ANALISIS KANYOUKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN ADAT KEBIASAAN DENGAN ADAT KEBIASAAN ORANG JEPANG PADA ZAMAN FEODAL SEBAGAI UNSUR PEMBENTUKNYA.

(1)

ANALISIS KANYŌKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN ADAT

KEBIASAAN ORANG JEPANG PADA ZAMAN FEODAL SEBAGAI UNSUR PEMBENTUKNYA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang

Oleh :

ADRI TEGUH BEY HAQQI 0601249

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Analisis Kanyouku Yang

Berhubungan Dengan Adat

Kebiasaan Orang Jepang Pada

Zaman Feodal Sebagai Unsur

Pembentuknya

Oleh

Adri Teguh Bey Haqqi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Okti Maulani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisis Kanyōku Yang Berhubungan Dengan Adat

Kebiasan Orang Jepang Pada Zaman Feodal Sebagai Unsur Pembentuknya

Nama : Adri Teguh Bey Haqqi

NIM : 0601249

Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing I

Dra. Neneng Sutjiati, M.Hum NIP: 196011081986012001

Pembimbing II

Drs. H. Sudjianto, M.Hum. NIP: 195906051985031004

Mengetahui:

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang

Dra. Neneng Sutjiati, M.Hum NIP: 196011081986012001


(4)

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

形成要素 し 封建時代 日本人 習慣 関係 あ 慣用句 分析

アドリ グ ベ ハッキ

6 4

要旨

慣用句 以上 単語を組 合わせ 特別 意味を持 字義道理意味

け く 慣用句的意味 慣用句 略さ こ い し

辞書的意味 慣用句 慣用句的意味 関係 理解す 必要 あ 慣用句を学習す

言語を学ぶ け く 文化 い 学ぶ 本研究 題名 形成要素 封

建時代 日本人 習慣 関係 あ 慣用句 分析 目的 封建時代 日本人 習慣

作 関係慣用句を記述し う す 本研究 方法 記述法を使用す す

わ 使用す 参考文献 タを採集し 説明し 分類し 分析し 最後 考

察をし 本研究 結果 基 筆者 封建時代 日本人 習慣 作 慣用句

字義道理 意味 慣用句的意味 関係 あ そ 言語形式 分析す こ

キ ワ ド 慣用句 封建時代 日本人 習慣 分析 字義道理意味 慣用句的意


(5)

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

ABSTRAKSI

Analisis Kanyouku yang Berhubungan Dengan Adat Kebiasaan dengan Adat Kebiasaan Orang Jepang pada Zaman Feodal Sebagai Unsur Pembentuknya

Kanyouku merupakan gabungan dua kata atau lebih yang memiliki makna khusus. Kanyouku tidak dapat dipahami jika hanya makna leksikalnya saja, melainkan makna idiomatikal. Oleh karena itu, perlu pemahaman mengenai hubungan antara makna leksikal dengan makna idiomatikal dari kanyouku. Mempelajari kanyouku tidak hanya kebahasaan saja tetapi mempelajari budaya.

Penelitian yang berjudul Analisis Kanyouku yang Berhubungan dengan Adat Kebiasaan Orang Jepang pada Zaman Feodal Sebagai Unsur Pembentuknya ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan kanyouku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa kanyouku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang semuanya memiliki hubungan antara makna leksikal dengan makna idiomatikal sehingga dapat dianalisis gaya bahasanya.


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

SINOPSIS ... ii

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Definisi Operasional... 8

E. Metodologi Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Kanyouku ... 13

B. Jenis-jenis Kanyouku ... 19

C. Fungsi Kanyouku ... 26

D. Zaman Feodal di Jepang... 28

E. Adat Kebiasaan Orang Jepang ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 38

B. Objek Penelitian ... 40


(7)

D. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 42

BAB IV ANALISIS DATA A. Kanyouku yang Terbentuk Dari Adat Kebiasaan Orang Jepang Saat Zaman Feodal ... 45

B. Pengkajian Makna Leksikal Jigidōri Imi ... 48

C. Pengkajian Makna Idiomatikal Kanyōkuteki Imi ... 53

D. Hubungan Antara Makna Leksikal dan Makna Idiomatikal ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 103


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang sangat penting. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak orang mempelajari bahasa asing untuk mencapai tujuan tertentu. Demikian juga dengan masyarakat Indonesia, selain mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, salah satu bahasa asing lain yang banyak dipelajari adalah bahasa Jepang.

Setiap orang yang mempelajari bahasa asing (khususnya bahasa Jepang), tidak akan terlepas dari kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi. Bahkan mungkin ada pembahasan yang belum pernah kita pelajari. Salah satunya adalah idiom yang dalam bahasa Jepang disebut kanyōku

Dalam bahasa Indonesia istilah idiom dapat diartikan sebagai gabungan dua buah kata atau lebih yang maknanya tidak dapat ditafsirkan dari unsur-unsur yang membentuknya. Salah satu manfaat penggunaan idiom dalam berkomunikasi adalah untuk memperhalus bahasa. Dalam hal ini, idiom digunakan ketika seseorang ingin menyampaikan sesuatu dengan tidak mengungkapkannya secara langsung sesuai dengan kenyataannya, tetapi tetap mewakili makna yang ingin diutarakan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa idiom adalah bentuk bahasa berupa gabungan kata yang makna katanya tidak dapat dijabarkan dari makna


(9)

unsur gabungan. Misalnya “kambing hitam,” yang berarti orang yang dipersalahkan. Dengan kata lain, idiom adalah gabungan dua kata yang membentuk makna baru dimana tidak berhubungan dengan kata pembentuk dasarnya, yaitu disebut makna idiomatik.

Kanyouku memiliki makna yang sama dengan idiom dalam bahasa Indonesia. Menurut Kuromachi Yasuo dan Sukata Yukiko dalam Jitsuyō Kotowaza Kanyōku Jiten, menyatakan bahwa:

二 以上 単語 決ま 結び し い れ れ 単語 意味

あわ も理解 い別 意味 表す言い方 慣用句 呼 い

ます

Futatsu ijō no tango ga kimatta musubi tsuki wo shite ite, sorezore no tango no imi wo tada tsunagi awasete mo rikai dekinai betsu no imi wo arawasu ii kata

wo Kanyōku to yonde imasu.

Yang disebut kanyōku adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki hubungan, meskipun masing-masing arti kata tersebut saling berkaitan, tapi dalam pengucapannya menunjukkan makna lain (Kuramochi, 1987:414).

Dalam bahasa Jepang banyak terdapat kanyōku yang seringkali dipakai dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam percakapan, media elektronik, ataupun media cetak. Oleh karena itu penguasaan kanyōku dirasa penting untuk didalami oleh para pembelajar bahasa Jepang.

Di samping pentingnya penguasaan kanyōku sebagai salah satu objek untuk menambah wawasan kebahasaan bagi para pembelajar bahasa Jepang, kajian tentang kanyōku menarik untuk dilakukan, karena melibatkan unsur-unsur di luar


(10)

kebahasaan sebagai pembentuk kanyōku itu sendiri. Makna idiomatikal dari kanyōku muncul dari berbagai sudut, terutama budaya dan kebiasaan orang Jepang.

Keunikan kanyōku terlihat pula dari relevansi yang tidak dimilikinya, antara makna leksikal (jigidōri imi) dengan makna idiomatikalnya (kanyōkuteki imi) (Sutedi, 2009:82). Contohnya idiom hana ga takai yang secara leksikal berarti hidung tinggi. Bila diartikan hanya dari segi leksikalnya akan membuahkan kebingungan bagi yang memaknainya. Sedangkan arti idiomatikal dari hana ga takai adalah sombong atau besar kepala. Satu contoh idiom diatas adalah fakta dari tidak adanya relevansi antara makna leksikal dengan makna idiomatikal sebagai pembentuk frase tersebut.

Kanyōku berbeda dengan dua jenis frase lainnya yang dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan maknanya. Seperti yang dijelaskan oleh Momiyama (dalam Sutedi, 2011:174), bahwa frase dalam bahasa jepang dibagi menjadi tiga jenis, yaitu futsū no ku, rengo, dan kanyōku. Futsū no ku adalah frase biasa, terdiri dari dua kata atau lebih, makna keseluruhannya bisa diketahui dengan cara memahami makna dari setiap kata yang membentuk frase tersebut , sebagian dari kata yang membentuk frase tersebut bisa diubah dengan yang lainnya secara bebas. Misalnya, dari frase utsukushii hana (bunga yang indah) bisa dibuat frase kireina hana (bunga yang cantik) dan lain sebagainya (Sutedi, 2009:80).

Rengo adalah frase yang makna keseluruhannya bisa diketahui dari makna setiap kata yang menyusun frase tersebut, tetapi setiap kata tersebut tidak bisa diganti dengan kata yang lainnya meskipun sebagai sinonimnya. Contoh,


(11)

yakusoku wo yaburu (ingkar janji) tidak bisa diganti dengan yakusoku wo kowasu, meskipun verba yaburu dan kowasu bersinonim (Sutedi, 2009:80).

Dua jenis frase tersebut maknanya bisa langsung diketahui dari makna leksikal dari kata pembentuk frase tersebut, sedangkan kanyōku sebaliknya hanya bisa diketahui dari makna ideomatikalnya.

Kata-kata pembentuk suatu frase kanyōku bukan tanpa suatu alasan yang jelas.

Kanyōku dibentuk oleh situasi tertentu yang menjadi tradisi atau kebiasaan untuk kemudian menjadi suatu ungkapan tetap untuk memaknai suatu hal. Suatu kesalahan bila kanyōku yang makna idiomatikalnya lebih diutamakan daripada makna leksikalnya diidentikan dengan arbitrasi dalam kebahasaan. Karena arbitrer hanya berlaku dalam pembentukan suatu kata sebagai semiotik untuk menandai suatu gejala, namun hal itu tidak berlaku untuk pembentukan suatu frase. Meskipun frase tersebut termasuk dalam kanyōku.

Menurut Sasaki (1993:8) “learning idiomatic expression does not involve just the language but also the culture.” Mempelajari idiom tidak hanya kebahasaan saja tetapi juga mempelajari budaya. Kata-kata pembentuk suatu kanyōku memiliki kisah tersendiri. Kanyōku tersebut pada umumnya lahir pada masa lalu dalam situasi tertentu yang menjadi tradisi atau kebiasaan di Jepang. Cerita folklor, tradisi, kebiasaan menjadi beberapa akar terbentuknya suatu kanyōku. Salah satu yang cukup banyak melahirkan kanyōku adalah adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal. Zaman feodal di Jepang seni dan budaya baru lahir dan berkembang, seperti ajaran Budha, permainan, sumo, kabuki, origami dan tradisi samurai. Selain itu juga, pada saat zaman itulah kesusastraan Jepang tumbuh dan


(12)

berkembang. Para seniman dan samurai bekerja sama dalam hal kesusastraan di samping bangsawan dan rakyat. Mereka membuat puisi, catatan harian, novel dan juga ungkapan-ungkapan yang baru seperti kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman itu.

Sebagai contoh adalah kanyōkukabuto wo nugu’. Secara leksikal berarti melepaskan topi besi. Sedangkan secara idiomatikal berarti menyerah. Kabuto adalah sejenis penutup kepala yang biasa dipakai oleh samurai saat berperang. Pelepasan penutup kepala adalah tanda bahwa satu pihak yang berperang menyerah. Dari peristiwa inilah kabuto wo nugu biasa dipakai untuk menandakan bahwa satu pihak mengakui kekalahannya. Kini, istilah ini biasa dipakai dalam pertandingan olahraga dan perdebatan. Contoh kalimat yang menggunakan kanyōku tersebut diantaranya:

(1) 今回 い ぶ ま

Konkai wa zettai ni kabuto wo nugimasen yo.

(Kali ini tidak ada alasan untuk mengakui kekalahan)

(2) あ 負け す ぶ い う す

Anata no make desu yo. Kabuto wo nuidara dou desuka. ( Anda sudah kalah. Bagaimana kalau anda menyerah saja.)

Selain contoh kanyōku di atas masih banyak kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal. Ada yang terbentuk dari olah raga sumo, yang terbentuk di saat perang para samurai bahkan ada juga kanyouku yang terbentuk dari kebiasaan orang Jepang pada saat membeli minyak untuk lentera. Oleh karena itu dalam skripsi ini penulis mengangkat tema Analisis Kanyōku


(13)

Yang Berhubungan Dengan Adat Kebiasan Orang Jepang Pada Zaman Feodal Sebagai Unsur Pembentuknya.

B. Rumusan dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah: a. Apa makna leksikal (jigidouri imi) kanyōku-kanyōku yang terbentuk dari

adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal?

b. Apa makna idiomatikal (kanyōkuteki imi) kanyōku-kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal?

c. Bagaimana hubungan makna leksikal dengan makna idiomatikal dari

kanyōku-kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal?

2. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang terlalu jauh, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini hanya meneliti kanyōku-kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal yang telah penulis kumpulkan. b. Penelitian ini hanya meneliti makna leksikal kanyōku-kanyōku yang telah

penulis kumpulkan, yaitu kanyōku yang berhubungan dengan adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal sebagai akar pembentukannya.


(14)

c. Penelitian ini hanya meneliti makna idiomatikal dari kanyōku-kanyōku yang telah penulis kumpulkan, yaitu kanyōku yang berhubungan dengan adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal sebagai akar pembentukannya.

d. Penelitian ini hanya meneliti hubungan makna leksikal dengan makna idiomatikal dari kanyōku-kanyōku yang telah penulis kumpulkan, yaitu

kanyōku yang berhubungan dengan adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal sebagai akar pembentukannya.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah penulis kemukakan, tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui makna leksikal kanyōku-kanyōku yang telah penulis kumpulkan, yaitu kanyōku yang berhubungan dengan adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal sebagai akar pembentukannya.

b. Untuk mengetahui makna idiomatikal dari kanyōku-kanyōku yang telah penulis kumpulkan, yaitu kanyōku yang berhubungan dengan adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal sebagai akar pembentukannya. c. Untuk mengetahui hubungan makna leksikal dengan makna idiomatikal

kanyōku-kanyōku yang telah penulis kumpulkan, yaitu kanyōku yang berhubungan dengan dan adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal sebagai akar pembentukannya.


(15)

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya: a. Memberikan pengetahuan bagi pembelajar bahasa Jepang mengenai

kanyōku.

b. Dapat menjadi bahan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang.

c. Meningkatkan minat pembelajar bahasa Jepang dalam menambah wawasan mengenai kanyōku bahasa Jepang.

d. Menambah wawasan pengetahuan mengenai adat kebiasaan orang Jepang. e. Dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya bagi mereka yang

berminat terhadap kanyōku bahasa Jepang.

D. Definisi Operasional 1. Analisis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya (1990:32).

2. Kanyōku

Kanyōku adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang memiliki hubungan, meskipun masing-masing arti kata tersebut saling berkaitan, tapi dalam pengucapannya menunjukkan makna lain. (Kuramochi, 1987:414) 3. Zaman Feodal Jepang

Menurut Martin dalam Situmorang (2006:78) feodalisme adalah penguasaan lahan tanah yang terpecah belah sebagai faktor produksi melalui


(16)

kekuatan militer, dimana kaum feodal menyediakan keamanan bagi petani sehingga para petani dapat mengerjakan lahannya. Sedangkan pembagian hasil ditentukan oleh tuan feodal sehingga petani tidak bisa hidup menjadi kuat, tetapi harus selalu tergantung pada tuannya. Feodalisme awal yang terjadi di Jepang tersebut berpusat pada kesetiaan pengabdian diri bushi (golongan militer) kepada tuannya.

Dalam sejarah Jepang, zaman feodal dibagi menjadi dua bagian. Paruh pertama disebut abad pertengahan (chūsei) dari zaman Kamakura hingga zaman Muromachi, sementara paruh kedua disebut abad modern (kinsei) dari zaman Azuchi-Momoyama hingga zaman Edo. Zaman feodal di Jepang berlangsung dari abad ke-12 hingga abad ke-19, ditandai oleh pemerintahan daerah oleh keluarga-keluarga daimyo di bawah kendali pemerintahan militer keshogunan. Kaisar hanya berperan sebagai kepala negara de jure sementara kekuasaan berada di tangan shogun. (Surajaya, 1996:20)

4. Adat Kebiasaan Orang Jepang

Adat kebiasaan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara (kelakuan, tindakan, dan sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan (1990:5). Seperti orang Indonesia, orang Jepang juga mempunyai beberapa adat kebiasaan yang boleh dikataan khas, seperti furo (adat berendam dalam air panas); geisha (wanita penghibur); seppuku (adat bunuh diri kasta samurai); dan sebagainya.


(17)

E. Metodologi Penelitian A. Metode

Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang membicarakan beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah yang aktual dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikan dan menginterpretasikannya. (Winaryo Surakhmad, 1990: 147)

B. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah kanyōku dalam bahasa Jepang yang berhubungan dengan adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal sebagai unsur pembentuknya.

C. Sumber Data

Objek penelitian ini yaitu Kanyōku dalam bahasa Jepang, Sumber data dalam analisis ini diambil dari kamus-kamus kanyōku bahasa Jepang, diantaranya adalah:

1. Reikai Kanyouku Jiten (1998)

2. Jiko Kotowaza Kanyouku Jiten (1999) 3. Gakushuu Kokugo Jiten (1987)

4. Neruson Saishin Kanji Jiten (2008)

5. Kenjii Matsuura Nihongo – Indonesia Jiten (1994) D. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan penulis adalah studi literatur atau studi kepustakaan, yaitu meneliti buku-buku dan kamus yang dijadikan objek


(18)

penelitian, dan juga mengumpulkan sumber yang lain yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas sebagai referensi.

Setelah data terhimpun berdasarkan kriteria batasan masalah, lalu diklasifikasikan dan dideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian.

E. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II LANDASAN TEORITIS

Pada bab ini penulis akan mengemukakan mengenai teori mengenai kanyōku, yang mencakup jenis-jenis kanyōku, ciri-ciri kanyōku serta sekilas penjelasan mengenai kanyōku yang akan diteliti.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan mengenai metode dan desain penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan mengenai deskripsi hasil analisis tentang beberapa Kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman Feodal di Jepang sebagai Unsur pembentuknya.


(19)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang kesimpulan dan saran, didalamnya memuat kesimpulan dan saran-saran yang diharapkan dapat berguna untuk peneliti selanjutnya.


(20)

38

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang dilakukan berdasarkan pada langkah kerja ilmiah secara teratur, sistemis dan logis dalam upaya untuk mengkaji, memahami dan menemukan jawaban dari suatu masalah yang ada (Sutedi, 2009 : 14).

Penelitian sangat penting untuk mencapai kemajuan dalam hal apapun termasuk dalam disiplin ilmu karena dengan kegiatan penelitian dapat menciptakan seseorang menjadi lebih peka terhadap segala permasalahan yang muncul, serta menimbulkan pemikiran inovatif, cepat tanggap dan tajam dalam menghadapi masalah. Dengan kata lain, penelitian pendidikan merupakan upaya untuk memahami permasalahan serta hal-hal yang berhubungan dengannya, melalui pengumpulan berbagai bukti akurat, dilakukan secara sistematis, berdasarkan metode ilmiah, sehingga diperoleh suatu jawaban untuk memecahkan masalah tersebut.


(21)

39

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

Dalam setiap melakukan penelitian terhadap suatu objek , baik yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, lembaga atau yang lainnya, sangatlah diperlukan sebuah metode yang dapat memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian, memecahkan setiap masalah dengan acuan yang jelas dan lebih terarah.

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai hasil yang baik seperti yang dikehendaki (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Metode sangat berguna untuk mempermudah mencapai suatu tujuan dari suatu kegiatan. Metode penelitian merupakan prosedur dan langkah kerja yang dilakukan dalam kegiatan penelitian. Tentu langkah kerja dan prosedur dibuat secara teratur dan sistematis, mulai dari tahap perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan.

Sesuai dengan judul penelitian ini Analisis Kanyōku Yang Berhubungan Dengan Adat Kebiasan Orang Jepang Pada Zaman Feodal Sebagai Unsur Pembentuknya, maka metode yang akan digunakan untuk


(22)

40

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

mempermudah dan memperlancar pencapaian tujuan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Metode deskriptif adalah metode yang membicarakan beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah yang aktual dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikannya, menganalisa dan menginterpretasikannya (Surakhmad, 1990:147).

Penelitian deskriptif adalah penelitian non hipotesis sehingga tidak perlu merumuskan hipotesis. Sehubungan dengan penelitian deskriptif ini, sering dibedakan atas dua jenis penelitian menurut proses sifat dan analisis datanya, mencakup riset deskriptif yang bersifat eksploratif, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena, dan yang kedua adalah riset deskriptif yang bersifat developmental, penelitian jenis ini bertujuan untuk menemukan suatu model atau prototype, dan bisa digunakan untuk segala jenis bidang (Arikunto, 2002:208-210).

Sedangkan menurut Sutedi (2007:18) penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang ada secara apa adanya.


(23)

41

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

B. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kanyouku dalam bahasa Jepang. Kanyouku banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti di dalam percakapan, surat kabar, majalah, buku, jurnal dan artikel-artikel. Penelitian ini penting untuk dilakukan mengingat materi-materi tentang pembelajaran kanyouku sedikit dipelajari di dalam kelas. Selain itu, kanyouku memiliki ciri khas yang tidak dimiliki frase lainnya. Ciri khasnya terletak pada kata-kata pembentuk kanyouku tersebut. Dalam pembelajaran bahasa Jepang, dengan mengetahui asal mula pembentukan kanyouku akan mempermudah untuk mengingat makna dan cara penerapannya pada sebuah konteks kalimat.

Tetapi, karena kanyouku dalam bahasa Jepang jumlahnya sangat banyak, maka penulis membatasi objek penelitian hanya pada makna kanyouku yang berhubungan dengan adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal sebagai unsur pembentuknya. Pada zaman feodal di Jepang budaya Jepang sedang berkembang sangat pesat, begitu juga dengan kesusastraannya.


(24)

42

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

C. Sumber Data

Yang dijadikan sumber data pada penelitian ini adalah :

1. Koji Kotowaza Kanyouku Jiten

Koji Kotowaza Kanyouku Jiten merupakan kamus kumpulan frase dan peribahasa yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu di dalamnya memuat beberapa contoh kalimat dari penggunaan kanyouku.

2. Reikai Kanyouku Jiten

Reikai Kanyouku Jiten merupakan kamus kumpulan idiom dan contoh-contoh kalimatnya serta penempatan kanyouku dalam kalimat yang benar.

3. Gakushuu Kokugo Jiten

4. Neruson Saishin Jiten

5. Kenji Matsuura Nihon Go – Indonesia Go Jiten


(25)

43

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti adalah studi literature atau studi kepustakaan, yaitu meneliti buku-buku dan kamus yang akan dijadikan objek penelitian, juga mengumpulkan sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas sebegai referensi. Studi literature yaitu dengan cara membaca buku-buku/sumber tertulis lainnya sehingga didapat pengetahuan seputar kanyouku

Dalam penelitian ini, penulis melakukan 3 tahap yaitu sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis mengkaji buku, artikel, maupun kamus yang memuat informasi tentang kanyouku dalam bahasa Jepang yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mengumpulkan contoh-contoh kalimat yang menggunakan kanyouku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal.


(26)

44

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

b. Menganalisis makna dari kanyouku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal, baik secara leksikal dan idiomatiknya maupun perluasan makna dari gaya bahasa atau majas yang dipakainya.

Dengan tahapan sebagai berikut:

1) Mengumpulkan kanyouku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal dari beberapa sumber data.

2) Menerjemahkan kanyouku yang telah dikumpulkan berdasarkan makna kata perkata yang membentuknya, sehingga menjadi makna leksikalnya.

3) Mencari makna idiomatik dari kanyouku tersebut dari kamus-kamus kanyouku maupun kamus-kamus bahasa Jepang.

4) Menganalisis hubungan dari makna leksikal dan makna idiomatik dengan mengacu pada batasan-batasan gaya bahasa yang dikemukanan Sutedi yaitu metafora, metomini, dan sinekdoke.


(27)

45

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

3. Generalisasi

Menggeneralisasikan data yang di dapat dengan menarik kesimpulan berdasarkan analisis yang dilakukan. Sehingga dapat ditemukan hasil dan tujuan dari penelitian ini.


(28)

95

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah penulis uraikan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Kanyōku adalah ungkapan bahasa berupa gabungan dua kata atau lebih yang maknanya tidak dapat dipahami dari definisi gabungan kata tersebut. Dari ke-30 kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal, semuanya memiliki hubungan antar kedua makna, oleh karena itu semua kanyōku tersebut bisa dianalisis dari gaya bahasanya, berikut tabel ke-30 kanyōku yang telah penulis kumpulkan:

Tabel 1 Makna Leksikal dan Makna Idiomatikal

NO 慣用句

字義道理意味 慣用句的意味

1

油 売 Menjual minyak

membuang-buang waktu di saat bekerja

2 びた一文 Satu sen potongan harga

3

堂 入 Masuk kuil

memiliki kemampuan di atas rata-rata


(29)

96

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

derivasi morfologis dari

dosa wo kū yang berarti memakan dosa, Magireru adalah sukar

dibedakan

dalam kebingungan / mengambil kesempatan

dalam kesempitan

5 懐 寂しい Kantong kesepian kekurangan uang

6

旗色 悪い

Warna benderanya jelek

Pandangan tidak baik/harapan tidak berjalan sesuai yang

diinginkan 7

旗 見 Melihat bendera

melihat kondisi sekitar untuk mendapatkan keuntungan dari mereka 8

引 取 い Tidak kalah

sebagus, sehebat atau sejago dengan seseorang 9

一旗揚

Menaikkan bendera

special mencapai keberhasilan 10

自腹 切 Memotong perut

menggunakan uang seseorang untuk membayar sesuatu yang

tidak menjadi kewajibannya

11 十八番 Delapan belas satu andalan

12 兜 脱 Melepaskan topi baja mengakui kekalahan

13 文無し Tidak ada satu sen Bangkrut

14

武者震い Getaran samurai

bergetar karena kegairahan

15 二束三文 Dua tangkai tiga sen sangat murah


(30)

97

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

menikam 17

抜 打ち

Mencabut dan

memukul Kejutan

18

大風呂敷 広

Menghamparkan kain pembungkus membesar- besarkan/melebih-lebihkan 19

折 紙付

Membubuhkan kertas lipat

reputasi baik yang tidak diragukan lagi 20

鎬 削 Mengikis shinogi

bersaing/bertanding dengan sengit

21 袖の下 Bawah lengan baju suap/sogok

22

そ あわ い

Tidak cocok dengan lengkungan pedang

tidak bekerja sama dengan baik 23

た うちょ う

Langsung masuk ke barisan musuh dengan

sebuah pedang

berbicara secara terang-terangan

24

ていし Tuan penasihat

keangkuhan dan kesombongan atau

diktator 25

年寄 の冷 水 Air dingin yang tua

ketidakbijaksanaan di usia tua

26 つ Barang tempelan terlalu memaksakan

27

つ ぼ桟敷 Tempat duduk tuli

terus membuat seseorang berada dalam

ketidaktahuan 28

鵜の目鷹の目 Mata pecuk mata elang

mencari/memperhatikan sesuatu dengan intens 29

内弁慶 Kerabat benkei

kuat dan tegas bila di wilayahnya sendiri,tetapi


(31)

98

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

lemah dan takut bila di luar wilayahnya/jago

kandang 30

横車 押す

Mendorong bagian samping dari kereta

kuda

memiliki caranya sendiri/memperjuangkan

sesuatu yang bahkan tidak rasional atau tidak

mungkin

Tabel 2 Kanyōku Berdasarkan Gaya Bahasa

NO 慣用句 Metafora Metomini Sinekdok

1 油 売

2 びた一文

3 堂 入

4 さ さ 紛 

5 懐 寂しい 

6 旗色 悪い 

7 旗 見 

8 引 取 い 

9 一旗揚 

10 自腹 切 

11 十八番 

12 兜 脱 


(32)

99

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

14 武者震い 

15 二束三文 

16 抜 差し い 

17 抜 打ち 

18 大風呂敷 広 

19 折 紙付 

20 鎬 削 

21 袖の下 

22 そ あわ い 

23 た うちょ う 

24 ていし 

25 年寄 の冷 水 

26 つ 

27 つ ぼ桟敷 

28 鵜の目鷹の目 

29 内弁慶 

30 横車 押す 

Tabel 3 Kanyōku Berdasarkan Unsur Frase Pembentuk

NO 慣用句

Rengo seiku teki kanyōku

Hiyu teki kanyōku Chokuyu teki

kanyōku Inyu teki kanyōku

1 油 売

2 びた一文 

3 堂 入 

4 さ さ 紛 

5 懐 寂しい


(33)

100

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

6 旗色 悪い 

7 旗 見 

8 引 取 い 

9 一旗揚 

10 自腹 切 

11 十八番 

12 兜 脱 

13 文無し 

14 武者震い 

15 二束三文 

16 抜 差し い 

17 抜 打ち 

18 大風呂敷 広 

19 折 紙付 

20 鎬 削 

21 袖の下 

22 そ あわ い 

23 た うちょ う 

24 ていし 

25 年寄 の冷 水 

26 つ 

27 つ ぼ桟敷 

28 鵜の目鷹の目 

29 内弁慶 

30 横車 押す 


(34)

101

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

NO 慣用句

Kankaku kanjō wo arawasu kanyōku Karada, seikaku, taido wo arawasu kanyōku

Kōi, dōsa, kōdō wo arawasu

kanyōku

Jōtai, teido kachi wo arawasu kanyōku Shakai, bunka wo arawasu kanyōku

1 油 売

2 びた一文

3 堂 入

4 さ さ 紛 

5 懐 寂しい 

6 旗色 悪い 

7 旗 見 

8 引 取 い 

9 一旗揚 

10 自腹 切 

11 十八番 

12 兜 脱 

13 文無し 

14 武者震い 

15 二束三文 

16 抜 差し い 

17 抜 打ち 

18 大風呂敷 広 

19 折 紙付 

20 鎬 削 

21 袖の下 

22 そ あわ い 


(35)

102

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

24 ていし 

25 年寄 の冷 水 

26 つ 

27 つ ぼ桟敷 

28 鵜の目鷹の目 

29 内弁慶 

30 横車 押す 

2. Berdasarkan tabel 1 terlihat ada 25 kanyōku yang merupakan gaya bahasa metafora dan sisanya 5 kanyōku yang bergaya jenis sinekdoke. Dapat disimpulkan bahwa kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal yang dominan adalah merupakan gaya bahasa metafora. Tidak ada kanyōku yang bergaya bahasa metomini, karena

kanyōku yang terbentuk dari kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal berasal dari sebuah cerita nyata yang pernah terjadi pada masa lalu, dan tidak mungkin menjadi kebiasaan di masa sekarang.

3. Berdasarkan tabel 2, dapat disimpulkan bahwa kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal yang merupakan ungkapan frase umum/biasa atau juga disebut rengo seiku teki kanyōku adalah kanyōku (1), (2), (3), (6), (7), (8), (9), (10) (11), (12), (13), (18),


(36)

103

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

(19), (20), (21), dan (30), sedangkan sisanya (4), (5), (14), (15), (16), (17), (22), (23), (24), (25), (26), (27), (28), dan (29) merupakan inyu teki

kanyōku atau berhubungan dengan makna kiasan dan simbolik juga berhubungan dengan rengo seiku teki kanyōku. Dari tabel 2 tidak ada

kanyōku yang termasuk ke dalam jenis chokuyu teki kanyōku, karena

kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang berasal dari beberapa cerita nyata, bukan kiasan pengandaian.

4. Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa semua kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal menurut maknanya adalah, 2

kanyōku yang termasuk ke dalam jenis kankaku, kanjō wo arawasu kanyōku; 4 kanyōku yang termasuk ke dalam jenis karada, seikaku, taido wo arawasu kanyōku; 13 kanyōku termasuk ke dalam jenis kōi, dōsa kōdo

wo arawasu kanyōku; 10 kanyōku termasuk ke dalam jenis jōtai, teido

kachi wo arawasu kanyōku dan hanya 1 kanyōku yang termasuk ke dalam shakai, bunka wo arawasu kanyōku.

5. Dari kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal, kebanyakan kanyōku terbentuk dari sebuah tradisi samurai,


(37)

104

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

sebagian lagi terbentuk dari kehidupan sosial masyarakat di zaman feodal di Jepang, kebudayaan dan seni yang lahir pada zaman feodal di Jepang.

B. Saran

Setiap hasil penelitian pasti akan menemukan suatu masalah yang bisa diteliti lebih lanjut lagi. Penulis beranggapan, bahwa penelitian mengenai kanyōku masih harus ditindak lanjuti. Karena masih banyak kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal, bahkan masih banyak lagi

kanyōku yang lain-lainnya selain kanyōku yang penulis teliti.

Berdasarkan hasil penilitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, ada beberapa hal yang perlu disampaikan sebagai saran untuk melengkapi berbagai macam kekurangan dan keterbatasan penulis dalam penelitian ini.

Saran untuk mahasiswa sebagai peneliti selanjutnya :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan gaya bahasa (metafora, metonimi, sinekdok) dalam kanyōku.


(38)

105

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang kanyōku yang sering digunakan dalam bahasa Jepang

3. Bagi yang akan meneliti mengenai analisis makna bahasa, harus memahami dengan baik linguistik dari bahasa tersebut.

Saran untuk Dosen, selaku pengajar :

1. Kanyouku bisa menjadi bahan pembelajaran bahasa Jepang.

2. Perlu adanya cara pembelajaran yang cocok untuk mengajarkan kanyōku.


(39)

105

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Danandjaja, James. 1997. Folklor Jepang Dilihat dari Kacamata Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Emeritsu, Musashino dkk. 1987. Sejarah Kebudayaan Jepang. Jakarta: Kementrian Luar Negeri Jepang

Haruhiko, Kindaichi. 1987. Gakushu Kokugo Jiten. Sanseido Japan

Matsuura, Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang-Indonesia. Kyoto: Kyoto Sangyo University Press

Muneo, Inoue. 1992. Reikai Kanyouku Jiten. Tokyo: Sootakusha

Miyaji, Hiroshi. 1984. Kanyouku Imi To Youho Jiten. Tokyo: Meiji Shoin


(40)

106

Adri Teguh Bey Haqqi, 2013

Rosalina, Elsa. 2006. Analisis Kanyouku yang Terbentuk dari Kata Mune dalam Bahasa Jepang. Skripsi Sarjana pada FPBS UPI Bandung: tidak

diterbitkan

Sudjianto dan Dahidi, Ahmad. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesain Blanc

Surajaya, I Ketut. 2001. Pengantar Sejarah Jepang 1. Jakarta: Universitas Indonesia

Sutedi, Dedi. 2009. Pengantar Penelitian Bahasa Jepang. Bandung

Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora

Yasuo, Kuromachi dan Yukiko, Sakata. 1999. Koji Kotowaza Kanyouku Jiten. Tokyo: Sanseido Henshuujo


(1)

24 ていし 

25 年寄 の冷 水 

26 つ 

27 つ ぼ桟敷 

28 鵜の目鷹の目 

29 内弁慶 

30 横車 押す 

2. Berdasarkan tabel 1 terlihat ada 25 kanyōku yang merupakan gaya bahasa metafora dan sisanya 5 kanyōku yang bergaya jenis sinekdoke. Dapat disimpulkan bahwa kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal yang dominan adalah merupakan gaya bahasa metafora. Tidak ada kanyōku yang bergaya bahasa metomini, karena

kanyōku yang terbentuk dari kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal berasal dari sebuah cerita nyata yang pernah terjadi pada masa lalu, dan tidak mungkin menjadi kebiasaan di masa sekarang.

3. Berdasarkan tabel 2, dapat disimpulkan bahwa kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal yang merupakan ungkapan frase umum/biasa atau juga disebut rengo seiku teki kanyōku


(2)

(19), (20), (21), dan (30), sedangkan sisanya (4), (5), (14), (15), (16), (17), (22), (23), (24), (25), (26), (27), (28), dan (29) merupakan inyu teki

kanyōku atau berhubungan dengan makna kiasan dan simbolik juga berhubungan dengan rengo seiku teki kanyōku. Dari tabel 2 tidak ada

kanyōku yang termasuk ke dalam jenis chokuyu teki kanyōku, karena

kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang berasal dari beberapa cerita nyata, bukan kiasan pengandaian.

4. Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa semua kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal menurut maknanya adalah, 2

kanyōku yang termasuk ke dalam jenis kankaku, kanjō wo arawasu kanyōku; 4 kanyōku yang termasuk ke dalam jenis karada, seikaku, taido wo arawasu kanyōku; 13 kanyōku termasuk ke dalam jenis kōi, dōsa kōdo

wo arawasu kanyōku; 10 kanyōku termasuk ke dalam jenis jōtai, teido

kachi wo arawasu kanyōku dan hanya 1 kanyōku yang termasuk ke dalam shakai, bunka wo arawasu kanyōku.


(3)

sebagian lagi terbentuk dari kehidupan sosial masyarakat di zaman feodal di Jepang, kebudayaan dan seni yang lahir pada zaman feodal di Jepang.

B. Saran

Setiap hasil penelitian pasti akan menemukan suatu masalah yang bisa diteliti lebih lanjut lagi. Penulis beranggapan, bahwa penelitian mengenai kanyōku masih harus ditindak lanjuti. Karena masih banyak kanyōku yang terbentuk dari adat kebiasaan orang Jepang pada zaman feodal, bahkan masih banyak lagi

kanyōku yang lain-lainnya selain kanyōku yang penulis teliti.

Berdasarkan hasil penilitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, ada beberapa hal yang perlu disampaikan sebagai saran untuk melengkapi berbagai macam kekurangan dan keterbatasan penulis dalam penelitian ini.

Saran untuk mahasiswa sebagai peneliti selanjutnya :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan gaya bahasa (metafora, metonimi, sinekdok) dalam kanyōku.


(4)

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang kanyōku yang sering digunakan dalam bahasa Jepang

3. Bagi yang akan meneliti mengenai analisis makna bahasa, harus memahami dengan baik linguistik dari bahasa tersebut.

Saran untuk Dosen, selaku pengajar :

1. Kanyouku bisa menjadi bahan pembelajaran bahasa Jepang.

2. Perlu adanya cara pembelajaran yang cocok untuk mengajarkan kanyōku.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Danandjaja, James. 1997. Folklor Jepang Dilihat dari Kacamata Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Emeritsu, Musashino dkk. 1987. Sejarah Kebudayaan Jepang. Jakarta: Kementrian Luar Negeri Jepang

Haruhiko, Kindaichi. 1987. Gakushu Kokugo Jiten. Sanseido Japan

Matsuura, Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang-Indonesia. Kyoto: Kyoto Sangyo University Press

Muneo, Inoue. 1992. Reikai Kanyouku Jiten. Tokyo: Sootakusha

Miyaji, Hiroshi. 1984. Kanyouku Imi To Youho Jiten. Tokyo: Meiji Shoin


(6)

Rosalina, Elsa. 2006. Analisis Kanyouku yang Terbentuk dari Kata Mune dalam Bahasa Jepang. Skripsi Sarjana pada FPBS UPI Bandung: tidak

diterbitkan

Sudjianto dan Dahidi, Ahmad. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesain Blanc

Surajaya, I Ketut. 2001. Pengantar Sejarah Jepang 1. Jakarta: Universitas Indonesia

Sutedi, Dedi. 2009. Pengantar Penelitian Bahasa Jepang. Bandung

Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora

Yasuo, Kuromachi dan Yukiko, Sakata. 1999. Koji Kotowaza Kanyouku Jiten. Tokyo: Sanseido Henshuujo