TINGKAT KERENTANAN BENCANA LETUSAN GUNUNGAPI GALUNGGUNG DI KABUPATEN TASIKMALAYA.

(1)

No. Daftar FPIPS:2076/UN.40.2.4/PL/2014 TINGKAT KERENTANAN BENCANA LETUSAN

GUNUNGAPI GALUNGGUNG DI KABUPATEN TASIKMALAYA

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Geografi

Oleh :

Noneng Nita Kardinasari NIM 1000917

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

TINGKAT KERENTANAN BENCANA LETUSAN

GUNUNGAPI GALUNGGUNG DI KABUPATEN TASIKMALAYA

Oleh

Noneng Nita Kardinasari NIM : 1000917

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Noneng Nita Kardinasari 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRAK

Gunung Galunggung merupakan satu-satunya gunungapi yang ada di Kabupaten Tasikmalaya. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1982, dan masih sangat berpotensi meletus kembali. Kondisi tersebut menyebabkan penduduk yang tinggal di kawasan Gunung Galunggung terancam. Untuk meminimalisir dampak dari bencana tersebut perlu dilakukan pengkajian resiko bencana salah satunya dengan mengetahui tingkat kerentanan wilayah tersebut, hal ini berkaitan dengan usaha mitigasi yang tepat untuk mengurangi dampak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kerentanan bencana letusan Gunung Galunggung, yang terdiri dari indikator kerentanan fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, karena data yang diperoleh dideskripsikan dan dianalisis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi yang berkaitan dengan melakukan observasi dan dokumentasi langsung di lapangan. Indikator dari kerentanan fisik terdiri dari rumah, fasilitas umum, dan fasilitas kritis, untuk indikator kerentanan sosial adalah kepadatan penduduk dan rasio kelompok penduduk rentan, untuk indikator kerentanan ekonomi adalah lahan produktif dan PDRB sementara untuk indikator kerentanan lingkungan adalah luas hutan pada wilayah kajian. Keempat indikator kerentanan tersebut dianalisis dengan mengacu kepada skoring dan pembobotan dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No.12 Tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan kawasan rawan bencana Gunung Galunggung memiliki nilai indeks kerentanan yang tinggi, yaitu Desa Sukaratu 0,808, Desa Sinagar 0,779, Desa Linggajati 0,700, Desa Mekarjaya adalah 0,842 dan Desa Cisaruni adalah 0,828. Peta kerentanan tersebut kemudian dioverlay dengan peta ancaman yang menghasilkan kesimpulan Desa Linggajati, Desa Sinagar dan Desa Sukaratu adalah desa dengan tingkat kerentanan dan ancaman yang tinggi, kemudian dapat diketahui bagian tenggara Desa Sinagar dan Desa Sukaratu memiliki tingkat ancaman sedang, serta Desa Mekarjaya dan Desa Cisaruni memiliki tingkat ancaman sedang. Hal itu menunjukkan potensi kerugian dan korban jiwa terhadap ancaman yang ada tinggi, sehingga upaya mitigasi yang tepat sangat diperlukan untuk mengurangi dampak bencana letusan Gunung Galunggung.


(5)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRACT

Galunggung is the only volcanic activity report in Tasikmalaya Regency. The history of the last eruption took place in 1982, and still potentially to erupt again. The condition causes the residents living in the area of Mount Galunggung was threatened. To minimize the impact of such disaster needs to be done risk assessment by knowing the degree of vulnerability of the region, it is relates with to the proper mitigation efforts to reduce the impact. The purpose of this research is to analyse the level of vulnerability of the eruption of Mount Galunggung, consisting of physical vulnerability, social indicators, economy, and environment. This research uses descriptive method, because the data that is retrieved is described and analyzed. The Data used are secondary data obtained from institutions that are associated with performing observation and documentation directly in the field. Indicators of physical vulnerability consists of houses, public facilities, and critical facilities, to social vulnerability indicator is population density and the ratio of vulnerable population groups, to the economic vulnerability indicator is productive land and GDP while environmental vulnerability indicators for the vast forest region is the review. The four indicators of vulnerability are analyzed with reference to the skoring and the weighting in the regulations of the national disaster mitigation Agency Head No. 12 in 2012. The results showed a disaster-prone area of Galunggung has a high vulnerability index value, which is the village of Sukaratu 0,808, village of Sinagar 0,779, village of Linggajati 0,700, village of Mekarjaya is 0,842 and village of Cisaruni 0.828. Map of vulnerability then overlay to map threats that result in conclusion of the village, the village of Linggajati Sinagar and Sukaratu Villages was villages with levels of vulnerability and the threat is high, then it can be known to the southeastern village of Sukaratu and the villages Sinagar have threat level medium, as well as the village of Mekarjaya and the village of Cisaruni has a low threat level. It shows the potential losses and casualties against the threat that there is high, so the proper mitigation efforts are needed to reduce the impact of the eruption of Mount Galunggung.


(6)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya


(7)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Bencana ... 10

1. Pengertian Bencana ... 10

2. Macam-macam Bencana ... 10

3. Mitigasi Bencana ... 10

B. Risiko Bencana ... 11

C. Faktor, Subfaktor dan Indikator Risiko Bencana Gunungapi ... 12

1. Bahaya (Hazard) ... 12

2. Kerentanan (Vulnerability) ... 13

3. Ketahanan (Capasity) ... 15


(8)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

A. Lokasi Penelitian ... 17

B. Metode Penelitian ... 19

C. Populasi dan Sampel ... 19

D. Variabel Penelitian ... 20

E. Desain Penelitian ... 23

F. Definisi Operasional ... 24

G. Instrumen Penelitian ... 26

H. Tekhnik Pengumpulan Data ... 28

I. Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil Penelitian ... 33

1. Kondisi Fisik ... 33

a. Letak dan Luas ... 33

b. Iklim ... 36

c. Geologi ... 37

d. Geomorfologi ... 40

e. Penggunaan Lahan ... 43

2. Kondisi Sosial ... 46

a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk ... 46

b. Komposisi Penduduk ... 46

3. Deskripsi Kerentanan Bencana Letusan Gunung Galunggung ... 50

a. Kerentanan Fisik ... 51

b. Kerentanan Sosial ... 69

c. Kerentanan Ekonomi ... 72

d. Kerentanan Lingkungan ... 77

B. Pembahasan Analisis Kerentanan ... 78


(9)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2. Indeks Penduduk Terpapar ... 79

3. Peta Tingkat Kerentanan di KRB Gunung Galunggung ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN


(10)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan muda Sirkum Mediterania. Selain itu, gugusan pulau Indonesia dalam tatanan tektonik dunia merupakan wilayah pertemuan tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia (bagian barat laut), Lempeng Samudera Hindia-Australia (bagian selatan), dan Lempeng Samudera Pasifik (bagian timur laut) yang saling bergerak. Hal ini berdampak pada keadaan topografi, morfologi, dan struktur geologis Indonesia. Sebagai contoh, terdapat wilayah-wilayah yang sangat dinamis yang dicirikan dengan terbentuknya jalur pegunungan aktif dan jalur rawan gempa bumi.

Kondisi geologis ini memiliki dua sisi potensi yang berpengaruh besar terhadap kehidupan bangsa Indonesia. Satu sisi, kondisi tersebut berpotensi untuk Indonesia dalam hal sumber daya geologi. Banyaknya tersebar cebakan-cebakan minyak, gas bumi, panas bumi, batu bara, mineral, logam, mineral logam, air tanah, dan banyak lagi. Sumber daya geologi tersebut bermanfaat besar untuk menopang kehidupan bangsa Indonesia terutama dalam aspek perekonomian.

Sisi lain, kondisi tadi juga menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan ancaman bahaya geologi (geology hazard) yang tinggi. Hampir seluruh wilayah Indonesia berpotensi rawan letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, dan gerakan tanah. Pulau Kalimantan merupakan pulau yang bisa dikatakan relatif lebih aman, karena Pulau ini tidak dilalui oleh kedua jalur pegunungan muda dunia dan bukan merupakan zona tumbukan antar lempeng sebagaimana dijelaskan di atas. Menurut data yang diperoleh dari Vulcanological Survey of


(11)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Indonesia Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2010, terdapat

129 gunungapi di Indonesia.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mengklasifikasikan gunungapi di Indonesia menjadi tiga tipe berdasarkan sejarah kegiatannya yakni: 1. Gunungapi Tipe A, yaitu gunungapi yang pernah meletus atau meningkat

kegiatannya sejak tahun 1600-sekarang

2. Gunungapi Tipe B, yaitu gunungapi yang tidak memiliki sejarah letusan sejak tahun 1600 atau sebelumnya.

3. Gunungapi Tipe C, gunungapi yang hanya memiliki manifestasi panas bumi di permukaan, tetapi tidak ada sejarah letusan sejak tahun 1600 atau sebelumnya maupun lubang bekas letusan di tubuh atau puncaknya.

Persebaran gunungapi di Indonesia disajikan pada tabel 1.1 berikut ini: Tabel 1.1 Jumlah Sebaran Gunungapi di Indonesia

No. Daerah Tipe A Tipe B Tipe C Jumlah

1. Sumatera 13 12 6 31

2. Jawa 21 9 5 35

3. Bali 2 - - 2

4. Lombok 1 - - 1

5. Sumbawa 2 - - 2

6. Flores 16 3 5 24

7. Laut Banda 8 1 - 9

8. Sulawesi 6 2 5 13

9. Kep. Sangihe 5 - - 5

10. Halmahera 5 2 - 7

Jumlah 79 29 21 129

Sumber : Vulcanological Survey of Indonesia Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2010


(12)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Salah satu pulau yang beresiko tinggi terhadap ancaman bencana geologi dalam hal ini letusan gunungapi adalah Pulau Jawa. Berdasarkan tabel di atas Pulau Jawa merupakan pulau yang terbanyak memiliki gunungapi. Selain itu, Pulau Jawa merupakan pulau terpadat di Indonesia, 57,5 persen penduduk Indonesia atau sekitar 137 juta jiwa penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau ini ( hasil Sensus Penduduk Tahun 2010).

Jawa Barat merupakan salah satu propinsi di Pulau Jawa yang memiliki kepadatan penduduk tinggi. Secara tatanan tektonik, Propinsi Jawa Barat secara genesisnya digolongkan kepada Orogenesa Sunda (Simandjuntak : 2009). Orogenesa Sunda di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara sebagai akibat lanjut dari tunjaman normal antara Lempeng Samudra Hindia dengan Daratan Sunda. Sehingga muncul di Provinsi Jawa Barat tujuh gunung api tipe A, yaitu : Gunung Salak (daerah Bogor), Gunung Gede (Bogor), Gunung Tangkuban Parahu (Kabupaten Bandung Barat-Kabupaten Subang), Gunung Guntur (Kabupaten Garut), Gunung Papandayan (Kabupaten Garut), dan Gunung Galunggung (Kabupaten Tasikmalaya-Kabupaten Garut).

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tahun 2007 luas daerah rawan bencana gunungapi di seluruh Indonesia adalah sekitar 17.000 km2 dan jumlah penduduk yang bermukim di kawasan rawan bencana gunungapi sekitar 5,5 juta jiwa. Di samping itu, data frekuensi letusan gunungapi menunjukkan bahwa sekitar 585.000 orang terancam bencana letusan gunungapi tiap tahun. Pada periode antara tahun 2000 hingga tahun 2012, terdapat 80 kejadian letusan gunungapi dengan korban jiwa sebanyak 792 orang dan mengakibatkan sebanyak 238.758 orang terpaksa mengungsi.

Data di atas menunjukan bahwa bahaya geologi yang ditimbulkan oleh letusan gunungapi sangat tinggi. Potensi kerugian dapat berupa kerusakan infrastruktur, tempat tinggal, lahan produktif, harta benda, mata pencaharian,


(13)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

bahkan nyawa penduduk yang tinggal di daerah sekitarnya. Potensi tersebut yang kemudian dalam pengkajian resiko bencana dikenal sebagai indeks kerugian dan indeks penduduk terapapar yang nantinya akan menentukan tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap bencana itu sendiri.

Berdasarkan Buku Data Dasar Gunungapi Indonesia Tahun 2011, Gunung Galunggung merupakan satu-satunya Gunungapi di Kabupaten Tasikmalaya. Secara administratif termasuk kepada wilayah Priangan Tatar Sunda, masuk ke dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut. Bagian barat tubuh gunungapi termasuk Kabupaten Garut sedangkan bagian timur termasuk Kabupaten Tasikmalaya. Gunung Galunggung memiliki ketinggian 2168 mdpl (di atas permukaan laut). Gunung Galunggung termasuk kepada jenis gunungapi tipe strato.

Letusan Gunung Galunggung tercatat terjadi sejak 1822 sampai sekarang adalah 4 kali. Sejarah letusan Gunung Galunggung dapat dijelaskan melalui tabel di bawah ini:

Tabel 1.2 Kegiatan Gunung Galunggung

No. Periode letusan Deskripsi kejadian

1. Tahun 1822

Pada letusan ini menghasilkan awan panas ke arah timur tenggara sepanjang Ci Banjaran hingga Ci Tanduy sejauh 10 km. Hujan abu dan lahar menghancurkan kawasan sejauh 40 km di lereng sebelah barat dan selatan gunung api tersebut. Jumlah korban manusia diperkirakan lebih dari 4011 orang, kebanyakan meninggal karena terkena awan panas, periode kegiatan diakhiri dengan pembentukkan kubah lava.

2. Tahun 1894

Pada letusan 1894 menghasilkan hujan abu yang sebarannya hingga Bandung (100 km ke arah barat laut). Ke arah timur abu jatuh di Tasikmalaya dan Banjar berturut-turut pada jarak 20 km dan 42 km. kubah lava 1822 hancur selama kegiatan ini. Tidak dilaporkan adanya awan panas dan korban jiwa. Lahar melanda di daerah lereng tenggara. Pada periode letusan ini terjadi sebuah danau kawah.

3. Tahun 1918

Merupakan letusan kecil dan menghasilkan endapan abu yang tipis. Sebuah kubah lava kecil disebut Gunung Jadi berukuran 50 m hingga 250 m dan tingginya mencapai 50 m tersembul


(14)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dari muka air danau. Sejak 1918 tidak terjadi lagi letusan, kecuali hanya peningkatan kegiatan pada tahun 1958 dan 1959 tapi kemudian menurun kembali.

4. Tahun 1982

Dalam periode letusan ini awan panas menyapu lereng tenggara sejauh 6 km melalui lembah Cibanjaran bagian atas. Kolom letusan mencapai 20 km, jatuhan abunya mencapai jarak 900 km ke barat daya dan tenggara Gunung Galunggung bahkan mencapai pantai barat Australia. Terjadi banjir lahar dengan suhu 600-1000. Tidak ada korban manusia akibat letusan secara langsung. Pada akhir periode kegiatannya terbentuk kerucut cilinder setinggi 35 m dan kemudian terjadi aliran lava berbentuk seperti kipas setebal 5-6 m. Kerugian benda ditaksir sebesar 80 milyar, jumlah korban manusia hanya dua tiga orang(T.Budhistira:1987)

Sumber : Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Galunggung Jawa Barat, Direktorat Vulkanologi 1996

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa Gunung Galunggung merupakan gunungapi yang pernah meletus sekurang-kurangnya dua kali setelah tahun 1900 dan masih sangat berpeluang meletus kembali dan menjadi ancaman bencana, mengingat semakin pesatnya pertumbuhan penduduk di kawasan sekitar Gunung Galunggung, serta berkembangnya kawasan pariwisata menyebabkan kawasan Gunung Galunggung menjadi salah satu wilayah yang ramai dan menjadi salah satu sumber mata pencaharian penduduk di sekitarnya.

Pengkajian resiko bencana dapat dihitung dengan mengalikan tingkat ancaman dan kerentanan kemudian membaginya dengan kapasitas dari suatu kawasan rawan bencana. Potensi dampak negatif atau yang dikenal dengan kerentanan dapat dihitung dari jumlah jiwa yang terancam atau indeks penduduk terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan atau yang dikenal dengan indeks kerugian. Dari perhitungan ketiga indikator tersebut dapat diketahui rendah sedang atau tingginya kerentanan di suatu daerah.

Tingkat kerentanan ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menentukan usaha memperkecil resiko bencana. Sebagaimana dalam Peraturan Kepala BNPB


(15)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

No.2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana, fungsi pengkajian resiko bencana adalah :

1. Pada tatanan pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Kebijakan ini nantinya merupakan dasar bagi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.

2. Pada tatanan mitra pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk melakukan aksi pendampingan maupun intervensi teknis langsung ke komunitas terpapar untuk mengurangi risiko bencana.

3. Pada tatanan masyarakat umum, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai salah satu dasar untuk menyusun aksi praktis dalam rangka kesiapsiagaan, seperti menyusun rencana dan jalur evakuasi, pengambilan keputusan daerah tempat tinggal dan sebagainya.

Dari pemaparan fungsi di atas menunjukkan bahwa kerentanan merupakan salah satu komponen yang penting dan tidak bisa terlepas dari proses pengkajian resiko bencana. Sehingga informasi mengenai kerentanan ini sangat penting untuk dikaji.

Dari hasil pengamatan terhadap Peta Kawasan Rawan Bencana menunjukkan ada beberapa desa yang termasuk kepada Kawasan Rawan Bencana dimana letak desa tersebut sangat dekat dengan lokasi pusat erupsi, serta kawasan tersebut merupakan kawasan yang dilalui oleh aliran sungai yang bersumber langsung dari Gunung Galunggung. Desa-desa tersebut berada pada dua kecamatan yang berbeda. Yakni Kecamatan Padakembang meliputi Desa Cisaruni dan Desa Mekarjaya serta Kecamatan Sukaratu meliputi Desa Sukaratu, Desa Sinagar, dan Desa Linggajati.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika, kelima desa tersebut memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk sebagai berikut :

Tabel 1.3 Jumlah Penduduk di Desa Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Galunggung


(16)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Wilayah (Ha) Penduduk Penduduk

1. Desa Sukaratu 981,3 6345 6

2. Desa Sinagar 648,7 5762 9

3. Desa Linggajati 1347 4449 3

4. Desa Mekarjaya 391,8 8037 20

5. Desa Cisaruni 332,2 5543 17

Jumlah 3701 25687 7

Sumber : Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Padakembang dalam Angka 2013

Dari tabel 1.3, menunjukkan Desa Mekarjaya dan Desa Cisaruni memiliki kepadatan penduduk yang paling tinggi, kemudian disusul Desa Sinagar. Sementara dua desa berikutnya yaitu Desa Sukaratu dan Desa Linggajati memiliki kepadatan penduduk yang lebih rendah. Tabel di atas menunjukkan lebih dari 25 ribu jiwa di Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung terancam keselamatannya.

Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, “bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam”, salah satunya adalah letusan gunungapi. Bencana alam ini tidak dapat dicegah, namun resikonya dapat dikurangi melalui usaha-usaha mitigasi yang tepat.

Dari latar belakang di atas, jelaslah bahwa ancaman letusan Gunungapi Galunggung setiap saat mengancam masyarakat sekitarnya. Sehingga penelitian mengenai kerentanan di Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunungapi ini dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mengetahui tingkat kerentanan bencana letusan Gunungapi Galunggung dengan harapan dapat berkontribusi terhadap usaha antisipatif terhadap penanggulangan bencana dan proses pengkajian resiko bencana Letusan Gunungapi Galunggung Kabupaten Tasikmalaya.


(17)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Identifikasi masalah di sini berguna untuk menentukan batasan permasalahan yang diteliti agar antara penulis dengan pembaca dapat memiliki kesamaan persepsi dalam memahami karya tulis ini. Fokus dari penelitian ini adalah tingkat kerentanan yang akan dikaji dan dianalisis dari Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung yang berada di Kabupaten Tasikmalaya. Kawasan tersebut berada pada dua kecamatan yang berbeda yakni Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Padakembang lebih spesifiknya berada pada lima desa yakni Desa Sukaratu, Desa Sinagar, Desa Linggajati, Desa Mekarjaya, dan Desa Cisaruni. Kerentanan tersebut terdiri dari kerentana fisik, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi dan kerentanan lingkungan yang masing-masing memiliki parameternya sendiri. Hasil akhir dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk peta kerentanan setiap desa di kawasan rawan bencana terhadap bencana letusan Gunung Galunggung.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik tiga rumusan masalah yang akan menjadi pertanyaan mendasar pada penelitian yang akan dilakukan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik wilayah di Kawasan Rawan Bencana Gunung

Galunggung?

2. Bagaimana tingkat kerentanan bencana alam letusan Gunungapi Galunggung? 3. Bagaimana zonasi kerentanan bencana alam letusan Gunungapi Galunggung?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian akan dijabarkan dalam pembahasan pada karya tulis ini, sesuai dengan uraian rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:


(18)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1. Mendeskripsikan karakteristik wilayah di Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung.

2. Menganalisis tingkat kerentanan bencana alam letusan Gunungapi Galunggung.

3. Memetakan zonasi kerentanan bencana alam letusan Gunungapi Galunggung.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak dalam berbagai kepentingan. Adapun manfaat tersebut diantaranya adalah:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian tentang pengkajian tingkat kerentanan ini dapat menjadi acuan dalam pengkajian tingkat risiko bencana yang nantinya akan menentukan terhadap kebijakan penanggulangan bencana.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis, mengembangkan wawasan dan kemampuan dalam melakukan penelitian dan menyusun karya tulis, khususnya dalam bidang geografi.

b. Bagi pembaca, sebagai sumber referensi untuk kepentingan-kepentingan lain terkait dengan tema karya tulis penulis.

c. Bagi masyarakat, memberikan wawasan mengenai kerentanan bahaya letusan Gunungapi Galunggung, sehingga masyarakat memiliki langkah antisipatif dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

d. Bagi pemerintah, memberikan sumber rujukan untuk menentukan kebijakan, khususnya dalam hal penyusunan rencana penanggulangan bencana sehingga apabila bencana terjadi dapat meminimalisir korban dan kerugian harta benda.


(19)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Struktur organisasi dari karya ilmiah yang dibuat ini disusun dari lima bab, masing-masing bab tersebut memiliki konten yang berbeda yang disusun secara sistematis dan terpadu. Secara garis besar konten dari lima bab tersebut akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

1. BAB I

Dalam Bab I terdapat latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi

2. BAB II

Bab II atau kajian pustaka memuat teori-teori yang sesuai dengan tema penelitian. Karena tema penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mitigasi bencana maka teori yang ditulis dalam karya tulis ini diantaranya adalah tentang bencana, mitigasi bencana, risiko bencana yang di dalamnya ada indikator ancaman, kerentanan dan kesiapsiagaan, gunungapi, proses terbentuknya gunungapi, macam-macam gunungapi, dan pengetahuan tentang Gunung Galunggung.

3. BAB III

Bab III merupakan metode penelitian yang di dalamnya memuat konten berupa lokasi penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, tekhnik pengumpulan data, dan analisis data.

4. BAB IV

Bab IV merupakan jawaban dari rumusan masalah yang ada pada bab I. Pada bab ini memuat informasi tentang gambaran umum mengenai kondisi fisik


(20)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dan sosial dari lokasi penelitian. Kemudian pada bab ini terdapat analisis kerentanan setiap desa berdasarkan setiap parameternya.

5. BAB V

Bab V merupakan bab terakhir dari karya tulis ini. Pada bab ini terdapat kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran yang bisa disampaikan penulis terkait dengan tema penelitian yang diambil.


(21)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi penelitian

Menurut buku Data Dasar Gunungapi Indonesia Tahun 2011, Gunung Galunggung merupakan satu-satunya gunungapi yang berada di Kabupaten Tasikmalaya, terletak pada koordinat 1080 03’ BT dan 70 15’ LS. Gunung Galunggung termasuk kepada wilayah Priangan Tatar Sunda, secara administratif masuk ke dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut. Bagian barat tubuh gunungapi termasuk Kabupaten Garut sedangkan bagian timur termasuk Kabupaten Tasikmalaya. Gunung Galunggung memiliki ketinggian 2168 mdpl (di atas permukaan laut). Gunung Galunggung termasuk kepada jenis gunungapi tipe strato.

Gunung Galunggung sangat potensial untuk wilayah sekitarnya baik dari sisi sumber daya dan daya tarik wisata maupun dari sisi kebencanaannya. Maka dari itu wilayah sekitar Gunung Galunggung termasuk kepada kawasan rawan bencana erupsi Gunung Galunggung. Kawasan rawan bencana tersebut menjadi lokasi penelitian untuk dianalisis tingkat kerentanannya. Kawasan rawan bencana Gunung Galunggung ini meliputi lima desa yang berada pada dua kecamatan yang berbeda. Kelima desa tersebut adalah Desa Sukaratu, Desa Sinagar dan Desa Linggajati yang termasuk kepada wilayah Kecamatan Sukaratu serta Desa Cisaruni dan Desa Mekarjaya yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Padakembang.

Secara administratif batas wilayah kajian penelitian adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Garut dan Kecamatan Cisayong


(22)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sebelah Selatan : Desa Tawangbanteng dan Kecamatan Leuwisari Sebelah Barat : Desa Padakembang


(23)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(24)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(25)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(26)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode eksploratif. Menurut Tika (2005 hlm. 5) menyebutkan bahwa metode eksploratif adalah “suatu bentuk metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah data berupa variabel, unit atau individu untuk di ketahui hal – hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu “.

Data yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini sebagian besar merupaka data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan data yang diperlukan. Data tersebut diantaranya adalah data mengenai jumlah rumah, jumlah fasilitas umum, jumlah fasilitas kritis, komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin, jumlah rumah tangga miskin, jumlah penyandang cacat, luas lahan produktif, nilai PDRB, serta luas hutan di wilayah penelitian.

Penulis melakukan ground check terhadap data yang diperoleh secara aktual dan langsung di lapangan. Usaha tersebut meliputi observasi terhadap kondisi rumah dengan kondisi fasilitas umum dan fasilitas kritis yang ada di wilayah kajian dan mendokumentasikannya dalam bentuk gambar/photo. Data yang diperoleh merupakan hasil eksplorasi di lapangan berkenaan dengan indikator-indikator yang dicari dan akan dianalisis dalam penelitian ini, sehingga metode eksploratif merupakan metode yang cocok untuk penelitian ini. Data tersebut selanjutnya dianalisis yang kemudian diinterpretasi dengan mengacu kepada Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No.2 Tahun 2012 tentang pengkajian resiko bencana.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Populasi


(27)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sugiyono (2010, hlm. 61) menyebutkan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Populasi dari penelitian ini meliputi kawasan rawan bencana Gunung Galunggung, terdiri dari dua kecamatan yakni Kecamatan Padakembang yang terdiri dari dua desa, yakni Desa Cisaruni dan Desa Mekarjaya, serta Kecamatan Sukaratu yang terdiri dari Desa Sukaratu, Desa Sinagar dan Desa Linggajati. 2. Sampel

“Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi” (Sugiyono, 2010, hlm. 62). Sampel dari penelitian ini diambil seluruhnya dari populasi (sampel jenuh) yakni Kecamatan Padakembang yang terdiri dari dua desa, yakni Desa Cisaruni dan Desa Mekarjaya, serta Kecamatan Sukaratu yang terdiri dari Desa Sukaratu, Desa Sinagar dan Desa Linggajati. Dari sampel ini akan dipetakan tingkat kerentanan bencana Gunung Galunggung berdasarkan parameter yang mengacu dari Peraturan Ketua BNPB No.2 tahun 2012.

Adapun sampel wilayah dan sampel penduduk yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Tabel 3.5 Luas dan Jumlah Penduduk di Wilayah Penelitian

No. Nama Desa Luas

Wilayah (Ha)

Jumlah Penduduk

1. Desa Sukaratu 981,3 6345

2. Desa Sinagar 648,7 5762

3. Desa Linggajati 1347 4449

4. Desa Mekarjaya 391,8 8037

5. Desa Cisaruni 332,2 5543

Jumlah 3701 25687


(28)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 3.5 Menunjukkan luas serta jumlah penduduk yang berada di kawasan rawan bencana Gunung Galunggung. Seluruh wilayah dan penduduk yang disajikan dalam tabel 3.5 merupakan sampel dalam penelitian.

D. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2011 hlm.2),” Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya”. Variabel dalam penelitian ini terkait dengan hal-hal yang perlu dianalisis dalam menentukan tingkat kerentanan di kawasan rawan bencana Gunung Galunggung sebagai lokasi pengamatan penulis.

Adapun parameter-parameter yang menjadi variabel dari penelitian ini berpedoman kepada Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012. Selain variabel yang berkaitan dengan kerentanan, ada pula variabel lain yang dicari dan dianalisis yakni mengenai kondisi wilayah meliputi kondisi fisik dan sosial.

Adapun kondisi fisik, indikator yang dicari adalah letak dan luas, iklim, pengunaan lahan, geomorfologi dan kondisi geologi. Sementara kondisi sosial akan memaparkan hal yang berkaitan dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur. Variabel yang berkaitan dengan kerentanan disajikan dalam tabel 3.6.

Tabel 3.6 Variabel Penelitian Variabel bebas (X)

- Letak dan luas wilayah - Penggunaan lahan - Geomorfologi - Rumah

- Fasilitas umum - Fasilitas kritis

- Kepadatan penduduk

Variabel terikat (Y) : Tingkat Kerentanan Bencana Letusan Gunungapi Galunggung


(29)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

- Rasio jenis kelamin - Rasio kemiskinan - Rasio orang cacat - Rasio kelompok umur - PDRB

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012

Dalam menentukan tingkat kerentanan suatu wilayah, variabel di atas dikelompokkan menjadi empat macam kerentanan yakni kerentanan fisik, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi dan kerentanan lingkungan. Keempat macam kerentanan tersebut terdiri dari dua nilai indeks yaitu indeks kerugian dan indeks penduduk terpapar. Kedua nilai indeks tersebut dikalkulasikan dan menghasilkan nilai indeks kerentanan. Dari nilai indeks kerentanan tersebut dapat diketahui tingkat kerentanan wilayah ke dalam tingkat rendah, sedang atau tinggi.

Nilai indeks kerugian adalah parameter kerugian yang berpotensi terlanda jika bencana terjadi dalam nilai rupiah yang didapat dari indikator kerentanan fisik, ekonomi dan lingkungan. Sementara indeks penduduk terpapar merupakan kepadatan penduduk dan kelompok penduduk yang rentan terhadap bencana yang memiliki potensi tinggi terkena dampak bencana karena keterbatasan kapasitas dan mobilitas yang dimilikinya.


(30)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

E. Desain Penelitian - Luas Lahan Produktif - PDRB

- Kepadatan Rumah - Fasilitas Umum - Fasilitas Kritis

- Luas Hutan Lindung - Luas Hutan Alam - Luas Hutan Bakau - Luas Semak Belukar

- Rasio Jenis Kelamin - Rasio Kelompok Umur - Rasio Orang Cacat - Rasio Rumah Tangga

Miskin

Kerentanan Ekonomi

Kerentanan Fisik

Kerentanan Lingkungan

Kerentanan Sosial

Indeks Kerugian

Indeks Penduduk Terpapar

PETA KERENTANAN


(31)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(32)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(33)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

F. Definisi Operasional

Dalam bagian ini masing-masing indikator yang akan dicari dan dianalisis diberikan batasan-batasan pembahasan agar antara penulis dengan pembaca memiliki kesamaan persepsi dalam menginterpretasikan variabel yang dicari dan dianalisis pada penelitian ini. Berikut ini pemaparannya :

1. Karakteristik wilayah meliputi kondisi fisik dan sosial yang nantinya akan dideskripsikan dalam hasil penelitian ini. Indikatornya meliputi

a. Kondisi fisik wilayah kajian terdiri : letak dan luas wilayah, kondisi iklim, penggunaan lahan, kondisi geomorfologi dan kondisi geologi.

b. Kondisi sosial wilayah kajian terdiri dari : komposisi penduduk menurut usia dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin.

Indikator di atas dianalisis dengan melakukan interpretasi peta, dan studi dokumentasi yaitu melalui monografi desa dan kecamatan.

2. Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana (Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012). Kerentanan tersebut terdiri dari empat macam, yakni:

a. Kerentanan fisik, yang terdiri dari indikator :

1) Kepadatan rumah meliputi jumlah rumah di setiap desa yang dianalisis berdasarkan kualitas dan ukurannya, dikalikan dengan asumsi harga pembangunan rumah tersebut.

2) Ketersediaan fasilitas umum meliputi keberadaan fasilitas pendidikan dalam hal ini bangunan sekolah, baik itu TK, SD, SMP, SMA atau sederajat dan fasilitas beribadah yakni masjid yang dikalikan dengan harga masing-masing bangunan tersebut.


(34)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3) Ketersediaan fasilitas kritis, yakni keberadaan Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan yang sangat berperan penting bagi masyarakat sekitar yang dikalikan dengan harga bangunannya.

b. Kerentanan sosial, yang terdiri dari indikator :

1) Kepadatan penduduk, yakni perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah di setiap desa.

2) Rasio jenis kelamin, yakni perbandingan jumlah penduduk perempuan terhadap penduduk seluruhnya di setiap desa. Dengan asumsi perempuan sebagai kelompok yang rentan dibandingkan kelompok penduduk laki-laki. Perempuan memiliki kekhawatiran yang lebih dan memiliki keterbatasan dalam hal mobilitas.

3) Rasio penduduk rumah tangga miskin, merupakan perbandingan rumah tangga miskin terhadap jumlah rumah tangga seluruhnya di setiap desa. Klasifikasi kemiskinan yang digunakan adalah klasifikasi kemiskinan menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional. Kelompok rumah tangga miskin tersebut adalah rumah tangga yang termasuk pada kelompok Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I. Kelompok rumah tangga dengan kondisi kesejahteraan yang kurang dianggap sebagai kelompok rentan.

4) Rasio orang cacat, merupakan perbandingan penduduk penderita cacat, baik itu cacat yang berupa tuna rungu, tuna netra, tuna daksa, ataupun cacat mental terhadap jumlah penduduk seluruhnya di setiap desa. Keterbatasan kapasitas dan mobilitas kelompok penduduk penyandang cacat menyebabkan kelompok tersebut termasuk pada kelompok rentan dengan resiko bencana. 5) Rasio kelompok umur, yaitu perbandingan jumlah penduduk balita yaitu

umur 0-4 tahun dan penduduk lanjut usia yaitu umur 65 tahun lebih terhadap jumlah penduduk seluruhnya di setiap desa. Penduduk balita dengan


(35)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

penduduk lanjut usia lebih rentan terhadap resiko bencana karena mereka tergolong penduduk yang terbatas dalam hal mobilitas sehingga memerlukan pertolongan orang lain untuk melakukan usaha evakuasi.

c. Kerentanan Ekonomi, terdiri dari indikator :

1) Luas lahan produktif, lahan produktif yang dimaksud adalah lahan berupa sawah dan kolam yang memiliki nilai ekonomis terhadap penduduk di wilayah kajian. Hal yang dianalisis dalam kaitannya dengan lahan produktif untuk penelitian ini adalah produktivitas lahan tersebut dalam satu tahun dikalikan dengan nilai rupiah.

2) Pendapatan Daerah Regional Bruto merupakan . Dalam penelitian ini nilai PDRB yang digunakan adalah nilai PDRB perkapita. PDRB perkapita adalah nilai PDRB suatu wilayah dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun. PDRB perkapita yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai PDRB Kabupaten Tasikmalaya dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

d. Kerentanan Lingkungan, terdiri dari indikator luas hutan lindung, hutan alam, hutan bakau, dan semak belukar di setiap desa.

Data pada setiap kerentanan di atas dianalisis menggunakan tekhnik pembobotan berdasarkan Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L.Saaty pada tahun 1970, dirujuk dari Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No.2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana.

e. Kawasan rawan bencana adalah unit analisis yang digunakan untuk penelitian ini. Kawasan rawan bencana tersebut berdasarkan interpretasi dari Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Galunggung meliputi Kawasan rawan Bencana I dan Kawasan rawan Bencana II. Kawasan tersebut meliputi dua kecamatan yaitu:


(36)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1) Kecamatan Sukaratu meliputi tiga desa yakni Desa Linggarjati, Desa Sinagar dan Desa Sukaratu.

2) Kecamatan Padakembang meliputi dua desa yakni Desa Cisaruni dan Desa Mekarjaya.

G. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat dan bahan sebagai berikut :

1. Alat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memerlukan alat-alat yang mendukung untuk memudahkan proses penelitian di lapangan, diantaranya:

a) Pedoman Observasi, alat untuk mendapatkan data primer berupa kondis fisik, kondisi bangunan baik berupa rumah dan fasilitas umum maupun fasilitas kritis.

b) Pedoman Wawancara, instrumen ini digunakan untuk memeperoleh data primer berupa kondisi sosial dan ekonomi penduduk.

c) Kamera Digital, digunakan unuk memperoleh foto-foto mengenai kondisi riil di lapaangan.

d) Netbook Asus, digunaka untuk menulis laporan dan mengolah data yang dieroleh.

e) Software Map Info 9.5, software yang dgunakan berfungsi untuk memproses

pembuatan peta tematik yang akan disajikan dalam karya tulis ini. 2. Bahan Penelitian

Adapun bahan yang diperlukan untuk melakukan analisis tingkat kerentanan bencana Gunung Galunggung adalah sebagai berikut:


(37)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

a) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Sukawening, Lembar Singaparna, dan Lembar Tasikmalaya skala 1: 25.000. Peta RBI digunakan untuk mengetahui luas dan penggunaan lahan di wilayah kajian.

b) Peta Geologi skala 1:100.000 Lembar Tasikmalaya, dengan menginterpretasi Peta Geologi Lembar Tasikmalaya dapat diperoleh informasi mengenai kondisi geologi di wilayah kajian.

c) Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung Skala 1:50.000. Wilayah kajian dapat dikelompokkan ke dalam tiga kawasan yakni Kawasaan Rawan Bencana I, Kawasaan Rawan Bencana II, Kawasan aman. Hal tersebut dapat dilihat dan diinterpretasi melalui Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung.

d) Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tasikmalaya untuk mengetahui nilai PDRB perkapita di Kabupaten Tasikmalaya.

e) Kecamatan Sukaratu dan Padakembang Dalam Angka Tahun 2013, dalam dokumen ini dapat diperoleh data mengenai jumlah penduduk, komposisi penduduk, jumlah fasilitas umum dan kritis di wilayah penelitian.

f) Data rumah tangga miskin dari BKKBN Kecamatan Sukaratu dan Padakembang.

g) Data penggunaan lahan produktif dari Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sukaratu dan Padakembang.

h) Monografi setiap desa di lokasi penelitian.

i) Buku-buku yang relevan untuk mendapatkan teori-teori yang dibutuhkan dan sesuai dengan tema kajian sebagai acuan dalam penelitian ini.

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan usaha yang dilakukan penulis untuk memperoleh data yang diperlukan untuk dianalisis dan ditarik kesimpulannya dan


(38)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

disajikan menjadi sebuah karya tulis. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Observasi, teknik ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan terhadap objek yang diteliti untuk memperoleh data yang aktual. Dengan melakukan observasi diharapkan dapat memperoleh informasi tentang kondisi iklim, kondisi rumah, kondisi fasilitas umum, dan kondisi fasilitas kritis di wilayah penelitian.

2. Wawancara, tekhnik ini dilakukan dengan cara tanya jawab kepada penduduk di lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang aktual mengenai kondisi sosial dan ekonomi penduduk juga untuk mengetahui kondisi rumah penduduk.

3. Studi literatur, teknik ini dilakukan dengan cara mencari literature-literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang dikaji untuk memperoleh teori-teori yang mendasari penelitian. Dengan studi literatur diperoleh teori-teori yang mendukung terhadap penelitian yang dilakukan.

4. Studi dokumentasi, teknik pengumpulan data yang diambil dari berbagai sumber data seperti dokumen, brosur, data intansi pemerintah setempat. Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah monografi desa, data dari BKKBN, dan BPP Kecamatan untuk memperoleh data mengenai kondisi sosial wilayah kajian, kepadatan penduduk, rasio kemiskinan, luas lahan produktif, dan luas lahan di wilayah kajian.

5. Editing peta, untuk proses editing peta diperlukan input peta berupa Peta RBI lembar Tasikmalaya, Sukawening dan Singaparna yang outpunya nanti berupa Peta Administrasi dan Peta Penggunaan Lahan. Kemudian untuk output Peta Geologi Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung diperlukan input Peta Geologi Lembar Tasikmalaya. Untuk memperoleh peta kerentanan dilakukan pembobotan dengan metode Analytic Hierarchy


(39)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Process (AHP) yang mengacu kepada Perka BNPB No.2 Tahun 2012 tentang

pengkajian resiko bencana. Proses pembobotan dilakukan berdasarkan indikator-indikator kerentanan yang telah dibahas sebelumnya.

I. Analisis Data

Merujuk kepada Peraturan Kepala BNPB No.12 Tahun 2012 dalam menentukan kerentanan suatu wilayah terhadap bencana letusan gunungapi terdapat parameter-parameter yang harus dianalisis, yaitu :

1. Kerentanan fisik, dengan parameternya adalah kepadatan rumah, fasilitas umum dan fasilitas kritis yang dikalikan dengan biaya pembangunan dalam rupiah.

2. Kerentanan sosial, parameternya adalah kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio penduduk rumah tangga miskin, rasio penyandang cacat, dan rasio kelompok umur.

3. Kerentanan ekonomi, parameternya meliputi luas lahan produktif dengan besaran PDRB (Pendapatan Daerah Regional Bruto).

4. Kerentanan lingkungan, parameternya terdiri dari luas area hutan lindung, hutan alam, hutan bakau dengan semak belukar.

Dalam menganalisis data yang diperoleh digunakan teknik pembobotan persiapan berdasarkan Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L.Saaty pada tahun 1970, dirujuk dari Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No.2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Dengan analisis seperti berikut :

1. Indeks Kerugian a) Kerentanan Fisik

Tabel 3.7 Parameter Kerentanan Fisik

Parameter Kelas Kerentanan dan Skor Bobot


(40)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

0,33 0,67 1

Kepadatan rumah < 400 juta 400-800 juta

> 800

juta 40 %

Fasilitas umum < 500 juta 500-1 M >1 M 30 %

Fasilitas kritis < 500 juta 500-1 M > 1 M 30 %

Jumlah 100 %

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012

Untuk mengetahui nilai kerentanan fisik adalah dengan menjumlahkan skor dikali dengan bobot masing-masing parameter, sebagaimana ditulis pada rumus berikut ini :

b) Kerentanan Ekonomi

Tabel 3.8 Parameter Kerentanan Ekonomi Parameter

Skor dan Kelas Kerentanan

Bobot

Rendah Sedang Tinggi

0,33 0,67 1

Luas lahan

produktif <50 juta 50-200 juta >200 juta 60 %

PDRB <100 juta 100-300

juta >300 juta 40 %

Jumlah 100 %

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012

Nilai kerentanan ekonomi dapat diperoleh dengan menjumlahkan skor lahan produktif dengan skor PDRB dikalikan dengan masing-masing bobotnya seperti yang tertera pada rumus berikut ini :

Kerentanan Fisik =(0,4*skor rumah)+(0,3*skor fasilitas umum)+ (0,3*skor fasilitas kritis)


(41)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

c) Kerentanan lingkungan

Tabel 3.9 Parameter Kerentanan Lingkungan

Parameter Kelas Bobot

Rendah Sedang Tinggi

Hutan lindung < 20 ha 20-50 ha >50 ha 40 %

Hutan alam < 25 ha 25-75 ha >75 ha 40 %

Hutan bakau < 10 ha 10-30 ha >30 ha 10 %

Semak belukar < 10 ha 10-30 ha >30 ha 10 %

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012

Nilai kerentanan lingkungan dapat diperoleh dengan mengalikan skor dan bobot dari masing-masing parameter kerentanan lingkungan yakni luas hutan lindung, hutan alam, hutan bakau dan semak belukar. Rumusnya seperti yang ada pada rumus berikut ini:

Nilai indeks kerugian dapat dihitung dengan rumus di bawah ini

2. Indeks Penduduk Terpapar

Tabel 3.10 Parameter Kerentanan Sosial Parameter

Kelas

Bobot (%)

Rendah Sedang Tinggi

0,33 0,67 1

Kepadatan penduduk < 500 jiwa/km2

500-1000 jiwa/km2

> 1000

jiwa/km2 60

Rasio jenis kelamin

< 20 % 20-40 % >40 %

10

Rasio penduduk rumah

tangga miskin 10

Kerentanan lingkungan = (0,4 x skor hutan lindung) + (0,4 x skor hutan alam) + (0,1 x skor hutan bakau) + (0,1 x skor semak belukar)

Nilai Indeks Kerugian = (0,25xNilai skor Kerentanan fisik)+(0,25xNilai skor Kerentanan ekonomi)+(0,1xNilai skor Kerentanan lingkungan)


(42)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Rasio orang cacat 10

Rasio kelompok umur 10

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012

Indeks penduduk terpapar didapat dari skor dikalikan bobot masing-masing parameter kerentanan sosial. Kerentanan sosial menggambarkan kelompok penduduk yang rentan terhadap ancaman bencana. Parameter tersebut diantaranya sebagaimana ada pada tabel 3.10. Nilai indeks penduduk terpapar dapat dicari dengan rumus berikut ini :

3. Indeks Kerentanan

Indeks kerentanan adalah jumlah dari nilai indeks kerugian dengan indeks penduduk terpapar.

Tabel 3.11 Skor dan Bobot Indeks Kerentanan

Jenis Kerentanan Skor dan Kelas Kerentanan Bobot

Rendah Sedang Tinggi

Kerentanan Fisik

0,33 0,67 1

25 % Kerentanan

Ekonomi 25 %

Kerentanan

Lingkungan 10 %

Kerentanan

Sosial 40 %

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012

Dalam menentukan kerentanan suatu wilayah terhadap bencana, dilakukan perhitungan dengan mengalikan masing-masing skor jenis kerentanan yang telah

Kerentanan Sosial/Indeks Penduduk Terpapar =

0,6 ��� �� � � � � � + (0,1 x rasio jenis kelamin)+(0,1 x rasio kemiskinan)+(0,1 x rasio orang cacat)+(0,1 x rasio kelompok umur)


(43)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

didapat dengan masing-masing bobot seperti pada tabel 3.11. Untuk lebih jelasnya perhitungan tersebut adalah seperti pada rumus berikut ini:

Kerentanan Gunung Api =(0,4*skor kerentanan sosial)+(0,25*skor kerentanan ekonomi)+(0,25*skor kerentanan fisik)+(0,1*skor kerentanan lingkungan)


(44)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan, analisis terhadap data yang diperoleh maka dapat disimpulkan seperti berikut ini :

1. Kawasan rawan bancana letusan Gunungapi Galunggung yang terdiri dari lima desa yakni Desa Sukaratu, Desa Sinagar, Desa Linggajati Desa Mekarjaya dan Desa Cisaruni merupakan kawasan yang memiliki potensi tinggi terkena landaan material letusan Gunungapi Galunggung jika sewaktu-waktu terjadi. Penggunaan lahan terutama berupa sawah, kolam, hutan dan pemukiman yang ada di kawasan tersebut berpotensi mengakibatkan kerugian yang besar. Begitu halnya dengan kondisi sosial di kawasan ini. Jumlah kelompok penduduk rentan rata-rata memiliki persentase yang lebih banyak di setiap desa. Kelompok rentan tersebut berpotensi tinggi terhadap ancaman letusan Gunungapi Galunggung karena dengan asumsi keterbatasan mobilitas.

2. Seluruh wilayah kajian yang terdiri dari lima desa yang berada pada kawasan rawan bencana Gunung Galunggung yakni Desa Sukaratu, Desa Sinagar, Desa Linggajati, Desa Mekarjaya dan Desa Cisaruni memiliki tingkat kerentanan yang tinggi. Masing-masing desa memiliki nilai indeks kerugian dan indeks penduduk terpapar sebagai berikut:

a. Desa Sukaratu memiliki potensi kerugian sebesar Rp.267.596.397.522,00 dengan nilai indeks 0,541. Sementara nilai indeks penduduk terpapar Desa Sukaratu adalah 0,267. Sehingga nilai indeks kerentanan Desa Sukaratu adalah 0,808. Nilai indeks tersebut menunjukkan Desa Sukaratu termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.


(45)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

b. Desa Sinagar memiliki potensi kerugian sebesar Rp.214.596.265.299,00 dengan nilai indeks 0,512. Sedangkan nilai indeks penduduk terpapar Desa Sinagar adalah 0,267. Sehingga kalkulasi nilai indeks kerentanan Desa Sinagar adalah 0,779. Nilai indeks tersebut menunjukkan Desa Sukaratu termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.

c. Desa Linggajati memiliki potensi kerugian sebesar Rp.153.614.280.721,00 ini berarti nilai indeks kerugiannya 0,515. Sedangkan nilai indeks penduduk terpapar Desa Linggajati 0,185. Maka nilai indeks kerentanan Desa Linggajati adalah 0,700. Nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa Desa Linggajati termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.

d. Desa Mekarjaya memiliki potensi kerugian sebesar Rp.255.543.143.928,00 dengan nilai indeks kerugian 0,482. Sementara nilai indeks penduduk terpapar Desa Mekarjaya adalah 0,360. Maka nilai indeks kerentanan dari Desa Mekarjaya adalah 0,842. Nilai indeks tersebut menunjukkan Desa Mekarjaya termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.

e. Desa Cisaruni memiliki potensi kerugian sebesar Rp.194.209.949.593,00 dengan nilai indeks 0,346. Sedangkan untuk nilai indeks penduduk terpapar 0,346. Maka nilai indeks kerentanan Desa Cisaruni adalah 0,828. Nilai indeks tersebut menunjukkan Desa Cisaruni termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.

3. Hasil overlay antara Peta Kerentanan dengan Peta Ancaman di kawasan rawan bencana Gunung Galunggung menghasilkan zonasi yang berbeda. Hal ini dikarenakan parameter yang digunakan untuk analisis peta bukan saja dengan menggunakan nilai indeks kerugian dan nilai indeks penduduk terpapar, melainkan menggabungkan antara parameter kerentanan yang sebelumnya telah disebutkan serta parameter untuk penentuan peta ancaman. Penentuan peta ancaman disusun berdasarkan kemungkinan terjadi suatu


(46)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk bencana yang pernah terjadi. Atau dengan kata lain peta ancaman ini dibuat berdasarkan data dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi di suatu wilayah yang berpotensi terjadi bencana.

Peta ancaman menghasilkan tiga zonasi kawasan yakni kawasan rawan bencana I sebagai zona waspada, kawasan rawan bencana II sebagai zona bahaya dan kawasan aman dari ancaman bencana. Peta overlay antara peta kerentanan dengan peta ancaman bencana Gunung Galunggung menunjukkan Desa Linggajati dan sebagian Desa Sinagar dan Desa Sukaratu termasuk kelas kerentanan tinggi, hal ini dikarenakan daerah-daerah tersebut berada di sepanjang daerah hilir Ci Kunir dan Ci Banjaran yang mana hulu dari kedua sungai tersebut adalah kawah Gunung Galunggung. Kondisi ini berpotensi besar terhadap wilayah tersebut terlanda material letusan gunung. Sementara Desa Cisaruni dan sebagian besar Desa Mekarjaya serta sebelah tenggara Desa Sukaratu termasuk zona kerentanan sedang. Hal itu karena wilayah tersebut tidak dialiri Ci Kunir dan Ci Banjaran. Sehingga ancaman yang mungkin melanda tidak sebesar wilayah yang berada di daerah hilir kedua sungai tersebut.

B. Saran

Secara keseluruhan karya tulis ini membahas tentang tingkat kerentanan bencana yang mana hasilnya diringkas sebagaimana ada pada kesimpulan. Oleh karena itu ada beberapa opini yang penulis rekomendasikan berkenaan dengan hal tersebut, diantarnya:

1. Perlu ditingkatkannya penerapan mitigasi bencana meliputi usaha sosialisasi dan simulasi kebencanaan dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman yang sewaktu-waktu dapat terjadi mengingat tinggiya tingkat kerentanan bencana di wilayah kajian.


(47)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2. Perlu membuat zonasi wilayah yang harus dikosongkan dari aktivitas penduduk untuk mengendalikan pertumbuhan pemukiman agar tidak sampai terlalu dekat dengan sumber erupsi Gunung Galunggung.

3. Gunung Galunggung merupakan salah satu destinasi wisata yang terkenal di Kabupaten Tasikmalaya hal itu menyebabkan banyak wisatawan yang datang ke kawasan pariwisata Gunung Galunggung. Oleh karena itu, perlu adanya informasi yang terpadu serta jalur evakuasi yang jelas yang disediakan oleh pengelola kawasan pariwisata tersebut untuk menjamin kenyamanan dan keamanan wisatawan.

4. Bagi peneliti selanjutnya, karya tulis ini dapat dijadikan acuan untuk meneliti tingkat kesiapsiagaan masyarakat di wilayah penelitian yang sama sehingga penelitiannya dapat dikembangkan untuk mengkaji resiko bencana letusan Gunung Galunggung.

5. Bagi bidang pendidikan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi mengenai kebencanaan khususnya bencana letusan Gunung Galunggung. Serta memotivasi pendidik khususnya pendidik geografi untuk mengenalkan mitigasi bencana terhadap peserta didiknya.


(48)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Daftar Pustaka

Abdul Rahman, R.(2010). Penentuan Tingkat Risiko Bencana Letusan Gunung

Gamalama di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara. Buletin Geologi Tata

Lingkungan.20 : 123-136

Badan Geologi.(2011). Data Dasar Gunung Api Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral:Bandung.

Bagoes Mantra, I.(2008). Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

BAPPENAS (2010). Evaluasi Pelayanan Keluarga Berencana Bagi Masyarakat

Miskin. Jakarta : Direktorat Kependudukan.

Hendrik Boby Hentarto.(2012) Lempeng Tektonik Indonesia.[online]. Tersedia di: http://geoenviron.blogspot.com/2012/09/lempeng-tektonik

indonesia.html.[diakses [24 Februari 2014].

Kusumadinata.(1986). Data Dasar Gunung Galunggung. Direktorat Vulkanologi Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral:Bandung.

Noor, Djauhari (2012). Mitigasi Bencana Geologi. Tidak Diterbitkan.

Peraturan Kepala BNPB No.2.(2012). Pedoman Umum Pengkajian Resiko


(49)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung Jawa Barat.(1996). Direktorat Vulkanologi : Bandung.

Rafi’I, S. (1995). Meteorologi dan Klimatologi. Bandung : Angkasa.

Simandjuntak. (2009). Tektonika . Pusat Survei Geologi : Bandung.

Sugiyono.(2010). Statistika Untuk Penelitian . Bandung: Alfabeta

Suta Widjaja, I.(2007). Menyelamatkan Alam Sunda. Yayasan Pusat Studi Sunda : Bandung.

Tika, Moh.P.(2005). Metode Penelitian Geografi.Jakarta:Bumi Aksara

Undang –Undang No.24. (2007). Penanggulangan Bencana. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia: Jakarta

Wirakusumah, D. (2007). Informasi Geologi Lingkungan untuk Penataan Ruang

dan Pengembangan Wilayah di Indonesia. Badan Geologi Departemen

Energi dan Sumber Daya Mineral: Bandung.

Rijal Wittiri, S.(2007). Gunung Api Indonesia. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral:Bandung.

Sumber Data:

Kecamatan Padakembang Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistika. Kecamatan Sukaratu Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistika. PDRB Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010-2012.


(50)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2013 Kecamatan Padakembang. Data Lahan Produktif Kecamatan Sukaratu Tahun 2013. BPP Kecamatan

Sukaratu.

Data Lahan Produktif Kecamatan Padakembang Tahun 2013. BPP Kecamatan Padakembang.


(1)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

b. Desa Sinagar memiliki potensi kerugian sebesar Rp.214.596.265.299,00 dengan nilai indeks 0,512. Sedangkan nilai indeks penduduk terpapar Desa Sinagar adalah 0,267. Sehingga kalkulasi nilai indeks kerentanan Desa Sinagar adalah 0,779. Nilai indeks tersebut menunjukkan Desa Sukaratu termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.

c. Desa Linggajati memiliki potensi kerugian sebesar Rp.153.614.280.721,00 ini berarti nilai indeks kerugiannya 0,515. Sedangkan nilai indeks penduduk terpapar Desa Linggajati 0,185. Maka nilai indeks kerentanan Desa Linggajati adalah 0,700. Nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa Desa Linggajati termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.

d. Desa Mekarjaya memiliki potensi kerugian sebesar Rp.255.543.143.928,00 dengan nilai indeks kerugian 0,482. Sementara nilai indeks penduduk terpapar Desa Mekarjaya adalah 0,360. Maka nilai indeks kerentanan dari Desa Mekarjaya adalah 0,842. Nilai indeks tersebut menunjukkan Desa Mekarjaya termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.

e. Desa Cisaruni memiliki potensi kerugian sebesar Rp.194.209.949.593,00 dengan nilai indeks 0,346. Sedangkan untuk nilai indeks penduduk terpapar 0,346. Maka nilai indeks kerentanan Desa Cisaruni adalah 0,828. Nilai indeks tersebut menunjukkan Desa Cisaruni termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.

3. Hasil overlay antara Peta Kerentanan dengan Peta Ancaman di kawasan rawan bencana Gunung Galunggung menghasilkan zonasi yang berbeda. Hal ini dikarenakan parameter yang digunakan untuk analisis peta bukan saja dengan menggunakan nilai indeks kerugian dan nilai indeks penduduk terpapar, melainkan menggabungkan antara parameter kerentanan yang sebelumnya telah disebutkan serta parameter untuk penentuan peta ancaman. Penentuan peta ancaman disusun berdasarkan kemungkinan terjadi suatu


(2)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk bencana yang pernah terjadi. Atau dengan kata lain peta ancaman ini dibuat berdasarkan data dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi di suatu wilayah yang berpotensi terjadi bencana.

Peta ancaman menghasilkan tiga zonasi kawasan yakni kawasan rawan bencana I sebagai zona waspada, kawasan rawan bencana II sebagai zona bahaya dan kawasan aman dari ancaman bencana. Peta overlay antara peta kerentanan dengan peta ancaman bencana Gunung Galunggung menunjukkan Desa Linggajati dan sebagian Desa Sinagar dan Desa Sukaratu termasuk kelas kerentanan tinggi, hal ini dikarenakan daerah-daerah tersebut berada di sepanjang daerah hilir Ci Kunir dan Ci Banjaran yang mana hulu dari kedua sungai tersebut adalah kawah Gunung Galunggung. Kondisi ini berpotensi besar terhadap wilayah tersebut terlanda material letusan gunung. Sementara Desa Cisaruni dan sebagian besar Desa Mekarjaya serta sebelah tenggara Desa Sukaratu termasuk zona kerentanan sedang. Hal itu karena wilayah tersebut tidak dialiri Ci Kunir dan Ci Banjaran. Sehingga ancaman yang mungkin melanda tidak sebesar wilayah yang berada di daerah hilir kedua sungai tersebut.

B. Saran

Secara keseluruhan karya tulis ini membahas tentang tingkat kerentanan bencana yang mana hasilnya diringkas sebagaimana ada pada kesimpulan. Oleh karena itu ada beberapa opini yang penulis rekomendasikan berkenaan dengan hal tersebut, diantarnya:

1. Perlu ditingkatkannya penerapan mitigasi bencana meliputi usaha sosialisasi dan simulasi kebencanaan dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman yang sewaktu-waktu dapat terjadi mengingat tinggiya tingkat kerentanan bencana di wilayah kajian.


(3)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2. Perlu membuat zonasi wilayah yang harus dikosongkan dari aktivitas penduduk untuk mengendalikan pertumbuhan pemukiman agar tidak sampai terlalu dekat dengan sumber erupsi Gunung Galunggung.

3. Gunung Galunggung merupakan salah satu destinasi wisata yang terkenal di Kabupaten Tasikmalaya hal itu menyebabkan banyak wisatawan yang datang ke kawasan pariwisata Gunung Galunggung. Oleh karena itu, perlu adanya informasi yang terpadu serta jalur evakuasi yang jelas yang disediakan oleh pengelola kawasan pariwisata tersebut untuk menjamin kenyamanan dan keamanan wisatawan.

4. Bagi peneliti selanjutnya, karya tulis ini dapat dijadikan acuan untuk meneliti tingkat kesiapsiagaan masyarakat di wilayah penelitian yang sama sehingga penelitiannya dapat dikembangkan untuk mengkaji resiko bencana letusan Gunung Galunggung.

5. Bagi bidang pendidikan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi mengenai kebencanaan khususnya bencana letusan Gunung Galunggung. Serta memotivasi pendidik khususnya pendidik geografi untuk mengenalkan mitigasi bencana terhadap peserta didiknya.


(4)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Daftar Pustaka

Abdul Rahman, R.(2010). Penentuan Tingkat Risiko Bencana Letusan Gunung Gamalama di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara. Buletin Geologi Tata Lingkungan.20 : 123-136

Badan Geologi.(2011). Data Dasar Gunung Api Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral:Bandung.

Bagoes Mantra, I.(2008). Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

BAPPENAS (2010). Evaluasi Pelayanan Keluarga Berencana Bagi Masyarakat Miskin. Jakarta : Direktorat Kependudukan.

Hendrik Boby Hentarto.(2012) Lempeng Tektonik Indonesia.[online]. Tersedia di: http://geoenviron.blogspot.com/2012/09/lempeng-tektonik

indonesia.html.[diakses [24 Februari 2014].

Kusumadinata.(1986). Data Dasar Gunung Galunggung. Direktorat Vulkanologi Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral:Bandung.

Noor, Djauhari (2012). Mitigasi Bencana Geologi. Tidak Diterbitkan.

Peraturan Kepala BNPB No.2.(2012). Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana : Jakarta.


(5)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung Jawa Barat.(1996). Direktorat Vulkanologi : Bandung.

Rafi’I, S. (1995). Meteorologi dan Klimatologi. Bandung : Angkasa. Simandjuntak. (2009). Tektonika . Pusat Survei Geologi : Bandung.

Sugiyono.(2010). Statistika Untuk Penelitian . Bandung: Alfabeta

Suta Widjaja, I.(2007). Menyelamatkan Alam Sunda. Yayasan Pusat Studi Sunda : Bandung.

Tika, Moh.P.(2005). Metode Penelitian Geografi.Jakarta:Bumi Aksara

Undang –Undang No.24. (2007). Penanggulangan Bencana. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia: Jakarta

Wirakusumah, D. (2007). Informasi Geologi Lingkungan untuk Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah di Indonesia. Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral: Bandung.

Rijal Wittiri, S.(2007). Gunung Api Indonesia. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral:Bandung.

Sumber Data:

Kecamatan Padakembang Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistika. Kecamatan Sukaratu Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistika. PDRB Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010-2012.


(6)

Noneng Nita Kardinasari, 2014

Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2013 Kecamatan Padakembang. Data Lahan Produktif Kecamatan Sukaratu Tahun 2013. BPP Kecamatan

Sukaratu.

Data Lahan Produktif Kecamatan Padakembang Tahun 2013. BPP Kecamatan Padakembang.