Studi Deskriptif Mengenai Tipe-tipe Iklim Sekolah pada Guru di Sekolah Dasar "X" Bandung.

(1)

ix

Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memeroleh gambaran tipe iklim sekolah pada guru di Sekolah Dasar “X” Bandung. Teori yang digunakan adalah teori iklim sekolah dari Hoy & Miskel (1987). Iklim sekolah memiliki 6 dimensi yaitu supportive, directive, restrictive, collegial, intimate, dan disengaged.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Penelitian ini menggunakan populasi yaitu 30 orang guru sebagai responden. Alat ukur yang digunakan untuk menjaring data adalah OCDQ-Re yang merupakan hasil revisi dari OCDQ yang disusun oleh Halpin dan Crofit (1962). Alat ukur ini telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 86 item yang mengukur dimensi-dimensi yang ada dalam Iklim Sekolah. Uji validitas menggunakan Rank Spearman dengan nilai validitas dimensi supportive 0.445-0.779, directive 0.304-0.780, restrictive 0.358-0.865, collegial 0.450-0.872, intimate 0.563-0.821, collegial 0.450-0.872, intimate 0.563-0.821, dan disengaged 0.341-0.675. Uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach dengan nilai reliabilitas dimensi supportive 0.885, directive 0.821, restrictive 0.866, collegial 0.920, intimate 0.893, dan disengaged 0.771.

Berdasarkan keenam dimensi diatas didapatkan hasil penelitian menunjukkan bahwa guru di Sekolah Dasar “X” Bandung sebagian besar menghayati engaged climate sebagai tipe iklim sekolahnya. Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode dan teknik penarikan sampel yang berbeda dan menambahkan variabel lain.


(2)

ix Abstract

The study aims to obtain an overview of climate types on school teacher in primary school “X” Bandung. The theory used is the school climate from Hoy & Miskel (1991). School climate have 6 dimention is supportive, directive, restrictive, collegial, intimate, and disengaged.

This research is a descriptive research with survey method. The study aims using population is 30 teachers as respondents. The measuring instrument used to collect data is OCDQ-RE this is a revision of OCDQ compuled by Halpin and Crofit (1962). This instrument has been translated and modified by the researcher. This instrument consists of 86 items that supportive 0.450-0.872, directive 0.304-0.675, restrictive 0.358-0.865, collegial 0.450-0.872, intimate 0.563-0.821, and disengaged 0.341-0.675. The reability used Alpha Cronbach reability values each dimention supportive 0.885, directive 0.821, restrictive 0.866, collegial 0.920, intimate 0.983, and disengaged 0.771.

Based on six dimentions the results showed that teacher at the elementary school “X” Bandung live mostly engaged climate as school type. Researchers suggested the next researcher to using different method and sampling technique, and add another variable.


(3)

ix

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN PUBLIKASI PENELITIAN . ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan ... 9

1.3.1 Maksud ... 9

1.3.2 Tujuan ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5 Kerangka Pikir ... 10


(4)

x

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1 Iklim Sekolah ... 17

2.1.1 Historis Iklim Sekolah ... 17

2.1.2 Definisi Iklim Sekolah ... 18

2.1.3 Dimensi Iklim Sekolah ... 20

2.1.4 Tipe-Tipe Iklim Sekolah ... 22

2.2. Teori Situational Leadership...24

2.3 Perkembangan Dewasa ... 25

2.3.1 Masa Dewasa ... 25

2.3.1.1 Masa Dewasa Awal...26

2.3.1.2 Masa Dewasa Madya…...26

2.3.2 Tahap Perkembangan ... 26

2.3.2.1 Tahap Perkembangan Kognitif...26

2.3.2.2 Tahap Perkembangan Karir…...27

2.3.2.3 Tahap Perkembangan Sosial ... 28

2.4 Guru Sekolah Dasar ... 28

2.4.1 Hakekat Guru ... 29

2.4.2 Peran Guru di Sekolah Dasar ... 30

2.4.3 Tugas dan Tanggungjawab Guru Sekolah Dasar ... 32

BAB III : METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 35

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 35

3.3 Definisi Variabel ... 36

3.3.1 Definisi Konseptual ... 36


(5)

xi

Universitas Kristen Maranatha

3.4 Alat Ukur ... 37

3.4.1 Alat Ukur Iklim Sekolah ... 37

3.4.2 Data Pribadi ... 39

3.5 Validitas dan Relibilitas Alat Ukur…...39

3.5.1 Validitas Alat Ukur ... 39

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 40

3.6 Populasi Sasaran ... 40

3.7 Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV : PEMBAHASAN ... 42

4.1 Gambaran Responden Penelitian ... 42

4.2 Hasil Penelitian ... 43

4.3 Pembahasan ... 44

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1 Simpulan ... 49

5.2 Saran ... 49

5.1 Saran Teoretis ... 49

5.2 Saran Praktis ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

DAFTAR RUJUKAN ... 51


(6)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tipe-Tipe Iklim Sekolah ... 25

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur ... 39

Tabel 3.2 Sistem Penilaian ... 40

Tabel 3.3 Norma Mutlak ... 40

Tabel 3.4 Tipe-Tipe Iklim Sekolah ... 40

Tabel 3.5 Kriteria Validitas ... 41

Tabel 3.6 Hasil Validitas ... 41

Tabel 3.7 Kriteria Reliabilitas ... 42

Tabel 3.8 Hasil Reliabilitas ... 42

Tabel 4.1 Usia Responden ... 44

Tabel 4.2 Pendidikan Terakhir Responden ... 44

Tabel 4.3 Lama Bekerja ... 45

Tabel 4.4 Gambaran Tipe Iklim Sekolah ... 45


(7)

xiii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir ... 19 Bagan 3.1 Prosedur Penelitian ... 37


(8)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kisi-Kisi Alat Ukur ... L-01 Lampiran 2 : Kata Pengantar ... L-14 Lampiran 3 : Informed Consent ... L-15 Lampiran 4 : Kuesioner Pengambilan Data ... L-16 Lampiran 5 : Hasil Validitas ... L-23 Lampiran 6 : Hasil Reliabilitas ... L-24 Lampiran 7 : Tabulasi Silang ... L-27 Lampiran 8 : Profil Sekolah ... L-28


(9)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan tempat melaksanakan serangkaian kegiatan acara terencana dan terorganisir (Winkel, 2012). Di dalam sekolah siswa mendapatkan pendidikan dengan tujuan untuk menyediakan suatu lingkungan yang dapat memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara optimal (Munandar, 2002 dalam buku Etika Profesi Pendidikan). Pendidikan di Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan paling penting dimana siswa mulai belajar pendidikan secara formal seperti belajar untuk mentaati aturan sekolah, mempelajari konsep-konsep dasar yang akan digunakan pada tingkat selanjutnya, dan lain-lain.

Sekolah Dasar pertama kali mengajarkan anak untuk berinteraksi dan menjalin relasi yang lebih luas. Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan yang menjadi fondasi penting bagi setiap peserta didik mulai dari penanaman nilai-nilai sopan-santun, akhlak yang baik, dan keterampilan dasar yang menjadi dasar untuk jenjang selanjutnya (Chatib, 2009 dalam Psikologi Pendidikan). Sekolah Dasar adalah fondasi dasar bagi peserta didik (Wilkinson, 1994 dalam Psikologi Pendidikan). Pendidikan tidak dapat berlangsung tanpa adanya pendidik. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003). Guru merupakan pribadi kunci dimana kepribadian guru sebagai faktor yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap para siswa dalam proses belajar mengajar (Hamalik, 1990).


(10)

2 Di dalam kegiatan belajar mengajar memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual siswa dan menghasilkan perubahan positif dalam diri individu. Melalui kegiatan belajar mengajar siswa mendapatkan pengetahuan akademik maupun non-akademik. Siswa belajar untuk mentaati peraturan yang berlaku di sekolah, siswa belajar berinteraksi dengan siswa lain, serta siswa belajar untuk mengembangkan kemampuan akademik maupun non-akademik. Kegiatan yang terencana dan terorganisir di sekolah dapat membantu siswa mengembangkan problem solving, membentuk karakter siswa, serta mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki siswa di bidang akademik dan non-akademik.

Salah satunya di Sekolah Dasar “X” terkenal sejak dahulu dengan lulusan yang memiliki akhlak yang baik, menekankan pada pengamalan iman katolik, serta suasana kekeluarga antara guru dengan rekan guru, kepala sekolah dengan guru, guru dengan siswa, dan guru dengan orang tua, sedangkan dalam proses belajar mengajar Sekolah Dasar “X” dikenal sebagai sekolah yang lebih menekankan pada proses dimana guru melihat siswa bukan dari nilai saja melainkan melihat bagaimana siswa yang awalnya tidak bisa menjadi bisa serta memiliki peraturan yang ketat untuk melatih kedisiplinan siswa. Sekolah Dasar “X” Bandung sedikit berbeda dengan Sekolah Dasar pada umumnya dikarenakan Sekolah Dasar “X” tidak menggunakan buku cetak seperti pada Sekolah Dasar lainnya melainkan guru yang membuat modul sendiri yang sesuai dengan tuntutan dari Diknas. Guru di Sekolah Dasar “X” memberikan pelajaran tambahan kepada siswa saat siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi.

Guru melakukan interaksi dengan kepala sekolah dan rekan guru setiap harinya. Interaksi antara guru dengan kepala sekolah, interaksi guru dengan rekan guru merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan, perlu adanya iklim sekolah. Iklim sekolah merupakan karakteristik yang membedakan sekolah tersebut dari sekolah yang lain dan memengaruhi tingkah laku guru (Hoy dan Miskel, 1996). Iklim sekolah memiliki 2 aspek yaitu


(11)

3

Universitas Kristen Maranatha perilaku guru dengan kepala sekolah dan perilaku guru dengan rekan guru. Perilaku guru dengan kepala sekolah memiliki 3 dimensi yakni perilaku kepala sekolah yang menolong, memerhatikan guru, serta berupaya untuk memotivasi dengan menggunakan kritik yang konstruktif dan memberikan contoh dalam tingkah lakunya (supportive), perilaku kepala sekolah yang terus-menerus memantau hampir semua aspek perilaku guru di sekolah yang berkaitan dengan tugas guru di sekolah (directive), dan perilaku kepala sekolah yang membebani guru dengan pekerjaan administrasi dan tugas lainnya yang mengganggu tanggung jawab mengajar (restrictive). Sedangkan aspek perilaku guru dengan rekan guru memiliki 3 dimensi yakni perilaku guru yang terbuka dan mendukung interaksi antara guru secara profesional (collegial), perilaku guru yang memiliki kedekatan relasi dan dukungan sosial yang diberikan oleh rekan guru (intimated), dan perilaku guru yang kurang fokus dan bermakna bagi kegiatan profesional (disengaged).

Dari keenam dimensi tersebut menghasilkan empat tipe iklim sekolah yakni open climate, engaged climate, disengaged climate, dan close climate. Open climate memiliki ciri khas yaitu kerjasama, rasa hormat, keterbukaan antara guru dengan kepala sekolah dan guru dengan rekan guru. hal ini dapat terlihat dari kepala sekolah yang memberikan masukan yang membangun kepada guru saat guru melakukan kesalahan, mengingatkan mengenai deadline dan menawarkan bantuan kepada guru yang belum menyelesaikan tugasnya. Kepala sekolah memberikan kebebasan kepada guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, tidak memeriksa perencanaa mengajar hingga detil, serta menyerahkan tanggungjawab mengajar di kelas kepada masing-masing guru. Kepala sekolah menekankan pada tugas yang dikerjakan oleh guru selesai pada waktu yang telah ditentukan atau sesuai dengan deadline. Guru dengan rekan guru saling membantu satu dengan yang lain pada saat guru mengalami kesulitan dalam mengajar, kesulitan dalam memahami suatu materi tertentu ataupun dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus. Guru melakukan aktivitas atau kegiatan bersama setelah jam pulang


(12)

4 sekolah, guru menceritakan masalah yang dihadapi kepada rekan guru, serta guru menghadiri rapat yang diadakan untuk mengetahui apa saja yang terjadi di sekolah maupun untuk memberikan atau menerima masukkan dari rekan guru.

Engaged climate memiliki ciri khas kepala sekolah menekankan pada tugas dan tanggungjawab sebagai guru dan guru dengan rekan guru menunjukkan perilaku yang profesional. Kepala sekolah menanyakan mengenai tugas yang dikerjakan oleh guru, kepala sekolah meminta guru untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktunya, dan kepala sekolah memeriksa rencana pembelajaran yang dilakukan guru hingga detil. Kepala sekolah memberikan guru tugas tambahan tetapi kepala sekolah memberikan bantuan kepada guru untuk dapat menyelesaikan tugasnya. Guru memberikan bantuan kepada rekan guru yang memerlukan bantuan dan guru bersedia meluangkan waktu untuk pergi bersama di luar jam sekolah. Guru bersedia menghadiri rapat yang diadakan sebulan sekali untuk memberikan laporan kegiatan yang sudah dan akan dilakukan.

Disengaged climate memiliki ciri khas kepala sekolah kinerja yang professional tetapi guru memberikan kinerja yang kurang professional. kepala sekolah yang memberikan masukan yang membangun kepada guru saat guru melakukan kesalahan, mengingatkan mengenai deadline dan menawarkan bantuan kepada guru yang belum menyelesaikan tugasnya. Kepala sekolah memberikan kebebasan kepada guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, tidak memeriksa perencanaa mengajar hingga detil, serta menyerahkan tanggungjawab mengajar di kelas kepada masing-masing guru. Kepala sekolah menekankan pada tugas yang dikerjakan oleh guru selesai pada waktu yang telah ditentukan atau sesuai dengan deadline. Guru akan menyelesaikan tugas sesuai dengan tugas yang diberikan setelah selesai menyelesaikan tugasnya, guru berkomunikasi dengan rekan guru untuk membicarakan kegiatan akademik saja, serta guru menganggap rapat yang dilakukan tidak penting.


(13)

5

Universitas Kristen Maranatha Close climate memiliki ciri khas yaitu guru dan kepala sekolah akan melakukan pekerjaan saat menerima perintah saja. Kepala sekolah menanyakan mengenai tugas yang dikerjakan oleh guru, kepala sekolah meminta guru untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktunya, dan kepala sekolah memeriksa rencana pembelajaran yang dilakukan guru hingga detil. Kepala sekolah memberikan guru tugas tambahan tetapi kepala sekolah memberikan bantuan kepada guru untuk dapat menyelesaikan tugasnya. Guru akan menyelesaikan tugas sesuai dengan tugas yang diberikan setelah selesai menyelesaikan tugasnya, guru berkomunikasi dengan rekan guru untuk membicarakan kegiatan akademik saja, serta guru menganggap rapat yang dilakukan tidak penting.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti kepada 11 orang guru SD “X” Bandung diperoleh data sebagai berikut, guru menghayati selama mengajar di SD “X” Bandung dimana guru merasakan kekeluargaan di sekolah sehingga guru merasa nyaman dan senang saat mengajar. Sebanyak 100 % (11 orang) guru menghayati nyaman saat berdiskusi dengan kepala sekolah saat mengalami hambatan seperti metode pembelajaran, program sekolah, kurikulum, prestasi akademik maupun non akademik siswa, serta cara menangani siswa bermasalah atau siswa berkebutuhan khusus. Sebanyak 91 % (10 orang) guru menghayati saat kepala sekolah memberikan feedback mengenai strategi mengajar dan cara menangani anak bermasalah atau anak berkebutuhan khusus dapat membantu meningkatkan softskill dalam mengajar. Sebanyak 45% (5 orang) guru menghayati saat memberikan masukan kepada kepala sekolah mengenai materi yang sudah disampaikan kepada siswa sesuai atau tidak dengan jadwal pembelajaran dan memberikan masukan untuk menciptakan fun learning dalam kelas, kepala sekolah menerima dengan terbuka. Seluruh guru menghayati kepala sekolah memberikan dukungan dengan cara memberikan kata-kata motivasi dan memonitoring kinerja guru agar dapat mencapai tujuan program. Sebanyak 82% (9 orang) guru menghayati kepala sekolah mengingatkan deadline pengumpulan tugas agar guru segera menyelesaikan tugasnya. Kepala


(14)

6 sekolah akan memberikan semangat saat melihat guru belum menyelesaikan tugasnya. Hal diatas merupakan perilaku guru dengan kepala sekolah dari dimensi supportive.

Sebanyak 100% (11 orang) guru menghayati kepala sekolah melibatkan guru dalam membuat peraturan sekolah untuk siswa dan guru, hal ini membuat guru dapat memberikan pendapatnya di dalam rapat dan bersedia menerima konsekuensinya saat melanggar peraturan tersebut. Saat guru melanggar aturan sekolah, kepala sekolah akan menanyakan terlebih dahulu alasan guru melanggar dan alasan tersebut dijadikan pertimbangan kepala sekolah untuk meringankan hukuman atau tidak, hal ini membuat guru terbuka dengan kepala sekolah serta guru menerima apa yang menjadi keputusan kepala sekolah. Guru menghayati rapat bulanan yang diadakan oleh kepala sekolah bermanfaat untuk dapat saling bertukar pikiran antara kepala sekolah dengan guru karena guru dapat menyampaikan apa yang menjadi keluhannya dan menerima masukan dari kepala sekolah maupun rekan guru. Kepala sekolah akan mengarahkan guru apa yang harus dilakukan guru di dalam kelas dan apa yang harus diajarkan. Hal diatas merupakan perilaku guru dengan kepala sekolah dari dimensi directive.

Guru yang mendapatkan tugas tambahan dari kepala sekolah baik yang bersifat harian, tahunan, maupun per acara awalnya merasa tugas tambahan tersebut akan menambah beban guru dikarenakan tugas utama mengajar saja sudah banyak. Tugas tambahan tahunan seperti menjadi koordinator pastoral, koordinator ekstrakurikuler, dan sebagainya, tugas ini diberikan oleh kepala sekolah saat rapat kerja sebelum awal tahun ajaran. Tugas tambahan harian seperti seperti setiap guru akan menjadi guru piket atau guru diminta untuk menggantikan mengajar saat ada guru lain yang berhalangan hadir ke sekolah, tugas ini akan diberikan oleh kepala sekolah pada briefing pagi hari. Tugas tambahan per acara seperti menjadi ketua acara bulan bahasa, kegiatan open house, dan sebagainya, tugas ini diberikan oleh kepala sekolah setiap awal tahun ajaran dan saat mendekati acara tersebut maka kepala sekolah akan mengingatkan kembali mengenai kemajuan prosesnya. Namun dengan adanya tugas tambahan, kepala sekolah


(15)

7

Universitas Kristen Maranatha tidak hanya memberikan melainkan membantu guru dalam menyelesaikannya namun kepala sekolah akan menuntut guru untuk mengerjakan segala tugasnya dengan cepat Hal diatas merupakan perilaku guru dengan kepala sekolah dari dimensi restrictive.

Sebanyak 64% (7 orang) guru menghayati feedback yang diberikan oleh rekan guru mengenai metode serta proses pembelajaran di kelas dapat dimanfaatkannya untuk mengajar sehingga dapat menciptakan suasana kelas yang fun learning. Sebanyak 91% (10 orang) guru menghayati berdiskusi dengan rekan guru mengenai penerapan peraturan kelas kepada siswa dapat membuat guru dapat melihat dari berbagai sudut pandang. Sebanyak 82% (9 orang) guru menghayati saat berdikusi dengan rekan guru mengenai materi yang belum dipahami serta memberikan bahan untuk merancang modul pembelajaran, hal ini membuat guru dapat menambah wawasan mengenai suatu materi dan membuat guru semakin memahami materi.

Sebanyak 82% (9 orang) guru berdiskusi mengenai materi yang belum dipahami serta memberikan bahan untuk merancang modul pembelajaran dikarenakan SD “X” tidak menggunakan buku pelajaran seperti sekolah-sekolah pada umumnya melainkan guru yang mengajar akan membuat buku modul sendiri sesuai dengan kurikulum. Seluruh guru berdiskusi mengenai siswa berkebutuhan khusus ataupun siswa yang mengalami masalah akademik atau hambatan belajar serta mencari solusi untuk membantu siswa tersebut ataupun guru yang pernah menangani siswa tersebut berbagi pengalaman kepada rekan guru. Guru pun akan memberikan dukungan saat melihat rekan guru yang belum menyelesaikan tugasnya serta rekan guru akan menawarkan bantuan ataupun memberitahu cara mengerjakan agar lebih cepat menyelesaikannya. Hal ini merupakan perilaku guru dengan rekan guru dari dimensi collegial.

Sebanyak 45% (5 orang) guru merasa dapat menceritakan permasalahannya kepada rekan guru, dapat masalah pribadi maupun masalah dalam mengajar. Saat melihat guru mengalami masalah maka rekan guru akan memberikan semangat atau bantuan dimana sekolah


(16)

8 ini terkenal dengan kekeluargaannya sehingga antar guru sudah dekat dan cukup mengenal satu dengan yang lainnya. Hal ini merupakan perilaku guru dengan rekan guru dari dimensi intimate. Sebesar 18% (2 orang) guru mempersepsikan selama mengajar di SD “X” Bandung kepala sekolah mengingatkan guru mengenai deadline tugas dan menawarkan bantuan kepada guru untuk mempercepat menyelesaikan tugas tersebut. Kepala sekolah memberikan masukkan atau kritik yang membangun saat guru melakukan kesalahan. Kepala sekolah bersedia berdiskusi dengan guru yang memerlukan bantuan. Kepala sekolah memberikan guru tanggungjawab untuk mengelola kelas sendiri dan tidak memeriksa pekerjaan guru hingga detil. Kepala sekolah tidak memberikan guru tugas tambahan yang membebani guru seperti menjadi koordinator kegiatan.

Sebesar 82 % (9 orang) guru mempersepsikan selama mengajar di SD “X” Bandung, kepala sekolah memberikan tugas tambahan seperti menjadi koordinator pastoral maupun koordinator suatu acara tertentu. Kepala sekolah akan memeriksa absensi mengajar guru seperti jam datang dan jam pulang guru, memeriksa rencana pembelajaran guru hingga detil, serta kepala sekolah masuk ke dalam kelas mengajar guru untuk mengamati cara mengajar guru. Kepala sekolah memberikan bantuan kepada guru saat guru meminta bantuan serta memberikan masukkan yang positif.

Sebesar 100 % (11 orang) guru mempersepsikan rekan guru memberikan bantuan kepada rekan guru yang belum menyelesaikan tugasnya, guru membantu rekan guru yang mengalami kesulitan dalam memahami materi, menangani anak berkebutuhan khusus, serta membantu guru dalam membuat modul pembelajaran di sekolah. Guru akan menjenguk rekan guru yang sedang sakit dan bersedia menggantikan tugas mengajarnya. Guru bersedia meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita dari rekan guru ataupun pergi bersama setelah jam pulang sekolah. Guru bersedia menghadiri rapat guru untuk mengetahui laporan dari rekan guru yang lain maupun untuk memberikan saran yang membangun kepada rekan guru.


(17)

9

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa guru merasa kondisi yang nyaman dan dengan kondisi demikian akan berdampak kepada siswa dan orang tua siswa SD “X” tersebut. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk meneliti tipe-tipe iklim sekolah pada SD “X” Bandung.

1.2.Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui tipe iklim sekolah pada guru di Sekolah Dasar “X” Bandung.

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Ingin memeroleh gambaran mengenai dimensi iklim sekolah pada guru Sekolah Dasar “X” Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Ingin mengetahui gambaran mengenai tipe iklim sekolah pada guru Sekolah Dasar “X” Bandung.

1.4.Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada bidang ilmu Psikologi Pendidikan mengenai iklim sekolah.

- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai iklim sekolah pada sekolah yang berbeda.


(18)

10 1.4.2. Kegunaan Praktis

- Memberikan informasi kepada kepala sekolah maupun guru-guru mengenai tipe iklim sekolah sehingga kepala sekolah dapat meningkatkan kerjasama antara guru dengan kepala sekolah maupun guru dengan rekan guru.

1.5. Kerangka Pemikiran

Guru merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Undang-Undang No 23 Tahun 2003). Guru yang mengajar di SD “X” berada pada tahap perkembangan dewasa awal hingga dewasa madia dimana guru memiliki beberapa tugas perkembangan salah satunya ialah mulai bekerja dan mencapai prestasi dalam pekerjaan (Santrock, 2012). Dalam usaha memenuhi tugasnya maka guru menjalankan perannya sebagai pendidik profesional di sekolah dan berusaha untuk mencapai prestasi dalam bekerja begitu pula dengan guru SD “X” Bandung sejak dahulu terkenal menghasilkan lulusan yang memiliki akhlak yang baik, menekankan pada pengajaran iman katolik, serta suasana kekeluargaan antara guru dengan kepala sekolah, guru dengan rekan guru, guru dengan siswa, serta guru dengan orang tua siswa. Dalam usaha sekolah memertahankan suasana kekeluargaan maka kepala sekolah dan guru berusaha menjaga relasi antara guru dengan kepala sekolah maupun guru dengan rekan guru. Menurut Papalia & Feldman (2012) seorang individu yang dikelilingi oleh social convoy seperti teman dekat, anggota keluarga, rekan kerja dapat menjadi sumber kesejahteraan dan dukungan sosial sebagai tempat menyalurkan perhatian, kepedulian, dan dukungan.

Kondisi lingkungan sekolah dapat dikatakan oleh Hoy dan Miskel (dalam Pretorius dan Villiers, 2009) mendefinisikan iklim sekolah sebagai suatu kualitas dari lingkungan sekolah yang dialami oleh guru dan memengaruhi tingkah laku guru. Secara singkat iklim sekolah dapat


(19)

11

Universitas Kristen Maranatha didefinisikan sebagai karakteristik yang ada, yang membedakan sekolah tersebut dari sekolah yang lain dan memengaruhi tingkah laku guru, kepala sekolah, serta siswa di sekolah. Iklim sekolah memiliki 2 aspek yakni perilaku kepala sekolah dengan guru dan perilaku guru dengan rekan guru. Perilaku kepala sekolah dengan guru memiliki 3 dimensi yakni supportive merupakan persepsi guru mengenai perilaku kepala sekolah yang menolong, memerhatikan guru, serta berupaya untuk memotivasi dengan menggunakan kritik yang konstruktif dan memberikan contoh dalam tingkah lakunya. Guru berinteraksi dengan kepala sekolah seperti mendiskusikan program, kebijakan, dan kurikulum, berdiskusi mengenai metode pembelajaran, prestasi akademik siswa di kelas, serta cara untuk menangani siswa yang bermasalah terutama siswa yang berkebutuhan khusus dan siswa yang kesulitan belajar. Saat guru mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya maka kepala sekolah akan menanyakan kesulitan tersebut dan berusaha untuk memberikan kata-kata motivasi yang dapat membangkitkan semangat guru. Kepala sekolah akan mengingatkan guru mengenai deadline dari suatu tugas tertentu.

Directive merupakan persepsi guru mengenai perilaku kepala sekolah yang terus-menerus memantau hampir semua aspek perilaku guru di sekolah. Guru berinteraksi dengan kepala sekolah mengenai aturan yang berlaku di sekolah. Kepala sekolah akan mengingatkan guru mengenai aturan yang berlaku. Saat ada guru yang melanggar seperti datang terlambat ataupun tidak menggunakan seragam maka kepala sekolah akan menanyakan alasannya kemudian memberikan peringatan yang sesuai dengan aturan.

Restrictive merupakan persepsi guru mengenai perilaku kepala sekolah yang membebani guru dengan pekerjaan administrasi dan tugas lainnya yang mengganggu tanggung jawab mengajar. Guru berinteraksi dengan kepala sekolah mengenai tugas-tugas tambahan yang diberikan baik pada awal tahun ajaran, setiap bulannya, maupun harian. Saat mendapatkan tugas tambahan guru merasa sedikit ‘keberatan’ akan tetapi karena adanya bantuan dari kepala


(20)

12 sekolah saat menghadapi hambatan. Kepala sekolah juga akan mengingatkan guru mengenai deadline tugas tambahan dan menanyakan bagaimana perkembangannya.

Collegial merupakan persepsi guru mengenai perilaku guru yang terbuka dan mendukung interaksi antara guru secara profesional. Guru berdiskusi dengan rekan guru mengenai bahan ajar, masukan untuk memperbaiki modul, cara menangani siswa yang bermasalah terutama siswa berkebutuhan khusus, serta cara untuk menerapkan nilai-nilai kehidupan kepada siswa. Saat guru melihat rekannya ada yang sedang kesulitan atau belum menyelesaikan tugasnya maka guru akan menawarkan bantuan, memberikan semangat, maupun memberitahu cara yang lebih mudah untuk menyelesaikan.

Intimate merupakan persepsi guru mengenai perilaku guru yang diarahkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan sosial. Guru berdiskusi dengan rekan guru mengenai cara untuk mengembangkan potensi siswa, cara untuk menyampaikan materi dengan fun learning, dan saling mengingatkan mengenai peraturan sekolah. Guru akan bersama menyusun strategi untuk meningkatkan potensi siswa baik dalam hal akademik maupun non akademik. Di SD “X” Bandung ini guru tidak hanya menuntut akademik saja melainkan melatih softskill siswa untuk dapat berkembang di masyarakat.

Disengaged merupakan persepsi guru mengenai perilaku guru yang kurang fokus dan bermakna bagi kegiatan profesional. Terdapat kesenjangan antara guru senior dengan guru junior yang dapat berdampak pada proses belajar mengajar seperti guru senior yang tidak mau membantu guru junior dalam beradaptasi dengan sekolah. Namun hal ini tidak dirasakan oleh guru junior di SD “X” Bandung dikarenakan kekeluargaan antar guru dan kepala sekolah sehingga saling membantu satu dengan yang lain.

Berdasarkan keenam dimensi tersebut akan menghasilkan empat tipe iklim sekolah yang akan memengaruhi SD “X” Bandung diantaranya open climate, engaged climate, disengaged climate, dan close climate. Tipe yang pertama adalah open climate dengan ciri khas dari tipe


(21)

13

Universitas Kristen Maranatha ini adalah kerjasama, rasa hormat dan keterbukaan antara guru dengan kepala sekolah dan rekan guru. Kepala sekolah mendengarkan dan menerima ide-ide guru, sering memberikan pujian yang tulus, dan menghormati kompetensi yaitu perilaku high supportive. Kepala sekolah juga memberikan guru kebebasan untuk melakukan kegiatan di sekolah tanpa pengawasan yang ketat yaitu perilaku low directive. Kepala sekolah memimpin dengan memberikan fasilitas tanpa berdiskusi dengan guru yaitu perilaku low restrictive. Demikian juga guru yang mendukung perilaku terbuka dan professional antara rekan guru yaitu perilaku high collegial. Guru dengan rekan guru saling mengenal dengan baik dan memiliki keakraban satu dengan yang lain yaitu perilaku high intimate. Guru bekerja sama dan berkomitmen untuk mengajar yaitu perilaku low disengaged. Secara singkat, guru menghayati hubungan dengan kepala sekolah dan rekan guru secara terbuka.

Tipe yang kedua adalah engaged climate ditandai dengan Tipe iklim ini ditandai dengan adanya usaha yang tidak efektif kepala sekolah untuk memimpin namun disisi lain kinerja professional kepala sekolah yang tinggi. Kepala sekolah memimpin dengan kaki dan otoritarian yaitu perilaku high directive. Kepala sekolah menghormati kemampuan professional maupun kebutuhan pribadi guru yaitu perilaku low supportive. Selain itu kepala sekolah memberikan guru tugas tambahan diluar tanggung jawabnya sebagai guru yaitu perilaku high restrictive. Guru saling menghormati dan mendukung dengan bangga kepada sekolah dan menikmati pekerjaannya sebagai guru yaitu oerilaku high collegial. Guru tidak hanya menghormati satu sama lain kompetensi professional tetapi juga guru menganggap rekan guru sebagai teman yaitu perilaku high intimate. Guru dating bersama-sama dengan rekan guru yang terlibat dan berkomitmen untuk tugas belajar-mengajar yaitu perilaku low disengaged. Secara singkat, guru menghayati bahwa hubungannya dengan guru lain terbuka namun hubungannya dengan kepala sekolah tertutup.


(22)

14 Tipe yang ketiga adalah disengaged climate yang kontras dengan engaged climate. Iklim ini ditandai dengan perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang kuat dan mendukung. Kepala sekolah mendengarkan dan terbuka terhadap pandangan-pandangan guru yaitu perilaku high supportive. Kepala sekolah memberikan kebebasan untuk guru dalam bertindak berdasarkan pengetahuan professional yaitu perilaku low directive. Kepala sekolah mengurangi beban administrasi guru dan memberikan tugas tambahan dengan berdiskusi terlebih dahulu yaitu perilaku low restrictive. Guru tidak memandang rekan guru hanya sebatas rekan kerja bukan sebagai teman yaitu perilaku low intimate. Guru saling menghormati rekan guru sebagai teman saat di luar jam mengajar yaitu perilaku low collegial. Guru dengan rekan guru tidak saling mengenal satu dengan yang lain dan bekerja masing-masing yaitu perilaku high disengaged. Secara singkat, guru menghayati hubungan dengan kepala sekolah terbuka namun hubungan dengan rekan guru tertutup.

Tipe yang keempat adalah closed climate berkebalikan dengan open climate. Iklim ini ditandai dengan perilaku kepala sekolah dan guru benar-benar terlihat tidak melakukan usaha, kepala sekolah memberikan banyak tugas yang membebani guru diluar tanggungjawabnya sebagai guru dan melupakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan oleh guru yaitu perilaku high restrictive. Kepala sekolah hanya mengawasi, kaku, dan tidak peduli kepada guru yaitu perilaku high directive. Kepala sekolah jarang untuk memberikan dukungan kepada guru yaitu perilaku low supportive. Guru merespon dengan minimal dan menunjukkan komitmen yang rendah yaitu perilaku high disengaged. Guru dengan rekan guru saling curiga, kurang memerhatikan satu dengan lain, tertutup, kurang fleksibel, apatis, dan tidak berkomitmen yaitu perilaku low intimate dan low collegial. Secara singkat, guru menghayati hubungannya dengan kepala sekolah dan rekan guru tertutup.

Interaksi antara guru dengan kepala sekolah, terlihat dari gaya kepemimpinan kepala sekolah. Gaya kepemimpinan kepala sekolah akan terlihat task oriented dan people oriented


(23)

15

Universitas Kristen Maranatha (Fiedler, 1964 dalam Yukl, 2005). Kepala sekolah yang task oriented akan menekankan pada tugas yang diberikan kepada guru, seperti kepala sekolah memberikan guru tugas tambahan, mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh guru, serta memeriksa setiap perencanaan mengajar guru hingga ke hal-hal yang detil. Kepala sekolah yang people oriented akan menekankan pada relasi antara guru dengan kepala sekolah, seperti kepala sekolah mengingatkan guru mengenai deadline tugas kemudian kepala sekolah membantu guru untuk menyelesaikan tugasnya serta kepala sekolah akan memberikan masukkan yang positif untuk membangun guru.

Bagan 1.1. Kerangka Pikir

Tipe-Tipe Iklim Sekolah : Open Climate

Engaged Climate Disengaged Climate Close Climate Dimensi Iklim Sekolah :

Aspek Kepala Sekolah : - Supportive

- Directive - Restrictive

Aspek Rekan Guru : - Collegial

- Intimate - Disengaged

Guru Sekolah Dasar “X” Bandung


(24)

16 1.6.Asumsi

 Guru SD “X” Bandung memiliki persepsi terhadap tipe iklim sekolah yang berbeda-beda yang diukur melalui dimensi dari interaksi guru dengan kepala sekolah dan interaksi guru dengan rekan guru.

Dimensi dari interaksi guru dengan kepala sekolah yaitu supportive, directive, dan restrictive, sedangkan dimensi dari interaksi guru dengan rekan guru yaitu collegial, intimate, dan disengaged.

 Guru SD “X” Bandung memiliki persepsi terhadap tipe iklim sekolah open climate, engaged climate, close climate, atau disengaged climate.


(25)

49

Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 30 orang guru, maka didapatkan sebagian besar guru di Sekolah Dasar “X” Bandung mempersepsikan tipe engaged climate.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis

1. Menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menguji hubungan atau pengaruh faktor yang memengaruhi iklim sekolah, agar dapat melihat faktor yang memengaruhi iklim sekolah.

2. Menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian iklim sekolah pada sekolah dengan metode pengajaran dan jenis sekolah yang berbeda (seperti sekolah internasional, sekolah keagamaan, homeschooling, dan lain-lain). 3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan menggunakan alat ukur iklim sekolah, disarankan

untuk melakukan translate kemudian back translate dengan mengacu pada OCDQ-RE.

5.2.2. Saran Praktis

1. Peneliti menyarankan kepala sekolah mau mendengarkan dan menerima masukkan dari guru, serta kepala sekolah memberikan semangat kepada guru yang belum


(26)

50 menyelesaikan tugasnya (dilihat dari dimensi supportive, sebagian besar guru menghayati low supportive).

2. Peneliti menyarankan kepada guru, untuk tetap memertahankan keterbukaan antar rekan guru, saling membantu satu dengan yang lain, menghormati kompetensi yang dimiliki oleh guru, memberikan masukkan satu dengan yang lain, berdiskusi saat menemukan masalah, bertemu dengan rekan guru di luar jam mengajar, guru menganggap pertemuan dengan rekan guru penting untuk dilakukan, dan guru memberikan dukungan satu dengan yang lain (dilihat dari dimensi collegial dan intimate, seluruh guru menghayati high collegial dan high intimate).


(27)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TIPE-TIPE IKLIM SEKOLAH

PADA GURU DI SEKOLAH DASAR “X” BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Disusun oleh : STEPHANIE CECILIA

NRP : 1230062

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(28)

v

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya skripsi yang berjudul “Studi Deskriptif mengenai Tipe-Tipe Iklim Sekolah pada guru Sekolah Dasar ‘X’ Bandung”. Dalam penyusunan penelitian ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan sehingga jauh dari kesempurnaan. Semoga penelitian ini dapat berguna untuk pengembangan akademis.

Dalam penyusunan rancangan penelitian ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan serta arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Irene P Edwina., M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang saya hormati, yang telah memimpin fakultas dan kegiatan pembelajaran selama masa perkuliahan saya.

2. Dr. Irene Tarakanita., Psikolog selaku pembimbing utama yang telah memberikan saran, masukan, dan kritik yang membangun serta meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

3. Maria Yuni Megarini C., M.Psi., Psikolog selaku pembimbing pendamping yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, memberikan masukan-masukan yang berharga terhadap peneliti, serta tidak pernah lelah memberikan semangat kepada peneliti.

4. Para guru Sekolah Dasar’X’ Bandung yang terlah bersedia meluangkan waktu dan informasi yang sangat berharga bagi penelitian ini.


(29)

vi

Universitas Kristen Maranatha 5. Papa, Mama, S. Yosua, S. Marvel, Yeheskia, serta keluarga besarku tercinta, terima kasih atas kasih sayang, doa, pengertian, dukungan serta semangat yang kalian berikan kepada peneliti setiap harinya.

6. Teman-teman sesama Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha khususnya Yuli, Ka Leni, Ervia, Ci Hana, dan Ci Theo. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya serta berbagi dalam suka dan duka dalam penelitian ini.

7. Semua rekan dan pihak yang telah membantu dan memberi dukungan pada peneliti yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga saran, dukungan, dan arahan yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi keluarga, bapak, ibu, serta rekan-rekan sehingga memeroleh balasan yang lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa.

Terima Kasih.

Bandung, Mei 2017


(30)

50

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. (1990). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Hoy, W.K., Tarter, C.J., & Kottkamp, R. B. (1991). Open School/Healthy School; Measuring

Organizational Climate. Thousand Oaks, CA: Sage.

Mustaqim & Wahib, Abdul. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta Nasrul, HS. (2012). Profesi dan Etika Keguruan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Nazir. Moh. (2005). Metode Penelitian. Cetakan keenam. Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia Papalia & Feldman, Diane.(2012).Experience Human Development.Edisi Kedua belas.Penny

sylvania.State University : MC GrawHill

Santrock, John. W.(2012). Life-Span Development. Jilid kedua. Edisi kelima. Jakarta :Erlangga Sugiyono.(2012). Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif, dan Kombinasi. Cetakan

keduapuluh. Bandung : Alfabeta

Winkle, W.S. (2012). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta : Media Abadi Yukl.(2005).Kepemimpinan dalam Organisasi.Jakarta : Index


(31)

51

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Gunbayi, Ilhan. 2007. School Climate and Teachers’ Perceptions on Climate Factors : Research Into Nine Urban High Schools. The Turkis Online Journal of Educational Technology (TOJET). Vol 6 (3).

Irawan, Amanda Premita. 2016. Studi Deskriptif mengenai Tipe Iklim Organisasi Sekolah pada Staf Pengajar Sekolah Alam “X” di Kota Bogor. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 : Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 : Guru dan Dosen


(1)

50

Universitas Kristen Maranatha menyelesaikan tugasnya (dilihat dari dimensi supportive, sebagian besar guru menghayati low supportive).

2. Peneliti menyarankan kepada guru, untuk tetap memertahankan keterbukaan antar rekan guru, saling membantu satu dengan yang lain, menghormati kompetensi yang dimiliki oleh guru, memberikan masukkan satu dengan yang lain, berdiskusi saat menemukan masalah, bertemu dengan rekan guru di luar jam mengajar, guru menganggap pertemuan dengan rekan guru penting untuk dilakukan, dan guru memberikan dukungan satu dengan yang lain (dilihat dari dimensi collegial dan intimate, seluruh guru menghayati high collegial dan high intimate).


(2)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI TIPE-TIPE IKLIM SEKOLAH

PADA GURU DI SEKOLAH DASAR

“X” BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Disusun oleh : STEPHANIE CECILIA

NRP : 1230062

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(3)

v

Universitas Kristen Maranatha Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya skripsi yang berjudul “Studi Deskriptif mengenai Tipe-Tipe Iklim Sekolah pada guru Sekolah Dasar ‘X’ Bandung”. Dalam penyusunan penelitian ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan sehingga jauh dari kesempurnaan. Semoga penelitian ini dapat berguna untuk pengembangan akademis.

Dalam penyusunan rancangan penelitian ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan serta arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Irene P Edwina., M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang saya hormati, yang telah memimpin fakultas dan kegiatan pembelajaran selama masa perkuliahan saya.

2. Dr. Irene Tarakanita., Psikolog selaku pembimbing utama yang telah memberikan saran, masukan, dan kritik yang membangun serta meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

3. Maria Yuni Megarini C., M.Psi., Psikolog selaku pembimbing pendamping yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, memberikan masukan-masukan yang berharga terhadap peneliti, serta tidak pernah lelah memberikan semangat kepada peneliti.

4. Para guru Sekolah Dasar’X’ Bandung yang terlah bersedia meluangkan waktu dan informasi yang sangat berharga bagi penelitian ini.


(4)

vi

Universitas Kristen Maranatha 5. Papa, Mama, S. Yosua, S. Marvel, Yeheskia, serta keluarga besarku tercinta, terima kasih atas kasih sayang, doa, pengertian, dukungan serta semangat yang kalian berikan kepada peneliti setiap harinya.

6. Teman-teman sesama Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha khususnya Yuli, Ka Leni, Ervia, Ci Hana, dan Ci Theo. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya serta berbagi dalam suka dan duka dalam penelitian ini.

7. Semua rekan dan pihak yang telah membantu dan memberi dukungan pada peneliti yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga saran, dukungan, dan arahan yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi keluarga, bapak, ibu, serta rekan-rekan sehingga memeroleh balasan yang lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa.

Terima Kasih.

Bandung, Mei 2017


(5)

50

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. (1990). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Hoy, W.K., Tarter, C.J., & Kottkamp, R. B. (1991). Open School/Healthy School; Measuring

Organizational Climate. Thousand Oaks, CA: Sage.

Mustaqim & Wahib, Abdul. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta Nasrul, HS. (2012). Profesi dan Etika Keguruan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Nazir. Moh. (2005). Metode Penelitian. Cetakan keenam. Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia Papalia & Feldman, Diane.(2012).Experience Human Development.Edisi Kedua belas.Penny

sylvania.State University : MC GrawHill

Santrock, John. W.(2012). Life-Span Development. Jilid kedua. Edisi kelima. Jakarta :Erlangga Sugiyono.(2012). Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif, dan Kombinasi. Cetakan

keduapuluh. Bandung : Alfabeta

Winkle, W.S. (2012). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta : Media Abadi Yukl.(2005).Kepemimpinan dalam Organisasi.Jakarta : Index


(6)

51

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Gunbayi, Ilhan. 2007. School Climate and Teachers’ Perceptions on Climate Factors : Research Into Nine Urban High Schools. The Turkis Online Journal of Educational Technology (TOJET). Vol 6 (3).

Irawan, Amanda Premita. 2016. Studi Deskriptif mengenai Tipe Iklim Organisasi Sekolah pada

Staf Pengajar Sekolah Alam “X” di Kota Bogor. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas

Kristen Maranatha, Bandung.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 : Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 : Guru dan Dosen