PENDAHULUAN Hubungan Kecemasan Akademis Dengan Perilaku Menyontek Di Sma Negeri 7 Surakarta.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang pasti menginginkan mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap
ujian yang mereka lakukan, ataupun dalam tugas tugas yang mereka kerjakan, dan
kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang
dilakukan adalah menyontek. Masalah menyontek selalu terkait dengan test atau
ujian. Banyak orang beranggapan menyontek sebagai hal yang biasa, namun ada juga
yang sudah menganggap serius masalah perilaku menyontek. Masalah ini sering
dijumpai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi atau Universitas. Sudah
dimaklumi bahwa orientasi siswa – siswi belajar di sekolah itu untuk mendapatkan
nilai yang bagus, dan lulus ujian, lebih banyak kemampuan kognitif daripada afektif
dan psikomotor, inilah yang membuat mereka mengambil jalan untuk melakukan
perbuatan curang, tidak jujur dalam mengerjakan test atau ujian, yaitu melakukan
praktek menyontek (Irawati, 2008).
Proses belajar yang orientasinya hanya untuk mendapatkan nilai menurut
Megawangi (Hanna, 2012), biasanya hanya melibatkan aspek kognitif (hafalan dan
drilling), dan tidak melibatkan aspek afektif, emosi, sosial, dan spiritual. Memang
sulit untuk mengukur aspek-aspek tersebut, sehingga bentuk soal-soal pasti hafalan


1

2

atau pilihan berganda (kognitif). Seseorang mengalami kegagalan, mendapatkan nilai
yang buruk, tidak lancar dalam mengerjakan tugas, merupakan stimulus yang
membuat tidak menyenangkan dalam diri. Respon setiap siswa berbeda – beda, ada
yang memilih untuk belajar dengan giat, berlatih mengerjakan soal atau tugas sejenis,
dan terakhir, untuk mengindari ancaman tersebut, memilih untuk lewat jalan pintas,
yaitu menyontek.
Menyontek bukanlah cara yang benar, atau sama saja melakukan kecurangan
yang akan membuat guru – guru dan pihak sekolah sulit untuk memberikan nilai yang
sebenarnya. Murid yang pintar, kadang nilainya lebih rendah dari siswa yang
melakukan praktek menyontek, apabila dibuat kelas unggulan berdasarkan rangking,
isi dari kelas unggulan tersebut tidak murni berisi semua siswa yang benar – benar
pintar.
Hal diatas sering dilakukan oleh banyak siswa untuk mendapatkan nilai yang
baik. Harapannya, siswa seharusnya berperilaku jujur dalam usaha mereka untuk
mendapatkan prestasi di sekolah, seperti belajar tekun, sering membaca dan
berdiskusi dengan guru atau teman, bukan dengan cara melakukan perilaku

menyontek. Dengan cara jujur, siswa akan merasa puas dengan nilai atau prestasi
yang mereka dapatkan sendiri.
Faktanya, Setyani (2007) perilaku menyontek adalah perilaku yang tidak
jarang dijumpai dalam dunia pendidikan. Hampir semua pelajar mengetahui atau

3

pernah melakukannya. Perilaku ini adalah perilaku yang salah tetapi ada
kecenderungan semakin ditolerir oleh masyarakat kita. Masyarakat memandang
bahwa pelajar yang menyontek adalah sesuatu yang wajar.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil survey Litbang Media Group yang
dilakukan pada tanggal 19 April 2007, yang dilakukan di enam kota besar di
Indonesia (Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan Medan), yang
menyebutkan hampir 70% responden menjawab pernah melakukan praktik
menyontek ketika masih sekolah dan kuliah. (Halida, 2007).
Data tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan seorang siswa
SMA favorit di Surabaya terhadap teman sekolahnya dengan sampel 7 % dari seluruh
siswa (lebih dari 1400 siswa). Penelitian tersebut menyebutkan bahwa, 80 % dari
sampel pernah menyontek (52 % sering dan 28 % jarang), sedangkan medium yang
paling banyak digunakan sebagai sarana menyontek adalah teman 38 % dan meja

tulis 26 %. Uniknya ada 51 % dari siswa yang menyontek, ingin menghentikan
kebiasaan buruknya tersebut (Widiawan, dalam Musslifah, 2012).
Menurut hasil penelitian di salah satu Sekolah Menengah Atas di Surakarta, di
dalam 3 kelas, masing masing dari kelas X, kelas XI dan dari kelas XII. Penelitian di
ketiga kelas tersebut, 80% siswa sering menyontek. Jadi hanya 20% yang jarang
menyontek dan tidak pernah menyontek.

4

Mengapa siswa sering menyontek? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan yang
membuat bingung semua orang, bahkan oleh guru – guru sendiri. Sampai saat ini,
para guru masih bingung kenapa banyak terjadi kecurangan seperti ini, hingga
teknologi canggih pun, tidak menakut nakuti siswa dalam proses penyontekan,
sehingga, banyak guru yang pasrah atas hal ini. Hal ini membuat para siswa tidak
mampu menuntaskan pekerjaan sekolah dengan mengandalkan dirinya sendiri.
Faktor yang membuat siswa menyontek salah satunya adalah kecemasan
akademis. Kecemasan akademis merupakan respon pengalaman yang dirasakan tidak
menyenangkan dan diikuti perasaan gelisah, khawatir dan takut didalam situasi
akademis. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa kecemasan merupakan aspek
subjektif seseorang (Prasetyo & Febriana, 2008). Individu yang cemas menunjukkan

gejala fisik seperti otot tegang, gemetar, berkeringat dan jantung berdetak cepat.
(Ottens, 1991)
Kecemasan akademis yang dialami siswa menyebabkan siswa berperilaku
yang kurang tepat, seperti susah mengerjakan soal saat tes. Siswa yang cemas
menunjukkan adanya kesulitan khusus dalam menerima dan mengolah informasi
sehingga kehilangan proses pengaturannya, dimana melibatkan ingatan atau memori.
Fakta tersebut sesuai dengan penelitian laboraturium dan terapan yang menunjukkan
bahwa kecemasan mengurangi keaktifan dalam pengeturan kembali informasi dalam
memori. (Naveh – Benjamin dkk, dalam Matthews dkk, 2000)

5

Kecemasan digambarkan sebagai keprihatinan, ketakutan dan tekanan yang
disertai dengan gejala gemetar, berkeringat, sakit kepala (Conger, 1993). Apabila
kondisi tersebut berlarut larut, maka siswa tidak mampu mencapai prestasi akademis
yang telah ditargetkan. Kecemasan memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak
begitu kuat. Kecemasan yang ringan dapat merupakan motivasi.
Kecemasan yang sangat kuat bersifat negative, sebab dapat menimbulkan
gangguan secara psikis maupun fisik (Sukmadinata, 2003). Kecemasan cenderung
mengganggu proses belajar dan prestasi dalam pendidikan, bahkan mengganggu

perhatian, working memor, dan retrieval (Zeidner dalam Matthews dkk, 2000).
Kecemasan akademis membawa konsekuensi terjadinya kesulitannya siswa dalam
mengerjakan soal – soal tes, siswa susah mengingat pelajaran. Sehingga siswa
mencari jalan pintas yaitu melakukan percontekan.
Setelah melihat uraian diatas, maka timbul pertanyaan yaitu, “Apakah ada
hubungan antara kecemasan akademis dengan perilaku menyontek di SMA Negeri 7
Surakarta?” sehingga, penulis ingin mengajukan judul “Hubungan Kecemasan
Akademis dengan Perilaku Menyontek di SMA Negeri 7 Surakarta”

6

B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara kecemasan akademis, dan perilaku
menyontek di SMA Negeri 7 Surakarta.

C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada :
1. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu psikologi terutama di
bidang psikologi pendidikan.
2. Dapat menjadi reverensi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian

dengan topik-topik terkait.