Daya Ikat Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Usulan Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam Masa Jabatan.

Daya Ikat Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Usulan
Pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden dalam Masa
Jabatan
Andhika P. Siwi
A10050125
Amandemen ketiga UUD 1945 telah menghasilkan suatu Lembaga
Negara, yaitu Mahkamah Konstitusi yang memiliki kedudukan sama tetapi
berdiri sendiri dan terpisah (duality of jurisdiction) dengan Mahkamah
Agung. Dalam menjalankan fungsinya berdasarkan Pasal 24C UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juncto Pasal 10 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah
Konstitusi memiliki 4 kewenangan dan 1 kewajiban. Berkaitan dengan hal
itu penulis melakukan kajian terhadap daya ikat dari putusan Mahkamah
Konstitusi tentang usulan pemberhentian Presiden dan/Wakil Presiden
bilamana Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk membenarkan
pendapat DPR namun hasil sidang istimewa MPR ternyata tidak
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut. Hal ini
menarik untuk diteliti karena UUD 1945 hasil amandemen dan UU No. 24
tahun 2003 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi sama sekali tidak
menyinggung daya ikat dari putusan Mahkamah Konstitusi dalam proses

pemberhentian Presiden dan/Wakil Presiden. Ketiadaan ketentuan hukum
ini bisa ditafsirkan sebagai pengingkaran terhadap prinsip negara
berdasarkan hukum. Disamping itu di dalam peraturan manapun juga
tidak dijelaskan apakah Presiden dan atau wakil Presiden yang
diberhentikan ini bisa diadili lagi di pengadilan umum tanpa terkena asas
Ne Bis In Idem, sehingga diperlukan pengkajian lebih lanjut agar bisa
memberikan kepastian hukum terutama kepada Presiden yang terkena
pemberhentian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang dilakukan dengan
menggambarkan suatu gejala dan kemudian menganalisa dan
menjelaskan dalam bentuk uraian – uraian.
Adapun hasil dari kajian ini yaitu, Putusan Mahkamah Konstitusi
dalam hal memutus pendapat DPR tentang pemberhentian Presiden
dan/atau wakil presiden dapat mengikat MPR dengan menggunakan
konvensi ketatanegaraan ataupun kebiasaan ketatanegaraan yang ada
saat ini sebagaimana sifat putusan Mahkamah Konstitusi yaitu Final and
Binding, disamping itu Presiden dapat dikenakan sanksi pidana ataupun
perdata mengingat objek dari peradilan yang dilakukan oleh Mahkamah

Konstitusi adalah pendapat DPR bukan Presiden dan/atau Wakil Presiden
sebagai individu sehingga tidak melanggar asas Nebis In Idem.

v