PENGARUH METODE DAKWAH MAUIDHAH HASANAH TERHADAP SPIRITUALITAS SANTRI DI YAYASAN PONDOK PESANTREN DARUL MUSTAGHITSIN LAMONGAN.

(1)

i

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Moh. Hisyam Ali Masfu’ NIM. B91212072

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2016


(2)

ii

PENGARUH METODE DAKWAH MAUIDHAH HASANAH

TERHADAP SPIRITUALITAS SANTRI DI YAYASAN PONDOK

PESANTREN DARUL MUSTAGHITSIN LAMONGAN

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Moh. Hisyam Ali Masfu’ NIM. B91212072

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2016


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

viii

Moh. Hisyam Ali Masfu’, NIM. B91212072, Pengaruh Metode Dakwah Mauidhah Hasanah Terhadap Spiritualitas Santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan. Skripsi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Metode Dakwah, Dakwah Muaidhah Hasanah, Spiritualitas. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah : (1) Adakah Pengaruh Metode Dakwah Mauidhah Hasanah terhadap spiritualis santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan ? (2) Sejauh mana Pengaruh Metode Dakwah Mauidhah Hasanah terhadap spiritualis santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan ?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif deskriptif. Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumenter dan kuesioner baik untuk variable bebas (X) dan variable terikat (Y), dengan mengambil sampel 24 orang. Setelah data terkumpul dan dihitung, kemudian di analisa dengan menggunakan rumus korelasi Person Product Moment.

Berdasarkan permasalahan yang di paparkan di atas, setelah di analisis dapat di simpulkan bahwa: (1) Bahwa Hipotesis Kerja (Ha) diterima, yang berarti ada pengaruh Metode Dakwah Mauidhah Hasanah Terhadap Spiritualitas Santri Di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan. Derajat pengaruhnya sebesar 0,583 berada diatas table r Product Moment pada 5% r tabel = 0,432 dan taraf signifikan 1% r table = 0,537 serta berada pada interval 0,40-0 ,599 yang berarti antara variable (X) dan variable (Y) terdapat hubungan yang sedang. Sedangkan besar pengaruhnya adalah 33.9%.

Dalam hal ini, peneliti berharap kepada para peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan sampel yang lebih besar.


(8)

ix DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 9

D.Manfaat Penelitian ... 9

E. Hipotesis Penelitian ... 10

F. Definisi Operasional ... 11

G.Sistematika Pembahasan ... 15 BAB II KERANGKA TEORITIK


(9)

x

A.Kajian Pustaka ... 17

1. Tinjuan Tentang Metode Dakwah Mauidhah Hasanah ... 17

1.1 Metode Dakwah ... 17

1.2 Metode Dakwah Mauidhah Hasanah ... 23

1.3 Ruang Lingkup Mauidhah Hasanah ... 25

2. Tinjuan Tentang Spiritualitas Santri ... 35

2.1 Pengertian Spiritualitas ... 35

2.2 Ciri-ciri Spiritualitas ... 39

2.3 Langkah-langkah Menigkatkan Spiritualitas ... 41

2.4 Aspek-aspek Spiritualitas ... 44

2.5 Kompentensi Spiriualitas ... 45

B. Kajian Teoritik ... 46

1. Teori Patron Kalien ... 46

C. Penelitian Terdahulu ... 51

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 55

B.Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 57

1. Populasi ... 58

2. Sampel ... 58

3. Teknik Sampling ... 58


(10)

xi

1. Observasi ... 58

2. Interview (wawancara) ... 59

3. Dokumentasi ... 59

4. Angket ... 59

D.Instrumen Peneltian ... 60

1. Instrumen Penelitian ... 60

2. Validitas ... 61

3. Relialibilitas ... 65

E.Teknik Pengolah Data ... 66

1. Editing ... 66

2. Klasifikasi Data ... 67

3. Skoring ... 67

4. Tabulasi Data ... 68

F. Teknik Analisis Data ... 69

1. Mean dari Hasil masing-masing Variabel ... 69

2. Teknik Analisa Product Moment ... 71

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A.Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 75

1. Profil Yayasan PonPes Darul Mustaghitsin Lamongan ... 75

2. Visi Misi PonPoes Darul Mustaghitsin Lamongan ... 77


(11)

xii

4. Tata Tertib dan Peraturan Ponpes Darul Mustaghitsin Lamongan 79

5.Alumni Ikatan Santri Darul Mustaghitsin Lamongan ... 90

B.Penyajian Data ... 90

1. Penyajian Data Interview dan Observasi ... 91

2. Penyajian Data Angket ... 92

a. Data Metode Dakwah Mauidhah Hasanah ... 93

b. Data Spiritualitas Santri ... 94

C. Analisis Data 1. Analisis Pendahuluan ... 96

2. Analisis Hipoitesis ... 98

3. Analisis Lanjutan ... 102

D. Pembahaasan Hasil ... 102

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 106

B.Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya, selalu ingin mengerti apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi di dalam dirinya. Dengan rasa ingin tahu memaksa manusia berkomunikasi sesama makhluk. Sejak lahir, manusia sebagai makhluk homo sociologis (makhluk sisiologi), yaitu manusia yang hidup bersama manusia lainnya, hidup berdampingan dengan masyarakat, dari pagi sampai malam manusia sangat terlibat dengan proses berkomunikasi. Terjadinya komunikasi bukti konsekuensi dan eksistensi terjadinya interaksi sosial1atau hubungan sosial dalam masyarakat.

Singkatnya, segala hal yang diungkapkan seseorang dalam melakukan komunikasi merupakan pesan tersediri. Itulah sebabnya dimana ada kehidupan maka disitulah terdapat komunikasi.2 Dengan kata lain, manusia adalah mahluk komunikasi. Tatkala berhubungan antara sesama di ruangan publik, manusia tidak bisa dilepaskan dengan kebutuhan simbol-simbol

1

Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamanis menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan manusia yang menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Lihat Burhan Bungin, sisiologi komunikasi,

(Jakarta: Kencana 2011), 35.

2

Stepen R, Seni Mendengar Dan Komunikasi Yang Efektif, ( Perpustakaan Nasional:Klick Publishing 2011), 109.


(13)

komunikasi. Tujuannya tidak lain agar manusia satu dengan lainnya bisa saling memahami dan bekerja sama.3

Dalam pandangan islam, komunikasi dipandang sebagai karunia yang sangat besar dari Allah SWT. Kemampuan berbicara merupaka modal utama manusia untuk mewujudkan tujuan mereka diciptakan yaitu habl min Allah dan habl min al-Nas. Pada habl min Allah manusia diwajibkan beribadah kepada sang Penciptanya melalui sholat dan ibadah lainya.4 Pada pelaksanaan sholat tersendiri merupakan wujud eksistensi komunikasi yang disebut komunikasi spiritual yaitu antara manusia dengan Allah SWT.5 Pada habl min al-Nas, komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat fundamental dalam kehidupan bermasyarakat sebagai alat saling mengenal, saling melengkapi sebagai wujud persaudaraan menurut Lasswel ada tiga penyebab dasar manusia mengapa manusia berkomunikasi, yaitu hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya, upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, dan upaya melakukan transformasi warisan sosialisasi.6

Islam sebagai al-Din Allah7 merupakan manhaj al-Hayat atau way of life, acuan dan kerangka tata nilai kehidupan. Oleh karena itu, ketika komunitas muslim berfungsi sebagai sebuah komunitas yang ditegakkan di atas sendi-sendi moral iman, Islam dan taqwa serta dapat direalisasikan dan

3

Fitriani utami dewi, Public Speaking, ( Yogyakarta: Pustaja Pelajar, 2014),108-109.

4

Al-Quran 51:56.

5

Salah satu istemewa dalam kandungan surat al-fatihah adalah terjadinya dialog (komunikasi spritual manusia dengan Allah SWT). Setiap penggal ayat yang kita baca mendapat jawaban langsung dari Allah SWT. Selengkapnya lihat. Moh Ali Aziz, 60 menit terapi sholat bahagia

(Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), 87.

6

N. Syarif h, Kiat Menjadi Da’i Sukses, (Bandung:remaja Rosda Karya, 2015), 5.

7


(14)

3

dipahami secara utuh merupakan suatu komunikasi yang tidak ekslusif kerana bertindak sebagai “al-Ummah al-Wasatan”8 yaitu sebagai teladan di tengah arus kehidupan yang serba kompleks, penuh dengan dinamika perubahan, tantangan dan pilihan-pilihan yang terkadang sangat dilematis.

Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yang diturunkan kepada baginda Rasulullah Muhammad saw. untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia karena Islam itu membawa rahmat bagi seluruh alam bila diterapkan di tengah-tengah umat manusia. Oleh karenanya mengembang dakwah Islam adalah misi agung dan mulia untuk kesejahteraan umat manusia bahagia dunia dan akhirat bagi yang mengikuti dengan penuh kesungguhan dan menyeluruh.9

Dakwah sendiri adalah proses peningkatan iman dalam diri manusia sesuai dengan syariat Islam, yang dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan dan bertahap.10 Berbicara tentang hakikat dakwah sama halnya membicarakan tentang perjalanan hidup manusia. Karena itu, dakwah dan manusia selalu saling membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan. Allah SWT tidak akan menciptakan manusia kalau bukan untuk berdakwah. Dari

sini, manusia disebut sebagai “agen of chance dakwah”, karena ia adalah

8

Al baqarah 143

9

N. Syarif Fakih H, Kiat Menjadi Da’i Sukses, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2015), 5.

10


(15)

pelaku (da‟i), mad’u, bahkan sebagai mediator dakwah.11 Selain itu dakwah pada hakikatnya adalah upaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada apa yang seseorang serukan, yakni Islam. Oleh karenanya dakwah Islam tidak hanya terbatas pada aktivitas lisan semata, tetapi mencakup seluruh aktifitas lisan atau perbuatan yang ditujukan dalam rangka menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada Islam. Komitmen seorang muslim dengan dakwah Islam mengharuskan dirinya untuk memberikan contoh yang hidup dari apa yang diserukannya melalui lisannya, sekaligus memberi gambaran Islam sejati melalui keterikatannya secara benar dengan Islam itu sendiri.

Islam adalah agama dakwah, yaitu adalah agama yang selalu mendorong pemeluknya melakukan dakwah. Dakwah merupakan suatu upaya untuk menumbuhkan kecenderungan pada apa yang diserukan yaitu Islam.12

Cukup banyak langkah-langkah atau metode yang ditempuh para da‟i dalam menyampaikan dakwah, seperti ceramah diskusi, bimbingan, penyuluhan, nasehat dan panutan, yang secara keseluruhan dapat diterapkan sesuai dengan kondisi yang dihadapi. M. Quraish Shihab mengingatkan, bahwa metode yang baik tidak menjamin hasil yang baik secara otomatis.

11Muhammad Fu‟ad „Abd al

-Baqi, al jami’ al-sahih (Kairo: Maktabah Salafiyyah, t.th), 342.

12


(16)

5

Keberhasilan dakwah ditunjang oleh seperangkat syarat, baik dari pribadi da‟i

materi yang dikemukakan dan sebagainya.13

Metode Dakwah sebagaimana yang diisyaratkan dalam QS. al-Nahl (16/70): 125

ٱ د

ىلإ

بر ليبس

ب ك

ٱ ل

كح

ة

ٱ ل

ة ع

ٱ ل

ةنسح

ج

لد

ب م

ٱ

حأ يه يتَل

س

َ إ

عأ ه كَبر

هليبس ع َلض ب مل

ۦ

عأ ه

ب مل

ٱ ل

يدت

٥٢١

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk”.14

Diantaranya ialah dengan metode dakwah mauidhah hasanah. Memang, sepanjang ini metode dakwah mauidhah hasanah tidak asing lagi khususnya di lingkungan masyarakat bahkan ponpes atau pondok pesantren. Karena kegiatan belajar mengajarpun yang dilakukan oleh ponpes juga sudah termasuk mauidhah hasanah. Namun dalam kenyataannya masih banyak pondok pesantren baik formal maupun non formal yang menggunakan metode tersebut bahkan digunakan sebagai kegiatan rutinitas. Seperti yang banyak dikemukakan oleh para praktisi dakwah, bahwa metode mauidhah hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira dan lain-lain. Namun secara operasional, banyak pondok pesantren yang bervareasi dalam

13

Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an dan Pen Wahyu dalam kehidupan Masyaraka,t (Cet. X; Bandung: Mizan 1995), 194.

14


(17)

penggunaan metode dakwah tersebut. Ada yang hanya menerapkan unsur pengajaran saja, atau bahkan menggunakan unsur yang sama tapi teknik dan konsepsinya berbeda.

Manusia yang memiliki spiritual yang baik akan memiliki hubungan kuat dengan allah, sehingga akan berdampak pula kepada kepandaian dia dalam berinteraksi dengan manusia, karena dibantu oleh Allah yaitu hati manusia dijadikan cenderung kepada-Nya. Kondisi spiritual seseorang itu berpengaruh terhadap kemudahan dia dalam menjalani kehidupan ini. Jika, spiritualnya baik, maka ia menjadi orang yang paling cerdas dalam kehidupan.

Untuk itu yang terbaik bagi kita adalah memperbaiki hubungan kita kepada Allah, yaitu menguatkan sandaran vertikal kita dengan cara memperbesar takwa dan menyempurnakan tawakal serta memurnikan pengabdian kita kepada-Nya.15

Spiritual sendiri berasal dari kata spirit. Spirit mengandung arti semangat atau sikap yang mendasari tindakan manusia. Spirit sering juga diartikan sebagai ruh atau jiwa yang merupakan sesuatu bentuk energi yang hidup dan nyata. Meskipun tidak kelihatan oleh mata biasa dan tidak mempunyai badan fisik seperti manusia, spirit itu ada dan hidup. Spirit bisa diajak berkomunikasi sama seperti kita bicara dengan manusia yang lain. Interaksi dengan spirit yang hidup itulah sesungguhnya yang disebut spiritual.

15

Mas Udik Abdullah, Meneladani IESQ dengan Langkah Takwa & Tawakal, (Jakarta: Zikrul hakim, 2005) , 181.


(18)

7

Oleh karena itu spiritual berhubungan dengan ruh atau spirit. Spiritual mencakup nilai-nilai yang melandasi kehidupan manusia seutuhnya, karena dalam spiritual ada kreativitas, kemajuan, dan pertumbuhan.

Menurut ahli psikologi jiwa Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain.16 Fenomone metode dakwah mauidhah hasanah memang mempunyai aspek dalam tingkat spiritual santri. Sehingga bisa membentuk nilai nilai kebaikan pada diri santri.

Umumnya Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin dalam berdakwah menggunakan metode dakwah seperti kegiatan tahlil, madrasah diniyah, pengajian ba’dah Subuh lain sebagainya. Dari model dakwah yang telah diterapkan oleh Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin, apa ada berdampak secara signifikan terhadap spiritualitas santri. Karena jika dikembalikan dari maksud metode dakwah sendiri mempunyai pengertian bahwa seorang Da’i diharapkan mampu menjinakkan hati yang liar dengan melahirkan sendi-sendi kebaikan bukanlah larangan maupun ancaman. Selain itu dapat pula dimaksudkan agar seorang Da’i dapat membimbing, menasehati atau memotivasi yang dapat menyelamatkan hidup di dunia

16

Lihat Ari ginanjar agustan, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Spiritual (Jakarta: Arga Publishing 2010), 13.


(19)

maupun akhirat. Berdasarkan aktivitas yang sudah berjalan lama di Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin dapatlah ditelusuri lebih lanjut, apakah metode tersebut sudah mampu membangun spiritual santri. Ataupun sebaliknya, mauidhah hasanah yang dilakukan hanyalah sebagai retorika maupun pendidikan agama semata tanpa ada efek yang continue atau berkelanjutan.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa metode dakwah mauidhah hasanah yang di terapkan oleh Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin apakah mempunyai dampak pada santri, sehingga sangat menarik untuk diteliti. Berpijak dari latar belakang ini, maka timbulah ide untuk mengadakan penelitian dengan judul “PENGARUH METODE DAKWAH MAUIDHAH HASANAH TERHADAP SPIRITUALITAS SANTRI DI YAYASAN PONDOK PESANTERN DARUL

MUSTAGHITSIN LAMONGAN”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:

1. Adakah Pengaruh Metode Dakwah Mauidhah Hasanah terhadap spiritualis santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin? 2. Sejauh mana pengaruh metode dakwah mauidhah hasanah terhadap

spiritualitas santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan?


(20)

9

C. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti uraikan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan dari Metode Dakwah Mauidatul Hasanah Terhadap Spiritualitas Santri Di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan.

2. Untuk mengetahui sejauh mana Pengaruh Metode Dakwah Mauidatul Hasanah Terhadap Spiritualitas Santri Di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap akan munculnya pemanfaatan dari hasil penelitian ini secara teoritis dan praktis bagi para pembacanya. Di antara manfaat penelitian ini baik secara teoritis dan praktis dapat peneliti uraikan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah khasanah Keilmuan Komunikasi Penyiaran Islam bagi peneliti yang lain dalam hal meningkatkan spiritual dengan menggunakan metode dakwah mauidhah hasanah.

b. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi mahasiswa Komunikasi penyiaran Islam. Khususnya dalam mengambil tema metode dakwah. 2. Manfaat Praktis


(21)

a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan sprititual santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan. Dan juga untuk mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam sebagai calon da’i.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan dalam menangani kasus yang sama dengan menggunakan dimensi-dimensi yang ada pada metode dakwah.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesa berasal dari kata “hypo” artinya dibawah “Thesa” artinya

kebenaran. Jadi hipotesis artinya kebenaran dibawah, artinya kebenaran yang perlu diuji.17 dari pengertian tersebut maka hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesanya adalah:

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Hipotesis kerja (Ha) atau disebut hipotesis alternatif yang menyatakan hubungan antara variable X dan variabel Y atau adanya perbedaan antara dua kelompok. dalam penelitian ini hipotesis kerja (Ha) adalah ada pengaruh metode dakwah mauidhah hasanah terhadap spiritualitas santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan.

2. Hipotesis Nol (Ho)

17

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 67-68.


(22)

11

Hipotesis Nihil (Ho) atau Hipotesis yang sering juga disebut hipotesis statistic, karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Dalam penelitian ini hipotesis nihil (Ho) adalah tidak ada pengaruh metode dakwah mauidhah hasanah terhadap spiritualitas santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan.

F. Definisi Operasional

1. Metode Dakwah Mauidhah Hasanah

Yang dimaksud adalah nasihat yang sifatnya mengembirakan atau memberi rasa ketakutan18. Kalau kegebiraan kepada mereka (obyek dakwah) tidak perlu dengan metode optimesme yang dapat menimbulkan rasa puas diri yang dapat mengakibatkan lemahnya kemauan, mematikan gairah dan semangat masyarakat islam, karena merasa dirinya super yang akan membawa kepada hilangnya kreatif dari umat islam itu sendiri. Untuk memberikan mereka dengan metode tubasyisyir memberikan kabar gembira dengan memberikan arahan bahwa akan ada tempat yang abadi dan lebih baik untuk orang-orang beriman dan beramal sholeh.19

Kalau memberikan rasa ketakutan sudah tidak perlu karena akan memberikan rasa putus asa, mereka sangat lemah, apalagi melihat perkembangan kedunia barat yang begitu pesat perkembangan daripada bangsa kita. Kalaupun memberikan rasa ketakutan, maka cukup memberikan

18

Hamzah Tueleka, Pengantar Ilmu Dakwah, (Surabaya : Alpha, 2005), 41.

19


(23)

metode tunadzdzir, menakuti dengan hari pembalasan terhadap mereka yang berdosa denga siksa neraka jahanam.20

Mau’izahahtul hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang

mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiyat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan kesalamatan dunia dan akhirat.21

Mauidhah hasanah sendiri bisa diklasifikasi dalam beberapa bentuk antara lain:

a. Nasehat atau petuah22

b. Bimbingan , pengajaran (pendidikan) c. Kisah-kisah

d. Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan nadzir) e. Wasiat (pesan-pesan positif)

Sedangkan menurut pendapat Imam abdullah bin Ahmad an-Hanafi, kata tersebut mengandung arti al-Mauidatul hassanah yaitu perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al-quran. Jadi, kalau ditelusuri kesimpulan dari mauidhah hasanah, akan mengandung arti kata-kata yang masuk dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan kedalam

20

Ibid., 41.

21

M. Munir, metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), 16-17.

22

Nasehat biasanya dilakukan oleh orang yang levelnya lebih tiggi kepada yang rendah, baik tingkatan umur maupun pengatuh, misalnya nasihat orang tua kepada anaknya, perhatikan QS. Luqman: 13 yang artinya: “dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, yaitu memberikan mauidatul (nasihat) kepada: hai anakku, jangalah kamu mempersekutukan Allah,


(24)

13

perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan oarang lain sebab kelemahan-kelembutan dalam menasihati sering dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.

Penjelasan umum dioperasikan dengan santri pondok, dengan melihat objek penelitian yang peneliti tahu sebelumnya maka mauidhah hasanah sesuai yang dijelaskan di atas hanya diambil poin yakni nasehat atau petuah, kisah dan motivasi.

2. Spiritualitas Santri

Spiritual berasal dari kata spirit. Spirit mengandung arti semangat atau sikap yang mendasari tindakan manusia. Spirit sering juga diartikan sebagai ruh atau jiwa yang merupakan sesuatu bentuk energi yang hidup dan nyata.23 Meskipun tidak kelihatan oleh mata biasa dan tidak mempunyai badan fisik seperti manusia, spirit itu ada dan hidup. Spirit bisa diajak berkomunikasi sama seperti kita bicara dengan manusia yang lain. Interaksi dengan spirit yang hidup itulah sesungguhnya yang disebut spiritual. Oleh karena itu spiritual berhubungan dengan ruh atau spirit. Spiritual mencakup nilai-nilai yang melandasi kehidupan manusia seutuhnya, karena dalam spiritual ada kreativitas, kemajuan, dan pertumbuhan.

Tischler (2002) mengemukakan, terdapat empat kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang, yaitu :

23

Lihat Rahmah Astuti, 10 prinsip parenting:bagaimana menumbuhkan dan merawat sukma anak-anak anda, (Bandung: kaifa 2001), 5.


(25)

1. Kesadaran Pribadi (personal awareness), yaitu bagaimana seseorang mengatur dirinya sendiri, self-awareness, emotional self-awareness,

penilaian diri yang positif, harga diri, mandiri, dukungan diri, kompetensi waktu, aktualisasi diri.

2. Keterampilan Pribadi (personal skills), yaitu mampu bersikap mandiri, fleksibel, mudah beradaptasi, menunjukkan performa kerja yang baik. 3. Kesadaran Sosial (social awareness), yaitu menunjukkan sikap sosial yang

positif, empati, altruisme.

4. Keterampilan Sosial (social skills) yaitu memiliki hubungan yang baik dengan teman kerja dan atasan, menunjukkan sikap terbuka terhadap orang lain (menerima orang baru), mampu bekerja sama, pengenalan yang baik terhadap nilai positif, baik dalam menanggapi kritikan Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponenkomponen di atas. Sebagai contoh secara operasional sisi kesadaran sosial, orang-orang yang spiritualnya baik memperlihatkan sikap sosial yang lebih positif, lebih empati, dan menunjukkan altruisme yang besar. Penelitian ini akan mengemukakan kompetensi-kompetensi yang diambil dari spiritualitas yang berkembang sebagai dasar untuk membuat alat ukur pada obyek penelitian (Santri Pondok Pesantren Darul Mustaghtisin). Namun peneliti lebih menekankan pada kompetensi perkembangan spiritual santri dalam aspek kesadaran pribadi pada menilai diri positif, mandiri, kompetensi waktu dan aktualisasi diri.


(26)

15

G. Sistematika Pembahasan

Supaya mempermudah dalam memahami dan mempelajari apa yang ada dalam penelitian ini, maka sistematika pembahasannya dapat dibagi dalam beberapa bab. Lebih jelasnya dapat di deskripsikan dengan susunan sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, kerangka teori dan hipotesis, metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, populasi, sampel dan teknik sampling, variabel dan indikator penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data serta dalam bab satu ini juga berisi tentang sistematika pembahasan.

BAB II: Kerangka Teoritik

Bab ini meliputi: kerangka teoritik, membahas tentang pengertian metode dakwah, macam-macam metode dakwah, pengertian metode dakwah mauidhah hasanah, ruang lingkup mauidhah hasanah. Pada bab ini juga menjelaskan tentang pengertian spiritual, tujuan spiritual, cara menanamkan spiritual dan juga indikator-indikator spiritual. serta menjelaskan tentang penelitian terdahulu yang relavan.


(27)

BAB III: Metodelogi Penelitian

Bab ini meliputi: Metode Penelitian yang meliputi (Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian, Populasi Dan Sampel, Metode Pengumpulan Data, Instrument Penelitian Dan Analisis Data).

BAB IV: Analisis Data

Bab ini membahas tentang analisis data tentang Metode dakwah mauidhah hasanah terhadap spiritualitas santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan dan juga pengaruh metode dakwah mauidhah hasanah untuk spiritualitas santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan.

BAB V: Penutup

Bab ini merupakan akhir dari pembahasan yang berisi Kesimpulan dan Saran-saran yang akan diberikan sesuai dengan pembahasan yang ada.


(28)

17 BAB II

KERANGKA TEORITIK A. Kajian Pustaka

1. Tinjuan Tentang Metode Dakwah Mauidah Hasanah 1.1 Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara).1 Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa arab disebut thariq.2 Apabila kita artikan secara bebas metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.

Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar ilmuan adalah sebagai berikut: Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah suatu proses Menghidupkan suatu peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.3

1

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi aksara, 1991), Cet. I, h. 61

2

Drs. H. Hasanudin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) Cet. Ke-1, h.

3

Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaysia; Nur Niaga SDN. BHD. 1996), Cet. I, h. 5


(29)

1. Pendapat Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mandapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.4 Pendapat ini juga selaras dengan pendapat al-Gazali. Bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat Islam.

Dari pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa, metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.5 Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented

menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.

Macam-Macam Metode Dakwah, Allah SWT Berfirman dalam Q.S. An-nahl :125                                           4

Abdul Kadir Syaid Abd. Rauf, Dirasah Fid dakwah al-Islamiyah, (Kairo; Dar ElTiba’ah al -mahmadiyah, 1987), Cet. I, h. 10.

5


(30)

19

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”6

Dari Ayat tersebut menunjukan bahwa metode dakwah itu meliputi tiga cakupan, yaitu:

a. Al-Hikmah

Kata “Hikmah” dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah dari kedzoliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.

Menurut al-Ashma’i asal mula didirikan hukumah (pemerintahan) ialah untuk mencegah manusia dari perbuatan dzalim. Maka digunakan istilah Hikmatul Lijam, karena Lijam (cambuk atau kekang kuda) itu digunakan untuk mencegah tindakan hewan.7

Al- Hikmah juga berarti tali kekang pada binatang sebagaimana dijelaskan dalam kitab Misbahul Munir. Diartikan demikian karena tali kekang itu membuat penunggang kudanya dapat mengendalikan kudanya sehingga si penunggang kuda dapat mengaturnya baik baik untuk perintah lari atau berhenti. Dari kiasan ini maka orang yang memiliki hikmah berarti orang yang mempunyai kendali diri yang dapat mencegah diri dari

6

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Syamsil Cipta Media), hal. 281.

7


(31)

hal-hal yang kurang bernilai atau menurut Ahmad bin munir al-Muqri’ al -fayumi berarti dapat mencegah dari perbuatan yang hina.

Orang yang mempunyai hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat. Karna filsafat juga mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu.

Prof. DR. Toha Yahya Umar, M.A., mengartikan meletakan sesuatu pada tempatnya dengan berfikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan Tuhan.8

Sebagai metode dakwah, al-hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.

Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengalamannya, ketepatan dalam perkataan dan pengalamannya. Hal ini tidak bisa dicapai kecuali dengan memahami al-Qur’an, mendalami syariat serta hakikat iman.9

Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi, arti hikmah, yaitu dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan

8

Hasanudin, Hukum Dakwah, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35

9


(32)

21

pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.

Dari beberapa pegertian di atas, dapat difahami bahwa al-hikmah

adalah merupakan kemampuan da’i dalam memilih, memilah dan

menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Di samping itu juga al-hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan dokrin-dokrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, alhikmah adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.

b. Al-Mauidzoh Al-Hasanah

Terminologi mauidzoh hasanah dalam persfektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan (baca dakwah

atau tablig) seperti maulid Nabi dan Isra’Mi’roj, istilah mauidzoh hasanah

mendapat porsi khusus dengan sebutan-sebutan ”acara yang ditunggu -tunggu” yang merupakan inti acara. Namun demikian supaya tidak menjadi kesalahfahaman, maka akan dijelaskan pengertian mauidzoh hasanah.

Secara bahasa, mauidzoh hasanah terdiri dari dua kata, mauidzoh dan hasanah. Kata mauidzhoh berasal dari kata wa’adza-ya’idzu, wa’dzan -idzatan yang berarti; Nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan10

10Lois Ma’luf,

Munjid fi al-Lugah wa A’lam (Beirut: Dar Fikr.1986) h. 907, Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, Jilid VI (Beirud: Dar Fikr, 1990) h. 466.


(33)

sementara hasanah merupakan kebaikan dari sayyiah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.

c. Al-Mujadalah Bi-Al-Lati Hiya Ahsan.

Dari segi etimologi (Bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wajan Faa’ala, “jaa dala” dapat bermakna berdebat, dan “mujadalah” perdebatan.

Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengingatnya guna

menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumantasi yang disampaikan.11

Dari segi istilah (Terminologi) terdapat beberapa pengertian alMujadalah (al-Hiwar) dari segi istilah. (al-Hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya.12. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.13

11

Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Lentera Hati, 2000, Cet. Ke-1, h.553.

12

World Assembly of Muslim Youth (WAMY), Fii Ushulil Hiwar, M aktabah Wahbah Cairo,

mesir, diterjemahkan oleh Abdus Salam M. dan Muhil Dhafir, dengan judul terjemahan “Etika Diskusi, Era Inter Media, 2001, Cet. Ke-2, h. 21.

13

Sayyid. Muhammad Thantawi, Adab al-Hiwar Fil Islam, Dar al-Nahdhah, Mesir, diterjemahkan oleh zuhaeri misrawi dan zamroni kamal. (jakarta: azan, 2001), cet. Ke-1. Pada kata pengantar.


(34)

23

Dari pengertian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa, al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.

1.2 Pengertian Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah

Terminologi mauidzoh hasanah dalam perspektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan (baca dakwah atau tablig) seperti maulid Nabi dan Isra’Mi’roj.

Secara bahasa, mauidzoh hasanah terdiri dari dua kata, mauidzoh dan hasanah. Kata mauidzhoh berasal dari kata wa’adza-ya’idzu, wa’dzan -idzatan yang berarti; Nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan.14 sementara hasanah merupakan kebaikan dar0069 sayyiah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan. Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain:

Menurut Imam Abdullah bin Ahmad An-Nasafi yang dikutif oleh H. Hasanuddin adalah Al-Mauidzhoh Al-Hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.15

14Lois Ma’luf,

Munjid fi al-Lugah wa A’lam (Beirut: Dar Fikr.1986) h. 907, Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, Jilid VI (Beirud: Dar Fikr, 1990) h. 466.

15


(35)

Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-mauidzhah al-hasanah merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak kejalan Allah dengan memberi nasihat atau bimbingan dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.16

Mauidzhoh hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsure bimbingan, pendidikan, pengajaran, kosah-kisah, berita gembira, peringatan, persan-pesan positif (wasiyat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi di atas, Mauidzhoh hasanah tersebut bisa diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:

a. Nasihat atau petuah.17

b. Bimbingan, pengajaran (pendidikan)18 c. Kisah-kisah

d. Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir) e. Wasiat (pesan-pesan positif)

Menurut K. H. Mahfudz kata tersebut mengandung arti:

16

Abd. Hamid al-Bilali, Fiqh al-Dakwah FI ingkar al-Mungkar (Kuwait: Dar alDakwah,1989) h. 260.

17

Nasihat bisaanya dilakukan oleh orang yang levelnya lebih tinggi kepada yang lebih rendah, baik tingkatan umur, maupun pengaruh, misalnya nasihat orang tua kepada anaknya, Perhatikan QS. Lukman:13 yang artinya: “dan ingatlah ketika luqman berkatakepada anaknya, yaitu memberikan mauidzhoh (nasihat) kepadanya: hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mewmpersekutukan Allah adalah kedzaliman yang amat besar”.

18

Mauidzhoh hasanah dalam bentuk bimbingan, pendidikan dan pengajaran iniseringkali digunakan dalam bentuk kelembagaan (institusi) formal dan non formal, misalnya; mauidzhoh Nabi kepada umatnya, guru kepada muridnya, Kyai kepada santrinya, mursyid kepada pengikutnya, dll.


(36)

25

1. Didengar orang, lebih banyak lebih baik suara panggilannya.

2. Diturut orang, lebih banyak lebih baik maksud tujuannya sehingga menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali kejalan Tuhannya yaitu jalan Allah SWT.

Sedangkan menurut pendapat Imam Abdullah bin Ahmad an Nasafi, kata tersebut mengandung arti al-Mauidzhoh al-hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.

Jadi kalo kita telusuri kesimpulan dari mauidzhoh hasanah, akan mengandung arti kata-kata yang masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakan kalbu yang liar, dan lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.

1.3Ruang Lingkup Mauidzoh Hasanah

Maiudah hasanah mempunyai ruang lingkup dalam mengklasifikasi diantaranya adalah:

a. Nasihat


(37)

c. Wasiat d. Kisah

a. Pengertian Nasihat

Kata nasihat berasal dari bahasa arab, dari kata kerja “Nashaha”

yang berarti khalasha yaitu murni dan bersih dari segala kotoran, juga berarti “khata” yaitu penjahit. Dan dikatakan bahwa kta nasihat berasal dari kata Nashaha arjulahu tsaubahu (Orang itu menjahit pakaianya) apabila dia menjahitnya, maka mereka mengumpamakan perbuatan penasehat yang selalu menginginkan kebaikan orang yang dinasehatinya dengan jalan memperebaiki pakaiannya yang robek. Sebagian ahli ilmu berkata nasihat adalah perhatian hati terhadap yang dinasehati siapapun dia. Nasihat adalah saru cara dari al-mauidzhah al-hasanah yang bertujuan mengingatkan bahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Al-Asfahani memberikan pemahaman terhadap term tersebut dengan makna al-mauidzhoh merupakan tindakan mengingatkan seseorang dengan baik dan lemah lembut agar dapat melunakan hatinya. Dan apabila ditarik suatu pemahaman bahwa al-mauidzhoh hasanah merupakan salah satu manhaj dalam dakwah untuk mengajak kejalan Allah dengan cara menggunakan nasihat.

Secara terminology Nasihat adalah memerintah atau melarang atau menganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman.


(38)

27

Pengertian nasihat dalam Kamus Bahasa Indonesia Balai Pustaka adalah memberikan petunjuk kepada jalan yang benar. Juga berarti mengatakan sesuatu yang benar dengan cara melunakan hati. Nasihat harus berkesan dalam jiwa atau mengikat jiwa dengan keimanan dan petunjuk. Allah berfirman: (QS.an-Nisa:66)19.

                                              

Artinya: “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pengajaran yang diberikan kepada mereka tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi

mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)”. a. Nasihat Dalam Perspektif Al-Qur’an

Perintah saling menasehati ini dapat kita lihat pada beberapa ayat al-Qur’an diantaranya: Dalam Surah al-Ashr ayat 1-3

                             

Artinya: “Demi masa sesungguhnya manusia itu dalam

kerugian kecuali orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal soleh dan saling menasehati tentang

kesabaran”20

. (Q.S. al-Ashr ayat 1-3)

Dalam ayat ini ada dua hal yang diminta untuk diwasiatkan yaitu al-haq dan as-shobru.

19

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Semarang: CV. Toha Putra), hal. 125.

20


(39)

Al-haq dari segi bahasa berarti sesuatu yang mantap tidak berubah apapun yang terjadi. Allah adalah al-haq karena tidak mengalami perubahan. Nilai-nilai agma juga adalah al-haq. Seperti Nabi Mengatakan : agama itu adalah nasihat. Allah SWT. Adalah

al-haq, karena itu sebagian para pakar tafsir, memahami kata al-haq dalam ayat ini dengan arti yakni bahwa manusia hendaknya saling ingat mengingatkan tentang keberadaan, kekuasaan, keesaan Allah serta sifat-sifat lain-Nya. Hhal yang diwasiatkan dalam al-Qur’an antara lain adalah :

a. Pelaksanaan agama, bersatu padu, tidak bercerai berai. b. Bertaqwa kepada-Nya. (Q.S. An-Nisa : 13)

c. Berbuat baik kepada orang tua, khususnya kepada ibu. (Q.S. Luqman : 1)

d. Beberapa perincian ajaran agama seperti : pembagian harta warisan (Q.S. An-Nisa : 11), Sholat dan zakat.

Sepuluh hal yang disebutkan dalam surah al-An’am ayat 151-153 yaitu :

1. Jangan mempersekutukan-Nya 2. Berbuat baik kepada ibu-bapak, 3. Jangan membunuh anak,


(40)

29

5. Jangan membunuh kecuali dengan cara yang syah dan dibenarkan,

6. Jangan menyalah gunakan harta anak yatim, 7. Menyempurnakan timbangan

8. Menyempurnakan takaran,

9. Percakapan atau sikap hendaklah secara benar dan adil, 10.Memenuhi perjanjian yang dikuatkan atas nama Allah. b. Pengertian Tabsyir wa tandzir

Adapun tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-kabar yang menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti dakwah.21

Di dalam al-Qur’an, kata tabsyir banyak disebutkan, menurut

Muhammad Abdul Baqi’ kata tabsyir atau mubasyir disebutkan selama

18 kali.22 Dari sekian banyak tabsyir, semuanya diartikan dengan

“kabar gembira atau berita pahala”, hanya saja bentuk berita

gembiranya beragam, antara lain kabar gembira dengan syariat Islam, kabar gembira dengan datangnya Rasul, kabar gembira tentang akan turunya al-Qur’an dan kabar gembira tentang syurga. Dalam kontek dakwah, sesungguhnya bentuk kabar gembira tidak harus menggunakan kata tabsyir, tetapi apa saja yang bisa membawa rasa

21Ali Mustafa Ya’kub,

Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997), h.

22

Abdul Baqi’ Muhammad Fuad, al-mu;jam al-mufahras li alfadz al-Qur’an al-karim (Cairo : Dar al-Kutub al-Misriyah) h. 120.


(41)

gembira bagi orang yang mendengarnya sehingga bisa dijadikan motivasi untuk meningkatkan beribadah dan amal shaleh. Kata tandzir atau indzar secara bahasa berasal dari kata na-dza-ra menurut Ahmad bin faris adalah suatu kata yang menunjukan untuk penakutan (takhwif)23.

Adapun tandzir menurut istilah dakwah adalah penyampaian dakwah di mana isinya berupa peringatan terhadap manusia tentang adanyakehidupan akhirat dengan segala konsekuensinya.24 Menurut pemakalah tandzir adalah ungkapan yanga mengandung unsur peringatan kepada orang yang tidak beriman atau kepada orang yang melakukan perbuatan dosa atau hanya untuk tindakan preventif agar tidak terjerumus pada perbuatan dosa dengan dengan bentuk ancaman berupa siksaan di hari kiamat.

c. Wasiat

Pengertian wasiat secara etimologi berasal dari bahasa arab, terambil dari kata Washa-Washiya-Wasihiatan, yang berarti “pesan penting berhubungan dengan sesuatu hal.25

23

Ahmad bin Faris bin Zakaria, Mu’jam al maqayis fi al-lugah, (Beirut : Dar Fikr, 1994), h. 1021

24Ali Mustafaa Ya’kub, Sejarah dan Metoda Dakwah Nabi, (Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1997),

h. 49

25Lois Ma’luf,


(42)

31

Pendapat lain mengatakan kata wasiat terambil dari kata

WashaWashiayyatan, yang berarti : berpesan kepada seseoang yang bermuatan pesan moral.26

Secara terminology ada beberapa yang akan dikemukakan berikut ini :

a. Wasiat : Sekumpulan kata-kata yang berupa peringatan, support

dan perbaikan”.27

.

b. Wasiat : Pelajaran tentang amar ma’ruf nahi mungkar atau

berisi, anjuran berbuat baik dan ancaman berbuat jahat.28

c. Wasiat :Pesan kepada seseorang untuk melaksanakan sesuatu sesudah, orang berwasiat meninggal disampaikan kepada seseorang.29

d. Wasiat : Ucapan yang mengandung perintah tentang sesuatu yang, bermanfaat dan mencakup kebaikan yang banyak.57

Berdasarkan definisi di atas maka wasiat dapat dibagi pada dua katagori, yaitu :

a. Wasiat orang masih hidup kepada orang hidup, yaitu berupa ucapan, pelajaran, arahan tentang sesuatu.58

26

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-munawwir, (Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1984), h.1563

27

Selin bin Ie’d al-Hilali, Min Washaya al-Salafi, (Edisi Indinesia), (Jakarta : Pustaka Azzam, 1999), h. 14.

28

Madji al-Syayid Ibrahim, 50 Washiyyat min Washaya al-Rasulullah li al-Nisa’ (Edisi Indonesia). (Semarang Cahaya Indah, 1994), h. ix-x.

29


(43)

b. Wasiat orang yang telah meninggal (ketika menjelang ajalnya tiba) kepada orang masih hidup berupa ucapan atau berupa harta benda atau warisan.

Oleh karena itu, pengertian wasiat dalam konteks dakwah adalah : Ucapan berupa arahan.(taujih) kepada orang lain (mad’u) terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi (amran sayaqa Mua’yan).

a. Materi Wasiat

Ketepatan memberikan materi wasiat juga tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Materi wasiat yang diberikan kepada objek dakwah adalah materi wasiat berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, maka materi wasiat dapat dikatagorikan sebagai berikut :

1. Materi secara umum

Materi secara umum adalah materi yang berupaya menggiring mad’u menuju ketakwaan, yang pada giliranya mampu berorientasi hidup bersih. Hal ini berdasarkan pada QS. : an-Nisa : 1 dan 131 dan alahzab : 1.


(44)

33

Materi secara khusus wasiat berdasarkan QS. Al-hasr : 3. Wasiat ini menurut para musafir diperuntukan bagi umat masa lalu dan umat masa sekarang.30 Diantara Materi wasiat itu adalah:

a. Larangan menyekutukan Allah b. Berbuat baik kepada kedua orang tua c. Larangan menghilangkan nyawa orang lain

d. Larangan berbuat keji baik terang-terangan maupun tersembunyi e. Larangan menggunakan harta anak yatim dengan jalan yang tidak

benar

f. Perintah menepati janji g. Perintah berkata dengan baik h. Perintah bersabar

i. Perintah menegakkan kebenaran j. Perintah saling menyayangi

Perlu diperhatikan dalam penyampaikan materi tersebut harus

menyentuh akal dan perasaan. Seorang da’i harus menggugah daya nalar

mad’u dan menggugah daya ingat untuk selalu berbuat kebaikan. Begitu

juga seorang da’i harus mampu menajamkan perasaan mad’u untuk selalu istiqomah dalam menjalani perintah Allah.

d. Kisah

1. Pengertian Qashash

30


(45)

Secara epistimologis lafadz qashash merupakan bentuk jamak dari kata Qishah, lafazh ini merupakan bentuk masdar dari dari kata

qassa ya qussu.31

Dari lafazh qashash berarti menceritakan dua lafazh qashash mengandung arti menelusuri/mengikuti jejak.

Makna qashash dalam sebagian besar ayat-ayat berartikan kisah atau cerita,32 sedangkan ayat-ayat yang berbicara menggunakan lafazh qashash ternyata juga muncul dalam konteks cerita atau kisah tentang nabi musa as.

Secara terminologis qashash berarti :

a. Menurut Abdul Karim al-Khatib, kisah-kisah al-Qur’an adalah berita al-Qur’an tentang umat terdahulu.33

b. Kisah-kisah dalam al-Qur’an yang menceritakan ihwal umat -umat terdahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.34

2. Macam-macam kisah

31

Ibnu Mandzur Lisanul Arab 12/148

32

DR. Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori pendidikan berdasarkan Al-qur’an, (Jakarta : Rineka Cipta 1994, Cet II), H. 205.

33

Mustafa Muhammad Sulaiman, Al-Qishash fi al-Qur’an al-Karim, (Mesir: Mathbah al- Amanah, 1994) h.

34


(46)

35

Al- Qur’an bagi umat Islam merupakan petunjuk untuk orangorang yang bertakwa dan juga sebagai sebuah pedoman hidup, ajaranajaran yang dikemukakan dalam berbagai bentuk seperti perintah, larangan dan lain-lain dikemukakan secara langsung maupun tidak langsung.35 Bentuk ajaran langsung dapat dilihat dari ayat-ayat perintah atau larangan sedang yang tidak langsung dapat dilihat dari besarnya bagian al-Qur’an yang dikemukakan dalam bentuk kisah.36

2. Kajian tentang Spiritualitas Santri 2.1. Pengertian spriritualitas

Spiritual berasal dari kata spirit. Spirit mengandung arti semangat atau sikap yang mendasari tindakan manusia. Spirit sering juga diartikan sebagai ruh atau jiwa yang merupakan sesuatu bentuk energi yang hidup dan nyata.37 Meskipun tidak kelihatan oleh mata biasa dan tidak mempunyai badan fisik seperti manusia, spirit itu ada dan hidup. Spirit bisa diajak berkomunikasi sama seperti kita bicara dengan manusia yang lain. Interaksi dengan spirit yang hidup itulah sesungguhnya yang disebut spiritual. Oleh karena itu spiritual berhubungan dengan ruh atau spirit.

35

M. Quraish Shihab, Secerca Cahaya Ilahi, (Jakarta: Mizan, 2000, Cet. I), h. 13

36

A. Hanafi MA, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-kisah Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka al-Husna 1984), h. 317

37

Lihat Rahmah astuti, 10 prinsip parenting:bagaimana menumbuhkan dan merawat sukma anak-anak anda, (Bandung: kaifa, 2001) h. 5


(47)

Spiritual mencakup nilai-nilai yang melandasi kehidupan manusia seutuhnya, karena dalam spiritual ada kreativitas, kemajuan, dan pertumbuhan.

Schreurs mendifinisikan spiritualitas sebagai hubungan personal seseorang terhadap sosok transenden. Spiritualitas, mencakup inner life individu, idealisme, sikap, pemikiran, perasaan, dan pengharapanya kepada yang mutlak.

Elkin menunjuk spiritualitas sebagai cara individu memahami keberadaan maupun pengalaman dirinya. Bagaimana individu memahami keberadaan maupun pengalamannya dimulai dari kesadarannya mengenai adanya realitas transenden (berupa kepercayaan kepada tuhan atau apapun yang dipersepsikan individu sebagai sosok transenden) dalam kehidupan dan dicirikan oleh nilai-nilai yang dipegangnya.

Senada dengan pandangan tersebut Mimi Doe menyatakan bahwa spiritualitas adalah kepercayaan akan adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari kekuatan dirinya, suatu kesadaran yang menghubungkan manusia langsung dengan tuhan atau apapun yang dinamakan sebagai keberadaan manusia. Spiritualitas adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral dan rasa memiliki. Spiritualitas lebih merupakan


(48)

37

sebentuk pengalaman psikis yang meninggalkan kesan dan makna yang mendalam.38

Dengan demikian spiritualitas adalah kesadaran manusia akan adanya relasi manusia dengan tuhan. Spiritualitas mencakup inner life

individualisme,idealisme, sikap, pemikiran, perasaan dan pengharapannya kepada Yang Mutlak, dan bagaimana individu mengekspresikan hubungan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Karena spiritualitas manusia sangatlah berpengaruh dalam kehidupan sehari-harinya. Jika manusia yang taat dalam menjalankan perintah agama dan tebal keimannya. Maka akan merpengaruh dalam kehidupan sehari-harinya, misalnya dia akan lebih bertutur kata yang lembut dalam ucapannya dan tidak akan meninggalkan sekalipun sebagai umat beragama. Besar sekali manfaat yang dapat kita peroleh jika spiritualitas dapat disandingkan dengan kehidupan sehari-hari, niscaya akan terbentuk pribadi yang unggul.

2.2Ciri-Ciri Spiritualitas

Untuk mengatahui lebih jauh tentang keberadaan spiritualitas yang sudah bekerja secara efektif atau bahwa spiritualitas itu sudah bergerak ke arah perkembangan yang positif di dalam diri seseorang, maka ada beberapa cirri yang bisa diperhatikan yaitu:39

38

Dr. Abdul Jalil,M.EI, Spiritual Enterpreneurship, (Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2013), h.23-24.

39

Abdul Wahid Hasan, SQ NABI Aplikasi & Strategi Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa Kini, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2006), h.69.


(49)

a. Memiliki prinsip dan pegangan hidup yang jelas dan kuat yang berpijak pada kebenaran universal. Dengan prinsip hidup yang kuat tersebut seseorang menjadi betul-betul merdeka dan tidak akan diperbudak oleh siapapun. Ia bergerak dibawah bimbingan dan kekuatan prinsip yang menjadi pijakannya. Dengan berpegang teguh pada kebenaran universal, seorang bisa menghadapi kehidupan dengan kecerdasa spiritual.

b. Memiliki kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan dan memiliki kemampuan untuk mengadapi dan melampaui rasa sakit. Pendertitaan adalah sebuah tangga menuju tingkat kecerdasan spiritual yang lebih sempurna. Maka tak perlu ada yang disesali dalam peristiwa kehidupan yang menimpa. Hadapi semua penderitaan dengan senyum dan keteguhan hati karena semua itu adalah bagian dari proses menuju kematangan intelektual, emosional maupun spiritual.

c. Mampu memaknai semua pekerjaan dan lebih aktivitasnya dalam kerangka dan bingkai yang lebih luas dan bermakna. Apapun peran kemanusiaan yang dijalankan oleh seseorang, semuanya harus dijalankan dari tugas kemanusiaan universal, demi kebahagiaan, ketenangan dan kenyamanan bersama. Bahkan yang terpenting adalah demi tuhan sang pencipta. Dengan demikian semua aktivitas yang kita lakukan sekecil apapun akan memiliki makna yang dalam dan luas.


(50)

39

d. Memiliki kesadaran diri (self awareness) yang tinggi. Kesadaran menjadi bagian terpenting dari spiritualitas karena diantara fungsi “God Spot” yang ada diotak manusia adalah mengajukan pertanyaan

pertanyaan mendasar yang memeptanyakan keberadaan diri sendiri. Dari pengenalan diri inilah seseorang akan menganali tujuan dan misi hidupnya, bahkan dari pengenalan inilah seseorang bisa mengenal Tuhan.

Menurut Ary Ginanjar, orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi dapat dilihat berdasarkan prinsip rukun iman sebagai berikut:40

a. Iman Kepada Allah (Prinsip Bintang)

Seseorang dikatakan telah mengaktuaisasikan prinsip bintang ini jika ia memiliki rasa aman intrinsic, kepercayaan diri yang tinggi, intefritas yang kuat dan bijaksana serta memiliki motivasi yang tinggi. b. Iman Kepada Malaikat (Prinsip Malaikat)

Indicator diri spiritualitas selanjutnya adalah penerapan prinsip malaikat yang berciri khas memiliki tingkat loyalitas yang tinggi, komitmen yang kuat, suka menolong, memiliki kebiasaan member dan mengawali serta saling percaya.41

c. Iman Kepada Kitab Al-Qur’an (Prinsip Pembelajaran)

40

Ary Ginanjar Agustin, Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan Rukun Islam, (Jakarta: Arga,2001), h.83.

41


(51)

Seseorang dikatakan telah melaksanakan prinsip pembelajaran ketika ia memiliki kebiasaan membaca situasi, berfikir kritis dan mendalam terhadap segala sesuatu, mengevaluasi terhadap apa yang telahdikerjakan, bersikap terbuka, berpedoman yang kuat kepada Allah SWT.42

d. Iman Kepada Rasul (Prinsip Kepemimpinan)

Seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi berdasarkan prinsip kepemimpinan adalah seseorang yang member perhatian kepada orang lain, memiliki integritas, membimbing dan mendidik serta memiliki kepribadian yang kuat.43

e. Iman Kepada Hari Akhir (Prinsip Masa Depan)

Spiritualitas seseorang menurut prinsip masa depan dapat diketahui jika orang tersebut berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah yang dibuat, melakukan setiap langkah tersebut secara optimal dan sungguh-sungguh, memiliki kendali diri dan social serta menetapkan masa depan yang akan dicapai.44

f. Iman Kepada Taqdir (Prinsip Keteraturan)

Ciri-ciri spiritualitas yang terakhir ini adalah berdasarkan prinsip keteraturan. Dimana seseorang dikatakan memiliki spiritualitas yang

42

Ibid., h.136.

43

Ibid., h.114.

44


(52)

41

tinggi jika ia memiliki kesadaran, ketenangan dan keyakinan dalam berusaha, memahami arti penting sebuah proses yang dilalui, selalu berorientasi pada system dan selalu berupaya menjaga system yang telah di bentuk.45

2.3Langkah Meningkatkan Spiritualitas

Spiritualitas adalah fakultas dari dimensi non material kita-ruh manusia inilah intan yang belum terasah yang kita semua memilikinya. Kita harus mengenalinya sebagaimana adanya, menggosoknya hingga mengkilap dengan bertekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi, seperti dua bentuk kecardasan lainnya, spiritualitas dapat ditingkatkan dan juga diturunkan. Akan tetapi kemampuan untuk di tingkatkan tampak tidak terbatas.

Menurut Abdul Wahid Hasan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengasah dan meningkatkan spiritualitas manusia,yaitu:46 a. Melakukan perenungan, Dengan melakukan perenungan secara

mendalam terhadap persoalan hidup yang terjadi baik didalam diri sendiri maupun yang terjadi diluar diri sendiri. Perenungan yang mendalam (dengan mengajukan berbagai macam persoalan penting) bisa dilakukan ditempet-tempat yang sunyi sehingga lebih memungkinkan otak bekerja secara maksimal. Dengan perenungan ini

45

Ibid., h.169.

46

Abdul Wahid Hasan, SQ NABI Aplikasi & Strategi Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa Kini, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2006), h.85-93.


(53)

diharapkan manusia akan memiliki pijakan, prinsip dan kesadaran diri serta penganalan terhadap diri sendiri, lingkungan dan tuhan secara mendalam.

b. Melihat kenyataan hidup tidak secara parsial, tetapi secara utuh dan menyeluruh (universal). Apapun yang dialami baik itu kesedihan, penderitaan, kemiskinan, sakit maupun kebahagiaan, kesehatan, kesejahteraan dan sebagainya harus diletakkan dalam bingkai yang lebih bermakna. Dengan demikian apapun cobaan yang dihadapi dapat dilewati dengan penuh ketabahan dan ketenangan.

c. Mengenali motif diri yang paling dalam. Motif merupakan energi jiwa yang luar biasa. Motif mampu menggerakkan potensi dari pusat diri menuju permukaan. Motif yang kuat memiliki implikasi yang kuat pula bagi manusia untuk mengarungi kehidupan. Mengenal dan memperteguh motif merupakan suatu keharusan. Dengan melakukan pemurnian terhadap motif diri tersebut, maka motif tersebut akan menjadi energi dasyat yang akan menjaga diri dari perilaku yang tidak baik.

d. Merefleksi dan mengaktualisasikan spiritualitas dalam penghayatan hidup yang nyata. Dari sini diharapkan dapat terjadi hubungan yang baik antara diri yang material dan diri yang spiritual. Menghidupkan spiritualitas bisa melahirkan sifat-sifat terpuji (akhlakul karimah)


(54)

43

dengan merefleksi spiritualitas dalam akan menimbulkan keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu.

e. Merasakan Kehadiran Tuhan

Melakukan dzikir dengan merasakan kehadiran tuhan pada saat dzikir tersebut. Langkah ini akan menumbuhkan relasi spiritual antara manusia dengan tuhan. Ketika terjadi kontak dengan tuhan, energi ilahi akan mengalir melalui kepribadian yang secara otomatis akan mempengaruhi tindakan kreatif yang orisinil.

Spiritual merupakan kemampuan untuk member makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas ikhlas. Menurut Jalaluddin rahmat terdapat 5 situasi yang bisa menjadi pemicu untuk memunculkan makna dan menyusun kembali puing-puing kehidupan yang sebelumnya porak-poranda:47

a. Makna dapat kita temukan pada saat kita telah menemukan jati diri kita. b. Makna akan muncul ketika kita dihadapkan dalam kondisi menentukan

pilihan.

c. Makna akan didapat manakala kita merasa istimewa, unik dan tak tergantikan oleh orang lain.

47

Donah Zohar dan Ian Marshall, SQ memanfaatkan kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik Dan Holistik Untuk Memahami Kehidupan, (Bandung: Mirza, 2001), h.xxiv.


(55)

d. Makna membesit dalam tanggung jawab.

e. Makna muncul dalam situasi transendensi, gabungan dari keempat hal diatas.

2.4Aspek-Aspek Spiritualitas

Schreurs (2002) menjabarkan spiritualitas sebagai proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang. Proses tersebut terdiri dari tiga aspek yaitu aspek eksistensial, aspek kognitif dan aspek rasional.

a. aspek eksistensial, dimana seseorang belajar untuk “mematikan” bagian

dirinya yang bersifat egosentrik dan defensif. Aktivitas yang dilakukan seseorang pada aspek ini dicirikan oleh proses pencarian jati diri (“True Self”) pada tahap eksistensial.

b. Aspek kognitif, seseorang mencoba untuk menjadi lebih reseptif terhadap realitas transenden. Biasanya dilakukan dengan menelaah literature atau melakukan refleksi atas suatu bacaan spiritual tertentu, melatih kemampuan untuk konsentrasi, juga dengan melepas pola pemikiran yang terbentuk sebelumnya agar dapat mempersepsi secara lebih jernih pengalaman yang terjadi serta melakukan refleksi atas pengalaman tersebut. Disebut aspek kognitif karena aktivitas yang dilakukan pada aspek ini merupakan kegiatan mencari pengetahuan spiritual.

c. Aspek relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang merasa bersatu dengan Tuhan (dan/bersatu dengan Cinya-Nya). Pada aspek ini


(56)

45

seseorang membengun, mempertahankan dan memperdalam hubungan personalnya dengan Tuhan.

2.5Kompetensi Spritualitas.

Tischler (2002) mengemukakan terdapat empat kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang, yaitu :

1. Kesadaran Pribadi (personal awareness), yaitu bagaimana seseorang mengatur dirinya sendiri, self-awareness, emotional self-awareness,

penilaian diri yang positif, harga diri, mandiri, dukungan diri, kompetensi waktu, aktualisasi diri

2. Keterampilan Pribadi (personal skills), yaitu mampu bersikap mandiri, fleksibel, mudah beradaptasi, menunjukkan performa kerja yang baik 3. Kesadaran Sosial (social awareness), yaitu menunjukkan sikap sosial

yang positif, empati, altruisme

4. Keterampilan Sosial (social skills) yaitu memiliki hubungan yang baik dengan teman kerja dan atasan, menunjukkan sikap terbuka terhadap orang lain (menerima orang baru), mampu bekerja sama, pengenalan yang baik terhadap nilai positif, baik dalam menanggapi kritikan Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponen-komponen di atas.


(57)

B. Kajian Teoritik 1. Teori Patron Klein

Teori ini hadir untuk menjelaskan bahwa dalam suatu interaksi sosial masing-masing aktor melakukan hubungan timbal-balik. Hubungan ini dilakukan secara vertikal (satu aktor kedudukannya lebih tinggi) maupun secara horizontal (masing-masing aktor kedudukannya sama). Istilah patron

berasal dari bahasa Spanyol yang secara etimologis berarti seseorang yang memiliki kekuasaan (power), status, wewenang dan pengaruh, sedangkan klien berarti bawahan atau orang yang diperintah dan yang disuruh.48

Patron dan klien berasal dari suatu model hubungan sosial yang berlangsung pada zaman Romawi kuno. Seorang patronus adalah bangsawan yang memiliki sejumlah warga dari tingkat lebih rendah, yang disebut clients, yang berada di bawah perlindungannya. Meski para klien secara hukum adalah orang bebas, mereka tidak sepenuhnya merdeka. Mereka memiliki hubungan dekat dengan keluarga pelindung mereka. Menurut Pelras, Ikatan antara patron dan klien mereka bangun berdasarkan hak dan kewajiban timbal balik yang biasanya bersifat turun temurun.49

Hubungan patron klien adalah pertukaran hubungan antara kedua peran yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus dari sebuah ikatan yang melibatkan persahabatan instrumental dimana seorang individu dengan status

48

Usman, Sunyoto. 2004. Sosiologi; Sejarah, Teori dan Metodologi. Yogyakarta: Center for Indonesian Research and Development [CIReD]. Cetakan Pertama.hal 132

49

Palras, Christian. 1971. Hubungan Patron-Klien Dalam Masyarakat Bugis Makassar. Paris: Tidak Diterbitkan. Hal 21


(58)

47

sosial ekonominya yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan, serta keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status yang dianggapnyanya lebih rendah (klien). Klien kemudian membalasnya dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan termasuk jasa pribadi kepada patronnya. Sebagai pola pertukaran yang tersebar, jasa dan barang yang dipertukarkan oleh patron dan klien mencerminkan kebutuhan yang timbul dan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Adapun arus patron ke klien yang dideteksi oleh Scott (1994) berkaitan dengan kehidupan petani adalah:50

1. Penghidupan subsistensi dasar yaitu pemberian pekerjaan tetap atau tanah untuk bercocok tanam.

2. Jaminan krisis subsistensi, yaitu patron menjamin dasar subsistensi bagi kliennya dengan menyerap kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh permasalahan pertanian (paceklik dll) yang akan mengganggu kehidupan kliennya

3. Perlindungan dari tekanan luar

4. Makelar dan pengaruh. Patron selain menggunakan kekuatannya untuk melindungi kliennya, ia juga dapat menggunakan kekuatannya untuk menarik keuntungan/hadiah dari kliennya sebagai imbalan atas perlindungannya.

50

James C. Scott, Moral Ekonomi Petani, (Jakarta: LP3S, 1983), Cetakan Kedua, hlm. 41. Juga dalam: David Jarry and Julia Jary, Dictionary of Sociology, (London: Harper-Collins Publishers, 1991)


(59)

5. Jasa patron secara kolektif. Secara internal patron sebagai kelompok dapat melakukan fungsi ekonomisnya secara kolektif, yaitu mengelola berbagai bantuan secara kolektif bagi kliennya.

Adapun pertukaran dari klien ke patron, adalah jasa atau tenaga yang berupa keahlian teknisnya bagi kepentingan patron. Adapun jasa-jasa tersebut berupa jasa pekerjaan dasar/pertanian, jasa tambahan bagi rumah tangga, jasa domestik pribadi, pemberian makanan secara periodik. Bagi klien, unsur kunci yang mempengaruhi tingkat ketergantungan dan loyalitasnya kepada patron adalah perbandingan antara jasa yang diberikannya kepada patron dan dan hasil/jasa yang diterimannya. Makin besar nilai yang diterimanya dari patron dibanding biaya yang harus ia kembalikan, maka makin besar kemungkinannya ia melihat ikatan patron-klien itu menjadi sah dan legal.

Dalam suatu kondisi yang stabil, hubungan antara patron dan klien menjadi suatu norma yang mempunyai kekuatan moral tersendiri dimana didalamnya berisi hak-hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Norma-norma tersebut akan bertahan jika patron terus memberikan jaminan perlindungan dan keamanan dasar bagi klien. Usaha-usaha tersebut kemudian dianggap sebagai Usaha-usaha pelanggaran yang mengancam pola interaksi tersebut karena kaum elit/patronlah yang selalu berusaha untuk mempertahankan sistem tersebut demi mempertahankan keuntungannya. Hubungan ini berlaku karena pada dasarnya hubungan sosial adalah hubungan antar posisi atau status dimana masing-masing membawa


(60)

49

perannya masing-masing. Peran ini ada berdasarkan fungsi masyarakat atau kelompok, ataupun aktor tersebut dalam masyarakat, sehingga apa yang terjadi adalah hubungan antar kedua posisi.

Tujuan dasar dari hubungan patron klien bagi klien yang sebenarnya adalah penyediaan jaminan sosial dasar bagi subsistensi dan keamanan. Apabila hubungan dagang/pertukaran yang menjadi dasar pola hubungan patron klien ini melemah karena tidak lagi memberikan jaminan sosial dasar bagi subsistensi dan keamanan maka klien akan mempertimbangkan hubungannya dengan patron menjadi tidak adil dan eksploitatif. Yang terjadi kemudian legitimasi bukanlah berfungsi linear dari neraca pertukaran itu. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika ada tuntutan dari pihak klien terhadap patronnnya untuk memenuhi janji-janji atau kebutuhan dasarnya sesuai dengan peran dan fungsinya.

Terkait dengan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini maka konsep tersebut di atas berguna untuk mengindentifikasi pola pengaruh yang terjadi antara Metode dakwah mauidhah hasanah dengan spiritualitas santri.

Dalam dakwah sendiri mempunyai pengertian menyeru kejalan yang benar dengan berbagai metode salah satunya dengan mengunakan metode dakwah mauidhah hasanah, karena dakwah mauidah hasanah dapat mempunyai bentuk-bentuk antara lain yaitu petuah atau nasehat sehingga dakwah mauidhah hasanah mempunyai sumbangsi pada dunia dakwah yang


(61)

dapat mempermudah untuk meningkatkan kebaikan dan kebijakan. Nasihat

dipahami para da’i sebagai petutur kata yang berisi tentang ajaran islam agar

dilakukan oleh orang yang diberi nasihat. Isi ajaran islam yang dinasihatkan sangat beragam, namun umumnya tentang nasihat agar umat islam melaksanakan ajarannya sebagaimana terdapat dalam alquran dan hadis. Seperti melaksanakan shalat lima waktu, ajaran agar umat islam bersatu, tolong menolong antar sesama dan anjuran untuk berbuat baik.

Setiap berdakwah mempunyai kecenderungan dan kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisinya, sehingga jika sesuai dengan kondisinya dakwah dapat mempengaruhi melalui cara nasihat.51 Spritualitas sendiri yaitu roh atau jiwa yang dipunyai oleh makhluk hidup dalam perkembangan spiritual mempunyai apek antara lain yaitu kesadaran pribadi dari itu bisa meneliti setip dari setiap individu santri. Sehingga pada dakwah mauidhah hasanah cukup berarti dalam mempengaruhi spiritualitas jiwa para makhluk hidup.

Dengan demikian yang menjadi dasar pemikiran penulis adalah bahwa apabila santri memiliki kemampuan untuk melakukan perkembangan spiritual yang dipengaruhi oleh mauidahah hasanah dari setiap nasihat para guru atau kyai akan menambah khazanah ilmu pengetahuannya, serta dapat mempraktekkan dan mengamalkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari tanpa adanya suatu paksaan.

51

Lihat di Dr. Acep aripudin, pengembangan metode dakwah “respons da’I terhadap dinamika


(62)

51

C. Penelitihan Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan sebagai bahan rujukan dari penelusuran yang terkait dengan tema yang diteliti, peneliti berusaha untuk mencari referensi hasil penelitian yang dikaji oleh peneliti terdahulu. Di antaranya telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa, antara lain yaitu :

Penelitian Terdahulu Tabel. 2.1

NO Judul Tahun Persamaan Perbedaan 1. Pengaruh

Ceramah KH. Anwar

Zahid Melalui Media YouTube Terhadap

Pemahaman Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN

2016, Azka azkiyatul Khilmiah NIM : B01212004 a. Meneliti dengan mengunakan metode kuantitatif yang mempunyai kesamaan dengan mengunakan product monent

a. Disini lebih fokus pada penelitian ke kemahaman mahasiswa komunikasi dan penyiaran Islam terhadap pada yang sedang ada pada ceramah KH. Anwar Zaid di Media sosial.

b. Sedangkan penelitan ini lebih fokus pada penelitian pengaruh metode dakwah mauidah hasanah terhadap spiritualitas santri.


(1)

106 BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

Setelah penulis mengadakan penelitian tentang Pengaruh Metode Dakwah Mauidah Hasanah Terhadap Spiritualitas Santri Di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan dan menganalisis data yang ada, maka penulis dapat mengungkapkan kesimpulan sebagai hasil akhir penelitian. Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Merujuk pada rumusan masalah pertama: bahwasanya metode dakwah mauidah hasanah berpengaruh terhadap spiritualitas santri di Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan. Dengan perolehan perhitungan (rxy) dengan rumus Person Product Moment adalah sebesar 0,583 yang berdasarkan interpretasi nilai (rxy) terletak pada interval 0,40 – 0,599 yang berarti bahwa antara variabel X dan variabel Y terdapat hubungan yang sedang. Selanjutnya dikonsultasikan dengan table r baik pada t araf signifikasi 5% r tabel = 0,432 dan taraf signifikan 1% r table = 0,537. Dengan ini disimpulkan bahwa Hipotesis Kerja (Ha) diterima dan Hipotesis Nihil (Ho) ditolak.


(2)

107

2. Merujuk pada rumusan kedua: besarnya pengaruh Metode Dakwah Mauidah Hasanah terhadap spiritualitas santri Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan diperoleh menggunakan rumus Koefisien Diterminan dengan cara mengkuadratkan (rxy) kemudian dikalikan 100% yang hasilnya adalah 33,98 % yang berarti memiliki pengaruh yang cukup berarti.

B. Saran-saran

Metode dakwah khususnya Mauidah hasanah dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap spiritualitas santri, oleh karena itu penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada Yayasan Pondok Pesantren Darul Mustaghitsin Lamongan agar lebih dapat menciptakan suasana yang dapat menambah minat santri untuk mengikuti kegiatan pondok. Bagi santri adalah harus taat dan tawwadu’ kepada pengasuh atau pengurus pondok agar dalam menjalani kehidupan sehari-hari lebih bermakna. Karena pengasuh pondok tidak ingin santrinya tersesat dalam kemungkaran. Pengasuh hanya ingin santri-santri melakukan kebaikan dijalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk membuktikan kembali Teori sosial pada Patron Klien dengan obyek penelitian yang berbeda dengan jumlah sampel yang lebih besar.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mas Udik. 2005. Meneladani IESQ dengan Langkah Takwa & Tawakal. Jakarta : Zikrul Hakim.

Agustin, Ary Ginanjar. 2010. Rahasia Sukses Membangun Kenecerdasan Spiritual, Cetakan 53. Jakarta: Arga Publishing.

Arifin, Anwar. 2011. Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arkunto, Suharsimi. 1991. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta. Astuti, Rahmah. 2001. 10 Prinsip Parenting:Bagaimana Menumbuhkan

Dan Merawat Sukma Anak-Anak Anda. Bandung: Kaifa. Aziz, Moh Ali. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana.

____________. 2012. 60 Menit Terapi Sholat Bahagia. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.

Bachtiar,Wardi. 1997. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos.

Bungin, Burhan, 2011. Sisiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana.

_____________. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(4)

Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. 2009. Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Fu’ad ‘Abd, Muhammad al-Baqi, al jami’ al-sahih, Kairo: Maktabah

Salafiyyah, t.th

Hadi, Sutrisno. 2004. Statistik Jilid I. Yogyakarta: Andi Offset.

Hanafi, A MA. 1984. Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-kisah Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka al-Husna .

Hasan, Abdul Wahid. 2006. SQ NABI Aplikasi & Strategi Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa Kini. Jogjakarta : IRCiSoD.

Jalil, Abdul. 2013. Spiritual Enterpreneurship. Yogyakarta: PT.LkiS Printing Cemerlang.

Mardalis, 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Rmaja Rosdakarya.

Munir , M. 2009. Metode Dakwah Cetakan Ketiga. Jakarta: Kencana. Muslim al-Hajjaj al-Qusyairy al-Naisabury, Shohih Muslim, Jus I, telah

ditahqiq dari aslinya oleh Muhammad Muhi al-Din ‘Abd al

-Hamid Mesir Maktabah Muhammad ‘Aliy Subayh, t.th.

Palras, Christian. 1971. Hubungan Patron-Klien Dalam Masyarakat Bugis Makassar. Paris: Tidak Diterbitkan


(5)

Riduan dan Sunarto, Pengantar Statistika untuk Penelitian: Pendidikan, Sosial, Komunikasi, Ekonomi dan Bisnis

Scott, James C. 1983. Moral Ekonomi Petani. Jakarta: LP3S. Cetakan Kedua.

Shihab, M. Quraish. 1995. Membumikan Alqur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, cetakan 22, Bandung: Mizan.

Stepen R. 2011. Seni Mendengar Dan Komunikasi Yang Efektif Perpustakaan Nasional: Klick Publishing.

Sugiyono. 2010. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.

________. 2013. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.

Syam, Nur. 1991. Metodologi penelitian Dakwah Sketsa Pemikiran Pengembangan Ilmu Dakwah, Solo: Ramadhan.

Syarif H,N. Faqih. 2015. Kiat Menjadi Da’i Sukses, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Syarif H,N. Faqih, 2011. Menjadi Da’i Yang Dicintai, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tim penyusun. 2012. Panduan Penulisan Skripsi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Surabaya: Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.


(6)

Usman, Sunyoto. 2004. Sosiologi; Sejarah, Teori dan Metodologi. Yogyakarta: Center for Indonesian Research and Development CIReD.

Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo. Zohar, Donah dan Marshall, Ian. 2001. SQ memanfaatkan kecerdasan

Spiritual dalam Berpikir Integralistik Dan Holistik Untuk Memahami Kehidupan. Bandung: Mirza.