Studi Deskriptif Mengenai Tipe Work-Life Balance pada Guru SD di Sekolah "X" Bandung yang Sudah Menikah.

(1)

vii

Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai tipe work-life balance pada guru SD di Sekolah “X” Bandung yang sudah menikah. Responden pada penelitian ini adalah guru SD di Sekolah “X” Bandung yang sudah menikah sebanyak 33 orang yang dijaring dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Untuk mengukur tipe work-life balance pada guru SD di Sekolah “X” Bandung yang sudah menikah menggunakan alat ukur work-family enrichment oleh Greenhaus yang dikembangkan oleh Dawn S. Carlson (2006) dan work-family conflict oleh Grzywacz dan Carlson (2007), yang kemudian dimodifikasi oleh Indah Soca Kuntari M. Psi., Psikolog. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan rumus Pearson dan reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, diperoleh 14 item yang valid dari kuesioner work-family enrichment dengan nilai validitas antara 0.356 – 0.729 dan reliabilitas 0.828. Sedangkan untuk kuesioner work-family conflict diperoleh 18 item yang valid dengan nilai antara 0.434 – 0.743 dan reliabilitasnya 0.828. Hasil dari kedua alat ukur tersebut kemudian dikombinasikan sehingga didapatkan 4 tipologi yaitu beneficial, harmful, active dan passive work-life balance.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini menyatakan bahwa tipe work-life balance yang paling dominan pada guru SD di Sekolah “X” Bandung yang sudah menikah adalah tipe beneficial sebesar 97.0%. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa guru SD di Sekolah “X” Bandung mendapatkan pengalaman enhancement yang tinggi dari peran-peran yang dijalankan pada domain pekerjaan dan domain keluarga dan conflict yang rendah dari peran-peran yang dijalankan pada domain pekerjaan dan domain keluarga. Peneliti menyarankan untuk lebih lanjut dilakukan penelitian dengan sampel guru pada level pendidikan lain (misalnya SMA) dan sekolah yang berbeda serta melibatkan data penunjang yang lebih mendalam dan mendalam agar dapat menjadi bahan acuan untuk menentukan faktor-faktor dari work-life balance.


(2)

viii

Universitas Kristen Maranatha

Abstract

This study is conducted to discover the description of work-life balance type in elementary teacher who is married of “X” school Bandung. Respondents in this study are 33 people in elementary teacher of “X” School Bandung that have been married using purposive sampling technique.

The instruments used to measure these type of work life balance are work family enrichment which is based on theory Greenhaus that have been developed by Dawn S.Carlson (2006), and also work family conflict Grzywacz and Carlson (2007) that have been modified by Indah Soca Kuntari M. Psi., Psikolog. Based on validity test using Pearson validity and reliability using Alpha Cronbach, there are 14 items valid in work-family enrichment questionnaire with range validity value from 0.356 – 0.729 and reliability value 0.828. In the other hand for work-family conflict questionnaire, researcher obtained 17 item valid and 1 item not valid with range validity value from 0.434 – 0.743 and reliability value 0.902. Result from both of the instrument are combined to obtain 4 typology of work life balance such as, beneficial, harmful, active and passive work-life balance.

This study is concluded that the dominant type of work life balance in elementary teacher who is married of “X” school Bandung is beneficial type (97.0 percent). Based on that can be said that they experience high enhancement and low conflict from both of work and family domain with their role. Researcher suggest to have further research with another education level and another school and use deeper supporting data that can be used to determine which factor that relevant with work life balance.


(3)

ix

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5 Kerangka Pemikiran... 10

1.6 Asumsi Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work – Life Balance ... 16


(4)

x

Universitas Kristen Maranatha

2.1.2 Dimensi Work – Life Balance ... 16

2.1.2.1 Enhancement ... 16

2.1.2.2 Conflict ... 18

2.1.3 Job Demands and Resources ... 18

2.1.3.1 Job Demands ... 18

2.1.3.2 Job Resources ... 18

2.1.2.3 Personal Resources ... 20

2.1.4 Taksonomi Work-Life Balance ... 21

2.1.5 Data Demografis Work-Life Balance ... 23

2.1.5.1 Job Stressor ... 24

2.1.5.2 Family Characteristic ... 25

2.1.5.3 Employee Characteristic ... 27

2.1.5.4 Job Characteristic ... 28

2.1.5.5 Kehadiran dari Pengukuran Work-Life Balance ... 29

2.1.5.5.1 Sikap Manager Senior dan Supervisor ... 30

2.1.5.5.2 Sikap Rekan Kerja ... 30

2.2 Konsep Keseimbangan Peran ... 31

2.3 Profesi ... 33

2.3.1 Definisi Profesi ... 33

2.3.2 Definisi Guru ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 34

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 34

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 35


(5)

xi

Universitas Kristen Maranatha

3.3.2 Definisi Konseptual ... 35

3.3.3 Definisi Operasional ... 36

3.4 Alat Ukur ... 38

3.4.1 Alat ukur Work – Life Balance ... 38

3.4.1.1 Prosedur Pengisian ... 39

3.4.1.2 Sistem Penilaian ... 39

3.4.1.2.1 Sistem Penilaian Work – Family Enrichment ... 39

3.4.1.2.2 Sistem Penilaian Work – Family Conflict ... 40

3.4.1.2.3 Sistem Penilaian Work – Life Balance ... 40

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 41

3.4.2.1 Data Pribadi ... 41

3.4.2.2 Data Penunjang ... 41

3.4.3 Validitas dan Reabilitas Alat Ukur ... 42

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 42

3.4.3.2 Reabilitas Alat Ukur ... 43

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ... 44

3.5.1 Populasi Sasaran ... 44

3.5.2 Karateristik Sampel ... 44

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 45

3.6 Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 46

4.1.1 Gambaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

4.1.2 Gambaran Responden berdasarkan Usia ... 47


(6)

xii

Universitas Kristen Maranatha

4.1.4 Gambaran Responden berdasarkan Lama Kerja ... 48

4.1.5 Gambaran Responden berdasarkan Penghasilan Perbulan ... 49

4.1.6 Gambaran Responden berdasarkan Jarak Tempuh dari Rumah ke Sekolah ... 49

4.1.7 Gambaran Responden berdasarkan Lama Perjalanan dari Rumah ke Sekolah ... 50

4.1.8 GambaranResponden berdasarkan Siapa yang Membantu dalam Rumah Tangga 51 4.2 Hasil Penelitian ... 51

4.2.1 Hasil Penelitian Work – Life Balance ... 51

4.2.2 Hasil Penelitian Work Family Enrichment ... 52

4.2.3 Hasil Penelitian Work Family Conflict ... 52

4.3 Pembahasan ... 53

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 57

5.2 Saran ... 57

5.2.1 Saran Teoritis ... 57

5.2.2 Saran Praktis ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(7)

xiii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Work – Life Balance ... 21

Tabel 3.1 Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Work – Life Balance ... 34

Tabel 3.2 Tabel Sistem Penilaian Work Family Enrichment ... 39

Tabel 3.3 Tabel Sistem Penilaian Work – Life Balance... 40

Tabel 4.1 Tabel Gambaran Reseponden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

Tabel 4.2 Tabel Gambaran Reseponden Berdasarkan Usia ... 47

Tabel 4.3 Tabel Gambaran Reseponden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 48

Tabel 4.4 Tabel Gambaran Reseponden Berdasarkan Lama Kerja ... 48

Tabel 4.5 Tabel Gambaran Reseponden Berdasarkan Penghasilan Perbulan ... 49

Tabel 4.6 Tabel Gambaran Reseponden Berdasarkan Jarak Tempuh ... 49

Tabel 4.7 Tabel Gambaran Reseponden Berdasarkan Lama Perjalanan ... 50

Tabel 4.8 Tabel Gambaran Reseponden Siapa yang Membantu dalam Rumah Tangga ... 51

Tabel 4.9 Tabel Hasil Penelitian Work – Life Balance ... 51

Tabel 4.10 Tabel Hasil Penelitian Work – Family Enrichment ... 52

Tabel 4.11 Tabel Hasil Peneltitian Work – Family Conflict ... 52


(8)

xiv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran ... 14 Bagan 3.1 Bagan Prosedur Penelitian ... 34


(9)

xv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kisi-kisi Alat Ukur ... L-1 LAMPIRAN 2 Kata Pengantar ... L-8 LAMPIRAN 3 Lembar Persetujuan Responden ... L-9 LAMPIRAN 4 Kuesioner Data Personel ... L-10 LAMPIRAN 5 Kuesioner Work – Life Balance...L-13 LAMPIRAN 6 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur. ... L-18 LAMPIRAN 7 Data Hasil Kuesioner ... L-21 LAMPIRAN 8 Data Demografis ... L-27 LAMPIRAN 9 Hasil Pengolahan Data Gambaran Responden... L-29 LAMPIRAN 10 Hasil Penelitian Work – Life Balance ... L-32 LAMPIRAN 11 Tabulasi Silang ... L-33


(10)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan bekerja sebaik mungkin demi memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Bekerja merupakan suatu hal yang sangat penting bagi sebagian orang yang sudah berada pada usia dewasa ( Frone et al, 1992 ) di mana seseorang akan melakukan suatu pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dirinya, keluarganya maupun perkembangan kehidupannya.

Wanita yang sudah menikah dan memutuskan untuk bekerja dituntut untuk dapat membagi waktu dengan baik karena akan menambah peran yang harus dijalankan. Wanita menjadi memiliki beberapa peran, di antaranya sebagai ibu rumah tangga, orang tua, dan guru. Sedangkan pria yang sudah bekerja dan berumah tangga pun memiliki beberapa peran, di antara lain sebagai kepala rumah tangga, orang tua, dan guru . Kedua peran yang dijalankan baik oleh pria maupun wanita yang sudah menikah membutuhkan waktu, tenaga, dan perhatian sehingga dapat menimbulkan konflik peran (Omah Ihromi, 1990). Peran ganda dengan tuntutan tidak terhingga cenderung menyebabkan ketegangan dan konflik peran bagi individu karena sumber daya yang mereka miliki untuk memenuhi tuntutan tersebut terbatas (Goode, 1960).

Saat ini, salah satu pekerjaan yang cukup banyak diminati, yaitu menjadi seorang guru di sekolah. Untuk mendapatkan pekerjaan yang layak seperti menjadi guru, individu sangat membutuhkan pendidikan karena pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang secara sadar, teratur, dan terencana


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha

dalam tujuan mengubah tingkah laku ke arah yang diinginkan ( WP. Natinulu ). Pendidikan biasanya akan kita dapatkan di sekolah. Sekolah merupakan suatu lembaga yang memang dirancang khusus untuk pengajaran para murid ( siswa ) di bawah pengawasan para guru. Sekolah yang pada dasarnya merupakan sarana untuk melaksanakan pendidikan memang diharapkan bisa menjadikan masyarakat yang lebih maju, oleh sebab itu sekolah sebagai pusat dari pendidikan diharapkan bisa melaksanakan fungsinya dengan optimal dan perannya bisa menyiapkan para generasi muda sebelum mereka terjun di dalam proses pembangunan masyarakat (P. Ratnasari, 2015). Salah satu sekolah yang mampu melaksanakan fungsinya sebagai pusat dari pendidikan, yaitu sekolah “X” yang merupakan sekolah swasta favorit karena sangat menjunjung tinggi nilai - nilai kedisiplinan. Sekolah “X” ini juga sudah tersebar di 15 kota dan terdapat International School.

Ketika membahas mengenai pendidikan dan sekolah, maka hal tersebut tidak terlepas dari pengajar, atau biasa disebut dengan guru. Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah ( UU No. 14, 2005 ). Guru memiliki peranan yang sangat penting salah satunya dalam mendidik dan membentuk kepibadian anak, apalagi di tingkat sekolah dasar (SD).

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, anak – anak tingkat SD masih cenderung nakal dan sulit berkonsentrasi. Hal ini membuat para guru untuk bersikap disiplin dalam mendidik anak – anak didiknya. Dalam hal mendidik, guru SD yang sudah menikah tidak hanya mendidik anak – anak didiknya, tetapi juga dituntut untuk mendidik dan bersikap disiplin pada anak sendiri. Dalam mendidik dan berperilaku disiplin kepada murid tidaklah mudah, karena guru menghabiskan waktu lebih banyak untuk mendidik anak didiknya


(12)

3

Universitas Kristen Maranatha

dibandingkan mendidik anaknya sendiri. Berdasarkan hasil wawancara, terkadang anak – anak mereka sendiri lebih banyak ditemani belajar oleh anggota keluarga lain ataupun guru les. Sedangkan mereka sendiri lebih banyak mendidik anak orang lain. Terkadang ketika anak dari seorang guru melakukan suatu kenakalan, orang lain akan mengeluarkan pertanyaan mengapa anak guru berperilaku seperti itu, sedangkan orang tuanya sendiri merupakan guru yang pekerjaanya mendidik anak orang lain. Hal – hal seperti itu menjadi tantangan tersendiri bagi para guru untuk dihadapi. Selain itu, para guru yang mengajar di sekolah “X” dituntut memiliki rasa tanggung jawab, kesadaran diri, dan disiplin yang tinggi. Hal – hal tersebut harus dimiliki para guru agar mereka memiliki kemampuan untuk mendidik para siswanya menjadi disiplin. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru di sekolah “X”, tidak hanya murid yang mendapatkan sanksi dari pelanggaran yang dibuatnya, tetapi guru juga akan mendapatkan surat peringatan jika mereka melakukan kesalahan yang sangat fatal, seperti murid – murid yang mengeluh bahwa guru tersebut mengajar dengan tidak serius atau guru tersebut terlalu banyak mengeluh dan kinerjanya selalu menurun.

Setiap harinya bel masuk sekolah berbunyi pukul 06.30, sehingga pukul 06.00 para guru sudah harus berangkat dari rumah agar tidak datang terlambat. Sedangkan bel pulang sekolah berbunyi pukul 14.40, tetapi tidak semua guru dapat langsung pulang karena mereka harus menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu, mempersiapkan materi pengajaran untuk keesokan harinya, dan menunggu murid – muridnya dijemput oleh orang tua, sehingga mereka harus pulang lebih sore, dan mengakibatkan waktu untuk mengurus keluarga semakin sedikit. Di dalam pekerjaannya menjadi seorang guru, mereka memiliki 2 tuntutan tugas, yaitu tugas administratif dan tugas dalam pengajaran. Tugas administratif tersebut terdiri dari, mengoreksi pekerjaan anak didiknya, membuat bahan perencanaan untuk mengajar, membuat analisis sehabis ulangan, membuat daftar nilai, melakukan persiapan acara yang biasa


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha

diadakan 1 – 2 bulan sekali, dan membuat soal. Tugas administratif ini bisa saja dikerjakan oleh para guru di sekolah di sela – sela waktu kosong ketika sedang tidak mengajar, tetapi biasanya waktu tersebut tidak cukup sehingga membuat para guru harus menyelesaikannya setelah jam pulang sekolah, bahkan di bawa pulang ke rumah. Untuk tugas dalam pengajaran terdiri dari, memberikan materi pelajaran, pekerjaan rumah, ulangan, dan mengatasi anak – anak yang bermasalah, seperti tidak dapat duduk diam, kurang mampu berkonsentrasi saat pelajaran dan selalu mengganggu temannya. Hal ini membuat para guru tersebut membutuhkan tenaga dan waktu yang lebih besar dalam menanganinya, karena guru sebisa mungkin menyiapkan beberapa cara untuk mengatasi anak – anak tersebut. Untuk mengatasi anak – anak yang bermasalah tersebut, guru wajib bersikap tegas dan memikirkan sanksi yang memberikan efek jera bagi anak tersebut, seperti berdiri di depan kelas, murid tersebut belajar di luar seorang diri, atau pemanggilan orang tua. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak mengulanginya. Selain itu, di Sekolah “X” tersebut selalu mengadakan kegiatan setiap bulannya, seperti outbond, pergelaran, ataupun lomba. Hal ini membuat para guru di Sekolah “X” Bandung ini harus tinggal di sekolah lebih lama untuk membuat rancangan dan persiapan acara tersebut, bahkan terkadang pekerjaan tersebut harus diselesaikan di rumah. Hal ini juga membuat waktu mereka untuk mengurus keluarga semakin sedikit karena harus menyelesaikan pekerjaannya. Di dalam pekerjaannya ini, para guru SD biasanya merasa sudah melakukan pekerjaannya secara maksimal, tetapi ternyata menurut kepala sekolah atau rekan kerjanya yang lain, pekerjaan mereka biasa saja bahkan kurang maksimal. Hal tersebut dapat menjadi konflik tersendiri bagi guru – guru SD tersebut.

Pekerjaan sebagai guru terlebih menjadi guru di SD membuat para guru SD yang sudah menikah menjadi cukup sibuk dan menyita waktu, ditambah dengan peran mereka di rumah membuat mereka kurang memiliki waktu untuk keluarga dan dirinya sendiri. hal tersebut


(14)

5

Universitas Kristen Maranatha

dihayati oleh para guru SD sebagai tuntutan dan dapat menimbulkan konflik di dalam diri. Greenhaus dan Beutel (1996) menyatakan bahwa partisipasi individu pada peran yang berbeda baik di pekerjaan dan di keluarga dapat memunculkan tekanan yang berlawanan terutama ketika salah satu tekanan peran meningkat dapat menimbulkan ketidakseimbangan pada peran yang lain sehingga mengarah kepada konflik. Work-family conflict merupakan suatu bentuk dari interrole conflict dimana tekanan peran dari ranah pekerjaan dan keluarga saling mengalami ketidakcocokan dalam beberapa karakter (Frone dan Bellavia, 2005).

Pria yang sudah bekerja dan berumah tangga memiliki kewajiban utama, yaitu sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah bagi kebutuhan keluarganya dan diarahkan pada hal – hal untuk pencapaian prestasi, keahlian, namun di sisi lain pria tetap memiliki keluarga dan anak, di mana pria diharapkan memberikan kasih sayang maupun perlindungan yang cukup bagi keluarganya ( Dien Sumiyatiningsih 2012, dalam WASKITA Jurnal Studi Agama dan Masyarakat ). Namun, tidak semua pria mampu melakukan hal tersebut secara seimbang. Biasanya mereka lebih fokus pada pekerjaannya. Jika mereka sudah merasa lelah atau mereka masih memiliki banyak pekerjaan yang di bawa pulang, mereka hanya bisa meluangkan sedikit waktu untuk keluarganya, dan kemudian mereka akan mulai sibuk lagi dengan pekerjaannya karena merasa pekerjaan rumah dan mengurus anak merupakan tugas utama istrinya, sehingga di rumah pun mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini membuat mereka merasa lelah dan kehilangan banyak waktu untuk bersama keluarga.

Di pihak lain, wanita memiliki kewajiban pokok untuk memasak, mengasuh anak, dan membersihkan rumah demi menjaga rumah tangganya ( Gerald Leslie, 1982 ). Kebanyakan dari mereka bangun pagi pukul 04.00 untuk menjalankan perannya di rumah, seperti menyiapkan sarapan, mengurus keluarganya, dan bersiap untuk berangkat kerja. Setelah


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha

mereka bekerja dan pulang ke rumah, mereka harus kembali menjalankan peran mereka di rumah, seperti memasak, menemani anaknya belajar, mengurus keluarga, sampai semua pekerjaan itu selesai. Pekerjaan tersebut biasanya selesai sekitar pukul 21.00, dan kemudian mereka baru dapat mulai menyelesaikan pekerjaan yang dibawa dari sekolah, sehingga mereka akan tetap terjaga sampai larut malam, yaitu sekitar pukul 01.00. Hal tersebut menyebabkan mereka lebih sering kelelahan dan kurang tidur. Walaupun di dalam kesehariannya, cukup banyak wanita yang meminta bantuan pengasuh, orang tua, atau saudaranya untuk mengasuh dan mendidik anaknya, karena mereka sendiri harus bekerja dan mendidik anak orang lain, hal ini dapat menjadi konflik tersendiri bagi wanita karena mereka kurang dapat memantau perkembanganan anaknya scara maksimal dan tidak bisa rutin mendidik anaknya sendiri seperti mereka mendidik anak orang lain, serta kurang dapat menjalankan kewajiban pokoknya dalam hal mengasuh dan mendidik anak.

Selain konflik yang dialami para guru SD tersebut, guru SD yang mengajar di sekolah “X” juga menghayati suatu kondisi yang positif di dalam melakukan pekerjaannya. Enrichment merupakan resources yang didapat dari suatu peran, baik secara langsung meningkatkan performa dalam peran lainnya atau disebut sebagai instrumental pathways, maupun secara tidak langsung dengan memberikan efek positif atau yang disebut affective pathways.Instrumental pathways menunjukan pekerja percaya bahwa kehidupan keluarga mereka telah mengajari cara-cara baru untuk berinteraksi dengan rekan kerja maupun melakukan multi-tasking terhadap pekerjaannya (Crouter 1984, Kirchmeyer,1992: Rudeman, Ohlott, Panzer, & King, 2002). Pekerjaan sebagai guru membuat mereka menjadi dihormati oleh orang lain. Selain itu, mereka juga memiliki otonomi terhadap anak didiknya. Guru – guru tersebut bertemu dengan murid yang memiliki karakter berbeda – beda setiap tahunnya dan masalah - masalah yang dihadapi setiap harinya pun berbeda, sehingga mereka tidak


(16)

7

Universitas Kristen Maranatha

merasakan bosan walaupun disibukkan dengan pekerjaan. Mereka juga mendapatkan pengalaman baru dalam menangani karakter anak yang berbeda- beda. Berdasarkan hasil wawancara, guru – guru SD yang mengajar di sekolah “X” ini juga merasakan terbantu ketika menjalankan peran ibu rumah tangga di dalam hal mendidik anak di rumah, karena mereka sudah terbiasa menghadapi masalah anak – anak di sekolah, sehingga menjadi lebih mudah dalam mendidik anak di rumah. Selain itu, mereka juga senang dapat membagikan ilmu yang mereka punya kepada murid – muridnya.

Dilihat dari tuntutan di dalam rumah tangga dan di pekerjaan, seseorang yang bekerja dan telah berkeluarga diharapkan untuk mampu menyeimbangkan antara pekerjaannya di luar rumah dan pekerjaan di rumah. Menurut Grzywacz dan Carlson ( 2007 : 458 ), work life balance didefinisikan sebagai pemenuhan harapan peran terkait yang dinegoisasikan dan dibagi anatara individu dan mitra peran terkaitnya di domain pekerjaan dan keluarga. Di dalam penelitiannya, Rantanen (2008) mengungkapkan empat typologi dari work life balance, yaitu Active Work-Life Balance, Beneficial Work-Life Balance, Harmful Work-Life Balance, dan Passive Work-Life Balance. Seseorang yang telah menikah dan masih tetap bekerja termasuk ke dalam 4 tipe. Pertama adalah Active Work-Life Balance, di mana resources dan demands tinggi. Kedua adalah Beneficial Work-Life Balance, di mana resources tinggi dan demands rendah. Ketiga adalah Harmful Work-Life Balance, di mana resources rendah dan demands tinggi. Keempat adalah Passive Work-Life Balance, di mana resources dan demands rendah. Dampak dari work life balance ini, yaitu apabila guru SD yang telah menikah di sekolah “X” ini termasuk ke dalam tipe Beneficial Work-Life Balance atau Harmful Work-Life Balance, maka akan mempengaruhi psychological well being mereka, karena tipe Beneficial Work-Life Balance akan membuat mereka menjadi sejahtera secara psikologis dan tipe Harmful Work-Life Balance akan membuat mereka menjadi tertekan secara psikologis.


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha

Sedangkan guru SD yang telah menikah di sekolah “X” ini termasuk ke dalam tipe Active Work-Life Balance atau Pasive Work-Life Balance, untuk melihat seberapa banyak tuntutan peran yang mampu diambil dan dijalankan oleh mereka.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian, menunjukkan bahwa wanita yang bekerja tidak selalu menimbulkan konflik, melainkan wanita mampu survive atau bahkan lebih optimal dalam melaksanakan tugas-tugasnya baik di dalam pekerjaan maupun di rumah. Selain itu, wanita juga mendapatkan pengalaman yang dapat dimanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari serta mampu mengembangkan diri ke arah yang lebih baik.

Berdasarkan survey yang peneliti lakukan kepada 5 guru SD, terdapat 2 guru SD yang puas dengan keselarasan antara peran guru dan peran di dalam keluarga. Menurut mereka perannya sebagai guru sudah menjadi kewajiban dan memiliki kesenangan sendiri dapat membagikan ilmu yang dimiliki kepada orang lain. Selain itu, jam pulang kerja mereka yang lebih cepat daripada orang yang bekerja di kantor membuat mereka merasa memiliki waktu lebih banyak untuk keluarga dan untuk diri sendiri, seperti perawatan dan senam. Sedangkan 3 guru SD lainnya merasa tidak puas dengan keselarasan antara peran guru dan peran di dalam keluarga karena merasa waktu 24 jam tidak cukup untuk menyelesaikan pekerjaan mereka sebagai guru dan tidak memiliki waktu untuk diri sendiri serta keluarga. Waktu luang yang dimilikinya lebih banyak diisi dengan mengurus anak – anak mereka sehingga hubungan dengan suami menjadi lebih renggang. Ada juga yang merasa bahwa kehidupan mereka lebih banyak dihabiskan untuk bekerja daripada untuk diri sendiri.

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk meneliti work - life balance pada guru SD di sekolah “X” Bandung yang sudah menikah.


(18)

9

Universitas Kristen Maranatha

1.2 Identifikasi Masalah

Ingin mengetahui tipe work-life balance manakah yang paling dominan pada guru SD di Sekolah “X” Bandung yang sudah menikah.

1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai tipe Work – Life Balance pada guru SD di Sekolah “X” Bandung yang sudah menikah.

1.3.2 Tujuan

Untuk mengetahui tipe Work – Life Balance yang paling dominan pada guru di Sekolah “X” Bandung yang sudah menikah.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya Psikologi Industri dan Organisasi mengenai tipe work – life balance pada guru SD di sekolah “X” Bandung yang sudah menikah.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada peneliti lain yang membutuhkan bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran dan perbedaan tipe work – life balance.


(19)

10

Universitas Kristen Maranatha

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi guru yang sudah menikah untuk memahami konflik dan pengalaman enhancement dari peran – peran yang dijalaninya baik dalam pekerjaan maupun keluarga.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan sebagai bahan acuan untuk tindakan lebih lanjut (seperti konseling) kepada konselor agar guru yang sudah menikah dapat meningkatkan dan mempertahankan kesejahteraan hidup, serta performa kerja.

1.5. Kerangka Pemikiran

Guru adalah seseorang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya (Suparlan, 2008: 12). Guru di dalam penelitian ini adalah guru SD di Sekolah “X” Bandung yang sudah menikah sebanyak 33 orang.

Guru SD di Sekolah “X” Bandung ini yang berjenis kelamin pria dan wanita sebagian besar sudah menikah dan tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan juga aktualisasi diharapkan dapat menjalankan peran mereka di dua domain secara bersamaan dan seimbang, yaitu sebagai guru dan suami, istri, atau orang tua. Tuntutan kerja atau yang dikenal dengan demands didefinisikan sebagai segala sesuatu yang merupakan bagian dari pekerjaan, yang secara potensial dapat menimbulkan tekanan, dan menguras kemampuan untuk beradaptasi yang dimiliki pekerja (Bakker, Hakanen, Demerouti, dan Xanthopoulou, 2007:272).


(20)

11

Universitas Kristen Maranatha

Demands dapat memicu terjadinya conflict. Conflict mengacu pada peran yang di jalankan di satu domain, misalnya individu kesulitan dalam menjalankan perannya di keluarga akan mempengaruhinya di domain pekerjaan. Konflik yang dialami oleh guru SD dapat membuat mereka terhambat dalam menjalankan aktivitas mereka, misalnya mereka menjadi tidak dapat kumpul bersama keluarga lebih sering karena harus menyelesaikan pekerjaannya. Beberapa penelitian melihat bahwa terdapat peningkatan pada kemunculan konflik peran yang disebabkan karena adanya ketidakpuasan dalam pemenuhan di lingkup pekerjaan atau ketika di dalam rumah (Frone et al., 1997; Frone, 2002; Greenhaus and Parasuraman, 1999).

Pekerjaan tidak selalu mengenai tuntutan (demands), tapi dapat pula berkaitan dengan adanya peningkatan skill yang didapatkan dari aktivitas bekerja yang dapat menunjang kesejahteraan psikologis individu (resources) (Rantanen, 2008). Banyaknya resources memfasilitasi munculnya pengalaman enhancement. Pengalaman enhancement merupakan manfaat yang didapatkan melalui peran di pekerjaan yang dapat digunakan untuk menjalankan peran di keluarga, begitupula sebaliknya, seperti kepuasan, kemudahan, dan pengembangan skill (Greenhaus & Powell, 2006). Para guru SD ini juga merasakan puas dan mudah dalam menjalankan perannya.

Dalam menjalankan peran di atas guru SD dapat merasakan konflik maupun pengalaman enhancement dari pekerjaannya. Tuntutan kerja didefinisikan sebagai segala sesuatu yang merupakan bagian dari pekerjaan, yang secara potensial dapat menimbulkan tekanan, dan menguras kemampuan untuk beradaptasi yang dimiliki pekerja (Bakker, Hakanen, Demerouti, & Xanthopoulou, 2007, hlm. 272), sedangkan sumber daya kerja merupakan dimensi-dimensi dari pekerjaan yang fungsional untuk mencapai goal, yang meminimalkan efek dari tuntutan kerja, atau menstimulasi personal growth (Bakker, 2010, hlm. 153). Sumber daya yang dirasakan mampu mengurangi tuntutan kerja di sebagai guru


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha

SD maupun di keluarga akan mengarah pada work-life balance yang nantinya akan memengaruhi psychological function and well-being. Hal ini menjadi suatu pandangan bahwa dalam bekerja, guru SD tidak hanya mendapatkan tuntutan dari pekerjaan tersebut melainkan juga mendapatkan sumber daya dari hasil kerjanya. Work-Life Balance adalah pemenuhan harapan peran terkait yang dinegosiasikan dan dibagi antara individu dan mitra peran terkaitnya di domain pekerjaan dan keluarga (Grzywacz dan Carlson, 2007, hal.458).).

Banyak atau sedikitnya pengalaman enhancement yang dialami guru SD di pekerjaan dapat membantu dalam menjalankan peran di keluarga dan sebaliknya; dengan banyak atau sedikitnya konflik yang dialami guru SD di keluarga sehingga menyulitkan pelaksanaan peran di pekerjaan dan sebaliknya; dan kombinasi pembatasan atau perluasan keterlibatan di berbagai peran, menghasilkan empat tipe work-life balance (Rantanen, 2008) yaitu beneficial (high enhancement; low conflict), harmful (low enhancement; high conflict), active (high resources; high conflict), dan passive (low enhancement; low conflict).

Beneficial work-life balance mengacu pada proposisi tingginya pengalaman enhancement yang didapatkan individu dari kegiatan di pekerjaan dan keluarga, serta rendahnya konflik di pekerjaan-keluarga, yang dapat meningkatkan fungsi psikologis dan kesejahteraan individu. Guru SD yang termasuk tipe beneficial work-life balance mengarah pada guru SD yang memiliki banyak pengalaman dalam mendidik muridnya di sekolah dan dapat diaplikasikan saat mereka mendidik anaknya di rumah dan sebaliknya. Selain itu, guru SD ini juga dapat melakukan sharing atau curhat dengan rekan guru lainnya mengenai konflik yang dialami, sehingga konflik tersebut dapat segera diatasi. Gaji yang didapat oleh guru SD ini juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarga. Guru yang termasuk tipe beneficial balance merasakan kepuasan dalam setiap aspek kehidupannya.


(22)

13

Universitas Kristen Maranatha

Rendahnya konflik yang dialami berasal dari tingginya dukungan dari keluarga dan lingkungan kerjanya.

Harmful work-life balance mengacu pada proposisi tingginya konflik dan rendahnya pengalaman enhancement yang dialami individu dalam kaitannya dengan peran di pekerjaan dan keluarga, yang dapat mengancam fungsi psikologis dan kesejahteraan individu. Guru SD yang termasuk dalam tipe ini merasa sulit untuk membagi waktunya antara pekerjaan dan mengurus rumah tangga terutama anak, serta merasa tidak mampu melaksanakan tuntutan yang diberikan oleh pihak sekolah dengan maksimal, karena guru SD merasa mendapatkan tuntutan yang melebihi job description yang diberikan. Hal tersebut membuat guru SD tidak menikmati pekerjaannya melainkan merasa terbebani dengan pekerjaannya. Guru SD merasakan konflik di pekerjaan dan di rumah, dimana mereka harus melaksanakan tuntutan-tuntutan yang diberikan, tetapi kurang mendapatkan sumber daya yang adekuat.

Tipe active work-life balance mengacu pada proposisi tingginya pengalaman enhancement dan konflik terkait pada keterlibatan individu dalam beberapa peran yang dipilihnya dalam kehidupan mereka. Guru SD yang merasakan masih mampu untuk mengambil suatu peran baru sebagai panitia dalam acara sekolah dan dapat menjalankannya secara maksimal. Guru SD yang termasuk dalam tipe ini menyadari adanya konflik dari banyaknya peran yang diambil, seperti kesulitan dalam membagi waktu, menjalankan semua perannya dengan maksimal, dan lainnya. Tetapi, mereka merasakan adanya manfaat yang dapat diambil, seperti menambah pengalaman, relasi sosial, dan memenuhi kebutuhan dirinya. Tipe passive work-life balance mengacu pada proposisi rendahnya pengalaman enhancement dan konflik terkait pada sedikitnya peran yang diambil dalam kehidupannya. Guru SD yang termasuk ke dalam tipe ini kurang menyukai untuk mengikuti kegiatan di luar


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha

pekerjaan utamanya dan lebih mengutamakan perannya di pekerjaan. Dengan demikian, guru tidak mendapatkan pengalaman enhancement dan juga tidak mengalami konflik.

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Peran Ganda :

Guru SD di Sekolah “X” Bandung yang sudah menikah

Conflict Enhancement

Work – Life Balance

Beneficial Work-Life Balance Harmful Work-Life

Balance Active Work-Life Balance

Passive Work-Life Balance


(24)

15

Universitas Kristen Maranatha

1.6Asumsi Penelitian

Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah :

1. Guru SD yang sudah menikah memiliki beberapa peran yang harus dijalani, baik dalam pekerjaan maupun keluarga.

2. Tuntutan – tuntutan yang dijalani oleh guru baik dalam pekerjaan maupun keluarga dapat dihayati sebagai konflik.

3. Manfaat manfaat dari peran yang dijalani oleh guru baik di pekerjaan maupun keluarga dapat dihayati sebagai pengalaman enhancement.

4. Kombinasi dari adanya konflik dan pengalaman enhancement di pekerjaan dan pelaksanan peran di keluarga akan menghasilkan empat macam tipe work-life balance yaitu beneficial work-life balance, harmful work-life balance, active work-life balance, dan passive work-life balance.


(25)

57

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Tipe work-life balance yang paling dominan pada guru SD di Sekolah “X” Bandung yang sudah menikah adalah tipe Beneficial Work-Life Balance. Artinya, melalui peran-peran yang guru jalankan baik di domain pekerjaan maupun di domain keluarga, mereka menghayati adanya pengalaman enhancement yang tinggi dan pengalaman conflict yang rendah.

5.2 Saran

5.2.1. Saran Teoritis

1. Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan melibatkan data penunjang yang lebih bervariasi dan mendalam agar dapat melihat keterkaitannya dengan tipe work-life balance sehingga dapat menjadi acuan dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penggolongan tipe.

2. Peneliti menyarankan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan sampel yang lebih bervariatif dan dalam ukuran sampel yang lebih banyak agar hasil penelitian dapat lebih beragam dan menggambarkan perbedaan tipe work-life balance


(26)

58

Universitas Kristen Maranatha

1. Sehubungan dengan banyaknya tipe Beneficial Work-Life Balance pada guru, maka bagi pihak sekolah “X” Bandung dapat mempertahankan kondisi kerja dan kebijakan-kebijakan sekolah, sehingga para guru dapat menjadi lebih well-being.

2. Bagi pihak responden guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi diri dan bahan acuan untuk tindakan lebih lanjut, misalnya konseling, untuk mengembangkan pribadi yang lebih baik agar dapat memertahankan dan meningkatkan kesejahteraan hidup dan performa kerja.


(27)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TIPE WORK

LIFE BALANCE PADA

GURU SD DI SEKOLAH

“X” BANDUNG

YANG SUDAH MENIKAH

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh: CYNTHIA NRP: 1230068

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(28)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan YME, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini

dengan judul “Studi Deskriptif Mengenai Tipe Work-Life Balance Pada Guru SD di Sekolah “X”

Bandung Yang Sudah Menikah”.

Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Skripsi pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam Skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti terbuka atas segala kritik dan saran yang diberikan bagi Skripsi ini. Peneliti berharap di dalam segala kekurangannya, Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi Fakultas Psikologi khususnya dan mahasiswa lain yang ingin melanjutkan penelitian ini.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menerima banyak bantuan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dra. Fifie Nurofia, Psikolog., MM. selaku dosen pembimbing utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan motivasi bagi peneliti selama penyusunan Skripsi ini.

3. Ira Adelina, M. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan motivasi bagi peneliti selama penyusunan Skripsi ini.


(29)

vi

4. Para Guru SD di Sekolah “X” Bandung yang telah membantu peneliti untuk melakukan

survei awal dan memberikan informasi yang terkait dengan penelitian ini sehingga membantu peneliti dalam penulisan latar belakang masalah penelitian.

5. Orang tua dan keluarga peneliti yang telah memberikan segala dukungan, motivasi, dan memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh peneliti.

6. Marsha Grasiani, Claudy Purnama, Dien Savitri, serta Yusni Mutmainna selaku teman seperjuangan yang senantiasa mendukung dan selalu menjadi teman diskusi selama penyusunan Usulan Penelitian ini.

7. Anas, Devi, Milla, Sheren, Sherly, Vani, Angie, Puji, Fey, Anin, Reren, Tania, Itin selaku sahabat-sahabat peneliti yang senantiasa mendukung dan selalu menjadi teman diskusi selama penyusunan Usulan Penelitian ini.

8. Semua pihak yang yang telah mendukung, dan memberikan semangat kepada peneliti yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan selalu memberikan perlindungan dan balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang Bapak, Ibu serta rekan-rekan berikan. Akhir kata, peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang memerlukannya

Bandung, November 2016


(30)

51

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Aryee, S., Srinivas ES, & Tan HH.(2005). Rhythms of life : antecedents and outcomes of work-family balance in employed parents. Journal of Applied Psychology, 90, 132-146.

Barnett, R.C., & Baruch, G.K.(1985). Women’s involvement in multiple roles and

psychological distress. Journal of Personality, Social Psychology,49, 135-145. Carlson, D.S., Kacmar, K.M., Wayne, J.H., & Grzywacz, J.G.(2006). Measuring the positive

side of the work-family interface : Development and validation of a work-family enrichment scale.Journal of Vocational Behavior, 68, 131-164.

Clark, S.C.(2000). Work/family border theory : A new theory of work/family balance.Human Relations, 53(6), 747-770.

Friedenberg, Lisa, 1995. Psychological Testing : Design, Analysis and Use. Boston: Allyn & Bacon.

Frone, M.R.(2003).Work-family balance. In Quick J.C., Tetrick L.R (Eds) Handbook of occupational health psychology. American Psychology Association, Washington, DC, pp 143-162.

Goode, W.J.(1960). A theory of role strain. Am Sociol Rev, 25, 483-496.

Greenhaus, J.H., & Beutell, N.J.(1985). Sources of conflict between work and family roles. Academy of Management Review, 10, 76-88.

Greenhaus, J.H., & Powell, G.N.(2006). When work and family are allies : A theory of work-family enrichment. Academy of Management Review, 31(1), 72-92.

Grzywacz, J.G, & Carlson, D.S.(2007). Conceptualizing work-family balance : implications for practice and research. Adv Dev Hum Resour, 9, 455-471.

Ihromi, Omah. 1990. Para Ibu yang Berperan Tunggal dan Berperan Ganda. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi.

Kirchmeyer, C.(1992). Perceptions of nonwork-to-work spillover : challenging the common view of conflict-ridden domain relationships. Basic Appl Soc Psychol, 13, 231-249. Kumar, Ranjit.(2009). Research methodology : a step-by-step guide for beginners. London:

Sage Publication.

Marks, S.R.(1977). Multiple roles and role strain : some notes on human energy, time and commitment. Am Sociol Rev, 42, 921-936.


(31)

60

Universitas Kristen Maranatha

Marks, S.R., & MacDermid, S.M.(1996). Multiple roles and the self : a theory of role balance. Journal of Marriage Family, 58, 417-432.

Nazir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rantanen, J.(2008). Work-family interface and psychological well-being : a personality and longitudinal perspective. Jyvӓskylӓ Studies in Education, Psychology, and Social Research 346. University of Jyvӓskylӓ, Jyvӓskylӓ.

Schaufeli, W & Salanova, M. (2007). Work engagement : an emerging psychological concept and its implication for organization. Managing social and ethical issues in

organization, 135-177.

Schumpeter, J. (1934): The Theory of Economic Development. An Inquiry into Profits, Capital, Credit, Interest and the Business Cycle. Harvard U.

Sieber, S.D.(1974). Toward a theory of role accumulation. Am Sociol Rev, 39, 567-578 Sugiyono.(2010). Metode Penelitian pendidikan: Pendekatan kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D.Bandung: Alfabeta.

Tiedje, L.B., Wortman, C.B., Downey, G., Emmons, C., Biernat, M., Lang, E. (1990).

Women with multiple roles : role compatibility perceptions, satisfaction, and mental health. Journal of Marriage Family, 52, 63-72.

Trambley, Dians-Gabrielle. (2004). Work Life Balance: What are The Sources of Difficulties and What Could Be Done. Canada: Tele- Universite

Wayne, J.H., Musisca, N., Fleeson, W.(2004). Considering the role of personality in the work-family experience : relationships of the big five to work-family conflict and facilitation. Journal of Vocational Behavior, 64, 108-130.


(32)

61

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Ema.(2015).Pentingnya Peran Pria Dalam

Keluarga.(Online).(http://www.orami.co.id/blog/Pentingnya-Peran-Pria-dalam-Keluarga/, diakses tanggal 26 April 2016).

Rohmatul L, Chofitnah. 2015. Pengaruh Relation-Oriented Leadership Behavior Terhadap Work-Life Balance Pada Wanita Pekerja. Skripsi Universitas Negeri: Semarang.


(1)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TIPE WORK

LIFE BALANCE PADA

GURU SD DI SEKOLAH

“X” BANDUNG

YANG SUDAH MENIKAH

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh: CYNTHIA NRP: 1230068

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(2)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan YME, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini

dengan judul “Studi Deskriptif Mengenai Tipe Work-Life Balance Pada Guru SD di Sekolah “X” Bandung Yang Sudah Menikah”.

Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Skripsi pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam Skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti terbuka atas segala kritik dan saran yang diberikan bagi Skripsi ini. Peneliti berharap di dalam segala kekurangannya, Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi Fakultas Psikologi khususnya dan mahasiswa lain yang ingin melanjutkan penelitian ini.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menerima banyak bantuan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dra. Fifie Nurofia, Psikolog., MM. selaku dosen pembimbing utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan motivasi bagi peneliti selama penyusunan Skripsi ini.

3. Ira Adelina, M. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan motivasi bagi peneliti selama penyusunan Skripsi ini.


(3)

vi

4. Para Guru SD di Sekolah “X” Bandung yang telah membantu peneliti untuk melakukan survei awal dan memberikan informasi yang terkait dengan penelitian ini sehingga membantu peneliti dalam penulisan latar belakang masalah penelitian.

5. Orang tua dan keluarga peneliti yang telah memberikan segala dukungan, motivasi, dan memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh peneliti.

6. Marsha Grasiani, Claudy Purnama, Dien Savitri, serta Yusni Mutmainna selaku teman seperjuangan yang senantiasa mendukung dan selalu menjadi teman diskusi selama penyusunan Usulan Penelitian ini.

7. Anas, Devi, Milla, Sheren, Sherly, Vani, Angie, Puji, Fey, Anin, Reren, Tania, Itin selaku sahabat-sahabat peneliti yang senantiasa mendukung dan selalu menjadi teman diskusi selama penyusunan Usulan Penelitian ini.

8. Semua pihak yang yang telah mendukung, dan memberikan semangat kepada peneliti yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan selalu memberikan perlindungan dan balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang Bapak, Ibu serta rekan-rekan berikan. Akhir kata, peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang memerlukannya

Bandung, November 2016


(4)

51

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Aryee, S., Srinivas ES, & Tan HH.(2005). Rhythms of life : antecedents and outcomes of

work-family balance in employed parents. Journal of Applied Psychology, 90,

132-146.

Barnett, R.C., & Baruch, G.K.(1985). Women’s involvement in multiple roles and

psychological distress. Journal of Personality, Social Psychology,49, 135-145.

Carlson, D.S., Kacmar, K.M., Wayne, J.H., & Grzywacz, J.G.(2006). Measuring the positive

side of the work-family interface : Development and validation of a work-family enrichment scale.Journal of Vocational Behavior, 68, 131-164.

Clark, S.C.(2000). Work/family border theory : A new theory of work/family balance.Human Relations, 53(6), 747-770.

Friedenberg, Lisa, 1995. Psychological Testing : Design, Analysis and Use. Boston: Allyn & Bacon.

Frone, M.R.(2003).Work-family balance. In Quick J.C., Tetrick L.R (Eds) Handbook of occupational health psychology. American Psychology Association, Washington, DC, pp 143-162.

Goode, W.J.(1960). A theory of role strain. Am Sociol Rev, 25, 483-496.

Greenhaus, J.H., & Beutell, N.J.(1985). Sources of conflict between work and family roles. Academy of Management Review, 10, 76-88.

Greenhaus, J.H., & Powell, G.N.(2006). When work and family are allies : A theory of

work-family enrichment. Academy of Management Review, 31(1), 72-92.

Grzywacz, J.G, & Carlson, D.S.(2007). Conceptualizing work-family balance : implications

for practice and research. Adv Dev Hum Resour, 9, 455-471.

Ihromi, Omah. 1990. Para Ibu yang Berperan Tunggal dan Berperan Ganda. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi.

Kirchmeyer, C.(1992). Perceptions of nonwork-to-work spillover : challenging the common

view of conflict-ridden domain relationships. Basic Appl Soc Psychol, 13, 231-249.

Kumar, Ranjit.(2009). Research methodology : a step-by-step guide for beginners. London: Sage Publication.

Marks, S.R.(1977). Multiple roles and role strain : some notes on human energy, time and


(5)

60

Universitas Kristen Maranatha Marks, S.R., & MacDermid, S.M.(1996). Multiple roles and the self : a theory of role

balance. Journal of Marriage Family, 58, 417-432.

Nazir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rantanen, J.(2008). Work-family interface and psychological well-being : a personality and

longitudinal perspective. Jyvӓskylӓ Studies in Education, Psychology, and Social

Research 346. University of Jyvӓskylӓ, Jyvӓskylӓ.

Schaufeli, W & Salanova, M. (2007). Work engagement : an emerging psychological concept

and its implication for organization. Managing social and ethical issues in organization, 135-177.

Schumpeter, J. (1934): The Theory of Economic Development. An Inquiry into Profits, Capital, Credit, Interest and the Business Cycle. Harvard U.

Sieber, S.D.(1974). Toward a theory of role accumulation. Am Sociol Rev, 39, 567-578 Sugiyono.(2010). Metode Penelitian pendidikan: Pendekatan kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D.Bandung: Alfabeta.

Tiedje, L.B., Wortman, C.B., Downey, G., Emmons, C., Biernat, M., Lang, E. (1990).

Women with multiple roles : role compatibility perceptions, satisfaction, and mental health. Journal of Marriage Family, 52, 63-72.

Trambley, Dians-Gabrielle. (2004). Work Life Balance: What are The Sources of Difficulties and What Could Be Done. Canada: Tele- Universite

Wayne, J.H., Musisca, N., Fleeson, W.(2004). Considering the role of personality in the

work-family experience : relationships of the big five to work-family conflict and facilitation. Journal of Vocational Behavior, 64, 108-130.


(6)

61

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Ema.(2015).Pentingnya Peran Pria Dalam

Keluarga.(Online).(http://www.orami.co.id/blog/Pentingnya-Peran-Pria-dalam-Keluarga/, diakses tanggal 26 April 2016).

Rohmatul L, Chofitnah. 2015. Pengaruh Relation-Oriented Leadership Behavior Terhadap