TOPENG KLANA DI LINGKUNG SENI CINTA PUSAKA SERBAGUNA SUBANG PIMPINAN CARINI MENOR.

(1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. ABSTRAK ………. DAFTAR ISI ………. DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ……… BAB I PENDAHULUAN ………..

A. Latar Belakang Masalah ……….. B. Rumusan Masalah ………

C. Tujuan Penelitian ………..

D. Manfaat Penelitian ………

E. Definisi Operasional/ Batasan Istilah ……….. F. Kajian Pustaka ………..

G. Asumsi ………

H. Metode Penelitian ………... I. Lokasi dan Subjek Penelitian ………..

BAB II KAJIAN TEORETIS ………..

A. Koreografi ………. B. Rias dan Busana ………

BAB III METODE PENELITIAN ………..

A. Metode dan Pendekatan Penelitian ….……….... B. Lokasi dan Subjek Penelitian .………. C. Variabel Penelitian .………... D. Definisi operasional ………... E. Instrument Penelitian ………... F. Teknik Pengumpulan ……… G. Teknik Pengolahan Data ………..

H. Tahap-tahap Penelitian ………

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………

A. Topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang Pimpinan Carini (Menor) ……….. B. Struktur Gerak (Koreografi) Topeng Klana di lingkung

seni Cinta Pusaka Serbaguna Subangpimpinan Carini

(Menor) ………..………

Halaman i iv v vii viii 1 1 8 8 9 10 11 15 15 16 19 19 22 25 25 27 28 28 30 31 43 46 52 52 60


(2)

C. Rias dan Busana………....

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………

A. Kesimpulan ...……….

B. Rekomendasi .………

DAFTAR PUSTAKA ………

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………...

RIWAYAT HIDUP

75

85 87 89 90 92


(3)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar. 1 Ragam Topeng ……… 56

Gambar. 2 Topeng Klana ………. 58

Gambar. 3 Mincid Lemes……….. 64

Gambar. 4 jangkung ilo………. 66

Gambar. 5 Adeg-adeg……… 67

Gambar. 6 Papagah (marentah)……….. 68

Gambar. 7 Ngalaga (lagaan)……… 69

Gambar. 8 Busana topeng Menor………. 74

Gambar. 9 Busana Topeng Menor (atas)……….. 75

Gambar. 10 Busana Topeng Menor (bawah)……… 75

Gambar. 11 Busana Topeng Menor (belakang)……… 75

Gambar. 12 Tulisan “Menor” pada busana……….. 76

Gambar. 13 busana gaya “Bandungan”………... 77

Gambar. 14 busana gaya “Bandungan”tampak atas………... 77

Gambar. 15 busana gaya “Bandungan” tampak bawah……… 77

Gambar. 16 “kangkalung” dan gelang……….. 79

Gambar. 17 karakter Topeng dan “Tekes”……… 81

Gambar. 18 kedok Topeng Klana………. 82


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Uraian Gerak Topeng Klana Carini (Menor………. 62

Tabel 2 Notasi angka Baksaray Genjing……….…….. 74


(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan tidak hanya merupakan aset suatu bangsa melainkan jati diri yang muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, dan untuk melestarikan nilai-nilai budaya bangsa, perlu adanya berbagai upaya yang harus dilakukan, karena budaya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena kebudayaan merupakan hasil dari pemikiran dan perbuatan manusia. Indonesia memiliki budaya yang sangat melimpah¸keanekaragaman kebudayaan tersebut meliputi berbagai sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan kesenian (Koeutjaraningrat, 1981;204). Begitu pula Jawa Barat merupakan salah satu daerah Indonesia yang sarat dengan kebudayaan tradisonal yang beranekaragam dan kita sebagai bangsa Indonesia harus merasa bangga akan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu. Kuatnya arus globalisasi membuat keberadaan kesenian tradisional suatu daerah di Indonesia kian memperihatinkan. Hal itu diperparah dengan minimnya minat generasi muda dalam mempelajari kesenian tradisional tersebut, generasi muda kurang mengetahui keberadaan dan keberlangsungan seni tradisional di suatu daerah tersebut.


(6)

Adapun kebudayaan Indonesia yang berada di Jawa Barat salah satunya adalah kesenian Topeng. Umumnya kesenian Topeng yang masyarakat ketahui berasal dari Cirebon Jawa Barat, yang biasa ditampilkan dalam upacara-upacara tertentu. R.I Maman Suryaatmaja (1980:19), menyatakan, dulunya karena melihat keberhasilan Sunan Gunung Jati mensyiarkan agama Islam, maka masyarakat percaya bahwa kesenian

topeng bisa dijadikan penangkal serangan dari kekuatan – kekuatan jahat, maka pihak

penguasa Cirebon menerapkan kesenian Topeng ini untuk meruat suatu daerah yang dianggap angker. Walau Topeng Cirebon asal mulanya dari kebudayaan Hindu-Budha pada jaman Majapahit yang membawakan cerita Panji, tetapi oleh para penyebar Islam (Wali) ke dalam kesenian Topeng ini dimasukan unsur-unsur Islam yang secara tidak langsung memberikan pendidikan agama kepada masyarakat. Dan kelanjutannya

kesenian Topeng ini masih digunakan di desa – desa untuk upacara Ngunjung, Nadran,

Sedekah bumi dan lain–lainnya (1980: 22). Setelah masyarakat menerima tradisi Ngaruat

itu, di samping harus diadakannya pagelaran Wayang Kulit juga harus menampilkan tari

Topeng, maka tumbuh suburlah penari – penari Topeng di Cirebon. Awalnya yang

menarikan tari Topeng ini kebanyakan para Dalang Wayang Kulit yang sebelum pentas Wayang, pada siang hari sang dalang harus menari Topeng terlebih dahulu. Oleh karenanya para dalang Wayang Kulit yang lahir sebelum tahun 1930 diwajibkan untuk mendalami tari Topeng terlebih dahulu sebelum menjadi Dalang Wayang Kulit. Dalam


(7)

hubungannya pihak keraton selalu melibatkan kesenian untuk media dakwah dalam penyebaran agama Islam, dan pihak keraton memberikan nama Ki Ngabei untuk seniman yang juga berdakwah. Kesenian tari Topeng Cirebon menjalankan sisi dakwah keagamaan dengan berpijak kepada tata cara mendalami Islam di Cirebon yang mempunyai 4 (empat) tingkatan yang biasa disebut : Sareat, Tarekat, Hakekat dan

Ma’ripat. (R.I, Suryaatmadja, 1980: 25 ). Seperti halnya topeng Cirebon, ternyata di daerah Subang pun memiliki kesenian topeng yaitu Topeng Jati (topeng Menor). Topeng Jati atau Topeng Menor yaitu kesenian Topeng yang muncul dan berkembang di Desa Jati. Penamaan kesenian Topeng Jati berdasarkan pada tempat berkembangnya kesenian yaitu di Desa Jati Kecamatan Cipunagara. Dinamakan Topeng Menor karena seni Topeng tersebut memiliki penari Topeng yang bersuara merdu pandai menari, dan cantik sehingga banyak yang memanggilnya Menor. Ditambah pula dengan keahlian penari tersebut bisa menarikan beberapa karakter Topeng, baik karakter gaya Rahwana atau buta dengan gaya menari yang gagah dan menakutkan ditarikan dengan luwes, maupun satria yang bergaya lemah lembut. Kesenian Topeng Jati merupakan hasil persebaran dari suatu individu atau masyarakat, karena kesenian ini sebenarnya berasal dari luar Subang tepatnya dari daerah Cirebon. Beberapa unsur-unsur seni yang melekat pada Topeng Jati antara lain dari unsur Topeng, waditra, nayaga, penari, dan busana. Sebutan Topeng Menor ada kaitannya dengan tradisi di lingkungan para seniman topeng Cirebon. Julukan


(8)

dibelakang kata Topeng adalah kebiasaan yang sudah sangat umum untuk menunjukan profesi seseorang, yakni profesi sebagai penari, misalnya Topeng Sujana, Topeng Rasinah, Topeng Menor, Topeng Sawitri, dan lain-lain. (wawancara 25 Juni 2012). Menor adalah nama lain dari Carini , seorang dalang Topeng berdarah Cirebon yang tinggal di Dusun Babakan Bandung, Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Sebutan Menor diberikan karena ia merupakan anak perempuan dari empat bersaudara (Sunaryo, Supendi, dan Komar), dari Sutawijaya dan Sani. Sutawijaya adalah dalang Wayang Kulit dan istrinya Sani adalah Dalang Topeng. Sani, berasal dari daerah Kalisapu, Kanoman, Cirebon, sementara Suta berasal dari daerah Pamayahan, Kabupaten Indramayu. Suta masih mempunyai pertalian saudara dengan Rasinah, seorang Dalang Topeng terkenal dari daerah Pekandangan Indramayu. Ia juga masih punya pertalian saudara dengan Rasinah, seorang Dalang-dalang Wayang terkenal seperti Rusdi dan Tomo, dari daerah Celeng, Indramayu. Keberadaan topeng Cirebon di Cipunagara pada mulanya berasal dari dua daerah pusat penyebaran topeng, yaitu Indramayu dan cirebon. Menurut penuturan Carini (Menor), sekitar tahun 1930 Aki Resa (kakek buyutnya) diminta Nopeng (menari Topeng) oleh pejabat tinggi setempat yaitu Ama Patih dan Juragan Demang di Cimerta. Pada saat itu para pelaku seni tidak hanya diberi imbalan berupa uang, Ia diberi imbalan rumah tempat tinggal di daerah Pagaden Subang. Pada waktu itu, Pangga (salah seorang anak Resa), yang juga dalang Topeng, ikut pula.


(9)

Sebagai pemimpin rombongan Topeng, ia pun seringkali dipanggil untuk nopeng oleh Juragan Demang dengan mendapatkan imbalan rumah dan tanah di daerah Sindang Kasih. Kemudian mereka menetap di daerah tersebut. Pangga mewariskan seni Topeng kepada keturunannya, yaitu Winda, Talim, Aminah, Sutawijaya, dan Rudiah. Sekitar tahun 1940, Pangga dan keluarga pindah ke Desa Jati dikarenakan jembatan Cigadung yang berada dekat dengan rumahnya akan dihancurkan oleh Belanda. Rumah dan tanah di Babakan Bandung, Desa Jati, yang kini ditempati itu, pada awalnya adalah pemberian Lebe Pahing Desa Jati. Di Desa Jati-lah kesenian Topeng berkembang hingga dinamai topeng Jati dan belakangan setelah Carini yang mendapat julukan si Menor menjadi penerus, maka nama Topeng Jati pun menjadi Topeng Menor. Seperti tempat asalnya (Cirebon), Topeng Jati mempunyai beberapa Topeng dengan mempunyai karakter masing-masing. Topeng Samba berwarna merah muda berambut diibaratkan sebagai seorang kesatria yang memiliki sifat gandang. Topeng Rumyang diibaratkan sebagai seorang kesatria yang mempunyai karakter pemberani dan gandang. Topeng Tumenggung atau Punggawa memiliki karakter yang berani sebagai halnya prajurit kerajaan yang siap berperang. Warna Topeng biasanya merah muda dan berkumis. Topeng Kelana atau Rahwana, berkarakter garang, serakah, dan suka membuat onar. Warna Topeng biasanya merah dan berkumis tebal. Topeng buta mempunyai karakter


(10)

garang, menakutkan, dan berperilaku jahat. Warna topeng biasanya merah dan berkumis tebal. (wawancara 29 Juni 2012).

Dalam perkembangannya saat ini, Topeng Jati (menor) mengalami kemunduran dalam eksistensi di dalam masyarakat. Seperti halnya kesenian tradisi lainnya, yang tergusur oleh kesenian modern seperti organ tunggal dan semacamnya. Begitu pula di pihak pemerintah yang kurang memperhatikan dan melestarikan kesenian topeng Jati (Menor) ini, yang membuat minimnya pengetahuan masyarakat tentang keberadaan kesenian Topeng Jati (Menor) ini. Ditambah pula perkembangan ekonomi yang pesat dan memaksa para pelaku seni tradisional ini untuk beralih profesi demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Dari beberapa karakter topeng yang sering ditampilkan oleh Topeng Jati (Menor), terdapat salah satu karakter yang cukup menarik untuk peneliti bedah lebih dalam, yaitu Topeng Klana. Karena disini, Topeng Klana yang ditampilkan memiliki sesuatu yang berbeda dengan gerakannya yang lebih luwes dan bertenaga. Topeng Menor (Jati) dalam proses pembentukannya telah mengalami berbagai pengaruh budaya, dengan demikian meskipun berbagai aspek dalam penyajiannya mirip dengan Topeng Cirebon, namun apabila dicermati lebih teliti terdapat perbedaan yang membentuk ciri khasnya, ciri khas topeng Menor ini dapat ditelusuri melalui analisis gerak, busana dan rias. Karena disini Topeng Klana menjadi salah satu keunggulan Topeng Jati (Menor) dalam setiap


(11)

pertunjukan. Untuk mendapatkan data mengenai salah satu tarian topeng Klana di lingkung Seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang Pimpinan Carini (Topeng Jati atau Menor), maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian ini. Untuk menfokuskan analisis permasalahan, maka dipilih Topeng Klana sebagai sampel untuk untuk analisis : gerak, busana dan rias.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka diambil beberapa rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut .

1. Kenapa topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang pimpinan Carini

(Menor) dijadikan materi tari unggulan?

2. Bagaimana struktur koreografi tari topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka

Serbaguna Subang Pimpinan Carini (Menor)? E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut :

1. Memperoleh gambaran mengenai tari Topeng Klana sehingga dijadikan unggulan di

lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang pimpinan Carini (Menor).

2. Memperoleh data mengenai struktur koreografi Tari Topeng Klana di lingkung seni Cinta


(12)

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, peneliti berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi :

1. Bagi Lembaga perguruan tinggi

Menambah sumber kepustakaan yang dapat dijadikan bahan kajian metode pembelajaran khususnya di Jurusan Pendidikan Seni Tari

2. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi dan inspirasi baru untuk semua lapisan masyarakat dan pemerintah tentang salah satu kesenian daerah Subang.

3. Bagi Peneliti

Dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk penelitian. Dan menambah wawasan peneliti mengenai tari Topeng Jati (Menor).

G. Definisi Operasional/Batasan istilah

Definisi operasional peneliti diuraikan untuk menghindari salah satu penafsiran mengenai judul penelitian yang akan peneliti ajukan, dengan demikian pembaca akan memperoleh gambaran apa yang dimaksud dengan judul tersebut, maka peneliti akan mendefinisikan istilah-istilah sebagai berikut.


(13)

Kesenian Topeng Jati (Menor) adalah kesenian Topeng yang muncul dan berkembang di Desa Jati. Alasan penamaan terhadap kesenian Topeng Jati didasarkan pada tempat berkembangnya kesenian ini yaitu di Desa Jati Kecamatan Cipunagara. Dinamakan Topeng Menor, karena seni topeng tersebut pada saat itu mempunyai penari Topeng yang cantik, bersuara merdu dan pandai menari, sehingga orang memanggilnya Menor. Keahlian penari tersebut bisa menari beberapa karakter Topeng dengan luwes, baik karakter satria yang bergaya lemah lembut, maupun gaya Rahwana atau buta dengan gaya menari yang gagah dan menakutkan.

Lingkung Seni adalah tempat berkumpulnya orang-orang seni yang mempunyai tujuan yang sama dalam mewujudkan semua inspirasi dalam berkarya. Dengan demikian maka dipilihlah judul Kesenian Topeng Jati (Menor) di lingkung seni cinta pusaka serbaguna Subang sebagai judul penelitian ini.

H. Kajian Pustaka

Topeng memiliki bentuk yang bermacam-macam, dan menggambarkan berbagai karakter mulai dari wajah binatang, makhluk menakutkan, bentuk stilisasi karakter-karakter dari berbagai drama tari, hingga dalam bentuk yang hampir realistis mendekati wajah manusia. Kenneth MacGowan dan Wiliam Melnitz berpendapat, bahwa topeng binatang lebih tua usianya dari drama bertopeng. Dan kehadiran Topeng dalam budaya


(14)

masyarakat primitif berkaitan dengan kepercayaan kepada binatang totem atau

totemisme. Dalam buku mereka “The Living stage”.( The Living Stage; A History of the

World Theater: 1962)

Toto Amsar Suanda dan Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Barat dalam buku

“Revitalisasi Seni Topeng Menor” mengatakan bahwa “Topeng Menor” produksi Cinta

Pusaka Serbaguna pimpinan Supendi merupakan salah satu jenis seni dari kabupaten Subang yang jampir punah, dan pada tahun anggaran 2011 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat melalui balai pengelolaan Taman Budaya berupaya untuk menumbuh kembangkan kembali jenis kesenian tersebut dari kepunahan. Mendukung dalam penelitian karena di buku ini ada pembahasan Topeng Jati (Menor) di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang pimpinan Carini (Menor).

Dalam disertasi Trianti Nugraheni yang berjudul “Karakter pada Dramatari Klasik di wilayah Budaya Jawa, Bali dan Sunda (sebuah studi komparasi)” terdapat pernyataan

Richard Corson, dalam bukunya yang berjudul Stage Make Up yang mengulas rias. Dari penjelasan Corson menjelaskan bahwa ada dua jenis make-up, pada karakter make-up diperlukan makeup yang cocok untuk memperkuat peran yang dimainkannya. Adapun pada Corective make up merupakan make up tanpa spesifikasi karakter, hanya menggunakan make up koreksi agar tampak lebih cantik.

Jakob Sumardjo dan kawan-kawan dalam bukunya yang berjudul Seni Pertunjukan Indonesia pada tahun 2001 mengemukakan bahwa Seni pertunjukan sebagai


(15)

upacara, sisa-sisa seni pertunjukan lama yang sekarang dalam masyarakat Indonesia, selalu diselenggarakan untuk alasan-alasan yang berhubungan dengan upacara peralihan. Dalam melakukan upacara pernikahan atau khitanan, biasanya diselenggarakan sebuah seni pertunjukan lama, misalnya pertunjukan Wayang atau Topeng. Tetapi juga sudah muncul gejala bahwa pertunjukan lama terdapat juga seni produk masyarakat modern seperti sandiwara atau layar tancap. Disini jelas terlihat bahwa seni pertunjukan selalu dihubungkan dengan peristiwa upacara peralihan.

Pada buku yang berjudul Sosisologi Tari pada tahun 2007 oleh Y.Sumandiyo Hadi mengungkapkan bahwa tari juga dapat hadir pula untuk hiburan kesenangan yang disiapkan dengan penataan artistik yang garapannya cukup baik, seperti dalam sajian pertunjukan untuk resepsi perkawinan, ulang tahun, atau acara pertemuan yang lain. Beberapa jenis tarian lain yang dapat dimasukan dalam kelompok tarian yang bersifat sakral ini, masih terdapat pula tarian yang berfungsi dengan daur kehidupan seperti kelahiran, inisiasi pubertas, perkawinan, dan kematian; tarian penyembuhan atau

pengobatan; dan tarian “magi perburuan, menirukan binatang serta jenis tarian menirukan perang di lingkungan masyarakat yang masih melanjutkan warisan budaya primitif.

Kajian pustaka yang telah di uraikan diatas, diharapkan bisa menunjang dalam membantu peneliti dalam menganalisis aspek yang akan diteliti. Selain tentang pembahasan karakter, diperlukan pula analisis gerak dan rias yang bisa mendukung


(16)

dalam penelitian ini. Dimana kedua aspek tersebut sangat mendukung dalam memperjelas pokok bahasan dalam penelitian ini. Di dalam menganalisis tarian sangat diperlukan dengan beberapa ilmu diantaranya ilmu komposisi tari, koreografi yang spesifik sesuai dengan latar belakang tarian itu sendiri. Pada tari Topeng Jati (Menor) dapat dianalisis mengenai kostum, koreografi, rias. Dari analisis tersebut dapat diambil banyak makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam tarian. Koreografi akan dianalisis dan dikategorikan, selanjutnya ditelaah dengan teori deskriptif analitis. Rias dan busana dalam sebuah pertunjukan tari mempunyai kedudukan penting pula dalam memperkuat karakter dan mempercantik penari. Ditambah pula busana yang memiliki arti dan fungsi masing-masing dalam sebuah tarian, yang bisa menjadikan sebuah pembahasan menarik.

I. Asumsi

Asumsi atau anggapan dasar yang melandasi penelitian ini dan dijadikan tolak ukur bagi peneliti adalah bahwasannya sebuah perkembangan sebuah kesenian yang berkembang di masyarakat Subang yang memiliki ciri khas tersendiri baik dalam koreografi, rias dan busana. Apabila dicermati memiliki sesuatu yang berbeda yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat Subang. kesenian tersebut memiliki sebuah keunggulan yang lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna kedepankan dalam setiap pergelarannya. Sesuai


(17)

dengan perkembangannya di daerah yang berbeda, maka memiliki sebuah perkembangan yang berbeda pula.

J. Metode Penelitian

A. Metode dan Pendekatan

Metode adalah suatu proses atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip dan teknik ilmiah yang dipakai oleh disiplin (ilmu) untuk mencapai suatu tujuan, sehingga dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian pada kondisi objek yang alamiah. Metode ini dianggap peneliti sebagai langkah konkrit guna memperoleh informasi data dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam penelitian.

B. Lokasi dan Sampel Penelitian

Kesenian Tari Topeng Jati (menor) yang diselenggarakan khusus dari Lingkung Seni Cinta Pusaka Serbaguna, di kampung Babakan Bandung, Dusun. Sindang, Desa. Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Untuk lokasi penelitian di Desa. Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, dengan sampel yang dipilih yaitu Tari Topeng Jati (menor) pada lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna tersebut.


(18)

C. Instrumen penelitian

Instrumen merupakan alat yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Sebelum melakukan penelitian ke lapangan peneliti menyiapkan beberapa panduan diantaranya panduan observasi, wawancara dan dokumentasi. Dengan adanya panduan penelitian tersebut peneliti akan lebih fokus terhadap topik pembahasan.

a. Lembar observasi

Lembar panduan observasi ini digunakan untuk mengamati kesenian Topeng Jati (Menor) pada lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang untuk mengetahui latar belakang munculnya Topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang Pimpinan Carini (Menor), koreografi, dan mengetahui bagaimana rias dan busana Topeng Klana tersebut.

b. Lembar Wawancara

Lembar wawancara ini digunakan untuk mendapatkan data dan informasi untuk mengetahui latar belakang munculnya Topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang pimpinan Carini (Menor), koreografi, dan mengetahui bagaimana rias dan busana kesenian Tari Topeng Jati (Menor) tersebut.


(19)

a. Observasi, dalam penelitian kali ini peneliti memusatkan perhatian terhadap hal-hal dengan objek yang diteliti, dan yang peneliti lakukan adalah datang langsung dan melihat pertunjukan kesenian Tari Topeng Jati (menor).

b. Wawancara, dilakukan untuk mengumpulkan informasi verbal, memperoleh

kelengkapan dan kejelasan. Mengumpulkan data dan wawancara merupakan deretan pertanyaan yang ditunjukan kepada orang-orang yang dapat memberikan informasi yang jelas, dengan wawancara yang tidak terstruktur.

c. Dokumentasi, dalam penelitian ini berupa video dan foto-foto yang dilampirkan,

juga kamera adalah salah satu alat dokumentasi yang dipakai untuk meneliti.


(20)

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Setiap penelitian mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Oleh karena itu, metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu. Begitupun dalam penelitian ini, untuk mendapatkan hasil dan tujuan yang diharapkan, maka peneliti menggunakan metode penelitian deksriptif analisis, karena peneliti berusaha untuk mendeskripsikan dan menganalisis suatu tindakan dan peristiwa yang berlangsung. Seperti yang diungkapkan oleh Winarno Surakhmad, bahwa.

Metode deskriptif analisis adalah metode yang dalam pelaksanaannya tidak terbatas hanya pada pengumpulan data saja, akan tetapi analisis dan interprestasi, sehingga data itu pelaksanaannya dilakukan kepada pemecahan masalah yang terjadi secara aktual, setelah data dan informasi yang diperoleh diklasifikasikan untuk dijadikan acuan sebagai bahan analisis pada langkah berikutnya agar menghasilkan kesimpulan dan implikasi pada langkah yang bermakna secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta yang diteliti (Surakhmad, 1985: 139).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan pokok permasalahan yang dikaji, dimana penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,


(22)

yaitu pendekatan dengan cara melihat objek pengkajian sebagai suatu sistem, dengan kata lain obyek kajian dilihat sebagai satuan yang terdiri dari unsur yang saling terkait. Penelitian kualitatif lebih mengutamakan kualitas data, oleh karena itu tekhnik pengumpulan datanya banyak menggunakan wawancara yang berkesinambungan dan observasi langsung. Seperti halnya yang Kuntjara kemukakan bahwa : metode yang digunakan dalam penelitian kebudayaan akan lebih tepat jika menggunakan pendekatan naturalistis atau pendekatan kualitatif. Alasannya karena jenis penelitian tersebut lebih mencari ke dalam suatu permasalahan dari pada suatu jawaban yang bisa digeneralisir secara umum (Kuntjara, 2006: 3).

Penelitian yang dilakukan ini bersifat kualitatif, artinya penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis yang berupa kata-kata tertulis terhadap apa yang diamati, atau dengan kata lain data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskriptif sesuai dengan data yang ada di lapangan dengan menggunakan instrumen pengumpul data yang telah dipersiapkan sebelumnya.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah kampung Babakan Bandung, Dusun. Sindang, Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Untuk lokasi penelitian di Desa Jati, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Peneliti sengaja memilih


(23)

lokasi ini untuk dijadikan tempat penelitian, karena di lingkungan inilah kesenian Topeng Jati (Menor) tumbuh dan berkembang.

2. Subjek Penelitian

Sampel atau subjek penelitian ini adalah Lingkung Seni Cinta Pusaka Serbaguna Kabupaten Subang, karena di lingkung seni inilah pertama kali Topeng Jati (Menor) berkembang dan lahir. Dengan demikian besar kemungkinan data yang diperoleh akan lebih akurat.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu gambaran adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sikap, ukuran yang dimiliki oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep penelitian tertentu. Misalnya umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

Variabel dalam penelitian ini yaitu variabel tunggal yaitu Topeng Klana di Lingkung Seni Cinta Pusaka Serbaguna Kabupaten Subang Pimpinan Carini (Menor).


(24)

D. Definisi Operasional

Sebagai batasan istilah dan untuk menghindari salah penafsiran serta mendapatkan gambaran yang jelas terhadap judul penelitian ini, maka peneliti akan mendefinisikan istilah-istilah sebagai berikut.

1. Topeng, menurut pendapat salah seorang seniman dari ujung gebang Susukan Cirebon,

Marsita, kata topeng berasal dari kata “Taweng” yang berarti tertutup atau menutupi.

Adapun menurut pendapat umum, istilah kata topeng mengandung pengertian sebagai penutup muka/kedok. Seperti yang diungkapkan oleh Sedyawati, (1993: 1) bahwa: Topeng dapat didefinisikan sebagai suatu tiruan wajah yang dibentuk atas bahan dasar yang tipis atau ditipiskan, dengan memperhitungkan kelayakan untuk dikenakan di muka wajah manusia, sehingga wajah yang mengenakannya sebagian atau seluruhnya tertutup (http://sanggarssekarpandan.wodpress.com/definisi-topeng).

2. Kesenian Topeng Jati (Menor) adalah kesenian Topeng yang muncul dan berkembang di

Desa Jati. Alasan penanaman terhadap kesenian Topeng Jati didasarkan pada tempat berkembangnya kesenian ini yaitu di Desa Jati Kecamatan Cipunagara. Adapun penamaan Topeng Menor, karena seni topeng tersebut pada saat itu mempunyai penari topeng yang cantik, bersuara merdu dan pandai menari, sehingga orang memanggilnya Menor. Keahlian penari tersebut bisa menari beberapa karakter topeng dengan luwes,


(25)

baik karakter satria yang bergaya lemah lembut, maupun gaya Rahwana atau buta dengan gaya menari yang gagah dan menakutkan.

3. Topeng adalah sebuah penutup muka atau wujud penyamaran karakter sesuai dengan

karakter tarian yang dibawakan oleh penarinya. (wawancara 28 Juni 2012).

4. Lingkung Seni adalah tempat berkumpulnya orang-orang seni yang mempunyai tujuan

yang sama dalam mewujudkan semua inspirasi dalam berkarya.

E. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data-data dalam sebuah penelitian yang berada di lapangan itu memerlukan adanya sebuah alat pengumpul data, seperti handycam,

tape recorder, camera digital, dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan penelitian dalam

hal pengumpulan data.

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus diuji kelayakannya mengenai kesiapan peneliti dalam melakukan penelitian dan yang selanjutnya terjun langsung ke lapangan. Uji kelayakan terhadap si peneliti yang sebagai instrumen penelitian meliputi pengujian terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Dimana yang melakukan pengujian itu semua adalah peneliti


(26)

itu sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan, (Sugiyono, 2010: 222).

Berdasarkan apa yang diungkapkan di atas, dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif merupakan sebuah kunci yang akan membuka suatu permasalahan, menelaah serta mengeksplorasi data yang ada. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sugiyono, (2010:222)

bahwa “peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,

analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya”.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengetahui serta mengungkapkan kebenaran suatu permasalahan yang ada di lapangan, maka diperlukan beberapa data yang menunjang penelitian tersebut. Dimana dalam mengumpulkan data memerlukan beberapa tekhnik. Teknik pengumpulan data yang dimaksud adalah kegiatan meneliti kembali, catatan-catatan yang diperoleh peneliti untuk mengetahui apakah data yang didapatkan itu sudah tepat untuk menyimpulkan kebenaran yang dapat dipergunakan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan memperoleh bahan-bahan, keterangan, atau informasi yang benar dan dipercaya. Pengumpulan teknik dan alat pengumpul yang tepat memungkinkan data yang obyektif (Arikunto, 1998: 142)


(27)

Pengumpulan data merupakan suatu peristiwa dimana ada proses pencatatan data-data yang bertujuan untuk mendukung dari penelitian yang sedang dilakukan. Keterangan-keterangan yang akan membantu proses penelitian. Semakin banyaknya data yang diperoleh, maka akan mempermudah peneliti dalam melakukan penelitiannya. Dimana data-data yang dikumpulkan haruslah yang menunjang dalam penelitian tersebut. Seperti yang dikatakan oleh

Iqbal (2002: 83) bahwa “pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau

hal-hal atau keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen

yang akan menunjang atau mendukung penelitian.”

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yang sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti , yaitu sebagai berikut.

1. Observasi

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini dengan maksud untuk mendapatkan informasi dan data secara langsung dari lokasi penelitian, yaitu untuk melihat secara langsung bagaimana perkembangan kesenian topeng Jati (Menor) di llingkung seni cinta Pusaka Serbaguna Kabupaten Subang. Kegiatan observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terbagi menjadi dua tahap, pertama berupa observasi awal (survey) yang berisi dengan kegiatan pengecekan lokasi dan sasaran penelitian dan tahap kedua sebagai penelitian inti dengan kegiatan pengumpulan bahan dan data yang dibutuhkan dalam pembahasan masalah.


(28)

Observasi pertama dilakukan selama satu minggu, karena dalam observasi pertama ini hanya mencari informasi mengenani pengecekan lokasi dan sasaran penelitian. Adapun observasi kedua dilakukan selama satu bulan untuk mendapatkan seluruh informasi yang dapat menunjang pada penelitian yang sedang dilakukan.

Observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini merupakan observasi langsung. Dimana peneliti dapat melakukan pengamatan tarian tersebut dari dekat, dan meninjau secara langsung dari kesenian secara utuh. Sebagaimana yang diungkapkan oleh M.

Nazir (1983: 212) bahwa”pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan

pengamatan langsung adalah cara pengambilan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain

untuk keperluan tersebut.”

Peneliti melakukan observasi secara langsung untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan dengan mengamati objek penelitiannya yaitu kesenian Topeng Jati ( Menor) di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang. Observasi ini didasarkan pada pengalaman secara langsung.

Pengalaman langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika sesuatu yang diperoleh kurang meyakinkan, peneliti bisa menanyakan langsung hal tersebut kepada subjek. Teknik ini juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya.


(29)

kecenderungan perilaku seseorang terhadap suatu kegiatan dapat dilakukan dengan cara menyaksikan secara langsung. Dengan cara inilah kita dapat mempercayai apa yang

sesungguhnya terjadi, karena kita melihat dengan mata kepala sendiri.”

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh keterangan dalam pengumpulan data penelitian dengan cara tanya jawab. Selain itu juga wawancara dapat digunakan apabila peneliti menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan peneliti berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan narasumber lebih mendalam. Begitupun sama dengan apa yang dipaparkan oleh Satori dan

Komariah (2010: 130):”wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam, karena ingin mengeksplorasi informasi secara holistik dan jelas dari informan. Wawancara dilakukan kepada dua orang yaitu kepada Mimih Carini selaku pelaku kesenian Topeng Menor (Jati) dan selanjutnya kepada masyarakat sekitar lingkungan yang sekiranya mengalami perkembangan Topeng Jati (Menor) yang berhubungan dengan penelitian.

Teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah teknik wawancara bertahap. Dalam melakukan wawancara peneliti dengan sengaja membuat janji


(30)

dengan narasumber yang akan diminta informasinya. Peneliti bisa datang berkali-kali kepada informan sesuai dengan pokok-pokok permasalahan yang ditemukan.sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Satori dan Komariah (2010: 131) bahwa. Wawancara bertahap adalah Wawancara yang mana peneliti dengan sengaja datang berdasarkan jadwal yang ditetapkan sendiri untuk melakukan wawancara dengan informan dan peneliti tidak sedang observasi partisipasi, ia bisa tidak terlibat intensif dalam kehidupan sosial informan, tetapi dalam kurun waktu tertentu, peneliti bisa datang berkali-kali untuk melakukan wawancara. Sifat wawancaranya tetap mendalam tetapi dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan pokok. Istilah lain dari bertahap bisa disebut juga wawancara bebas terpimpin atau terarah, yaitu wawancara dengan merujuk pada pokok-pokok wawancara.

Maksud dari peneliti menggunakan teknik wawancara dalam penelitiannya yaitu untuk mengungkap data dan informasi dari sumbernya langsung yang sifat datanya berhubungan dengan makna-makna yang berada dibalik perilaku atau situasi sosial yang terjadi. Seperti yang dijelaskan oleh Lincoln dan Guba dalam Satori dan Komariah (2010: 132) bahwa maksud dari penggunaan teknik wawancara yaitu:

a) Mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,

tuntunan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan;


(31)

c) Memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang;

d) Memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang

lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi)

e) Memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh

peneliti sebagai pengecekan anggota.

Dengan alasan yang dipaparkan di atas peneliti dapat menggunakan metode wawancara dalam penelitiannya. Pada saat melakukan wawancara peneliti terus mengembangkan tema wawancara baru yang dapat memperkaya informasi mengenai masalah yang sedang diungkap.

Berkenaan teknik pengumpulan data ini, wawancara mendalam dilakukan kepada tokoh dan budayawan sebagai pelaku, pendukung, pemerhati, dan masyarakat sekitar yang sekiranya mengetahui perkembangan tari Topeng Jati (Menor) yang diteliti. Dan orang itu adalah:

1.Mimih Carini (Menor), 57 tahun sebagai pelaku kesenian Topeng Jati (Menor) yang

benar mengalami kemunduran dan perkembangan tari Topeng Jati (Menor). Wawancara dengan beliau dilakukan secara berkala dari tanggal 25 juni dan 29 juni 2012, dilanjutkan bulan berikutnya 5 juli dan 8 juli 2012. Wawancara mendalam dengan beliau terkait dengan Topeng Jati (Menor) yang akan dibahas, dimulai dari sejarah,


(32)

gerak hingga rias dan busana sebagai fokus dalam penelitian ini. Terkait pula karena beliau adalah pelaku tari Topeng Jati (Menor) yang akan diteliti.

2.Kursidi, 46 tahun. Pengrajin wayang Golek. Beliau adalah salah satu masyarakat asli

yang peneliti temui tanggal 29 juni 2012. Kursidi mengetahui tentang Topeng Jati (Menor) dari mulai kemunduran yang beliau rasakan hingga kemajuan yang dirasakan dan cukup memperhatikan kedua aspek tersebut. Yang mudah-mudahan bisa membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

Dalam melakukan wawancara penelitipun dibantu dengan beberapa alat bantu wawancara. Alat bantu wawancara digunakan agar wawancara lebih efektif dan efisien. Pada saat proses digunakannya instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan wawancara untuk membantu mengingatnya, maka wawancara tersebut direkam dengan alat bantu seperti tape recorder,

handphone, dan handycam.

3. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data yakni informasi dengan cara mempelajari beberapa literatur. Pemecahan masalah akan lebih mudah dengan menggunakan studi literatur pustaka karena didukung dengan buku-buku yang relevan dan dijadikan sumber untuk mendapatkan hasil kajian yang lebih tepat. Penggunaan buku-buku sebagai sumber dapat dijadikan kerangka acuan atau landasan dalam merumuskan dan menganalisis data


(33)

penelitian serta sebagai bahan dalam pengolahan data. Penggunaan studi pustaka dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan mengutip beberapa pendapat atau teori para ahli yang relevan dengan penelitian dengan cara membaca dan mempelajari berbagai sumber bacaan, kemudian sumber-sumber itu peneliti pelajari, sehingga memperoleh data dan teori dari literatur tersebut. Literatur yang dimaksud dalam penelititan ini yaitu sumber-sumber yang mendukung, baik dari hasil penelitian berupa skripsi, tesis, disertasi, buku sumber, makalah, artikel, koran-koran, dan internet. Diantaranya : (1) Toto Amsar Suanda dan

DepDikBud dengan judul buku ;”Revitalisasi Seni Topeng Menor”dan judul buku :“Topeng Cirebon”,(2) Tati Narawati dan R. M. Soedarsono (P4ST UPI) dengan judul buku;“Tari Sunda Dulu, Kini dan Esok” (3) Tesis dari Trianti Nugraheni dengan judul : “Karakter Putri pada Dramatari Klasik di wilayah budaya Jawa, Bali dan Sunda”.(4) R.I, Suryaatmadja,”

Laporan Penelitian Tentang Topeng Cirebon dalam Masyarakat Jawa Barat Khususnya daerah

Cirebon”. ASTI Bandung 1908

Peneliti dapat saja mengutip beberapa substansi yang terkandung dalam literatur sebagai bahan referensi. Berkenaan dengan hal ini Cronin dalam Satori dan Komariah (2010: 151)

menyebutkan “ bila ingin mengetahui signifikasi suatu sitiran, terlebih dahulu harus

memahami perilaku ilmuwan dalam berkomunikasi. Kebiasaan mengutip pendapat atau teori yang terdapat pada karya pengarang lain telah banyak dilakukan oleh penulis. Sitiran itu


(34)

dipahami untuk mendukung tulisan, dan hal itu telah menjadi keharusan dalam dunia

komunikasi ilmiah.”

4. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang melengkapi dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Kegiatan pendokumentasian dapat membantu memberikan data di dalam menganalisis, mencari data, dan mengenai hal-hal variabel yang berupa benda-benda tertulis, sperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan lain sebagainya (Arikunto, 202: 135). Hal ini diperjelas oleh pendapat Satori dan Komariah. Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens, sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Hasil observasi atau wawancara, akan lebih kredibel/dapat dipercaya kalau didukung oleh dokumen yang terkait dengan fokus penelitian (Satori dan Komariah, 2010: 149).

Hal ini diperjelas oleh pendapat Satori dan Komariah. Bahwa: Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan tiba-tiba yang diperlukan dalam


(35)

permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens, sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Hasil observasi atau wawancara, akan lebih kredibel/dapat dipercaya kalau didukung oleh dokumen yang terkait dengan fokus penelitian (Satori dan Komariah, 2010: 149).

Berdasarkan dari pendapat di atas, jelas sudah bahwa studi dokumentasi sangat penting untuk memperkuat dan mensyahkan hasil dari penelitian yang sudah dilakukan. Dimana dalam penelitian ini peneliti menggunakan dokumen seperti piagam-piagam, makalah, serta hasil dari rekaman yang berupa audio dan audio visual.

Ditambah pula dalam mendokumentasikan peneliti terbantu dalam mengamati gerak/koreografi Topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang pimpinan Carini (Menor), dan bisa melihat kostum dan gerak dari tarian yang diteliti. Teknik ini dilakukan untuk mengupas dan menganalisis gerak melalui beberapa tahap, antara lain :

a.Menguraikan urutan gerak.

b.Mengkategorikan gerak berdasarkan teori.

c.Menganalisis kostum dan rias.

d.Memberi kesimpulan

G. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan beberapa macam teknik pengumpulan data (triangulasi), serta dilakukan secara


(36)

terus-menerus hingga mencapai titik puncaknya. Oleh karena itu diperlukan adanya proses pengolahan data untuk menyaring dan mengkelompokan data yang penting dan mendukung penelitian. Selanjutnya data yang dianggap mendukung penelitian dianalisis berdasarkan metode yang digunakan peneliti.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data diantaranya sebagai berikut.

1.Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan data “kasar” yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan langkah awal dalam menganalisis data, kegiatan ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul. Dari hasil kerja lapangan yang terkumpul direduksi dengan cara merangkum, mengklasifikasi sesuai dengan aspek dan fokus permasalahan yang sedang diteliti. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sugiyono bahwa data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti yang telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data yang diperolehpun akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu agar segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas


(37)

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono,2010: 247).

2. Penyajian Data

Setelah melakukan reduksi data, langkah selanjutnya adalah penyajian data yaitu menyajikan data secara jelas dan rinci. Penyajian data secara jelas dan rinci akan mempermudah dalam memahami aspek-aspek yang diteliti, baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk deskripsi dan interpretasi sesuai dengan data yang diperoleh. Seperti yang telah dipaparkan oleh

Sugiyono (2010: 249) bahwa “dengan mendisplaikan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang

telah dipahami tersebut.”

3. Penarikan kesimpulan/Verifikasi

Penarikan kesimpulan merupakan tujuan utama dari analisis data yang dilakukan sejak awal. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan makna terhadap data yang telah dianalisis. Kesimpulan disusun dalam bentuk pernyataan singkat agar mudah dengan mengacu kepada tujuan penelitian yang sudah ditetapkan dari awal hingga akhir penelitian. Dalam hal ini peneliti berupaya menggali informasi lebih dalam lagi. Kesimpulan sementara yang sudah dirumuskan masih terus diverifikasi berulang-ulang, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan akhir yang akurat.


(38)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap, sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2010: 253).

Berdasarkan dari teori di atas bahwa dalam penelitian kualitatif bisa menghasilkan suatu temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini bisa berupa deskripsi. Begitupun dalam penelitian ini, hasil dari penelitiannya berupa deskripsi dari perkembangan Kesenian Topeng Jati (Menor) di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna. H. Tahap-tahap penelitian

Dalam setiap proses pencapaian suatu tujuan, maka didalamnya terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui. Begitupun dalam penelitian ini terdapat pula tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut.

1. Pra penelitian

Langkah-langkah yang terdapat dalam pra penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Survei

Kegiatan survei awal dilaksanakan pada bulan Desember 2011. Survei awal ini dilakukan guna untuk menentukan objek yang akan diteliti dan mengetahui apa yang akan diteliti. Ketika melalui survei awal di lapangan, maka peneliti merumuskan pertanyaan


(39)

penelitian dan judul yang kemudian diajukan kepada dewan skripsi Jurusan Pendidikan Seni Tari untuk ditetapkan sebagai penelitian. Kegiatan ini dilakukan di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna kab.Subang.

b. Pengajuan judul

Pada tahapan ini peneliti mengajukan beberapa judul yang akan diteliti kepada dewan skripsi. Dimana dari beberapa judul tersebut akan dibahas satu persatu guna mendapatkan judul yang tepat untuk dijadikan penelitian.

c. Penyusunan Proposal

Setelah judul ditentukan oleh dewan skripsi, maka langkah berikutnya yaitu penyusunan proposal penelitian. Proposal yang telah di susun selanjutnya akan disidangkan atau diseminarkan.

d. Sidang proposal

Pada saat sidang proposal dilanjutkan pada tahap ujian sidang proposal/seminar proposal penelitian yang telah diajukan kepada dewan skripsi. Hasil dari ujian proposal tersebut yaitu mendapatkan masukan dari para penguji dan dewan skripsi mengenai fokus permasalah penelitian yang akan dilakukan. Dan selanjutnya yaitu penentuan pembimbing I dan pembimbing II yang mana nantinya akan membimbing peneliti dalam penulisan hasil penelitian berupa skripsi.


(40)

Setelah sidang/seminar proposal dilaksanakan, selanjutnya adalah tahap revisi proposal sesuai dengan masukan dari para penguji. Setelah proposal direvisi dan kemudian disahkan oleh pembimbing I, II dan ketua jurusan, proposal tersebut dijadikan pengajuan SK untuk melakukan penelitian.

f. Tahap akhir

Tahap akhir dalam pra penelitian ini yaitu penetapan instrumen penelitian yang akan diteliti. Peneliti mengadakan bimbingan dengan pembimbing I dan II sebelum terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah melewati beberapa tahapan di atas, maka sampailah kepada tahap selanjutnya yaitu tahapan pelaksanaan penelitian. Tahap-tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi observasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data.

a. Observasi

Peneliti melakukan observasi awal ke lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna sebagai data awal untuk mendapatkan gambaran umum tentang masalah yang akan diteliti. Selanjutnya peneliti melakukan observasi secara keseluruhan mengenai objek yang akan diteliti yaitu kesenian Topeng Jati (Menor) yang berada di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna.


(41)

Data yang diperoleh pada pengumpulan data menggunakan beberapa cara diantaranya observasi, wawancara, studi pustaka, dokumentasi. Pengumpulan data ini peneliti lakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2012.

c. Pengolah Data

Kegiatan ini dilakukan untuk menguji atau memantapkan kebenaran informasi dan data yang diperoleh dengan cara pengecekan kembali atas data sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan melengkapi data, selalu diperbaharui, dilengkapi dan diperjelas untuk validasi hasil penelitian. Dalam langkah ini peneliti menganalisis data-data yang telah diperoleh yang kemudian disusun menjadi sebuah skripsi.

3. Penulisan Hasil Penelitian /Akhir

Dalam tahap ini peneliti menuangkan semua data-data yang telah diperoleh dari lapangan melalui observasi, wawancara, studi pustaka, dokumentasi yang telah diolah dan dianalisis ke dalam sebuah deskripsi yaitu berupa skripsi. Dimana hasil tersebut akan peneliti pertanggungjawabkan kepada dewan skripsi melalui sidang skripsi guna mengesahkan hasil penelitian tersebut.


(42)

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan terhadap Topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna kabupaten Subang pimpinan Carini (Menor). Dimana fokus dari penelitian ini mengenai keberadaan Topeng Klana sebagai unggulan di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna pimpinan Carini (Menor) ditambah sedikit analisis koreografi, rias dan busana yang ditarik menjadi kesimpulan bahwa :

Kesenian Topeng Jati (Menor) di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang lahir dari sebuah perkembangan tari topeng Cirebon yang merupakan hasil dari beberapa tahun proses perkembangan.

Salah satu karakter yang paling diunggulkan (dikedepankan) dalam setiap pertunjukan lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna yaitu topeng Klana karena karakter Topeng Klana lah yang paling Carini (Menor) kuasai dan sangat menikmati, baik dari karakter, hafalan gerak, dan tenaga. Dan itulah sebabnya, Topeng Klana dijadikan unggulan (dikedepankan) dalam setiap pertunjukan lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna pimpinan Carini (Menor).


(43)

Dari unsur koreografi pula dari hampir semua tarian yang disajikan mengalami perkembangan yang cukup bisa dirasakan, karena seorang Carini mempunyai ciri khas lincah dan bertenaga, sehingga tariannya pun tidak terlepas dari kedua unsur tersebut. Setelah sedikit dianalisis dengan menggunakan empat kategori yaiu gerak berpindah, gerak murni, gerak maknawi, dan gerak penguat ekspresi. Terdapat empat macam gerak yang mewakili Topeng Klana, yaitu: (1) mincid lemes untuk kategori gerak berpindah tempat, dan gerak tangannya mewakili gerak murni; (2) adeg-adeg untuk kategori gerak murni; (3) jangkung ilo untuk kategori gerak maknawi; (4) lagaan/ngalaga untuk kategori gerak penguat ekspresi.

Dalam rias, cenderung sederhana dengan tujuan hanya untuk mempercantik diri tanpa menunjukan karakter apapun. Adapun dalam busana, mengalami perkembangan yang sangat tinggi, sehingga mengalami perbedaan yang cukup menarik.terlihat dari gelang dan kangkalung yang digunakan dalam kedua jenis busana yang dipakai. Dua gaya

kostum yang dipakai yaitu gaya “subang” dan gaya “bandungan”, itu semua adalah hasil

kerja tangan Carini yang mengalami beberapa apresiasi yang diaplikasikan pada bentuk dan jenis kostum yang beliau pakai dalam tarian.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan penelitian penulis merekomendasikan beberapa hal kepada:


(44)

a. Para peneliti selanjutnya, masih banyak sekali hal yang bisa digali dan diteliti lagi mengenai unsur-unsur pertunjukan kesenian Topeng Jati (Menor) di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna di kabupaten Subang dengan menggunakan tekhnik-tekhnik penelitian yang lebih sempurna sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat untuk kelangsungan dan perkembangan kesenian tersebut kelak di kemudian hari.

b. Jurusan Pendidikan Seni Tari, dilihat dari sudut pandang keilmuan tari Topeng Jati

(Menor) memiliki unsur gerak yang bisa dipelajari. Melalui dunia pendidikan tari Topeng Jati (Menor) secara utuh bisa dijadikan bahan ajar bagi mahasiswa. Dan bisa diambil dari perwatakannya juga, sehingga pengetahuan mengenai kesenian topeng bisa bertambah.

c. Guru, dengan adanya penelitian ini diharapkan guru bisa menggunakannya sebagai bahan

ajar di sekolah. Sebagai perbendaharaan keunikan dan keanekaragaman kesenian Nusantara. Menambah apresiasi siswa terhadap kesenian khususnya seni tari.


(45)

1

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta.

Danadibrata, R.A (2006). Kamus Basa Sunda. Bandung. Kiblat Buku Utama.

Hasan, Iqbal. (2002). Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta. Ghali Indonesia.

Khayam, Umar. (1981). Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta. Balai Pustaka.

Nurgraheni, Triyanti. (2010). “Karakter Putri Pada Dramatari Klasik di Wilayah Budaya Jawa,

Bali dan Sunda”. Diaertasi untuk memperoleh gelar doctor ilmu budaya di Universitas

Gadjah Mada.

Rosala, Dedi dkk. (1999). Bunga Rampai Tarian Khas Jawa Barat. Bandung. Humaniora Utama Press Bandung.

Sardirman. (2008). Sejarah 2 SMA Kelas XI Program Ilmu Sosial. Jakarta. Quadra Yudhistira

Sedyawati, Edi. (1993). Seni Pertunjukan Indonesia. Jakarta. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia dengan Gasindo.

Soedarsono. (2002). Seni Pertunjukan Indonesia di era Globalisasi. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Suanda, Toto Amsar. (2011). Revitalisasi Seni Topeng Menor. Bandung. DisParBud Jawa Barat.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Surakhmad, Winarno. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metoda dan Teknik. Bandung. Tarsitu.

Suryaatmadja, R.I. Maman. (1980). Laporan Penelitian Tentang Topeng Cirebon Dalam Masyarakat Jawa Barat Khususnya Daerah Cirebon. Bandung. Akademi Seni Tari Indonesia


(1)

Setelah sidang/seminar proposal dilaksanakan, selanjutnya adalah tahap revisi proposal sesuai dengan masukan dari para penguji. Setelah proposal direvisi dan kemudian disahkan oleh pembimbing I, II dan ketua jurusan, proposal tersebut dijadikan pengajuan SK untuk melakukan penelitian.

f. Tahap akhir

Tahap akhir dalam pra penelitian ini yaitu penetapan instrumen penelitian yang akan diteliti. Peneliti mengadakan bimbingan dengan pembimbing I dan II sebelum terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah melewati beberapa tahapan di atas, maka sampailah kepada tahap selanjutnya yaitu tahapan pelaksanaan penelitian. Tahap-tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi observasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data.

a. Observasi

Peneliti melakukan observasi awal ke lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna sebagai data awal untuk mendapatkan gambaran umum tentang masalah yang akan diteliti. Selanjutnya peneliti melakukan observasi secara keseluruhan mengenai objek yang akan diteliti yaitu kesenian Topeng Jati (Menor) yang berada di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna.


(2)

Data yang diperoleh pada pengumpulan data menggunakan beberapa cara diantaranya observasi, wawancara, studi pustaka, dokumentasi. Pengumpulan data ini peneliti lakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2012.

c. Pengolah Data

Kegiatan ini dilakukan untuk menguji atau memantapkan kebenaran informasi dan data yang diperoleh dengan cara pengecekan kembali atas data sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan melengkapi data, selalu diperbaharui, dilengkapi dan diperjelas untuk validasi hasil penelitian. Dalam langkah ini peneliti menganalisis data-data yang telah diperoleh yang kemudian disusun menjadi sebuah skripsi.

3. Penulisan Hasil Penelitian /Akhir

Dalam tahap ini peneliti menuangkan semua data-data yang telah diperoleh dari lapangan melalui observasi, wawancara, studi pustaka, dokumentasi yang telah diolah dan dianalisis ke dalam sebuah deskripsi yaitu berupa skripsi. Dimana hasil tersebut akan peneliti pertanggungjawabkan kepada dewan skripsi melalui sidang skripsi guna mengesahkan hasil penelitian tersebut.


(3)

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan terhadap Topeng Klana di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna kabupaten Subang pimpinan Carini (Menor). Dimana fokus dari penelitian ini mengenai keberadaan Topeng Klana sebagai unggulan di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna pimpinan Carini (Menor) ditambah sedikit analisis koreografi, rias dan busana yang ditarik menjadi kesimpulan bahwa :

Kesenian Topeng Jati (Menor) di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna Subang lahir dari sebuah perkembangan tari topeng Cirebon yang merupakan hasil dari beberapa tahun proses perkembangan.

Salah satu karakter yang paling diunggulkan (dikedepankan) dalam setiap pertunjukan lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna yaitu topeng Klana karena karakter Topeng Klana lah yang paling Carini (Menor) kuasai dan sangat menikmati, baik dari karakter, hafalan gerak, dan tenaga. Dan itulah sebabnya, Topeng Klana dijadikan unggulan (dikedepankan) dalam setiap pertunjukan lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna pimpinan Carini (Menor).


(4)

Dari unsur koreografi pula dari hampir semua tarian yang disajikan mengalami perkembangan yang cukup bisa dirasakan, karena seorang Carini mempunyai ciri khas lincah dan bertenaga, sehingga tariannya pun tidak terlepas dari kedua unsur tersebut. Setelah sedikit dianalisis dengan menggunakan empat kategori yaiu gerak berpindah, gerak murni, gerak maknawi, dan gerak penguat ekspresi. Terdapat empat macam gerak yang mewakili Topeng Klana, yaitu: (1) mincid lemes untuk kategori gerak berpindah tempat, dan gerak tangannya mewakili gerak murni; (2) adeg-adeg untuk kategori gerak murni; (3) jangkung ilo untuk kategori gerak maknawi; (4) lagaan/ngalaga untuk kategori gerak penguat ekspresi.

Dalam rias, cenderung sederhana dengan tujuan hanya untuk mempercantik diri tanpa menunjukan karakter apapun. Adapun dalam busana, mengalami perkembangan yang sangat tinggi, sehingga mengalami perbedaan yang cukup menarik.terlihat dari gelang dan kangkalung yang digunakan dalam kedua jenis busana yang dipakai. Dua gaya kostum yang dipakai yaitu gaya “subang” dan gaya “bandungan”, itu semua adalah hasil kerja tangan Carini yang mengalami beberapa apresiasi yang diaplikasikan pada bentuk dan jenis kostum yang beliau pakai dalam tarian.

B. Rekomendasi


(5)

a. Para peneliti selanjutnya, masih banyak sekali hal yang bisa digali dan diteliti lagi mengenai unsur-unsur pertunjukan kesenian Topeng Jati (Menor) di lingkung seni Cinta Pusaka Serbaguna di kabupaten Subang dengan menggunakan tekhnik-tekhnik penelitian yang lebih sempurna sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat untuk kelangsungan dan perkembangan kesenian tersebut kelak di kemudian hari.

b. Jurusan Pendidikan Seni Tari, dilihat dari sudut pandang keilmuan tari Topeng Jati (Menor) memiliki unsur gerak yang bisa dipelajari. Melalui dunia pendidikan tari Topeng Jati (Menor) secara utuh bisa dijadikan bahan ajar bagi mahasiswa. Dan bisa diambil dari perwatakannya juga, sehingga pengetahuan mengenai kesenian topeng bisa bertambah.

c. Guru, dengan adanya penelitian ini diharapkan guru bisa menggunakannya sebagai bahan ajar di sekolah. Sebagai perbendaharaan keunikan dan keanekaragaman kesenian Nusantara. Menambah apresiasi siswa terhadap kesenian khususnya seni tari.


(6)

1

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta.

Danadibrata, R.A (2006). Kamus Basa Sunda. Bandung. Kiblat Buku Utama.

Hasan, Iqbal. (2002). Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta. Ghali Indonesia.

Khayam, Umar. (1981). Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta. Balai Pustaka.

Nurgraheni, Triyanti. (2010). “Karakter Putri Pada Dramatari Klasik di Wilayah Budaya Jawa, Bali dan Sunda”. Diaertasi untuk memperoleh gelar doctor ilmu budaya di Universitas Gadjah Mada.

Rosala, Dedi dkk. (1999). Bunga Rampai Tarian Khas Jawa Barat. Bandung. Humaniora Utama Press Bandung.

Sardirman. (2008). Sejarah 2 SMA Kelas XI Program Ilmu Sosial. Jakarta. Quadra Yudhistira

Sedyawati, Edi. (1993). Seni Pertunjukan Indonesia. Jakarta. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia dengan Gasindo.

Soedarsono. (2002). Seni Pertunjukan Indonesia di era Globalisasi. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Suanda, Toto Amsar. (2011). Revitalisasi Seni Topeng Menor. Bandung. DisParBud Jawa Barat.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Surakhmad, Winarno. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metoda dan Teknik. Bandung. Tarsitu.

Suryaatmadja, R.I. Maman. (1980). Laporan Penelitian Tentang Topeng Cirebon Dalam Masyarakat Jawa Barat Khususnya Daerah Cirebon. Bandung. Akademi Seni Tari Indonesia