HUBUNGAN EFIKASI KOLEKTIF (COLLECTIVE EFFICACY) DENGAN PRESTASI KERJA TIM DISTRIBUSI DI PT JAWA POS KORAN BIRO SIDOARJO.

(1)

HUBUNGAN EFIKASI KOLEKTIF (COLLECTIVE EFFICACY) DENGAN PRESTASI KERJA TIM DISTRIBUSI DI PT JAWA POS KORAN BIRO

SIDOARJO

SKRIPSI

Di ajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Sebagai bagian dari persyaratan dalam menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

ELMY INDRI ASTUTI B07212047

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Efikasi Kolektif (collective efficacy) dengan prestasi kerja tim distribusi di PT Jawa Pos Koran Biro Sidaorjo. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Product Moment. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala Efikasi Kolektif (collective effcicacy) dan skala Prestasi Kerja yang dinilai langsung oleh Supervisor. Subjek penelitian ini adalah karyawan tim distribusi PT Jawa Pos Koran Biro Sidoarjo, dengan menggunakan seluruh responden yang disebut sebagai sampel sebanyak 45 responden dengan menggunakan teknik populatif karena sampel kurang dari 100. Hasil penelitan menunjukkan koefisien korelasi 0.922 dengan signiikansi 0.000<0.050 maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan antara efikasi kolektif (collective efficacy) dengan prestasi kerja tim distribusi di PT Jawa Pos Koran Biro Sidoarjo. Kata kunci: Efikasi Kolektif (collective efficacy), prestasi kerja


(7)

ABSTRACT

The goal of this research is to acknowledge whether there is a relationship between the Collective Efficacy with the Work Performance of the team distribution at PT Jawa Pos Koran Sidoarjo. The method of This research is a quantitative research which the analysis data is using the correlation analysis; Product Moment. This research use the data collection techniques in the form of Collective Efficacy scale and the scale of the work performance are assessed directly by the Supervisor. The subject of this research is a team of employees at PT Jawa Pos Koran Distribution Agency Sidoarjo, using all of the respondents referred to 45 respondents as samples using populatif technique because the sample is less than 100. The results of the research display a correlation coefficient significant 0.922 with 0.000 < 0.050 then Ha received, and Ho was rejected. This means that there is a correlation among the efficacy and the collective (collective efficacy) with the team work performance distribution at PT Jawa Pos Koran Sidaorjo.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI... xi

ABSTRACT ...xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Prestasi Kerja ... 14

1. Definisi Prestasi Kerja ... 14

2. Aspek – Aspek Prestasi Kerja ... 15

3. Faktor yang mempengaruhi Prestasi Kerja ... 18

4. Penilaian Prestasi Kerja ... 20

5. Rater dan Ratee Prestasi Kerja ... 25

6. Metode untuk Menilai Kinerja ... 31

B. Efikasi kolektif (Collective Efficacy) ... 35

1. Definisi Efikasi kolektif (Collective Efficacy) ... 35

2. Sumber – Sumber Efikasi Kolektif (Collective Efficacy) ... 37

C.Hubungan Efikasi Kolektif (Collective Efficacy) dan Prestasi Kerja ... 40

D.Kerangka Teoritis / Landasan Teori ... 42

E. Hipotesis ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 45

1. Variabel Penelitian ... 45

2. Definisi Operasional ... 45

B. Populasi, Sampel, Teknik Sampling ... 46


(9)

1. Validitas ... 50

2. Reliabilitas ... 57

E. Analisis Data ... 58

1. Uji Normalitas ... 58

2. Uji Linieritas ... 59

3. Uji Hipotesis ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 60

1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 60

2. Deskripsi Subjek ... 63

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 65

1. Deskripsi Data ... 65

2. Reliabilitas Data ... 69

C. Hasil Penelitian ... 70

D. Pembahasan ... 74

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Skala Penilaian Prestasi Kerja ... 51

Tabel 3.2 Blue Print Skala Efikasi Kolektif... 54

Tabel 3.4 Sebaran Aitem Valid dan Tidak Valid Skala Efikasi Kolektif ... 55

Tabel 3.5 Blue Print Valid Skala Efikasi Kolektif ... 56

Tabel 3.6 Reliabilitas Statistik Tryout ... 57

Tabel 4.1 Pelaksanaan Penelitian ... 62

Tabel 4.2 Deskripsi Usia ... 63

Tabel 4.3 Deskripsi Status Marital ... 64

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif ... 65

Tabel 4.5 Deskriptif Data Berdasarkan Usia Responden Skala Prestasi Kerja ... 66

Tabel 4.6 Deskriptif Data Berdasarkan Usia Responden Skala Efikasi Kolektif .. 66

Tabel 4.7 Deskriptif Data Berdasarkan Status Marital Responden Skala Prestasi 67 Tabel 4.8 Deskriptif Data Berdasarkan Status Marital Responden Skala Efikasi . 68 Tabel 4.9 Reliabilitas Statistik ... 69

Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas ... 71

Tabel 4.11 Hasil Uji Linieritas ... 72


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penilaian Kinerja Tradisional ... 26

Gambar 2.2 Penilaian dan Multisumber ... 29

Gambar 2.3 Metode-Metode Penilaian Kinerja/Prestasi Kerja ... 32

Gambar 2.4 Kerangka Teoritik/Landasan Teori ... 42

Gambar 4.1 Persentase Usia Responde ... 63


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada era yang semakin modern ini, menjadikan masyarakat menjadi lebih melek IT, itu memang bagus untuk kemajuan masyarakat Indonesia sendiri, dengan banyaknya masyarakat yang semakin paham akan IT, mereka juga bisa semakin cepat mengakses informasi dari berbagai Negara dibelahan dunia tanpa harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkan berita tersebut, dalam hal ini yang dimaksud adalah internet, semenjak kehadiran internet, pola kehidupan masyarakat terasa begitu dimanjakan oleh teknologi. Dengan ditemukannya komuter, handphone, gadget, PDA, sedikit demi sedikit telah merubah wajah lugu masyarakat kita. Sekarang kita bisa melihat, bagaimana internet memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap sikap dan perbuatan masyarakat, masyarakat kota yang semakin maju dan memahami teknologi, dan sebaliknya masyarakt desa juga yang dituntut untuk mengejar ketertinggalan agar tidak tertinggal lebih jauh lagi dari masyarakat kota.

Internet telah merubah kebiasaan lama melalui media cetak, seperti surat kabar dan majalah. Namun, saat ini hanya dengan browsing melalui perangkat computer atau gadget menggunakan internet, kita dapat mengetahui berbagai jenis informasi yang ada. Terdapat ribuan situs surat kabar digital yang sudah tersebar di internet. Dengan adanya salah satu bukti


(13)

2

tersebut bukan disebabkan oleh buruknya kualitas jurnalismenya, namun karena kurangnya pembeli surat kabar edisi cetak yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan iklan melalui surat kabar edisi cetak, pembaca biasanya lebih memilih membaca surat kabar dalam bentuk digital melalui media computer atau gadget, karena berita yang ditampilkan cenderung lebih baru. Akses internet yang semakin tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia membuat masyarakat tidak pernah ketinggalan berita ter-update, ditambah juga dengan semakin canggihnya gadget yang merambah ke berbagai kalangan usia baik anak-anak, remaja, dewasa, bahkan lansia.

Menurut survey Nielsen Media Research di Sembilan kota di Indoneasi (populasi 43,87 juta dengan umur 10 tahun ke atas), pada kuartal III 2009, konsumsi Koran justru mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir (awal 2005 mencapai 28%, tetapi terus menurun tinggal 18 % pada kuartal III 2009). Konsumsi majalah pun turun dari 20% menjadi 11%, tabloid turun dari 20% menjadi 13%. Hal ini membuktikan betapa sulitnya surat kabar edisi cetak sekarang ini berkembangan. Sebanyak 34% dari pembaca Koran adalah pengguna internet dan 41% pembaca Koran juga mengakses berita local dari internet. Sejak 2006, prosentase pengguna internet yang berusiamuda terus bertambah,dari 12 persen menjadi 20% (usi10-14 tahun) dan dari 24% menjadi 33% (usia 15-19 tahun), sedangkan usia 20-29 tahun turun dari 40% menjadi 30% (Elda, 2013).

Kehadiran surat kabar dan majalah dalam bentuk cetak telah begitu melekat dalam kehidupan masyarakat kita, sehingga jika edisi cetak tidak


(14)

3

lagi terbit, tentu akan menghilangkan tradisi budaya membaca surat kabar dan majalah secara utuh. Adanya pengalihan minat masyarakat yang terjadi saat ini, menimbulkan permasalahan besar pada perusahaan - perusahaan media cetak di seluruh dunia, namun mereka tetap berlomba - lomba untuk menarik minat masyarakat lagi untuk mau membeli Koran dengan berbagai program- program yang ditawarkan kepada masyarakat agar tetap mempertahankan bahkan untuk meningkatkan oplah perusahaan agar tidak turun.

Selain itu juga, banyak masyarakat sekarang yang semakin merehkan adanya Koran, sebab menurut mereka informasi atau berita yang disampaikan dalam Koran bukan berita terbaru, tapi berita kemarin yang baru bisa diterbitkan pada berikutnya, berbeda dengan media digital yang dapat terus update berita - berita terbaru dan bahkan mungkin live, selain itu untuk bisa mendapatkan media cetak tersebut dalam hal ini adalah Koran, setidaknya kita pasti akan mengeluarkan uang tiap harinya atau bahkan tiap bulannya untuk anggaran pembelian Koran itu sendiri, dan yang paling sering menjadi permasalahan utama dalam perusahaan media cetak adalah masalah waktu yang dibutuhkan untuk pendistribusian Koran yang kadang sering menemui banyak hambatan apa itu dari layout Koran, perusahaan cetak, atau bahkan petugas pengirim Koran itu sendiri atau disini yang biasa kita kenal dengan sebutan loper Koran.

Elemen penting dalam sebuah perusahaan salah satunya adalah karyawan, dimana hakikatnya karyawan adalah aset penting yang memiliki


(15)

4

pengaruh sangat besar terhadap kesuksesan sebuah perusahaan dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Suatu perusahaan didirikan karena mempunyai tujuan tertentu yang ingin dan harus dicapai. Dalam mencapai tujuan setiap organisasi dipengaruhi perilaku organisasi. Salah satu yang paling lazim dilakukan dalam organisasi adalah kinerja karyawan, yaitu bagaimana ia melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu pekerjaan atau peranan dalam organisasi.

Soeprihanto dalam Roby (2012) Kinerja atau prestasi kerja adalah kegiatan seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan yang mencakup kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan, dan hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatinya.

Sutrisno dalam Olivia (2014) Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang telah dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Prestasi kerja merupakan suatu kombinasi hasil gabungan antara keahlian atau kemampuan dan motivasi di mana keahlian adalah usaha individu untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan merupakan suatu ciri yang stabil. Prestasi kerja mempunyai dua hal, yaitu pertama secara kuantitas yang mengacu pada hasil pekerjaan. Yang kedua yaitu dari segi kualitas yang mengacu pada bagaimana sempurna seseorang melakukan pekerjaan (Wijono, 2010).

Ketidakmampuan karyawan terhadap pekerjaan yang di tekuni berdampak pada kinerja karyawan yang menurun. Akibat prestasi kerja


(16)

5

karyawan menurun akan merugikan karyawan itu sendiri dan perusahaan. Karyawan yang kurang memiliki kemampuan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sehingga karyawan akan kesulitan untuk meningkatkan jabatan kerja.

Upaya karyawan untuk meningkatkan kinerjanya dapat dilakukan dengan cara penilaian diri sendiri. Penilaian diri sendiri adalah penilaian karyawan untuk diri sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat mengidentifikasi aspek - aspek perilaku kerja yang diperbaiki pada masa yang akan datang. Pelaksanaannya, organisasi atau atasan penilai mengemukakan harapan - harapan yang diinginkan dari karyawan, tujuan organisasi, dan tantangan-tantangan yang dihadapi organisasi. Kemudian berdasarkan informasi tersebut karyawan dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku yang perlu diperbaiki. Namun, berbeda jika yang menjadi permasalahan adalah satu karyawan yang ada dalam suatu divisi atau tim tertentu dalam sebuah perusahaan, dalam hal ini yang menjadi spesifikasi subyek adalah karyawan tim distribusi Koran, yang mana dalam tim tersebut mereka harus tau bagaimana cara mengkondisikan dirinya dengan anggota lain yang ada dalam satu tim tersebut agar mampu menyelesaikan job desc nya sesuai dengan tujuan perusahaan dalam hal ini adalah untuk meningkatkan oplah Koran ditengah-tengah masyarakat modern yang semakin mengenal internet sehingga meninggalkan kebiasaan membaca Koran, karena semakin cepat akses informasi yang meraka dapat dari internet tersebut..


(17)

6

Peluang pasar Koran atau media cetak lain yang semakin hari semakin menipis inilah yang menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi perusahaan untuk mencari alternative solusi agar peminat Koran tidak turun setiap tahunnya dan akhirya menjadikan oplah perusahaan menjadi menurun. Dengan kondisi lapangan yang seperti itu, perusahaan Koran atau media cetak khususnya Jawa Pos Sidoarjo yang baru berdiri sendiri kurang lebih 9 bulan membuat sebuah ide atau gagasan yang berbeda dari Jawa Pos di kota-kota lain yaitu bagaimana cara perusahaan dapat menarik peminat pembaca Koran agar mau berlangganan yaitu melalui tim distribusi Koran yang dipegang langsung oleh perusahaan untuk mempermudah perusahaan ketika mengontrol pergerakan oplah Koran.

Menurut Olivia (2014) Prestasi kerja merupakan suatu kombinasi hasil gabungan antara keahlian atau kemampuan dan motivasi di mana keahlian adalah usaha individu untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan merupakan suatu ciri yang stabil. Skill atau kemampuan merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh seorang karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan, sebab tanpa adanya skill karyawan akan merasakan kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas meraka.

Oleh sebab itu, dengan adanya self-eficacy yang tinggi, membuat karyawan akan berusaha menyelesaikan permasalahan kerja dan dapat meningkatkan kerja secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki karyawan (Riani dan Farida, 2008). Namun, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan efikasi kolektif (collective efficacy), sama hal nya


(18)

7

dengan self-eficacy, tetapi dalam efikasi kolektif, yang diukur adalah kelompok kerja, bukan lagi individu. Gibson, dalam Stanley, Kara, Aparna, & Mathew (2002) menurutnya efikasi kolektif berkenaan dengan kemampuan tim dalam mengolah persepsi pada tugas-tugas tim tertentu, sedangkan potensi mengacu pada persepsi yang lebih luas dari tim tersebut. Sehingga dengan efikasi kolektif (collective efficacy) yang tinggi maka prestasi kerja akan tinggi pula, begitu juga sebaliknya, semakin rendah efikasi kolektif (collective efficacy) maka prestasi kerja juga akan menurun.

Distribusi Koran dalam ini adalah sebuah tim yang dibentuk oleh Jawa Pos Biro Sidoarjo yang dibagi dalam 2 wilayah pengiriman dengan tujuan adalah melakukan pengiriman Koran setiap harinya kepada semua pelanggan Jawa Pos Sidoarjo dan dengan tambahan mencari pelanggan baru untuk membantu meningkatkan oplah Koran di Jawa Pos Biro Sidoarjo itu sendiri. Namun, setelah berjalan beberapa minggu, ternyata ditemukan banyak sekali permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam tim ini. Karena adanya permasalahan-permasalahan yang timbul inilah, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan efikasi kolektif ini terjadi dalam tiap - tiap tim yang ada dalam distribusi ini. Sebab yang dimaksud dalam efikasi kolektif menurut Albert Bandura (dalam Jusoh & Ibrahim, 2015) dalam Teori Belajar Sosial nya menyebutkan bahwa efikasi kolektif adalah keyakinan yang dimiliki oleh kelompok, bahwa mereka mampu dengan usaha yang mereka lakukan bersama akan membawa suatu pencapaian


(19)

8

kelompok yang tujuan utamanya adalah untuk kesuksesan perusahaan itu sendiri.

Oleh karena itu, penulis tetarik mengangkat masalah ini dengan judul “Hubungan Efikasi Kolektif (Collective Efficacy) dengan Prestasi Kerja Tim Distribusi di PT Jawa Pos Koran Biro Sidoarjo”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan efikasi kolektif (collective efficacy) dengan prestasi kerja tim distribusi di PT Jawa Pos Koran Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan efikasi kolektif (collective efficacy) dengan prestasi kerja tim distribusi di PT Jawa Pos Koran Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan diadakanannya penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka manfaat penelitian ini, yaitu :

a. Manfaat secara teoritis

Secara teoritis, penelitian ini memberikan sumbangan pada ilmu psikologi terutama psikologi industri dan organisasi dalam ranah faktor-faktor collective efficacy pada karyawan. Kemudian dapat


(20)

9

menjadi masukan untuk penelitian lanjutan di bidang keilmuan manajemen sumber daya manusia dan manajemen proyek khususnya mengenai masalah collective efficacy karyawan.

b. Manfaat secara praktis

Secara praktis, penelitian ini berguna untuk membantu manajemen perusahaan dalam mengantisipasi dan memperbaiki permasalahan-permasalahan perusahan yang kemungkinan akan timbul dari efikasi kolektif (collective efficacy) karyawan

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang efikasi kolektif (collective efficacy) cukup banyak dilakukan para peneliti dan jurnal penelitian yang terpublikasi tentang efikasi kolektif (collective efficacy). Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang efikasi kolektif (collective efficacy).

Penelitian terpublikasi diantaranya; Jusoh & Ibrahim (2015) yang berjudul Kesan Efikasi Kolektif Terhadap Prestasi Kerja JKK Perkampungan Nelayan Pesisir Pantai Terengganu”. Dari penelitian ini diketahui bahwa efikasi kolektif merupakan salah satu faktor penting yang dapat menunjang adanya prestasi dari kelompok organisasi tersebut, yang mana dengan adanya efikasi yang dalam wujud keyakinan dan kepercayaan antar anggota kelompok dapat membentuk suatu hubungan baik antar anggota untuk kearah organisasi yang lebih baik, sebab mereka memiliki visi dan misi yang sama melalui efikasi kolektif tersebut.


(21)

10

Untuk memperkuat penelitian ini maka penulis mengambil beberapa penelitian terdahulu seperti, penelitian milik Ancok (2010) yang berjudul “Team Leraning Ditinjau dari Team Diversity dan Team Efficacy” yang menyatakan bahwa dengan team efficacy tiap anggota tim dapat melihat kemampuan timnya dalam belajar dan melakukan problem soulving dengan mempertimbangkan kemampuan para anggotanya secara keseluruhan agar mereka dapat dengan mudah mencapai apa yang sudah menjadi tujuan tim mereka tanpa ada lebih banyak perbedaan lagi di antara anggota tim tersebut.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Walumbwa, dkk (2004) tentang “The Role of Collective Efficacy in the Relatons between Transformational Leadership and Work Outcomes”, menemukan bahwa effikasi kolektif dapat meningkatkan dukungan social antar anggota kelompok, sehingga kelompok tersebut dapat menjalankan tugas kelompok mereka dengan baik sesuai apa yang menjadi harapan mereka.

Dalam penelitian lain tentang efikasi kolektif yang dilakukan oleh Roger D. Goddard & Yvonne L. Goddard (2001) tentang “A Multilevel Analysis of the Relationship between Teacher and Colletive Efficacy in Urban Schools”, mengatakan bahwa meski studi effikasi kolektif adalah hal yang baru, namun dengan adanya effikasi kolektif menjadi sangat penting untuk pemahaman penuh dari fungsi organasasi dengan sangat mudah.

Selanjutanya tentang efikasi kolektif lainnya juga diteliti oleh Stajkovic, dkk (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Collective Efficacy, Group


(22)

11

Potency, and Group Performance : Meta-Analysis of Their Relationship, and Test of a Mediation Mode”l. Mengungkapkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara efikasi kolektif terhadap kinerja kelompok dengan menggunakan 2 model penilaian yaitu agregasi dan diskusi kelompok.

Pada penelitian lain juga dilakukan pada tahun 2002 oleh Gully, Stanley. M,. Kara A. Incalterra, Aparna Joshi, & J. Methew Bcaubicn yaitu “A Meta-Anaysis of Team Efficacy, Potency, and Performance : Interdependence and Level of Analysis as Moderators of Observed Relationships”. Yang menemukan bahwa adanya hubungan ketergantungan yang cukup signifikan antara team efikasi dan kinerja, tapi bukan antara potensi dan kinerja. Keduanya memililiki hubungan dan ketergantungan yang sangat tinggi ( dari hubungan yang lainnya lebih rendah .

Ada juga penelitian yang dilakukan oleh Gilad Chen & Paul D. Blise pada tahun 2002 tentang “The Role of Different Levels of Leadership in Predicting Self- and Collective Efficacy : Evidence for Discontinuity”. Yang mana penelitian ini mengidentifikasi potensi ketidaksesuaian dalam efficacy beliefs , dengan fokus penelitiannya adalah pada peran iklim kepemimpinan di tingkat organisasi yang berbeda. Menyebutkan bahwa iklim kepemimpinan ditingkat organisasi yang lebih tinggi terkait dengan self-effcacy melalui kejelasan peran sedangkan iklim kepemimpinan ditingkat organisasi yang lebih rendah, terkait dengan self-effcacy melalui tekanan psikologis.


(23)

12

Selain itu ada juga penelitian dari Robert J. Sampson, Stephen W. Raudenbush, Felton Earls yang dilakukan pada tahun 1997 tentang “Neighborhoods and Violent Crime : A Multilevel Study of Collective Efficacy”. Menemukan efikasi kolektif sebagai kohesi social di antara tetangga yang dikombinasikan dengan kesediaan mereka untuk melakukan campur tangan atas nama kepentingan umum. Dalam analisis bertingkat menunjukkan bahwa ukuran efikasi kolektif yang tinggi antara tetangga yang baik dan berhubungan negative dengan variasi dalam kekerasan.

Penelitian selanjutnya dilakukan pada tahun 2004 oleh Roger D. Gorrard, Wayney K. Hoy, and Anita Woolfolk Hoy tentang “Collective Efficacy Beliefs : Theoretical Developments, Empirical Evidence, and Future Directions”. Yang tertarik untuk membahas bagaimana guru melakukan metode praktik dan belajar kepada siswanya yang dipengaruhi oleh efikasi kolektif. Teori kognitif social digunakan untuk menjelaskan bahwa guru membuat pilihan, dengan cara-cara dimana mereka menjalankan hak pribadinya yang dipengaruhi oleh efikasi kolektif. Yang mana peneliti memiliki tujuan untuk memajukan kesadaran tentang efikasi kolektif dan pengembangan model konseptual untuk menjelaskan pembentukan dan pengaruh efikasi kolektif yang ada di sekolah.

Melihat beberapa hasil penelitian terpublikasi baik dari luar negeri maupun Indonesia, persamaan yang muncul adalah topik tentang efikasi kolektif (efficacy collective), meskipun demikian penelitian ini berbeda dengan sebelumnya. Perbedaan tersebut ialah, setting bidang pekerjaannya di


(24)

13

media masa, khususnya media cetak, serta penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisa lebih mendalam mengenai seberapa besar Hubungan Efikasi Kolektif (efficacy collective) dengan Prestasi Kerja Tim Distribusi di salah satu perusahaan bidang media cetak.


(25)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Kerja

1. Definisi Prestasi Kerja

Porter dan Lawler dalam (Wijono, 2010) mengatakan bahwa prestasi kerja merupakan sebuah bentuk penghargaan atas pencapaian seseorang dalam pekerjaannya dengan standar keberhasilan yang telah ditetapkan oleh perusahaan tersebut.

Prestasi kerja merupakan suatu usaha karyawan untuk mencapai tujuan melalui produktivitas kerja yang ditunjukkan secara kuantitas maupun kualitas (Wijono, 2010). Menurutnya, hal tersebut dicapai dengan cara menjalankan atau menyempurnakan tugas secara efisien dan efektif dalam organisasi. Dimensi - dimensi prestasi kerja yang dapat dijadikan contoh dalam penilaian kinerja dapat meliputi di antaraya kualitas atau mutu kerja, keefektifan kerja, sikap positif, kehadiran, dan hubungan dengan teman kerja.

Robbin dalam Wijono (2010) menjelaskan bahwa prestasi kerja merupakan suatu bentuk usaha seorang karyawan untuk mencapai tujuan dalam sebuah organisasi.

Menurut Olivia (2014) Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang telah dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Prestasi kerja merupakan suatu kombinasi hasil gabungan antara keahlian atau kemampuan dan motivasi di mana


(26)

15

keahlian adalah usaha individu untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan merupakan suatu ciri yang stabil. (Wijono, 2010) Prestasi kerja mempunyai dua hal, yaitu pertama secara kuantitas yang mengacu pada hasil pekerjaan. Yang kedua yaitu dari segi kualitas yang mengacu pada bagaimana sempurna seseorang melakukan pekerjaan.

Dari beberapa definisi yang sudah sudah dipaparkan diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa prestasi kerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja yang di didapatkan oleh individu dari pekerjaannya dalam upaya untuk mendapatkan penghargaan oleh perusahaan tempatnya bekerja.

2. Aspek – Aspek Prestasi Kerja

Adapun aspek – aspek dari prestasi kerja menurut Sutrisno (2014) ada enam yaitu sebagai berikut :

1) Kualitas, kemampuan pegawai dalam menjalankan tugasnya termasuk juga kompetensi, ketelitian, ketekunan, dan dapat dipercaya serat kecakapan dalam melakukan pekerjaan.

2) Kuantitas, meliputi output/pengeluaran dan target kerja. Kuantitas juga berhubungan dengan absensi, apakah ia (karyawan) selalu masuk atau tidak, terlambat atau sering absen dengan berbagai alasan.

3) Waktu Menyelesaikan Tugas. Bagaimana karyawan menyelesaikan tugas - tugasnya, apakah dengan waktu yang cukup lama atau waktu yang cepat dan benar.


(27)

16

4) Tingkat Efektifitas, meliputi ketepatan dan kemampuan dalam mengambil keputusan, kecapatan berfikir, dan bertindak dalam bekerja.

5) Kemandirian Melakukan pekerjaan tanpa menggantungkan pada orang lain dan dapat melaksanakan tugas - tugasnya.

6) Tingkat Keterlibatan, dapat dilihat dari loyalitas, afektifitas yang dilakukan, bagaimana ini dapat berpengaruh pada prestasi kerja Selain itu, menurut Hasibuan (2000), aspek-aspek yang dapat dinilai dalam prestasi kerja adalah :

1) Kesetiaan, yaitu kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya, dan organisasinya. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela oganisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab

2) Prestasi kerja, yaitu hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya 3) Kejujuran, dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi

perjanjian baik bagi diri sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada para bawahannya

4) Kedisiplinan, kepatuhan karyawan untuk mentaati peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya


(28)

17

5) Kreativitas, kemampuan karyawan dalam mengembangkan kretivitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna

6) Kerja sama, kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertikal atau horizontal di dalam maupun di luar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik

7) Kepemimpinan, kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif

8) Kepribadian, dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai, memberikan kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar

9) Prakarsa, kemampuan berpikir yang orisinil dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya

10) Kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen 11) Tanggung jawab, kesediaan karyawan dalam mempertanggung


(29)

18

sarana dan prasarana yang dipergunakannya, serta perilaku kerjanya

Aspek-aspek dalam menilai prestasi kerja karyawan disetiap organisasi dan perusahaan tidak selalu sama, tetapi pada dasarnya aspek-aspek / unsur – unsur yang dinilai itu mencakup seperti hal-hal di atas.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki dua teori yang menjelaskan tentang faktor – faktor prestasi kerja, namun sebagai rujukan utama penulis menggunakan teori kedua dari Mangkunegara.

Menurut Sri Hartini, dkk (2011) ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Karyawan akan bekerja dengan produktif atau tidak tergantung pada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan, dan aspek - aspek ekonomis, teknis serta keperilakuan lainnya.

Menurut Mangkunegara (2013) ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja, diantaranya yaitu:

1) Faktor kemampuan (ability), secara psikologis terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge and skill). Karyawan yang memiliki IQ di atas rata - rata dengan pendidikan memadai sesuai dengan jabatannya serta terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari hari nya akan lebih mudah


(30)

19

dalam mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Sehingga penempatan karyawan pada posisi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki penting bagi perusahaan.

2) Factor motivasi (motivation), motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri manusia yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan atau karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan organisasinya. Sikap merupakan kondisi mental yang mendorong karyawan untuk berusaha mencapai prestasi kerja yang maksimal. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, dan pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Menurut Hasibuan (2000) prestasi kerja adalah sesuatu hasil kerja yang dicapai didalam melaksanakan tugas - tugas yang diberikan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta tepat waktu. Prestasi kerja ini merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan menerima atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja.


(31)

20

4. Penilaian Prestasi Kerja

Menurut Anita, dkk (2013) prestasi kerja pada dasarnya lebih menekankan pada hasil yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi instansi/organisasi tempatnya bekerja. Sasaran penilaian prestasi kerja antara lain, kecakapan, kemampuan pelaksannaan tugas yang diberikan, performa dalam melaksanakan tugas, dan kesehatan jasmani dan rohani selama bekerja.

Mangkunegara (2013) mengatakan bahwa penilaian prestasi pegawai adlah suatu proses penilaian prestasi kerja karyawan yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Menurut Panggabean dalam Wijono (2014) penilaian prestasi kerja merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan kembali & evaluasi prestasi kerja sesorang secara periodic. Proses penilaian prestasi di tunjukkan untuk memahami prestasi kerja seseorang. Tujuan ini memerlukan suatu proses, yaitu serangkaian kegiatan yang saling berkaitan. Kegiatan-kegiatan itu terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran dan pengembangan hasil kerja karyawan dalam sebuah organisasi.

Hasibuan (2000) untuk menentukan siapa yang melakukan penilaian merupakan suatu masalah pokok dalam proses penilaian karena penetapan penilaian erat sekali hubungannya dengan persoalan apakah hasil penilaian itu objektif atau tidak. Penetapan penilai


(32)

21

(appraiser) yang qualified sangat sulit karena harus memiliki syarat-syarat penilai (appraiser) sebagai berikut :

1) Penilai harus jujur, adil, objektif, dan memiliki pengetahuan mendalam tentang unsur – unsur yang akan dinilai supaya penilaiannya sesuai dengan fakta yang ada.

2) Penilai hendaknya mendasarkan penilaiannya atas benar atau salah, baik atau buruk, terhadap unsur – unsur yang dinilai sehingga penilaiannya jujur, adil, dan objektif. Penilaian tidak boleh mendasarkan penilainya atas fisis rasa supaya penilaian bukan didasarkan atas suka atau tidak suka

3) Penilai harus mengetahui secara jelas uraian pekerjaan dari setiap karyawan yang dinilainya agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan

4) Penilai harus memiliki kewenangan (authority) formal, agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik

5) Penilai harus memiliki keimanan agar dapat menilai dengan baik, jujur, dan adil

Dalam persoalan siapa yang melakukan penilaian prestasi karyawan secara umum, dikenal penilai informal dan penilai formal (Hasibuan, 2000)

1) Penilai Informal

Penilai (tanpa authority) merupakan penilaian mengenai kualitas kerja dan pelayanan yang diberikan oleh masing-masing


(33)

22

karyawan baik atau buruk, seperti masyarakat, konsumen, bahkan rekanan. Hasil penilaian mereka sangat objektif dan bisa untuk dipertimbangkan oleh penilai formal dalam menentukan kebijakan selanjutnya

2) Penilaian Formal

Penilaian formal adalah seseorang atau komite yang mempunyai wewenang formal menila bawahannya di dalam maupun di luar pekerjaan dan berhak menetapkan kebijakan selanjutnya terhadap setiap individu karyawan. Hasil penilaian formal dapat menentukan nasib setiap karyawan apakah dipindahkan secara vertical/horizontal, diberhentikan atau di promosikan jabatannya.

Penilaian formal ini dibedakan atas penilai individual dan penilai kolektif.

a. Penilai individual

Adalah seorang atasan langsung secara individual menilai perilaku dan prestasi kerja setiap karyawan yang menjadi bawahannya, apakah baik, sedangm atau kurang. Hasil penilaian kemudian diajukan kepada atasan langsung penilaian untuk disahkan/ditandatanganinya.

Jika penilaian atasan masih tidak diterima, maka hasil penilaian harus diulang atas anjuran atasan langsung penilai tersebut.


(34)

23

b. Penilaian kolektif

Penilaian kolektif adalah suatu tim/kolektif secara bersama-sama melakukan penilaian prestasi karyawan dan menetapkan kebijakaan selanjutnya terhadap karyawan tersebut. Penilaian semacam ini terjadi karena ada organisasi yang mempunyai pimpinan kolektif/presidium atau atasan karyawan yang akan dinilai terdiri dari beberapa orang. Hasilnya akan lebih objektif sebab nilai akhir merupakan rata-rata dari penilai yang kolektif tersebut.

Adapun aspek – aspek standar pekerjaan terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif (Susanti, 2014). Adapun aspek kuantitatif meliputi :

1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan

2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan

3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan 4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam pekerjaan

Sedangkan aspek kualitatif meliputi : 1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan 2) Tingkat kemampuan dalam bekerja

3) Kemampuan menganalisis data/informasi,


(35)

24

4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen) Penilaian prestasi kerja pegawai harus menggunakan prinsip-prinsip yang telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 agar para pejabat penilai dan yang dinilai berkomitmen kuat dan bisa menjadi pegawai yang baik untuk ke depannya (Susanti, 2014), yaitu

a. Objektif, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi oleh penilaian subyektif pribadi dari orang yang menilai atau yang dinilai

b. Terukur, dapat diukur secara kuantitatf dan kualitatif karena penilaian dilakukan dengan cara membandingkan sasaran yang telah dibuat dengan realisasi yang tercapai

c. Akuntabel, seluruh hail penilaian prestasi kerja harus dapat dipertanggungjawabkan kepada orang yang berwenang karena data disimpan selama kurun waktu tertentu

d. Partisipatif, seluruh proses penilaian prestasi kerja dengan melibatkan secara aktif antara orang yang menilai dengan yang dinilai

e. Transparan, seluruh proses dan hasil penelitian prestasi kerja harus bersifat terbuka dan tidak bersifat rahasia.

Bagi karyawan, penilaian prestasi kerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan


(36)

25

untuk potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana, dan pengembangan kariernya.

5. Rater dan Ratee Prestasi Kerja

Penilaian kinerja (prestasi kerja) dapat dilakukan oleh siapa pun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individu.

Kemungkinannya adalah sebagai berikut (Mathis & Jacson, 2006)

1) Para supervisor yang menilai karyawan mereka 2) Para karyawan yang menilai atasan mereka 3) Anggota tim yang menilai sesamanya 4) Sumber-sumber dari luar

5) Karyawan menilai diri sendiri

6) Penilaian dan multisumber (umpan balik 360°)

Penilai karyawan menurut Mathis & Jacson (2006) ada enam yang mana akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini, yaitu

a. Supervisor

Penilaian secara tradisional atasa karyawan oleh supervisor didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. Untuk mencapai tujuan ini, beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja mengenai pencapaian karyawam mereka (Mathis & Jacson, 2006). Catatan ini menyediakan contoh spesifik untuk digunakan ketika menilai


(37)

26

kinerja. Gambar dibawah menunjukkan proses tinjauan tradisional di mana para supervisor melakukan penilaian kinerja pada karyawan.

Gambar. 2.1 Penilaian Kinerja Tradisional : Logika dan Proses Sumber : Mathis & Jacson, 2006

b. Karyawan menilai atasan

Sejumlah organisasi di masa sekarang meminta para karyawan atau anggota kelompok untuk memberi nilai pada kinerja

Departemen SDM 1. Merancang system

penilaian 2. Melatih para

supervisor

Supervisor

1. Menilai karyawan yang menjadi bawahan langsung

2. Menyediakan umpan balik kinerja pada karyawan

Karyawan

1. Mengatasi masalah kinerja

2. Menentukan tujuan bersama dengan supervisor

Manajer

1. Meninjau penilaian oleh pengawas

2. Mrmbimbing supervisor dalam memberikan umpan balik


(38)

27

supervisor dan manajer. Praktik terbaru bahka mengevaluasi dewan direksi perusahaan. Tanggung jawab dasar dari dewan untuk menetapkan tujuan dan mengarahkan pencapaian mereka menjadi alasan untuk mengevaluasi kinerja dari pada anggota dewan.

Keuntungan :

Dalam hal ini ada tiga keuntungan utama. Pertama, dalam hubungan atasan–karyawan yang bersifat kritis, penilaian karyawan dapat sangat berguna dalam mengidentifikasi manajer yang kompeten. Kedua, dapat membantu atasan agar lebih responsive terhadap karyawan. Ketiga, penilaian karyawan memberi kontribusi pada perkembangan karier atasan.

Kerugian :

Reaksi negative yang ditunjukkan oleh banyak atasan karena harus di evaluasi oleh karyawan. Disamping itu, ketakutan akan adanya pembalasan semakin besar di saat karyawan memberikan penilaian yang realistis.

c. Menilai Tim/Rekan Kerja

Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya. Penilaian ini berguna ketika para supervisor tidak memiliki kesempatan untuk mengatamati kinerja setiap karyawan, tetapi tidak demikian halnya dengan anggota


(39)

28

kelompok kerja lainnya. Tetapi, beberapa orang berpendapat bahwa penilaian kinerja jenis apa pun, termasuk penilaian oleh tim/rekan kerja, dapat mempengaruhi kerja tim dan usaha manajemen partisipatif secara negative.

d. Menilai diri sendiri

Menilai diri sendiri dapat diterapkan dalam situasi-situasi tertentu. Sebagai alat pengembangan diri, hal ini memaksa para karyawan untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk peningkatan. Tetapi, para karyawan tidak dapat menilai diri sendiri sebagaimana supervisor menilai mereka, mereka dapat menggunakan standar yang sangat berbeda. Ini dapat menunjukkan bagaimana orang-orang cenderung lunak atau lebih menuntut ketika menilai diri mereka sendiri. Karyawan yang menilai dii sendiri tetap dapat menjadi sumber informasi kinerja yang berharga dan terpercaya. e. Penilai dari luar

Penilaian juga dapat dilakukan oleh orang-orang dari luar yang dapat diundang untuk melakukan tunjaun kinerja. Pelanggan atau klien dari sebuah organisasi adalah sumber nyata untuk penilaian dari luar. Untuk tenaga penjualan atau pekerjaan jasa lainnya, para pelnggan dapat memberikan masukan yang sangat berguna pada perilaku kinerja dari tenaga penjualan. Satu


(40)

29

perusahaan mengukur kepuasan layanan pelanggan untuk menentukan bonus bagi eksekutif pemasaran puncak.

f. Penilaian dari Multisumber/Umpan Balik 360°

Penilaian ini popularitasnya meningkat. Pada gambar dibahwa ini menunjukkan beberapa pihak yang mungkin terlibat dalam umpan balik 360°.

Gambar. 2.2 Penilaian dan Multisumber Sumber : Mathis & Jacson, 2006

Dalam umpan balik multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber tunggal dari informasi penilaian kinerja. Tetapi manajer tetap menjadi pusat untuk menerima umpan balik dari awal dan untuk terlibat dalam tindak lanjut yang diperlukan, bahkan dalam system yang multisumber. Jadi, persepsi manajer mengenai kinerja karyawan masih berpengaruh dalam jalannya proses tersebut.

ORANG YANG DINILAI

Pelanggan Manajer

Bawahan

Evaluasi Diri sendiri Rekan Kerja/


(41)

30

Tujuan dari umpan balik 360° adalah tikak untuk meningkatkan reliabilitas dengan mengumpulkan pandangan yang sama, tetapi lebih untuk menangkap berbagai evaluasi atas peran yang berbeda dari karyawan secara individual (Mathis & Jacson, 2006).

Penilaian prestasi kerja dengan umpan balik atau penilaian 360° merupakan sebuah sistem penilaian prestasi kerja yang sudah ada, karena penilaian ini berdasarkan atas penilaian diri sendiri, rekan kerja, atasan dan pelanggan (Ratnaningsih, 2011). Metode umpan balik 360° adalah proses dimana seorang karyawan menerima informasi tentang bagaimana dirinya dinilai oleh sekelompok orang yang berinteraksi sehari-hari di dalam pekerjaannya. Umpan balik 360° disebut juga dengan multirater feedback, multi source feedback, atau multisource assessment. Intinya adalah umpan balik berasal dari seputar karyawan, dimana penggunaan 360° berarti derajat lingkaran penuh dengan karyawan berada di pusatnya (Ratnaningsih, 2011).

Dengan demikian umpan balik datang dari beberapa arah sekaligus, yaitu dari bawahan, rekan, dan atasan. Termasuk di dalamnya adalah asesmen diri. Beberapa perusahaan menambahkan umpan balik dari pihak eksternal, seperti dari


(42)

31

pelanggan dan pemasok atau pihak terkait lain tergantung bidang pekerjaannya.

Kegiatan pemberian umpan balik biasanya digunakan untuk menanyakan pertanyaan yang mencakup berbagai kompetensi dalam bekerja. Bentuk umpan balik berupa pertanyaan-pertanyaan yang diukur pada skala rating untuk lebih memahami dimana seseorang harus memfokuskan diri untuk meningkatkan kompetensisnya (Ratnaningsih, 2011).

Namun, dalam hal ini penulis menggunakan penilaian dari supervisor atau atasan langsung. Penilai karyawan oleh supervisor atau manajer mereka adalah metode yang paling umum. Atasan langsung mempunyai tanggung jawab utama untuk mengadakan penilaian dalam kebanyakan organisasi, meskipun atasan supervisor tersebut akan meninjau dan menyetujui penilaian tersebut.

6. Metode untuk Menilai Kinerja

Kinerja dapat dinilai dengan sejumlah metode. Metode terbut dikategorikan ke dalam empat kelompok. Dalam bagian ini, setelah menguraikan setiap metode, diskusi akan melihat pada kombinasi dari metode tersebut yang mungkin terjadi antarpekerjaan yang berbeda dalam satu organisasi dan bahkan dalam pekerjaan yang sama ketika dirasa perlu.


(43)

32

Metode berbeda tersebut menimbulkan pertanyaan apakah kinerja diukur terhadap standar yang valid. Kinerja seorang karyawan dapat dibandingkan dengan kinerja atau hasil orang lain. Kinerja juga dapat dinilai terhadap perilaku yang diharapkan yang harus ditentukan sebelumnya.

Gambar. 2.3 Metode-metode Penilaian Kinerja/Prestasi Kerja Sumber : Mathis & Jacson, 2006

Dibawah ini dijelaskan empat kategori metode yang digunakan dalam penilaian kinerja/prestasi kerja (Mathis & Jacson, 2006)

1) Metode penilaian kategori

Metode Penilaian Kategori

1. Skala penilaian grafis

2. Cheklist

Metode Naratif 1. Kejadian penting 2. Esai

3. Tinjaun lapangan Metode Perilaku/Tujuan

1. Pendekatan penilaian perilaku

2. Manajemen berdasarkan tujuan (Management by Objectives – MBO)

Metode Komparatif 1. Penentuan peringkat 2. Distribusi paksa

METODE PENILAIAN KINERJA


(44)

33

Penilaian yang membutuhkan manajer untuk menandai tingkat kinerja karyawan pada formulir khusus yang dibagi ke dalam kategori kinerja.

a. Skala penilaian grafis

Memungkinkan penilai untuk menandai kinerja karyawan pada rangkaian kesatuan. Penilai menandai nilai yang sesuai pada skala tersebut untuk setiap tugas yang tercantum. Ada dua jenis skala penilaian grafis yang digunakan saat ini, 1) Yang paling umum memberikan daftar kriteria pekerjaan seperti kuantitas kerja, kualitas kerja, kehadiran, dan lain-lain. 2) Menilai aspek-aspek perilaku, seperti pengambilan keputusan, pengembangan karyawan, dan lain-lain

b. Checklist

Alat penilaian kinerja yang menggunakan daftar pertanyaan atau kata-kata. Penilai memberi tanda pertanyaan yang paling representative dari karateristik dan kinerja karyawan.

2) Metode Komparatif

Metode ini memerlukan para manajer untuk membandingkan secara langsung kinerja karyawan mereka terhadap satu sama lain


(45)

34

a. Penentuan peringkat

Kinerja semua karyawan diurutkan tertinggi sampai yang terendah. Kekurangan utama dari metode penentuan peringkat ini adalah ukuran perbedaan di antara individu-individu tidak didefinisikan dengan jelas

b. Distribusi paksa

Teknik untuk mendistribusikan penilaian yang dapat dihasilkan dengan metode apa pun. Tetapi, tidak membutuhkan perbandingan di antara orang-orang dalam kelompok kerja yang dinilai. Penilaian dari kinerja karyawan didistribusikan sepanjang kurva berbentuk lonceng.

3) Metode Naratif

Para manajer dan spesialis SDM harus memberikan informasi penilaian tertulis. Dokumentasi dan deskripsi adalah inti dari metode kejadian penting, esai, dan tinjauan lapangan.

4) Metode Perilaku/Tujuan

Pendekatan ini lebih berusaha untuk menilai perilaku karyawan dibandingkan karakteristik yang lainnya. Dengan menjelaskan secara terperinci setiap tingkatan kinerja akan membantu meminimalkan masalah yang terlihat sejak awal untuk pendekatan yang lain. Metode ini menggunakan penyusunan skala, menyusun skala perilaku dimulai dengan mengidentifikasi


(46)

35

dimensi-dimensi pekerjaan yang penting, yaitu faktor-faktor kinerja terpenting dalam deskripsi pekerjaan seorang karyawan.

B. Efikasi kolektif (Collective Efficacy)

1. Definisi Efikasi kolektif (Collective Efficacy)

Jusoh & Ibrahim (2015) mengatakan bahwa efikasi kolektif merupakan sebuah bentuk kerjasama antara tiap anggota kelompok akan dapat memberikan kesan terhadap setiap usaha untuk mencapai keberhasilan dalam sebuah organisasi / kelompok.

Gibson dalam Stanley, Kara, Aparna, & Mathew (2002) efikasi kolektif adalah sejauh mana suatu tim merasa yakin bahwa ia dapat memenuhi tugas-tugasnya dengan sukses melalui sebuah bentuk kerjasama dalam tim tersebut. Yang mana efikasi kolektif sendiri adalah hasil kognitif yang muncul dari sebuah interaksi di dalam tim dan juga merupakan suatu daya motivasi di dalam tim. Karena dalam efikasi kolektif sendiri terdapat sebuah keterkaitan dengan seberapa besar usaha yang akan dilakukan oleh tim dalam mencapai tujuan tersebut.

Stanley, Kara, Aparna, & Mathew (2002) terdapat sebuah temuan yang menunjukkan bahwa sesungguhnya self-efficacy merupakan prediktor kuat dari tujuan pembentukan diri atau individu, mengupayakan dalam sebuah tugas yang terkait, dan kinerja individu


(47)

36

self-efficacy sendiri mengacu pada keyakinan seseorang dalam kemampuan seseorang untuk melakukan tugas tertentu. Self-efficacy adalah ringkasan penilaian yang meliputi banyak hal dari kepercayaan dalam kemampuan seseorang untuk mengarah pada motivasi, sumber daya kognitif, dan segala tindakan yang diperlukan dalam melakukan sebuah tugas-tugas tertentu (Bandura, 1986).

Stanley, Kara, Aparna, & Mathew (2002) menyebutkan bahwa collective efficacy mengacu pada keyakinan tim bahwa mereka mampu untuk menyelesaikan tugas tim mereka. Dengan adanya collective efficacy, tim tersebut akan dengan mudah melakukan segala hal bersama untuk menyelesaikan tugas mereka. Namun collective efficacy bukan hanya terfokus pada keberhasilan dalam tim saja, tetapi bagaimana mereka mampu memiliki keyakinan bersama-sama dalam menyelesaikan sebuah tugas tim.

Dalam collective efficacy bukan hanya menghitung seberapa yakin individu tersebut terhadap kelompoknya atau sebagai anggota kelompok, tetapi bagaimana kelompok tersebut berpikir “can we do this task?” (mampukah kita melakukan tugas ini?), bukan “can I do this task?” (mampukah aku melakukan tugas ini?). Collective efficacy adalah merupakan sebuah tindakan yang melibatkan hal yang lebih komplek yang mempengaruhi adanya hubungan social dan timbal balik, yang lebih dari pada kearah diri individu itu sendiri (Michel and Northcraft, 1997).


(48)

37

Gibson, dalam Stanley, Kara, Aparna, & Mathew (2002) menurutnya efikasi kolektif berkenaan dengan kemampuan tim dalam mengolah persepsi pada tugas-tugas tim tertentu, sedangkan potensi mengacu pada persepsi yang lebih luas dari tim tersebut.

Dari beberapa definisi diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa efikasi kolektif (Collective efficacy) merupakan tingkat keyakinan dan kepercaaan akan kemampuan bersama dalam suatu kelompok organisasi dalam mencapai tujuan bersama kelompok tersebut terhadap perusahaan tempat mereka berkerja, dengan sesuai standar hasil capaian yang dimiliki oleh perusahaan.

2. Sumber – Sumber Efikasi Kolektif

Bandura dalam Gorddard, dkk (2000) menyebutkan bahwa ada empat postulat sebagai sumber informasi efikasi kolektif (collective efficacy) :

1) Pengalaman penguasaan (Mastery experience)

Memiliki pengalaman yang luas merupakan hal penting dalam organisasi. Sebuah keberhasilan yang kita dapatkan akan membangun kepercayaan yang kuat dari organisasi dalam arti collective-efficacy, sementara kegagalan akan merusak segalanya. Jika keberhasilan, kadang akan sering datang dan menjadi begitu mudah, kegagalan akan membuat kita putus asa. Keuletan dalam arti collective efficacy mungkin membutuhkan


(49)

38

pengalaman dalam mengatasi kesulitan melalui usaha yang gigih. Mempelajari organisasi dari pengalaman akan dapat mengetahui apakah mereka mampu atau berhasil dalam mencapai tujuan mereka. (Huber, 1991)

2) Pengalaman perwakilan (Vicarious experience)

Pengalaman langsung bukan satu-satunya sumber informasi tentang bagaimana collective efficacy mereka. Mendengarkan cerita tentang pencapaian rekan – rekan serta kisah – kisah suksesnya selama bekerja. Jadi, hanya pengalaman perwakilan dan percontohan berfungsi sebagai satu cara efektif untuk mengembangkan efikasi kolektif. Belajar organisasi dari organisasi lainnya. (Huber, 1991)

3) Pendekatan social (Sosial persuasion)

Pendekatan social adalah cara lain untuk memperkuat keyakinan perusahaan/organisasi bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mencapai apa yang mereka cari. Pembicaraan, kesempatan melakukan pengembangan professional, dan umpan balik terhadap prestasi yang dilakukan. Namun pendekatan secara lisan saja tidaklah cukup untuk mampu merubah, tapi ditambah dengan contoh keberhasilan dan pengalaman langsung yang positif, mampu mempengaruhi keberhasilan efikasi kolektif. Persuasi juga dapat mendorong evaluator untuk memberikan usaha ekstra yang mengarah kepada keberhasilan,


(50)

39

dan persuasi juga dapat mendukung kegigihan atau ketekunan, dan ketekunan akan menjadi sebuah solusi masalahan (Huber, 1991).

Menurut Bandura (1997), pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar karena tidak memberikan suatu pengalaman yang langsung dialami atau diamati individu. Dalam kondisi yang menekan dan kegagalan terus menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan.

4) Keadaan emosi (Affective State)

Setiap organisasi pasti memiliki Affective State. Seperti halnya individu yang mengalami stress, organisasi juga demikian. Organisasi yang efikatif akan mampu menghadapi tekanan dan krisis yang berkelanjutan dan tanpa konsekuensi negative yang sangat berat, pada kenyataannya, mereka belajar bagaimana cara beradaptasi dan mengatasi anggota yang mengganggu (Huber, 1991).

Menurut Brown dan Inoug, dalam A. Bandura (1997), individu akan mendasarkan informasi mengena kondisi fifiologis mereka untuk menilai kemampuannya, ketegangan fisik dalam situasi yang menekan dipandang individu sebagai suatu tanda ketidakmampuan karena hal itu dapat melemahkan performansi kerja individu.


(51)

40

C. Hubungan Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)dan Prestasi Kerja Karyawan merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan perusahaan. Sekarang ini diperlukan SDM yang cukup terampil, inovatif, dan mempunyai kemampuan penting bagi perusahaan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat, maka setiap perusahaan harus mampu mengembangkan keunggulan karyawan secara terus-menerus.

Dalam bekerja, seorang karyawan dituntut untuk memiliki self-efficacy dalam dirinya, karena dengan adanya self-efficacy seseorang akan dapat memutuskan akan seberapa jauh dirinya mampu mengorganisasi dan menerapkan serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk menghadapi situasi-situasi yang akan dihadapi yang memiliki elemen kekaburan yang tidak dapat diramalkan dan yang mungkin penuh tekanan. Dengan self-efficacy, seorang karyawan akan mampu mengatasi dan menyelesaikan tugasnya, sekalipun dalam keadaan dan situasi yang menghambat. Oleh karena itu, self-efficacy yang tinggi akan meningkatkan keterlibatan aktif dari individu terhadap tingkah laku – tingkah laku yang dapat meningkatkan kemampuan individu (Bandura, 1986).

Dengan adanya self-eficacy yang tinggi, membuat karyawan akan berusaha menyelesaikan permasalahan kerja dan dapat meningkatkan kerja secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki karyawan (Riani dan Farida, 2008). Namun, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan efikasi kolektif (collective efficacy), sama hal nya dengan self-eficacy, tetapi dalam efikasi kolektif, yang diukur adalah kelompok kerja, bukan lagi


(52)

41

individu. Gibson, dalam Stanley, Kara, Aparna, & Mathew (2002) menyatakan bahwa efikasi kolektif berkenaan dengan kemampuan tim dalam mengolah persepsi pada tugas-tugas tim tertentu, sedangkan potensi mengacu pada persepsi yang lebih luas dari tim tersebut.

Santoso (2012) mengatakan bahwa kemampuan yang dimiliki individu sangat penting dalam dunia kerja. Dengan kemampuan tersebut, maka individu juga akan dapat berperan aktif dalam tim atau kelompoknya dalam mencapai sebuah tujuan bersama kelompok sehingga mereka mampu melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efisien sesuai target yang diinginkan perusahaan.

Dengan begitu dapat mempengaruhi prestasi kerja sehingga perusahaan yang memberikan kesempatan kepada karyawan dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri karyawan dalam mencapai tingkat kerja yang maksimal. Kinerja karyawan yang tinggi akan dapat menguntungkan karyawan memiliki prestasi kerja dan dapat meningkatkan gaji. Demikian juga perusahaan dapat menghasilkan produk/layanan yang berkualitas dan tujuan perusahaan dapat tercapai.

Dari beberapa temuan teori diatas, maka disimpulkan bahwa dengan adannya efikasi kolektif (collective efficacy) yang tinggi maka prestasi kerja akan tinggi pula, begitu juga sebaliknya, semakin rendah efikasi kolektif (collective efficacy) maka prestasi kerja juga akan menurun.


(53)

42

D. Kerangka Teoritik / Landasan Teori

Berikut ini adalah kerangka teoritik karyawan yang memiliki pendekatan sosial yang baik terhadap lingkungan yang ada dalam perusahaan, maka mereka akan memiliki timbal balik terhadap prestasi kerja yang akan mereka dapatkan dalam sebuah perusahaan.

Gambar. 2.4. Kerangka Teoritik/landasan Teori

Huber (1991) menyatakan bahwa pendekatan sosial adalah cara lain untuk memperkuat keyakinan perusahaan/organisasi bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mencapai apa yang mereka cari. Pembicaraan, kesempatan melakukan pengembangan professional, dan umpan balik terhadap prestasi yang dilakukan. Karyawan yang memiliki efikasi kolektif menjadi sebuah keharusan bagi perusahaan yang memang karyawan tersebut bekerja dalam tim. Dengan adanya efikasi kolektif tersebut, karyawan akan mampu menyelesaikan tugas sesuai dengan tujuan bersama tim , sehingga dapat menunjang prestasi kerja mereka.

Pengalaman penguasaan

Prestasi Kerja Efikasi Kolektif

(collective efficacy) Pengalaman

perwakilan

Keadaan Emosi Pendekatan Sosial


(54)

43

Santoso (2012) mengatakan bahwa kemampuan yang dimiliki individu sangat penting dalam dunia kerja. Dengan kemampuan tersebut, maka individu juga akan dapat berperan aktif dalam tim atau kelompoknya dalam mencapai sebuah tujuan bersama kelompok sehingga mereka mampu melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efisien sesuai target yang diinginkan perusahaan.

Dengan begitu dapat mempengaruhi prestasi kerja sehingga perusahaan yang memberikan kesempatan kepada karyawan dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri karyawan dalam mencapai tingkat kerja yang maksimal. Kinerja karyawan yang tinggi akan dapat menguntungkan karyawan memiliki prestasi kerja dan dapat meningkatkan gaji. Demikian juga perusahaan dapat menghasilkan produk/layanan yang berkualitas dan tujuan perusahaan dapat tercapai.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa karyawan yang memiliki tingkat efikasi kolektif yang baik maka akan dapat menunjang hasil kinerja karyawan tersebut, dalam hal ini adalah prestasi kerjanya.

E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka teoritik tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat adanya Hubungan Efikasi kolektif (collective efficacy) dengan prestasi kerja Tim Distribusi di PT Jawa Koran Biro Sidoarjo. Artinya semakin baik collective efficacy tersebut, maka semakin tinggi


(55)

44

prestasi kerjanya, sebaliknya jika semakin buruk collective efficacy tersebut, maka semakin rendah prestasi kerjanya.


(56)

45

BAB III

METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada penelitian inferensial atau dalam rangka pengujian hipotesis, sehingga diperoleh signifikansi antar variabel yang diteliti (Azwar, 2013).

Jenis penelitian ini merupakan hubungan untuk megetahui seberapa besar atau kuatnya pengaruh adanya peran efikasi kolektif terhadap prestasi kerja tim distribusi yang ada di salah satu perusahaan media cetak.

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu: a. Variabel terikat (Y) adalah prestasi kerja

b. Variabel bebas (X) adalah efikasi kolektif (collective efiicacy) 2. Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk menghindari terjaddinya penafsiran. Adapun definisi operasional variabel – variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Prestasi kerja merupakan suatu capaian atau hasil kerja yang di didapatkan oleh individu dari pekerjaannya dalam upaya untuk


(57)

46

Yang diukur menggunakan skala prestasi kerja, dengan indikator kualitas, kuantitas, waktu, tingkat efektifitas, kemandirian, tingkat keterlibatan, kesetiaan, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kerja sama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa (inisiatif), kecakapan, dan tanggung jawab.

b. Efikasi kolektif (Collective efficacy) merupakan tingkat keyakinan dan kepercaaan akan kemampuan bersama dalam suatu kelompok organisasi dalam mencapai tujuan bersama kelompok tersebut terhadap perusahaan tempat mereka berkerja, dengan sesuai standar hasil capaian yang dimiliki oleh perusahaan. Yang diukur menggunakan skala efikasi kolektif, dengan indikator pengalaman penguasaan, pengalaman perwakilan, pendekatan sosial, dan keadaan emosi.

B. Populasi, Sampel, Teknik Sampling

Populasi adalah keseluruhan penduduk atau individu yang diteliti yang memiliki beberapa karakteristik yang sama. Populasi adalah seluruh objek penelitian (Arikunto, 2006). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT Jawa Pos Koran Biro Sidoarjo pada devisi Distribution Crew yang berjumlah 45 orang.

Melihat subjek yang hendak diteliti kurang dari 100 subjek, maka peneliti menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian. Arikunto (2006) menerangkan bahwa apabila jumlah subjek yang diteliti kurang dari


(58)

47

100 subjek maka lebih baik menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian sehingga subjek yang digunakan peneliti dalam penelitian yakni seluruh karyawan tim distribusi PT Jawa Pos Koran Biro Sidoarjo. Teknik sampling ini oleh Arikunto (2006) disebut sebagai penelitian populasi atau seluruh populasi digunakan sebagai subjek penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yakni dengan menggunakan angket (Kuesioner). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012).

Peneliti menggunakan metode angket (kuesioner) karena beberapa pertimbangan, diantaranya :

1. Metode angket membutuhkan biaya yang relative lebih murah 2. Terutama pada responden yang terpencar-pencar, metode ini dapat

mempermudah pengumpulan data

3. Walaupun penggunaan metode ini pada sampel yang relative besar, namun penggunaannya dapat berlangsung serempak


(59)

48

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner, yaitu kuesioner tentang skala efikasi kolektif dan skala prestasi kerja.

Dalam penelitian ini menggunakan dua macam alat penelitian yaitu skala Efikasi Kolektif (Collective efficacy) dan skala Prestasi Kerja

1. Skala Prestasi Kerja

Prestasi Kerja akan diukur dengan menggunakan skala prestasi kerja dikembangkan Sutrisno dengan dimensi kualitas, kuantitas, waktu, tingkat efektifitas, kemandirian, dan tingkat keterlibatan. Serta teori milik Hasibuan dengan dimensi kesetiaan, prestasi kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kerja sama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa (inisiatif), kecakapan, dan tanggung jawab. Skala ini menggunakan instrumen rating scale dengan versi supervisor (pengukuran atau penilaian yang dilakukan oleh atasan kepada bawahannya) dengan skala tertentu dari rendah hingga tinggi yang menggunakan empat kategori (Sugiyono, 2012) yaitu 1 (Tidak Sesuai Harapan), 2 (Kurang Sesuai Harapan), 3 (Cukup Diharapkan), dan 4 (Diharapan)

2. Skala Efikasi Kolektif (Collective efficacy)

Skala Efikasi Kolektif (Collective efficacy) dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala efikasi kolektif yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek efikasi kolektif. Skala ini merupakan skala


(60)

49

tertutup yang menggunakan enam kategori jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Skala memiliki dua macam aitem, favorable dan unfavorable. Adaptasi skala dimaksudkan untuk mempersingkat waktu penelitian serta reliabilitas dan validitas instrumen penelitian telah diukur untuk memenuhi standar pengukuran dan penelitian.

Skala likert ini juga menjabarkan kategori jawaban yang ditengah (R) berdasarkan tiga alasan:

1. Kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum dapat memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya bisa diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau bahkan ragu-ragu).

2. Tersedianya jawaban yang di tengah itu menimbulkan kecenderungan jawaban ke tengah (central tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu atas arah jawabannya ke arah setuju ataukah ke arah tidak setuju.

Oleh karena itu peneliti menggunakan empat kategori untuk meminimalisir ketidak validan aitem yang di uji. pada skala tersebut agar responden tidak cenderung melihat jawaban ke arah setuju dan tidak setuju. (Azwar, 2014). Blue print untuk skala efikasi kolektif dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(61)

50

D. Validitas dan Reliabilitas

Peneliti melakukan uji coba pendahuluan dengan membagikan angket awal berjumlah 30 aitem kepada 31 karyawan di PT Jawa Pos Koran Biro Sidoarjo yang juga nanti adalah sebagai tempat untuk melakukan penelitian sesungguhnya, hanya saja uji coba kali ini, peneliti melakukannya pada karyawan departemen pemasaran dan redaksi yang ada di PT Jawa Pos Koran Biro Sidoarjo pada tanggal 28 Juli 2016 pukul 10.00 – 05.00 WIB. Setelah dilakukan uji coba pendahuluan, maka didapatkan hasil uji validitas dan reliabilitas sebagai berikut :

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat – tingkat kevalidan atau keshahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau yang shahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2010).

Standar pengukuran yang digunakan untuk menentukan validitas aitem berdasarkan pendapat Azwar (2014) bahwa suatu aitem dikatakan valid apabila memiliki indeks daya beda baik ≥0,30. Apabila jumlah aitem yang valid ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat menurunkan sedikit kriteria dari 0,30 menjadi 0,25 atau 0,20. Adapun standar yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah 0,25.


(62)

51

Dari hasil penelitian try out yang telah dilakukan oleh peneliti maka aitem yang valid pada variabel efikasi kolektif ada 22 aitem yang valid dari 30 aitem yang disediakan.

1.1Skala Prestasi Kerja

Dalam penelitian ini menggunakan skala penilaian prestasi kerja yang terdiri dari 15 aitem yang menjadi dasar penilaian prestasi kerja karyawan dengan atas persetujuan dari pihak perusahaan terkait, sehingga skala ini dinyatakan valid sebagai skala penilaian prestasi kerja dengan bukti surat pernyataan dari perusahaan dimana penelitian ini berlangsung.

Tabel 3.1 Blue Print Skala Penilaian Prestasi Kerja

Variabel Aspek Penjelasan Aspek

Prestasi Kerja

Sutrisno, 2014 Kualitas

Mampu menjalankan tugas, kompetensi, ketelitian, ketekunan, dapat dipercaya serta kecakapan dalam bekerja

Kuantitas

Meliputi output dan target kerja. Apakah selalu masuk atau tidak, terlambat atau sering absen dengan berbagai alasan.

Waktu

menyelesaikan tugas

Durasi waktu yang dibutuhkan karyawan untuk menyelesaikan tugas

Tingkat Efektifitas

Bagaimana karyawan melakukan cara efektif untuk menyelesaikan tugas

Kemandirian Melakukan pekerjaan tanpa menggantungkan orang lain dan dapat melaksanakan tugasnya Tingkat

keterlibatan

Dilihat dari loyalitas serta afektifitas yang dilakukan

Hasibuan, 2000 Kesetiaan

Menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari orang yang tidak bertanggung jawab


(63)

52

orang lain Kedisiplinan

Mentaati peraturan yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan

Kreativitas

Mengembangkan kretivitas untuk menyelesaikan pekerjaannya, agar bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna

Kerja sama

Berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lain secara vertikal atau horizontal di dalam maupun di luar pekerjaan

Kepemimpinan

Kemampuan memimpin, berpengaruh, pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain untuk bekerja secara efektif

Prakarsa (Inisiatif)

Mampu menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, menyimpulkan, dan membuat keputusan untuk masalahnya Kecakapan Kemampuan dan kesangggupan karyawan

dalam melakukan pekerjaan Tanggung

jawab

Mampu mempertanggung jawabkan pekerjaan, hasil kerja, serta fasilitas yang digunakan

1.2 Skala Efikasi Kolektif (collective efficacy)

Skala Efikasi Kolektif (Collective efficacy) dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala efikasi kolektif yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek efikasi kolektif. Skala ini merupakan skala tertutup yang menggunakan enam kategori jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Skala memiliki dua macam aitem, favorable dan unfavorable. Adaptasi skala dimaksudkan untuk mempersingkat waktu penelitian serta reliabilitas dan validitas instrumen penelitian telah diukur untuk memenuhi standar pengukuran dan penelitian.


(64)

53

Skala likert ini juga menjabarkan kategori jawaban yang ditengah (R) berdasarkan tiga alasan:

1. Kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum dapat memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya bisa diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau bahkan ragu-ragu).

2. Tersedianya jawaban yang di tengah itu menimbulkan kecenderungan jawaban ke tengah (central tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu atas arah jawabannya ke arah setuju ataukah ke arah tidak setuju.

Oleh karena itu peneliti menggunakan empat kategori untuk meminimalisir ketidak validan aitem yang di uji. pada skala tersebut agar responden tidak cenderung melihat jawaban ke arah setuju dan tidak setuju. (Azwar, 2014). Blue print untuk skala efikasi kolektif dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(65)

54

Tabel 3.2. Blue Print Skala Efikasi Kolektif (Collective efficacy)

Variabel Aspek Sub Aspek

Aitem

Jml

F UF

Efikasi Kolektif (Collective efficacy) Pengalaman Penguasaan

- Memiliki performa – performa (prestasi) yang dilakukan di masa lalu

- Memiliki kegigihan saat mengalami kesulitan

- Mampu mencapai apa yang menjadi tujuan

1 7, 15, 12, 28 2, 9, 29 4 9 Pengalaman Perwakilan

- Memiliki pengalaman keberhasilan dari orang lain

- Memiliki keinginan belajar dari orang lain

3, 13

10, 17, 20, 5

26 7

Pendekatan Sosial

- Memiliki kemampuan untuk mendapatkan apa yg di inginkan - Mampu melakukan

pengembangan secara professional

6

14, 21 8 4

Keadaan Emosi

- Mampu menghadapi tekanan

- Mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja

- Mampu mengatasi anggota yang mengganggu 11, 19 22, 24, 30 18, 25, 27, 23 16 10


(66)

55

Tabel 3.3 Sebaran Aitem Valid dan Tidak Valid Skala Efikasi Kolektif

Aitem Corrected Item Total Correlation

Nilai

Koefisien Ket

Aitem 1 0.571 ≥ 0.25 Valid

Aitem 2 0.456 ≥ 0.25 Valid

Aitem 3 0.281 ≥ 0.25 Valid

Aitem 4 0.460 ≥ 0.25 Valid

Aitem 5 0.426 ≥ 0.25 Valid

Aitem 6 0.639 ≥ 0.25 Valid

Aitem 7 0.394 ≥ 0.25 Valid

Aitem 8 0.534 ≥ 0.25 Valid

Aitem 9 0.261 ≥ 0.25 Valid

Aitem 10 0.084 ≥ 0.25 Tidak Valid

Aitem 11 0.255 ≥ 0.25 Valid

Aitem 12 0.520 ≥ 0.25 Valid

Aitem 13 0.680 ≥ 0.25 Valid

Aitem 14 0.250 ≥ 0.25 Valid

Aitem 15 0.456 ≥ 0.25 Valid

Aitem 16 0.207 ≥ 0.25 Tidak Valid

Aitem 17 0.444 ≥ 0.25 Valid

Aitem 18 0.269 ≥ 0.25 Valid

Aitem 19 0.209 ≥ 0.25 Tidak Valid

Aitem 20 0.424 ≥ 0.25 Valid

Aitem 21 0.333 ≥ 0.25 Valid

Aitem 22 0.510 ≥ 0.25 Valid

Aitem 23 0.306 ≥ 0.25 Valid

Aitem 24 0.853 ≥ 0.25 Valid

Aitem 25 0.176 ≥ 0.25 Tidak Valid

Aitem 26 0.101 ≥ 0.25 Tidak Valid

Aitem 27 0.597 ≥ 0.25 Valid

Aitem 28 0.040 ≥ 0.25 Tidak Valid

Aitem 29 0.077 ≥ 0.25 Tidak Valid


(1)

82

2. Bagi pihak akademis

Agar meningkatkan hubungan yang positif terhadap perusahaan

ataupun pihak lain yang dapat menyumbang keilmuaan demi

meningkatkan mutu dan kualitas lulusannya, serta lebih aplikatif

dalam pemberian praktikum di perusahaan, agar lulusan akademisi

mampu dengan sigap mengatasi berbagai masalah perusahaan dan

salah satunya seperti saat ini yang terjadi pada sumber daya manusia

di suatu perusahaan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Tidak dapat dipungkiri, penelitian ini masih jauh dari sempurna.

Terdapat kelemahan dalam penelitian ini yang masih harus diperbaiki

secara lebih cermat. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk

melanjutkan atau meneliti kembali mohon diperhatikan

hambatan-hambatan yang dialami peneliti, hal ini guna memaksimalkan

penelitian kembali yang akan dilakukan. Terutama pada skala

pengukuran, diharapkan untuk memperhatikan alat ukur yang

digunakan, agar penelitian selanjutnya lebih mendapatkan hasil yang

maksimal. Dan disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk

meningkatkan kualitas aitem yang akan dibuat agar dapat

memunculkan respon atau keadaan subjek yang sebenarnya.

Kemudian, memperhatikan variabel lain yang mempengaruhi variabel

independent selain variabel bebas yang telah diteliti saat ini. Selain


(2)

83

ini, alangkah baiknya untuk peneliti selanjutnya melakukan

pembahasan yang lebih dalam lagi terkait temuan tersebut agar


(3)


(4)

84

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaluddin. (2010). Team Learning Ditinjau dari Team Diversity dan

Team Efficacy. Jurnal Psikologi. Vol. 37, No. 2, Desember. Pages

203-215

Anita, J., Nasir A., Mukhlis Y. (2013). Pengaruh Penempatan dan Beban Kerja Terhadap Motivasi Kerja dan Dampaknya Pada Prestasi Kerja Pegawai

Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh. Jurnal Managemen,

Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala. Vol. 2, No. 1, November

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekata Praktik. Jakarta : PT Asdi Mahasatya. Pages 130-131

Azwar, Safuddin. (2013a). Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Pages 3-6

Azwar, Safuddin. (2013b). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Pages 77-91

Azwar, Saifuddin. (2014). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Pages 37-46

Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York : W. H.

Freeman ad Company.

Bandura, A. (1986). Self Efficacy :Toword S Uniflying Theory of Behavioral

Change, Psychological Reiview

Chen, G., Paul D. Blise. (2002). The Role of Different Levels of Leadership in Predicting Self and Collective Efficacy : Evidence for Discontinuty. Journal of Apllied Psychology. Vol. 87, No. 3, Pages 549-556

Djula, Badria. (2013). Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap Prestasi Kerja

Karyawan. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNG

Elda, Nur. (2013). Kompasiana : Nasib Media Cetak. Retrieved from : http://www.kompasiana.com/elda.unitri/nasibmediacetakditengaheradigit al. Diakses Tgl 15 Mei 2016

Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang: BP UNDIP

Goddard, R. D., Yvonney L. G. (2001). A Multilevel Analysis of the Relationship

Between Teacher and Collective Efficacy in Urban Schools. Teacher and

Teacher Educational 17 : 807-818. U.S.A

Goddard, R. D., Hoy, W. K., & Woolfolk, A. (2000). Collective teacher efficacy:

Its meaning, measure, and effect on student achievement. American

Education Research Journal, 37(2), 479-507.

Goddard, R. D., Wayne K. H., & Anita W. H. (2004). Collective Efficacy Beliefs : Theoritical Development, Empirical Evidence, amd future Directions. Educational Research, Vol. 33, No. 3, pp. 3-13

Gully, S. M., Kara A. I., Aparna J., J. Matthew B. (2002). A Meta-Analysis of Team Efficacy, Potency, and Performance : Interdependence and Level

of Analysis as Moderators of Observed Relationships. Journal of Applied


(5)

85

Hartati, S., Lina H., Sholikhah. (2011). Hubungan Kepuasan Kerja dengan Prestasi Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Klaten

Hasibuan, Malayu. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara. Pages 86-100

Huber, G. P. (1991). Organizational Learning : The Contributing Processes And

The Literatures. Organizational Science. Vol 2, No. 1, February . U.S.A

Jusoh, M. H., & M. Yusri I. (2015). Kesan Efikasi Kolektif Terhadap Prestasi Kerja JKKK Perkampungan Nelayan Pesisir Pantai Terengganu. E-Proceeding of the International Conference on Social Science Research, ICSSR 2015. 8 & 9 June 2015, Melia Hotel Kuala Lumpur, Malaysia

Likert, R. (1932). A Technique for the Measurement of Attitudes. Archives of

Psychology. 140 :1-55

Mangkunegara, A. A. Anwar P. (2013). Managemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Pages 67-68

Mathis, R. L., & Jhon H. J. (2006). Human Resource Management Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat. Pages 387-401

Muhid, Abdul. 2010. Analisis Statistik SPSS for Windows, ”Cara Praktis Melakukan Analisis Statistik”. Surabaya: CV. Duta Aksara

Noor, Juliansyah. (2011). Metode Penelitian. Jakarta : Kencana

Olivia, D. O. (2014). Kepribadian Hardiness Dengan Prastasi Kerja Pada

Karyawan Bank. Vol 02, No. 01, Januari 2014. Fakulatasi Psikologi

UMM

Ratnaningsih, I. Z. (2011). Metode Umpan Balik 360 Derajat Untuk Mengembangkan Kepemimpinan Dalam Talent Management System. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Disampaikan Dalam Seminar Nasional Peran Psikologi Dalam Boundaryless Organization: Strategi Mempersiapkan SDM Bertalenta, Semarang, 23-24 september 2011, dimuat dalam proceeding, ISBN : 978-979-097-184-4

Riani, A. L., & Hanik F. (2008). Pengaruh Kompetensi Utama Kecerdasan

Emosional dan Self Efficacy Terhadap Kenyamanan Supervisor dalam

Melakukan Penilaian Kinerja (Studi pada PT Bank Negara Indonesia tbk Kantor Cabang di Karesidenan Surakarta)

http://mm.uns.ac.id/jurnal.php?ket=detail&did=488.\

Sampson, R. J., Stephen W. R., Felton E. (1997). Neighborhoods and Violent

Crime : A Multilevel Study of Collective Efficacy. Science. Vol. 277.

www.sciencemag.org

Santoso, R. J. (2012). Hubungan Antara Collective Eficacy Dengan Kinerja Para

Karyawan Di PT Timatex Salatiga. Surakarta (Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Stajkovic, A. D., Dongseop L., Anthony J. N. (2009). Collective Efficacy, Group Potency, and Group Performance : Meta-Analyses of Their Relationship,

and Test of a Mediation Model. Journal of Applied Psychology. Vol. 94,

814-828

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methode). Bandung : Alfabeta. Pages 146-168


(6)

86

Susanti, S. H. (2014). Studi Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Pada Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah

di Kota Bontang. E-Journal Administrasi Negara, 2 (4) ; 1977-1990

Sutrisno, E. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Pages 149-156

Walumbwa, F. O., Peng W., John J. L., & Kan S. (2004). The Role of Collective Efficacy in the Between Transformation Leardership and Work

Outcomes. Journal of Occupational and Organizational Psychology.

Dec; 77, ProQuest Reaserch Library pg 515

Wijono, S. (2010). Psikologi Industri & Organisasi : Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Pages 77-81