BAB 1 PERBEDAAN PERSEPSI TERHADAP PROFESIONALISME MENGAJAR PADA GURU SMA NEGERI I SRAGEN DAN GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 SRAGEN.

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Jabatan guru merupakan profesi yang mantap menuntut guru untuk mendalami, mengetahui, menghayati dan melaksanakan profesinya itu dengan sepenuh hati, agar ia berhasil menjadi guru yang baik dan memenuhi kompetensinya sesuai dengan tuntutan zaman. Tidak dapat dipungkiri bahwa tugas dan tanggung jawab guru makin lama semakin berat. Beban moral dan tanggung jawab terhadap profesi menuntut guru untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kualitas dirinya, sehingga guru dituntut untuk memiliki profesionalisme kerja yang baik. Di samping harus mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya, guru harus mengarahkan sikap dan perilaku anak didiknya (Roestiyah, 1989)

Pada masa sekarang guru sering menjadi sorotan dari berbagai media massa, berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan, dan keberhasilan suatu sekolah. Seorang politis Amerika Serikat Hugget (Catty, 2007) mengatakan guru kurang profesional, sedang orang tua menuduh, guru tidak kompeten dan malas. Kalangan bisnis dan industripun memprotes guru karena hasil didikan mereka dianggap tidak bermanfaat. Tuduhan dan protes ini telah merendahkan harkat dan martabat para guru. Masalah lain yang muncul yaitu rendahnya tingkat profesionalisme guru.


(2)

Masalahnya sekarang adalah bahwa setiap guru sudah berusaha untuk memenuhi tugasnya sebagai seorang guru yang profesional, hanya saja tiap guru akan berlainan dalam menangkap apa itu profesional, bagaimana bersikap profesional, dan akhirnya terkesan sebagai seorang guru yang profesional, karena hal-hal tersebut akan sangat tergantung pada persepsi masing-masing guru terhadap keprofesionalan dirinya sebagai guru sehingga akan mengarah pada paham yang sebenarnya tentang profesional, yang mana paham keprofesionalan itu disebut dengan profesionalisme.

Tilaar (2002) menyatakan bahwa seorang profesional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional akan terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan pelatihan.

Menurut Arifin (1995) profesionalisme adalah suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus. Wignjosoebroto (1999) mengatakan profesionalisme adalah suatu paham yang mencitrakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan.

Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus,


(3)

dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah atau kekayaan materiil-duniawi.

Seorang guru dapat dikatakan sebagai guru yang profesional jika mereka mampu menghasilkan anak didik yang beda dari lainnya. Maksudnya seorang guru yang profesional harus bisa menjadikan anak didiknya memiliki pengetahuan yang luas serta mampu menguasai pelajaran yang diberikan dengan sebaik-baiknya. Seorang guru yang profesional akan tertuntut membuat suatu terobosan baru tentang sistem pembelajaran, sehingga akan menghasilkan metode pembelajaran yang unik dan menarik yang akan sangat membantu anak didik dalam memahami pelajaran yang diberikan (Shinta, 2009).

Indikator lain dari profesionalisme mengajar guru adalah kemampuan guru untuk inspiratif, kreatif, dan inovatif. Kreativitas merupakan poin yang pentig untuk menjadi guru yang mempunyai profesionalisme tinggi. Guru yang kreatif akan selalu membawa ide-ide segar untuk memotivasi muridnya, mampu menciptakan suasana kelas yang inspiratif bagi anak didiknya. Kelas yang ispiratif akan membantu anak didik untuk menyerap pelajaran yang diberikan.

Selain itu guru yang profesional akan memiliki wawasan yang luas, menguasai materi secara mendalam sehingga mampu mengeksplorasikan materi dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh murid. Dan dengan wawasan yang luas tersebut guru yang profesional akan selalu mengikuti perkembagan teknologi


(4)

dan informasi untuk kemudian memanfaatkan teknologi dan informasi tersebut untuk menunjang pembelajarannya.

Indikator yang lain dari profesionalisme guru adalah tercermin dari cara penyampaian materi pelajaran. Seorang guru yang profesional akan dapat berkonsentrasi pada materi yang dibahas, sehingga hasilnya bisa maksimal. Disamping itu, dengan profesionalisme yang tinggi dalam mengajar, seorang guru akan dapat memberi motivasi bagi siswa untuk lebih mengembangkan bakat dan kemampuannya.

Oleh karena itu, profesionalisme diharapkan dapat dimiliki oleh setiap guru baik oleh guru sekolah swasta maupun guru sekolah negeri, karena dengan profesionalisme mengajar, seorang guru dapat menciptakan anak didik yang berkualitas, kreatif, inovatif, serta dapat memotivasi murid-muridnya mencapai prestasi yang tinggi.

Hanya saja, pada kenyatannya profesionalisme dalam mengajar akan berbeda-beda hasilnya pada setiap guru yaitu guru sekolah swasta dan guru sekolah negeri karena tergantung pada persepsi masing-masing terhadap profesionalisme engajar itu sendiri. Seorang guru yang mempunyai persepsi yang positif terhadap profesionalisme akan benar-benar melaksanakan tugasnya dengan penuh semangat pengabdian guna mencapai profesionalitas, sedangkan guru yang mempunyai persepsi cenderung negatif terhadap tugasnya sebagai guru maka cenderung tidak akan peduli dengan tuntutan masyarakat terhadap dirinya untuk bersikap secara profesional dalam mengajar.

Persepsi adalah pengalaman tentang subyek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rahmat,


(5)

1992). Luthans (dalam Baskoro, 2003) mengartikan persepsi sebagai suatu proses kognitif yang sangat kompleks yang meliputi penyeleksian, pengorganisasian, dan penginterpretasian suatu objek tertentu.

Linda (dalam Baskoro, 2003) mengatakan proses persepsi dapat terjadi tergantung pada empat cara kerja, yaitu deteksi (pengenalan), tranduksi (pengubahan energi dari satu bentuk ke bentuk lainnya), transmisi (penerusan), dan pengolahan informasi.

Apa yang menjadi informasi tersebut selanjutnya akan diterima secara berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya, yang mana hal itu tergantung pada faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal meliputi motivasi pribadi, minat, emosi, nilai, tujuan hidup, pengharapan, mental lainnya. Sedangkan faktor situasional adalah faktor yang terdapat pada stimulusnya, yang akan diperhatikan karena mempunyai sifat yang menonjol yaitu: gerakan, intensitas, kebaruan dan perulangan. Faktor situasional ini disebut juga attention

getter atau penarik perhatian (Rahmat, 1992).

Individu satu dengan yang lainnya akan bereaksi berbeda walaupun stimulusnya sama, demikian juga stimulus yang berupa paham tentang profesionalitas, bagaimana bersikap profesional yang benar, hal tersebut tergantung pada masing-masing guru dalam mempersepsikan profesionalisme seorang guru sebagai pendidik dan panutan siswanya.

Profesionalisme itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Hasibuan (2000) ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi profesionalisme guru, antara lain kemampuan dan minat, kemampuan dan penerimaan akan penjelasan delegasi tugas, tingkat motivasi, kemampuan potensi


(6)

(IQ) dan kemampuan reality (pengetahuan dan keterampilan) dan sikap menghadapi situasi kerja. Selanjutnya menurut Sardiman (dalam Nurdin, 2008) profesionalisme guru dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni karakteristik individu, faktor pekerjaan, lingkungan kerja.

Lingkungan kerja tersebut bisa tercakup didalamnya yakni status sekolah, misalnya status sekolah swasta dan sekolah negeri. Pada ruang lingkup pendidikan di Indonesia pada dasarnya ada istilah status sekolah negeri dan sekolah swasta, guru negeri guru swasta. Status sekolah ini berimplikasi pada beberapa faktor antara lain yaitu profesionalisme dalam mengajar. Profesionalisme mengajar antara guru negeri dan swasta selama ini terkungkung oleh dikotomi status sekolah negeri dan sekolah swasta. Menurut Sasmito (1999) sekolah negeri secara historis melalui internalisasi citra lebih memiliki citra lembaga yang mantap dibandingkan dengan sekolah swasta. Meskipun dipakai indikator yang sama antara kedua sub sistem sekolah ini tetapi posisi inferior atau pilihan sekunder tetap pada sekolah swasta.

Posisi inferior itulah yang kerap kali membuat guru sekolah swasta merasa tidak perlu mengasah keprofesionalannya dikarenakan citra lembaga swasta kebanyakan dipandang tidak akan dapat mengimbangi citra sekolah negeri oleh sebagian besar masyarakat.

Kondisi lain yang menyebabkan posisi sekolah swasta menjadi inferior yakni masalah pendanaan yang seringkali kurang memadai bagi tersedianya berbagai fasilitas yang dapat menunjang belajar mengajar, misalnya fasilitas laboratorium biologi, fisika maupun kimia, serta komputer, fasilitas gedung olah


(7)

raga, dsb. Hal tersebut didukung oleh pendapat Darmaningtyas (dalam Kartono, 2002) bahwa situasi paling berat yang menyangkut finansial akan dialami oleh para guru di sekolah-sekolah swasta kecil, baik yang ada di desa maupun di kota, sebab basis material sekolah-sekolah swasta bergantung pada jumlah siswa; semakin besar jumlah siswa semakin kuat pula sekolah itu, sebaliknya semakin kecil jumlah siswa semakin lemah pula kondisi finansial sekolah swasta tersebut.

Sehingga dapat diasumsikan bahwa dari kondisi inferior sekolah swasta tersebut seorang guru dapat menganggap bahwa profesionalitas kurang penting dan mungkin juga profesionalitas tidak akan dapat dicapai karena tidak menentunya kondisi finansial sekolah yakni karena bergantung pada jumlah murid. Sehingga dapat dimunculkan lebih lanjut asumsi bahwa guru sekolah swasta mempunyai persepsi lebih rendah terhadap profesionalisme mengajar dibandingkan dengan guru sekolah negeri, atau dengan kata lain bahwa guru sekolah negeri mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap profesionalisme mengajar dibandingkan dengan guru sekolah swasta.

Selain dari kondisi inferior tersebut, sudah terbentuk pula stigma dari masyarakat dan orang tua murid bahwa sekolah negeri lebih berkualitas dimana guru-gurunya juga lebih profesional dan lebih ahli dalam mendidik anak didik mencapai prestasi yang tinggi, sehingga kondisi tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi guru sekolah swasta untuk tidak begitu mementingkan kualitas dirinya dalam mengajar dan juga bersikap lebih profesional dibanding guru sekolah negeri. Seperti yang terjadi di kota Salatiga bahwa kebanyakan orang tua menilai sekolah tingkat menengah yang berkualitas adalah SMP Negeri 1 dan


(8)

SMA Negeri 1, dan jarang orangtua yang menunjuk salah satu sekolah swasta yang dianggap berkualitas (Bambang, 2007). Penilaian tersebut terjadi karena dilihat dari faktor lingkungan kerja, tentunya lingkungan sekolah negeri dengan sendirinya telah membentuk para gurunya untuk bersikap profesional demi menjaga citra “unggul“ yang sudah terlanjur di mata masyarakat, selain itu dari faktor karakteristik individu tentunya juga berbeda antara guru swasta dengan guru negeri, dimana guru sekolah negeri sudah terbentuk cara berpikir dan cara kerjanya sesuai dengan pedoman yang berlaku dari sekolah negeri.

Adapun dalam penelitian ini yang akan diangkat untuk mewakili perbandingan guru sekolah negeri dan sekolah swasta yakni guru SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen.

Mengacu pada latar belakang masalah tentang kondisi inferior pada sekolah swasta maka muncul pertanyaan: Apakah ada perbedaan persepsi terhadap profesionalisme mengajar guru di SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen? Guna menjawab rumusan masalah tersebut maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul: “Perbedaan persepsi terhadap profesionalisme mengajar antara guru SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen”.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui:

1. Perbedaan persepsi terhadap profesionalisme mengajar antara guru SMA Negeri 1 Sragen dengan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen.


(9)

3. Tingkat profesionalisme mengajar guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Subjek penelitian (Guru) SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen

Bagi guru SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen serta kalangan akademis pada umumnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi guru SMA negeri yang diwakili oleh SMA Negeri 1 Sragen dan guru swasta yang diwakili oleh SMA Muhammadiyah 1 Sragen tentang profesionalitas.

2. Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Sragen dan SMA Negeri 1 Sragen Memberikan informasi empiris mengenai perbedaan persepsi terhadap profesionalisme mengajar guru di sekolah negeri dengan sekolah swasta, sehingga kepala sekolah mampu mengambil kebijakan yang tepat dalam bidang pendidikan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar.

3. Peneliti selanjutnya

Memberikan kontribusi akademis dan hasil empiris sebagai perluasan cakrawala pada ilmu pengetahuan khususnya pada disiplin ilmu psikologi pendidikan tentang perbedaan persepsi terhadap profesionalisme mengajar guru di SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen.


(10)

(11)

(1)

(IQ) dan kemampuan reality (pengetahuan dan keterampilan) dan sikap menghadapi situasi kerja. Selanjutnya menurut Sardiman (dalam Nurdin, 2008) profesionalisme guru dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni karakteristik individu, faktor pekerjaan, lingkungan kerja.

Lingkungan kerja tersebut bisa tercakup didalamnya yakni status sekolah, misalnya status sekolah swasta dan sekolah negeri. Pada ruang lingkup pendidikan di Indonesia pada dasarnya ada istilah status sekolah negeri dan sekolah swasta, guru negeri guru swasta. Status sekolah ini berimplikasi pada beberapa faktor antara lain yaitu profesionalisme dalam mengajar. Profesionalisme mengajar antara guru negeri dan swasta selama ini terkungkung oleh dikotomi status sekolah negeri dan sekolah swasta. Menurut Sasmito (1999) sekolah negeri secara historis melalui internalisasi citra lebih memiliki citra lembaga yang mantap dibandingkan dengan sekolah swasta. Meskipun dipakai indikator yang sama antara kedua sub sistem sekolah ini tetapi posisi inferior atau pilihan sekunder tetap pada sekolah swasta.

Posisi inferior itulah yang kerap kali membuat guru sekolah swasta merasa tidak perlu mengasah keprofesionalannya dikarenakan citra lembaga swasta kebanyakan dipandang tidak akan dapat mengimbangi citra sekolah negeri oleh sebagian besar masyarakat.

Kondisi lain yang menyebabkan posisi sekolah swasta menjadi inferior yakni masalah pendanaan yang seringkali kurang memadai bagi tersedianya berbagai fasilitas yang dapat menunjang belajar mengajar, misalnya fasilitas laboratorium biologi, fisika maupun kimia, serta komputer, fasilitas gedung olah


(2)

raga, dsb. Hal tersebut didukung oleh pendapat Darmaningtyas (dalam Kartono, 2002) bahwa situasi paling berat yang menyangkut finansial akan dialami oleh para guru di sekolah-sekolah swasta kecil, baik yang ada di desa maupun di kota, sebab basis material sekolah-sekolah swasta bergantung pada jumlah siswa; semakin besar jumlah siswa semakin kuat pula sekolah itu, sebaliknya semakin kecil jumlah siswa semakin lemah pula kondisi finansial sekolah swasta tersebut.

Sehingga dapat diasumsikan bahwa dari kondisi inferior sekolah swasta tersebut seorang guru dapat menganggap bahwa profesionalitas kurang penting dan mungkin juga profesionalitas tidak akan dapat dicapai karena tidak menentunya kondisi finansial sekolah yakni karena bergantung pada jumlah murid. Sehingga dapat dimunculkan lebih lanjut asumsi bahwa guru sekolah swasta mempunyai persepsi lebih rendah terhadap profesionalisme mengajar dibandingkan dengan guru sekolah negeri, atau dengan kata lain bahwa guru sekolah negeri mempunyai persepsi lebih tinggi terhadap profesionalisme mengajar dibandingkan dengan guru sekolah swasta.

Selain dari kondisi inferior tersebut, sudah terbentuk pula stigma dari masyarakat dan orang tua murid bahwa sekolah negeri lebih berkualitas dimana guru-gurunya juga lebih profesional dan lebih ahli dalam mendidik anak didik mencapai prestasi yang tinggi, sehingga kondisi tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi guru sekolah swasta untuk tidak begitu mementingkan kualitas dirinya dalam mengajar dan juga bersikap lebih profesional dibanding guru sekolah negeri. Seperti yang terjadi di kota Salatiga bahwa kebanyakan orang tua menilai sekolah tingkat menengah yang berkualitas adalah SMP Negeri 1 dan


(3)

SMA Negeri 1, dan jarang orangtua yang menunjuk salah satu sekolah swasta yang dianggap berkualitas (Bambang, 2007). Penilaian tersebut terjadi karena dilihat dari faktor lingkungan kerja, tentunya lingkungan sekolah negeri dengan sendirinya telah membentuk para gurunya untuk bersikap profesional demi menjaga citra “unggul“ yang sudah terlanjur di mata masyarakat, selain itu dari faktor karakteristik individu tentunya juga berbeda antara guru swasta dengan guru negeri, dimana guru sekolah negeri sudah terbentuk cara berpikir dan cara kerjanya sesuai dengan pedoman yang berlaku dari sekolah negeri.

Adapun dalam penelitian ini yang akan diangkat untuk mewakili perbandingan guru sekolah negeri dan sekolah swasta yakni guru SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen.

Mengacu pada latar belakang masalah tentang kondisi inferior pada sekolah swasta maka muncul pertanyaan: Apakah ada perbedaan persepsi terhadap profesionalisme mengajar guru di SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen? Guna menjawab rumusan masalah tersebut maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul: “Perbedaan persepsi terhadap profesionalisme mengajar antara guru SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen”.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui:

1. Perbedaan persepsi terhadap profesionalisme mengajar antara guru SMA Negeri 1 Sragen dengan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen.


(4)

3. Tingkat profesionalisme mengajar guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Subjek penelitian (Guru) SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen

Bagi guru SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen serta kalangan akademis pada umumnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi guru SMA negeri yang diwakili oleh SMA Negeri 1 Sragen dan guru swasta yang diwakili oleh SMA Muhammadiyah 1 Sragen tentang profesionalitas.

2. Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Sragen dan SMA Negeri 1 Sragen Memberikan informasi empiris mengenai perbedaan persepsi terhadap profesionalisme mengajar guru di sekolah negeri dengan sekolah swasta, sehingga kepala sekolah mampu mengambil kebijakan yang tepat dalam bidang pendidikan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar.

3. Peneliti selanjutnya

Memberikan kontribusi akademis dan hasil empiris sebagai perluasan cakrawala pada ilmu pengetahuan khususnya pada disiplin ilmu psikologi pendidikan tentang perbedaan persepsi terhadap profesionalisme mengajar guru di SMA Negeri 1 Sragen dan guru SMA Muhammadiyah 1 Sragen.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PERSEPSI TERHADAP PROFESIONALISME MENGAJAR PADA GURU SMA NEGERI DAN GURU SMA SWASTA

0 3 14

PENGARUH KETERSEDIAAN SARANA MENGAJAR DAN PELATIHAN GURU TERHADAP KINERJA Pengaruh Ketersediaan Sarana Mengajar dan Pelatihan Guru Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri 1 Sragen.

0 3 10

PENGARUH KETERSEDIAAN SARANA MENGAJAR DAN PELATIHAN GURU TERHADAP KINERJA Pengaruh Ketersediaan Sarana Mengajar dan Pelatihan Guru Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri 1 Sragen.

0 4 15

PENDAHULUAN Pengaruh Ketersediaan Sarana Mengajar dan Pelatihan Guru Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri 1 Sragen.

0 9 8

PENGARUH PROFESIONALISME GURU DAN PERSEPSI GURU TENTANG Pengaruh Profesionalisme Guru Dan Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Di SMA Sragen Kota.

0 3 17

PENDAHULUAN Pengaruh Profesionalisme Guru Dan Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Di SMA Sragen Kota.

0 3 7

PERBEDAAN PERSEPSI TERHADAP PROFESIONALISME MENGAJAR PADA GURU SMA NEGERI I SRAGEN DAN GURU PERBEDAAN PERSEPSI TERHADAP PROFESIONALISME MENGAJAR PADA GURU SMA NEGERI I SRAGEN DAN GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 SRAGEN.

0 0 16

DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, NU. 2004. Kualitas dan Profesionalisme Guru. Pikiran Rakyat PERBEDAAN PERSEPSI TERHADAP PROFESIONALISME MENGAJAR PADA GURU SMA NEGERI I SRAGEN DAN GURU SMA MUHAMMADIYAH 1 SRAGEN.

0 0 4

PENDAHULUAN Profesionalisme Guru Ditinjau Dari Kompetensi Pedagogik Dan Kompetensi KepribadianDi SMA Negeri 1 Sragen.

0 2 9

PROFESIONALISME GURU DITINJAU DARI KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN DI SMA NEGERI 1 SRAGEN Profesionalisme Guru Ditinjau Dari Kompetensi Pedagogik Dan Kompetensi KepribadianDi SMA Negeri 1 Sragen.

0 0 14