KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN.

(1)

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

perpustakaan.upi.edu

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

(Studi Mawḍū’ī Ayat-Ayat Materi Tafsir 1 Program Studi Ilmu Pendidikan

Agama Islam dengan Kajian Tafsir al-Mibāḥ, al-Azhar, FīŻilāl al-Qurān, al -Qurṭūbi, dan Ibn Kaṡīr)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (S2)

Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh : Usup Romli

1204869

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

perpustakaan.upi.edu

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

(Studi Mawḍū’ī Ayat-Ayat Materi Tafsir 1 Program Studi Ilmu Pendidikan

Agama Islam dengan Kajian Tafsir al-Mibāḥ, al-Azhar, FīŻilāl al-Qurān, al -Qurṭūbi, dan Ibn Kaṡīr)

Oleh Usup Romli

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Agama Islam

pada Sekolah Pasca Sarjana

© Usup Romli

Universitas Pendidikan Indonesia Januari 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lain tanpa ijin dari penulis.


(3)

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |


(4)

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ketauhidan merupakan hal yang melepaskan manusia dari ikatan-ikatan kepada berhala-berhala, serta benda-benda lain yang posisinya hanyalah sebagai makhluk Allah swt. Ketauhidan tersebut membawa manusia kepada kebebasan sejati terhadap apapun yang bersifat duniawi, menuju ketundukan hakiki hanya kepada Allah swt. Tauhid merupakan risalah pertama dan utama para Rasul Allah dalam menjalankan dakwah kepada seluruh umatnya. Para Rasul menanamkan tauhid ke dalam jiwa umatnya, mengajak mereka supaya beriman kepada Allah, menyembah, mengabdi, dan berbakti kepada-Nya; melarang mereka menyekutukan Allah dalam bentuk apapun, baik Żāt, ifāt, maupun Af’al-Nya (Asmuni, 1993, hal. XIV). Hal tersebut sebagaimana firman Allah dalam al-Qurān surat al-Naḥl ayat 36 sebagai berikut:



























































Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah ṭāgūt itu", Maka di

antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka


(5)

2

berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)1(QS. al-Naḥl[16]: 36). Tercatat dalam sejarah Rasulullah melakukan dakwah berupa pembinaan nilai-nilai tauhid kepada kaumnya pada waktu itu, dilakukan selama 13 tahun. Sungguh waktu yang tidak sebentar, namun hanya 40 orang saja yang mau mengikuti apa yang beliau ajarkan, yakni memegang ajaran tauhid.

Tauhid merupakan hal yang mesti ada dan landasan utama seorang muslim. Baik tidaknya identitas seorang muslim sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh baik tidaknya tauhid yang ia miliki. Ketauhidan akan menjadikan seorang muslim tunduk dan patuh hanya kepada Allah, dan menafikan segala hal yang lain-Nya. Jika ‘aqīdaħ tauhid seseorang telah kokoh dan mapan (established), maka setiap konsep dan aturan-aturan yang ada dalam Islam akan senantiasa ia ikuti dengan seutuhnya. Kesungguhan tersebut akan tercermin pada keyakinan yang teguh di dalam hati, terjaga dalam lisan, serta teraplikasi dalam perbuatan. Tanpa ada rasa berat yang memunculkan berbagai alasan untuk menolaknya, inilah sikap yang dilahirkan dari seorang muslim sejati (Rasyid, 2000, hal. 16).

Ibadah merupakan manifestasi dari keimanan (ketauhidan), maka ketauhidan pula yang menjadi kunci suatu ibadah akan diterima. Tauhid merupakan syarat utama manakala seorang hamba melaksanakan ibadah. Karena tingkatan dan diterimanya ibadah seseorang sangat tergantung pada seberapa besar kualitas tauhid-nya kepada Allah swt melalui ibadah yang sempurna dan realisasi syariah dalam kehidupan, akan tergambar kualitas ketauhidan seseorang (Alim, 2011, hal. 127). Identitas muslim seseorang dapat diakui manakala mengucapkan dua kalimat syahadat yang merupakan pengakuan atas ke-Maha-Esa-an Allah dan kerasulan Muhammad (Alim, 2011, hal. 123).

Sebagaimana yang telah dipapakan sebelumnya bahwa ketauhidan juga akan berefek pada kualitas amal seseorang. Seseorang yang memiliki

1Seluruh teks al-Qurān dalam tesis ini dikutip dari al-Qurān in word dalam MS Word dan divalidasi dengan edisi cetak al-Qurān dan Terjemahnya. Penerjemah: Tim Depag RI, Jakarta: CV Darus Sunnah, 2002.


(6)

3

ketauhidan yang tinggi, akan memiliki akhlak dan sifat yang terpuji. Karena dia akan terus merasakan eksistensi Tuhan dalam setiap aktifitas yang dijalani. Namun sebaliknya seseorang yang memliki ketauhidan yang rendah akan memiliki akhlak dan sifat yang rendah pula. Demikian pula sikap dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah-Nya yang tersebut undang-undang Ilāhi (syariat) menunjukan sikap dengan mental yang paling dalam

terhadap Allah swt (Alim, 2011, hal. 127).

Manakala seseorang memiliki ketauhidan yang baik, maka ia akan mendapatkan ketentraman batin dan keselamatan dari kesesatan serta kemusyrikan. Tauhid berfungsi bukan hanya sebagai ‘aqīdaħ, akan tetapi berfungsi pula sebagai falsafah hidup. Sehingga sangat jelas bahwa tauhid sangat mempengaruhi pembentukan sikap dan prilaku keseharian seseorang (Asmuni, 1993, hal. 7). Ketauhidan akan menghindarkan manusia dari rasa gelisah dan prustasi, karena dengannya ia memiliki modal dasar yakni kekuatan yang dilandasi keyakinan bahwa segala sesuatu adalah berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah, dan hanya Allah-lah pemberi jalan dalam setiap masalah. Itulah tanda-tanda orang yang memiliki keimanan (ketauhidan) yang kuat. Hal tersebut terwujud manakanala keimanan (ketauhidan) mampu dipahami dengan sebaik-baiknya. Iman bukan dipahami

sekadar “kata benda”, melainkan “kata kerja” aktif yang menjadikan

seseorang berpikir keras dan bertindak cerdas untuk mencari jalan keluar dalam menemukan pemecahan masalah secara rasional dan tuntas. Iman

sebagai “kata kerja” yang bersifat spritual yakni berbasis pada ketajaman hati untuk melihat kebenaran di balik realitas sesungguhnya. Iman dalam artian ini memberikan pemahaman bahwa terdapat kebenaran yang hakiki dan sebenar-benarnya di balik segala realitas, yakni Allah swt (Ismail, 2008, hal. 8).

Mengetahui pentingnya tauhid dalam kehidupan seorang muslim, maka sudah semestinya pendidikan mengenai tauhid harus sangat diutamakan. Islam dengan syariatnya memberi gambaran akan pentingnya pendidikan tauhid. Islam mengajarkan bahwa pendidikan tauhid harus diterapkan sedini


(7)

4

mungkin bahkan ketika anak masih dalam kandungan. Dalam hal ini orang tua memiliki tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak-anaknya untuk memiliki ketauhidan yang benar. Hal tersebut tergambar jelas dalam sabda Rasulullah saw, sebagai berikut:

ِهِناَرِصَُ ي ْوَا ِهِناَدِوَهُ ي ُاَوَ بَأَف ,ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلْوُ ي ٍدْوُلْوَم ُلُك

ْوَا

..ِهِناَسِجَُُ

.

هجرخأ(

)ىراخبل

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (perasaan percaya kepada Allah). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi...(dikeluarkan oleh Bukhari) (Asmuni, 1993, hal 72).

Begitupun setelahnya seorang anak lahir, salah satu pendidikan tauhid yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, adalah mengażani dan mengiqamati anak di telinga kanan dan kirinya. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa pendidikan tauhid memang seharusnya diberikan sedini mungkin (Rianti, 2013, hal. 46).

Proses penanaman nilai-nilai tauhid tidak hanya didapatkan di dalam lingkungan keluarga saja, melainkan juga didapatkan di lingkungan luar keluarga, seperti sekolah dan majlis-majlis ilmu lainnya. Di sekolah pendidikan tauhid masuk ke dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Tauhid merupakan salah satu materi ajar yang diberikan kepada siswa dalam Pendidikan Agama Islam. Maka sebenarnya Pendidikan tauhid sendiri telah di dapatkan seseorang selama 12 tahun pada bangku sekolah. Namun faktanya pemahaman mengenai tauhid sangat keropos sehingga sangat tidak sesuai dengan tujuan dan fungsi tauhid itu sendiri.

Argumen tersebut dikuatkan oleh berbagai fakta dan masalah yang muncul di kalangan masyarakat Islam khususnya di Indonesia. Berbagai penyimpangan yang terjadi baik di kalangan pejabat begitu juga di pelajar dan mahasiswa sudah sangat jelas menggambarkan bobroknya akhlak yang disebabkan lemah dan rendahnya kualitas tauhid yang dimiliki. Suara Pembaruan sebagaimana yang dilansir oleh BeritaSatu.com menjelaskan, dari data yang didapatkan Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS PA),


(8)

5

Sebanyak 19 pelajar tewas sia-sia dalam tawuran antar pelajar di Indonesia. Belasan pelajar itu menjadi korban dari 229 kasus tawuran yang terjadi sepanjang januari hingga oktober 2013. Menurut ketua KOMNAS PA, Arist Merdeka Sirait sistem pendidikan di Indonesia juga bertanggung jawab atas tindak kekerasan yang dilakukan para pelajar. Menurutnya, sekolah hanya mengejar target kelulusan dan mengajarkan intelektualitas dengan mengesampingkan pendidikan karakter (BeritaSatu.com, 2013).

Selain itu, menurut Kementrian Komunikasi dan Informasi (KEMENKOMINFO) saat ini Indonesia sudah menduduki peringkat pertama pengakses situs pornografi. Ironisnya lagi, di antara para pengakses situs porno itu adalah anak-anak dibawah umur. Kata psikolog klinis sekaligus aktivis AIDS, Baby Jim Aditya. Berdasarkan riset sebanyak 68% siswa SD sudah pernah ikut-ikutan mengakses situs porno. Jumlah yang lebih mencengangkan juga terjadi di jenjang SMP dan SMA, yaitu 97% siswanya dinyatakan pernah menonoton atau melihat konten berbau pornografi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, setidaknya ada 84 laporan pornografi dan pornoaksi hingga yang masuk ke KPAI Oktober 2013 ini, seluruhnya dilakukan oleh anak-anak dari kalangan pelajar dibawah umur, khususnya di Jakarta. Hasil survei komisi perlindungan anak Indonesia terhadap 4500 remaja mengungkap, 97% remaja pernah menonton atau engakses pornografi dan 93% pernah berciuman bibir. Survei yang dilakukan di 12 kota besar itu juga menunjukkan 62,7 % responden pernah berhubungan badan dan 21 % diantaranya telah melakukan aborsi. Hasil survei di atas dikuatkan dengan fakta, puluhan siswa SMP di bandung Jawa Barat telah berprofesi menjadi pekerja seks komersial (PSK). Yang lebih mencengangkan data yang dihimpun program Save the Children jawa barat ini, menunjukkan diantara PSK remaja tersebut cukup dibayar dengan pulsa telepon seluler (Suara Pembaruan, 2013).

Hal yang ironi terjadi di dunia pendidikan di Indonesia, Indonesia

Corruption Watch (ICW) sebagaimana yang dilansir situs OkeZone.com,


(9)

6

pendidikan dengan indikasi kerugian negara sebesar Rp. 619,0 miliar telah ditangani oleh pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di 2003 dan 2012 misalnya, jumlah kasus yang terjadi setiap tahunnya hanya delapan kasus. Namun ICW mencatat kerugian yang dialami negara mencapai Rp. 19,0 miliar di 2003 dan Rp. 99,2 miliar di 2013. Dari penelusuran ICW, Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan sektor primadona yang paling sering dikorupsi dengan jumlah kasus sebanyak 84 kasus. Dari jumlah tersebut, ungkap Febri, kerugian yang dialami negara terbesar Rp. 265,1 miliar. Selain dana DAK yang sering menjadi langganan korupsi di kalangan Pendidikan, dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) menempati posisi terbanyak kedua dengan jumlah kasus sebanyak 48 kasus. Berbeda dengan DAK, kerugian negara dari tindak pidana korupsi dana BOS terlalu kecil, sehingga tidak masuk 10 besar. Termasuk juga kasus korupsi sarana prasarana (Sarpars) di Perguruan Tinggi hanya terjadi sembilan kasus tindak pidana korupsi, namun kerugian negara mencapai Rp. 57,7 miliar. Untuk 2013, meskipun baru 16 kasus yang ditangani, namun kerugian negaranya sudah mencapai Rp. 121,2 miliar (Ade, 2013).

Fakta dan data yang telah dipaparkan di atas, menggambaran kurang berhasilnya pendidikan dan penanaman nilai-nilai tauhid di kalangan pelajar dan masyarakat. Hal yang menjadi penyebab utamanya adalah pendidikan tauhid yang berlangsung selama ini cenderung parsial dan tidak sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasul saw. Artinya tauhid hanya difahami sebatas sifat-sifat Allah, malaikat-malaikat Allah dan Rasul-rasul Allah, atau berfokus pada pembahasan materi tanpa menyentuh aspek yang lain, seperti kealaman dan masalah-masalah sosial serta masalah hukum, dan bidang yang lainnya. Yang pada hakikatnya semua bidang keilmuan tersebut, memiliki tujuan utama yang sama yakni tawḥīdullāh. Hal yang tidak berbeda terjadi

pada sekolah Islam atau madrasah, pembahasan mengenai tauhid cenderung terpisah dengan materi atau pembahasan lainnya. Antara fikih dan akhlak misalnya, cenderung tidak dikaitkan kepada nilai-nilai ketauhidan dalam penyampaiannya. Tentu hal tersebut sangat bertolak belakang dengan


(10)

7

pemahaman bahwa segala sesuatu harus bermula dan berujung pada Allah (tawḥīdullāh).

Begitupun halnya dalam pembelajaran keimanan (tauhid), materi dan metode yang digunakan hanya sebatas penghafalan sifat-sifat Allah, dan ayat-ayat al-Qurān sebagai dalilnya, tanpa menyinggung esensi dari tiap materi tersebut yakni tawḥīdullāh. Selanjutnya materi yang diberikan hanya berkutat

pada sifat-sifat Allah, Rasul-rasul Allah, serta hal-hal yang bersifat gaib seperti malaikat, jin dan hari akhir. Ruang lingkup ajaran Islam yang ada yakni ‘aqīdaħ , syari’ah dan akhlak, dipahami sebagai tiga hal yang terpisah, sehingga pada akhirnya memiliki porsi dan waktu yang bebeda pula dalam penjelasannya. Tentu hal tersebut tidaklah benar karena sesungguhnya ketiga hal tersebut merupakan kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan satu sama lainnya. Pembahasan mengenai akhlak maupun syari’ah berupa fikih, semestinya senantiasa berujung pada mengagungkan Allah, bukan hanya sebatas transfer materi semata, melainkan pula mampu mengangkat hakikat dari keduanya, yakni tawḥīdullāh.

Proses pendidikan yang cenderung parsial di atas, berawal dari pola dan pemikiran yang dipengaruhi oleh pemikiran Barat. Konsep pemikiran Barat yang selalu memisahkan antara urusan agama dengan keilmuan diikuti oleh beberapa tokoh pembaharu Islam seperti Muhammad Ali Pasya, Sultan Mahmud II, Muhammad Abduh dan Sir Sayyid Ahmad Khan. Hal tersebut juga yang dilakukan oleh umat Islam sekarang ini yang mencoba meniru gaya pendidikan Barat dalam berbagai dimensinya, termasuk terhadap pemikiran-pemikiran yang mendasari keberadaan pendidikan atau yang disebut dengan filsafat pendidikan. Hingga sampai saat ini, filsafat yang diberikan kependidikan Islam adalah sepenuhnya pendidikan Barat, dan filsafat itu sendiri mulai meragukan dan menggugat sebagian besar para pakar Muslim. Kuatnya filsafat dan pemikiran yang berkembang di Barat, mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan oleh departemen kependidikan Islam, yang menjadikan filsafat pendidikan Barat sebagai acuan bahkan sepenuhnya diikuti, namun sebaliknya filsafat Islam sedikit demi sedikit mulai terkikis


(11)

8

dari nilai dan wawasan Islam. Penyebabnya adalah ketidaksadaran sebagian muslim untuk menjadikan filsafat Islam sebagai kunci penyelesaian problem pengetahuan dan pendidikan Islam (Qamar, 2005, hal. 209).

Selanjutnya Qamar (2005, hal. 211) juga menambahkan bahwa pengaruh karakter pendidikan Barat itu memasuki hampir semua dimensi pendidikan di kalangan Muslim. Mereka sekarang ini senantiasa meniru jejak-jejak Barat dalam melakukan proses pendidikan, seperti menggunakan sistem klasikal, penjenjangan kelembagaan, penjenjangan kelas, pemakaian kurikulum yang jelas, pembuatan persiapan pengajaran dan sebagainya. Lebih jauh lagi terkadang kita berupaya keras untuk mengikuti suatu pola atau tehnik pendidikan tertentu, padahal negara yang kita ikuti itu telah lama merubah kebijakan pendidikannya yang dianggap kurang efektif dan efisien. Dengan kata lain, mereka telah meninggalkan suatu kebijakan yang sedang kita ikuti dan kita jadikan referensi.

Probelamatika dilematis yang telah dipaparkan di atas, pernah juga diungkapan tokoh Islamisasi science yakni Isma’il Raji al-Faruqi. Dia mengungkapkan bahwa materi dan metodologi yang diajarkan di dunia Islam pada saat ini adalah jiplakan dari materi dan metodologi Barat. Tanpa disadari materi dan metodologi yang hampa itu terus memberi pengaruh yang jelek yang mendeIslamisasikan siswa, dengan berperan sebagai alternatif bagi materi dan metodologi Islam serta sebagai bantuan untuk mencapai kemajuan dan modernisasi. Dan dengan hal tersebut tentu membahayakan kelangsungan upaya yang selama ini ditempuh yakni “Proyek Islamisasi Ilmu Pengetahuan” termasuk didalamnya pendidikan (Qamar, 2005, hal. 212).

Kenyataan tersebut tercatat dalam sejarah pembaruan Islam di Turki yakni yang dilakukan oleh Mustafa Kemal. Dengan semangat westernisme, sekulerisme dan nasonalisme yang diusungnya, dia mengadakan perombakan pendidikan secara mendasar dengan menutup madrasah yang kemudian diganti dengan sekolah khusus membina imam dan khatib, menghapuskan pendidikan agama di sekolah-sekolah, menghapus bahasa Arab dan Persia dalam kurikulum sekolah, serta menukar tulisan Arab dengan tulisan latin.


(12)

9

Namun hasilnya pada saat ini, Turki tidak mampu mencapai kemajuan peradaban sebagaimana yang dicapai negara-negara Barat (Qamar, 2005, hal. 212).

Dari deskripsi di atas, memberikan gambaran bahwa pendidikan yang berjalan di kalangan muslim saat ini adalah berorientasi pada model pendidikan Barat. Mereka berpendapat bahwa setiap pengembangan ilmu bersifat netral, artinya tidak ada sangkutpautnya dengan hal apapun, termasuk di dalamnya adalah agama. Tidak hanya pemisahan keilmuan kealaman dan sosial terhadap agama, kaitannya dalam pendidikan agama sendiri,

mengambil istilah Isma’il Razi al-Faruqi, menjiplak materi dan metodelogi pendidikan Barat. Alhasil pendidikan Islam yang seharusnya integratif justru menjadi pendidikan yang dipisah-pisahkan dan cenderung parsial. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa ketauhidan yang dimiliki sangat lemah, karena ternyata proses pendidikan sebagai media pengajaran dan penanaman nilai-nilai tauhid tidak berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, karya-karya berupa tulisan dan buku pedoman yang berkaitan dengan tauhid pun cenderung dipisahkan dengan materi yang lain, seolah-olah tauhid hanya berkisar pada sifat Allah, malaikat dan hal-hal gaib.

Pemahaman tersebut tentu sangat tidak sesuai, karena al-Qurān sebagai sumber ajaran Islam tidak pernah memisahkan antara urusan agama dengan keilmuan. Melainkan dalam al-Qurān antara ilmu dan agama merupakan suatu yang tidak terpisah dan bukan untuk dipisahkan. Kecenderungan pemisahan tersebut terjadi karena adanya pemenggalan ayat yang dilakukan terhadap al-Qurān sehingga memunculkan pernafsiran yang cenderung parsial. Hal ini pula yang menjadi penyebab mengapa dalam pendidikan Islam sendiri terdapat pemisahan antara satu pembahasan dengan pembahasan lainnya, baik dari segi tehnik pembelajaran maupun materinya. Dan tauhid merupakan hal yang seringkali terabaikan disetiap proses pembelajaran karena dianggap mempunyai porsi sendiri. Seharusnya dalam setiap proses pembelajaran, inti dari pembelajaran tersebut harus kembali mengagungkan Allah atau didalamnya terdapat penanaman nilai-nilai ketauhidan.


(13)

10

Apabila meneliti lebih mendalam tentang bagaimana Rasulullah menanamkan nilai-nilai tauhid kepada keluarga, sahabat dan umatnya, tidak ada secara khusus pendidikan tauhid yang dilakukan Rasul pada saat beliau hidup. Melainkan Rasulullah dalam menyampaikan berbagai risalahnya, berpusat pada ketauhidan, atau dalam bahasa lainnya penanaman tauhid bersifat inhern dalam berbagai risalah yang disampaikan. Alhasil hasil pendidikan Rasul adalah umat yang memiliki kecerdasan dan kepribadian yang unggul karena dilandasi oleh ketauhidan yang bekualitas. Cara dan tindakan Rasulullah terkait pendidikan tentu berdasarkan bimbingan dari Allah melalui wahyu yakni al-Qurān (Al-Nahlawi, 2008, hal. 28). Hal tersebut tentunya untuk diajarkan serta dijadikan tauladan oleh seluruh umatnya.

Al-Qurān sebagai sumber ajaran Islam yang merupakan wahyu Allah serta merupakan sumber hukum yang utama yang berisi petunjuk bagi

manusia. “Al-Qurān adalah kitab hidayah yang memberikan petunjuk kepada manusia seluruhnya dalam persoalan-persoalan ‘aqīdaħ, tasyrī dan akhlak demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat” (Shihab, 2007, hal. 59). Isi kandungan al-Qurān yang konperhensif menjelaskan berbagai aspek dalam kehidupan, memiliki subtansi yang utama adalah ketuhanan (tawḥīdullāh).

Adapun tema-tema yang terkandung dalam al-Qurān semuanya mengitari tema sentral yaitu tentang ketauhidan. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Sayyid Quthb (Fath, 2010, hal. 418) bahwa:

Ayat-ayat al-Qurān mengitari satu tema sentral yaitu tentang ketuhanan. Al-Qurān dari awal sampai akhir hanya menegaskan dan menjelaskan hakikat tema ketuhanan tersebut, serta menerangkan pengaruhnya terhadap manusia, anjuran-anjuran lain yang dikandung al-Qurān hanya dimaksudkan untuk mempertegas tema besar itu, memperdalam maknanya, memperluas argumentasinya, menerangkan pengaruh dalam kehidupan manusia, baik bagi ‘aqīdaħ , ibadah dan amal mereka.

Selanjutnya Sayyid Quthb (Fath, 2010, hal. 418) juga mengungkapkan bahwa tema ketuhanan merupakan poros dan tujuan utama, maka al-Qurān meneguhkan hal tersebut secara terus menerus. Beliau juga bependapat bahwa kehidupan manusia di dunia tidak akan penah tegak kecuali jika


(14)

11

masalah ketuhanan tegak dalam ‘aqīdaħ dan aktivitas manusia. Berkenaan

hal tesebut juga, beliau mengungkapkan bahwa semua kandungan al-Qurān terarah untuk menjelaskan masalah tersebut yakni diturunkannya al-Qurān untuk menetapkan bahwa Allah adalah Żāt Pencipta, Penguasa, Pemberi rezeki, dan Penguasa yang mengatur alam semesta. Karena sifat-Nya yang Maha Pencipta, Menguasai, dan Memberi rezeki, maka Dia adalah Żāt Maha kuasa. Makhluk, rezeki, manfaat dan madarat tidak mungkin ada tanpa diri-Nya. Dialah Żāt Maha Suci, Penguasa Tunggal di alam semesta.

Al-Qurān memiliki cara yang menakjubkan dan unik sehingga dalam konsep pendidikan yang terkandung didalamnya, al-Qurān mampu menciptakan individu yang beriman dan senantiasa meng-Esakan Allah.

Al-Qurān pula telah memberikan kepuasan penalaran yang sesuai dengan kesederhanaan dan fitrah manusia tanpa unsur paksaan. Di dalamnya pula disertai dengan pengutamaan afeksi dan emosi manusiawi, sehingga

Al-Qurān mengetuk akal dan hati secara sekaligus. Cara al-Qurān memberikan pemahaman tentang konsep pendidikan yang ada didalamnya, selalu diawali dari hal yang bersifat konkret, seperti hujan, tumbuhan, angin, dan lain-lain menuju sesuatu yang abstrak yakni keberadaan, kebesaran dan kekuasaan dan berbagai kesempurnaan Allah. Pernyataan materi tersebut terkadang dengan menggunakan metode bertanya baik bertujuan untuk mengkritik maupun mengingatkan, dan cara yang istimewa lainnya yang dapat menggali emosi Rabbaniyah dalam diri seseorang, seperti ketundukan, rasa syukur, serta rasa cinta dan kekhususan kepada Allah (Al-Nahlawi, 2008, hal. 30).

Dari deskipsi di atas memberikan gambaran bahwa eksistensi tauhid dalam al-Qurān sangatlah besar, hal tersebut dikarenakan karena setiap ayat dan tema dalam al-Qurān berporos pada tawḥīdullāh. Menjadi sebuah kajian

yang penting adalah bagaimana al-Qurān dengan berbagai tema di setiap ayatnya, memberikan penanaman nilai-nilai ketauhidan secara benar dan optimal. Tentu untuk mendapatkan pemahaman tersebut yang selanjutnya dapat diturunkan ke dalam tataran apikasi, haruslah melalui pengkajian ayat-ayat al-Qurān terlebih dahulu dengan tafsirannya, serta analisis dan


(15)

12

perenungan. Karena pada dasarnya al-Qurān secara konperhensif dan jelas telah menawarkan konsep pendidikan yang terbaik. Mengingat bahwa poses pendidikan selama ini cenderung parsial dengan memisahkan subtansi materi yang sebenarnya terkait tujuan pendidikan Islam kepada peserta didiknya dalam hal ini tauhid, maka diperlukan konsep yang tepat, sebagai solusi agar pendidikan tauhid dapat tersampaikan secara optimal.

Keseluruhan dari ayat al-Qurān mengarahkan pembacanya untuk mengagungkan Allah dari Żāt, ifāt, dan Af’al-Nya, dalam arti lain subtansi al-Qurān sepenuhnya adalah tauhid. Program Studi Ilmu Pendidikan Islam, dalam pembelajarannya terdapat mata kuliah Tafsir Tematik dengan menggunakan metode mawḍū’ī yang diberikan dibeberapa semester kepada

para mahasiswanya. Dan disetiap semesternya memiliki tema-tema sebagai acuan dalam memahami ayat-ayat al-Qurān. Untuk semester pertama bertemakan tafsir ‘aqīdaħ yakni mengkaji nilai-nilai ‘aqīdaħ (tauhid) yang

terkandung dalam ayat-ayat al-Qurān. Adapun ayat-ayat yang dikaji tidak seluruh ayat dalam al-Qurān, melainkan beberapa ayat dan surat yang telah ditentukan dalam mata kuliah tersebut, dan kemudian dijadikan kajian pada penelitian ini.

Didasari latar belakang di ataslah penulis tergugah untuk meneliti lebih dalam serta menuangkannya dalam sebuah tesis yang berjudul “Konsep

Pendidikan Tauhid Dalam Perspektif Al-Qurān (Studi Mawḍū’ī

Ayat-Ayat Materi Tafsir 1 Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam dengan Kajian Tafsir al-Miṣbāḥ, al-Azhar, FīŻilāl al-Qurān, al-Qurṭūbi, dan Ibn Kaṡīr)”. Penelitian ini sangatlah penting untuk memberikan kontribusi bagi para guru dan orang tua tentang bagaimana pendidikan tauhid yang seharusnya diberikan sesuai dengan al-Qurān.

B. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka peneliti merasa perlu untuk merumuskan apa yang menjadi

permasalahannya. Secara umum, masalah utamanya adalah: “pendidikan


(16)

13

orang tua kurang optimal dan cenderung parsial, serta kurang adanya perspektif al-Qurān dalam proses pembelajaran tauhid”.

Untuk lebih memudahkan dalam proses penelitian, maka penulis menyusun beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana eksistensi tauhid dalam al-Qurān berdasarkan pada ayat-ayat materi tafsir 1 Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam?

2. Bagaimana penfsiran tafsir al-Mi bāḥ, al-Azhar, Fī Żilāl Qurān,

al-Qurṭūbi, dan Ibn Ka īr terhadap ayat-ayat materi tafsir 1 Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam?

3. Bagaimana konsep pendidikan tauhid yang ditawarkan al-Qurān berdasarkan pada ayat-ayat materi tafsir 1 Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam?

4. Bagaimana langkah-langkah pendidikan tauhid berdasarkan pada ayat-ayat materi tafsir 1 Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai konsep pendidikan tauhid perspektif al-Qurān berdasarkan kajian ayat-ayat pendidikan tauhid.

2. Tujuan Khusus

Agar lebih jelas target yang dicapai, maka peneliti perlu merinci tujuan umum di atas pada tujuan khusus sebagai target yang harus dicapai oleh penelitian ini. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk menemukan eksistensi tauhid dalam al-Qurān berdasarkan pada

ayat-ayat materi tafsir 1 Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam.

b. Untuk menemukan penafsiran tafsir al-Mi bāḥ, al-Azhar, Fī Żilāl al-Qurān, al-Qurṭūbi, dan Ibn Ka īr terhadap ayat-ayat materi tafsir 1 Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam.

c. Untuk menemukan konsep pendidikan tauhid perspektif al-Qurān berdasarkan pada ayat-ayat materi tafsir 1 Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam.


(17)

14

d. Untuk menemukan langkah-langkah pendidikan tauhid berdasarkan pada ayat-ayat materi tafsir 1 Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari dua sisi:

Pertama, manfaat secara teoretis, dan kedua, manfaat secara praktis.

1. Secara Teoretis

Secara teoretis dari tesis ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan (kontribusi) terhadap keilmuan (science) khususnya berkaitan dengan metode pendidikan tauhid yang terkandung dalam al-Qurān.

2. Secara praktis

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi berbagai pihak terutama yang berhubungan dengan dunia pendidikan termasuk di dalamnya guru seperti:

a. Bagi dosen atau pengajar, dan umumnya seluruh civitas akademik lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan positif sebagai bahan ajar pada perkuliahan serta dapat dijadikan pegangan dalam memberikan pamahaman tentang metode pendidikan tauhid dalam al-Qurān.

b. Bagi mahasiswa Program Penddidikan Agama Islam, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi bagi penelitian dengan tema yang serupa, tentunya dalam bidang Pendidikan Islam.

c. Bagi guru penlitian ini bisa menjadi referensi tentang bagaimana pelaksanaan metode pendidikan tauhid sesuai dengan al-Qurān.

d. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan rujukan dalam memahami metode pendidikan tauhid dalam al-Qurān.

E. Struktur Organisasi Tesis

Sistematika tesis ini disusun atas lima bab, yaitu: 1) Pendahuluan, 2) Kajian Teori, 3) Metode Penelitian, 4) Hasil Penelitian dan Pembahasan, dan 5) Kesimpulan dan saran.


(18)

15

BAB I Pendahuluan, dikemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis.

BAB II Kajian Teori, berisi teori-teori yang berkaitan dengan konsep tauhid yang meliputi makna tauhid, ruang lingkup tauhid, macam-macam tauhid, dan mengenai syirik; konsep pendidikan Islam yang meliputi sumber dan dasar pendidikan Islam, prinsip, tujuan, materi, metode, dan evaluasi pendidikan Islam; kemudian konsep pendidikan tauhid yang meliputi makna pendidikan tauhid, sumber, manfaat dan tujuan pendidikan tauhid, materi pendidikan tauhid, metode pendidikan tauhid, serta evaluasi pendidikan tauhid.

BAB III Metode Penelitian, pada bab ini berisi tentang pendekatan dan metode penelitian, data dan sumber data, instrumen penelitian, teknis analisis data, dan tahapan penelitian.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini dibahas hasil penelitian disertai dengan analisisnya. Adapun hasil penelitian ini mencakup eksistensi tauhid dalam al-Qurān, penafsiran para mufassir, konsep pendidikan tauhid dalam al-Qurān, serta langkah-langkah pendidikan tauhid.

BAB V Penutup, yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan kesimpulan dari jawaban terhadap pokok atau rumusan masalah. Di samping itu peneliti juga memberikan saran-saran sebagai tindak lanjut untuk masa atau penelitian yang akan datang.


(19)

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(20)

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

64

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Dan Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indra manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis (Sugiyono, 2011, hal. 2).

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif, karena kajian yang akan dibahas mengenai pendidikan tauhid dalam al-Qur n khususnya metode yang ditawarkan

al-Qur n dalam mendidik tauhid tehadap anak. Pendekatan kualitatif sendiri adalah pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2011, hal. 8).

Ditinjau dari prosedur umum penelitian, penelitian ini termasuk menggunakan metode studi dokumentasi atau sering disebut sebagai analisis isi (content analysis). Studi dokumentasi merupakan satu di antara metode penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan Rahardjo (2010) bahwa metodologi penelitian kualitatif terdiri dari beberapa macama yakni; etnografi


(21)

65

(ethnograpy), studi kasus (case studies), studi dokumentasi/teks (document

studies), observasi alami (natutal observation), wawancara terpusat (focused interviews), fenomenologi (phenomenology) grounded theory, studi sejarah

(historical research).

Philp Bell (Abdussalam, 2011, hal. 93) mengungkapkan bahwa analisis isi secara sederhana dapat diartikan sebagai metode untuk mengumpulkan dan menganalisis muatan sebuah “teks”. Teks bisa berupa kata-kata, makna gambar, simbol dan gagasan, tema dan bermacam bentuk pesan yang dapat dikomunikasikan. Analisis isi berusaha memahami data bukan sebagai kumpulan peristiwa fisik tetapi sebagai gejala simbolik untuk mengungkap makna yang terkandung dalam sebuah teks, dan memperoleh pemahaman terhadap pesan yang dipresentasikan.

Ada beberapa syarat dalam mempergunakan metode analisis isi sebagaimana Abdussalam (2011, hal. 92) mengutip dari Cokroaminoto bahwa syarat-syarat analisis isi adalah sebagai berikut:

1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi.

2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.

3. Peneliti mimiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas dan spesifik.

Berdasarkan syarat penggunaan metode analisis yang telah dipaparkan di atas, secara umum bisa dipahami bahwa analisis isi harus memiliki metode dan pendekatan tersendiri yang dapat menyesuaikan dengan karakteristik dan jenis isi (content) yang akan diteliti. isi berupa teks yang diteliti dalam penelitian ini adalah al-Qur n, maka metode analisis isi tersebut lebih tepat dioperasionalkan dengan merode tafsir.

Menurut al-Farmawi (2002, hal. 23) setidaknya ada empat macam metode tafsir yang telah diakui oleh para mufasir sampai saat ini, yaitu


(22)

66

metode tafsir tahlīli (analisis), ijmalī (global), muqarān (komparasi), dan mawḍū’ī (tematik).

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

mawḍū’ī (tematik) yakni menafsirkan ayat al-Qur n tidak berdasarkan atas urutan ayat dan surah yang terdapat dalam mushaf, tetapi berdasarkan masalah yang dikaji. Mufassir, dengan menggunakan metode ini, menentukan permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam al-Qur n. Kemudian ia mengumpulkan ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah tersebut yang tersebar dalam berbagai surah. (Yusuf, 2012, hal. 139).

Ada beberapa langkah yang harus ditempuh seorang mufassir ketika menggunakan teknik penafsiran ini. al-Farmawi (2002, hal. 51) mengungkapkan secara terperinci langkah-langkah yang hendaknya ditempuh untuk menerapkan metode mawḍū’ī, yaitu sebagai berikut.

1. Menentukan permasalahan atau topik yang akan dikaji

2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah atau topik tersebut 3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan

tentang asb b al-Nuzul-nya,

4. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut di dalam surahnya masing-masing, 5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline),

6. Melengkapi pembahasan dengan adīṡ- adīṡ yang relevan dengan pokok bahasan,

7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jelas menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengompromikan antara yang ‘am (umum) dan yang khas (khusus), mutlaq dan muqayyad (terikat), atau yang lahirnya bertentangan, sehingga semuanya bertemu dalam satu muara, tanpa adanya perbedaan dan pemaksaan.

Kemudian menurut Shihab (2007, hal. 69) metode tafsir mawḍū’ī yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufassīr dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur n yang berbicara tentang suatu tema serta mengarahkan kepada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat itu turun secara berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam al-Qur n dan berbeda


(23)

67

waktu dan tempat turunnya. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan penelitian pada ayat-ayat yang terdapat dalam bahan ajar Mata Kuliah Tafsir 1 (tafsir ayat-ayat ‘aqīdaħ), adapun ayat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Al-F ti aħ ayat 1-7

2. Al-‘Alaq ayat 1-8 3. Al-Ra m n ayat 31-34 4. Al-Baqaraħ ayat 163-164 5. li ‘Imr n ayat 189-191 6. Luqm n ayat 20-22 7. Al- asyr ayat 21-24 8. Al-An’ m ayat 114-117

9. Al-Syūr ` ayat 11-13 10.Ibr hīm ayat 25-28

Metode mawḍū’ī merupakan metode pokok, namun secara operasinalnya peneliti menggunakan tehnik muqarān dan taḥlīli, karena keduanya merupakan bagian dari langkah-langkah mawḍū’ī. Muqarān (perbandingan atau komparasi) yakni menjelaskan ayat-ayat al-Qur n dengan merujuk kepada penjelasan-penjelasan para mufassīr (Anwar, 2000, hal. 160). Adapun tafsir-tafsir yang digunakan dan merupakan tafsir utama adalah tafsir

al-Miṣbāḥ1, al-Azhar, Fī Ļilāl al-Qurān2, al-Qurṭūbi3, dan Ibn Kaṡīr4, disertai

tafsir lain sebagai penunjang diantaranya tafsir al-Marāgi5. Dan taḥlīli (analisis) yakni menjelaskan maksud atau kandungan ayat-ayat al-Qur n dari berbagai aspeknya dengan mengikuti urutan muṣḥaf, ayat perayat dan surat

persurat (al-Farmawi, 2002, hal. 23)

B. Data Dan Sumber Data

Adapun data-data yang disiapkan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari literatur yaitu dengan mengadakan riset pustaka (library

1

Nama asli tafsir ini sebelum ditransliterasi adalah: Tafsir Al-Mishb ẖ

2

Nama asli tafsir ini sebelum ditransliterasi adalah: Tafsir Fi Zhilalil Qur’an

3

Nama asli tafsir ini sebelum ditransliterasi adalah: Tafsir Al-Qurthubi

4

Nama asli tafsir ini sebelum ditransliterasi adalah: Tafsir Ibnu Katsir

5


(24)

68

research) yang bertujuan untuk mengumpulkan data informasi dengan

bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan. Riset pustaka adalah suatu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan. Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seperti data primer dan data sekunder, yaitu sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Sumber data primer dalam penulisan tesis ini adalah tafsīr QS. al-F ti aħ [1]: 1-7, al-‘Alaq [96]: 1-8, al-Ra m n [55]: 31-34, al-Baqaraħ [2]: 163-164, li ‘Imr n [3]: 189-191,

Luqm n [31]: 20-22, al- asyr [59]: 21-24, al-An’ m [6]: 114-117, al-Syūr ` [42]: 11-13, dan Ibr hīm [14]: 25-28. Kemudian terdapat juga tafsir yang menjadi data primer dalam penelitian ini adalah tafsir al-Miṣbāḥ dan al-Azhar.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipubliskan dan tidak dipubliskan. Adapun data sekunder dalam pnelitian ini adalah tafsir-tafsir yang dijadikan rujukan yakni tafsir FīĻilāl al-Qurān, al-Qurṭūbi, dan Ibn Kaṡīr, disertai tafsir lain yakni al-Maragi. Tafsir-tafsir tersebut

dkategorikan kepada data sekunder karena tidak diambil dari teks aslinya melainkan terjemah.

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat peneitian adalah peneliti itu sendiri. peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,


(25)

69

menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2011, hlm. 305). Kemudian yang merupakan pedoman pada penelitian ini adalah Studi pustak (litelature). Studi pustaka adalah ialah kegiatan yang mengumpulkan data dari pustamka berupa membaca, mengolah, dan mencatat bahan-bahan peelitian. Terdapat tiga batasan yang membedakan penelitian yang lain; pertama, soal penelitian hanya bisa dijawab melalui penelitian pustaka. Kedua, studi kepustakaan sebagai studi pendahuluan atau sebagai tahapan sendiri dalam memahami gejala-gejala tertentu dalam penelitian. Ketiga, data kepustakaan cukup handal menjawab persoalan dengan kekayaan informasi yang telah berbentuk laporan hasil penelitian secara resmi (Zed, 2008, hal. 2-3). Adapun studi pustaka yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah berupa beberapa tafsir terkait kajian ayat-ayat materi tafsir 1 Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam.

D. Teknik Analisis Data

Satori dan Komariah (2012, hal. 200) memaparkan bahwa analisis adalah suatu usaha untuk mengurai suatu masalah atau fokus kajian menjadi bagian-bagian (decomposition) sehingga susunan/tatanan bentuk sesuatu yang diurai itu tampak dengan jelas dan karenanya bisa secara lebih terang ditangkap maknanya atau lebih jernih dimengerti duduk perkaranya.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis konten. Analisis konten yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menganalisis isi makna kandungan QS. al-F ti aħ [1]: 1-7, al-‘Alaq [96]: 1-8, al-Ra m n [55]: 31-34, al-Baqaraħ [2]: 163-164, li ‘Imr n [3]: 189-191, Luqm n [31]: 20-22,

al-asyr [59]: 21-24, al-An’ m [6]: 114-117, al-Syūr ` [42]: 11-13, dan Ibr hīm [14]: 25-28. Menurut Holsti (Satori dan Komariah, 2012: 157) menjelaskan bahwa menganalisis kajian isi dokumen adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis.

Adapun langkah-langkah analisis data menurut Sugiyono (2013, hal. 92-99) yaitu sebagai berikut:


(26)

70

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya mencarinya bila diperlukan.

Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasaan dan kedalam wawasan yang tinggi. Adapun tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan.

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari Al-Qur n dalam surat QS. al-F ti aħ [1]: 1-7, al-‘Alaq [96]: 1-8, al-Ra m n [55]: 31-34, al-Baqaraħ [2]: 163-164, li ‘Imr n [3]: 189-191, Luqm n [31]: 20-22, al- asyr [59]: 21-24, al-An’ m [6]: 114-117, al-Syūr ` [42]: 11-13, dan Ibr hīm [14]: 25-28 dengan maksud mencari nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam kelima surat tesebut tentang konsep pendidikan tauhid. Peneliti mengumpulkan buku-buku tafsīr terlebih dahulu yang berkaitan dengan surat dan ayat di atas kemudian memfokuskan pada hal-hal yang pokok tentang metode pendidikan tauhid dalam al-Qur n. Peneliti mengakui bahwa tafsir yang dugunakan tidak semuanya merupakan tafsir aslinya melainkan terjemahan yakni diantaranya

tafsir Fī Ļilāl al-Qurān, al-Qurṭūbi, dan Ibn Kaṡīr, disertai tafsir lain yakni al-Maragi yang kemudian dijadikan rujukan dalam tahapan analisis.

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi langkah selanjutnya yaitu mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dalam teks yang berṣifāt naratif.

Dalam penelitian ini penulis mengkaji QS. al-F ti aħ [1]: 1-7, al-‘Alaq [96]: 1-8, al-Ra m n [55]: 31-34, al-Baqaraħ [2]: 163-164, li ‘Imr n [3]:


(27)

71

189-191, Luqm n [31]: 20-22, al- asyr [59]: 21-24, al-An’ m [6]: 114-117, al-Syūr ` [42]: 11-13, dan Ibr hīm [14]: 25-28 dengan berbagai tafsīr Al

-Qur n yang sudah ada dan menyajikannya dalam bentuk uraian kemudian

membuat tabel atau bagan agar mempermudah pembaca untuk memahami isi

dari kajian tafsīr surat tersebut kemudian membandingkan tafsīr yang satu

dengan tafsīr yang lainnya dan dipandu oleh ayat-ayat Al-Qur n yang lain. Oleh karena itu, penulis memerlukan kaidah-kaidah dasar dan metode tafsīr Al-Qur n yang mendukung pengungkapan makna dalam Al-Qur n seperti kaidah dilālah dan munāsabah.

Adapun arti daripada dilālah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain, sesuatu yang pertama disebut al-madlūl dan segala sesuatu yang kedua disebut al-dall (petunjuk, penerang atau yang memberi dalil). Sementara munāsabah merupakan korelasi antara ayat dengan ayat dan surat dengan surat yang membantu dalam pemahaman serta pengembangan makna ayat. Secara jelas pengertian dan pembagian dari dilālah serta munāsabah adalah sebagai berikut:

a) Dilālah al-lafļiyyah (Petunjuk Lafaz)

Menurut Syarifuddin (2009, hal.132-133) Dilālah al-lafļhiyyah (petunjuk lafaż) terbagi kepada tiga bagian yaitu:

(1) Dilālah al-lafļhiyyah ţabi’iyyah, yaitu hal-hal yang menunjuk kepada maksud tertentu yang dapat diketahui oleh setiap orang diseluruh alam ini. Contoh: rintihan.

(2) Dilālah al-lafļhiyyah ‘aqliyah, yaitu menggunakan akal petunjuk itu dapat diketahui kepada maksud tertentu. Contoh: suara kendaraan.

(3) Dilālah al-lafļhiyyah waḍi’iyyah, yaitu melalui istilah yang dipahami dan digunakan bersama untuk maksud tertentu. Contoh: “binatang yang

mengeong” maksudnya adalah kucing. Adapun Dilālah al-lafļhiyyah wađi’iyyah para ahli membagi lagi menjadi tiga bentuk yaitu:

(a) Muţabiqiyyah, yaitu bila istilah dikemukakan merupakan keseluruhan yang lengkap dan mencangkup unsur yang harus ada.


(28)

72

(b) Taḍammuniyah, yaitu salah satu bagian yang terkandung dalam keutuhan

istilah itu meskipun hanya menggunakan salah satu unsur saja, namun data menunjukkan maksud yang dituju.

(c) Iltiẓamiyyaħ, yaitu bukan arti atau istilah yang sebenarnya tetapi merupakan sifat yang sudah lazim.

b) Munāsabah (Korelasi / hubungan antara ayat ataupun antara surat)

Menurut Anwar (2000: 92) memaparkan bahwa munāsabah terdiri dari dua bagian, yaitu:

(1) Munāsabah antara ayat yang letaknya berdampingan sering terlihat dengan jelas. Munāsabah antar ayat yang terlihat dengan jelas umumnya menggunakan pola ta’kīd (penguatan), tafsīr (penjelas), i’tirāḍ (bantahan) dan tasydīd (penegasan).

(2) Munāsabah antar ayat dengan ayat dari surat yang lain dari segi makna. Dengan demikian, data yang sudah ada yaitu QS. al-F ti aħ [1]: 1-7,

al-‘Alaq [96]: 1-8, al-Ra m n [55]: 31-34, al-Baqaraħ [2]: 163-164, li ‘Imr n [3]: 189-191, Luqm n [31]: 20-22, al- asyr [59]: 21-24, al-An’ m [6]: 114-117, al-Syūr ` [42]: 11-13, dan Ibr hīm [14]: 25-28 dianalisis secara sistetik terhadap dilālah dan munāsabah yang digunakan, sehingga proses analisis dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

a. Kajian analisis fokus terhadap penelitian yaitu QS. al-F ti aħ [1]: 1-7,

al-‘Alaq [96]: 1-8, al-Ra m n [55]: 31-34, al-Baqaraħ [2]: 163-164, li ‘Imr n [3]: 189-191, Luqm n [31]: 20-22, al- asyr [59]: 21-24, al-An’ m [6]: 114-117, al-Syūr ` [42]: 11-13, dan Ibr hīm [14]: 25-28.

b. Menelusuri latar belakang turunnya ayat tersebut (Asbāb an-Nuzūl).

c. Mencari dan menggunakan ayat-ayat Al-Qur n yang lainnya yang berkenaan dengan kajian ayat yang sedang diteliti.

d. Memberikan penjelasan terhadap data sesuai dengan penafsīran yang telah

ditemukan oleh para mufassīr yang sudah ada pada masing-masing kitab

tafsīr yang digunakan dalam penelitian ini dan membandingkan tafsīr yang satu dengan tafsīr yang lainnya, mensintensiskannya, kemudian penulis


(29)

73

e. Menganalisis makna ayat dengan tujuan untuk menemukan konsep pendidikan tauhid yang terkandung dalam QS. al-F ti aħ [1]: 1-7, al-‘Alaq [96]: 1-8, al-Ra m n [55]: 31-34, al-Baqaraħ [2]: 163-164, li ‘Imr n [3]: 189-191, Luqm n [31]: 20-22, al- asyr [59]: 21-24, al-An’ m [6]: 114-117, al-Syūr ` [42]: 11-13, dan Ibr hīm [14]: 25-28.

3. Conclusion Drawing / Verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Hberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif dan hipotesis atau teori.

Setelah menempuh langkah-langkah yang disebutkan di atas, langkah terakhir yaitu peneliti akan menarik kesimpulan mengenai QS. al-F ti aħ [1]: 1-7, al-‘Alaq [96]: 1-8, al-Ra m n [55]: 31-34, al-Baqaraħ [2]: 163-164, li

‘Imr n [3]: 189-191, Luqm n [31]: 20-22, al- asyr [59]: 21-24, al-An’ m [6]: 114-117, al-Syūr ` [42]: 11-13, dan Ibr hīm [14]: 25-28 dan akan memberikan kejelasan atas gambaran yang sebelumnya masih samar menjadi jelas mengenai nilai-nilai pendidikan dalam ayat-ayat tersebut, tentang konsep pendidikan tauhid.

E. Tahapan Penelitian

Rumusan metodologi yang telah dipaparkan di atas, berujung pada langkah oprasaional yang bersifat konkrit berupa langkah-langkah penelitian yang disusun sedemikian rupa agar penelitian ini pada akhirnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu, langkah-langkah penelitian ini menjadi prosedur bagaimana penelitian ini disusun sampai kepada penemuan hasil penelitian.

Langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ini, mengikuti arahan dan pedoman metode tafsir mawḍū’ī yang dikemukakan Al-Farmawi (2002, hal. 51), disertai pengembangannya yang mengutip dan mengadaptasi dari


(30)

74

langkah-langkah dalam disertasi Aam Abdussalam (2011, hal. 112) dengan sedikit penyesuaian dengan kapasitas penulis sendiri. adapun langkah-langkah penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan masalah yang akan dibahas.

2. Menetapkan surat dan ayat-ayat yang menjadi sumber atau rujukan utama berdasarkankan topik yang akan dibahas, yakni ayat-ayat tentang konsep pendidikan tauhid.

3. Menghimpun dan menyusun ayat-ayat berdasar runtutan turun disertai asbāb

al-nuzūl-nya.

4. Menganalisis penafsiran-penafsiran yang telah dikembangkan berbagai tafsir. 5. Mengkaji aspek-aspek balagiyah yang muncul pada ayat yakni bentuk kata,

bentuk dan karakteristik kalimat, serta hubungan antar ayat.

6. Mencari ayat-ayat lain yang dapat menunjang penafsiran dan analisis ayat yang sedang dikaji.

7. Mencari ḥadīṡ-ḥadīṡ yang berhubungan ayat yang dikaji, dengan dibatasi pada makna-makna yang memiliki kaitan langsung dengan fokus penelitian. 8. Menentukan sikap penulis terhadap berbagai penafsiran yang ada, dan

selanjutnya menetukan penafsiran yang akan digunakan. 9. Menyimpulkan kajian dan penafsiran.

10.Mencari korelasi antara konsep pendidikan tauhid yang dikaji dengan memposisikannya sesuai dengan komponen pendidikan.

11.Melakukan sintetis dan analisis terhadap ayat dan seluruh hasil kajian. Adapun langkah sintesis ini berusaha menangkap pesan-pesan medasar dari ayat, penafsiran,dan hasil bahasannya untuk mempertimbangkan paradigma dasar (pendekatan) dan prinsip-prinsip yang dapat diturunkan dari pembahasan tersebut. Sedangkan langkah analisis memandang ayat-ayat beserta penafsirannya sebagai pernyataan normatif yang kemudian dianalisis dan diterjemahkan secara objektif.


(31)

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(32)

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1

DAFTAR PUSTAKA

_____. (2002). Alqur’an dan Terjemahannya. Penerjemah: Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Jakarta: CV Darus Sunnaħ.

Abdurrasyid, & Hidayat. (2005). Kamus Lengkap Arab-Indonesia

(Kontekstual-Aplikatif). Bandung: Pustaka Setia.

Abdussalam, A. (2011). Disertasi; Pembelajaran dalam Al-Qurān Al-Karim.

Bandung. Belum Diterbitkan.

Abdussalam, A. (2011). Paradigma Taw īd Kajian Paradigma Alternatif Dalam Pengembangan Ilmu dan Pembelajaran. Ta`lim Pendidikan Agama Islam

Vol.9, 113-126.

Ade. (2013, Desember 08). ICW: Korupsi Pendidikan Capai Rp619,0 M di

2003-2013. Retrieved from OkeZone.com:

http://kampus.okezone.com/read/2013/12/08/373/909104/icw-korupsi-pendidikan-capai-rp619-0-m-di-2003-2013

al-Badr, S. '. (2008). Keagungan nilai-nilai taw īd dalam ayat kursi. jakarta.

Jakarta: Pustaka Imam Al-Syafi'i.

Al-Faruqi, I. R. (1988). Taw īd: Its Implication for Thought and Life. (R. Astuti,

Trans.) Bandung: Pustaka.

Ali, M. D. (2010). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Alim, M. (2011). Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan

Keoribadian Muslim. Bandung: Remaja Rosdakarya.

al-Jazairi, A. B. (2001). 'Aqidah al-Mu'min. (S. H.M, Trans.) Jakarta: Pustaka Amani.

Al-Khumayyis, M. b. (tt). Syirik dan Sebabnya. Jakarta: Gema Insani Press. al-Khuraishi, I. b.-S. (2007). Hal-hal Yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Jakarta: Pustaka Imam Al-Syafi'i.

Al-Maragi, A. M. (1992). Tafsir Al-Maragi (Jil. 1). (K. U. Sitanggal, Penerj.) Semarang: CV.Toha Putra.

Al-Maragi, A. M. (1994). Tafsir Al-Maragi (Jil. 5). (K. U. Sitanggal, Penerj.) Semarang: CV.Toha Putra.


(33)

2

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Al-Nahlawi, A. (1996). Prinsip-Prinsip dan Metode PendidikanIslam. Bandung: Diponogoro.

Al-Nahlawi, A. (2008). Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani.

Al-Qurthubi, S. I. (2007). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 1). (A. Khatib, Penerj.) Jakarta: Pustaka Aszam.

Al-Qurthubi, S. I. (2008a2). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 2). (A. Khatib, Penerj.) Jakarta: Pustaka Aszam.

Al-Qurthubi, S. I. (2008b3). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 3). (A. Khatib, Penerj.) Jakarta: Pustaka Aszam.

Al-Qurthubi, S. I. (2009). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 20). (A. Khatib, Penerj.) Jakarta: Pustaka Aszam.

Al-Syaibany, O. M.-T. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Al-Wahab, M. I. (1995). Kitab al-Taw īd. (M. Y. Harun, Trans.) Riyad:

Departemen Urusan Agama Islam dan Dakwah dan Irsyad. Anwar, R. (2000). Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. Arifin. (2008). Ilmu Pendidik Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, M. (2008). Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis

Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.

Armai, A. (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.

Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

Attabik, A & Muhdhor. A. Z. (1996). Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Surabaya: Multi Karya Graa

Asmuni, Y. (1993). Ilmu Tau īd. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Asyafah, Abas. (2010). Konsep Tadabbur al-Qur'an. Bandung: Maulana Media Grafika


(34)

3

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Basry, H. (1989). Tegakkan Tau īd Tumbangkan Syirik. Solo: Ramadhani.

BeritaSatu.com. (2013, November 20). Sepanjang 2013, 19 Pelajar Tewas

Karena Tawuran. Retrieved from Berita Satu.com:

http://www.beritasatu.com/megapolitan/151139-sepanjang-2013-19-pelajar-tewas-karena-tawuran.html

Ḍamīriyyaħ, 'Uṡmān. (1993). al-Dirāsaħ al-'Aqīdaħ al-Islāmiyyaħ. Jeddah: al-Maktabaħ al-Sawādī.

Daradjat, Z. (2003). Ilmu JIwa Agama. Jakarta: PT. Bulan Bintang. Daradjat, Z. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Fath, A. F. (2010). Nadzariat al-Wihdah al-Qur'aniyyah. (N. Abbas, Trans.) Jakarta: Pustaka Al-Kausar.

Haidir, S. A. (2010). Taw īd dan Makna Syahadatain dan Hal-hal Yang Membatalkan Keislaman. tk: tp.

Hamka, P. D. (1982a1). Tafsir Al Azhar (Juz. 1). Jakarta: Pustaka Panjimas. Hamka, P. D. (1982b2). Tafsir Al Azhar (Juz. 10). Jakarta: Pustaka Panjimas. Hamka, P. D. (1982c10). Tafsir Al Azhar (Juz. 10). Jakarta: Pustaka Panjimas. Hamka, P. D. (1983). Tafsir Al Azhar (Juz. 5). Jakarta: Pustaka Panjimas. Harahap, H. M. (2007). Rahasia Al-Qurān . Jogjakarta: Darul Hikmah.

Hasbi, M. (2009). Konsep Taw īd Sebagai Solusi Problematika Pendidikan Agama bagi Siswa Madrasah. Insania, Vol 14, 289-319.

Ihsan, H. I. (1998). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia. Ismail, R. (2008). Menuju Hidup Islami. Yogyakarta: Insan Madani.

Jawas, Y. b. (2006). Syarah 'Aqidah Ahlu al-Sunnaħ wa al-Jama'ah. Bogor:

Pustaka Imam Syafi'i.

Katsir, Ibnu. (2008a1). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 1). (M. A. Al-Atsari, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Katsir, Ibnu. (2008b2). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 2). (M. A. Al-Atsari, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.


(35)

4

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Katsir, Ibnu. (2008c3). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 3). (M. A. Al-Atsari, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Katsir, Ibnu. (2008d6). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 3). (M. A. Al-Atsari, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Katsir, Ibnu. (2009). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 5). (M. A. Al-Atsari, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Maknun, M.S. (2010). Suramnya Surga, Indahnya Neraka. Yogyakarta: Mutiara Media

Muhaimin, dkk. (2005). Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Prenada Media.

Mujib, A., & Mudzakkir, J. (2008). Ilmu Pendidikan Islam . Jakarta: Kencana. Mujieb, M.A., Dkk. (2009). Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali. Jakarta:

Hikmah.

Mukni'ah. (2011). Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi

Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Munadi, Y. (2010). Media Pembelajaran; Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press.

Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Qamar, M. (2005). Epistimologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga

Metode Kritik. Jakarta: Erlangga.

Q-anees, B., & Hambali, A. (2009). Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Quthb, S. (2008a1). Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Di Bawah Naungan Al-Qurān (Jil. 1). (A. Y. Basyarahil, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Quthb, S. (2008b2). Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Di Bawah Naungan Al-Qurān (Jil. 2). (A. Y. Basyarahil, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Quthb, S. (2008c3). Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Di Bawah Naungan Al-Qurān (Jil. 12). (A. Y. Basyarahil, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Quthb, S. (2008d12). Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Di Bawah Naungan Al-Qurān (Jil. 12). (A. Y. Basyarahil, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.


(36)

5

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Rasyid, D. (2000). Islam Dalam Berbagai Dimensi. Jakarta: Gema Insani Press. Rianti, A.A. (2013), Cara Rasulullah Saw. Mendidik Anak. Jakarta: Elex Media Kumputindo.

Satori, D. dan Komariah, A. . (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sauri, S. (2006). Membangun Komunikasi dalam Keluarga. Bandung: Genesindo. Shihab, M. Q. (2002a1). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 1). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2002b15). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 15). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2007). Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat. Bandung: Pustaka Mizan.

Shihab, M. Q. (2009a1). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 1). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2009b2). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 2). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2009c12). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 12). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2009d13). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 13). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2009e15). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 15). Jakarta: Lentera Hati.

Suara Pembaruan. (2013, November 14). Pornografi Di Kalangan Pelajar

Mengerikan. Retrieved from Suara Pembaruan:

http://www.suarapembaruan.com/home/pornografi-di-kalangan-pelajar-mengerikan/44891

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suparta, M. (2011). Ilmu adīṡ . Jakarta: Rajawali Pers.

Suresman, E. (2009). Esensi Aqidah Islam. Bandung: Rizki Press. Suyanto. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.


(37)

6

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Syafaat, dkk. (2008). Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah

Kenakalan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syahidin. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qurān . Bandung:

Alfabeta.

Syamsuddin, A. M. (2012). Integrasi Multidimensi Agama dan Sains Analisis

Sains Islam Al-Attas dan Mehdi Golshani. Jogjakarta: IRCiSoD.

Teh, K. S. (2008). Pengantar Ilmu Taw īd. Kualalumpur: Taman Shamilin

Perkasa.

Tim, P. I. (1992). Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Tim Dosen PAI UPI. (2012). Pendidikan Agama Islam. Bandung: Value Press. Ubes, N. I. (2003). Pendidkian Anak dalam Kandungan. Optimalisasi Potensi

Anak Sejak Dini. Jakarta: Gema Insani Press.

Ulwan, A. N. (2007). Tarbiyaħ al-Aulad fi al-Islam. (J. Miri, Trans.) Jakarta:

Pustaka Amani.

Umam, K. (2010). Pemikiran Pendidikan Ibnu Taimiyyah Relevansinya dengan Pendidikan Kontemporer. Jurnal Falsafah, 129-139.

Umar, B. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Yasin, M. N. (1990). Al-Iman, Arkānuhu, Haqiqatuhu, Nawaqiduhu. Jakarta: Gema Insani Press.

Yazdi, M. T. (2003). Filsafat Taw īd: Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman. (M. H. Wijaksana, Trans.) Bandung: Arasyi.

Yusuf, K. M. (2012). Studi Al-Qurān . Jakarta: Amzah.

Zainuddin. (1992). Ilmu Taw īd Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta.

Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.


(1)

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1

DAFTAR PUSTAKA

_____. (2002). Alqur’an dan Terjemahannya. Penerjemah: Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Jakarta: CV Darus Sunnaħ.

Abdurrasyid, & Hidayat. (2005). Kamus Lengkap Arab-Indonesia (Kontekstual-Aplikatif). Bandung: Pustaka Setia.

Abdussalam, A. (2011). Disertasi; Pembelajaran dalam Al-Qurān Al-Karim. Bandung. Belum Diterbitkan.

Abdussalam, A. (2011). Paradigma Taw īd Kajian Paradigma Alternatif Dalam Pengembangan Ilmu dan Pembelajaran. Ta`lim Pendidikan Agama Islam Vol.9, 113-126.

Ade. (2013, Desember 08). ICW: Korupsi Pendidikan Capai Rp619,0 M di

2003-2013. Retrieved from OkeZone.com:

http://kampus.okezone.com/read/2013/12/08/373/909104/icw-korupsi-pendidikan-capai-rp619-0-m-di-2003-2013

al-Badr, S. '. (2008). Keagungan nilai-nilai taw īd dalam ayat kursi. jakarta. Jakarta: Pustaka Imam Al-Syafi'i.

Al-Faruqi, I. R. (1988). Taw īd: Its Implication for Thought and Life. (R. Astuti, Trans.) Bandung: Pustaka.

Ali, M. D. (2010). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Alim, M. (2011). Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan

Keoribadian Muslim. Bandung: Remaja Rosdakarya.

al-Jazairi, A. B. (2001). 'Aqidah al-Mu'min. (S. H.M, Trans.) Jakarta: Pustaka Amani.

Al-Khumayyis, M. b. (tt). Syirik dan Sebabnya. Jakarta: Gema Insani Press. al-Khuraishi, I. b.-S. (2007). Hal-hal Yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Jakarta: Pustaka Imam Al-Syafi'i.

Al-Maragi, A. M. (1992). Tafsir Al-Maragi (Jil. 1). (K. U. Sitanggal, Penerj.) Semarang: CV.Toha Putra.

Al-Maragi, A. M. (1994). Tafsir Al-Maragi (Jil. 5). (K. U. Sitanggal, Penerj.) Semarang: CV.Toha Putra.


(2)

2

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Al-Nahlawi, A. (1996). Prinsip-Prinsip dan Metode PendidikanIslam. Bandung: Diponogoro.

Al-Nahlawi, A. (2008). Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani.

Al-Qurthubi, S. I. (2007). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 1). (A. Khatib, Penerj.) Jakarta: Pustaka Aszam.

Al-Qurthubi, S. I. (2008a2). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 2). (A. Khatib, Penerj.) Jakarta: Pustaka Aszam.

Al-Qurthubi, S. I. (2008b3). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 3). (A. Khatib, Penerj.) Jakarta: Pustaka Aszam.

Al-Qurthubi, S. I. (2009). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 20). (A. Khatib, Penerj.) Jakarta: Pustaka Aszam.

Al-Syaibany, O. M.-T. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Al-Wahab, M. I. (1995). Kitab al-Taw īd. (M. Y. Harun, Trans.) Riyad: Departemen Urusan Agama Islam dan Dakwah dan Irsyad.

Anwar, R. (2000). Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. Arifin. (2008). Ilmu Pendidik Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, M. (2008). Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.

Armai, A. (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.

Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

Attabik, A & Muhdhor. A. Z. (1996). Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Surabaya: Multi Karya Graa

Asmuni, Y. (1993). Ilmu Tau īd. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Asyafah, Abas. (2010). Konsep Tadabbur al-Qur'an. Bandung: Maulana Media Grafika


(3)

3

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Basry, H. (1989). Tegakkan Tau īd Tumbangkan Syirik. Solo: Ramadhani.

BeritaSatu.com. (2013, November 20). Sepanjang 2013, 19 Pelajar Tewas

Karena Tawuran. Retrieved from Berita Satu.com:

http://www.beritasatu.com/megapolitan/151139-sepanjang-2013-19-pelajar-tewas-karena-tawuran.html

Ḍamīriyyaħ, 'Uṡmān. (1993). al-Dirāsaħ al-'Aqīdaħ al-Islāmiyyaħ. Jeddah: al-Maktabaħ al-Sawādī.

Daradjat, Z. (2003). Ilmu JIwa Agama. Jakarta: PT. Bulan Bintang. Daradjat, Z. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Fath, A. F. (2010). Nadzariat al-Wihdah al-Qur'aniyyah. (N. Abbas, Trans.) Jakarta: Pustaka Al-Kausar.

Haidir, S. A. (2010). Taw īd dan Makna Syahadatain dan Hal-hal Yang Membatalkan Keislaman. tk: tp.

Hamka, P. D. (1982a1). Tafsir Al Azhar (Juz. 1). Jakarta: Pustaka Panjimas. Hamka, P. D. (1982b2). Tafsir Al Azhar (Juz. 10). Jakarta: Pustaka Panjimas. Hamka, P. D. (1982c10). Tafsir Al Azhar (Juz. 10). Jakarta: Pustaka Panjimas. Hamka, P. D. (1983). Tafsir Al Azhar (Juz. 5). Jakarta: Pustaka Panjimas. Harahap, H. M. (2007). Rahasia Al-Qurān . Jogjakarta: Darul Hikmah.

Hasbi, M. (2009). Konsep Taw īd Sebagai Solusi Problematika Pendidikan Agama bagi Siswa Madrasah. Insania, Vol 14, 289-319.

Ihsan, H. I. (1998). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia. Ismail, R. (2008). Menuju Hidup Islami. Yogyakarta: Insan Madani.

Jawas, Y. b. (2006). Syarah 'Aqidah Ahlu al-Sunnaħ wa al-Jama'ah. Bogor: Pustaka Imam Syafi'i.

Katsir, Ibnu. (2008a1). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 1). (M. A. Al-Atsari, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Katsir, Ibnu. (2008b2). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 2). (M. A. Al-Atsari, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.


(4)

4

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Katsir, Ibnu. (2008c3). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 3). (M. A. Al-Atsari, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Katsir, Ibnu. (2008d6). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 3). (M. A. Al-Atsari, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Katsir, Ibnu. (2009). Tafsir Ibnu Katsir (Vol. 5). (M. A. Al-Atsari, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Maknun, M.S. (2010). Suramnya Surga, Indahnya Neraka. Yogyakarta: Mutiara Media

Muhaimin, dkk. (2005). Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Prenada Media.

Mujib, A., & Mudzakkir, J. (2008). Ilmu Pendidikan Islam . Jakarta: Kencana. Mujieb, M.A., Dkk. (2009). Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali. Jakarta:

Hikmah.

Mukni'ah. (2011). Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Munadi, Y. (2010). Media Pembelajaran; Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press.

Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Qamar, M. (2005). Epistimologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga

Metode Kritik. Jakarta: Erlangga.

Q-anees, B., & Hambali, A. (2009). Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Quthb, S. (2008a1). Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Di Bawah Naungan Al-Qurān (Jil. 1). (A. Y. Basyarahil, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Quthb, S. (2008b2). Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Di Bawah Naungan Al-Qurān (Jil. 2). (A. Y. Basyarahil, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Quthb, S. (2008c3). Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Di Bawah Naungan Al-Qurān (Jil. 12). (A. Y. Basyarahil, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.

Quthb, S. (2008d12). Tafsir Fi Zhilalil Qur'an Di Bawah Naungan Al-Qurān (Jil. 12). (A. Y. Basyarahil, Penerj,) Jakarta: Gema Insani.


(5)

5

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Rasyid, D. (2000). Islam Dalam Berbagai Dimensi. Jakarta: Gema Insani Press. Rianti, A.A. (2013), Cara Rasulullah Saw. Mendidik Anak. Jakarta: Elex Media Kumputindo.

Satori, D. dan Komariah, A. . (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sauri, S. (2006). Membangun Komunikasi dalam Keluarga. Bandung: Genesindo. Shihab, M. Q. (2002a1). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 1). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2002b15). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 15). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2007). Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Pustaka Mizan.

Shihab, M. Q. (2009a1). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 1). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2009b2). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 2). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2009c12). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 12). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2009d13). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 13). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2009e15). Tafsīr Al-Mishbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian

Al-Qurān (Vol. 15). Jakarta: Lentera Hati.

Suara Pembaruan. (2013, November 14). Pornografi Di Kalangan Pelajar

Mengerikan. Retrieved from Suara Pembaruan:

http://www.suarapembaruan.com/home/pornografi-di-kalangan-pelajar-mengerikan/44891

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suparta, M. (2011). Ilmu adīṡ . Jakarta: Rajawali Pers.

Suresman, E. (2009). Esensi Aqidah Islam. Bandung: Rizki Press. Suyanto. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.


(6)

6

Usup Romli, 2015

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM PERSPEKTIF AL-QURĀN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Syafaat, dkk. (2008). Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syahidin. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qurān . Bandung: Alfabeta.

Syamsuddin, A. M. (2012). Integrasi Multidimensi Agama dan Sains Analisis Sains Islam Al-Attas dan Mehdi Golshani. Jogjakarta: IRCiSoD.

Teh, K. S. (2008). Pengantar Ilmu Taw īd. Kualalumpur: Taman Shamilin Perkasa.

Tim, P. I. (1992). Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Tim Dosen PAI UPI. (2012). Pendidikan Agama Islam. Bandung: Value Press. Ubes, N. I. (2003). Pendidkian Anak dalam Kandungan. Optimalisasi Potensi

Anak Sejak Dini. Jakarta: Gema Insani Press.

Ulwan, A. N. (2007). Tarbiyaħ al-Aulad fi al-Islam. (J. Miri, Trans.) Jakarta: Pustaka Amani.

Umam, K. (2010). Pemikiran Pendidikan Ibnu Taimiyyah Relevansinya dengan Pendidikan Kontemporer. Jurnal Falsafah, 129-139.

Umar, B. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Yasin, M. N. (1990). Al-Iman, Arkānuhu, Haqiqatuhu, Nawaqiduhu. Jakarta: Gema Insani Press.

Yazdi, M. T. (2003). Filsafat Taw īd: Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman. (M. H. Wijaksana, Trans.) Bandung: Arasyi.

Yusuf, K. M. (2012). Studi Al-Qurān . Jakarta: Amzah.

Zainuddin. (1992). Ilmu Taw īd Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta.

Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.