PEMBENTUKAN IDENTITAS ETNIS TIONGHOA ERA REFORMASI DI KELURAHAN BADAK BEJUANG KECAMATAN TEBING TINGGI KOTA, KOTA TEBING TINGGI.

PEMBENTUKAN IDENTITAS ETNIS TIONGHOA ERA REFORMASI
DI KELURAHAN BADAK BEJUANG KECAMATAN TEBING TINGGI KOTA
KOTA TEBING TINGGI

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi
Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
IRMAYANI SIHOMBING
3102121007

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014

ABSTRAK
Irmayani Sihombing. 3102121007. Pembentukan Identitas Etnis Tionghoa Era
Reformasi Di Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan Tebing Tinggi Kota,

Kota Tebing Tinggi. Skripsi S-1. Jurusan Pendidikan Sejarah. Fakultas Ilmu
Sosial 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembentukan identitas etnis
Tionghoa di Era Reformasi di Kota Tebing Tinggi yang ditinjau dari aspek
pengasuhan anak, aspek pemukiman etnis Tionghoa serta aspek pendidikan. Untuk
memperoleh data - data yang diperlukan, peneliti menggunakan metode study
pustaka (library reasearch) dan penelitian lapangan (field reasearch). Kemudian
teknik untuk mengumpulkan data dilakukan dengan observasi ke lokasi penelitian,
wawancara kepada tokoh masyarakat dan penduduk sekitar lokasi penelitian. Dari
hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pengasuhan yang dilakukan etnis
Tionghoa paling utama dalam pembentukan identitas adalah pengembalian marga
dan nama yang berbau Tionghoa. Karena era Orde Baru, etnis Tionghoa tidak
berani menggunakan marga maupun nama yang berbau Tionghoa karena ada
politik asimilasi yang ditujukan untuk pengindonesiaan Tionghoa. Pemukiman etnis
Tionghoa yang terintegrasi dan terpusat merupakan ciri khas yang memudahkan
etnis Tionghoa dalam melakukan berbagai kegiatan sesama mereka dan interaksi
sehari – hari. Dengan pemukiman tersebut memberikan pengaruh yang besar
terhadap pembentukan identitas. Hal ini juga didukung organisasi maupun vihara
yang berada di dalam pemukiman etnis ini. Pendidikan dalam pembentukan
identitas diperoleh dalam pendidikan informal, pendidikan formal dan nonformal.

Pendidikan informal merupakan pendidikan keluarga yang sangat berpengaruh
karena menjadi cikal bakal terbentuknya identitas ataupun kepribadian seorang
anak. Orangtua memiliki pengaruh dan sumbangsih terbesar dalam keberhasilan
anak mengenal jati dirinya karena memberikan pembelajaran sejak dini, baik
melalui perkataan, tindakan dan karakter. Pendidikan formal juga memberikan
pengaruh terhadap pembentukan identitas anak namun tidak secara langsung tetapi
dalam proses pendidikan itu sendiri. Pendidikan nonformal yang dilakukan
organisasi atau perkumpulan mereka seperti Paguyuban Sosial Marga Tionghoa
Indonesia ( PSMTI ) dengan berbagai program yang salah satunya adalah
pendidikan Jati diri ( Identitas ) tehadap etnis Tionghoa juga menjadi salah satu
cara untuk bisa mengembangkan dan membentuk kembali identitas yang hampir
hilang.

Kata kunci
Pendidikan

: Identitas etnik, Terintegrasi, Pengasuhan Anak, Pemukiman,

i


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan pertolonganNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul “Pembentukan Identitas Etnis Tionghoa Era Reformasi di
Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi “.
Adapun tujuan Skripsi ini disusun yaitu sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak
mengalami kendala. Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin didalam
menyelesaikan skripsi ini walaupun penulis menyadari bahwa masih memiliki
kekurangan didalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan agar para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk melengkapi skripsi ini.
Didalam menyelesaikan penyusunan Skripsi ini, penulis menghadapi
beberapa kendala namun berkat bantuan, bimbingan, dukungan dan kerjasama dari
berbagai pihak, kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si. selaku Rektor Universitas

Negeri Medan.
2. Bapak Dr. H. Restu, MS. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial.

ii

3. Bapak dan Ibu pembantu Dekan Fakultas Ilmu Sosial.
4. Ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
dan Ibu Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si selaku sekretaris Jurusan
Pendidikan Sejarah.
5. Bapak Dr. Hidayat, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang
telah banyak membantu penulis didalam menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih buat pemikiran – pemikiran bapak yang telah merubah beberapa
pemikiran penulis. Terimakasih juga buat bimbingan, arahan, dan masukan masukan yang selama ini diberikan kepada penulis dalam menyusun skripsi
ini.
6. Ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum selaku dosen pembimbing akademik dan
penguji penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis selama masa perkuliahan.
7. Ibu Dr. Samsidar Tanjung, M.Pd selaku dosen penguji ahli yang telah
banyak memberikan pemikiran dan saran sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku dosen pembanding bebas yang
banyak memberikan pandangan serta masukan bagi penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
9. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Sejarah serta tata usaha, terimakasih atas
semua ilmu yang diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.

iii

10. Kedua orang tuaku,Ayahanda tercinta R.Sihombing dan ibunda Tercinta A.
Simbolon . Penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya tiada
terkira saya tujukan pada mereka. Kerena mereka yang dengan begitu sabar
dan penuh kasih sayang, serta pengertian yang mendalam telah memberi
banyak dukungan pada penulis, tanpa bantuan mereka saya tidak bisa
menyelesaikan penulisan ini
11. Kepada Adik – adik saya tersayang , Firda Lusiana Sihombing dan Orbik
Panduman Simbolon yang sudah banyak membantu penulis secara dukungan
moral yang mendorong penulis dapat menyelesaikan penulisan ini.
12. Kepada

Nenek saya, R. Siregar dan Paman saya serta


Sihombing

keluarga, T.

dan bibi saya L. Lubis serta Kakak Abang Saya, Indah

Sihombing, Ipan Sihombing, Ines Yudika Sihombing, Intan Sihombing,
Imran Sihombing dan Bagas Sihombing dan yang sudah memberikan
kehangatan keluarga yang begitu luar biasa terimakasih atas semuanya
13. Terkhusus buat Wilson Manaek Situmorang yang selalu menemani dan
memberikan dukungan.
14. Sahabat kampusku, Febri Arisma Sihaloho, Fitri, Naomy Glorya Saragih dan
Dora Andriana Sinaga Terimakasi untuk semua yang boleh kita rasakan
selama ini baik susah dan senang. Tidak lupa juga buat sahabat satu kamar
aku Ekalia Situmeang terimakasih buat pengertiannya selama ini sering
mengalah padaku. Penulis berharap agar selesainya dari UNIMED ini kita
tetap berkomunikasi.

iv


15. Sahabat dan sekaligus teman seperjuangan penulis seluruh teman-teman
stambuk 2010 khususnya Kelas A - Reguler 2010 ada Agustinus, Aina,
Arinda, Ari, Ayu, Berkat, Boy, Candra, Iqbal, Dedi, Desi, Dilla, Dora, Eka,
Elya, Eros, Evan, Fatwa, Ferry, Fitri, Flora, Frianko, Hesri, Hestya, Hetti,
Hotresly, Indri, Jarahman, Josrai, Juliar, Junita, Budi, Irma, Radius, Hadi,
Mariya, Muna, Naomi, Nelly, Nirwan, Normayani, Indah, Rina, Pratica, Edo,
Rima, Rio, Muslim, Rodearni, Muslim, Sugi, Susi, Tono, Windah, Yosep.
Terimakasih penulis ucapkan atas kebersamaan selama ini dan untuk setiap
canda dan tawa yang ada dikelas kita. JASMERAH !!!
16. Teman - teman satu PPLT SMA NEGERI 1 Perdagangan, Mayar, Satri,
Intan, Dita, Frilly, Johan, Abednego, Sihol, Frendy, Candra, Rejekki, Nur
Aisyah, dan Imay. Skripsi ini bisa terselesaikan berkat bantuan dan doa dari
semua pihak termasuk juga kepada pihak yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu namanya. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan
semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pembaca.
Medan,

Agustus 2014


Penulis

Irmayani Sihombing
NIM. 3102121007

v

DAFTAR TABEL
Tabel 1: Komposisi Etnis Tionghoa Berdasarkan Etnis/Suku

39

Tabel 2: Komposisi Penduduk Menurut Etnis/Suku

40

Tabel 3: Populasi Penduduk menurut lingkungan
Kelurahan Badak Bejuang

41


Tabel 4: Luas wilayah Kelurahan Badak bejuang

42

Tabel 5 : Luas kelurahan dan persentase Kecamatan
Tebing Tinggi Kota

43

Tabel 6 : Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan 2012 ( Ha )

43

Tabel 7 : Bentuk Fisik Pemukiman Di Kecamatan
Tebing Tinggi Kota

44

Tabel 8 : Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Di Kecamatan Tebing Tinggi Menurut Kelurahan 2012

44

Tabel 9 : Persentasi Penduduk Kecamatan Tebing Tinggi Kota
45

Menurut Kelurahan dan Agama ( 2012 )
Tabel 10 : Banyaknya Rumah Ibadah Kecamatan Tebing Tinggi Kota

46

Menurut Jenis & Kelurahan 2012
Tabel 11 : Komposisi Penduduk Kelurahan Badak Bejuang

46

Menurut Agama
Tabel 12 : Jumlah sekolah negeri dan swasta di Tebing Tinggi Kota
Menurut kelurahan dan jenjang pendidikan ( 2012 )


47

Tabel13: Jumlah siswa sekolah negeri dan swasta di Tebing Tinggi Kota
Menurut kelurahan dan jenjang pendidikan ( 2012 )

viii

48

DAFTAR ISI

ABSTRAK

i

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

vi
viii

DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

ix

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang

1

1.2. Identifikasi Masalah

8

1.3. Pembatasan Masalah

9

1.4. Rumusan Masalah

9

1.5.Tujuan Penelitian

10

1.6. Manfaat Penelitian

11

BAB II KAJIAN PUSTAKA

12
12

2.1. Kerangka Konsepsional
2.1.1. Pengertian Pembentukan identitas

12

2.1.2. Proses Yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas

14

2.1.2.1 Pengasuhan Anak

15

2.1.2.2 Pemukiman

17

2.1.2.3Pendidikan

20

2.1.3 Pengertian Etnik Tionghoa

22

2.1.4

25

Etnis Tionghoa di Indonesia

2.1.5 Etnis Tionghoa Di Kota Tebing Tinggi

28
30

2.2. Kerangka Berpikir

vi

BAB III METODELOGI PENELITIAN

35

3.1. Metode Penelitian

35

3.2. Lokasi Penelitian

35

3.3. Informan Peneliti

36

3.4. Teknik Pengumpulan Data

36

3.5. Teknik Analisis Data

37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

38
38

4.1.1. Kondisi Geografis

38

4.1.2. Kondisi Demografis

40

4.1.3. Kondisi Sosial

44

4.1.3.1 Agama

44

4.1.3.2 Pendidikan

47

4.2. Pembentukan Identitas Etnis Tionghoa

48

4.2.1.Pembentukan Identitas dalam Aspek Pola Asuh

48

4.2.2. Pembentukan Identitas dalam Aspek Pemukiman

57

4.2.3. Pembentukan Identitas dalam Aspek Pendidikan

61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

67

5.1. Kesimpulan

67

5.2. Saran

69

DAFTAR PUSTAKA

70

LAMPIRAN

71

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014
Tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor Se06/Pres.Kab/6/1967, Tanggal 28 Juni 1967

72

Lampiran 2 : Daftar Pedoman Wawancara

75

Lampiran 3 : Nama – Naman Responden

76

Lampiran 4 : Daftar Pedoman Observasi

79

Lampiran 5 : Peta Tebing Tinggi Kota

80

Lampiran 6 : Lokasi penelitian

82

Lampiran 7: Foto – Foto Penelitian

83

ix

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Beragam budaya yang dimiliki suatu negara dilihat dari etnis yang
mendiami wilayah tersebut. Indonesia merupakan masyarakat yang multi-etnis,
yang mencakup lebih dari 360 kelompok etnis berbeda, setara dengan banyaknya
variasi bahasa yang mereka pakai ( Liem : 2000 : 1 ). Sehingga multikulturalisme
menjadi paham yang dianut bangsa Indonesia. Etnis Tionghoa menjadi warga
negara Indonesia yang minoritas di Indonesia. Banyak yang merasa bahwa etnis
Tionghoa adalah pendatang yang memiliki kebudayaan asing dan ingin
mengintegrasikan kebudayaan tersebut ketengah masyarakat tempat mereka berada.
Walaupun jika ditinju secara kuntitatif etnis Tionghoa merupakan etnis
minorits dibandingkan dengan kelompok – kelompok etnis lain di Indonesia,
namun secara kualitatif dampak yang mereka timbulkan begitu serius. Tahun 1961,
jumlah mereka diperkirakan sebanyak 2,45 juta jiwa atau sekitar 2,5% dari total
penduduk Indonesia waktu itu. Wibowo mengajukan jumlah lain yakni sekitar 3%
dari penduduk Indonesia, sementara Tarmizi Taher, mantan Menteri Agama era
Orde Baru yang cukup perhatian dengan isu – isu Tionghoa, mengajukan taksiran
yang lebih tinggi, yaitu antara 4 – 5 % dari keseluruhan penduduk Indonesia ( Afif
: 2012 : 2 ).

1

Jumlah tersebut memang sangat kecil dibanding dengan suku – suku yang
ada di Indonesia , namun peranan mereka yang sangat besar memberikan dampak
yang besar juga dalam kehidupan mereka yakni masalah Tionghoa. Etnis Tionghoa
yang selalu dipandang sebagai etnis yang eksklusif di Indonesia sementara
masyarakat pribumi hidup dalam kesederhanaan yang menyebabkan kecemburuan
social. Selain sikap mereka yang selalu di pandang eksklusif , sikap mereka yang
tertutup dan cuek serta tidak ada interaksi dengan masyarakat sekitar atau dengan
kata lain tidak ada pergaulan dengan masyarakat sekitar menambah kecemburun
social didalam masyarakat.
Hal ini kerap mengakibatkan konflik karena perbedaan pandangan. Oleh
karena itu, perkembangan etnis Tionghoa mengalami pasang surut di Indonesia
sejak masa Kolonial hingga Reformasi. Namun dalam hal ini penulis hanya
mengkaji pembentukan identitas etnis Tionghoa era Reformasi di Kelurahan
Badak Bejuang Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi.
Indonesia sebagai bangsa dengan beragam etnis dan budaya yang
dipersatukan dalam sebuah semboyan yakni Bhineka Tunggal Ika. Pada
kenyataannya, semboyan yang sudah dipatrikan sejak 1945 ini tidak selalu sejalan
dengan harapan. Beragam peristiwa yang melibatkan identitas etnis khususnya
etnis Tionghoa di Indonesia. Para penguasa dari masa ke masa berusaha untuk
menyatukan etnis – etnis tersebut dalam suatu identitas yang sama yakni pribumi.
Hal ini dibuktikan dengan peristiwa – peristiwa politik yang terjadi pada Mei 1998,

2

sejumlah kekerasan anti Tionghoa meledak di Indonesia. Peristiwa ini memberikan
dampak yang begitu besar bagi identitas Tionghoa itu sendiri. Menurut Bachrun
dan Hartono dalam Afif: 2012 : 5 ) tragedi Mei 1998 telah menyebabkan krisis
identitas di kalangan orang Tionghoa, karena segala upaya yang telah mereka
lakukan untuk bisa diterima sebagai orang Indonesia hancur berantakan dalam
waktu singkat.
Menurut Psikolog UI yang mengkaji pengalaman pascatrauma orang –
orang Tionghoa menyimpulkan bahwa mereka mengalami krisis identitas sesudah
kerusuhan tersebut ( Bahrun dan Hartono 2000 dalam Yau Hoon : 2012 : xxxii).
Zhou Fuyuan, seorang arsitek – Tionghoa mengatakan bahwa peristiwa – peristiwa
traumatis bulan Mei menyebabkan “ pukulan psikologis ” yang menyedihkan bagi
etnis Tionghoa ( 2003 : 454 dalam Yau Hoon : 2012 : xxxii ). Mereka yang sudah
lama berdomisili di Indonesia dan bahkan sejak nenek moyang mereka, namun
mereka tetaplah dianggap sebagai orang asing. Identitas mereka tetaplah dianggap
sebagai bangsa asing yang menumpang di Indonesia.
Masalah identitas adalah masalah yang esensial bagi subjektivitas setiap
individu, termasuk warga etnis Tionghoa. Karena itu masalah identitas sama sekali
tidak bisa diabaikan signifikansinya bagi hubungan antara etnis, khususnya bagi
hubungan kelompok etnis Tionghoa dan pribumi. Identitas menjadi masalah etnis
Tionghoa dalam pembauran dengan warga pribumi. Asimilasi menjadi cara yang
tepat dilakukan agar sejajar dengan pribumi. Asimilasi secara umum diartikan

3

bahwa kelompok etnis Tionghoa diharapkan untuk dapat menghilangkan sifat –
sifat ke – cina – annya sebagai jalan keluar terbaik bagi penyelesaian masalah
Tionghoa. Pengakuan tentang keberadaan identitas kecinaan pada kelompok etnis
Tionghoa penting artinya bagi subjektivitas setiap individu etnis Tionghoa, dan
bagi interaksi sosial individu yang bersangkutan dengan sesama etnis Tionghoa
maupun dengan mereka yang non Cina. Tanpa pengakuan tersebut subjektivitas
yang bersangkutan menjadi ambiguous, tidak jelas sehingga loyalitasnya pun di
permasalahkan ( Wibowo : 2001 : 189)
Identitas etnis Tionghoa yang serba salah dari masa ke masa hinggga Orde
Baru diharapkan dapat diubahkan dimasa Reformasi. Dimana para penguasa sudah
mampu memahami dan mengartikan perbedaan itu sendiri salah satunya Susilo
Bambang Yudhyono dalam pidatonya pada tahun 2009 yang mengingatkan bahwa
semboyan Bhineka Tunggal Ika yang ditafsirkan sebagai persatuan tapi bukan
persamaan, persatuan namun bukan keseragaman ( Yau Hoon : 2012 : xix ).
Sehingga dari pernyataan tersebut maka diharapkan etnis Tionghoa dapat mencari
identitas mereka sendiri, mereka dapat membentuk identitas mereka yang selama
ini dikekang bahkan harus dipribumisasikan oleh para penguasa.
Peralihan kekuasaan dari Orde Baru menuju Reformasi memberikan catatan
sendiri dalam pencarian identitas etnis Tionghoa di Indonesia. Penderitaan akibat
kerusuhan Mei 1998 akhirnya cukup terobati ketika pemerintahan yang baru mulai
mengakui eksistensi masyarakat Tionghoa dan praktek kebudayaannya di

4

Indonesia. Beberapa peraturan yang bersifat diskriminatif telah dihapuskan, dan
masyarakat Tionghoa Indonesia sejak saat itu lebih berani menunjukkan identitas
diri dan kebudayaan mereka. Iklim kebebasan disambut dengan berdirinya banyak
organisasi yang diprakarsai oleh orang – orang Tionghoa, baik dalam bentuk partai
politik maupun lembaga – lembaga yang sifatnya independent.
Di era ini diharapkan etnis Tionghoa ikut berperan dalam pembangunan
bangsa. Ada juga ruang untuk mengartikulasikan dan mendekontruksikan gagasan
ketionghoaan di Indonesia

pasca Suharto. Mereka juga diberikan kebebasan

budaya, politik maupun media walaupun tetap dalam pengawasan pemerintah.
Tidak ada lagi asimilasi yang bertujuan untuk menanggalkan identitas mereka
seperti yang terjadi di era Suharto. Rezim Orde Baru yang menjadikan “ metode
asimilasi ” sebagai solusi untuk menyelesaikan apa yang disebut “ masalah Cina ”.
Menurut Heryanto, pembentukan identitas masa Orde Baru yakni

dengan

mengeluarkan orang Tionghoa dari identitas ketionghoaan.
Kebijakan yang mendorong terjadinya asimilasi sebenarnya pernah
diupayakan oleh pemerintah Orde Baru dengan diterbitkannya keputusan Presidium
Kabinet No.127/U/Kep/12/1996 yang berisi anjuran mengganti nama bagi warga
Negara Indonesia yang masih memakai nama Tionghoa. Kebijakan asimilasi total
ini menuntut orang Tionghoa untuk menghilangkan identitas mereka ( Afif : 2012 :
5 ). Walaupun identitas Tionghoa tersebut tidak sepenuhnya dihilangkan. Identitas
tersebut tetap dipelihara secara hati – hati. Identitas yang selalu dalam ancaman

5

penghapusasn ini selama Orde Baru merupakan identitas yang ditujukan untuk
proyek politik tertentu ( Lim : 2009 : 13 ).
Di era Indonesia Baru sekarang, dimana pemerintah jelas-jelas sedang gigih
mengupayakan agar Republik ini menjadi negara yang menjunjung

tinggi

supremasi hukum, berkeadilan, demokratis, peduli akan HAM dan menyikapi
perbedaan sebagai rahmat Tuhan Yang Maha sehingga kebijakan terhadap etnis
Tionghoa

juga ditinjau kembali. Terbitnya Keppres No. 6 tahun 2000

yang

mencabut peraturan diskriminatif dan SK presiden Nomor 14 tahun 1967 yang
menindas segala bentuk manifestasi kepercayaan, adat, dan tradisi Tionghoa
merupakan angin segar bagi orang Tionghoa yang selama era Orde Baru secara
fisik maupun psikis telah menderita, karena dijauhkan dari segala anasir yang
berhulu pada budaya leluhur mereka ( Yau Hoon : 2012 : 60 ). Adanya kebijakan
itu diharapkan membuat naga nusantara itu bangkit dari tidur panjangnya. Tragedi
– tragedi sejarah yang menimpa orang – orang Tionghoa di Indonesia secara
langsung mempengaruhi proses pencarian identitas mereka ( suryadinata, 2002
dalam Afif : 2012 : 5 ).
Dengan demikian era Reformasi ini sesungguhnya lebih memberi peluang
bagi semua pihak, tidak terkecuali etnis Tionghoa untuk membuktikan diri sebagai
pewaris sah Republik tercinta. Akan tetapi peluang baik ini tidak mustahil bisa
menjadi hambatan proses integrasi, terutama jika kiprah mereka salah langkah
sehingga tumbuh kesan bahwa orang Tionghoa Indonesia justru semakin

6

eksklusif. Untuk itulah reposisi etnik Tionghoa di Era Indonesia
dilaksanakan

dengan

penuh

kehati-hatian,

agar

upaya

Baru perlu

mensinergiskan

keanekaragaman potensi etnis dapat berjalan sesuai harapan.
Tebing Tinggi merupakan Kota di Sumatera Utara yang memiliki
perkembangan yang pesat dalam bidang perekonomian. Hal ini karena letak Tebing
Tinggi yang strategis karena jalur antar lintas Sumatera serta cepatnya Tebing
Tinggi menjadi kota maju. Hal ini karena didukung oleh perdagangan, pendidikan,
komunikasi dan sarana yang lengkap. Kota Tebing Tinggi terdiri dari berbagai
macam etnis

mulai dari etnis Cina, Melayu, Tapanuli, Jawa, Mandailing,

Simalungun, Karo dan Minangkabau. Dengan keragaman etnis maka memberikan
kemungkinan pengayaan budaya dan pendidikan di kemudian hari.
Etnis Tionghoa yang berdomisili di Tebing Tinggi pada umumnya
berprofesi sebagai pedagang ataupun pengusaha. Walaupun masih ada Etnis
Tionghoa yang berprofesi sebagai tukang, pedagang keliling, atau pun etnis
Tionghoa kebun sayur yang memang sudah lebih berbaur dengan masyarakat.
Sehingga keberadaannya tidak terlalu signifikan. Dewasa ini, kerukunan antara
etnis Tionghoa dan pribumi semakin terjaga. Hal ini dilihat dalam kehidupan
mereka yang saling berdampingan. Namun jika ditinjau kembali peristiwa 1998
yang terjadi di Tebing Tinggi sangat tragis sama seperti kota – kota lainnya yang
berakibat etnis Tionghoa mengalami krisis moral, social, dan mosi tidak percaya

7

kepada masyarakat pribumi maupun pemerintahan. Sehingga berdampak pada
krisis identitas.
Sehingga permasalahan yang menjadi kajian penulis adalah bagaimana
etnis Tionghoa membentuk kembali identitas era Reformasi sehingga penulis
termotivasi melakukan penelitian dengan judul “Pembentukan Identitas Etnis
Tionghoa Era Reformasi Di Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan Tebing
Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi “

1.2 Identifikasi masalah
Dalam setiap penelitian, permasalahan merupakan hal yang paling utama
dan diiringi bagaimana cara pemecahannya. Namun sebelum hal itu dilakukan kita
harus melakukan identifikasi masalah terlebih dahulu. Agar penelitian ini menjadi
terarah dan jelas maka perlu dirumuskan identifikasi masalah yang akan diteliti.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah dapat di identifikasikan
sebagai berikut :
1. Proses

Pembentukan

identitas

etnis

Tionghoa

berdasarkan

aspek

pengasuhan anak era Reformasi di Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan
Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi

8

2. Proses

Pembentukan

identitas

etnis

Tionghoa

berdasarkan

aspek

pemukiman era Reformasi di Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan Tebing
Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi
3. Proses pembentukan identitas etnis Tionghoa berdasarkan aspek pendidikan
era Reformasi di Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan Tebing Tinggi
Kota, Kota Tebing Tinggi

1.3 Pembatasan Masalah
Dalam hal ini penulis membatasi permasalahan karena mengingat luasnya
masalah dalam penelitian ini. Analisis masalah juga membatasi masalah ruang
lingkup masalah. Disamping itu masih perlu dinyatakan secara khusus batas-batas
masalah agar peneliti lebih terarah, maka untuk mempermudah penelitian ini
penulis membatasi masalah sebagai berikut “

Pembentukan Identitas Etnis

Tionghoa Era Reformasi Di Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan Tebing
Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi “

1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah proses pembentukan identitas etnis Tionghoa berdasarkan
aspek pola asuh era Reformasi di Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan
Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi ?

9

2. Bagaimanakah proses pembentukan identitas etnis Tionghoa berdasarkan
aspek pemukiman era Reformasi di Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan
Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi ?
3. Bagimanakah Proses pembentukan identitas etnis Tionghoa berdasarkan
aspek pendidikan di era Reformasi di Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan
Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi ?

1.5 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang dikemukakan maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui

proses pembentukan identitas Etnis Tionghoa dilihat

berdasarkan aspek pola asuh era Reformasi di Kelurahan Badak Bejuang
Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi
2. Untuk mengetahui proses pembentukan identitas Etnis Tionghoa dilihat
berdasarkan aspek pemukiman era Reformasi di Kelurahan Badak Bejuang
Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi
3. Untuk mengetahui proses pembentukan identitas etnis Tionghoa dalam aspek
pendidikan era Reformasi di Kelurahan Badak Bejuang Kecamatan Tebing
Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi

10

1.6 Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian diatas, maka diharapkan penelitian ini
bermanfaat untuk:
1. Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman penulis dalam
meningkatkan pemahaman pembentukan identitas etnis

Tionghoa era

Reformasi di Tebing Tinggi Kota
2. Sebagai perbandingan kepada peneliti lain yang ingin meneliti masalah-masalah
yang sama dengan tempat dan waktu yang berbeda.
3. Sebagai sarana informasi dan sumbangan yang bermanfaat bagi masyarakat di
Tebing Tinggi Kota
4. Sebagai refrensi pembelajaran

11

DAFTAR PUSTAKA

Afif Afthonul, 2012. Identitas Tionghoa Muslim Indonesia. Depok : Penerbit
Kepik
Badan Pusat Statistik.2012. Kecamatan Tebing Tinggi Kota Dalam Angka2012.
Badan Pusat Statistik Kecamatan Tebing Tinggi Kota
Danandjaja James, 1999. Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo
Fakultas Ilmu Sosial, 2010. Pedoman Penulisan Skripsi. Medan: FIS UNIMED
Hamza Alfian, I998. Kapok Jadi Nonpri Warga Tionghoa Mencari Keadilan.
Bandung: Zaman Wicana Mulia
Hadiluwih Subadinyo, 1994. Studi Tentang Masalah Tionghoa di Indonesia.
Medan: Dhian_ Dodoh Press
Liem Yusiu, 2000. Prasangka Terhadap Etnis Cina. Jakarta: Penerbit Djambatan
Meij Lim Sing, 2009. Ruang Sosial Baru Perempuan Tionghoa. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia
Suryadinata Leo, I982 . Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: PT Grafiti Pers
, 1999 . Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta:
LP3ES
, 2005. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia. Jakarta:
LP3ES
Tan G Mely, 2008. Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Tan Sofyan, 2009. Dokter Penakluk Badai. Medan: Solidaritas Tionghoa Center
Yau Hoon – Chang, 2012. Identitas Tionghoa Pasca Suharto- Budaya, Politik dan
Media. Jakarta: LP3ES
Wibowo I, 200I. Harga yang Harus Dibayar Sketsa Pergulatan Etnis Cina di
Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

71