama dalam kelompok belajar akan memberi kesempatan kepada siswa bekerja sama mengidentifikasi bukti transaksi yang akan dicatat ke jurnal umum, kemudian berbagi pendapat dalam menganalisis pencatatan transaksi dan menyimpulkan informasi tentang pencatatan transaksi ke dalam jurnal umum. Melalui model cooperative learning tipe STAD, siswa juga dapat saling memotivasi dan saling membantu anggota yang lain dalam memahami materi lebih baik guna mencapai prestasi yang maksimal dalam pembelajaran akuntansi. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka judul yang peneliti angkat dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Penerapan Cooperative Learning

Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap Keaktifan Siswa Pada Mata Pelajaran Akuntansi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Rendahnya tingkat keaktifan siswa merupakan adanya permasalahan dalam pembelajaran akuntansi yang harus segera dicarikan solusinya. Karena menurut Sudjana (2010: 5) “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”. Kadar keaktifan belajar siswa yang optimal menyebabkan siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal juga. Proses pembelajaran menuntut keaktifan dan partisipasi siswa seoptimal mungkin sehingga mampu mengubah tingkat


(10)

laku siswa secara lebih efektif dan efisien. Jika siswa memiliki tingkat keaktifan rendah maka proses pembelajaran siswa di kelas diduga akan berjalan kurang optimal. Gagne dan Briggs (2009: 35) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, yaitu:

1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada

peserta didik).

3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik.

4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).

5) Memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya. 6) Memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran

7) Memberi umpan balik (feedback)

8) Melakukan tagihan-tagihan terhadap peserta didik berupa tes, sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur. 9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir

pembelajaran.

Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran di atas diaplikasikan melalui sintaks rancangan model pembelajaran. Sintaks dari suatu model pembelajaran menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan dalam suatu kegiatan pembelajaran dan menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa saja yang harus dilakukan oleh guru atau siswa sehingga dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan dalam belajar. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar aktif dan menyenangkan sehingga dapat meraih hasil belajar yang optimal. Salah satu model pembelajaran yang berperan dalam meningkatkan keaktifan siswa adalah penerapan model kooperatif. Model pembelajaran ini mengacu pada ragam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling menolong, berdiskusi dan berpendapat serta saling melatih pengetahuan masing-masing. Model


(11)

pembelajaran kooperatif merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru. Kondisi seperti inilah yang diharapkan agar interaksi berjalan dengan baik demi kelancaran pembelajaran akuntansi.

Dari berbagai tipe cooperative learning, peneliti memilih untuk penerapan tipe STAD karena STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2009: 143). Pembelajaran dengan model STAD mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan bagi siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran yang demikian akan mampu membangkitkan semangat bagi siswa untuk belajar sehingga akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa yang optimal.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang terjadi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan keaktifan siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah penerapan cooperative learning tipe STAD.

D. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keaktifan siswa dengan menggunakan cooperative learning tipe STAD. Adapun penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan keaktifan siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah penerapan cooperative learning tipe STAD di SMK Daarut Tauhiid Boarding School.


(12)

E. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu: 1. Secara teoritis

Memberikan manfaat kepada semua pihak,terutama pihak-pihak yang langsung berkontribusi dalam penerapan model pembelajaran

cooperative learning tipe STAD. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang cooperative learning tipe STAD.

2. Secara praktis

a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan serta keterampilan dalam menerapkan cooperative learning pada kegiatan pembelajaran akuntansi selanjutnya

b. Bagi siswa, metode pembelajaran tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran akuntansi

c. Bagi guru, sebagai cara untuk dapat memperbaiki metode belajar mengajar dan dapat memecahkan permasalahan pembelajaran akuntansi yang dihadapi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

d. Bagi sekolah, sebagai upaya bagi sekolah untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School.


(1)

Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement

Division (STAD) pada Siswa Kelas X Ak 3 Program Keahlian Akuntansi SMK

Batik Perbaik Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dari hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas belajar akuntansi dari siklus I ke siklus II (Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 2012). Penelitian lain yaitu dilakukan Denik Arikha, Ngadiman, dan Elvia Ivada (2013) dengan

judul “Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi Melalui Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas XI IPS 2 SMA

Negeri 3 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2012/2013”. Dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran siswa dari sebelum tindakan ke siklus I dan dari siklus I ke siklus II. Proses pembelajaran sebelum dilakukan tindakan masih berpusat pada guru sehingga keaktifan siswa kurang dan hal itu berdampak pada kurangnya pemahaman siswa yang membuat ketuntasan hasil belajar kurang. Peningkatan terjadi pada siklus I. Keaktifan siswa serta ketuntasan hasil belajar siswa meningkat walaupun belum optimal. Pelaksanaan siklus II menyebabkan keaktifan siswa dan ketuntasan hasil belajar meningkat menjadi tinggi sehingga bisa mendukung suatu pembelajaran yang berkualitas.

Dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran dapat diatasi dengan menggunakan model pembelajaran tipe kooperatif tipe STAD. Karena kesesuaiannya dengan permasalahan yang dihadapi kelas X.C Akuntansi SMK Daarut Tauhiid Bandung. Banyak jenis model pembelajaran kooperatif yang telah dikenal orang, antara lain: Jigsaw, Think Pair Share, Number Head Together, Two Stay Two Stray, STAD (Student Teams Achievement Divison), dll. Dari berbagai tipe cooperative learning, peneliti memilih untuk penerapan tipe STAD. STAD adalah salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya kerjasama siswa secara berkelompok dalam memecahkan suatu masalah untuk

mencapai tujuan belajar. Slavin (2008: 12) menyebutkan bahwa “gagasan utama

dari STAD adalah adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu siswa lain dalam menguasai kemampuan yang


(2)

diajarkan oleh guru.” Pembelajaran dengan model STAD mampu menciptakan

pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan bagi siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran yang demikian akan mampu membangkitkan semangat bagi siswa untuk belajar sehingga akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa yang optimal. Terdapat beberapa faktor yang menjadikan model ini mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Faktor tersebut adalah karakter STAD sebagai model pembelajaran yang menuntut kerjasama, pembelajaran berpusat pada siswa (student centered), dan adanya penghargaan bagi tim terbaik.

Tipe STAD sangat menekankan pada kerjasama dalam kelompok belajar. Hal ini akan menuntut siswa untuk saling membantu, memberi motivasi, dan saling percaya satu sama lain. Pembelajaran yang menekankan pada kerjasama akan memberi kesempatan kepada siswa secara bekerja sama, berbagi pendapat, pengetahuan, pengalaman, mendengarkan pendapat orang lain, saling memotivasi dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam model pembelajaran tipe STAD, siswa belajar dengan cara membentuk kelompok yang anggotanya 4 siswa secara heterogen, setelah guru memberikan tugas kepada kelompok setiap anggota kelompok akan berusaha mempelajarinya dan yang sudah bisa memahami materi membantu anggota yang lain. Keunggulan pembelajaran tipe STAD ini adalah kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD peneliti berupaya untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pelajaran akuntansi. Metode STAD dipilih karena metode pembelajaran tersebut merupakan salah satu model kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Untuk materi penelitian yaitu jurnal umum, karena berdasarkan hasil wawancara dengan guru Akuntansi Perusahaan Jasa di SMK Daarut Tauhiid


(3)

Boarding School materi yang paling sulit diserap siswa dalam pembelajaran akuntansi adalah materi Jurnal Umum. Materi ini menjelaskan tentang langkah-langkah pencatatan jurnal, mekanisme mendebet dan mengkredit, dan membuat jurnal umum dari berbagai jenis transaksi. Penyesuaian pembelajaran pada materi ini menggunakan pembelajaran aktif, membuat siswa dapat memahami materi lebih baik sehingga dapat menghasilkan informasi keuangan yang mudah dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan serta siswa dapat mencatat transaksi keuangn perusahaan jasa ke dalam jurnal umum dengan menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, responsif dan proaktif dalam berinteraksi secara efektif dalam lingkungan sosial sesuai dengan prinsip etika profesi bidang akuntansi. Melalui model cooperative learning tipe STAD yang menekankan pada kerjasama dalam kelompok belajar akan memberi kesempatan kepada siswa bekerja sama mengidentifikasi bukti transaksi yang akan dicatat ke jurnal umum, kemudian berbagi pendapat dalam menganalisis pencatatan transaksi dan menyimpulkan informasi tentang pencatatan transaksi ke dalam jurnal umum. Melalui model cooperative learning tipe STAD, siswa juga dapat saling memotivasi dan saling membantu anggota yang lain dalam memahami materi lebih baik guna mencapai prestasi yang maksimal dalam pembelajaran akuntansi. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka judul yang peneliti

angkat dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Penerapan Cooperative Learning

Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap Keaktifan Siswa Pada Mata Pelajaran Akuntansi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Rendahnya tingkat keaktifan siswa merupakan adanya permasalahan dalam pembelajaran akuntansi yang harus segera dicarikan solusinya.

Karena menurut Sudjana (2010: 5) “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”. Kadar keaktifan

belajar siswa yang optimal menyebabkan siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal juga. Proses pembelajaran menuntut keaktifan dan partisipasi siswa seoptimal mungkin sehingga mampu mengubah tingkat


(4)

laku siswa secara lebih efektif dan efisien. Jika siswa memiliki tingkat keaktifan rendah maka proses pembelajaran siswa di kelas diduga akan berjalan kurang optimal. Gagne dan Briggs (2009: 35) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, yaitu:

1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada

peserta didik).

3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik.

4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).

5) Memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya. 6) Memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran

7) Memberi umpan balik (feedback)

8) Melakukan tagihan-tagihan terhadap peserta didik berupa tes, sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur. 9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir

pembelajaran.

Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran di atas diaplikasikan melalui sintaks rancangan model pembelajaran. Sintaks dari suatu model pembelajaran menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan dalam suatu kegiatan pembelajaran dan menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa saja yang harus dilakukan oleh guru atau siswa sehingga dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan dalam belajar. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar aktif dan menyenangkan sehingga dapat meraih hasil belajar yang optimal. Salah satu model pembelajaran yang berperan dalam meningkatkan keaktifan siswa adalah penerapan model kooperatif. Model pembelajaran ini mengacu pada ragam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling menolong, berdiskusi dan berpendapat serta saling melatih pengetahuan masing-masing. Model


(5)

pembelajaran kooperatif merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru. Kondisi seperti inilah yang diharapkan agar interaksi berjalan dengan baik demi kelancaran pembelajaran akuntansi.

Dari berbagai tipe cooperative learning, peneliti memilih untuk penerapan tipe STAD karena STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2009: 143). Pembelajaran dengan model STAD mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan bagi siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran yang demikian akan mampu membangkitkan semangat bagi siswa untuk belajar sehingga akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa yang optimal.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang terjadi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan keaktifan siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah penerapan cooperative learning tipe STAD.

D. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keaktifan siswa dengan menggunakan cooperative learning tipe STAD. Adapun penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan keaktifan siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah penerapan cooperative learning tipe STAD di SMK Daarut Tauhiid Boarding School.


(6)

E. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu: 1. Secara teoritis

Memberikan manfaat kepada semua pihak,terutama pihak-pihak yang langsung berkontribusi dalam penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang cooperative learning tipe STAD.

2. Secara praktis

a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan serta keterampilan dalam menerapkan cooperative learning pada kegiatan pembelajaran akuntansi selanjutnya

b. Bagi siswa, metode pembelajaran tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran akuntansi

c. Bagi guru, sebagai cara untuk dapat memperbaiki metode belajar mengajar dan dapat memecahkan permasalahan pembelajaran akuntansi yang dihadapi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

d. Bagi sekolah, sebagai upaya bagi sekolah untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School.