PERILAKU KONSUMTIF SANTRI DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM REJOSO PETERONGAN JOMBANG.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

AINUR ROFIQO

NIM. B75212071

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J U R U S A N I L M U S O S I A L

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

ABSTRAK

Ainur Rofiqo, 2016. Perilaku Konsumtif Santri Di Pondok Pesantren Darul Ulum

Rejoso Peterongan Jombang. Skripsi progam studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya

Kata Kunci : Konsumtif, Santri, Pondok Pesantren

Perilaku konsumtif adalah perilaku hidup yang boros karena mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Konsumtif merupakan perilaku dimana timbulnya keinginan untuk membeli kebutuhan barang-barang yang tidak diperlukan untuk memenuhi kepuasan pribadi. Perilaku hidup konsumtif tersebut dilakukan oleh santri yang seharusnya memiliki sifat yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Ada dua rumusan masalah yang dikaji dalam skripsi ini: 1. Bagaimana Perilaku Konsumtif Santri di Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang. 2. Apa faktor penyebab Perilaku Konsumtif Santri di Pondok Pesantren Darul Ulum. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif san jenis penelitian fenomenologi.

Untuk menjawab rumusan masalah, peneliti menggunakan teori

Interaksionisme Simbolik dari George Herbert Mead yang memiliki konsep Mind,

Self, and Society. Dan hasil temuan dari penelitian ini yakni, 1. Pertama santri konsumtif dalam hal makanan, santri lebih memilih membeli makanan atau makan siang diluar asrama mereka dari pada makan makanan yang disediakan dari pondok. Santri beralasan bahwa mereka telah bosan dengan makanan pondok yang kurang bervariasi. Kedua santri konsumtif dalam hal berbusana, santri membeli busana atau pakaian dengan cara online. Dan santri membeli pakaian atau busana minimal sebulan dua kali setiap kali mereka disambang. 2. Faktor yang yang melatar belakangi santri berperilaku konsumtif ialah keluarga yang mampu (kaya), teman bermain, lingkungan Pondok Pesantren, Dunia Internet, Disiplin dan peraturan pondok pesantren yang longgar.


(7)

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... ... vii

KATA PENGANTAR ... ... viii

DAFTAR ISI... ... x

DAFTAR TABEL ... ... xii

DAFTAR SKEMA ... ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang . 1 B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... ... 7

D. Manfaat Penelitian ... ... 7

E. Definisi Konseptual ... 8

F. Metode Penelitian ... 10

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 11

2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 13

3. Pemilihan Subjek Penelitian ... 13

4. Tahap Tahap Penelitan ... 14

5. Tekhnik Pengumpulan Data ... 17

6. Teknik Analisis Data ... 21

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 22

G. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II: PERILAKU KONSUMTIF SANTRI DALAM PERSPEKTIF INTERAKSIONISME SIMBOLIK GEORGE HERBERT MEAD ... 26


(8)

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

A. Kajian Pustaka ... 26

B. Interaksi Sosial ... 36

C. Interaksionisme Simbolik ... 41

D. Penelitian Terdahulu ... 49

BAB III: PERILAKU KONSUMTIF SANTRI DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM REJOSO PETERONGAN JOMBANG ... 53

A.Deskripsi Umum Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang ... 53

B.Perilaku Konsumtif Santri Di PP Darul Ulum ... 70

1. Perilaku Konsumtif Santri ... 70

2. Faktor-Faktor Penyebab Santri Berperilaku konsumtif ... 81

C.Analisis Temuan Data ... 92

D.Implikasi Teori Dengan Data ... 98

BAB IV: PENUTUP ... 101

A. Simpulan ... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA JADWAL PENELITIAN LAMPIRAN

Pedoman Wawancara Gambar


(9)

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Nama Informan ... 20

TABEL 3.1 Jarak Antar Daerah ... 64

TABEL 3.2 Nama Asrama ... 66


(10)

xiii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR SKEMA

SKEMA 2.1 Alur Berpikir Teori ... 44

SKEMA 3.1 Susunan Kepengurusan ... 63


(11)

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Jombang adalah salah satu Kabupaten yang terletak di bagian tengah Provinsi Jawa Timur. Jombang dikenal dengan sebutan Kota Santri, karena banyaknya sekolah pendidikan islam (Pondok Pesantren) diwilayahnya. Bahkan ada yang mengatakan Jombang adalah pusat Pondok Pesantren di Tanah Jawa karena hampir seluruh pendiri pesantren di Jawa pasti Pernah berguru di Jombang. Hal ini menandakan bahwa pendidikan di wilayah Jombang memang sangat tinggi mulai dari dahulu kala.

Pendidikan sangatlah penting diberikan kepada seorang anak. Baik itu berasal dari keluarga sendiri dan juga dari luar lingkungan keluarga. Pendidikan juga dapat bersifat formal dan non-formal. Pendidikan formal biasanya diberikan dari luar keluarga semisal pendidikan sekolah. Pendidikan pada anak juga bisa berupa pendidikan agama. Pendidikan ini biasanya diberikan oleh orang tua namun juga bisa dari luar, pondok pesantren misalnya.

Pondok pesantren ialah salah satu lembaga pendidikan non-formal yang bersifat Islam, dimana pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan agama Islam diharapkan dapat diperoleh di pesantren tersebut. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang memfokuskan pembelajaran pada


(12)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id umum. Biasanya anak yang menjalani pendidikan ini disebut santri dan dalam proses pembelajarannya santri harus tinggal disebuah asrama. Karena dalam suatu pesantren pastilah banyak sekali aturan-aturan yang berlaku yang berhubungan dengan akhlak dan moral.

Namun dengan berjalannya waktu pesantren saat ini beranjak dari pendidikan non-formal menjadi pendidikan formal. Maksudnya ialah pesantren yang dulunya hanya menerapkan sistem pembelajaran moral, akhlaq, Al-Qur’an, dan kitab-kitab atau disebut pondok salafi kini sekarang sudah mulai beranjak ke pendidikan yang formal yang bersifat modern. Yang dimaksud ialah sudah mulai ada pendidikan formal yang berupa pendidikan sekolah (baik

umum maupun Islam (diniyah), maupun perguruan tinggi di dalam pondok

pesantren dan juga dilengkapi dengan pembelajaran bahasa inggris dan juga bahasa arab. Dengan berbagai tambahan sistem pembelajaran umum, namun tidak meninggalkan sistem pembelajaran Islam yang menjadi tujuan utama. Pesantren modern berusaha menerapkan pendidikan yang berorientasi ajaran agama dan moral sebagai kajian utama yang kemudian diharapkan mampu menjawab tuntutan zaman dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat.

Salah satu yang menerapkan sistem ini ialah pondok pesantren Darul Ulum yang terletak di Desa Rejoso, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang. Pondok pesantren ini ialah salah satu pondok pesantren yang besar di kota Jombang. Pondok yang saat ini diketuai oleh K.H. Dimyati Romly ini menjadi salah satu pondok pesantren yang dikatakan modern. Dengan


(13)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id banyaknya sekolah sekolah yang ada di sana, dimulai dari MIN, MTSN, MTS Plus, SMP 3, SMA 1, SMA 2, SMA 3, MAN, SMK 1, dan juga SMK Telekomunikasi. Di pondok Pesantren ini juga memiliki beberapa perguruan Tinggi yaitu UNIPDU, UNDAR, dan STIKES Darul Ulum. Inilah yang disebut gambaran pondok pesantren modern yang dilengkapi pendidikan formal juga di dalamnya dan juga asilitas-fasilitas yang menunjang pendidikan santri baik dalam bidang umum maupun dalam bidang keagamaan.

Bukan hanya dibidang keagamaan saja santri-santri ini dididik, namun juga dibidang sosial juga. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya asrama-asrama yang berada di lingkungan tersebut yang banyak mengadakan acara-acara besar di lingkungan sekitar. Mengadakan acara bakti sosial di lingkungan tersebut. Bahkan antar asrama juga banyak mengadakan acara lomba-lomba guna mempererat hubungan dengan asrama lain. Dilingkungan sekolahpun juga begitu, banyak mengadakan acara-acara yang berbau sosial, dengan diadakannya Liga Unit yang memunculkan banyak perlombaan antar unit-unit sekolahan di Pondok Pesantren tersebut. Tujuannya hanya satu yaitu mempererat hubungan sosial antar sekolah dan para santri. Dengan diadakan acara-acara tersebut maka santri dapat berinteraksi dan mengenal satu sama lain yang berbeda asrama dan unit sekolahan. Maka dari itu hubungan sosial dan pergaulan santri akan semakin luas.

Latar belakang santri di Pondok Pesantren ini banyak sekali yang berasal dari berbagai daerah. Dari ujung Indonesia Barat sampai Timur, dari Sabang


(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id sampai Merauke. Pastilah mereka memiliki perilaku, gaya hidup, budaya, dan bahasa yang berbeda-beda. Perilaku maupun gaya hidup yang mereka bawa dari asal mereka, budaya yang mereka pelajari dari kecil, dan bahasa yang mereka miliki dari lahir pastilah tidak bisa dibuang atau dihilangkan begitu saja ketika mereka harus masuk, berbaur, dan tinggal bersama di lingkungan pondok pesantren. Karena banyak karakter-karakter santri dari berbagai daerah yang menjadi satu disana. Mulai dari perilaku, gaya hidup, dan kebudayaannya. Lama-kelamaan, langsung maupun tidak langsung, sadar maupun tidak sadar akan berpengaruh terhadap santri lainnya.

Keberadaan Pondok Pesantren saat ini maupun lingkungannya sudah lengkap dengan fasilitas yang dibutuhkan oleh santri-santri. Mulai dari kebutuhan pendidikan hingga kebutuhan sehari-hari. Mulai dari makan yang disediakan dari pondok, jika santri bosan dengan makanan asrama santri bisa mencari makanan lain diluar asrama, bahkan banyak sekali yang berjualan mulai dari makanan, jajanan kecil, dan juga minuman dengan yang beraneka ragam. Di lingkungan pesantren juga tersedia swalan kecil yaitu Smesco. Disana juga tersedia banyak warung internet yang disediakan untuk kebutuhan santri apabila santri membutuhkan informasi yang lebih, namun sebenarnya di unit sekolah masing-masing sebenarnya juga sudah tersedia lab komputer dan jaringan internet masing-masing. Juga tersedia beberapa penjual baju yang berada di pojok-pojok jalan yang akan memenuhi kebutuhan sandang para santri baik sandang sehari-hari maupun sandang untuk kebutuhan sekolah dan


(15)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id asrama. Disana juga tersedia banyak toko buku yang berdiri untuk memenuhi kebutuhan pendidikan para santri. Mulai dari pendidikan sekolah yang menyediakan buku umum maupun kitab khusus rekomendasi sekolah, dan juga kitab-kitab wajib pondok, toko buku juga menjual banyak buku-nuku maupun novel islami yang sangat sesuai untuk santri. Sudah banyak sekali fasilitas dan juga pembelajaran yang disediakan dan diberikan oleh pondok pesantren guna diterapkan kepada santri-santri untuk meningkatkan pendidikan dibidang agama, sosial dan umum. Yang mana diharapkan santri-santri tidak hanya berkutat dengan dunia agama namun juga sosial diluar sana yang lebih modern.

Namun tak jarang pula karena kurang mampu dalam mengadopsi modernisasi pendidikan dengan baik, maka hal tersebut dapat mengancam kehidupan para santri. Misalnya saja fenomena yang terjadi saat ini, yaitu perilaku konsumtif yang terjadi di kalangan santri. Kita ketahui bahwa kata konsumtif adalah kecenderungan seseorang secara berlebihan dalam membeli sesuatu atau membeli secara tidak terencana. Perilaku seperti ini dapat terlihat dari cara santri dalam memutuskan barang-barang yang akan dibeli, digunakan dan dikonsumsi baik pada saat di dalam dan di luar komplek pondok pesantren modern.

Perilaku konsumtif didasari oleh banyak keinginan antara lain keinginan untuk ditanggapi oleh orang lain, keinginan untuk dihargai orang lain dan diberikan apresiasi. Keinginan untuk diakui orang lain, yaitu berpusat pada diri


(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

sendiri dan kemegahan, biasanya dinamakan kesombongan (takabbur). Atau

pula ada kepentingan.

Remaja saat ini terutama santri berusaha membentuk citra atau image

dirinya secara fisik semenarik mungkin. Sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan lingkungan mereka. Keinginan untuk memenuhi tuntutan tersebut diduga mendorong remaja untuk berperilaku konsumtif. Remaja membeli barang hanya untuk memperoleh pengakuan dari orang lain. Demikian pula halnya dengan gaya hidup mereka yang cenderung menghambur-hamburkan uang hanya demi memenuhi tingkat kepuasan batin sesaat, yang akhirnya melahirkan gaya hidup konsumtif.

Mulanya pondok pesantren sangat mengedepankan akhlak dan sifat sederhana dan juga tidak berlebihan. Namun jika dilihat dari apa yang terjadi dengan santri yang sering membeli barang yang dikonsumsi berlebihan maka hal ini tidaklah lagi mencerminkan akhlak santri pondok pesantren yang sederhana dan tidak berlebihan. Disini dapat dilihat bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang diajarkan oleh Pondok Pesantren dengan apa yang dilakukan oleh santri sehari-harinya. Ada ketidaksesuaian antara ajaran pondok dengan perilaku santri yang mana seharusnya santri berperilaku dengan sangat sederhana dan tidak berlebih-lebihan tetapi pada realitanya santri saat ini berperilaku konsumtif.


(17)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Santri diharapkan sebagai generasi muda dapat menjadi agen perubahan sosial pada masa kini maupun di masa mendatang. Santri diharapkan mampu menuntut ilmu agama dan umum. Kemudian santri juga mampu melakukan perubahan sosial dan menularkan perilaku positif di kalangan masyarakat dengan memberikan contoh yang baik dan mampu mengontrol perilaku konsumtif agar tidak menjadi gaya hidup.

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perilaku Konsumtif Santri di Pondok Pesantren Darul Ulum

Rejoso Peterongan Jombang?

2. Apa faktor penyebab Perilaku Konsumtif Santri di Pondok Pesantren Darul

Ulum?

C.Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini dapat memberikan data yang riil dan alamiah mengenai

Perilaku Konsumtif Santri di Pondok Pesantren Darul Ulum

2. Dengan penelitian ini dapat diketahui faktor apa yang menjadi penyebab

Perilaku Konsumtif Santri di Pondok Pesantren Darul Ulum

D.Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini tentunya peneliti akan mendapatkan penelitian yang sangat berharga. Adapun manfaat dalam melakukan penelitian ini adalah :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi teoritis dan empiris bagi kepentingan akedemis.


(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Secara Praktis

a. Memberikan harapan bagaimana perilaku konsumtif santri bisa berfokus

pada meningkatkan kualitas guna mempersiapkan diri dalam persaingan di era globalisasi saat ini

b. Bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin lebih mendalami penelitian

tentang perilaku konsumtif santri di Pondok Pesantren.

E. Definisi Konseptual

1. Perilaku Konsumtif

Perilaku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.1

Kata konsumtif berasal dari kata konsumsi yang artinya pemakaian barang hasil produksi, yang berarti suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Sedangkan arti kata konsumen yaitu pemakai barang produksi, setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumsi dilakukan oleh konsumen, dimana kita dan semua manusia yang ada di dunia ini adalah konsumen.

1

Tim Penyusun Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal 859


(19)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Karena sebenarnya kita adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri. Dan ketika kita membeli sesuatu kita sudah menjadi konsumen.

Arti kata konsumtif sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah bersifat konsumsi (hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri)2.

Jadi konsumtif ialah perilaku yang boros yang mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan.

2. Santri

Santri adalah peserta didik yang belajar atau menuntut ilmu di pondok

pesantren.3 Selama menimba ilmu di pesantren, ia juga akan ditanamkan

nilai-nilai yang akan membentuk karakter santri, nilai-nilai itu tercermin dalam panca jiwa yang dimiliki semua santri yaitu: keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah islamiyah dan kebebasan.

Dalam tradisi pesantren dapat ditemukan dua macam status santri,

yaitu santri mukim dan santri kalong.4 Yang dimaksud dengan santri mukim

adalah murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dari arena itu memiliki kemungkinan yang tinggi untuk menetap didalam kompleks pesantren. Biasanya santri mukim inilah yang akan tinggal di pesantren

2

Ibid, hal 590-591. 3

Abd, Halim Shobar, Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonansi Guru Sampai UU SISDIKNAS, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal 38.

4

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hal 51.


(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id dalam waktu yang lama. Adapun yang dimaksud dengan santri kalong adalah mereka yang berasal dari sekeliling pesantren. Mereka ini memiliki rumah yang letaknya tidak jauh dari pesantren.

Yang dimaksud santri dalam penelitian ini ialah santri perempuan yang tinggal atau menetap dan menimba ilmu di Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang atau disebut dengan santri mukim. Santri dalam hal ini yang bersikap atau berperilaku konsumtif dalam perilaku sehari-harinya.

3. Pondok Pesantren

Secara umum, pesantren diartikan sebagai tempat tinggal para santri. Istilah lain menyebutnya bahwa pesantren juga pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan islam tradisional, dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar bersama di bawah bimbingan seseorang (lebih) yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai”.5

Pesantren juga bisa didefinisikan sebagai lembaga pendidikan tradisional islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

5Fa’uti Subhan, Membangun Sekolah unggulan Dalam sistem Pesantren,

(Surabaya: Alpha 2006), hal 7


(21)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Pondok pesantren Darul Ulum ialah pondok pesantren modern yang mana di dalamnya bukan hanya mengajarkan ilmu agama berupa

aqidah-akhlak, Al-Qur’an dan kitab-kitab kuning saja, tetapi di dalamnya juga

diajarkan ilmu-ilmu umum yang diterapkan disekolah-sekolah yang berada di pondok tersebut. Yang mana di pondok tersebut terdapat banyak sekali asrama untuk ditinggali para santri. Dan di setiap asrama tersebut terdapat pengasuh masing-masing atau biasa disebut dengan Kyai.

F. Metode Penelitian

Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk megetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi dengan judul “Perilaku Konsumtif Santri

Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang”, peneliti menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif dimana dalam penelitian ini lebih menekankan pada makna dan proses daripada hasil suatu aktivitas. Di Dalam melakukan penelitian seseorang dapat menggunakan metode penelitian tersebut. Sesuai dengan masalah, tujuan, kegunaan dan kemampuan yang dimilikinya.

Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara idividual maupun


(22)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

kelompok.6 Penelitian kualitatif memiliki dua tujuan utama menggambarkan

dan mengungkap dan yang kedua ialah menggambarkan dan menjelaskan. Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti ialah jenis penelitian fenomonologi. Fenomonologi adalah bagian dari metodologi kualitatif

namun yang mengandung nilai sejarah dalam perkembangannya.7 Seperti

Schutz dalam fenomenologi dunia sosialnya yang berputar pada tiga tema

yakni dunia sehari-hari, sosialitas, serta makna dan pembentukan makna.8

Tema pertama, dunia sehari-hari. Dunia sehari-hari merupakan dunia

yang fundamental dan dunia terpenting bagi manusia. Dia menjadi aspek

pertama yang sekaligus menjadi sumber dan dasar bagi pembentukan aspek lainnya. Dalam dunia sehari-hari terbentuklah, misalnya, bahasa dan makna dan juga terjadi interaksi sosial antara anggota masyarakat. Yang dari sana membentuk berbagai tingkah laku yang kemudian diterima bersama. Dari realitas tersebut maka dapat terbentuk lagi aspek laiinnya misalnya pengetahuan, filsafat, dan juga teknologi. Dunia sehari-hari memang merupakan kenyataan mendasar yang tanpanya kenyataan-kenyataan sosial lainnya tidak akan terbentuk.

Tema kedua, sosialitas. Sosialitas disini dimaknai sama halnya dengan

gagasan Weber atas tindakan sosialnya (social action). Yang mana ketika

seseorang bertindak haruslah ditujukan kepada orang lain. Manusia itu tidak

6

Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, Terampil Mengolah Data Kualitatif Dengan Nvivo, (Jakarta: Kencana, 2010), hal 1

7

Agus Salim,Teori Dan ParadigmaPenelitianSosial, (Yogyakarta : Tiara WacanaYogya (Anggota IKAPI), 2001), hal. 102

8

Alex Sobur, Filsafat Komunikasi: Tradisi dan Metode Fenomenologi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hal 63


(23)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id hidup sendiri, mereka berkelompok, hidup bersama bergaul dengan orang lain, menciptakan banyak cara tertentu dalam berpikir, berbicara, menilai, dan merasa.

Tema ketiga, makna dan pembentukan makna. Makna dan

pembentukan makna merupakan sumbangan Schutz yang terpenting dan orisinal kepada gagasan fenomenologi, tentang makna dan bagaimana makna membentuk struktur sosial. Masyarakat mengartikan dasar pada

dunia sehari hari dengan sebutan common sense (akal sehat), dengan akal

sehat ini lah pengetahuan, teknologi dan lain-lain dapat terbentuk. Sehat bekerja sehingga membentuk pengetahuan inilah inilah dimana fase makna dan pemaknaan terjadi. Pengetahuan ini bukan hanya diperoleh dari diri sendiri saja melainkan dapat juga diturunkan dari orang lain sebelumnya.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian sebagai objek atau sasaran perlu mendapatkan perhatian dalam menentukannya, karena pada prinsipnya sangat berkaitan dengan permasalahan yang diambilnya. Lokasi penelitian sebagai sasaran yang sangat membantu untuk menentukan data yang diambil, sehingga

lokasi ini sangat menunjang untuk dapat memberikan informasi yang valid.9

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Rejoso Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang karena melihat fenomena perilaku konsumtif yang saat ini terjadi di Pondok Pesantren Darul Ulum.

9

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta : Rineka Cipta, 200), hal 34-35.


(24)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Selain itu, Peneliti kurang lebih mengetahui karakter orang yang diteliti sehingga dapat melakukan pendekatan dengan mudah dan mendapat data yang banyak. Modal sosial atau jaringan juga menjadi alasan selanjutnya. Dan menjadi alasan utama adalah keberadaan objek penelitian yang banyak ditemukan di lokasi tersebut. Serta jarang sekali orang melakukan penelitian di lokasi ini, sehingga menjadi hal yang baru dan menarik apabila melakukan penelitian di Rejoso.

Sedangkan untuk waktu penelitian yang dibutuhkan oleh peneliti adalah kurang lebih sekitar 2 bulan sekitar bulan Mei-Juni 2016.

3. Pemilihan Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini istilah yang digunakan untuk subjek penelitian

adalah informan dan key informant. Pada dasarnya kedua istilah di atas

sama bermakna pada subjek penelitian, penekanan yang diinginkan dengan menyebut subjek penelitian dengan istilah informan adalah dari yang bersangkutan peneliti akan memperoleh informasi mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan dirinya sendiri ataupun tentang lingkungan sekitarnya yang menjadi topik penelitian ini.

Pemilihan informan dan key informant lebih menekankan pada data

apa yang hendak dicari. Dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah santri pondok pesantren Darul Ulum yaitu santri yang menempuh


(25)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id pendidikan sekolah SMA/MA kelas XI dan juga ustadzah Pondok

Pesantren. ustadzah menjadi key informant dan santri sebagai informant.

Peneliti memilih kelas XI karena kelas XI sudah dianggap dapat memilih dan berfikir tindakan apa yang akan dilakukan. Untuk memilih

santri tersebut peneliti dibantu oleh ustadzah yang menjadi key informant.

Dari ustadzah tersebut peneliti bisa mendapatkan informant yang tepat

sehingga data yang diperoleh valid dan sudah dapat mewakili.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Tahapan ini disusun secara sistematis agar diperoleh data secara sistematis pula. Ada empat tahap yang bisa dikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu :

a. Tahap Pra-lapangan

Pada tahap pra-lapangan merupakan tahap penjajakan lapangan. Ada enam langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu:

1) Menyusun Rancangan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti membuat usulan penelitian atau proposal penelitian yang sebelumnya didiskusikan dengan dosen pembimbing dan beberapa dosen lain serta mahasiswa. Pembuatan proposal ini berlangsung sekitar satu bulan melalui diskusi yang terus-menerus dengan beberapa dosen dan mahasiswa.


(26)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Adalah tahap penemuan di lapangan. Pada tahap ini tidak dapat dipisahkan dengan invention atau kenyataan yang ada, tahapan ini adalah tahapan pengumpulan data dilapangan yang landasannya terangkat dari kenyataan yang ada. Peneliti memilih Desa Rejoso kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang. Di Desa ini terdapat banyak sekali santri yang yang mondok di Pesantren Darul Ulum.

3) Mengatur Perizinan

Sebelum diadakannya penelitian, peneliti mengurus

administrasi perizinan. Dan mempersiapkan segala keperluan perizinan yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Dan perizinan dilakukan di sekretariatan Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang.

4) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu atau kebutuhan yang akan dipergunakan dalam penelitian ini. Peneliti

menyiapkan pedoman wawancara, kamera, hand phohe atau tape

recorder untuk merekam serta alat tulis untuk mancatat.

b. Tahap Lapangan

Dalam tahap ini dibagi atas tiga bagian yaitu :


(27)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Untuk memasuki suatu lapangan penelitian, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu, disamping itu peneliti perlu mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental dalam menghadapi subjek yang akan diteliti di lapangan. Dan subyek itu meliputi santri, dan pengurus/pengasuh pondok pesantren.

2) Memasuki Lapangan

Pada tahap ini perlu ada hubungan yang baik dan akrab dengan subyek penelitian dengan menggunakan tutur bahasa yang baik, akrab serta bergaul dengan mereka dan tetap menjaga etika pergaulan dan norma-norma yang berlaku di dalam lapangan penelitian tersebut. Dan lapangan dalam penelitian kali ini ialah Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang.

3) Berperanserta Sambil Mengumpulkan Data

Dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperolehnya ke

dalam field notes, baik data yang diperoleh dari wawancara,

pengamatan atau menyaksikan sendiri kejadian tersebut.

4) Tahap Analisa Data

Analisa data merupakan suatu tahap mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar agar dapat memudahkan dalam menentukan tema dan dapat


(28)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

merumuskan hipotesa kerja yang sesuai dengan data.10 Jadi analisis

data adalah menjelaskan data secara urut berdasarkan aturan tertentu.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada dasarnya merupakan suatu kegiatan operasional agar tindakannya masuk pada pengertian penelitian yang sebenarnya. Pencarian data di lapangan dengan mempergunakan alat pengumpul data yang sudah disediakan secara tertulis ataupun tanpa alat yang hanya merupakan angan-angan tentang sesuatu hal yang akan dicari di lapangan, sudah merupakan proses pengadaan data primer. Gambaran penelitian akan menjadi jelas apabila arah pandangannya ditunjang oleh

alat-alat yang tersedia.11

Cara memperoleh data yang penulis gunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi atau Pengamatan

Observasi atau pengamatan yaitu, alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Keunggulan dari cara ini, yaitu merupakan alat yang

langsung untuk meneliti bermacam-macam gejala.12 Dengan cara ini

juga akan memudahkan peneliti untuk mengamati tingkah laku

10

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007 ), hal 85-103.

11

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta : Rineka Cipta, 200), 37-38.

12


(29)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id tertentu. Observasi atau pengamatan dilakukan dengan menggunakan indra penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Yang dilakukan waktu pengamatan adalah mengamati gejala-gejala sosial dalam katagori yang tepat, mengamati berkali-kali dan mencatat segera bagaimana keadaan masyarakat disana dengan memakai alat bantu seperti alat pencatat, formulir dan alat mekanik seperti tape recorder dan lainnya.

Yang dilakukan peneliti ialah mengamati perilaku santri di lingkungan Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang sehingga peneliti tau apa saja dan bagaimana saja perilaku santri tersebut. Setiap pulang ke asrama santri terlihat membawa makanan yang dibelinya diluar asrama seperti nasi, es, dan jajanan lainnya dan dibawa ke dalam asrama yang sebenarnya santri telah disediakan makanan nasi di dalam asrama masing-masing. Setiap harinya santri terlihat gonta-ganti dalam berpakaian dan sering menggunakan asesoris.

b. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam peulisan yang berlangsung secara lisan, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih


(30)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id yang bertatap muka mendengarkan secara langsung

informasi-informasi atau keterangan-keterangan.13 Dalam penelitian dilakukan

wawancara dengan pertanyaan open-ended sehingga informan dapat

memberikan informasi yang tidak terbatas dan mendalam dari

berbagai perspektif.14

Dan wawancara kali ini akan dilakukan pada santri dan pengurus/pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang. Dan untuk memudahkan proses wawancara, peneliti membuat pedoman wawancara.

Teknik wawancara dalam penelitian kali ini menggunakan teknik wawancara yang bersifat terbuka yakni dengan mengejar pertanyaan. Narasumber menceritakan apa yang dia tau lalu peneliti menanyakan kembali pernyataan terakhir yang narasumber berikan.

Terkait teknik pengumpulan data dengan wawancara maka beberapa narusumber yang diwawancarai dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.1

13

Ibid, 108 14

Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, Terampil Mengolah Data Kualitatif Dengan Nvivo, (Jakarta: Kencana, 2010), hal 6.


(31)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Nama Informan

No Nama Nama

Asrama Sekolah Kelas Alamat Status

1 Fransiska

Rahmawati Sulaiman Bilqis SMA Darul Ulum 1

XI Kalimantan Santri

2 Anisa

Fadilla Muzamzamah

SMA Darul Ulum 1

XI Jakarta Santri

3 Rika Desi Arrisalah

SMA Darul Ulum 2

XI Bali Santri

4 Nazara

Widiatama Arrisalah

SMA Darul Ulum 2

XI Ponorogo Santri

5 Rahmawati

Aprilia Queen

MAN Darul Ulum

XI Mojokerto Santri

6 Ameylia

Nur S Hurun Iin

SMA Darul Ulum 1

XI Mojokerto Santri

7 Isna

Maulidi Al Kautsar

SMA Darul Ulum 1

XI Surabaya Santri

8 Putri Indah

Yani Al Khodijah

SMA Darul Ulum 1

XI Malang Santri

9 Ustadzah

Anif Arrisalah Kediri

Ustadza h

10 Ustadzah

Istiq Queen Jombang

Ustadza h


(32)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumen yang

diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi.15

Dan dokumen yang diperlukan dalam penelitian kali ini ialah data-data seputar Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang dan juga para santri dan jumlah santi dan juga bukti-bukti foto.

6. Teknik Analisis Data

Menurut Restu Kartiko Widi dalam bukunya, analisis data adalah proses penghimpunan atau pengumpulan, pemodalan dan transformasi data dengan tujuan untuk menyoroti dan memperoleh informasi yang bermanfaat memberikan saran, kesimpulan, dan mendukung pembuatan

keputusan.16 Peneliti gunakan untuk menganalisis setiap informasi yang

diberikan oleh informan. Sebab hasil temuan memerlukan pembahasan lebih lanjut dan penafsiran lebih dalam untuk menemukan makna dibalik fakta serta mencermati secara kritis dan hati-hati terhadap perspektif teoritis yang digunakan.

Dalam penulisan kali ini teknik analisa data yang diambil oleh penulis yaitu menggunkan teknik analisa kualitatif. Yaitu untuk menggambarkan obyek penulisan sehingga dapat menjawab rumusan-rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.

15

Irawan Soeharto, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), hal 70. 16


(33)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi:

a. Uji Kredibilitas

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan:

1) Perpanjangan Pengamatan

Peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin

terbentuk repport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi),

semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. (Susan Stainback, 1988).

2) Peningkatan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cepat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

3) Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredebelitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan ini peneliti menggunakan


(34)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id trianggulasi informan, jadi untuk memperjelas data yang di dapat oleh peneliti maka peneliti menanyakan lagi data tersebut pada informan lainnya.

4) Menggunakan Bahan Referensi

Bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.

5) Mengadakan Member Check

Member check adalah proses pengecekan data yang

diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck

adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

b. Pengujian Transferability

Dalam membuat laporan peneliti harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian maka pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut ditempat lain.

c. Pengujian Depenbility

Uji depanbility dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Caranya dilakukan oleh auditor yang independen, atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.


(35)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

d. Pengujian Konfirmability

Uji konfirmability mirip dengan uji depanbility, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian tersebut

sudah memenuhi standar konfirmability. Dalam penelitian, jangan

sampai proses tidak ada tetapi hasil ada.17

G.Sistematika Pembahasan

1. BAB I Pendahuluan

Dalam bab pendahuluan, penulis memberikan gambaran tentang latar belakang masalah yang akan diteliti. Satelah itu menentukan rumusan masalah dalam penulisan tersebut. Serta menyertakan tujuan dan manfaat penulisan. Selain itu, terdapat juga telaah pustaka, definisi konsep untuk memaparkan pendefinisian dari fokus penelitian, serta metodologi penelitian.

2. BAB II Kajian Pustaka dan Teori (Mind, Self, and Society)

17


(36)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Dalam bab kajian pustaka, penulis memberikan gambaran tentang kajian pustaka dan teori yang akan digunakan oleh peneliti. Peneliti menjelaskan kajian pustaka yang mengenai perilaku konsumtif santri Pondok Pesantren. Dan peneliti menggunakan teori Interaksionisme Simbolik milik George Herbert Mead. Dan teori Interaksionisme Simbolik inilah yang akan dijadikan sebagai alat untuk menganalisis temuan penelitian yang dipaparkan pada bab III.

3. BAB III Penyajian dan Analisis Data

Dalam bab penyajian data, penulis memberikan gambaran tentang data-data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder dan akan di analisis dengan teori Interaksionisme simbolik dengan hasil temuan data penelitian. Penyajian data dibuat secara tertulis dan dapat juga disertakan gambar, tabel atau bagan yang mendukung data.

4. BAB IV Penutup

Dalam bab penutup, penulis menuliskan kesimpulan dari

permasalahan dalam penulisan selain itu juga memberikan saran kepada para pembaca laporan penulisan ini.


(37)

26

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB II

PERILAKU KONSUMTIF SANTRI DALAM PERSPEKTIF INTERAKSIONISME SIMBOLIK GEORGE HERBERT MEAD DAN

A.Kajian Pustaka

a. Definisi Perilaku Konsumtif

Perilaku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.18

Sebagaimana diketahui perilaku atau aktivitas yang ada pada individu itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh individu yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupu stimulus internal. Namun demikian sebagian terbesar dari perilaku individu itu sebagai respon terhadap stimulus eksternal. Skinner membedakan

perilaku menjadi (a) perilaku yang alami (innate behavior), (b) perilaku

operan (operant behavior). Perilaku alami yaitu perilaku yang dibawa sejak

individu dilahirkan, yaitu yang berupa refleks-refleks dan insting-insting, sedangkan perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Perilaku yang refeksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai individu yang bersangkutan. Reaksi atau perilaku ini terjadi secara dengan sendirinya,

secara otomatis.19

18

Tim Penyusun Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal 859

19


(38)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

Arti kata konsumtif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

bersifat konsumsi (hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri).20 Jadi

konsumtif ialah perilaku yang boros yang mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Konsumtif merupakan perilaku dimana timbulnya keinginan untuk membeli barang-barang yang kurang diperlukan untuk

memenuhi kepuasan pribadi.21 Saat ini kembanyakan seseorang sudah

terjebak dengan kebutuhan konsumtif yang dengan rela menuruti segala keinginannya dan bukan memenuhi kebutuhannya, misal saja makanan, pakaian, perangkat elektronik, hiburan dan lain sebagainya. Kebanyakan dari ini semua dilakukan seseorang untuk memamerkan status mereka dan menurutu gengsi. Seseorang akan berperilaku konsumtif apabila seseorang disekelilingnya maupun lingkungannya juga berperilaku sama.

Tipe-tipe perilaku konsumtif

Menurut Moningka ada 3 tipe perilaku konsumtif22, yaitu:

1. Konsumsi adiktif (addictif consumtion), yaitu mengkonsumsi barang atau

jasa karena ketagihan.

2. Konsumsi kompulsif (compulsive consumtion), yaotu belanja secara terus

menerus tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya ingin dibeli.

3. Pembelian impulsif (impulse buying atau impulsive buying) pada impulse

buying, produk dan jasa memiliki daya guna bagi individu. Pembelian produk atau jasa tersebut biasanya dilakukan tanpa perencanaan.

20

Tim Penyusun Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal 590-591.

21

http://.kompasiana.com/maulanaridone/remaja-dan-perilaku-konsumtif, 22


(39)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Sumartono menyatakan bahwa konsep perilaku konsumtif amatlah variatif, tetapi pengertian perilaku konsumtif adalah membeli barang atau jasa tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan. Secara

operasional indikator perilaku konsumtif adalah:23

1. Membeli produk karena hadiahnya.

2. Membeli produk karena kemasannya menarik.

3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat dan

kegunaannya).

5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.

6. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang

mengiklankan produk.

7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan

menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

8. Mencoba lebih dari 2 produk sejenis (merk berbeda).

b. Definisi Santri

Santri adalah peserta didik yang belajar atau menuntut ilmu di pondok

pesantren.24 Selama menimba ilmu di pesantren, ia juga akan ditanamkan

nilai-nilai yang akan membentuk karakter santri, nilai-nilai itu tercermin dalam panca jiwa yang dimiliki semua santri yaitu: keikhlasan,

23 Ibid, 24

Abd, Halim Shobar, Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonansi Guru Sampai UU SISDIKNAS, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal 38.


(40)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah islamiyah dan kebebasan. Dalam tradisi pesantren dapat ditemukan dua macam status santri, yaitu santri

mukim dan santri kalong.25 Yang dimaksud dengan santri mukim adalah

murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dari arena itu memiliki kemungkinan yang tinggi untuk menetap didalam kompleks pesantren. Biasanya santri mukim inilah yang akan tinggal di pesantren dalam waktu yang lama. Adapun yang dimaksud dengan santri kalong adalah mereka yang berasal dari sekeliling pesantren. mereka ini memiliki rumah yang letaknya tidak jauh dari pesantren. mereka mengaji di langgar maupun mushollah pada malam hari, dan siang harinya mereka pulang kerumah. Untuk menjadi santri tidak dibatasi oleh umur, setiap orang dapat menjadi seorang santri, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan juga orang yang sudah tua dapat menjadi seorang santri. Asalkan seseorang memang tekun untuk mengaji dan berguru di pondok pesantren.

Pada dasarnya seorang santri harus memiliki sifat-sifat yang akhlakul

karimah, sifat sifat26 ini meliputi:

1. Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran Islam, seorang santri dididik agar

agar mampu memahami makna hidup, keberadaan, peranan, serta tanggung jawabnya dalam kehidupan di masyarakat.

2. Memiliki kebebasan yang terpimpin, setiap santri memiliki kebebasan,

tetapi kebebasan itu harus dibatasi kareba kebebasan memiliki potensi anarkisme. Keterbatasan (ketidakbebasan) mengandung kecenderungan

25

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hal 51.

26


(41)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id mematikan kreativitas, karena itu pembatasan harus dibatasi. Inilah yang dimaksud dengan kebebasan yang terpimpin. Kebebasan yang seperti ini adalah watak ajaran Islam. Manusia bebas menetapkan aturan hidup tetapi dalam berbagai hal manusia menerima saja aturan yang datang dari Tuhan.

3. Berkemampuan mengatur diri sendiri, di pesantren santri mengatur

sendiri kehidupannya menuruti batasan yang diajarkan agama. Ada unsur kebebasan dan kemandirian disini. Bahkan masing-masing pesantren juga mengatur dirinya sendiri. masing-masing pesantren memiliki otonomi. Setiap pesantren mengatur kurikulumnya sendiri, mengatur kegiatan santrinya, tidak harus sama antara satu pesantren dengan pesantren lainnya. Pada umumnya masing-masing santri bangga dengan pesantrennya dan menghargai pesantren lain. Sejauh ini belum pernah terjadi perkelahian atau saling mengejek antarsantri pondok pesantren yang berbed, sebagaimana sering terjadi di antara sekolah-sekolah umum di kota. Kebanggaan santri terhadap pesantrennya masing-masing umumnya terletak pada kehebatan dan kealiman kiainya, kitab yang dipelajari, kerukunan dalam bergaul, rasa senasib sepenanggungan, kedisiplinan, kerapian berorganisasi, dan kesederhanaan.

4. Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi, dalam pesantren berlaku prinsip:

dalam hal kewajiban, individu harus menunaikan kewajiban lebih dahulu, sedangkan dlam hal hak, individu harus mendahulukan kepentingan diri


(42)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id tertib, baik tentang tata tertib belajar maupun kegiatan lainnya. Kolektivisme itu dipermudah terbentuk oleh kesamaan dan keterbatasan fasilitas kehidupan.

5. Menghormati orang tua dan guru, ini memang jaran Islam. Tujuan ini

dikenal antara lain melaui penegakan berbagai pranata di pesantren seperti mencium tangan guru, tidak membantah guru. Demikian juga terhadap orang tua. Nilai ini agaknya sudah banyak terkikis di sekolah-sekolah umum.

6. Cinta kepada ilmu, menurut Al-Qur’an ilmu (pengetahuan) datang dari

Allah. Banyak hadits yang mengajarkan pentingnya menuntut ilmu dan menjaganya. Karena itu orang-orang pesantrenn cenderung memandang ilmu sebagai suatu yang suci dan tinggi.

7. Mandiri, jika mengatur diri sendiri disebut otonomi, maka mandiri yang

dimaksud adalah berdiri atas kekuatan sendiri. sejak awal santri telah dilatih untuk mandiri. Mereka kebanyakan memasak sendiri, mencucui pakaian sendiri, membersihkan kamar dan pondoknya sendiri, dan lain-lain. Metode sorogan yang individual juga memberikan pendidikan kemandirian. Melalui metode ini santri maju sesuai dengan kecerdasan

dan keuletan sendiri. tidak diberikannya ijazah yang memiliki civil effect

juga menanamkan pandangan pada santri bahwa mereka kelaknya secara ekonomi harus berusah mandiri, tidak mengharap menjadi pegawai negeri.


(43)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

8. Kesederhanaan, dilihat secara lahiriyah kesederhanaan memang mirip

dengan miskin. Padahal yang dimaksud sederhana di pesantren adalah sikap hidup , yaitu sikap memandang sesuatu, terutama materi, secara wajar, proporsional, dan fungsional. Sebenarnya banyak santri yang berlatar belakang orang kaya, tetapi mereka terlatih hidup sederhana. Ternyata orang kaya tidak sulit menjalani kehidupan sederhana bila dilatih seperti cara pesantren itu. Kesederhanaan itu sesungguhnya merupakan realisasi ajaran islam yang pada umumnya diajarkan oleh para shifi, hidup cara shufi memang merupakan suatu yang khas pesantren umumnya.

9. Memiliki iman yang kuat, secara singkat kondisi menyeluruh kehidupan

budaya di pesantren itulah yang berdaya menanamkan keimanan seorang santri. pengaruh kiai, baik pada peribadatan ritual maupun dalam perilakunya sehari-hari, penghormatan orang pada sang kiai, tata letak rumah ibadat, rayuan bacaan sholawat dan pepujian menjelang subuh, sebagai upacara keagamaan, semua itu mempengaruhi secara mendalam hati orang, dan bersamaan dengan itu iman masuk.

Iman bertempat di hati, bukan dikepala. Karena itu, penanaman iman bukan terutama penanaman konsep dikepala sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan guru agama sekarang. Iman ditanamkan langsung ke dalam hati. Penanaman ini di pesantren dilakukan lewat contoh terutama dari kehidupan kiyai, pembiasaan, peraturan kedisiplinan, ibadah serta pepujian yang ritual, dan kondisi umum kehidupan pesantren itu sendiri.


(44)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

c. Definisi Pondok Pesantren

Secara umum, pesantren diartikan sebagai tempat tinggal para santri. Istilah lain menyebutnya bahwa pesantren juga pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan islam tradisional, dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar bersama di bawah bimbingan seseorang (lebih) yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai”.27

Pesantren juga bisa didefinisikan sebagai lembaga pendidikan tradisional islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

Pondok pesantren menurut M. Arifin berarti suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di

bawah kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai

denagn ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala

hal.28 Namun lembaga Re-search Islam (Pesantren Luhur) mendefinisan

pesantren adalah “suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan

tempat tinggalnya.29

27 Fa’uti Subhan, Membangun Sekolah unggulan Dalam sistem Pesantren,

(Surabaya: Alpha 2006), hal 7

28

Mujamil Qomar, Pesantren , Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal 2.

29 Ibid,


(45)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Menurut para ahli pesantren baru dapat disebut pesantren bila memenuhi lima syarat, yaitu: 1. Ada kiyai, 2. Ada pondok, 3. Ada masjid, 4. Ada santri, 5. Ada ajaran membaca kitab kuning. Dengan demikian bila orang menulis tentang pondok pesantren maka topik-topik yang harus ditulis

sekurang-kurangnya ialah30:

1. Kiyai pesantren, mencakup ideal kiyai untuk zaman kini dan nanti.

2. Pondok, akan mencakup syarat-syarat fisik dan non-fisik, pembiayaan,

tempat, dan lain-lain.

3. Masjid, cakupannya akan sama dengan pondok yang meliputi syarat

fisik, tempat, dan lain-laing.

4. Santri, meliputi masalah syarakt, sifat, dan tugas santri.

5. Kitab kuning, bila diluaskan akan mencakup kurikulum pesantren dalam

arti yang luas.

Pondok pesantren dibagi menjadi dua macam:

1) PesantrenTradisional

Pesantren tradisional ini masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional, dengan materi pengajaran kitab klasik yang disebut kitab kuning. Di samping itu model-model pengajarannya juga bersifat non klasik yaitu dengan metode sorogan dan bandongan. Sorogan, disebut juga sebagai cara mengajar perindividu yaitu setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh palajaran langsung dari kyai.

30


(46)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Sedangkan bandongan dilaksanakan dengan cara kyai mengajarkan kitab

tertentu kepada kelompok santri, atau belajar dengan cara kolektif.31

2) Pesantren Modern

Pesantren modern berusaha memadukan secara penuh sistem klasikal dan

sekolah ke dalam pesantren. pada pola ini pesantren memiliki ciri32:

a) Mulai akrab dengan metodologi ilmiyah modern.

b) Semakin berorientasi pada pendidikan dan fungsional, artinya terbuka

atas perkembangan dirinya.

c) Penggolongan program dan kegiatannya makin terbuka, tidak lagi

absolut tergantung kepada kyai melainkan bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dari luar.

d) Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.

Pondok pesantren Darul Ulum ialah pondok pesantren modern yang mana di dalamnya bukan hanya mengajarkan ilmu agama berupa

aqidah-akhlak, Al-Qur’an dan kitab-kitab kuning saja, tetapi di dalamnya

juga diajarkan ilmu-ilmu umum yang diterapkan disekolah-sekolah yang berada di pondok tersebut. Yang mana di pondok tersebut terdapat banyak sekali asrama untuk ditinggali para santri. Dan di setiap asrama tersebut terdapat pengasuh masing-masing atau biasa disebut dengan Kyai.

31 Fa’uti Subhan, Membangun Sekolah unggulan Dalam sistem Pesantren,

(Surabaya: Alpha 2006), hal 8

32


(47)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id B.Interaksi Sosial

Proses-proses sosial adalah adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut, atau apa yang akan terjadi appabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan

goyahnya cara-cara hidup yang telah ada.33

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) karena interaksis sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan seseorang, antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila ada dua orang bertemu, interaksis sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau mungkin saling berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial. Walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau tidak saling menukar taanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebaban perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan, yang

33

Yesmil Anwar, Adang. Sosiologi Untuk Universitas. (Bandung: PT Refika Aditama, 2013) hal 194-195


(48)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id disebabkan oleh misalnya bau keringat , minyak wangi, suara berjalan, dan

sebagainya.34

Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah masyarakat. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Bubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Maupun antara kelompok dan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, dimana simbol diartikan sesuatu yang nilai atau

maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.35

Bertemunya orang-perorangan secara fisik belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam ini baru akan terjadi apabila orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya. Maka, dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan proses

sosial, yang menunjukkan pasa hubungan-hubungan yang dinamis.36

34

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengentar, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010) hal 53. 35

Yesmil Anwar, Adang. Sosiologi Untuk Universitas, hal 194 36


(49)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran reaksi terhadap informasi yang

disampaikan.37

Gillin dan Gillin juga sama mengajukan dua syarat yang harus dipenuhi agar suatu interaksi sosial itu mungkin terjadi, yaitu: Dua syarat terjadinya

interaksi sosial:38

1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga

bentuk, yaitu antar individu, antar individu dengan kelompok, antar kelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.

2. Adanya komunikasi, yaitu seorang memberi arti pada perilaku orang lain,

perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Kontak sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk:39

1. Adanya orang perorangan.

2. Ada orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya.

3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

37

Yesmil Anwar, Adang. Sosiologi Untuk Universitas. (Bandung: PT Refika Aditama, 2013) hal 195

38

Ibid, hal 195 39


(50)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial didasarkan pada berbagai faktor: Imitasi; Sugesti; Identifikasi; Proses Simpati. Interaksi individu dengan lingkungan kelompok, misalnya konformitas. Konformitas adalah seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan, merupakan bentik interaksi yang di dalanya kelompok. Konformitas adalah suatu bentuk sikap penyesuaian diri seseorang dalam masyarakat/kelompok karena dia terdorong untuk mengikuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang sudah ada. konformitas tidak hanya bertindak atau bertingkah laku seperti yang orang lain lakukan tetapi juga terpengaruh bagaimana orang lain bertindak. Konformitas, dapat

dibedakan menjadi dua bagian utama yaitu: Compliance. Konformitas yang

benar-benar bertentangan dengan keinginan kita, dilakukan untuk mendapat

hadiah atau menghindari hukuman. Acceptance: ada beberapa hal yang dapat

kita jadikan alasan untuk melakukan konformitas tersebut, tidak sepenuhnya kita ingkari.40

Syarat interaksi sosial menurut Herbert Blummer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimuliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah makna tidak bersifat tetap namun dapat diubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu.

Proses tersebut disebut dengan interpretative proses atau proses pemaknaan.41

40

Ibid, hal 195 41


(51)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Makna merupakan suatu yang terbentuk dalam kesepakatan, suatu perspektif yang dia kembangkan berkaitan dengan percakapan. Makna bukanlah suatu yang ada “di sana”, di dalam apa yang kita katakan atau lakukan atau dalam dunia di sekeliling kita yang kita apresiasi secara benar atau tidak, tetapi sesuatu yang dibentuk dalam praktik sosial. Maka benarlah jika pandangan mengenai hubungan antara bicara dan bahasa menciptakan suatu penekanan pada praktik (yakni melakukan secara praktis) tindakan sosial.42

Merupakan realisasi bahwa hubungan simbolik yaitu, ikatan yang menghubungkan suatu simbol dengan apa yang diacunya sehingga memunculkan maknanya untuk sebagai alasan yang muncul dalam

masyarakat.43

Santri seperti halnya manusia lainnya dalam kehidupannya sehari-hari tidak akan terlepas dengan manusia lainnya, maka dari itu santri berinteraksi dan juga berkomunikasi dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya. Santri dapat berkomunikasi langsung dengan maupun tidak langsung dengan orang lain, dengan atau juga tanpa tujuan. Dari interaksi tersebut itulah yang dilakukan terhadap orang lain yang akan dapat mempengaruhi perilaku dan perbuatan santri.

42

David Chaney, Lifestyles: Sebuah Pengantar Komprehensif, (Yogyakarta: Jalasutra, 1996), hal 132.

43


(52)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id C.Interaksionisme Simbolik

Dalam penelitian kali ini teori yang akan digunakan oleh peneliti adalah teori Interaksionisme Simbolik yang digagas oleh George Herbert Mead. Teori interaksi simbolik yang berbicara mengenai hubungan antara simbol dan interaksi. Interaksionisme Simbolik mempelajari tindakan sosial dengan mempergunakan teknik introspeksi untuk dapat mengetahui sesuatu yang

melatarbelakangi tindakan sosial dari sudut aktor.44 Dengan penggunaan

bahasa, simbol-simbol serta kemampuan belajar. Yang dibutuhkan dalam teori ini ialah mengenai stimulus, interpretasi, respon, kemampuan berpikir, diri, dan juga masyarakat. Karena menurut Mead, bukan pikiran yang pertama muncul lalu diikuti masyarakat, tetapi masyarakatlah yang lebih dahulu muncul, baru

kemudian diikuti oleh kemunculan pikiran di dalam masyarakat tersebut.45

Mead mengatakan, bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan pihak-pihak lain, dengan perantara lambang-lambang tersebut, maka manusia memberikan arti pada kegiatan-kegiatannya. Mereka dapat menafsirkan keadaan dan perilaku, dengan mempergunakan lambang-lambang tersebut. Manusia membentuk perspektif-perspektif tertentu melalui proses sosial dimana mereka memberi rumusan hal-hal tertentu, bagi pihak-pihak lainnya. Selanjutnya mereka berperilaku menurut hal-hal yang diartikan

secara sosial.46

44

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), 51

45

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, (Bantul: Kreasi Wacana, 2014)

46

Yesmil Anwar, Adang. Sosiologi Untuk Universitas. (Bandung: PT Refika Aditama, 2013) hal 384-385


(53)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Secara garis besar Interaksionisme Simbolik Mead mengacu pada pikiran (mind), diri (self), serta masyarakat (society). Namun Mead juga membicarakan

pikiran (mind), diri (self), perkembangan anak, orang lain pada umumnya

(generalized other), serta masyarakat (society).

Pikiran, menurut Mead merupakan sebuah proses. Pikiran merupakan bagian integral yang muncul dan berkembang dalam proses sosial. Pikiran, didefinisikan sebagai suatu proses dan bukan suatu benda, sebagai suatu percakapan batin dengan diri sendiri, tidak di temukan di dalam individu sebagai suatu fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang di dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses itu. Proses sosial

mendahului pikiran, ia bukan produk pikiran, seerti yang banyak dipercaya.47

Diri, merupakan konsep meliputi gagasan dan pikiran yang mampu menjadikan seseorang atau dirinya sendiri sebagai objek. Diri bagi Mead adalah kemampuan khas untuk menjadi subjek sekaligus objek. Diri secara dialektis berhubungan dengan pikiran. Tentu saja, mustahil memisahkan pikiran dan diri, karena diri adalah suatu proses mental, akan tetapi, meskipun kita dapat memikirkannya sebagai suatu proses mental, diri adalah suatu proses

sosial.48 Mekanisme umum bagi perkembangan diri adalah refleksivitas, atau

kemampuan meletakkan diri kita secara tidak sadar ke tempat orang lain dan bertindak seperti mereka bertindak. Hasilnya, orang mampu memeriksa diri

nya seperti yang akan dilakukan orang lain.49

47

Georgr Ritzer. Teori sosiologi dari sosiologi klasik sampai perkembangan terakhir postmodern. (Yogyakarta: pustaka pelajar. 2014) hal 613-614

48

Ibid, hal 615 49


(54)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Pada Perkembangan anak, Mead sangat tertarik pada asal usul yang

melibatkan tahap bermain (play stage) dan permainan (gamestage). Orang lain

pada umumnya adalah sikap seluruh komunitas berdasarkan kemampuan memikirkan tiap individu dalam komunitas tersebut.

Adapun pada konsep masyarakat, Mead mengartikan sebagai proses

sosial terus menerus yang mendahului pikiran dan diri.50 Masyarakat jelas

mempunyai peran sentral bagi mead yakni membentuk pikiran dan diri. Masyarakat bagi Mead digambarkan sebagai sekumpulan respons yang teratur yang diambil alih oleh individu di dalam bentuk “diriku”. Oleh karena itu, di dalam arti demikian para individu membawa masyarakat ke sekitarnya, memberinya kemampuan, melalui kritik diri, untuk mengendalikan diri

mereka.51

Menurut George Herbert Mead, cara manusia mengartikan dunia dan

dirinya sendiri berkaitan dengan masyarakatnya. Mead melihat pikiran (mind)

dan dirinya (self) menjadi bagian dari perilaku manusia yaitu bagian

interaksinya dengan orang lain. Mead menambahkan bahwa sebelum seseorang bertindak, ia membayangkan dirinya dalam posisi orang lain dengan

harapan-harapan orang lain dan mencoba memahami apa yang diharapkan orang itu.52

Berikut di bawah ini ialah pola alur berpikir teori yang dibentuk dalam sebuah bagan untuk memudahkan memahami teori.

50

Herman Arisandi, Pemikiran Tokoh-Tokoh Sosiologi: Dari Klasik sampai Modern, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2015), hal 106-107.

51

Georgr Ritzer. Teori sosiologi dari sosiologi klasik sampai perkembangan terakhir postmodern. (Yogyakarta: pustaka pelajar. 2014) hal 623

52

Yesmil Anwar, Adang. Sosiologi Untuk Universitas. (Bandung: PT Refika Aditama, 2013) hal 286


(55)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id Skema 2.1

Alur Berpikir Teori

Interaksionisme Simbolik (George Herbert Mead)

5

2

4

mind Simbols mind

1

Interactions

Langauge

mind mind

3

(Sumber: George Ritzer, 1990, diolah oleh peneliti)

Dari gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Antara masyarakat (society) dan self (diri) terjadi interaksi, yang

menggunakan simbol dan bahasa. (dalam sketsa, digambarkan dengan garis putus-putus)

Mind (Pemaknaan

mempengaruhi mempengaruhi

self society

menyesuaikan menyesuaikan

Mind (Pemaknaan


(56)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. masyarakat (society) mempengaruhi Diri (self), melalui proses

interaksi. (dalam sketsa, digambarkan dengan garis warna merah)

3. Diri (self) menyesuaikan dirinya di masyarakat (society),/ masyarakat

mempengaruhi diri. (dalam sketsa, digambarkan dengan garis warna biru)

4. Dalam interaksi sosial orang mempelajari makna dari bahasa dan

simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka. (dalam sketsa, digambarkan dengan gambar elips kecil)

5. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. (dalam sketsa,

digambarkan dengan gambar elips besar)

Menurut teori Interaksionisme Simbolik proses kehidupan digambarkan dengan individu atau unit-unit tindakan yang terdiri atas sekumpulan orang tertentu, saling menyesuaikan atau saling mencocokkan tindakan mereka satu dengan yang lainnya melalui proses interpretasi. Manusia hidup dalam suatu lingkungan simbol. Manusia memberikan tanggapan terhadap simbol-simbol itu seperti juga ia memberikan tanggapan terhadap rangsangan yang bersifat fisik. Simbol-simbol tersebut dapat dikomunikasikan secara verbal melalui pemakaian bahasa. Kemampuan berkomunikasi, belajar, serta


(57)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id memahami makna dari berbagai simbol itu merupakan seperangkat

kemampuan yang ada pada individu.53

Manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari seseorang terhadap orang lain atau biasanya disebut dengan reflek. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing.

Interaksionisme simbolik mengacu pada dampak makna dan simbol terhadap tindakan dan interaksi manusia. Dalam tahapan ini Mead memberikan gagasan mengenai perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup adalah proses berpikir yang melibatkan makna dan simbol. Perilaku terbuka adalah perilaku aktual yang dilakukan oleh aktor. Di lain sisi, seorang aktor juga akan memikirkan bagaimana dampak yang akan terjadi sesuai dengan tindakan. Tindakan yang dihasilkan dari pemaknaan simbol dan makna yang merupakan karekteristik khusus dalam tindakan sosial itu sendiri dan proses sosialisasi.54

Simbol mengakibatkan reaksi dalam dalam diri sendiri (saya) seperti orang lain memperhatikan saya. “Me” persisnya adalah diri saya sendiri seperti orang lain melihat saya. Yang kedua, “I” adalah bagian yang memperhatikan diri saya sendiri (“saya sedang memikirkan diri saya sendiri”) dan Mead

53

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), 51-53.

54


(1)

100

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

untuk memaknai sesuatu dan juga memutuskan tindakan apa yang akan mereka lakukan nantinya.

5. Kemampuan berpikir santri tersebut tidak hanya datang dari diri santri, namun juga bisa datang dari luar diri santri. Dan pengaruh tersebut dibentuk dari interaksinya dengan orang lain dan lingkungan sekitar santri.

Lebih singkatnya santri berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, teman dan juga dunia diluar pondok pesantren dengan menggunakan bahasa dan simbol. Perilaku santri dipengaruhi oleh lingkungannya, teman dan dunia luar pondok. Santri juga menyesuaikan bagaimana lingkungannya bertindak, berperilaku bagaimana seharusnya. Dan disinilah proses berpikir bekerja, yakni santri memutuskan untuk bertindak sesuai lingkungannya atau tidak.


(2)

113 BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari rumusan masalah dan uraian dari analisis yang peneliti paparkan di atas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa,

Hubungan antara mertua dan menantu di Desa Dradahblumbang terbagi menjadi dua macam yaitu asosiatif dan disasosiatif, yaitu:

Pertama, asosiatif, kehidupan harmoni diantara mertua dan menantu yang terjadi dalam lingkungan masyarakat Dradahblumbang didasarkan pada wujud rasa hormat dan tanggung jawab yang dilakukan menantu. Rasa hormat tersebut berupa kesadaran menantu atas ketidakmampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan domestik sehingga muncul rasa tanggung jawab untuk membantu mertua secara finansial seperti memberi uang ketika memperoleh gaji dan membelikan minyak goreng ketika persediaan telah habis. Sedangkan mertua juga memiliki kesadaran atas peralihan tugas yang harus ia kerjakan dan menyadari ketidakmampuan menantu untuk membantu mengurus rumah. Antara mertua dan menantu keduanya bisa saling menerima atas keadaan yang terjadi.

Kedua, disasosiatif, alasan pertengkaran berawal dari sesuatu yang sederhana, tetapi yang sederhana itu dapat membuat gap (pemisah jarak). Yang sering menjadi persoalan adalah menantu mudah tersinggung atas ucapan mertua, kemuadian menantu mengadukan kepada suami atau orang tua kandung mereka.


(3)

114

Sebenarnya mertua tidak pernah mempermasalahkan jika ia harus mengemban pekerjaan domestik seorang diri. Yang diharapkan mertua hanyalah kesadaran menantu untuk membereskan pekerjaan kecil seperti mencuci piringnya sendiri yang telah digunakan untuk makan.

Mertua di Desa Dradahblumbang ingin menganggap menantunya seperti anak sendiri. Namun jika menantu memiliki perilaku yang cenderung buruk kepada mertuanya dan belum bisa menganggap bahwa ibu mertuanya seperti ibu sendiri, maka akan memunculkan rasa tidak senang di hati mertua kepada menantu. Hal itu yang membuat mertua dan menantu seakan menjaga jarak, sehingga terjadi kerenggangan dalam hubungan mereka.

Kebanyakan mertua memilih sikap diam dalam menghadapi perilaku menantu kemudian mengambil langkah membiarkan atau mengalah. Namun langkah mengalah itu membuat mertua semakin terpojok yang justru tidak mengubah sikap menantu terhadap mertuanya bahkan cenderung semakin memburuk.


(4)

115

B. Saran

1. pentingnya sebuah kerja sama dan kesadaran sehingga tercipta hubungan yang selaras dan harmoni.

2. Sebagian mertua memilih untuk diam dan tidak membangun komunikasi

dalam menghadapi perilaku menantunya. Namun sikap diam yang sesungguhnya dipilih lebih karena ingin mencari aman, hal itu menyebabkan menantu tidak pernah mengerti tentang keinginan mertuanya. Dengan membangun dialog diharapkan menantu dapat mengerti posisi mertua yang tengah membutuhkan dukungan dan kesepahaman. Jika dialog ini tidak dibangun, akan menimbulkan kemungkinan para menantu menganggap bahwa mertuanya keras kepala.


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Anwar,Yesmil dan Adang. Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: PT Refika Aditama, 2013.

Arisandi, Herman. Pemikiran Tokoh-Tokoh Sosiologi: Dari Klasik sampai

Modern. Yogyakarta: IRCiSoD, 2015.

Chaney, David. Lifestyles: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta:

Jalasutra, 1996.

Craib, Tan. Teori-Teori Sosial Modern. Jakarta: Rajawali Press, 1992.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES, 1982.

Moleong, Lexi J. Metode penulisan Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Qomar, Mujamil. Pesantren. Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga, 2002.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana, 2014.

Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.

Romly, A. Dimiyathy. Buku Panduan Pondok Pesantren Darul Ulum. Jombang,

Yayasan PP Darul Ulum. 2013.

Salim, Agus. Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta : Tiara WacanaYogya (Anggota IKAPI), 2001.


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby. ac.id digilib.uinsby.ac.id

Shobar, Abd, Halim. Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonansi Guru Sampai UU SISDIKNAS. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.

Sobur, Alex. Filsafat Komunikasi: Tradisi dan Metode Fenomenologi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.

Soeharto, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengentar. Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010.

Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta, 200

Subhan, Fa’uti. Membangun Sekolah unggulan Dalam sistem Pesantren.

Surabaya: Alpha 2006.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif . Bandung: Alfabeta, 2010.

Sutopo, Ariesto Hadi dan Adrianus Arief. Terampil mengolah data kualitatif dengan Nvivo. Jakarta: Kencana, 2010.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013

Walgito, Bimo. Psikologi Sosial. Yogyakarta: ANDI, 2003

Widi, Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Yin, Robert K. Studi Kasus Dsain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.