KOMUNITAS ETNIS TIONGHOA DI KOTA TEBING TINGGI.

(1)

KOMUNITAS ETNIS TIONGHOA DI KOTA TEBING TINGGI

Oleh:

FERRY FERDIAN SAPUTRA 3103121024

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PROGRAM STUDI STRATA 1

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

FERRY FERDIAN SAPUTRA. 3103121024. KOMUNITAS ETNIS TIONGHOA DI KOTA TEBING TINGGI. SKRIPSI S-1. JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH. FAKULTAS ILMU SOSIAL. 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan sosial dan ekonomi etnis Tionghoa di Kota Tebing Tinggi yang ditinjau dari kemajuan ekonomi dan sosial yang sangat berkembang pesat dan menjadi daya tarik tersendiri untuk semua kalangan. Untuk memperoleh data - data yang diperlukan, peneliti menggunakan metode study pustaka (library reasearch) dan penelitian lapangan (field reasearch). Kemudian teknik untuk mengumpulkan data dilakukan dengan observasi ke lokasi penelitian, wawancara kepada tokoh masyarakat dan penduduk sekitar lokasi penelitian. Dari hasil penelitian yang dilakukan dan informasi yang diberikan oleh informan diketahui bahwa sejarah kedatangan etnis Tionghoa di kota Tebing Tinggi bermula dari pembukaan lahan perkebunan Deli yang merupakan daerah penghasil tembakau terbaik yang dikuasai oleh pengusaha dan tuan tanah Belanda. Awalnya etnis Tionghoa yang di datangkan dari semenanjung Malaysia hanya berupa kuli biasa, lambat laun peran mereka berkembang menjadi tuan kebun ( Tandil ) yang jabatanya cukup di hormati pada saat itu. Perekonomian perkebunan Belanda mulai meningkat dan orang-orang Tionghoa mulai disebar hingga ke Tebing Tinggi sebagai pegawai dan kuli. Seiring berjalanya waktu mereka menetap di Tebing Tinggi dan beralih profesi menjadi pedagang, pengumpul barang bekas, pemilik kebun hingga menjadi pemilik toko. Permukiman terpusat mereka memungkinkan mereka untuk saling berinteraksi sesama non pri hingga menjadi sebuah komunitas besar etnis Tionghoa.

Kata kunci : Sejarah, Etnis Tionghoa, Komunitas, Sosial Ekonomi, Tebing Tinggi.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan pertolonganNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Komunitas Etnis Tionghoa Di Kota Tebing Tinggi “. Adapun tujuan Skripsi ini disusun yaitu sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala. Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin didalam menyelesaikan skripsi ini walaupun penulis menyadari bahwa masih memiliki kekurangan didalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan agar para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk melengkapi skripsi ini.

Didalam menyelesaikan penyusunan Skripsi ini, penulis menghadapi beberapa kendala namun berkat bantuan, bimbingan, dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua saya, ayahanda terkeren M. Syafei dan ibunda tercinta Erlina Lubis. Penghormatan dan penghargaan setinggi-tinggi nya saya berikan kepada mereka. Karena dengan kasih sayang dan dukungan dari mereka saya bisa menyelesaikan tulisan ini.


(7)

2. Kepada adik-adik saya, Risky Ryanda dan Adelia Syafitri yang selalu memberi dukungan, semangat dan doa hingga terselesaikanya tulisan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si. selaku Rektor Universitas Negri Medan

4. Bapak Dr. H. Restu, MS. Selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial 5. Bapak dan Ibu pembantu Dekan di lingkungan Fakultas

6. Ibu Dra. Flores Tanjung, M.A. selaku ketua jurusan Pendidikan sejarah dan bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku sekretaris jurusan.

7. Bapak Dr. Phil. Ichwan Azhari, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih buat pemikiran-pemikiran bapak yang telah membantu mengembangkan pemikiran penulis. Terima kasih juga buat bimbingan, arahan dan masukan-masukan yang selama ini bapak berikan kepada saya hingga pada akhirya saya dapat menyelesaikan tulisan ini.

8. Ibu Dra. Lukitaningsih, M, Hum. Selaku dosen pembimbing akademik dan penguji penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama masa perkuliahan. 9. Ibu Dra. Flores tanjung, M.A. selaku dosen penguji ahli yang banyak


(8)

10.Bapak Pristi Suhendro, S.Hum, M.Si. selaku dosen pembanding bebas yang banyak memberikan motivasi dan masukan untuk penulis.

11.Bapak dan Ibu dosen serta staff tata usaha di lingkungan Jurusan Pendidikan Sejarah Unimed.

12.Sahabat kampusku, Rima Putri Lestari, Chairy Iqbal Aulia, Putri Rizana dan Arinda Rizia yang sangat membantu saya dalam memotivasi dan mndukung saya dalam lingkungan perkuliahan hingga masa-masa penulisan skripsi ini, semoga komunikasi kita tetap baik hingga kita semua sukses.

13.Skripsi ini bisa terselesaikan berkat bantuan dan doa dari semua pihak termasuk juga kepada pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pembaca.

Medan, Februari 2015 Penulis

Ferry Ferdian Saputra NIM. 3103121024


(9)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Identifikasi Masalah 7

1.3. Pembatasan Masalah 7

1.4. Rumusan Masalah 8

1.5. Tujuan Penelitian 8

1.6.Manfaat Penelitian 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10

2.1. Kerangka Konsepsional 10

2.1.1. Komunitas 11

2.1.2. Identitas 12

2.1.2 Etnik Tionghoa 14

2.2. Kerangka Berpikir 18

BAB III METODELOGI PENELITIAN 19

3.1. Metode Penelitian 19

3.2. Lokasi Penelitian 20


(10)

vii

3.4. Teknik Penggumpulan data 22

3.5. Teknik Analisis Data 23

3.6. Informan Peneliti 23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 25

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 25

4.1.1. Pendapatan Perkapita 25

4.1.2. Pembagian Wilayah 26

4.1.3. Luas dan Batas Wilayah 26

4.1.4 Sejarah Singkat Kota Tebing Tinggi 28

4.1.5 Gambaran Umum Demografis 31

4.1.6 Pertumbuhan Ekonomi 33

4.1.7 Kesejahteraan Masyarakat 34

4.2. Latar Belakang Kedatangan Etnis Tionghoa 37

4.2.1.1 Masuknya Cina ke Pantai Timur Sumatra 38 4.2.1.2 Masuknya Etnis Tionghoa ke Tebing Tinggi 41

4.2.1.3 Etnis Tionghoa dan Perjuanganya 45

4.2.1.4 Etnis Tionghoa yang Berada di Kota tebing Tinggi 46 4.3. Kegiatan Awal Etnis Tionghoa di kota Tebing Tinggi 48

4.4. Etnis Tionghoa pasca zaman Penjajahan 57


(11)

viii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 82

5.1. Kesimpulan 82

5.2. Saran 84

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Luas wilayah Tebing Tinggi menurut kecamatan 28

Tabel 2: Jumlah penduduk kota Tebing Tinggi 32

Tabel 3: Klassifikasi keluarga di kota Tebing Tinggi 35 Tabel 4: Garis kemiskinan di Kota Tebing Tinggi 35 Tabel 5 : Komposisi agama di kota Tebing Tinggi 40 Tabel 6 : Sekolah Swasta etnis Tionghoa di Tebing Tinggi 62


(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor Se-06/Pres.Kab/6/1967, Tanggal 28 Juni 1967

Lampiran 2 : Daftar Pertanyaan Wawancara Lampiran 3 : Nama – Naman Responden Lampiran 4 : Daftar Pedoman Observasi Lampiran 5 : Peta Tebing Tinggi Kota Lampiran 6 : Lokasi penelitian Lampiran 7: Foto – Foto Penelitian


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kedatangan imigran-imigran Tionghoa ke pantai timur Sumatra telah menjadi perhatian sebagai suatu keajaiban yang menarik. Bangsa yang ulet ini datang ke Sumatra Timur sebagai kuli. Etnis Tionghoa datang bermigrasi ke Indonesia, khususnya, dan di Asia Tenggara pada umumnya, datang merantau dengan tujuan untuk mencari nasib peruntungan yang baik. Hal ini dilakukan orang Tionghoa, oleh karena didorong oleh keadaan aspek ekonomi, terutama oleh karena kehidupan yang serba seret akibat dari padatnya penduduk, sehingga sedikit memberikan kemungkinan bagi usaha mata pencaharian. Bangsa China datang ke Indonesia sejak dulu hingga sekarang adalah secara perorangan. Mereka rata-rata berminat untuk melakukan pengembangan usaha dagang, atau banyak pula yang bekerja sebagai buruh di perusahaan milik Belanda sebagai buruh bayaran. ( Mahendra, 1996: 52 )

Pada waktu kaum emigrasi Tionghoa datang ke Indonesia, kehidupan penduduk pribumi tergantung dari hasil pertanian dalam struktur masyarakat feodalisme. Penduduk pribumi tidak menyukai usaha perdagangan. Tetapi berbeda dengan orang Tionghoa, gigih, rajin, dan memiliki etos kerja tinggi yang mengagumkan, itulah kesimpulan yang tepat bagi kuli tionghoa. Seperti dikutip dari Breman :


(15)

2

“sebelum matahari terbit, kuli ladang Cina sudah berada di luar untuk merawat

tanaman tembakaunya yang masih muda, mnyiram persemaian, mencari ulat daun tembakau, atau menyimpan lahan untuk ditanami, dia terus bekerja smapai matahari terbenam, dan hanya beristirahat satu-dua jam pada siang hari. Tidak jarang pada malam terang bulan, lama sesudah kerja keras di hari kerja biasa, mereka masih sibuk dengan tembakaunya. Orang Cina biasa saja merupakan pekerja yang tidak simpatik, karena kesukaanya berteriak dan ribut, tetapi setiap tuan kebun harus menghormati mereka karena ia memiliko tenaga kerja dan prestasi kerja yang luar biasa (Breman, 1997:95).

Persoalan baru timbul setelah Nienhuys mendirikan N.V. De Deli Maatschappij pada 1868, dan menghapus sistem kerja borongan dan mengenalkan sistem kerja kontrak untuk kuli-kuli kebun tembakaunya, kebijakan inilah yang melahirkan “kuli kontrak”. Dalam sistem kontrak, setiap kuli diikat sebuah perjanjian kerja di perkebunan selama lima tahun-lalu diturunkan tiga tahun-dengan ketentuan yang berat sebelah.

Sistem ini ternyata merupakan celah bagi kuli Tionghoa untuk merubah nasib mereka yang hanya berupa kuli,setelah kontrak habis, mereka menjadi seorang pedagang dengan modal tabungan hasil gaji mereka sebagai kuli, mereka membuka kedai-kedai kecil dan berdagang keliling, tentu saja mereka tidak memiliki saingan, karena pribumi lebih suka menjadi kuli dari pada memikirkan urusan berdagang.


(16)

3

Hal itu merupakan titik balik bagi perekonomian etnis Tionghoa dan hal ini menyedot masuknya etnis Tionghoa ke Indonesia. Tetapi mereka bukanlah kesatuan yang homogen. Daratan Cina yang luas adalah ruang hidup berbagai kelompok etnis, demikian pula yang terbentuk di perantauan. Sebagian besar dari merekaberasal dari Kwang Tung, Kwangsi, Swatow, Hainan, Fukien, Hunnan,Fu Chow dan Amoy adalah kampung halaman etnis Hakka (Khek), Canton, Hokkien, Hailokhongs, Hainan, Hailam, Teochew, Luchius, Choachow, Hock dan Macao (Lubis dalam Nasrul, 1995:15).

Sosok sukses perantau Hakka ialah datang dengan keberanian dan sepasang pakaian yang diikat ke pinggang. Saat tiba tahun 1880 bekerja dan mendirikan kedai kecil dan kemudian menjadi sebuah toko dan terus berkembang, begitulah mereka beratah hidup.

Daerah Swatow dan Kwongfu di sekitar delta sungai merupakan kampung halaman orang-orang Canton yang disebut orang Kwongfu dan Puntis. Keahlian dasar orang Canton ialah keterampilan teknis seperti pandai besi, tukang kayu, penjahit dan pengusaha tekstil. Keahlian dan postur tubuh yang lebih besar dari suku lainya membuat orang Canton dikenal dengan pendekar kung-fu.

Dari Fukien atau disekitar wilayah Shiang Shou dikenal orang Hokkien yang dialek Hokkien-nya menjadi “bahasa Pergaulan”. Pada umumnya orang Hokkien berhasil di bidang pedagang Eceran, pengusaha toko,pengusaha losmen sebagian


(17)

4

orang Hailam terkenal sebagai juru masak yang berasal dari pulau Hainan bersama orang-orang suku Hainan.

Penduduk asli pedalaman Swatow dan pulau-pulau di sekitar Hongkong saat ini adalah orang-orang Teochew dan Hailokhongs yang dikenal berwatak keras, gigih, kasar, dan tempramental. Di daerah asalnya orang Teochew dikenal kelompok warga miskinyanh hidup seadanya. Namun, di perantauan orang-orang ini dikenal sebagai perantau sukses yang menonjol di bidang kegiatan ekonomi dan korporasi (Onghokham dalam Nasrul: 1990:28). Di Sumatra Timur, orang Teochew dikenal sebagai pengusaha perkebunan,pabrik dan pedagang besar.

Di wilayah pesisir pantai Fukien ( Amoy dan Fuchow ) dikenak orang Luchius, Coachow dan Hock. Jumlah mereka yang tergolong sedikit. Di tanah asal maupun di perantauan, orang-orang dari pesisir Amoy dan Fuchowlebih dikenal sebagai warga Cina miskin yang hidup mengelompok di penggir sungai, dekat pasar dan pelabuhan (Lubis dalam Nasrul:1995,34-35).

Suku-suku di etnis Tionghoa ini mulai menyebar ke seluruh pelosok Sumatra Timur termasuk ke Tebing Tinggi, mereka melakukan aktifitas ekonomi dan religi sehingga menghasilkan perbauran diantara suku sehingga membentuk komunitas-komunitas etnis Tionghoa yang didasari pada persamaan nasib dan suku bangsa.


(18)

5

Faktor kerja kontrak ternyata memiliki arti penting bagi pergerakan dan perkembangan etnis Tionghoa di Sumatra Timur, walaupun para tuan kebun mengginginkan agar para kuli tetap memperpanjang kontrak kerjanya di perkebunan, tetapi tekat yang kuat untuk memiliki kehidupan yang lebih layak dengan tabungan uang yang diperoleh selama menjadi kuli, mendorong orang Tionghoa untuk membuka usaha kecil di sekitar daerah perkebunan dan tempat-tempat strategis lain, walau tidak sedikit para kuli yang kembali ke negaranya setelah kontrak habis.

Etnis tionghoa ini memulai usaha kecil seperti berdagang keliling, membuka kios-kios kecil dan bergerak di usaha barang mentah dan industri. Etnis tionghoa mulai membeli tanah-tanah dari orang Melayu seperti di daerah Lubuk Pakam, Tebing Tinggi dan Siantar dan mulai tersebar ke seluruh wilayah Sumatra Timur, makin lama mereka mulai menetap dan membentuk perkampungan Tionghoa yang makin lama makin menuju ke tengah kota dan menbentuk usaha vital di kota. Pasang surut perkembangan etnis Tionghoa terjadi seiring dengan banyak nya peraturan-peraturan yang mempengaruhi sisi kehidupan etnis Tionghoa, sampai tahun 1968, agama dan adat istiadat Cina tidak diberikan kesempatan berkembang oleh pemerintah. dan pada masa itu etnis Tionghoa merasa sedikit tersisih di pemerintahan dan agama, ditambah lagi pada masa itu etnis Tionghoa juga dilarang untuk menggunakan bahasa Cina dan harus bersekolah di sekolah pemerintahan. Banyak juga dari mereka yang memeluk agama Kristen. Baru pada tahun 1969, pemerintah mengakui dua agama minoritas yaitu Buddha dan Konghucu, sebagai agama yang diakui secara resmi dalam UU no.5/1969.


(19)

6

Di kota Tebing Tinggi sendiri pada masa-masa perkebunan juga sudah ada etnis Tionghoa, mereka mengaku sudah mendirikan pekong-pekong kecil sebagai tempat persembahan dan ucapan terima kasih atas hidup mereka, dan hingga saat ini sudah sangat pesat perkembangan etnis Tionghoa di Tebing-Tinggi, sudah berdiri megah 5 Vihara mewah dan besar di pusat kota Tebing Tinngi, 1 tempat perkumpulan soasial sebagai tempat berkumpul dan mengadakan acara keagaman, serta sekolah-sekolah yang mayoritas etnis Tionghoa dan mereka sudah tergabung dalam perkumpulan Batak Tionghoa Indonesia. Keberadaan dan komunitas etnis Tionghaoa ini menarik minat penulis untuk melakukan penelitian berjudul.


(20)

7

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan suatu identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Latar belakang kedatangan etnis Tionghoa di kota Tebing Tinggi.

2. Latar belakang munculnya permukiman etnis Tionghoa di kota Tebing Tinggi.

3. Latar belakang kebangkitan sosial ekonomi etnis Tionghoa pasca zaman penjajahan.

4. Peran komunitas etnis Tionghoa dalam perkembangan sosial ekonomi di kota Tebing Tinggi

1.3Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas bahwa kajian tentang masyarakat Tionghoa di kota Tebing Tinggi memiliki kajian yang cukup luas, oleh karena itu, peneliti merasa perlu membuat pembatasan masalah yang terfokus pada :


(21)

8

1.4Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses kedatangan Etnis Tionghoa di Kota Tebing Tinggi ? 2. Bagaimana Latar belakang munculnya permukiman etnis Tionghoa di

kota Tebing Tinggi ?

3. Bagaimana Latar belakang kebangkitan sosial ekonomi etnis Tionghoa pasca zaman penjajahan?

4. Bagaimana Peran komunitas etnis Tionghoa dalam perkembangan sosial ekonomi di kota Tebing Tinggi?

1.5Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses kedatangan Etnis Tionghoa di Kota Tebing Tinggi.

2. Untuk menguraikan latar belakang munculnya permukiman etnis Tionghoa di kota Tebing Tinggi.

3. Untuk menguraikan latar belakang kebangkitan sosial ekonomi etnis Tionghoa pasca zaman penjajahan

4. Untuk mengetahui peran komunitas etnis Tionghoa dalam perkembangan sosial ekonomi di kota Tebing Tinggi.


(22)

9

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharpkan bermanfaat lebih bagi mahasiswa dan kalangan terpelajar lainya yang ingin meneliti lebih lanjut masalah etnis Tionghoa khususnya di Kota Tebing Tinggi.

2. Manfaat Praksis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti-peneliti lain dan pihak-pihak yang ingin mengangkat judul ini dalam sebuah karya yang lebih besar lagi.


(23)

82

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian di atas maka kesimpulan yang dapat diperoleh sebagai berikut yakni :

1. Kedatangan etnis Tionghoa ke Indonesia dilakukan secara bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Kedatangan mereka berasal dari semenanjung Malaysia dan beberapa daerah seperti bangka. Mereka tinggal dan berbaur dengan masyarakat sekitar sebagai pekerja kuli perkebunan tembakau Deli bersamaan dengan orang-orang Jawa, penyebaran mereka ke tebing Tinggi juga akibat dari dibukanya perkebunan deli yang terus menyebar ke seluruh wilayah Sumatra Timur pada saat itu.

2. Setelah masa kerja kontrak berakhir mereka memilih menetap dan membangun perkampungan dan ada pula yang memilih balik ke negri asalnya di Tiongkok. Yang memilih menetap umumnya beralih profesi menjadi pedagang keliling, pencari barang bekas, bercocok tanam palawija atau membuka warung atau kedai kecil.

3. Tebing Tinggi sebagai kota multietnis yang didiami oleh banyak suku bangsa merupakan kota yang sangat menghargai keanekaragaman walaupun sebelumnya sempat ada terjadi gejolak terkait pembauran dan perbedaan antara pri dan non pri, tetapi sejak reformasi keberadaan etnis


(24)

83

Tionghoa dikota Tebing Tinggi telah diakui, dan hal ini merupakan berita baik bagi seluruh etnis Tionghoa yang ada di Indonesia. Hal ini dimanfaatkan oleh orang Tionghoa yang ada di kota Tebing Tinggi untuk berbenah dan memperbaiki nasib mereka hingga sekarang mereka mampu bersaing dengan pengusaha pribumi dan bahkan menguasai perekonomian sektor menengah ke atas di kota Tebing Tinggi.

4. Kemajuan mereka di bidang ekonomi berdampak pada pembangunan kota Tebing Tinggi, vihara-vihara megah dan besar, sekolah-sekolah umum bernuansa Tionghoa, gedung-gedung pertokoan di pusat kota, hingga industri menengfah dan besar adalah sedikit contoh kontribusi mereka di bidang sosial ekonomi di kota Tebing Tinggi dan diharapkan oleh pemda Tebing Tinggi kerjasama yang erat antara pemerintah, pengusaha Tionghoa serta pribumi dalam meningkatkan kesejahteraan di kota Tebing Tinggi.


(25)

84

5.2 Saran

Berdasarkan pengalaman saat melakukan penelitian dan analiasa terhadap hasil penelitian, peneliti mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat setempat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan sejarah yang dapat menjadi pembelajaran kedepannya agar masyarakat setempat dapat saling menghargai akan identitas yang dimiliki oleh setiap etnis khususnya etnis Tionghoa dan tidak terjadi kecemburuan social

2. Bagi Etnis Tionghoa

Sebagai makluk social, memang sudah seharusnya untuk tetap menjaga tradisi yang kita miliki sebagai jati diri atau identitas yang dimiliki supaya tidak punah oleh zaman. Diharapkan agar masyarakat Tionghoa khususnya kaum muda semakin bergiat dalam melestarikan identitas mereka. Namun bukan sebagai bukti kesetian kepada negara leluhur namun hanya bukti keragaman budaya yang dimiliki Indonesia.

3. Bagi Pemerintahan setempat

Pemerintah diharapkan dapat menyamaratakan dalam memberikan dukungan baik secara moral maupun secara materi terhadap etnis apapun tanpa ada pengecualiaan sehingga tidak menimbulkan kesenjangan dan tidak ada etnis yang merasa di eksklusifkan didalam pemerintahan.


(26)

85

4. Bagi peneliti

Diharapkan dengan penelitian ini, peneliti semakin memahami pentingnya menghargai identitas yang dimiliki oleh setiap etnis. Sehingga ketika turun kelapangan dalam menerapkan ilmunya maka peneliti dapat menerapkan dengan baik.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Afif, Afthonul .Identitas Tionghoa Muslim Indonesia. Depok. Kepik Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta Breman, Jan. 1997. Menjinakkan SangKuli. Jakarta. Grafiti Hamdani, Nasrul. 2013. Komunitas Cina di Medan. Medan. LIPI Jenskins, Richard. 2004. Identitas Sosial. MedanBina Media Perintis

Mahendra,L.Pascal. 1995. Isu Suksesi Kepemimpinan.Jakarta. Golden Terayon Press

Sentosa, Iwan. 2012. Peranakan Tionghoa di Nusantara. Jakarta. Kompas.

Sinar, Lukhman. 2010. Kedatangan Imigran-Imigran Cina ke Pantai Timur Sumatra. Medan.FORKALA.

Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Bandung. Ombak

Suryadinata, Leo. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta. LP3ES

Tan,Mely. 2008. Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta. Obor

Z.M Hidayat. 1993. Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia.Bandung.TARSITO.

Sentosa, Iwan. Peranakan Tionghoa di Nusantara. Jakarta. Kompas Agung, Leo. Sejarah asia Timur I. Yogyakarta. Ombak


(1)

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharpkan bermanfaat lebih bagi mahasiswa dan kalangan terpelajar lainya yang ingin meneliti lebih lanjut masalah etnis Tionghoa khususnya di Kota Tebing Tinggi.

2. Manfaat Praksis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti-peneliti lain dan pihak-pihak yang ingin mengangkat judul ini dalam sebuah karya yang lebih besar lagi.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian di atas maka kesimpulan yang dapat diperoleh sebagai berikut yakni :

1. Kedatangan etnis Tionghoa ke Indonesia dilakukan secara bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Kedatangan mereka berasal dari semenanjung Malaysia dan beberapa daerah seperti bangka. Mereka tinggal dan berbaur dengan masyarakat sekitar sebagai pekerja kuli perkebunan tembakau Deli bersamaan dengan orang-orang Jawa, penyebaran mereka ke tebing Tinggi juga akibat dari dibukanya perkebunan deli yang terus menyebar ke seluruh wilayah Sumatra Timur pada saat itu.

2. Setelah masa kerja kontrak berakhir mereka memilih menetap dan membangun perkampungan dan ada pula yang memilih balik ke negri asalnya di Tiongkok. Yang memilih menetap umumnya beralih profesi menjadi pedagang keliling, pencari barang bekas, bercocok tanam palawija atau membuka warung atau kedai kecil.

3. Tebing Tinggi sebagai kota multietnis yang didiami oleh banyak suku bangsa merupakan kota yang sangat menghargai keanekaragaman walaupun sebelumnya sempat ada terjadi gejolak terkait pembauran dan perbedaan antara pri dan non pri, tetapi sejak reformasi keberadaan etnis


(3)

Tionghoa dikota Tebing Tinggi telah diakui, dan hal ini merupakan berita baik bagi seluruh etnis Tionghoa yang ada di Indonesia. Hal ini dimanfaatkan oleh orang Tionghoa yang ada di kota Tebing Tinggi untuk berbenah dan memperbaiki nasib mereka hingga sekarang mereka mampu bersaing dengan pengusaha pribumi dan bahkan menguasai perekonomian sektor menengah ke atas di kota Tebing Tinggi.

4. Kemajuan mereka di bidang ekonomi berdampak pada pembangunan kota Tebing Tinggi, vihara-vihara megah dan besar, sekolah-sekolah umum bernuansa Tionghoa, gedung-gedung pertokoan di pusat kota, hingga industri menengfah dan besar adalah sedikit contoh kontribusi mereka di bidang sosial ekonomi di kota Tebing Tinggi dan diharapkan oleh pemda Tebing Tinggi kerjasama yang erat antara pemerintah, pengusaha Tionghoa serta pribumi dalam meningkatkan kesejahteraan di kota Tebing Tinggi.


(4)

5.2 Saran

Berdasarkan pengalaman saat melakukan penelitian dan analiasa terhadap hasil penelitian, peneliti mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat setempat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan sejarah yang dapat menjadi pembelajaran kedepannya agar masyarakat setempat dapat saling menghargai akan identitas yang dimiliki oleh setiap etnis khususnya etnis Tionghoa dan tidak terjadi kecemburuan social

2. Bagi Etnis Tionghoa

Sebagai makluk social, memang sudah seharusnya untuk tetap menjaga tradisi yang kita miliki sebagai jati diri atau identitas yang dimiliki supaya tidak punah oleh zaman. Diharapkan agar masyarakat Tionghoa khususnya kaum muda semakin bergiat dalam melestarikan identitas mereka. Namun bukan sebagai bukti kesetian kepada negara leluhur namun hanya bukti keragaman budaya yang dimiliki Indonesia.

3. Bagi Pemerintahan setempat

Pemerintah diharapkan dapat menyamaratakan dalam memberikan dukungan baik secara moral maupun secara materi terhadap etnis apapun tanpa ada pengecualiaan sehingga tidak menimbulkan kesenjangan dan tidak ada etnis yang merasa di eksklusifkan didalam pemerintahan.


(5)

4. Bagi peneliti

Diharapkan dengan penelitian ini, peneliti semakin memahami pentingnya menghargai identitas yang dimiliki oleh setiap etnis. Sehingga ketika turun kelapangan dalam menerapkan ilmunya maka peneliti dapat menerapkan dengan baik.


(6)

Afif, Afthonul .Identitas Tionghoa Muslim Indonesia. Depok. Kepik Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta Breman, Jan. 1997. Menjinakkan SangKuli. Jakarta. Grafiti Hamdani, Nasrul. 2013. Komunitas Cina di Medan. Medan. LIPI Jenskins, Richard. 2004. Identitas Sosial. MedanBina Media Perintis

Mahendra,L.Pascal. 1995. Isu Suksesi Kepemimpinan.Jakarta. Golden Terayon Press

Sentosa, Iwan. 2012. Peranakan Tionghoa di Nusantara. Jakarta. Kompas.

Sinar, Lukhman. 2010. Kedatangan Imigran-Imigran Cina ke Pantai Timur Sumatra. Medan.FORKALA.

Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Bandung. Ombak

Suryadinata, Leo. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta. LP3ES

Tan,Mely. 2008. Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta. Obor

Z.M Hidayat. 1993. Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia.Bandung.TARSITO.

Sentosa, Iwan. Peranakan Tionghoa di Nusantara. Jakarta. Kompas Agung, Leo. Sejarah asia Timur I. Yogyakarta. Ombak