PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI BMT BERINGHARJO YOGYAKARTA.

PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
DI BMT BERINGHARJO YOGYAKARTA

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH
AFUADH AFGAN
09401244012

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

i

ii


iii

iv

MOTTO

“Sesungguhnya

Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali
kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” .
(AQ, Ar-Ra’d ayat 11)

“Kita semua pernah gagal.

Yang penting bukanlah apa yang terjadi pada hidup kita,
tapi bagaimana kita menghadapi hal itu”.
(David Neeleman)

Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam

kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah.
- Kahlil Gibran

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka
dengan keberhasilan saat mereka menyerah.
- Thomas Alva Edison

Keberhasilan buah dari kerja keras dan pengorbanan
(Penulis)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulilah atas segala puji dan syukur bagi Allah S.W.T dan Rasul-Nya Nabi Muhammad
S.A.W. Karya ini dipersembahkan untuk:
 Kedua orang tua saya Bapak Heri Prastowo, Ibu Titin Widayati yang selalu
menyayangi dan mendoakan.
 Kakakku Winda Prasetya Nagara dan adikku Carna Carnestya, serta Adonis Djamirin
(alm), Nenek Siti Amrinah, Kakek Padiyo Sugito (Alm), Nenek Siti Marwiyah dan
sepupuku terima kasih atas doa dan dukungannya.

 Kawan-kawan seperjuanganAzis, lensa, sad, hendra, candra, deni, panji, tomo, oki,
anung dan dwita serta teman-teman PKN’H 09 yang selalu memberikan doa dan
dukungan.
 Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 yang gak bisa disebutkan satu persatu
yang selalu memberi semangat
 Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu

vi

PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
DI BMT BERINGHARJO YOGYAKARTA
Oleh:
Afuadh Afgan
NIM 09401244012
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui pelaksanaan pelaksanaan akad
pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo Yogyakarta.Selain itu penelitian ini juga untuk
mengetahui hambatan dalam pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo
Yogyakarta
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penentuan

subjek penelitian menggunakan teknikPurposiveditemukan 3 subjek yaitu analis pembiayaan,
Credit Remidial and Legal, serta Tim akad dan teknik snowballuntuk subjek penelitian yaitu
mitra BMT. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Teknik
pemeriksaaan keabsahan data menggunakan chross check. Analisis data menggunakan teknik
analisis induktif, dengan menggunakantehnik analisis data melalaui tahapan reduksi data,
unitisasi dan kategorisasi, display data, pengambilan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalamakad pembiayaan pembiayaan
musyarakahdibuat perjanjian baku, sehingga menyebabkan posisi tawar mitra cenderung tidak
seimbang. Pada pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo yaitu;(1)
praktiknya terdapat beberapa mitra mengangsur sesuai proyeksi bagi hasil. Selain itu juga
terdapat mitra yang tidak dapat memenuhi proyeksi bagi hasil; (2) Eksekusi benda jaminan
oleh BMT Beringharjo dilakukan, ketika mitra dalam jangka waktu tertentu tidak dapat
mengangsur ke BMT Beringharjo Yogyakarta; (3)BMT Beringharjo Yogyakarta memberikan
kelonggaran waktu kepada mitra; (4)BMT Beringharjo menuntut mitra membayar biaya
penagihan karena mitra lalai dalam mengangsuran. BMT Beringharjo mengeluarkan surat
peringatan untuk memberitahu kepada mitra agar membayar pinjaman di BMT Beringharjo
Yogyakarta; (5)Jika sampai terjadi perselisihan biasanya pihak BMT Beringharjo dan mitra
bermusyawarah terlebih dahulu, akan tetapi jika kedua belah pihak tidak dapat menyelesaikan
perselisihan, pihak BMT Beringharjo dan mitra menyelesaikan melalui jalur hukum;(6)
Pemantauan terhadap mitra hanya dilakukan yang statusnya diragukan dan macet. Sementara

itu BMT Beringharjo kurang memantau mitra yang statusnya diperhatikan atau kurang lancar.
Hambatan dalam pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah antara lain (1) pembiayaan
bermasalah; (2) pembiayaan yang digunakan untuk keperluan lain; (3) mitra yang
memanipulasi data; dan (4) pengikat jaminan yang lemah.

Kata kunci: Akad, pembiayaan musyarakah, perjanjian baku, benda jaminan

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan
judul “Pelaksanaan Akad Pembiayaan Musyarakah di BMT Beringaharjo Yogyakarta”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar S1 Jurusan
Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, tidak akan
mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Prof. Dr. AjatSudrajat, M.Ag,selaku Dekan FIS UNY atasizinnya yang diberikan untuk
melakukan penelitian di BMT Beringharjo Yogyakarta

2.

Cholisin, M.Si, selaku Wakil Dekan I FIS UNY atas izinnya yang diberikan untuk melakukan
penelitian di BMT Beringharjo Yogyakarta

3.

Dr. Samsuri,M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, serta
pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat dan dorongan untuk terselesaikannya
skripsi ini.

4.

Ibu Chandra Dewi. P. S.H, LL.M selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing,
memberikan, nasehat, arahan, sertamasukan-masukan yang sangat membangun dalam

penyelesaian tugas akhir ini.

5.

IbuIffahNurhayati, M.Hum selaku narasumber yang bersedia memberikan masukan, dan
arahan dalam tugas akhir ini.

6.

Seluruh dosen dan karyawan Prodi Pendidikan Kewarganegaraan FIS UNY yang telah
banyak membantu selama kuliah dan penelitian berlangsung.

viii

7.

Seluruh karyawan dan Bapak Bey Arifin yang memberi pengarahan dalam lapangan BMT
Beringharjo Yogyakarta yang telah memberikan waktu untuk melakukan penelitian tentang
akad pembiayaan musyarokah.


8.

Teman-teman KKN PPL SMA 1 Sanden 2012, yang memberikan doa dan dukungan.

9.

Semuapihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca
dan dunia pendidikan pada umumnya.
Yogyakarta, 18 Desember 2013

Penulis

ix

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN .....................................................................................iv
MOTTO ....................................................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................................vi
ABSTRAK ................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1

Identifikasi Masalah ............................................................................................... 8
Batasan Masalah ....................................................................................................8
Rumusan Masalah ..................................................................................................8
Tujuan Masalah .....................................................................................................9
Manfaat Penelitan ..................................................................................................9
Batasan Istilah ..................................................................................................... 10

BAB II KAJIAN TEORI ........................................................................................... 13
A.
B.
C.
D.
E.

Tinjauan tentang Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) ................................................ 13
Tinjauan tentang Akad Pembiayaan Musyarakah .................................................. 20
Tinjauan tentang Perjanjian Baku ......................................................................... 30
Tinjauan tentang Wanprestasi ............................................................................... 40
Tinjauan tentang Pengikat Benda Jaminan ............................................................ 43


BAB III METODE PENELITIAN............................................................................ 46
A.
B.
C.
D.
E.

Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................... 46
Jenis dan Pendekatan Penelitian ............................................................................ 46
Penentuan Subjek Penelitian ................................................................................. 47
Teknik Pengumpulan Data .................................................................................... 50
Teknik Keabsahan Data ........................................................................................ 52
x

F. Teknik Analisis Data ............................................................................................ 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................... 57
A. Profil BMT Beringharjo Yogyakarta ..................................................................... 57
1. Sejarah BMT Beringharjo Yogyakarta ............................................................ 57
2. Visi dan Misi BMT Beringharjo Yogyakarta ................................................... 60
3. Struktur Organisasi, serta Tugas dan Wewenang di BMT Beringharjo
Yogyakarta ..................................................................................................... 61
B. Pelaksanaan Proyeksi Bagi Hasil dalam Akad Pembiayaan Musyarokah di BMT
Beringharjo Yogyakarta ........................................................................................ 65
1. Proses Pembuatan Akad Pembiayaan Musyarakah di BMT Beringharjo
Yogyakarta .................................................................................................... 65
2. Pelaksanaan dalam Akad Pembiayaan Musyarakah di BMT Beringharjo
Yogyakarta .................................................................................................... 75
C. Hambatan dalam Pelaksanaan Akad pembiayaan Musyarakah di BMT Beringharjo
Yogyakarta ........................................................................................................... 82
1. Pembiayaan Bermasalah di BMT BeringharjoYogyakarta .............................. 82
2. Pembiayaan yang digunakan untuk keperluan lain oleh mitra ......................... 94
3. Mitra yang memanipulasi data ....................................................................... 95
4. Pengikat jaminan yang lemah ......................................................................... 96

BAB V. PENUTUP .................................................................................................... 99
1. Kesimpulan.................................................................................................... 97
2. Saran ........................................................................................................... 100

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 102
LAMPIRAN ............................................................................................................. 105

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Surat Izin Penelitian ...................................................................................................1
Berita Acara Pengganti Benda Jaminan ....................................................................2
Akad Pembiayaan Musyarokah................................................................................... 3
Surat Perpanjangan Penelitian ................................................................................... 5
Surat Pernyataan Telam Melakukan Penelitian ........................................................ 6
Surat Pemberitahuan ..................................................................................................7
Surat Peringatan 1 ...................................................................................................... 8
Surat Peringatan 2 ....................................................................................................... 9
Surat Pernyataan BPKB sebagai jaminan ............................................................... 10
Surat Kuasa Mengalihkan Hak Kios Pasar.............................................................. 11
Surat Peringatan Lelang ........................................................................................... 14
Surat Pernyataan Kesanggupan Pembayaran ......................................................... 15
Tanda Terima dan Surat Pernyataan Wanprestasi ................................................. 16
Tabel Pembiayaan Bermasalah................................................................................. 17
Gambar ...................................................................................................................... 18
Format Wawancara ................................................................................................... 19

xii

PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
DI BMT BERINGHARJO YOGYAKARTA
Oleh:
Afuadh Afgan
NIM 09401244012
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui pelaksanaan pelaksanaan akad
pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo Yogyakarta.Selain itu penelitian ini juga untuk
mengetahui hambatan dalam pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo
Yogyakarta
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penentuan subjek penelitian menggunakan teknikPurposiveditemukan 3 subjek yaitu analis
pembiayaan, Credit Remidial and Legal, serta Tim akad dan teknik snowball untuk subjek
penelitian yaitu mitra BMT. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan
dokumentasi. Teknik pemeriksaaan keabsahan data menggunakan chross check. Analisis data
menggunakan teknik analisis induktif, dengan menggunakantehnik analisis data melalaui
tahapan reduksi data, unitisasi dan kategorisasi, display data, pengambilan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalamakad pembiayaan pembiayaan
musyarakahdibuat perjanjian baku, sehingga menyebabkan posisi tawar mitra cenderung
tidak seimbang. Pada pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo
yaitu;(1) praktiknya terdapat beberapa mitra mengangsur sesuai proyeksi bagi hasil. Selain itu
juga terdapat mitra yang tidak dapat memenuhi proyeksi bagi hasil; (2) Eksekusi benda
jaminan oleh BMT Beringharjo dilakukan, ketika mitra dalam jangka waktu tertentu tidak
dapat mengangsur ke BMT Beringharjo Yogyakarta; (3)BMT Beringharjo Yogyakarta
memberikan kelonggaran waktu kepada mitra; (4)BMT Beringharjo menuntut mitra
membayar biaya penagihan karena mitra lalai dalam mengangsuran. BMT Beringharjo
mengeluarkan surat peringatan untuk memberitahu kepada mitra agar membayar pinjaman di
BMT Beringharjo Yogyakarta; (5)Jika sampai terjadi perselisihan biasanya pihak BMT
Beringharjo dan mitra bermusyawarah terlebih dahulu, akan tetapi jika kedua belah pihak
tidak dapat menyelesaikan perselisihan, pihak BMT Beringharjo dan mitra menyelesaikan
melalui jalur hukum;(6) Pemantauan terhadap mitra hanya dilakukan yang statusnya
diragukan dan macet. Sementara itu BMT Beringharjo kurang memantau mitra yang
statusnya diperhatikan atau kurang lancar. Hambatan dalam pelaksanaan akad pembiayaan
musyarakah antara lain (1) pembiayaan bermasalah; (2) pembiayaan yang digunakan untuk
keperluan lain; (3) mitra yang memanipulasi data; dan (4) pengikat jaminan yang lemah.

Kata kunci: Akad, pembiayaan musyarakah, perjanjian baku, benda jaminan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank merupakan
lembaga keuangan yang menyediakan dana baik itu digunakan untuk investasi
atau untuk konsumsi. Selain itu lembaga keuangan tersebut juga sebagai tempat
penyimpanan uang. Lembaga keuangan Bank di Indonesia diatur dalam UndangUndang Nomor 10 tahun 1998 Jo Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan, selanjutnya disebut dengan UU Perbankan. Pada pasal 1 angka 2 UU
Perbankan tersebut disebutkan bahwa Bank merupakan badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak .
Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) meliputi lembaga pembiayaan
(leasing, modal ventura, pembiayaan konsumen, dan kredit kecil), usaha
perasuransian, dana pensiun, pasar modal, dan pegadaian. (Simorangkir, 2000:
27).
Bank dapat secara langsung menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro,
tabungan, deposito berjangka. Sedangkan lembaga keungan non bank tidak dapat
secara langsung menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan,
dan deposito berjangka. (Chulyatul Mufidah, diunduh pada tanggal 15 desember
2013)

1

2

Pada praktiknya selain terdapat lembaga keuangan bank dan non bank
dengan sistem yang konvensional, dikenal pula adanya lembaga keuangan bank
dan non bank dengan prinsip syariah. Berikut ini adalah tabel tentang perbedaan
sistem konvensional dan prinsip syariah.
Tabel 1. Perbedaan Sistem Konvensional dan Prinsip Syariah
Sistem Konvensional

Prinsip Syariah

Sistem bunga

Prinsip bagi hasil

Penyediaan dana berdasarkan perjanjian Penyediaan dana berdasarkan akad
pinjam meminjam disebut kredit.

disebut pembiayaan.

Hubungan

hukum

antara

lembaga Hubungan

hukum

antara

lembaga

keuangan

dengan

nasabah

disebut keuangan

dengan

nasabah

disebut

kredir dan debitur.

kemitraan.

(Sumber: Achsan, diunduh tanggal 23 Mei 2013)
Lembaga keuangan dengan prinsip syariah mulai masuk dan berkembang
di Indonesia, karena dipengaruhi oleh konferensi ekonomi Islam yang pertama
pada tahun 1975 di Mekah. Dua tahun kemudian lahir Bank Pembangunan Islam
(Islamic Development Bank/IDB). Kelahiran IDB telah memberikan inspirasi
yang sangat berharga bagi pendirian dan perkembangan bank-bank syariah di
berbagai negara Islam, terutama negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, salah satunya yaitu Indonesia.
Lembaga keuangan syariah mulai muncul di Indonesia, setelah pada
tanggal 18-20 Agustus 1990 diselenggarakan lokakarya bunga bank dan
Perbankan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pada tanggal 22-25 April 1990
hasil lokakarya tersebut dilanjutkan dan dibahas oleh MUI. Hasil lokakarya
tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas)
IV MUI yang diselenggarakan tanggal 22-25 Agustus 1990 di Jakarta, yang

3

menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di
Indonesia. Hasil kerja tim Perbankan MUI tersebut membuahkan hasil yaitu,
berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI). Berdirinya BMI
memberikan inspirasi untuk membangun perekonomian., kemudian muncul
lembaga keuangan dengan prinsip syariah yang lain seperti Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). (Ridwan
Muhammad, 2004:71-73)
Perkembangan BMT di Indonesia cukup pesat, ini dibuktikan dengan
semakin banyak BMT di berbagai daerah. Akan tetapi pada saat pertengahan
1990-an belum ada peraturan khusus tentang koperasi syariah. Pada pertengahan
tahun 1990-an, beberapa BMT yang awalnya terkait Pusat Inkubasi Bisnis Usaha
Kecil (Pinbuk), Dompet Dhuafa, Muhammadiyah, dan ormas lain, maupun yang
secara independen didirikan oleh seorang atau sekelompok orang peduli,
diantaranya adalah: BMT Tamzis, Wonosobo (1992); BMT Binama, Semarang
(1992), BMT Bina Umat Sejahtera, Rembang (1995); BMT Marhamah,
Wonosobo (1995)); BMT Ben Taqwa, Purwodadi (1996); BMT At Taqwa,
Pemalang (1996); BMT Marsalah Mursalah lil Ummah, Pasuruan (1997); dan
lain-lain. (islamicfinance, diunduh 4 Mei 2013)
Adanya perkembangan BMT yang cukup pesat, serta peran penting yang
dijalankan BMT dalam memberdayakan ekonomi masyarakat khususnya sektor
usaha mikro, kecil dan menengah, menyebabkan pemerintah menerbitkan regulasi
tentang koperasi jasa keuangan syariah, yaitu dengan menerbitkan Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keungan Syariah (KJKS). Kepmen tersebut mengacu pada
peraturan perkoperasian yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 25 tahun
Munculnya peraturan tersebut membuat keberadaan koperasi syariah atau BMT

4

diakui dan dilindungi oleh pemerintah. Hal-hal tersebut berarti BMT-BMT yang
ada telah mempunyai kepastian hukum bagi BMT.
Keputusan Menteri Koperasi dan Uusah Kecil dan Menengah Tahun 2004
tersebut menyebabkan semakin banyak BMT lainnya yang muncul di berbagai
daerah. Perkembangan BMT di daerah jawa tengah cukup pesat contohnya yaitu
BMT Bima (Magelang), BMT Perkasya (Semarang), BMT AL-HUDA
(Wonosobo, Jateng). (Puskopsyah BMT Jawa tengah, diunduh tanggal 10
Desember 2013)
Sementara itu BMT juga terdapat di luar pulau jawa seperti BMT Duta
Jaya (Lampung), BMT Darussalam Kaltim (Kaltim), BMT Bina Madani
(Sumsesl). Hal ini menunjukan bahwa dengan munculnya Kepmen KUKM tahun
2004 menjadikan BMT semakin berkembang pesat. (Puskopsyah, diakses pada
tanggal 10 Desember 2013)
Prioritas BMT adalah menyalurkan dana untuk pengusaha mikro, kecil dan
menengah, sehingga banyak pengusaha mikro, kecil dan menengah tertarik
dengan pembiayaan di BMT. Selain menggunakan prinsip bagi hasil yang
dianggap lebih menguntungkan dan jauh dari bunga yang dianggap riba, BMT
menjadi alternatif pilihan untuk para pengusaha mikro, kecil, dan menengah
karena akses dan prosedur yang mudah dalam peminjaman dana, jika
dibandingkan dengan proses peminjaman dana melalui lembaga keuangan Bank.
Hal ini menyebabkan konsep penyaluran dana semakin berkembang, yaitu

5

dibuktikan dengan adanya berbagai bentuk pembiayaan baik itu yang bersifat
konsumtif dan produktif.
Salah satu bentuk pembiayaan yang bersifat produktif dan ditujukan
kepada pengusaha mikro, kecil dan menengah adalah pembiayaan musyarokah.
Pada pasal 1 angka 10 Kepmen Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 disebutkan
bahwa “pembiayaan musyarakah adalah akad kerjasama permodalan usaha antara
koperasi dengan satu pihak atau beberapa pihak sebagai pemilik modal pada
usaha tertentu, untuk menggabungkan modal dan melakukan

usaha bersama

dalam sebuah kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai kesepakatan para
pihak, dan apabila rugi ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi”.
Dengan demikian, pembiayaan musyarokah merupakan transaksi investasi dalam
rangka penyediaan modal usaha yang dilakukan secara bersama dengan
pembagian

keuntungan

berdasarkan

nisbah

tertentu

yang

proporsional

berdasarkan kesepakatan.
Keberadaan BMT saat ini telah diikat oleh beberapa peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, segala hal yang dilakukan BMT
termasuk produk-produk yang dikeluarkan BMT harus sesuai dengan Kepmen
KUKM tahun 2004. Selain itu, harus sesuai pula dengan Undang-Undang Nomor
1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Meskipun demikian
ternyata dalam praktiknya masih ditemui beberapa BMT yang bermasalah, baik
permasalahan itu muncul dari pihak BMT atau dari mitra.

6

Adapun BMT yang bermasalah, contohnya seperti di daerah Yogyakarta. BMT
yang bermasalah di Yogyakarta sekitar 10% dari jumlah BMT yang ada, tetapi ini
cukup mencoreng lembaga BMT karena nilai rupiah dan kerugian masyarakat
yang cukup besar. BMT yang bermasalah yang dilaporkan ke LOS DIY selama
periode September 2010- Agustus 2011 jumlah kerugian masyarakat mencapai
140 miliar. BMT yang bermasalah antara lain BMT antarani dengan kerugian
masyarakat RP. 32 miliar, BMT Isra dengan kerugian masyarakat Rp 15 miliar,
dan BMT hilal dengan kerugian masyarakat Rp 22 miliar. (Ridarineni, Diunduh 9
Maret 2013 pukul 19.30 WIB)
Selain itu terdapat pembiayaan bermasalah. Nasabah yang wanprestasi akibat lalai
memenuhi kewajibannya atau untuk melunasi hutang. Kewajiban dan hak tiap
pihak sudah tercantum dalam perjanjian kredit atau akad pembiayaan. Masalah
tersebut menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh lembaga keuangan
baik itu koperasi maupun bank. Pada Bank Perkreditan Syariah (BPRS)
mengalami pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF).
Berikut tabel pembiayaan bermasalah di BPRS, sebagai berikut:
Tahun

2007

2008

2009

2010

2011

2012

NPF

7,98%

8,38%

7,03%

6,50%

6,11%

6,83%

(Syarif Hidayatullah. 2013:4)
Berdasarkan tabel diatas terjadi peningkatan pembiayaan bermasalah yang
dihadapi oleh BPRS. Pembiayaan bermasalah pun juga menjadi permasalahan
yang dihadapi oleh bank syariah tak terkecuali koperasi syariah, termasuk BMT
Beringharjo Yogyakarta.
Salah satu BMT yang berkedudukan di Yogyakarta adalah BMT Beringharjo.
BMT Beringharjo merupakan salah satu BMT yang besar dan sudah memiliki
cabang di berbagai daerah. Hal ini dibuktikan dengan adanya cabang di berbagai
daerah khususnya di pulau jawa dimana tersebar 12 kantor cabang di berbagai
daerah pulau jawa yaitu Yogyakarta, Madiun, Bandung, Semarang, Caruban,
Ngawi, Nganjuk, dan Kediri, dengan Assest kurang lebih 40 Miliar Rupiah. Saat

7

ini BMT ini memiliki aset Rp 74 milyar, sedang dana tersalur atau pembiayaan
sekitar Rp 70 M dengan pembiayaan kepada anggota antara Rp 1 juta - Rp 5 juta.
(Danar Widiyanto, diunduh 29 januari 2013)
BMT

beringharjo

Yogyakarta

tersebut

juga

tidak

terlepas

dari

permasalahan. Masalahnya yaitu terletak pada beberapa klausul dalam akad
musyarokah. Klausul-klausul tersebut sudah dibuat terlebih dahulu oleh BMT
Beringharjo Yogyakarta, sehingga posisi tawar mitra dimungkinkan tidak
seimbang.
Selain itu pada pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah, terdapat pula
suatu permasalahan yang muncul dari mitra sebagai pengelola dana atau pun dari
BMT. Permasalahan tersebut terkait dengan tidak dipenuhinya kewajiban mitra
untuk mengembalikan pinjaman modal usaha sehingga muncul pembiayaan
bermasalah. Pada pelaksanaannya masih belum jelas penyelesaiannya, karena
beberapa permasalahan setelah dimusyawarahkan masih belum menemui
penyelesaian. Salah satu syarat untuk mendapatkan pembiayaan musyarakah yaitu
mitra menyerahkan benda jaminan. Muncul permasalahan yaitu tanggung jawab
mitra terhadap benda yang dikuasai oleh mitra, khususnya benda bergerak.
Pengikat benda jaminan masih lemah di BMT Beringharjo Yogyakarta.
Berdasarkan

hal-hal

tersebut

diatas

maka

dapat

dikatakan

ada

permasalahan-permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan akad pembiayaan
musyarakah di BMT Beringharjo Yogyakarta. Oleh karena itu maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian di BMT Beringharjo Yogyakarta. Mengenai
pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo Yogyakarta.

8

B. Identifikasi Masalah
1. Masih terdapat beberapa BMT yang bermasalah.
2. Pembiayaan bermasalah dalam pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah di
BMT Beringharjo Yogyakarta.
3. Status benda jaminan saat terjadi pembiayaan bermasalah.
4. Mitra BMT menghilangkan benda jaminan benda jaminan dalam pelaksanaan
akad pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo Yogyakarta.
5. Pengikat benda jaminan yang masih lemah dalam akad pembiayaan musyarakah di
BMT Beringharjo Yogayakarta.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, agar peneliti dapat lebih
fokus maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut:.
Pembiayaan bermasalah dalam pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah di BMT
Beringharjo Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka peneliti dapat mengambil rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo
Yogyakarta?
2. Hambatan dalam pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah di BMT
Beringharjo Yogyakarta?

9

E . Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui

pelaksanaan

akad

pembiayaan

musyarakah

di

BMT

Beringharjo Yogyakarta.
2. Mengetahui hambatan dalam pelaksanaan akad pembiayaan musyarakah di
BMT Beringharjo Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian yang berjudul Pelaksanaan Akad Musyarokah
di BMT Beringharjo Yogyakarta adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan di
bidang hukum perdata, hukum dagang dan hukum Islam.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti,
BMT Beringharjo, mitra dan masyarakat.
a. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan suatu bentuk sarana berfikir secara ilmiah
untuk mengembangkan, menambah pengetahuan, pengalaman yang
telah peneliti dapatkan khususnya Hukum Perdata, Hukum Dagang

10

dan Hukum Islam di bangku kuliah pendidikan kewarganegaraan
(PKn) .
b. Bagi BMT
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan
pengetahuan tentang akad atau perjanjian secara umum, dan pada
khususnya tentang kebebasan berkontrak dalam akad atau perjanjian
bagi koperasi syariah khususnya BMT.
c. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat, adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang kebebasan berkontrak dalam akad atau perjanjian,
serta koperasi syariah pada umumnya bagi masyarakat dan khususnya
bagi para anggota koperasi syariah.

F. Batasan Istilah
Untuk mencegah kesimpangsiuran pengertian serta pemahaman pembaca dan
untuk menghindari multitafsir maka peneliti memberikan batasan istilah pada
judul penelitian.
1. Pelaksanaan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pelaksanaan merupakan
proses, cara, pembuatan melaksanakan. (Hasan Alwi dkk. 2008:774)
Pelaksanaan dalam penelitian ini adalah proses atau langkahlangkah melaksanakan isi dari akad dan pelaksanaan dalam menyelesaikan
permasalahan dalam akad pembiayaan musyarokah di BMT Beringharjo.

11

2. Akad
Menurut UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
pasal 1 nomor (13) disebutkan bahwa akad adalah kesepakatan tertulis
antara bank atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang memuat
adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai prinsip
syariah.
Akad adalah janji setia kepad Allah SWT, dan juga meliputi
perjanjian yang dibuat oleh manusia dengan sesama manusia dalam
pergaulan hidupnya. (Phasaribu, Chairuman &Suhrawardi, 1994: 2)
Berdasarkan beberapa pengertian tentang akad di atas, maka akad
adalah suatu perbuatan antara dua orang atau lebih yang saling berjanji
atau mengikatkan diri untuk melakukan sesuatu.
3. Pembiayaan Musyarakah
Menurut Kepmen Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 pada pasal 1
nomor 10 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa
Keungan Syariah, disebutkan bahwa pembiayaan musyarakah adalah akad
kerjasama permodalan antara koperasi dengan satu pihak atau beberapa
pihak sebagai pemilik modal pada usaha tertentu, untuk menggabungkan
modal dan melakukan usaha bersama dalam suatu kemitraan, dengan
nisbah pembagian hasil sesuai kesepakatan para pihak, sedang kerugian
ditangung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.

12

4. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Baitul maal wat tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul
maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha
pengumpulan dana yang non-profit, seperti zakat, infaq dan shodaqoh.
Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana
komersial. (Heri Sudarsono. 2004: 100)
BMT adalah lembaga yang memadukan Baitul Maal (BM) dan
Baitul Tamwil (BT), yaitu lembaga kemasyarakatan yang mengumpulkan
dana masyarakat baik berupa simpanan maupun zakat, infaq dan shodaqoh
(ZIS) untuk disalurkan kepada usaha-usaha kecil dengan sistem bagi hasil
atau kepada dhuafa melaului sistem pinjaman kebajikan (qard al hasan)
dan hibah. (Ahmad Sumiyanto. 2008:24)
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Baitul Maal Wat Tamwil adalah lembaga keuangan yang menghimpun
dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat.
Jadi, yang dimaksud dengan judul penelitian pelaksanaan akad
pembiayaan musyarakah di BMT Beringharjo Yogyakarta yaitu proses
pelaksanaan isi dari akad pembiayaan musyarakah, yaitu antara BMT
Beringharjo Yogyakarta dan mitra dalam memenuhi kewajiban dan hak
mereka.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Tinjauan tentang BMT
1. Pengertian Baitul Maal Wat Tamwil
Baitul maal wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul
maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha
pengumpulan dana yang non-profit, seperti zakat, infaq dan shodaqoh.
Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana
komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil
dengan berlandaskan syariah. (Heri Sudarsono, 2004:100)
BMT merupakan kependekan dari Baitul Maal Wat Tamwil atau dapat
juga ditulis dengan sebutan baitul maal wa tamwil. Secara harfiah lughowi
baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Baitul
maal dikembangkan berdasarkan sejarah

perkembangannya, yakni dari

masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan Islam, dimana baitul
maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dana sosial.
Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba.
Dari pengertian tersebut dapatlah ditarik suatu pengertian yang
menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan
sosial. Peran sosial BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan

13

14

sosial. Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul maal, sedangkan
peran bisnis BMT akan terlihat dari definisi baitul tamwil. Sedangkan
lembaga sosial, baitul maal memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan
Lemabaga Amil Zakat (LAZ), oleh karenanya, baitul maal ini harus
didorong agar mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang
mapan. Fungsi tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulam dana
zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber dana-dana sosial yang lain, dan
upaya pensyarufan zakat kepada golongan yang paling berhak sesuai dengan
asnabiah. ( Ridwan Muhammad, 2004: 126)
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa baitul maal wat tamwil adalah lembaga keuangan yang berfungsi
untuk mengumpulkan dana dan menyalurkan dana.
2. Cara Mendirikan BMT
Mendirikan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), memerlukan langkahlangkah sebagai berikut:
a. Modal Pendirian BMT
BMT

dapat

didirikan

dengan

modal

awal

sebesar

RP

20.000.000,00, (dua puluh juta rupiah) atau lebih. Namun demikian,
jika terdapat kesulitan dalam mengumpulkan modal awal, dapat dimulai
dengan modal RP 10.000.000,00,- (sepuluh juta rupiah) bahkan RP
5.000.000,00,-(lima juta rupiah). Modal awal ini dapat berasal dari satu
atau beberapa tokoh masyarakat setempat, yayasan kas masjid atau
BAZIS setempat. Namun sejak awal anggota pendiri BMT harus terdiri

15

anatara lain 20 sampai 40 orang, jumlah batasan 20 orang sampai 44
anggota pendiri, ini diperlukan agar BMT menjadi milik masyarakat
setempat. (Heri Sudarsono. 2004: 105)
b. Badan Hukum BMT
Pendirian koperasi pendirian akta pendirian koperasi yang dibuat oleh
notaris dengan bahasa Indonesia. Akta Pendirian memuat terdapat
anggaran dasar dan keterangan yang berkaitan dengan pendirian
koperasi. Anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat:nama lengkap,
tempat kedudukan, dan alamat lengkap, nomor dan tanggal pengesahan
badan hukum bagi koperasi sekunder.
Permohonan akat pendirian koperasi diajukan secara tertulis oleh para
pendiri atau kuasanya kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan
sebagai badan hukum. (UU Nomor 17 Tahun 2012)
BMT dapat didirikan dalam bentuk Kelompok Swadaya
Masyarakat atau koperasi.
1) KSM adalah adalah Kelompok Swadaya Masyarakat dengan
mendapat Surat Keterangan Operasional dan PINBUK (Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
2) Koperasi serba usaha atau koperasi syariah.
3) Koperasi simpan pinjam syariah.

16

c. Tahap Pendirian BMT
Adapun tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam pendirian BMT adalah
sebagai berikut:
1) Pemrakarsa membentuk panitia Penyiapan Pendiri BMT (P3B) di
lokasi tertentu, seperi masjid, pesantren, desa miskin, kelurahan,
kecamatan atau lainnya.
2) P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar Rp
5.000.000,00,- sampai Rp. 10.000.000,- atau lebih besar mencpai
Rp 20.0000.000,00,-untuk segera memulai langkah operasional.
Modal awal ini dapat berasal dari perorangan, lembaga, yayasan,
BAZIS, pemda atau sumber-sumber lainnya.
3) Atau langsung mencari pemodal-pemodal pendiri dari sekitar 20
sampai 44 oranng di kawasan itu untuk mendapatkan dana urunan
hingga mencapai jumlah Rp 20.000.000,- atau minimal Rp
5.000.000,-.
4) Jika calon pemodal telah ada maka dipilih pengurus yang ramping
(3-5 orang) yang akan mewakili pendiri dalam mengerahkan
kebijakan BMT.
5) Melatih 3 calon pengelola (minimal berpendidikan D3dan lebih
baik S1) dengan menghubungi Pusdiklat PINBUK Propinsi atau
Kab/Kota.
6) Melaksanakan persiapan-persiapan sarana perkantoran dan
formulir yang diperlukan.

17

7) Menjalankan bisnis operasi BMT secara profesional dan sehat.
(Heri Sudarsono, 2004:105-106)
Berdasarkan pendapat diatas pendirian BMT awalnya dengan modal,
mengorganisir langkah akta pendirian koperasi yang disahkan oleh
menteri untuk memperoleh status sebagai badan hukum.
3. Konsep Produk Pembiayaan
Menurut pemanfaatannya, pembiayaan Koperasi Jasa Keuangan
Syariah (KJKS) BMT dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja. Pembiayaan investasi
merupakan pembiayaan yang digunakan untuk pemenuhan barang-barang
permodalan serta fasilitas-fasilitas lain yang erat hubungannya dengan hal
tersebut. Sedangkan pembiayaan modal kerja merupakan pembiayaan yang
ditujukan untuk pemenuhan, peningjatan, dalam artian yang luas dan
menyangkut semua sektor ekonomi.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT bukan sekedar lembaga
keungan non-bank yang bersifat sosial saja, namun juga lembaga bisnis
dalam rangka memperbaiaki perekonomian umat. Sesuai dengan itu, maka
dana yang dikumpulkan dari anggota harus disalurkan kepada anggota
lainnya yang membutuhkan. Penyaluran dana kepada anggota tersebut
lazim disebut sebagai pembiayaan. Orientasi dari pembiayaan yang
diberikan KJKS BMT kepada anggotanya adalah untuk mengembangkan
atau dan meningkatkan anggota dan KJKS BMT. Sasaran pembiayaan ini
adalah semua sektor ekonomi yang memerlukan pembiayaan seperti

18

pertanian, industri rumah tangga, perdagangan , dan jasa. Konsep
penyaluran dana oleh Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT dapat
dikelompokkan sebagi berikut:
a. Prinsip bagi hasil (syirkah)
1) Musyarokah adalah kerja sama dalam usaha oleh dua pihak.
Ketentuan umum dalam akad musyarakah semua modal disatukan
untuk menjadi modal proyek musyarakah dan dikelola bersamasama.
2) Mudharabah

adalah

kerjasama

di

mana

shahibul

maal

memberikan dana 100% kepada mudharib yang memiliki
keahlian.
b. Prinsip jual beli (tijarah)
1) Murabahah adalah menjual dengan modal asli bersama tambahan
keuntungan yang jelas. Murabahah salah satu produk penyaluran
dana

yang

cukup

digemari

oleh

KJKS

BMT

karena

karakteristiknya yang profitable
2) Ba’is Salam adalah akad pemebelian barang yang mana barang
yang

dibeli

diserahkan

dikemudian

hari.

Sedangkan

pembayarannya dilakukan secara tunai di muka.
3) Bai’al istishnamrupakan kontak penjualan antara pembeli dan
KJKS BMT. Dalam kontrak ini
(Ahmad Sumiyanto, 2008:151-152)

19

Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Baitul
maal tamwil mempunyai beberapa jenis pembiayaan yaitu berdasarkan
konsep bagi hasil dan prinsip jual beli.
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan kendala
dalam pengembangan BMT yaitu adanya nasabah yang bermasalah dan
BMT yang cenderung berorientasi pada bisnis.
4. Jaminan dalam BMT atau Koperasi Syariah
a. Kepmen No.91/Kepm/M.KUKM/IX/2004 pada pasal 28 disebutkan:
(1) Koperasi Jasa Keungan Syariah/Unit dapat menetapkan agunan
sebagai jaminan pembiayaan dengan catatan terlebih dahulu telah
diketahui kelayakan kemampuan anggota/calon anggota dalam
mengembalikan

kewajibannya

sesuai

dengan

rencana

pemanfaatan yang disepakati.
(2) Agunan sebagaimana dimaksud dalam (1) dapat berupa barang
atau hak tagih dari usaha yang dibiayai oleh pembiayaan yang
bersangkutan atau pernyataan kesanggupan tanggung renteng
antar anggota atas segala kewajibannya.
(3) Agunan berupa barang bisa diatur dengan ketentuan barang
tersebut secara fisik tetap berada pada anggota/calon anggota.
b. Pengertian Jaminan
Jaminan menurut pasal 1131 KUHP Perdata adalah melipti seluruh
kekayaan debitur yang sudah ada maupun yang baru akan ada
dikemudian hari, sehingga tanpa harus diperjanjikan secara khusus,

20

benda-benda tersebut sudah menjadi jaminan bagi seluruh utang-utang
debitur.

Selanjutnya

dalam

pasal

1132

KUHP

Perdata,

menentukan:barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua
kreditur terhadapnya; hasil penjualan barang-barang itu dibagi
menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara
para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
c. Hak Tagih
Pasal 613 KUH Perdata penyerahan piutang-piutang atas nama
dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat
sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas
kebendaan diselimpahkan ke pihak lain.
Berdasarkan kesimpulan diatas jaminan adalah benda yang
diserahkan dari debitur kepada kreditur untuk dapat memenuhi
kewajiban debitur. Benda yang dijadikan jaminan terdapat dua jenis
yaitu benda bergerak dan tidak bergerak

B. Tinjauan tentang AkadPembiayaan Musyarakah
1. Tinjauan Akad
a. Pengertian Akad
Menurut UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 1
nomor (13) disebutkan bahwa akad adalah kesepakatan tertulis antara bank
atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang memuat adanya hak
dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai prinsip syariah.

21

Berdasarkan pendapat diatas akad adalah hubungan hukum antara
dua atau beberapa pihak sehingga menimbulkan akibat hukum bagi para
pihak yang melakukan kesepakan sesuai prinsip syariah.
b. Syarat Sahnya Perjanjian
1) Secara umum yang menjadi syarat sahnya sesuatu perjanjian dalam
syariah islam adalah:
a) Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya.
Maksudnya bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak itu
bukanlah perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan
yang melawan hukum syariah.
b) Harus sama ridha dan ada pilihan
Maksudnya perjanjian yang diadakan oleh para pihak haruslah
didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masingmasing pihak ridha/rela akan isi perjanjian tersebut, atau dengan
perkataan lain harus merupakan kehendak bebas masing-masing pihak.
c) Harus jelas dan gamblang
Maksudnya apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang
tentang apa yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan
terjadinya kesalahpahaman di antara para pihak tentang apa yang telah
mereka perjanjikan di kemudian hari. (Suhrawardi. 1994:2-3)

22

2) Syarat sahnya perjanjian dalam KUH Perdata diperlukan 4 syarat
yaitu:
a) Sepakat mereka untuk mengikatkan dirinya
b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c) Suatu hal tertentu
d) Suatu sebab yang halal
Berdasarkan pendapat diatas syarat sahnya akad atau perjanjian
adalah perbuatan yang dilakukan tidak melawan hukum Islam dan
jelas, para pihak cakap dan sepakat .
c. Asas perjanjian dalam hukum Islam
1) Asas Ibahah
Asas Ibahah adalah asas hukum Islam dalam bidang muamalat secara
umum. Asas ini dirumuskan dalam adagium “pada asasnya segala
sesuatu itu boleh dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya”. Asas
ini merupakan kebalikan dari asas yang berlaku dalam masalah ibadah.
Dalam hukum Islam, untuk tindakan-tindakan ibadah asas bahwa
bentuk-bentuk ibadah yang saha adalah bentuk-bentuk yang disebutkan
dalam dalil-dalil syariah. Orang tidak dapat membuat-buat bentuk baru
ibadah yang tidak pernah ditemukan oleh Nabi SAW. Bentuk-bentuk
baru ibadah yang dibuat tanpa pernah diajarkan oleh Nabi SAW itu
disebut bid’ah dan tidak sah hukumnya.
Sebaliknya

dalam

tindakan-tindakan

mauamalat

berlaku

asas

sebaliknya, yaitu bahwa segala sesuati itu sah dilakukan sepanjang

23

tidak ada larangan tegas atas tindakan itu. Bila dikaitkan dengan
tindakan hukum, khususnya perjanjina, maka ini berarti bahwa tindakan
hukum, khususnya perjanjian, maka tindakan hukum dan perjanjian apa
pun dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khususnya mengenai
perjanjian tersebut.
2) Asas Kebebasan Berakad
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad yaitu suatu prinsip hukum
yang menyatakan bahwa setiap orang dpaat membuaat akad jenis apa
pun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam
Undang-Undang syariah dan memasukkan klausul apa saja ke dalam
akad yang dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak
berakibat makan harta sesama dengan jalan batil.
3) Asas janji itu mengikat
Dalam Al-qur’an dan hadist terdapat banyak perintah agar memenuhi
janji. Dalam kaidah usul fikih, perintah itu pada asasnya menunjukkan
wajib.ini berarti bahwa janji itu mengikat dan wajib dipenuhi.
Diantaranya ayat dan hadist adalah:


Firman Allah,”.... dan penuhi janji, sesungguhnya janji itu akan
dimintakan pertanggung jawabannya”.(QS. Al-Isra: 14)



Asar dari Ibn Mas’ud, janji itu adalah hutang. (HR. Al-Bukhari)

4) Asas keseimbangan (Mabda’ at Tawuzub fi al-Mu’awadhah)
Meskipun secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara pihak
dalam bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam tetap menekankan

24

perlunya keseimbangan itu, baik keseimbangan antara apa yang
diberikan dan apa yang diterima maupu keseimbangan dalam memikul
resiko.
5) Asas Kemaslahatan (Tidak memberatkan)
Dengan asas kemaslahatan dimaksudkan bahwa ada akad yang dibuat
oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi
mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian bagi mereka dan tidak
boleh menimbulkan kerugian (nudharat) atau keadaan memberatkan
(masyaqah). Apabila dalam pelaksanaan akad terjadi suatu perubahan
keadaan yang tidak dapati diketahui sebelumnya serta membawa
kerugian yang fatal.
6) Asas Amanah
Asas amanah dimaksudkan bahwa masing-masinng pihak haruslah
beritikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak
dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidakrauan mitranya.
7) Asas Keadilan
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwjudkan oleh semua hukum.
Dalam hukum Islam, keadilan langsung merupakan parintah Alquran
yang menegaskan, “Berlaku adilah itu lebih dekat kepada takwa”( QS.
Al-Maidah: 8) . (Anwar Syamsul, 2007:83-92)

25

Berdasarkan pendapat diatas asas perjanjian dalam hukum islam
adalah kebebasan berakad dan tidak ada dalil yang melarangnya sehingga
terjadi keadilan dan para pihak menjadi orang yang menepati janji.
d. Berakhirnya Perjanjian
Dalam kontek hukum Islam, perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan
berakhir jika dipenuhi tiga hal sebagai berikut:
1) Berakhirnya masa berlaku perjanjian/akad
Biasanya dalam sebuah perjanjian telah ditentukan saat kapan suatu
perjnajian akan berkahir, sehingga lampaunya waktu maka secara
otomatis akan berakhir, kecuali kemudian hari ditentukan oleh para
pihak.
2) Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad
Hal ini biasanya terjadi jika ada salah satu pihak melanggar ketentuan
perjanjian, atau salah satu pihak mengetahui jika dalam pembuatan
perjanjian terdapat unsur kekhilafan atau penipuan.
3) Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia
Hal ini berlaku pada perikatan untuk berbuat sesuatu, yang
membutuhkan adanya kompetensi khas. Sedangkan jika dibuat dalam
perjanjian hal memberikan sesuatu, katakanlah dalam bentuk
uang/barang maka perjanjian tetap berlaku bagi ahli warisnya. (Abdul
Ghofur Anshori, 2007:62)

26

Berdasarkan pendapat diatas bahwa berakhirnya perjanjian atau
akad dalam hukum Islam adalah berakhirnya jangka waktu akad dan
para pihak yang membatalkan akad.
2. Tinjauan tentang Pembiayaan Musyarakah
a. Pengertian Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Musyarakah adalah akad kerjasama permodalan usaha
antara koperasi dengan satu pihak atau beberapa pihak sebagai pemilik
modal pada usaha tertentu, untuk menggabungkan modal dan melakukan
usaha bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil
sesuai kesepakatan para pihak, dan apabila rugi

ditanggung secara

proporsional sesuai dengan kontribusi modal. (Pasal 1 Keputusan Menteri
dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004
Nomor 10 tentangPetunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperas Jasa
Keuangan Syariah)
Berdasarkan pendapat

diatas

pembiayaan

musyarakah

adalah

perjanjian kerjasama antara beberapa pihak untuk menggabungkan modal
dan membuat suatu usaha, ma