PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN INKURI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

(1)

DAFTAR ISI

halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Manfaat Penelitian ... 14

1.5 Definisi Operasional ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika ... 18

2.2 Pendekatan Inkuiri ... 20

2.3 Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing ... 28

2.4 Kemampuan Pemahaman Matematis ... 30

2.5 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 35

2.6 Pembelajaran Konvensional ... 38

2.7 Teori Belajar Pendukung ... 39

2.7.1 Teori Belajar ... 39

2.7.2 Teori Belajar Konstruktivisme ... 44

2.8 Penelitian yang Relevan ... 46

2.9 Hipotesis Penelitian ... 47


(2)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 49

3.2 Populasi, Sampel dan Responden Penelitian ... 51

3.3 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54

3.4 Instrumen untuk Penelitian ... 55

3.4.1 Instrumen Tes Matematika ... 55

A. Instrumen Tes Pemahaman Matematis... 56

B. Instrumen Tes Komunikasi Matematis ... 56

C. Analisis Validitas ... 59

D. Analisis Reliabilitas ... 61

E. Analisis Daya Pembeda ... 62

F. Analisis Tingkat Kesukaran Soal ... 64

G. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Matematika ... 66

3.4.2 Lembar Observasi ... 68

3.4.3 Skala Sikap ... 69

3.4.4 Wawancara ... 70

3.5 Pengembangan Bahan Ajar... 71

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 72

3.7 Tahap Penelitian ... 72

3.7.1 Tahap Persiapan Penelitian ... 72

3.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 73

3.7.3 Tahap Pengolahan Data ... 78

3.8 Waktu Penelitian ... 81

3.9 Prosedur Penelitian ... 82

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 83

4.1.1 Hasil Penelitian tentang Kemampuan Pemahaman Matematis 84

4.1.2 Hasil Penelitian tentang Kemampuan Komunikasi Matematis 97

4.1.3 Hasil Penelitian tentang Skala Sikap Siswa... 110

4.1.4 Aktivitas Guru dan Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 115 viii


(3)

4.1.5 Hasil Wawancara ... 121

4.1.6 Deskripsi Pembelajaran Konvensional ... 125

4.2 Temuan dan Pembahasan ... 126

4.2.1 Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing ... 126

4.2.2 Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 129

4.2.3 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing ... 138

4.2.4 Aktivitas Guru dan Siswa ... 139

4.2.5 Tanggapan Guru dan Siswa ... 140

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 141

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 143

5.2 Saran ... 145

DAFTAR PUSTAKA ... 147

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 151

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA 259 LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 274

LAMPIRAN D: ANALISIS DATA SKALA SIKAP DAN OBSERVASI ... 297

LAMPIRAN E: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN ... 307

RIWAYAT HIDUP ... 327


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antar Variabel Bebas,

Terikat dan Kontrol ... 51

Tabel 3.2 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 56

Tabel 3.3 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 57

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Validitas ... 59

Tabel 3.5 Interpretasi Uji Validitas Tes Pemahaman Matematis ... 60

Tabel 3.6 Interpretasi Uji Validitas Tes Komunikasi Matematis ... 61

Tabel 3.7 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 62

Tabel 3. 8 Klasifikasi Daya Pembeda ... 63

Tabel 3. 9 Daya Pembeda Tes Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 63

Tabel 3.10 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 64

Tabel 3.11 Tingkat Kesukaran Butir Soal Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 65

Tabel 3.12 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 66

Tabel 3.13 Perhitungan Korelasi Uji Kemampuan Pemahaman Matematis dan Nilai Ulangan Siswa ... 67

Tabel 3.14 Perhitungan Korelasi Uji Kemampuan Komunikasi Matematis dan Nilai Ulangan Siswa ... 67

Tabel 3.15 Klasifikasi Gain Ternormalisasi... 80

Tabel 3.16 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 81

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 84

Tabel 4.2 Rataan Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 85

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 86

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 87


(5)

Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan Pemahaman

Matematis Siswa ... 87 Tabel 4.6 Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes Kemampuan Pemahaman

Matematis Siswa ... 88 Tabel 4.7 Rataan Gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 89 Tabel 4.8 Rataan dan Standar Deviasi Gain Kemampuan Pemahaman

Matematis ... 90 Tabel 4.9 Uji Normalitas Distribusi Data Gain Kemampuan Pemahaman

Matematis ... 91 Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Gain Kemampuan

Pemahaman Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 92 Tabel 4.11 Analisis Varians Gain Kemampuan Pemahaman Matematis

Menurut Pendekatan Pembelajaran dan Kategori Siswa... 93 Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa ... 97 Tabel 4.13 Rataan Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 98 Tabel 4.14 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa ... 99 Tabel 4.15 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Pretes dan Postes

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 100 Tabel 4.16 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa ... 100 Tabel 4.17 Hasil Uji Perbedaan Rataan Postes Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa ... 101 Tabel 4.18 Rataan Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 102 Tabel 4.19 Rataan dan Standar Deviasi Gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 103 Tabel 4.20 Uji Normalitas Distribusi Data Gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 104


(6)

Tabel 4.21 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Gain Kemampuan

Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 105 Tabel 4.22 Analisis Varians Gain Kemampuan Komunikasi Matematis

Menurut Pendekatan Pembelajaran dan Kategori Siswa... 106 Tabel 4.23 Sikap Siswa Kelas Eksperimen terhadap Pelajaran Matematika .. 111 Tabel 4.24 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan PIT ... 112 Tabel 4.25 Sikap Siswa terhadap Soal Pemahaman dan Komunikasi

Matematis ... 114 Tabel 4.26 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Selama Pembelajaran

dengan PIT ... 117 Tabel 4.27 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran

dengan PIT ... 119 Tabel 4.28 Persentase Rataan Perkembangan Aktifitas Postif Siswa terhadap

Pembelajaran dengan PIT... 120 Tabel 4.29 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 130 Tabel 4.30 Rataan Gain Hasil Belajar Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

dan Kategori Kemampuan Siswa ... 132


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian... 82 Gambar 4.1 Diagram Batang Perbandingan Rataan Pretes dan Postes

Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 85 Gambar 4.2 Diagram Batang Perbandingan Rataan dan Standar Deviasi

Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa ... 90 Gambar 4.3 Grafik Interaksi antara Faktor Pendekatan Pembelajaran dengan

Faktor Kategori Siswa pada Kemampuan Pemahaman

Matematis ... 96 Gambar 4.4 Diagram Batang Perbandingan Rataan Pretes dan Postes

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 98 Gambar 4.5 Diagram Batang Perbandingan Rataan dan Standar Deviasi

Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 103 Gambar 4.6 Grafik Interaksi antara Faktor Pendekatan Pembelajaran dengan

Faktor Kategori Siswa pada Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 109 Gambar 4.7 Diagram Batang Perkembangan Aktifitas Guru pada

Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing... 118 Gambar 4.8 Diagram Batang Perkembangan Aktifitas Siswa pada

Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing... 121 Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Interaksi Rataan Gain Kemampuan

Pemahaman dan Komunikasi Matematis Menurut Faktor

Pendekatan Pembelajaran dan Kategori Siswa ... 133


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 151

A.1 Silabus Bahan Ajar ... 152

A.2 RPP dan LKS ... 155

A.3 Kisi-kisi Soal dan Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis ... 225

A.4 Alternatif Jawaban Tes Matematika... 231

A.5 Kisi-kisi Angket Sikap Siswa ... 238

A.6 Pedoman Observasi dalam Pembelajaran Matematika dengan PIT ... 241

A.7 Pedoman Wawancara Guru ... 243

A.8 Pedoman Wawancara Siswa ... 246

A.9 Modul Pelatihan Guru Matematika ... 247

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA 259 B.1 Tabel Skor Uji Coba Tes Pemahaman Matematis... 260

B.2 Tabel Skor Uji Coba Tes Komunikasi Matematis ... 261

B.3 Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Matematika dengan SPSS 16 dan Anates 4.0 ... 262

B.4 Perhitungan Korelasi Hasil Uji Coba Tes Matematika dengan Nilai Ulangan Harian Siswa... 273

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 274

C.1 Kategori Kemampuan Siswa ... 271

C.2 Data Hasil Pretes ... 277

C.3 Data Hasil Postes ... 281

C.4 Data Gain Ternormalisasi ... 285

C.5 Perhitungan Data dan Uji Statistik untuk Data Pretes, Postes dan Gain Ternormalisasi ... 289

LAMPIRAN D: ANALISIS DATA SKALA SIKAP DAN OBSERVASI ... 297


(9)

D.1 Data Skala Sikap Kelas Eksperimen ... 298

D.2 Uji Validitas Skala Sikap ... 300

D.3 Data Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran PIT ... 305

LAMPIRAN E: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN ... 307

E.1 Jadwal Penelitian ... 308

E.2 Foto-foto Penelitian ... 310

E.3 Data-Data Penunjang ... 313

E.4 Surat Keterangan ... 320


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Penguasaan materi matematika oleh siswa menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi di dalam penataan nalar dan pengambilan keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif pada saat ini. Namun sayangnya, pencapaian prestasi siswa dalam pelajaran matematika belum begitu memuaskan.

Sampai dengan saat ini belum ada sesuatu data atau fakta yang dapat dijadikan bukti bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia sudah berhasil baik. Berdasarkan laporan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2000 (Gani, 2006), Indonesia berada pada peringkat ke-34 dari 38 negara peserta pada tingkat internasional. Hal ini merupakan indikator yang menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

Rendahnya hasil pembelajaran matematika di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor penyebabnya, berkaitan dengan pembelajaran yang diselenggarakan guru di sekolah. Widdiharto (2004) dan Tahmir (2007) menyatakan bahwa pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP)


(11)

cenderung text book oriented dan masih didominasi dengan pembelajaran yang terpusat pada guru serta kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak mempertimbangkan tingkat kognitif siswa sesuai dengan perkembangan usianya.

Depdiknas (2006) menyatakan tujuan pembelajaran matematika menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diantaranya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Demikian pula halnya tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (Wahyudin, 2008), yang menetapkan standar-standar kemampuan matematis seperti pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi, seharusnya dapat dimiliki oleh peserta didik.

Untuk dapat mencapai standar-standar pembelajaran itu, seorang guru hendaknya dapat menciptakan suasana belajar yang memungkinkan bagi siswa untuk secara aktif belajar dengan mengkonstruksi, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Karena mengajar matematika tidak sekedar


(12)

menyusun urutan informasi, tetapi perlu meninjau relevansinya bagi kegunaan dan kepentingan siswa dalam kehidupannya. Dengan belajar matematika diharapkan siswa mampu menyelesaikan masalah, menemukan dan mengkomunikasikan ide-ide yang muncul dalam benak siswa.

Semua kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa tidak serta merta dapat terwujud hanya dengan mengandalkan proses pembelajaran yang selama ini terbiasa ada di sekolah kita, dengan urutan-urutan langkah seperti, diajarkan teori/definisi/teorema, diberikan contoh-contoh dan diberikan latihan soal (Soejadi, 2000). Proses belajar seperti ini tidak membuat anak didik berkembang dan memiliki kemampuan bernalar berdasarkan pemikirannya, tapi justru lebih menerima ilmu secara pasif. Dengan demikian, langkah-langkah dan proses pembelajaran yang selama ini umumnya dilakukan oleh para guru di sekolah adalah kurang tepat, karena justru akan membuat anak didik menjadi pribadi yang pasif.

Hal senada diungkapkan oleh Turmudi (2008: 11) yang memandang bahwa pembelajaran matematika selama ini kurang melibatkan siswa secara aktif, sebagaimana dikemukakannya bahwa “pembelajaran matematika selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat “kemelekatannya” juga dapat dikatakan rendah”. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa sebagai subjek belajar kurang dilibatkan dalam menemukan konsep-konsep pelajaran yang harus dikuasainya. Hal ini menyebabkan konsep-konsep yang diberikan tidak membekas tajam dalam ingatan siswa sehingga siswa mudah lupa dan sering kebingungan dalam


(13)

memecahkan suatu permasalahan yang berbeda dari yang pernah dicontohkan oleh gurunya. Akibat lanjutannya siswa tidak dapat menjawab tes, baik itu tes akhir semester maupun Ujian Nasional.

Oleh karena itu, perlu dikembangkan materi serta proses pembelajaran yang dapat mewujudkan pandangan konstruktivisme dengan mengaitkan materi dengan konteks kehidupan nyata, kehidupan sehari-hari siswa, sehingga siswa dapat merasakan kebermanfaatan mempelajari matematika. Dengan cara ini diharapkan dapat memberikan alternatif bagi guru dalam penyampaian bahan ajarnya di kelas, sehingga proses belajar yang sifatnya tradisional di mana pembelajaran terpusat pada guru, perlahan tapi pasti dapat tergantikan dengan pembelajaran yang lebih terpusat pada siswa, di mana siswa sendiri yang berusaha untuk mengkonstruksi pengetahuannya dengan bimbingan guru.

Menurut Markaban (2006: 3), “tingkat pemahaman matematika seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri.” Hal ini berarti pemahaman seorang siswa dalam belajar diperoleh dari apa yang ia alami dalam pembelajaran tersebut. Selanjutnya, Bruner (Markaban, 2006) menyatakan, pembelajaran matematika merupakan usaha untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan melalui proses, karena mengetahui adalah suatu proses, bukan suatu produk. Hal ini sejalan dengan Vygotsky (Marhaeni, 2007) yang menyatakan bahwa, konstruksi pengetahuan terjadi melalui proses interaksi sosial bersama orang lain yang lebih mengerti dan paham akan pengetahuan tersebut. Proses tersebut dimulai dari pengalaman, sehingga siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang harus


(14)

dimilikinya. Dari beberapa pendapat ini dapat diambil kesimpulan bahwa suatu pemahaman diperoleh oleh siswa melalui suatu rangkaian proses yang dilalui oleh siswa saat belajar dan interaksi yang terjadi saat belajar bersama orang lain, sehingga siswa dapat membentuk pengetahuan dan pemahaman dari apa yang dialaminya.

Kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis adalah kemampuan yang perlu tertanam dalam diri siswa dalam belajar matematika. Menurut Nirmala (2009), membangun pemahaman pada setiap kegiatan belajar matematika akan mengembangkan pengetahuan matematika yang dimiliki oleh seseorang. Artinya, semakin luas pemahaman tentang ide atau gagasan matematika yang dimiliki oleh seorang siswa, maka akan semakin bermanfaat dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapinya. Sehingga dengan pemahaman diharapkan tumbuh kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan konsep yang telah dipahami dengan baik dan benar setiap kali ia menghadapi permasalahan dalam pembelajaran matematika.

Reys (Suherman.dkk, 2003) mengatakan bahwa matematika merupakan suatu bahasa. Matematika sebagai suatu bahasa tentunya sangat diperlukan untuk dikomunikasikan baik secara lisan maupun tulisan sehingga informasi yang disampaikan dapat diketahui dan dipahami oleh orang lain. Seperti apa yang dikemukakan Cockroft (Shadiq, 2004: 19), ‘We believe that all these percepcions of the usefulness of mathematics arise from the fact that mathematics provides a means of communication which is powerful, concise, and unambiguous.’ Pernyataan ini menunjukkan tentang perlunya para siswa belajar matematika


(15)

dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan.

Sebagai contoh untuk notasi 20 ⨉ 4 dapat digunakan untuk menyatakan berbagai hal seperti: luas permukaan kolam dengan ukuran panjang 20 meter dan lebar 4 meter, banyaknya roda pada 20 buah mobil, atau jarak tempuh sepeda motor selama 4 jam dengan kecepatan 20 km/jam. Contoh ini telah menunjukkan bahwa suatu notasi, yaitu 20 ⨉ 4 dapat menyatakan suatu hal yang berbeda. Selain itu, lambang, gambar, dan tabel dapat juga digunakan untuk menyampaikan informasi. Bayangkan jika siswa tidak mempunyai kemampuan komunikasi dalam matematika, bagaimana mereka dapat menyatakan suatu notasi dalam makna yang berbeda? Tentu saja notasi 20 ⨉ 4 menjadi tidak bermakna.

Kemampuan mengkomunikasikan ide, pikiran, ataupun pendapat sangatlah penting, sehingga NCTM (1989), menyatakan bahwa program pembelajaran kelas-kelas TK sampai SMA harus memberi kesempatan kepada para siswa untuk dapat memiliki: 1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; 2) kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya; 3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Agar kemampuan komunikasi matematis siswa dapat berkembang dengan baik, maka dalam proses pembelajaran matematika guru perlu memberikan


(16)

kesempatan kepada siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya. Pimm (1996), menyatakan bahwa anak-anak yang diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka.

Ungkapan yang senada juga disampaikan Sumarmo (2002) yang mengungkapkan bahwa untuk memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa terlibat secara aktif dalam diskusi, siswa dibimbing untuk bisa bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Pembelajaran yang diberikan menekankan pada penggunaan strategi diskusi, baik diskusi dalam kelompok kecil maupun diskusi dalam kelas secara keseluruhan.

Dari beberapa pendapat di atas, jelaslah diperlukan sistem penyampaian pembelajaran yang bersifat konstruktivis, selain mampu meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi, juga bertujuan melibatkan siswa secara aktif dalam proses konstruksi pengetahuan peserta didik melalui diskusi kelompok ataupun diskusi kelas sehingga kecakapan berfikir dan kecakapan siswa dalam berkomunikasi dapat terbentuk.


(17)

Dari hasil penelitian Wahyudin (1999), diungkapkan bahwa banyaknya siswa yang menguasai pokok bahasan tertentu dalam mata pelajaran matematika hanya dikuasai dengan baik oleh kurang dari 50% siswa, atau apabila dipakai ukuran rata-rata, maka setiap pokok bahasan dalam mata pelajaran matematika hanya dapat dikuasai dengan baik oleh 20% siswa. Lebih jauh bila kita perhatikan dalam penelitian ini, pokok bahasan geometri ruang hanya dikuasai oleh 10% siswa. Artinya penguasaan siswa terhadap pokok bahasan geometri ruang jauh di bawah rata-rata. Hal ini sangat mencemaskan bagi pendidikan matematika di Indonesia, serta harus segera dicari alternatif-alternatif solusinya.

Bila kita tinjau lebih jauh, kecenderungan siswa gagal menguasai dengan baik pokok bahasan geometri ruang tersebut di antaranya siswa kurang menguasai dengan baik konsep-konsep dasar matematika serta siswa kurang memiliki penguasaan materi prasyarat dengan baik (Wahyudin, 1999). Sehingga kita perlu memperbaiki penyampaian konsep pembelajaran geometri ruang tersebut dari awal yaitu konsep geometri bidang datar, yang diawali dengan konsep garis dan sudut serta pengenalan terhadap sifat-sifat bangun datar, dengan memberikan pembelajaran yang bersifat konstruktif sehingga dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap pemahaman konsep dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme di mana siswa membangun sendiri kemampuannya adalah pendekatan inkuiri yaitu suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan


(18)

sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2008). Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa, karena pada pembelajaran inkuiri materi pelajaran tidak diberikan secara langsung, tetapi siswa berperan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar.

Hasil penelitian Somatayana (2005), Yuniarti (2007) dan Hutabarat (2009) menyatakan bahwa kemampuan penalaran siswa SMP yang memperoleh pembelajaran inkuiri lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, selanjutnya Yuniarti (2007) mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan komunikasi yang lebih baik terhadap siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa. Sementara itu, hasil penelitian Gani (2007), mengungkapkan bahwa kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematika siswa SMA lebih baik dalam pembelajaran inkuiri Model Alberta dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Pembelajaran inkuiri Model Alberta adalah bagian dari pendekatan inkuiri bebas yang dimodifikasi, yang meliputi tahap: perencanaan, mengingat kembali materi-materi yang relevan, menyelesaikan, kreatif, diskusi dan evaluasi atau memeriksa kembali. Model pembelajaran ini dicetuskan oleh Lembaga Pendidikan Alberta yang berkedudukan di Canada (Gani, 2007).

Pembelajaran inkuiri adalah pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif.


(19)

Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu (Wahyudin, 2008). Artinya melalui pembelajaran ini siswa diharapkan untuk dapat mengkomunikasikan hal-hal yang telah dipahaminya dan yang ada dalam pemikirannya untuk membangun suatu pengetahuan yang akan diperolehnya.

Langkah-langkah dalam pendekatan inkuiri yaitu, mengajukan masalah, mengajukan dugaan, mengumpulkan data, menguji dugaan (konjektur), dan merumuskan kesimpulan. Sehingga untuk memfasilitasi langkah-langkah inkuiri tersebut dalam pembelajaran ini hendaknya para siswa didorong untuk bagaimana mereka memahami masalah, selanjutnya berpikir bagaimana mereka memberikan atau membuat suatu dugaan sementara dari suatu gejala atau situasi. Kemudian siswa dalam mengumpulkan data, melakukan pengamatan dan penyelidikan untuk memberikan jawaban atas dugaan yang telah dirumuskan.

Ketika siswa terlibat dalam mengamati diharapkan muncul suatu pemahaman yang mendalam dalam benak siswa yang dilanjutkan dengan melakukan kegiatan pembuktian terhadap dugaan-dugaan yang diberikan. Kegiatan inkuiri kemudian dilanjutkan dengan mendorong siswa melakukan diskusi sebagai wujud dari komunikasi, baik lisan maupun tulisan untuk menyempurnakan pembuktian yang telah mereka lakukan, dan kegiatan para siswa untuk mencoba meyakinkan siswa lainnya tentang gagasan-gagasan matematika yang diyakininya dengan membeberkan bukti-bukti yang dapat diterima akal pikirannya. Sehingga dengan pembelajaran inkuiri terbimbing ini


(20)

diduga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa.

Menurut Galton (Ruseffendi, 2006), dari sekelompok anak terdapat sejumlah anak-anak yang berbakat hebat yang berada di atas kelompok sedang yang jumlahnya sama dengan anak yang bodoh yang berada di bawah anak-anak yang sedang itu. Sehingga dari sekelompok siswa, tentunya memiliki perbedaan kemampuan individual yang menuntut guru untuk memberikan perhatian yang berbeda-beda pula. Terkait dengan pembelajaran inkuiri yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, Tim MKPBM (2001) menyatakan bahwa tidak semua anak mampu melakukan inkuiri (penemuan) dan apabila guru memberikan bimbingan tidak sesuai dengan kesiapan intelektual siswa, ini dapat merusak struktur pengetahuannya, dan bila bimbingan diberikan terlalu banyak dapat mematikan inisiatifnya. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang mampu mengoptimalkan potensi siswa, maka faktor kategori kemampuan siswa perlu menjadi bahan pertimbangan dan perhatian utama bagi guru. Perhatian tersebut terutama ditujukan pada antisipasi untuk melakukan intervensi yang perlu dilakukan sesuai dengan latar belakang kemampuan siswa.

Untuk itu dalam penelitian ini akan ditelaah tentang penerapan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa serta kajian terhadap pengaruh interaksi dari penerapan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing ini terhadap perbedaan kategori kemampuan siswa.


(21)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini adalah “apakah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa SMP?” Dari masalah ini dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis pada siswa yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang signifikan antara siswa dengan tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah pada siswa yang belajar menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing? 3. Apakah terdapat interaksi antara faktor pendekatan pembelajaran yang

diberikan dengan faktor kategori kemampuan siswa menyangkut peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa?

4. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang signifikan antara siswa dengan tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah pada siswa yang belajar menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing?


(22)

6. Apakah terdapat interaksi antara faktor pendekatan pembelajaran yang diberikan dengan faktor kategori kemampuan siswa menyangkut peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?

7. Bagaimanakah sikap/pandangan siswa dan guru terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri terbimbing?

Pokok bahasan yang dipilih sebagai bahan ajar dalam penelitian ini yaitu pokok bahasan garis, sudut dan segitiga berdasarkan kurikulum yang berlaku yang diajarkan di kelas VII semester genap. Dipilihnya pokok bahasan-pokok bahasan tersebut, agar dalam pembelajaran pada penelitian yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam meningkatkan aspek pemahaman dan aspek komunikasi matematis, selain itu topik ini memiliki nilai guna yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, sehingga diduga akan cocok jika penyampaian materi tersebut dengan menggunakan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk menelaah perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Untuk menelaah perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan komunikasi matematis antara siswa dengan kemampuan


(23)

matematika tinggi, sedang dan rendah pada siswa yang belajar dengan pendekatan inkuiri terbimbing.

3. Untuk melihat apakah terdapat pengaruh atau interaksi antara faktor pendekatan pembelajaran yang diberikan dengan faktor kategori kemampuan siswa menyangkut peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa.

4. Untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses belajar dengan pendekatan inkuiri terbimbing dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa SMP.

5. Untuk mengetahui sikap siswa dan guru terhadap pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa SMP.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang maka diharapkan penelitian ini bermanfaat: 1. Sebagai informasi dan memberikan kesempatan bagi guru matematika untuk

dapat mengenal dan mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa SMP sebagai salah satu metode alternatif dalam menyampaikan informasi kepada siswa.

2. Memberikan suatu pandangan kepada guru agar mengembangkan strategi pembelajaran yang bersifat konstruktivis, yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga guru mempunyai keinginan untuk mengubah paradigma pembelajaran matematika


(24)

dari pembelajaran yang terpusat kepada guru menjadi pembelajaran yang terpusat pada siswa.

3. Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran matematika di SMP.

4. Manfaat bagi peneliti sendiri adalah agar peneliti siap menjadi guru yang profesional dan inovatif dalam mengajarkan matematika di kemudian hari. 1.5 Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini penulis menetapkan beberapa definisi operasional yaitu:

1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bersifat konstruktivis yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan dalam memperoleh pengetahuannya melalui serangkaian proses kegiatan. Langkah-langkah dalam pendekatan inkuiri dalam penelitian ini adalah: 1) mengajukan masalah, 2) mengajukan dugaan (konjektur), 3) mengumpulkan data, 4) menguji konjektur; 5) merumuskan kesimpulan.

2. Pendekatan inkuiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri di mana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya.


(25)

3. Kemampuan pemahaman matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman atas konsep matematika yang terdiri dari:

a. Pemahaman instrumental, yang mencakup kemampuan pemahaman konsep tanpa kaitan dengan yang lainnya dan dapat melakukan perhitungan sederhana.

b. Pemahaman relasional, yang mencakup kemampuan menyusun strategi penyelesaian yang dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya. 4. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam

menjelaskan penyelesaian suatu butir soal. Kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan:

1. menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika

2. menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematik, secara tertulis dengan benda nyata, gambar, dan aljabar

3. menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika 4. membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis 5. membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan

generalisasi.

5. Pembelajaran konvensional yang dimaksudkan dalam penelitian ini, merupakan pembelajaran yang bersifat informatif, di mana guru memberi dan menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, siswa belajar sendiri-sendiri, kemudian siswa


(26)

mengerjakan latihan, dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti, maka dapat dikatakan bahwa siswa adalah individu yang pasif pada saat proses pembelajaran berlangsung.

6. Pembelajaran berkelompok adalah salah satu tipe pembelajaran yang membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen dalam hal gender, ras dan tingkat kecerdasan. Para siswa dalam kelompoknya diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai (Slavin, 2008). Secara individu siswa mempunyai tanggung jawab mengenai materi pelajaran dalam kelompoknya.

7. Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, yang ditinjau berdasarkan gain ternormalkan dari perolehan skor pretes dan postes siswa. Rumus gain ternormalisasi adalah sebagai berikut:

Gain ternormalisasi (g) =

pretes skor ideal skor

pretes skor postes skor

(Hake, 1999)

Kategori gain ternormalkan adalah: g ≥ 0,7 (tinggi); 0,3 ≤ g < 0,7 (sedang); g < 0,3 (rendah).

8. Kategori kemampuan matematika siswa: Pengelompokan siswa didasarkan pada kemampuan matematika sebelumnya dan terdiri dari tiga kelompok kategori, yakni kelompok tinggi, sedang dan rendah dengan perbandingan 30%, 40% dan 30% (Afgani, 2004).


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pada penelitian ini ada dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dan kelompok kontrol melakukan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Kedua kelompok ini diberikan pretes dan postes dengan menggunakan instrumen yang sama. Fraenkel et.al (1993) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang melihat pengaruh-pengaruh dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri terbimbing, sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa.

Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, pada materi Geometri yang meliputi garis, sudut dan segitiga. Pertimbangan pemilihan materi dilakukan setelah melakukan survey dan melakukan


(28)

konsultasi dengan guru bidang studi matematika tempat penulis akan melakukan penelitian, serta ketepatan materi tersebut dengan waktu pelaksanaan penelitian.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Pretest-Postest Control Group Design” (Desain Kelompok Pretes-Postes). Desain penelitian ini digunakan karena penelitian ini menggunakan kelompok kontrol, adanya dua perlakuan yang berbeda, dan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak kelas. Tes matematika dilakukan dua kali yaitu sebelum proses pembelajaran, yang disebut pretes dan sesudah proses pembelajaran, yang disebut postes. Secara singkat, disain penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

A O X O

A O O

Keterangan :

A : pengambilan sampel secara acak kelas

O : pretes dan postes (tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis)

X : perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing

Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, maka dalam penelitian ini dilibatkan kategori kemampuan siswa (tinggi, sedang dan rendah). Keterkaitan antar variabel


(29)

bebas, terikat, dan kontrol disajikan dalam model Weiner (Saragih, 2007) yang disajikan pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel. 3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan Antar Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol

Kemampuan yang diukur

Kemampuan Pemahaman

Kemampuan Komunikasi Pendekatan

Pembelajaran PIT(A) PK(B) PIT(A) PK(B) Kelompok

Siswa

Tinggi (T) KPAT KPBT KKAT KKBT

Sedang (S) KPAS KPBS KKAS KKBS

Rendah (R) KPAR KPBR KKAR KKBR

KPA KPB KKA KKB

Keterangan:

PIT(A) : Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing PK(B) : Pembelajaran dengan pendekatan konvensional

Contoh: KPAT adalah kemampuan pemahaman siswa kelompok tinggi yang pembelajarannya dengan pendekatan inkuiri terbimbing KKBS adalah kemampuan komunikasi siswa kelompok sedang yang pembelajarannya dengan pendekatan konvensional

KPA adalah kemampuan pemahaman siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan inkuiri terbimbing.

3.2 Populasi, dan Responden Sampel Penelitian

Fakta yang diungkap pada bagian latar belakang masalah menyebutkan bahwa, prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika di Indonesia masih rendah. Hal ini didasarkan pada penelitian Somatanaya (2005), Yuniarti (2007) dan Hutabarat (2009) yang melibatkan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai subjek penelitiannya.


(30)

Selanjutnya, pemilihan siswa SMP sebagai responden sampel penelitian didasarkan pada pertimbangan tingkat perkembangan kognitif siswa SMP masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal sehingga ingin dilihat bagaimana penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri terbimbing bagi siswa SMP. Sehingga dengan pertimbangan inilah maka dipilih populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di Indonesia.

Kemampuan siswa SMP di provinsi-provinsi di Indonesia umumnya mempunyai kemampuan sedang. Hal ini dapat dilihat dari rerata hasil Ujian Nasional (UN) tingkat nasional khususnya nilai matematika pada tahun pembelajaran 2007/2008 (dapat dilihat pada Lampiran E.3) yaitu 6,69 (Puspendik, 2008) berada pada kategori sedang (klasifikasi B). Peneliti memilih SMP-SMP yang ada di Jawa Barat, hal ini karena SMP-SMP yang ada di Jawa Barat mempunyai kemampuan sedang. Hal ini terlihat dari rerata hasil Ujian Nasional (UN) untuk provinsi Jawa Barat khususnya nilai matematika pada tahun pembelajaran 2007/2008 yaitu 7,31 (Puspendik, 2008) berada pada kategori sedang (klasifikasi B), sehingga dianggap dapat mewakili SMP-SMP pada umumnya di Indonesia.

Dari sekian banyak SMP yang ada di Jawa Barat, dipilih SMP Negeri 29 Bandung, karena SMP ini mempunyai karakteristik yang serupa dengan populasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil UN Matematika SMP Negeri 29 tahun pembelajaran 2007/2008 adalah 6,64 (Puspendik, 2008) yang berada pada kategori sedang (klasifikasi B). Selain itu, peneliti berdomisili di


(31)

Bandung, sehingga dapat memudahkan komunikasi dengan responden penelitian. Serta karena keterbatasan tenaga, waktu, dan supaya biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan memilih SMP di provinsi lain.

Terkait dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, peneliti memilih sekolah level menengah, karena sekolah dengan level ini kemampuan akademik siswanya heterogen, dapat mewakili siswa dari tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Dari keterangan yang diperoleh dari kepala sekolah SMP Negeri 29 Bandung, sekolah ini termasuk dalam sekolah level menengah, hal ini dapat ditunjukkan melalui peringkat sekolah ini di propinsi Jawa Barat berdasarkan jumlah nilai Ujian Nasional tahun pembelajaran 2007/2008 yang menduduki peringkat 618 dari 1312 sekolah menengah pertama yang ada di propinsi Jawa Barat (Puspendik, 2008).

Responden sampel dalam penelitian ini dipilih siswa kelas tujuh SMP yang didasarkan pada pertimbangan antara lain: siswa kelas VII merupakan siswa baru yang berada dalam masa transisi dari SD ke SMP sehingga lebih mudah diarahkan. Sedangkan siswa kelas VIII dimungkinkan gaya belajarnya sudah terbentuk sehingga sulit untuk diarahkan. Demikian pula dengan kelas IX sedang dalam persiapan mengikuti Ujian Nasional.

Dari dua belas kelas VII yang ada di SMP Negeri 29 Bandung yang setiap kelompok kelasnya memiliki karakteristik yang sama, dipilih dua kelas secara acak dengan cara mengundi untuk dijadikan sampel penelitian. Teknik acak kelas ini digunakan karena setiap kelas dari seluruh kelas yang ada


(32)

mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Terpilihlah kelas VII B dan VII G sebagai sampel penelitian, kemudian dari dua kelas tersebut dipilih secara acak, satu kelas digunakan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi digunakan sebagai kelas kontrol. Dalam penelitian ini terpilih siswa kelas VIIB sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIG sebagai kelas kontrol.

Berdasarkan penelitian Wahyudin (1999), pokok bahasan geometri ruang hanya dikuasai oleh 10% siswa, menuntut kita untuk mencari alternatif solusi untuk dapat meningkatkan penguasaan materi tersebut. Sehingga peneliti menduga bahwa perbaikan terhadap materi geometri ruang harus dimulai dari konsep garis, sudut serta pengenalan terhadap sifat-sifat bangun datar. Karena keterbatasan waktu penelitian, serta ketepatan materi tersebut dengan pelaksanaan penelitian, maka peneliti memilih materi geometri yang mencakup garis, sudut dan segitiga.

3.3 Deskripsi Lokasi Penelitian

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 29 Bandung adalah sebuah sekolah yang terletak di daerah pinggiran kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dengan luas 3500 m2 dan beralamat di Jalan Geger Arum No. 11A Kelurahan Isola Kecamatan Sukasari. Sekolah ini memiliki rombongan belajar sebanyak 30 kelas, yaitu kelas VII sebanyak 12 rombongan belajar, kelas VIII sebanyak 10 rombongan belajar, dan kelas IX sebanyak 8 rombongan belajar dengan jumlah siswa setiap kelasnya rata-rata 40 orang. Sehingga jumlah keseluruhan siswa SMP Negeri 29 Bandung sebanyak lebih kurang 1200 orang.


(33)

Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah bergelar sarjana pendidikan, sedangkan guru di sekolah ini berjumlah 69 orang, 54 orang guru PNS/Guru Tetap dan 15 orang guru honorer. Pendidikan guru-guru hampir seluruhnya sarjana, hanya 5 orang saja yang berpendidikan Diploma 3. Guru mata pelajaran matematika sebanyak 6 orang dan semuanya berpendidikan sarjana. Guru matematika kelas VII terdiri dari dua orang, satu orang merupakan sarjana lulusan UNPAD dan satu orang lagi adalah sarjana lulusan UPI. Siswa-siswi SMP Negeri 29 Bandung pada umumnya berasal dari keluarga menengah ke bawah.

3.4 Instrumen Untuk Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan empat macam instrumen, yang terdiri atas soal tes matematika dalam bentuk uraian, format observasi selama proses pembelajaran berlangsung, skala sikap mengenai pendapat siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing dan untuk mendapatkan informasi selama proses pembelajaran berlangsung, pada beberapa pertemuan peneliti menggunakan perangkat kamera video untuk memperoleh data tentang pola berpikir siswa dan bagaimana siswa mengkomunikasikan ide-ide matematisnya pada saat mereka belajar.

3.4.1 Instrumen Tes Matematika

Instrumen tes matematika disusun dalam dua perangkat, yaitu tes kemampuan pemahaman matematis dan tes kemampuan komunikasi matematis.


(34)

A. Instrumen Tes Pemahaman Matematis

Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa terdiri dari 5 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam penyusunan soal tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban masing-masing butir soal. Secara lengkap, kisi-kisi dan instrument tes pemahaman matematis dapat dilihat pada Lampiran A.5. Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan pemahaman berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996) yang kemudian diadaptasi. Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

Skor Respon siswa

0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan

1 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah 2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan

algoritma lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah 3 Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti),

penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan

4 Jawaban lengkap (hampir semua petunjuk soal diikuti),

penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar

B. Instrumen Tes Komunikasi Matematis

Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa terdiri dari 5 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam


(35)

penyusunan soal tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban untuk masing-masing butir soal. Secara lengkap, kisi-kisi dan instrument tes pemahaman matematis dapat dilihat pada Lampiran A.5. Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk Soal Tes Kemampuan Komunikasi berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996) yang kemudian diadaptasi. Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika SMP kelas VII semester genap dengan mengacu pada Kurikulum 2006 pada materi garis, sudut dan segitiga. Sebelum diteskan, instrumen yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa tersebut diuji validitas isi dan validitas mukanya oleh beberapa orang mahasiswa Sekolah Pascasarjana Pendidikan Matematika UPI, yaitu 3 orang mahasiswa

Skor Respon siswa

0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan

1 Hanya sedikit dari penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik dan gambar yang dilukis, yang benar.

2 Penjelasan konsep, ide atau persoalan dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal, melukiskan gambar namun hanya sebagian yang benar 3 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan

dalam menyelesaikan soal, dijawab dengan lengkap dan benar namun mengandung sedikit kesalahan

4 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, dijawab dengan lengkap, jelas dan benar


(36)

S3 dan 2 orang mahasiswa S2 serta guru matematika SMP Negeri 29 yang kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Validitas soal yang dinilai oleh validator adalah meliputi validitas muka (face validity) dan validitas isi (content validity). Validitas muka disebut pula validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman.dkk, 2003), termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Sedangkan validitas isi berarti ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang diajukan, yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai tes tersebut merupakan sampel yang representative dari pengetahuan yang harus dikuasai, termasuk kesesuaian antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa kelas VII, dan kesesuaian materi dan tujuan yang ingin dicapai.

Untuk mengukur kecukupan waktu siswa dalam menjawab soal tes ini, peneliti juga mengujicobakan soal-soal ini kepada kelompok terbatas yang terdiri dari empat orang siswa yang sudah pernah memperoleh materi ini. Hasilnya adalah beberapa soal-soal yang ada perlu perbaikan karena menurut mereka soal itu terlalu banyak menghabiskan waktu. Misalnya pada soal nomor 1, ketika siswa diminta menyebutkan semua garis-garis sejajar yang terdapat dalam bangun ruang, alternatif jawabannya banyak, sehingga peneliti melakukan perbaikan dengan mengubah kalimat yang membatasi jawaban dari soal tersebut dengan menambahkan kata-kata “minimal tiga pasang ruas garis”.


(37)

Selanjutnya soal-soal yang valid menurut validitas muka dan validitas isi ini diujicobakan kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 29 Bandung pada tanggal 19 Februari 2010. Uji coba tes ini dilakukan kepada siswa-siswa yang sudah pernah mendapatkan materi garis, sudut dan segitiga. Kemudian data yang diperoleh dari ujicoba tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis ini dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran tes tersebut dengan menggunakan program SPSS 16.0 dan Anates Versi 4.0. Seluruh perhitungan menggunakan program tersebut dapat dilihat pada Lampiran B. Secara lengkap, proses penganalisisan data hasil ujicoba meliputi hal-hal sebagai berikut.

C. Analisis Validitas

Suatu alat evaluasi (instrumen) dikatakan valid bila alat tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Ruseffendi, 1991). Interpretasi mengenai besarnya koefisien validitas dalam penelitian ini menggunakan ukuran yang dibuat J.P.Guilford (Suherman. dkk, 2003) seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Validitas

Koefisien Interpretasi

00 , 1 90

,

0 <rxy ≤ Sangat tinggi (sangat baik)

90 , 0 70

,

0 <rxy ≤ Tinggi (baik)

70 , 0 40

,

0 <rxy ≤ Sedang (cukup)

40 , 0 20

,

0 <rxy ≤ Rendah (kurang)

20 , 0 00

,

0 <rxy ≤ Sangat rendah

20 , 0 <

xy


(38)

Berdasarkan hasil uji coba di SMP Negeri 29 kelas VIII I, maka dilakukan uji validitas dengan bantuan Program Anates 4.0, hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.3. Hasil uji validitas ini dapat dinterpretasikan dalam rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.5 berikut ini.

Tabel 3.5

Interpretasi Uji Validitas Tes Pemahaman Matematis Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi

1 0,751 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

2 0,803 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

3 0,721 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

4 0,590 Sedang (cukup) Signifikan

5 0,811 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

Dari lima butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan pemahaman matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh satu soal (soal nomor 4) yang mempunyai validitas sedang, dan empat soal sisanya mempunyai validitas tinggi atau baik. Artinya, tidak semua soal mempunyai validitas yang baik. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada tabel di atas terlihat hanya satu soal yaitu soal nomor 4 yang signifikan, sedangkan empat soal lainnya sangat signifikan.

Untuk tes pemahaman matematis diperoleh nilai korelasi xy sebesar 0,64. Apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford, maka secara keseluruhan tes pemahaman matematis memiliki validitas yang sedang atau cukup.

Selanjutnya melalui uji validitas dengan Anates 4.0, yang hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.3 diperoleh hasil uji


(39)

validitas tes komunikasi matematis yang dapat dinterpretasikan dalam rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.6 berikut ini.

Tabel 3.6 Uji Validitas Tes Komunikasi Matematis Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi

1 0,899 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

2 0,711 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

3 0,774 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

4 0,755 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

5 0,786 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

Dari lima butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan komunikasi matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh bahwa kelima butir soal tersebut mempunyai validitas tinggi atau baik. Artinya, semua soal mempunyai validitas yang baik. Untuk kriteria signifikansi dari korelasi pada tabel di atas terlihat bahwa semua butir sangat signifikan.

Secara keseluruhan tes komunikasi matematis mempunyai nilai korelasi xy sebesar 0,85. Apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford, maka secara keseluruhan tes komunikasi matematis memiliki validitas yang tinggi atau baik.

D. Analisis Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg) (Suherman.dkk, 2003). Penulis menggunakan program Anates Versi 4.0 untuk menghitungnya seperti pada perhitungan validitas butir soal. Tingkat reliabilitas dari soal uji coba


(40)

kemampuan pemahaman dan komunikasi didasarkan pada klasifikasi Guilford (Ruseffendi,1991) sebagai berikut:

Tabel 3.7 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Besarnya r Tingkat Reliabilitas

0,00 – 0,20 Kecil

0,20 – 0,40 Rendah

0,40 – 0,70 Sedang

0,70 – 0,90 Tinggi

0,90 – 1,00 Sangat tinggi

Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan untuk tes pemahaman matematis diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,78, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa soal tes pemahaman matematis mempunyai reliabilitas yang tinggi. Sedangkan untuk tes komunikasi matematis diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,84, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa soal tes komunikasi matematis mempunyai reliabilitas yang juga tinggi.

E. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda menunjukkan kemampuan soal tersebut membedakan antara siswa yang pandai (termasuk dalam kelompok unggul) dengan siswa yang kurang pandai (termasuk kelompok asor). Suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan yang kurang pandai karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut. Sehingga hasil evaluasinya tidak baik semua atau sebaliknya buruk semua, tetapi haruslah berdistribusi normal, maksudnya siswa yang mendapat


(41)

nilai baik dan siswa yang mendapat nilai buruk ada (terwakili) meskipun sedikit, bagian terbesar berada pada hasil cukup.

Proses penentuan kelompok unggul dan kelompok asor ini adalah dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan skor terendah (menggunakan Anates Versi 4.0). Daya pembeda uji coba soal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis didasarkan pada To (Astuti, 2009)

Tabel 3.8 Klasifikasi Daya Pembeda Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal

Negatif – 10% sangat buruk, harus dibuang 10% – 19% buruk, sebaiknya dibuang

20% – 29% agak baik, kemungkinan perlu direvisi

30% – 49% Baik

50% keatas Sangat baik

Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes pemahaman dan komunikasi matematis disajikan dalam Tabel 3.9 berikut ini:

Tabel 3.9 Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis

Tes Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi Kemampuan

Pemahaman Matematis

1 45,45 % Baik

2 52,27 % Sangat baik

3 47,73 % Baik

4 31,82 % Baik

5 63,64 % Sangat baik

Kemampuan Komunikasi Matematis

1 63,64 % Sangat baik

2 54,55 % Sangat baik

3 40,91 % Baik

4 43,18 % Baik


(42)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes pemahaman matematis yang terdiri dari lima butir soal, terdapat tiga butir soal yang daya pembedanya baik yaitu soal nomor 1, 3 dan 4, sedangkan soal nomor 2 dan 5 daya pembedanya sangat baik. Untuk soal tes komunikasi matematis terdapat dua butir soal yang daya pembedanya baik yaitu soal nomor 3 dan 4, sedangkan soal nomor 1, 2 dan 5 daya pembedanya sangat baik.

F. Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Kita perlu menganalisis butir soal pada instrumen untuk mengetahui derajat kesukaran dalam butir soal yang kita buat. Butir-butir soal dikatakan baik, jika butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Dengan kata lain derajat kesukarannya sedang atau cukup. Menurut Ruseffendi (1991), kesukaran suatu butiran soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya siswa yang menjawab butiran soal itu.

Kriteria tingkat kesukaran soal yang digunakan dalam uji coba soal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis didasarkan pada To (Astuti, 2009), seperti pada Tabel. 3.10 berikut:

Tabel 3.10 Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Interpretasi

0% - 15% Sangat sukar

16% - 30% Sukar

31% - 70 % Sedang

71% - 85% Mudah

86% - 100% Sangat mudah

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Anates Versi 4.0. diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes pemahaman dan komunikasi matematis yang terangkum dalam Tabel 3.11 berikut ini:


(43)

Tabel 3.11 Tingkat Kesukaran Butir Tes Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

Kemampuan Pemahaman Matematis

1 63,64% Sedang

2 48,86% Sedang

3 53,41% Sedang

4 15,91% Sukar

5 52,27% Sedang

Kemampuan Komunikasi Matematis

1 47,73% Sedang

2 50,00% Sedang

3 34,09% Sedang

4 28.41% Sukar

5 52,27% Sedang

Dari Tabel 3.11 dapat dilihat bahwa untuk soal tes pemahaman matematis yang terdiri dari lima butir soal, terdapat empat soal tes dengan tingkat kesukaran sedang, yaitu soal nomor 1, 2, 3 dan 5. Sedangkan satu butir soal (soal nomor 4) tingkat kesukarannya sukar, sehingga soal nomor 4 ini diperbaiki dengan lebih menyederhanakan bentuk gambar dan pertanyaannya. Untuk soal tes komunikasi matematis terdapat empat butir soal yang tingkat kesukarannya sedang, yaitu soal nomor 1, 2, 3, dan 5, sedangkan soal nomor 4 tingkat kesukarannya sukar.

G. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Matematika

Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis disajikan secara lengkap dalam Tabel 3.12 di bawah ini:


(44)

Tabel 3.12 Rekapitulasi Analisis

Hasil Uji Coba Soal Tes Pemahaman Matematis

Tes Nomor Soal Interpretasi Validitas

Interpretasi Tingkat Kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi Reliabilitas Kemampuan Pemahaman Matematis

1 Tinggi (baik) Sedang Baik

Tinggi 2 Tinggi (baik) Sedang Sangat baik

3 Tinggi (baik) Sedang Baik 4 Sedang

(cukup) Sukar Baik 5 Tinggi (baik) Sedang Sangat baik Kemampuan

Komunikasi Matematis

1 Tinggi (baik) Sedang Sangat baik

Tinggi 2 Tinggi (baik) Sedang Sangat baik

3 Tinggi (baik) Sedang Baik 4 Tinggi (baik) Sukar Baik 5 Tinggi (baik) Sedang Sangat baik

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil ujicoba tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis yang dilaksanakan di SMP Negeri 29 Bandung pada kelas VIII I, serta dilihat dari hasil analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal, maka dapat disimpulkan bahwa soal tes tersebut layak dipakai sebagai acuan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa SMP kelas VII yang merupakan responden dalam penelitian ini.

Selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, peneliti mencoba mengkorelasikan hasil uji coba tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa ini dengan nilai ulangan sehari-hari siswa yang diperoleh dari guru bidang studi matematika. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel. Hasil analisisnya dapat dilihat pada Tabel 3.13 dan Tabel 3.14 berikut ini:


(45)

Tabel 3.13 Perhitungan Korelasi Uji Kemampuan Pemahaman Matematis dan Nilai Ulangan Siswa dengan Program SPSS 16.0

uji_pemahaman nilai_ulangan

uji_pemahaman Pearson Correlation 1.000 0.734**

Sig. (2-tailed) 0.000

N 42 42

nilai_ulangan Pearson Correlation 0.734** 1.000

Sig. (2-tailed) 0.000

N 42 42

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Ho: Tidak terdapat korelasi

Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa nilai koefisien korelasi antara nilai uji coba kemampuan pemahaman matematis dan nilai ulangan siswa adalah sebesar 0,734. Nilai Sig (0,000) < α, maka Ho ditolak, sehingga hubungan kedua variabel ini signifikan. Jadi, terdapat hubungan antara nilai uji coba kemampuan pemahaman matematis dengan nilai ulangan siswa.

Tabel 3.14 Perhitungan Korelasi Uji Kemampuan Komunikasi Matematis dan Nilai Ulangan Siswa dengan Program SPSS 16.0

uji_komunikasi nilai_ulangan

uji_komunikasi Pearson Correlation 1.000 0.736**

Sig. (2-tailed) 0.000

N 42 42

nilai_ulangan Pearson Correlation 0.736** 1.000

Sig. (2-tailed) 0.000

N 42 42

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). .Bentuk output SPSS

Ho: Tidak terdapat korelasi

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 3.14 di atas terlihat bahwa nilai koefisien korelasi antara nilai uji coba kemampuan komunikasi matematis dan nilai ulangan siswa adalah sebesar 0,736. Nilai Sig (0,000) < α, maka Ho ditolak, sehingga hubungan kedua variabel ini signifikan. Jadi,


(46)

terdapat hubungan antara nilai uji coba kemampuan komunikasi matematis dengan nilai ulangan siswa. Hasil perhitungan lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran B.3.

3.4.2 Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk melihat aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung di kelas eksperiman. Aktivitas siswa yang diamati pada kegiatan pembelajaran inkuiri terbimbing adalah keaktifan siswa dalam mengajukan dan menjawab pertanyaan, mengemukakan dan menanggapi pendapat, mengemukakan ide untuk menyelesaikan masalah, bekerjasama dalam kelompok dalam melakukan kegiatan pembelajaran, berada dalam tugas kelompok, membuat kesimpulan di akhir pembelajaran dan menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran. Sedangkan aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan inkuiri terbimbing. Tujuannya adalah untuk dapat memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik daripada pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Observasi tersebut dilakukan oleh peneliti dan satu orang guru matematika. Lembar observasi siswa dan guru disajikan dalam Lampiran A.6.

3.4.3 Skala Sikap

Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, pembelajaran


(47)

dengan pendekatan inkuiri terbimbing, dan soal-soal pemahaman dan komunikasi. Instrumen skala sikap dalam penelitian ini terdiri dari 20 butir pertanyaan dan diberikan kepada siswa kelompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu setelah postes. Instrumen skala sikap secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran A.5.

Model skala yang digunakan adalah model skala Likert. Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan tersebut terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), Netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 5, S diberi skor 4, N diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, N diberi skor 3, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5. Menurut Sugiyono (2010), data interval skala sikap ini dapat dianalisis dengan menghitung rataan jawaban berdasarkan skor setiap jawaban dari responden.

Langkah pertama dalam menyusun skala sikap adalah membuat kisi-kisi. Kemudian melakukan uji validitas isi butir pernyataan dengan meminta pertimbangan teman-teman mahasiswa Pascasarjana UPI dan selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, mengenai isi dari skala sikap sehingga skala sikap yang dibuat sesuai dengan indikator-indikator yang telah


(48)

ditentukan serta dapat memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan. Selanjutnya, dilakukan juga uji validitas skala sikap ini kepada beberapa orang siswa (kelompok terbatas) sebanyak empat orang dalam melihat keterbacaan kalimat-kalimat dalam angket tersebut.

Untuk mengetahui sikap siswa, siswa mempunyai sikap positif atau negatif, maka rataan skor setiap siswa dibandingkan dengan skor netral terhadap setiap butir skor, indikator dan klasifikasinya. Bila rataan skor seorang siswa lebih kecil dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap negatif. Sedangkan bila rataan skor seorang siswa lebih besar dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap positif.

3.4.4 Wawancara

Pedoman wawancara disediakan untuk menggali informasi lebih jauh tentang pelaksanaan pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri terbimbing. Ada dua macam pedoman wawancara yaitu pedoman wawancara untuk guru dan pedoman wawancara untuk siswa. Wawancara dengan guru bertujuan untuk mengetahui pendapatnya mengenai pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Guru yang diwawancarai adalah guru matematika yang terlibat sebagai pengajar dan pengamat dalam setiap pembelajaran.

Wawancara dengan siswa untuk mengetahui apakah siswa mengalami kesulitan belajar dengan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing serta mengetahui penyebab kesulitan yang dialami siswa. Siswa yang


(49)

diwawancara adalah beberapa orang siswa yang dipilih secara acak dan mewakili kemampuan siswa dari kategori tinggi, sedang dan rendah. Pedoman wawancara guru dan siswa, masing-masing dapat dilihat pada Lampiran A.7 dan Lampiran A.8.

3.5 Pengembangan Bahan Ajar

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk bahan ajar berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Bahan ajar/LKS tersebut dikembangkan dari topik matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku di Sekolah Menengah Pertama tempat penulis melakukan penelitian yaitu di SMP Negeri 29 Bandung. Adapun materi yang dipilih adalah berkenaan dengan pokok bahasan Geometri yaitu garis, sudut dan segitiga. Semua perangkat pembelajaran untuk kelompok eksperimen dikembangkan dengan mengacu pada kelima tahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing, yaitu 1) mengajukan masalah, 2) mengajukan dugaan(konjektur), 3) mengumpulkan data, 4) menguji dugaan; 5) merumuskan kesimpulan. Sedangkan pada kelas kontrol tidak diberikan LKS, namun diberikan tugas dan latihan yang sama dengan yang diberikan pada kelas eksperimen.

Pada penyusunan LKS, untuk materi yang diberikan pada setiap kali pertemuan kegiatan belajar mengajar (KBM), tersedia dua jenis tugas, yaitu latihan penerapan dan menyelesaikan soal yang dapat mengungkapkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Dalam menyusun bahan ajar penulis menyesuaikan bahan ajar dengan LKS yang digunakan


(50)

dalam pembelajaran melalui pertimbangan dosen pembimbing. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan LKS dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran A.1.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes, lembar observasi, angket skala sikap dan lembar wawancara serta rekaman video. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa dikumpulkan melalui tes (pretes dan postes). Penggunaan kamera video bertujuan untuk melihat pola berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah dan dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika, serta suasana kelas ketika proses belajar mengajar berlangsung. Sedangkan data yang berkaitan dengan sikap siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri terbimbing dikumpulkan melalui angket skala sikap siswa.

3.7 Tahap Penelitian

Penelitian akan dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: tahap persiapan, tahap penelitian dan tahap pengolahan data.

3.7.1 Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka persiapan pelaksanaan penelitian, diantaranya:


(51)

1. studi kepustakaan mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri terbimbing, kemampuan pemahaman dan kemampuan komunikasi matematis siswa;

2. menyusun instrumen penelitian yang disertai dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing;

3. mengurus surat izin penelitian, baik izin dari Direktur Sekolah Pascasarjana UPI, maupun surat izin dari Dinas Pendidikan di Bandung; 4. berkunjung ke SMP Negeri 29 Bandung untuk menyampaikan surat izin

penelitian dan sekaligus meminta izin untuk melaksanakan penelitian; 5. melakukan observasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan

guru matematika untuk menentukan waktu, teknis pelaksanaan penelitian, serta meminjam nilai hasil ulangan umum untuk membuat pengelompokkan di kelas eksperimen;

6. pemilihan sampel secara acak kelas;

7. melaksanakan pelatihan kepada guru matematika kelas VII tentang model pembelajaran dengan inkuiri terbimbing;

8. menguji coba instrumen penelitian, mengolah data hasil uji coba instrument tersebut.

3.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dalam kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Setelah pretes dilakukan, maka dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan


(52)

pendekatan inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen dan pembelajaran dengan pendekatan konvensional pada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen dan kontrol, diberi pembelajaran oleh seorang guru matematika yang memang mengajar pada kedua kelas tersebut. Pada guru tersebut sebelumnya telah diberikan pelatihan dan informasi tentang pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing. Peneliti bertugas sebagai observer dan partner guru, dan pembelajaran dilaksanakan sesuai jadwal yang telah direncanakan.

Observasi pada kelas eksperimen dilakukan oleh peneliti dan satu orang guru pengamat. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mendapat perlakuan yang sama dalam hal jumlah jam pelajaran, soal-soal latihan dan tugas. Kelas eksperimen menggunakan LKS rancangan peneliti, sedangkan kelas kontrol menggunakan sumber pembelajaran dari buku LKS dan buku paket yang disediakan sekolah. Jumlah pertemuan pada kelas eksperimen dan kontrol masing-masing 10 kali pertemuan. Peneliti menggunakan catatan lapangan untuk memantau dan mengawasi pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen dan kontrol untuk memastikan bahwa perlakuan yang diberikan pada kedua kelas tersebut berbeda dan berjalan sesuai dengan rancangan penelitian.

Secara garis besar langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri terbimbing pada penelitian ini adalah sebagai berikut:


(1)

b.

Data Hasil Observasi

Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama

proses pembelajaran berlangsung yang dirangkum dalam lembar observasi.

Tujuannya adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran, agar

pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran

sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Selain itu, lembar

observasi ini digunakan untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang

temuan yang diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif.

3.8

Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Nopember 2009 sampai dengan Mei

2010. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3.16 berikut:

Tabel 3.16 Jadwal Kegiatan Penelitian

No

Kegiatan

Bulan

Nop

Des

Jan

Feb Mar

Apr Mei

1.

Pembuatan Proposal

2.

Seminar Proposal

3.

Menyusun Instrumen

Penelitian

4.

Kunjungan ke Sekolah

dan pelaksanaan KBM

di kelas Eksperimen

5.

Pengumpulan Data

6.

Pengolahan Data

7.

Penulisan Tesis


(2)

3.9

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam

pelaksanaan penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat

dalam bentuk diagram berikut:

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

Kelas Kontrol Pelaksanaan Pembelajaran

Konvensional Studi Pendahuluan:

Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah,

Studi Literatur, dll

Pengembangan & Validasi: Bahan Ajar, Pendekatan Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Ujicoba

Pemilihan RespondenPenelitian

Pretes

Kelas Eksperimen Pelaksanaan Pembelajaran Pendekatan Inkuiri Terbimbing

Postes

Observasi dan angket

sikap siswa Pengumpulan Data

Analisis Data


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Afgani, J. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi. UPI:

Tidak diterbitkan.

Astuti, R. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematik dan

Kemandirian Belajar Siswa pada Kelompok Siswa yang Belajar Reciprocal

Teaching dengan Pendekatan Metakognitif dan Kelompok Siswa yang

Belajar dengan Pembelajaran Biasa. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Cai, J.L, dan Jakabcsin, M.S. (1996). The Role of Open-Ended Tasks and Holistic

Scoring Rubrics: Assessing Students’ Mathematical Reasoning and

Communication. Dalam Portia C. Elliot dan Margaret J. Kenney (Eds.),

(h.137-145). Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia:

NCTM.

Cochran, R. et al.(2007). The Impact of Inqury-Based Mathematics on Context

Knowledge

and

Classroom

Practice.

[Online].

Tersedia:

http://www.rume.org/crume2007/papers/cochran-mayer-mullins.pdf

.

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:

Depdiknas.

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. London: The Falmer

Press.

Fraenkel, J.R. dan Wallen, N.E.(1993). How to Design and Evaluate Research in

Education. Second Edition. Singapore: Mc-Graw Hill International.

Gani, R.A. (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inkuiri Model Alberta terhadap

Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Sekolah Menengah Atas. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Gulo. W. (2008). Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Grasindo.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia:

http://www.physics.indiana.edu/ sdi/Analyzingchange-Gain.pdf

.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Kerangka Berpikir


(4)

Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

Malang: Universitas Negeri Malang.

Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar Dalam Proses Belajar-Mengajar Matematika.

Jakarta: Depdikbud.

Hutabarat, D. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran dan Representasi

Matematis Pada Kelompok Siswa yang Belajar Inkuiri dan Biasa. Tesis.

UPI: Tidak Diterbitkan.

Marhaeni, I. (2007). Pembelajaran Inovatif dan Asesmen Otentik dalam Rangka

Menciptakan Pembelajaran yang Efektif dan Produktif. Makalah dalam

Penyusunan Kurikulum dan Pembelajaran Inovatif di Universitas Udayana.

[Online]. Tersedia:

http://www.undiksha.ac.id/e-learning/staff/images/img-info/4/10-282.pdf

.

Marhendri. (2007). Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Materi

Keseimbangan Benda Tegar untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan

Keterampilan Generik Sains Siswa SMA. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan

Terbimbing.Yogyakarta: PPPG Matematika.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.

Reston, VA : NCTM

Nirmala. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan

Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi

Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis. UPI: Tidak Diterbitkan.

Pimm, D (1996). Meaningful Communication Among Children: Data Collection.

Dalam Portia C. Elliot dan Margaret J. Kenney (Eds.), (h.29-34).

Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM.

Ruseffendi, E. T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya

dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung:

Diktat.

Ruseffendi, E. T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Cetakan

Pertama. Bandung : IKIP Bandung Press.


(5)

Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Cetakan ke 4. Semarang: UNNES Press.

Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Edisi Revisi. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi

Matematik Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi.

UPI: Tidak diterbitkan.

Setiawan. (2006). Model Pembelajaran dengan Pendekatan Investigasi. Yogyakarta:

PPPG Matematika.

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta:

PPPG Matematika.

Slavin, R.E. (2008). Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik. Bandung: PT.

Nusa Media.

Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia; Konstatasi Keadaan

Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Dirjen Dikti. Depdiknas.

Somatanaya, A.G. (2005). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

SLTP Melalui Pembelajaran dengan Metode Inkuiri. Tesis. UPI: Tidak

diterbitkan.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: UPI.

Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika untuk Mendukung

Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar

Tingkat Nasional FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan

Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Disajikan dalam Seminar


(6)

Sumarmo, U.(1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa

SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa

Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Tahmir, S. (2007). Model Pembelajaran Resik sebagai Strategi Mengubah

Paradigma Pembelajaran Matematika di SMP Yang Teacher Oriented

Menjadi Student Oriented. Makasar: PPS UNM.

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:

Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Trihendradi, C. (2008). Step by Step SPSS 16 Analisis Data Statistik. Yogyakarta:

Penerbit ANDI.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika

(Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Bandung: UPI.

Widdiharto, R. (2004). Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta:

PPPG Matematika.

Within. (1992). Mathematics Task Centre; Proffesional Development and Problem

Solving. In J Wakefield (Eds). Celebrating Mathematics Learning.

Melbourne: The Mathematical Association of Victoria.

Yuniarti, Y. (2007). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa

SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri. Tesis. UPI: Tidak