Analisis Perbandingan Perhitungan Harga Pokok Produksi Menurut Sistem Konvensional Dengan Sistem ABC (Activity Based Costing).

(1)

ABSTRAK

Setiap perusahaan akan berusaha untuk bertahan dalam menghadapi persaingan dunia bisnis yang semakin lama semakin ketat. Oleh sebab itu, perusahaan memerlukan suatu peningkatan cara menghitung pembebanan biaya terhadap produknya agar menghasilkan informasi biaya yang tepat dan akurat bagi manajemen dalam menentukan harga jual. Untuk perusahaan yang hanya memproduksi satu jenis produk, perhitungan harga pokok produk dengan sistem biaya konvensional cukup akurat. Akan tetapi, hal ini akan menimbulkan distorsi biaya apabila produk yang dihasilkan perusahaan tersebut lebih dari satu jenis produk. Dengan menggunakan sistem Activity Based Costing, maka informasi biaya yang diperoleh akan lebih baik karena dapat menggambarkan nilai aktivitas dalam suatu perusahaan yang dikonsumsi untuk membuat suatu produk dengan baik.

Penelitian dilakukan didepartemen Produksi PT. Dirgantara Indonesia yang terletak di Jalan Padjajaran No. 154 Bandung. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui perbandingan sistem Activity Based Costing dengan sistem konvensional dalam pembebanan biaya overhead untuk menunjang perhitungan harga pokok produk yang akurat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan objek yang sebenarnya dengan cara mengumpulkan data yang relevan yang tersedia, kemudian disusun, diolah, dipelajari serta dianalisis lebih lanjut.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti melihat bahwa departemen produksi PT. Dirgantara Indonesia menggunakan dasar perhitungan harga pokok produk berdasarkan sistem biaya konvensional yang memadai, karena adanya Prime Cost (Biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung). Berdasarkan hasil pembahasan, peneliti menggunakan sistem perhitungan harga pokok produk dengan menggunakan sistem Activity Based Costing yang dinilai lebih akurat, dimana informasi biaya produk dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini dijelaskan pada tabel 4.12 dimana harga pokok produk CN 235 Seri 43 menurut sistem konvensional sebesar Rp 14.712.719.999,41 sedangkan menurut sistem Activity Based Costing sebesar Rp 59.793.910.918,97 terjadi undercost sebesar 306,41%. Harga pokok produk CN 235 Seri 52 menurut sistem konvensional sebesar Rp 42.847.559.148,86 sedangkan menurut sistem Activity Based Costing sebesar Rp 55.490.259.048,55 terjadi undercost sebesar 29,51%. Harga pokok produk CN 235 Seri 54 menurut sistem konvensional sebesar Rp 61.849.911.391,71 sedangkan menurut sistem Activity Based Costing sebesar Rp 87.187.470.224,80 terjadi undercost sebesar 40,97%. Harga pokok produk CN 235 Seri 53 menurut sistem konvensional sebesar Rp 83.325.631.123,97 sedangkan menurut sistem Activity Based Costing sebesar Rp 65.841.114.113,56 terjadi overcost sebesar 20,98%.


(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Identifikasi Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Kegunaan Penelitian

1.5 Rerangka Penelitian dan Hipotesis 1.6 Metodologi Penelitian

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya

2.1.2 Klasifikasi Biaya 2.2 Sistem Biaya

2.2.1 Sistem Biaya Aktual 2.2.2 Sistem Biaya Normal 2.3 Biaya Produksi Tidak Langsung

2.4 Pengertian dan Tujuan Penetapan Harga Pokok Produksi

i iii v 1 1 4 5 5 6 9 11 12 12 12 13 18 18 19 20 21


(3)

2.4.1 Pengertian Harga Pokok Produksi

2.4.2 Tujuan Penetapan Harga Pokok Produksi 2.5 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi

2.5.1 Metode Job Order Costing 2.5.2 Metode Process Costing

2.6 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi 2.6.1 Metode Full Costing

2.6.2 Metode Variable Costing 2.7 Sistem Biaya Konvensional

2.7.1 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Akuntansi Biaya Konvensional

2.7.2 Distorsi Biaya Produk

2.8 Sistem Akuntansi Biaya Kontemporer

2.8.1 Pengertian Sistem Activity Based Costing (ABC)

2.8.2 Tujuan Sistem Activity Based Costing (ABC) 2.8.3 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Activity

Based Costing (ABC)

2.8.4 Kendala Penerapan Sistem Activity Based Costing (ABC)

2.9 Cost Driver

2.9.1 Mengidentifikasi Cost Driver 2.9.1.1 Product Driven Activities

21 22 23 23 24 24 24 25 26 26

28 31 33

34 35

35

36 36 37


(4)

2.9.1.2 Consumen Driver Activities 2.9.2 Jumlah Cost Driver yang Dibutuhkan 2.9.3 Pemilihan Cost Driver

2.10 Prosedur Pembebanan Biaya Tidak Langsung

Menurut Sistem Activity Based Costing (ABC) 2.10.1 Prosedur Tahap Pertama

2.10.2 Prosedur Tahap Kedua

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Sejarah Singkat perusahaan

3.1.2 Struktur Organisasi dan Job Description PT. Dirgantara Indonesia

3.1.3 Bentuk Perusahaan dan Sumber Modal

Digunakan

3.1.4 Aktivitas Perusahaan 3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Teknik Pengumpulan Data 3.2.2 Data yang Dikumpulkan 3.2.3 Analisis Data

39 40 41 42

43 45 47 47 47 52

52

52 56 56 58 59


(5)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Umum Atas Akuntansi Biaya

4.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan Sistem Akuntansi Biaya Konvensional

4.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Activity Based Costing (ABC System)

4.3.1 Pembebanan Tahap Pertama

4.3.1.1Identifikasi Aktivitas yang Relevan yang Ada di Perusahaan

4.3.1.2Mengelompokkan Aktivitas kedalam Kelompok Biaya Homogen

4.3.1.3Menentukan Biaya Kelompok

Homogen

4.3.1.4Menentukan Activity Level/Cost Driver

4.3.1.5Menentukan Tarif Kelompok

Homogen

4.3.2 Pembebanan Tahap Dua

4.3.2.1Penentuan Biaya Overhead yang Dibebankan

4.3.2.2Perhitungan Harga Pokok Produk Berdasarkan Sistem Activity Based Costing

60 60 61

66

66 66

68

69

69 70

71 71


(6)

4.4 Perbandingan Harga Pokok Produk Antara Sistem Activity Based Costing dengan Sistem Biaya Konvensional

4.5 Pembuktian Hipotesis

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

74

75 80 80 81


(7)

(8)

URAIAN HPP/WIP/PJ

50A GAJI DAN UPAH

63,606,368,604.41 50B UPAH LEMBUR

3,569,980,299.11 50C BIAYA PAJAK PPH PASAL 21

2,723,583,860.63 50D IURAN DANA PENSIUN

6,177,179,939.00 50E ASSURANSI TENAGA KERJA

2,927,948,743.00 50F TUNJANGAN PERUMAHAN

108,719,822.00 50G TUNJANGAN HARI RAYA

4,019,413,733.00 50I TUNJANGAN CUTI BESAR

493,536,850.00 50K POTONGAN GAJI

223,651,591.00 51A BEBAN PENSIUN MUDA/DINI

2,795,342.00 51B BIAYA MAKAN

687,481,365.30 51C BIAYA KESEHATAN

5,333,376,913.10 51D BIAYA TRANSPORTASI

783,926,043.66 51E BIAYA EXTRA FOODING

408,746,361.00 51F BIAYA PAKAIAN KERJA

79,058,000.00 51G BIAYA KESELAMATAN KERJA

9,685,050.00 51X BIAYA PERSONIL LAINNYA

7,701,364,429.96

98,856,816,947.17

52A PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI

4,460,707,907.00 52B PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI

11,009,221,138.01 52C FISKAL

245,785,000.00 52D AIRPORT TAX

22,437,207.53 60A BIAYA BAHAN BAKAR PRODUKSI

1,412,444,772.25 60B BIAYA BAHAN KIMIA & MATERIAL LABORAN

187,782,387.50 60C BIAYA MATERIAL PEMBANTU

3,403,613,047.74 60D BIAYA PENGUJIAN BAHAN PERSEDIAAN

377,437,380.14


(9)

1,930,654,724.24 60F BIAYA OFFLOAD

414,828,783.95 60G BIAYA OPERATING SUPPLIES

219,782,714.26 60Z BIAYA MATERIAL CONSUMPTION LAINNYA

1,447,308,347.67 61A BEBAN PENYUSUTAN SARANA/PRASARANA

535,656,542.82 61B BEBAN PENYUSUTAN BANGUNAN

5,884,287,366.60 61C BEBAN PENYUSUTAN UTILITAS

35,246,933.34 61D BEBAN PENYUSUTAN PERMESINAN

4,086,043,902.27 61E BEBAN PENYUSUTAN PERALATAN

7,695,557,879.71 61F BEBAN PENYUSUTAN ALAT ANGKAT/ANGKUT

387,934,845.60 61Z BEBAN PENYUSUTAN INVENTARIS

3,035,526,781.59 62A BIAYA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

2,283,598,980.79 62B BIAYA SEMINAR

104,437,479.00 62C BIAYA LOKAKARYA/SARESEHAN

2,000,000.00 62D BIAYA RAPAT

87,959,962.00 63A BIAYA PEMELIHARAAN ALAT KANTOR

218,613,077.00 63B BIAYA PEMELIHARAAN ALAT ANGKUT-ANGKAT

115,076,224.24 63C BIAYA PEMELIHARAAN KALIBRASI DAN ALAT UKUR

281,977,939.70 63D BIAYA PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA

63,761,529.00 63E BIAYA PEMELIHARAAN & REPARASI MESIN PRODUKSI

1,223,551,499.46 63F BIAYA PEMELIHARAAN GEDUNG PERKANTORAN

95,709,366.45 63G BIAYA PEMELIHARAAN TOOLS

705,020,129.96 63I BIAYA PEMELIHARAAN EQUIPMENT

39,085,114.00 63J BIAYA PEMELIHARAAN HANGGAR PRODUKSI

4,207,500.00 63K BIAYA PEMELIHARAAN GUDANG

740,000.00 63L BIAYA PEMELIHARAAN, REPARASI PERSEDIAAN MATERIAL DAN PRODUK JADI

12,357,328,317.79 63M BIAYA PEMELIHARAAN & REPARASI PESAWAT INVENTARIS

13,000,000.00


(10)

16,814,500.00 64A BIAYA PPH PASAL 22 FINAL

140,439,428.48 64B BIAYA PPH PASAL 23 FINAL

758,646,818.48 64D BIAYA PPH FINAL ATAS BUNGA DEPOSITO/TABUNGAN/SERT BI/JASA GIRO

66,972,994.08 64I BIAYA PPN MASUKAN

413,593,852.38 64J BIAYA PPN BM

32,287,250.00 64L BIAYA BEA MATERAI

24,030,454.93 64M BIAYA BEA MASUK IMPORT

1,072,250,055.00 64N BIAYA PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

14,692,000.00 64O BIAYA RETRIBUSI DAERAH

676,753.00 65A BIAYA PREMI ASSURANSI KEBAKARAN

25,425,982.90 65C BIAYA PREMI ASSURANSI KECELAKAAN NON AIRCREW

2,403,443.78 65D BIAYA PREMI ASSURANSI KECELAKAAN AIRCREW

74,116,869.16 65E BIAYA PREMI ASSURANSI PESAWAT TERBANG

1,349,254,932.87 65G BIAYA PREMI ASSURANSI KENDARAAN

35,225,275.48 65Z BIAYA PREMI ASSURANSI LAINNYA

824,641,164.38 66A BIAYA PEMAKAIAN LISTRIK

4,713,137,190.57 66B BIAYA ALAT-ALAT LISTRIK

64,838,816.00 66C BIAYA PEMAKAIAN AIR

17,782,295.45 66D BIAYA PEMAKAIAN GAS UNTUK PRODUKSI

11,509,000.00 66E BIAYA PEMAKAIAN TELEPHON, FAXIMIL

767,329,250.22 66F BIAYA POS DAN TELEGRAM

254,464,876.39 66G BIAYA UTILITAS DAN KOMUNIKASI LAINNYA

222,423,954.00 67A BIAYA ALAT TULIS-KANTOR

411,449,866.23 67B BIAYA CETAK DAN FOTO COPY

829,611,244.32 67C BIAYA DOKUMENTASI DAN KEARSIPAN

36,820,722.68 67E BIAYA JASA PROGRAMMER

57,575,000.00


(11)

2,061,994,174.17 67G BIAYA SUPPLIES KOMPUTER

659,158,546.05 68A BIAYA PENGANGKUTAN MATERIAL

1,911,735,946.16 68B BIAYA PREMI ASSURANSI PENGANGKUTAN

13,885,415.63 68D BIAYA PENGELOLAN MATERIAL LAINNYA

494,212,204.44 68E BIAYA REPAIR

6,904,859,168.61 69A BIAYA PEMERIKSAAN /KONSULTAN/PENGACARA

1,467,191,390.00 69B BEBAN BUNGA MODAL KERJA

986,000.00 69D BIAYA ADMINISTRASI BANK

6,364,277,882.07 70A BIAYA ENTERTAINMENT

3,723,727,762.44 70B BIAYA LEGAL FEE

18,296,865.40 70C BIAYA FERRY FLIGHT

472,970,430.10 70D BIAYA KEBERSIHAN DAN KEAMANAN

3,257,968,628.72 70E BEBAN BANTUAN SOSIAL

175,423,103.00 70F BEBAN TAMU PERUSAHAAN

1,477,874,224.32 70G BIAYA TRANSPORTASI OPERASIONAL

13,436,050.00 70Z BIAYA LAIN-LAIN

758,914,380.62 71A BIAYA EKSPERIMEN

1,000,000.00 71B BIAYA PROTOTYPE/MASTER MODEL

1,045,452,942.21 72A BIAYA SEWA KOMPUTER/HARDWARE/SOFTWARE

393,738,503.68 72B BIAYA SEWA GUDANG/GEDUNG

233,513,330.14 72C BIAYA SEWA KENDARAAN DAN ALAT ANGKUT

350,660,190.00 72D BIAYA SEWA SATELIT DAN KOMUNIKASI LAINNYA

44,798,500.00 72E BIAYA SEWA PERALATAN PESAWAT TERBANG & HELIKOPTER

24,324,610.00 72X BIAYA SEWA PERALATAN LAINNYA

147,676,914.11 73A BIAYA SERTIFIKASI

421,634,148.00 73B BIAYA LANDING FEE

4,746,707.00


(12)

PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI

4,460,707,907.00

15,409,954.00 73D BIAYA X-RAY

2,411,722.80 73E BIAYA TEST FLIGHT

131,449,346.00 81A BIAYA KEAGENAN

25,999,588,851.89

135,220,056,663.95

By Tenaga kerja Langsung - (33A)

By Overhead Pabrik - (33B)

Total Biaya Overhead

234,076,873,611.12 Biaya Tenaga dan Supplies

7,683,712,869.14 Biaya Pemeliharaan

15,134,885,197.60 Biaya Umum

88,263,207,923.49 Biaya Litbang

2,477,996,421.79 Biaya Penyusutan

21,660,254,251.93

135,220,056,663.95


(13)

PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI 11,009,221,138.01 FISKAL 245,785,000.00 AIRPORT TAX 22,437,207.53 15,738,151,252.54

BIAYA BAHAN BAKAR PRODUKSI

1,412,444,772.25 BIAYA BAHAN KIMIA & MATERIAL LABORAN

187,782,387.50 BIAYA MATERIAL PEMBANTU

3,403,613,047.74 BIAYA PENGUJIAN BAHAN PERSEDIAAN

377,437,380.14

377,437,380.14

BIAYA CONSUMABLE TOOLS

1,930,654,724.24 BIAYA OFFLOAD

414,828,783.95 BIAYA OPERATING SUPPLIES

219,782,714.26 BIAYA MATERIAL CONSUMPTION LAINNYA

1,447,308,347.67

9,016,414,777.61

BEBAN PENYUSUTAN SARANA/PRASARANA

535,656,542.82 BEBAN PENYUSUTAN BANGUNAN

5,884,287,366.60 BEBAN PENYUSUTAN UTILITAS

35,246,933.34 BEBAN PENYUSUTAN PERMESINAN

4,086,043,902.27 BEBAN PENYUSUTAN PERALATAN

7,695,557,879.71 BEBAN PENYUSUTAN ALAT ANGKAT/ANGKUT

387,934,845.60 BEBAN PENYUSUTAN INVENTARIS

3,035,526,781.59 BIAYA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

2,283,598,980.79 BIAYA SEMINAR 104,437,479.00 BIAYA LOKAKARYA/SARESEHAN 2,000,000.00 BIAYA RAPAT 87,959,962.00 BIAYA SEWA KOMPUTER/HARDWARE/SOFTWARE

393,738,503.68

BIAYA SEWA GUDANG/GEDUNG

233,513,330.14 BIAYA SEWA KENDARAAN DAN ALAT ANGKUT

350,660,190.00 BIAYA SEWA SATELIT DAN KOMUNIKASI LAINNYA

44,798,500.00 BIAYA SEWA PERALATAN PESAWAT TERBANG & HELIKOPTER

24,324,610.00 BIAYA SEWA PERALATAN LAINNYA


(14)

25,332,962,721.65

BIAYA PEMELIHARAAN ALAT KANTOR

218,613,077.00 BIAYA PEMELIHARAAN ALAT ANGKUT-ANGKAT

115,076,224.24 BIAYA PEMELIHARAAN KALIBRASI DAN ALAT UKUR

281,977,939.70 BIAYA PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA

63,761,529.00 BIAYA PEMELIHARAAN & REPARASI MESIN PRODUKSI

1,223,551,499.46 BIAYA PEMELIHARAAN GEDUNG PERKANTORAN

95,709,366.45 BIAYA PEMELIHARAAN TOOLS

705,020,129.96 BIAYA PEMELIHARAAN EQUIPMENT

39,085,114.00 BIAYA PEMELIHARAAN HANGGAR PRODUKSI

4,207,500.00 BIAYA PEMELIHARAAN GUDANG

740,000.00

BIAYA PEMELIHARAAN, REPARASI PERSEDIAAN MATERIAL DAN PRODUK JADI

12,357,328,317.79 BIAYA PEMELIHARAAN & REPARASI PESAWAT INVENTARIS

13,000,000.00 BIAYA PEMELIHARAAN ALAT LAINNYA

16,814,500.00

15,134,885,197.60

BIAYA PPH PASAL 22 FINAL

140,439,428.48 BIAYA PPH PASAL 23 FINAL

758,646,818.48 BIAYA PPH FINAL ATAS BUNGA DEPOSITO/TABUNGAN/SERT BI/JASA GIRO

66,972,994.08 BIAYA PPN MASUKAN

413,593,852.38 BIAYA PPN BM

32,287,250.00 BIAYA BEA MATERAI

24,030,454.93 BIAYA BEA MASUK IMPORT

1,072,250,055.00 BIAYA PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

14,692,000.00 BIAYA RETRIBUSI DAERAH

676,753.00

BIAYA PREMI ASSURANSI KEBAKARAN

25,425,982.90 BIAYA PREMI ASSURANSI KECELAKAAN NON AIRCREW

2,403,443.78 BIAYA PREMI ASSURANSI KECELAKAAN AIRCREW

74,116,869.16 BIAYA PREMI ASSURANSI PESAWAT TERBANG

1,349,254,932.87 BIAYA PREMI ASSURANSI KENDARAAN

35,225,275.48 BIAYA PREMI ASSURANSI LAINNYA


(15)

BIAYA PEMAKAIAN LISTRIK

4,713,137,190.57 BIAYA ALAT-ALAT LISTRIK

64,838,816.00 BIAYA PEMAKAIAN AIR

17,782,295.45 BIAYA PEMAKAIAN GAS UNTUK PRODUKSI

11,509,000.00 BIAYA PEMAKAIAN TELEPHON, FAXIMIL

767,329,250.22 BIAYA POS DAN TELEGRAM

254,464,876.39 BIAYA UTILITAS DAN KOMUNIKASI LAINNYA

222,423,954.00 BIAYA ALAT TULIS-KANTOR

411,449,866.23 BIAYA CETAK DAN FOTO COPY

829,611,244.32 BIAYA DOKUMENTASI DAN KEARSIPAN

36,820,722.68 BIAYA JASA PROGRAMMER

57,575,000.00 BIAYA PERANGKAT LUNAK(SOFTWARE)

2,061,994,174.17 BIAYA SUPPLIES KOMPUTER

659,158,546.05 BIAYA PENGANGKUTAN MATERIAL

1,911,735,946.16 BIAYA PREMI ASSURANSI PENGANGKUTAN

13,885,415.63 BIAYA PENGELOLAN MATERIAL LAINNYA

494,212,204.44 BIAYA REPAIR

6,904,859,168.61 BIAYA PEMERIKSAAN /KONSULTAN/PENGACARA

1,467,191,390.00 BEBAN BUNGA MODAL KERJA

986,000.00

BIAYA ADMINISTRASI BANK

6,364,277,882.07 BIAYA ENTERTAINMENT

3,723,727,762.44 BIAYA LEGAL FEE

18,296,865.40 BIAYA FERRY FLIGHT

472,970,430.10 BIAYA KEBERSIHAN DAN KEAMANAN

3,257,968,628.72 BEBAN BANTUAN SOSIAL

175,423,103.00 BIAYA TRANSPORTASI OPERASIONAL

13,436,050.00 BIAYA LAIN-LAIN 758,914,380.62 BIAYA EKSPERIMEN 1,000,000.00 40,521,637,438.19

BEBAN TAMU PERUSAHAAN

1,477,874,224.32

1,477,874,224.32


(16)

BIAYA PROTOTYPE/MASTER MODEL

1,045,452,942.21

1,045,452,942.21

BIAYA SERTIFIKASI

421,634,148.00

421,634,148.00

BIAYA LANDING FEE

4,746,707.00 BIAYA GROUND HANDLING

15,409,954.00 BIAYA X-RAY

2,411,722.80 BIAYA TEST FLIGHT

131,449,346.00

154,017,729.80

BIAYA KEAGENAN

25,999,588,851.89

25,999,588,851.89

135,220,056,663.95

135,220,056,663.95


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kompetisi dunia bisnis yang semakin lama semakin ketat telah menciptakan suatu lingkungan baru yang disebut advance manufacturing environment atau lingkungan industri maju. Suatu perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan industri maju akan menghadapi situasi antara lain tingkat persaingan yang tinggi, manajemen kualitas total, kepuasan langganan total, perbaikan yang berkesinambungan, dan penerapan teknologi tinggi. Ironisnya, setelah diberlakukannya perdagangan bebas, setiap perusahaan di negara yang ikut menandatangani kesepakatan tersebut tidak suka menghadapi suasana seperti yang disebutkan diatas. Untuk itu hendaknya semua perusahaan yang ada saat ini mulai berbenah diri untuk menghadapi persaingan global yang sedang terjadi dengan cara meningkatkan kinerjanya yang se-optimal mungkin. Hal ini dimaksud supaya kelak perusahaan-perusahaan lokal mampu berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan asing tanpa proteksi dari pemerintah.

Salah satu aspek yang sangat berperan dalam menentukan kompetitif tidaknya suatu perusahaan adalah masalah harga jual produk yang ditawarkan. Perusahaan yang dapat menghasilkan produk dengan harga jual paling rendah dengan mutu yang sama akan mempunyai peluang yang cukup besar untuk memenangkan persaingan. Harga jual bukanlah satu-satunya faktor yang


(18)

2

menentukan keunggulan dalam bersaing namun mempunyai andil yang cukup besar untuk dapat memenangkan persaingan. Faktor penting lainnya yang sifatnya dapat dikendalikan untuk menentukan harga jual suatu produk adalah harga pokok produksi. Dalam hal ini harga pokok produksi akan ditentukan secara langsung oleh besarnya biaya produksi yang terdiri dari biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung.

Bagi perusahaan yang melakukan diversifikasi produk, pembebanan biaya produksinya baik biaya produksi langsung (direct production cost) maupun biaya produksi tidak langsung (indirect production cost) haruslah dilakukan secara akurat, sehingga dapat dihasilkan harga pokok produk yang tepat. Namun pada kenyataannya, khususnya atas biaya produksi tidak langsung (indirect production cost) seringkali pembebanannya terhadap harga pokok produk yang dihasilkan tidak dilakukan secara akurat. Hal ini dikarenakan sistem biaya konvensional (tradisional), baik sistem tarif departemen (depertement rate) maupun sistem tarif tunggal (plantwide rate) yang selama ini diterapkan perusahaan tidak mampu mengatasi distorsi yang terjadi dalam pembebanan biaya produksi tidak langsung tersebut. Distorsi dapat terjadi dikarenakan sistem biaya konvensional secara arbitrase membebankan biaya produksi tidak langsung terhadap produk hanya berdasarkan unit yang dihasilkan (unit based activity driver), dengan kata lain semakin banyak kuantitas suatu produk dihasilkan akan semakin banyak pula konsumsi sumber daya yang digunakan sehingga sistem biaya konvensional mengasumsikan bahwa produk yang bervolume besar


(19)

3

otomatis akan mengkonsumsi biaya produksi tidak langsung yang lebih banyak dibandingkan produk yang bervolume sedikit.

Hal ini tentunya dapat mengakibatkan penetapan harga pokok produksi yang tidak akurat, misalnya produk yang diproduksi dalam jumlah besar belum tentu mengkonsumsi biaya produksi tidak langsung yang lebih banyak dibanding dengan produk yang diproduksi dalam jumlah sedikit dan demikian pula sebaliknya. Untuk mengatasi hal inilah maka digunakan sistem biaya yang berbasis aktivitas (Activity Based Costing System). Kalau sistem biaya konvensional beranggapan bahwa biaya produksi tidak langsung berbanding lurus dengan volume produksi, sebaliknya sistem Activity Based Costing (ABC) beranggapan bahwa biaya produksi tidak langsung berbanding lurus dengan aktivitas yang dikonsumsi produk, artinya semakin banyak aktivitas yang dilakukan dalam menghasilkan suatu produk maka akan semakin banyak biaya produksi tidak langsung yang dikonsumsi produk tersebut.

Dengan demikian melalui sistem Activity Based Costing (ABC) perusahaan dapat menelusuri aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan nilai tambah (value added activity) dan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (non value added activity) yang dilakukan dalam menghasilkan suatu produk, sehingga perusahaan dapat meminimalisasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk yang pada akhirnya nanti akan menghasilkan produk yang bernilai tinggi dengan biaya yang seminimal mungkin. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perhitungan harga pokok produk menurut sistem konvensional dibandingkan dengan sistem


(20)

4

Activity Based Costing (ABC) hal ini dikarenakan masih sedikit perusahaan dinegara kita yang menerapkan sistem Activity Based Costing (ABC) dalam perhitungan harga pokok produknya. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan besarnya Harga Pokok Produksi antara Sistem Konvensional dan Sistem Activity Based Costing (ABC), adapun judul dari penelitian ini adalah: “ Analisis Perbandingan Perhitungan Harga Pokok

Produksi Menurut Sistem Konvensional Dengan Sistem ABC (Activity Based

Costing) (Studi Kasus pada PT. Dirgantara Indonesia)”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka masalah-masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur perhitungan harga pokok produk menurut sistem harga konvensional?

2. Bagaimana prosedur perhitungan harga pokok produk menurut sistem Activity Based Costing (ABC)?

3. Sistem biaya mana yang dapat menghasilkan harga pokok produk yang lebih akurat?

4. Bagaimana pengaruh dari pemilihan alternatif sistem biaya terhadap penentuan harga jual produk?


(21)

5

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui prosedur perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem konvensional.

2. Untuk mengetahui prosedur perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC).

3. Untuk mengetahui sistem biaya mana yang lebih akurat dalam menghasilkan perhitungan harga pokok produksi.

4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari pemikiran alternatif sistem biaya terhadap penentuan harga jual produk.

1.4 Kegunaan Penelitian

Sedangkan kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan, sebagai salah satu referensi bagi perusahaan

2. Peneliti, sebagai pengalaman untuk mempelajari perbedaan-perbedaan yang ada didalam praktik dilapangan, teori dan konsep-konsep akuntansi yang selama ini dipelajari diperusahaan dan membandingkannya dengan teori-teori yang didapatkan selama kuliah.

3. Pihak lain, menambah wawasan dan pengetahuan terapan serta merupakan referensi yang dapat membantu dalam penelitian lebih lanjut


(22)

6

1.5 Rerangka Pemikiran dan Hipotesis

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem Activity Based Costing dimaksudkan untuk mengatasi distorsi biaya yang timbulkan oleh sistem biaya konvensional. Dalam hal ini distorsi biaya terjadi karena sistem biaya konvensional dalam mengalokasikan biaya tidak langsung kepada produk mengasumsikan bahwa jumlah unit yang diproduksi sebanding dengan biaya tidak langsung yang dikonsumsi produk yang bersangkutan, artinya semakin banyak kuantitas produk yang dihasilkan akan semakin banyak pula mengkonsumsi biaya produksi tidak langsung yang timbul. Hal ini ternyata menimbulkan distorsi dalam pengalokasian biaya tidak langsung tersebut karena dalam kenyataannya produk yang bervolume tinggi tidak selalu mengkonsumsi biaya tidak langsung yang lebih banyak dari produk yang bervolume rendah. Sebagaimana disebutkan Hansen and Mowen1 bahwa

“Functional based costing first assign overhead cost to a functional unit creating either plant or depertemental cost pool. Next, these pooled cost are assigned to products using only unit based driver”.

Dalam hal ini pemicu aktivitas berbasis unit (unit based-activity drivers) adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya sebagaimana perubahan unit yang diproduksi. Penggunaan activity driver yang hanya berbasis unit dalam pembebanan biaya overhead kepada produk mengasumsikan bahwa jumlah biaya overhead yang dikonsumsi suatu produk berkaitan dengan jumlah unit produk tersebut yang dihasilkan. Dengan menggunakan sistem Activity Based Costing

1

Hansen and Mowen, Cost Management: Accounting and Control, 4th Edition, (Thomson: South Western, 2003), h.439


(23)

7

dalam perhitungan harga pokok produk asumsi ini ternyata dapat dibuktikan tidak benar.

Sedangkan Cooper and Kaplan2 mengatakan setidaknya ada lima faktor yang menyebabkan terjadinya distorsi biaya produk pada sistem biaya konvesional yang berbasiskan volume produksi, yaitu:

1. Production Volume Diversity (keanekaragaman volume produksi). 2. Size Diversity (keanekaragaman ukuran produk).

3. Complexity Diversity (perbedaan kerumitan proses produksi). 4. Material Diversity (keanekaragaman bahan yang digunakan).

5. Setup Diversity (perbedaan set up mesin yang digunakan dalam proses produksi).

Dalam pembebanan biaya overhead terhadap produk sistem Activity Based Costing mengasumsikan bahwa untuk menghasilkan suatu produk dibutuhkan aktivitas dan setiap aktivitas mengkonsumsi sumber daya, sehingga dalam pembebaban biaya produksi, dalam hal ini biaya overhead, aktivitaslah yang perlu ditelusuri karena aktivitaslah yang menimbulkan biaya (tracking cost to product activity). Untuk membebankan biaya yang timbul terhadap produk sistem activity based costing melakukannya melalui dua tahap, yaitu:

Tahap I Mengidentifikasi aktivitas, mengidentifikasi biaya yang berkaitan dengan aktivitas, serta mengelompokkan aktivitas dan biaya yang berkaitan kedalam kelompok yang homogen.

Tahap II Membebankan biaya dari tiap pool cost terhadap produk.

2

Cooper, Robin and Robert S. Kaplan, The Design Cost Of Management System: Text, Cases


(24)

8

Pada tahap pertama aktivitas yang sudah diidentifikasi didaftar dalam sebuah dokumen yang disebut activity inventory, kemudian dilakukan activity attributes untuk menggambarkan dan mengelompokkan lebih lanjut aktivitas-aktivitas tersebut. Dalam rangka penetapan biaya produksi, acitivity attributes digunakan untuk mengelompokkan aktivitas yang berkaitan kedalam kelompok yang mempunyai cost pool based yang homogen. Kemudian biaya atau sumber daya yang dikonsumsi masing-masing kelompok aktivitas tersebut akan dibebankan terhadap objek biaya berdasarkan activity drivers. Melalui penelusuran aktivitas seperti ini perusahaan akan memperoleh dua keuntungan, yaitu:

1. Dapat lebih akurat membebankan biaya produksi tidak langsung terhadap objek biaya dengan mengidentifikasi jumlah aktivitas yang dibutuhkan suatu produk dalam proses produksinya, dimana diasumsikan bahwa setiap aktivitas mengkonsumsi sumber daya sehingga suatu produk yang memerlukan aktivitas lebih banyak dalam proses produksinya otomatis akan mengkonsumsi sumber daya yang lebih banyak pula.

2. Dapat dianalisis aktivitas yang merupakan value added activity dan non value added activity sehingga akan dapat diminimalisasi aktivitas yang non value added activity yang akhirnya akan menghasilkan produk yang bernilai tinggi dengan biaya yang minimal.

Dengan demikian diharapkan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity Based Costing akan menghasilkan harga pokok produk yang akurat.


(25)

9

Dari kesimpulan diatas maka dapat ditarik hipotesis: “Sistem Activity Based Costing (ABC) menghasilkan perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) yang lebih akurat dibandingkan dengan sistem Konvensional”.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui penelitian deskriptif analitis, yaitu metode penelitian yang bertujuan memberikan gambaran keadaan objek penelitian yang sebenarnya dangan cara mengumpulkan data, mengolah dan menyajikannya sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas atas objek yang diteliti untuk selanjutnya dianalisis agar dapat memberikan solusi dan ditarik kesimpulan atas permasalahan yang sedang diteliti.

Dalam hal ini data yang dikumpulkan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti meliputi:

1. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam proses produksi. 2. Biaya-biaya yang timbul dalam proses produksi.

3. Biaya bahan baku per unit produk.

4. Biaya tenaga kerja langsung per unit produk.

5. Biaya-biaya yang dikelompokkan sebagai biaya overhead. 6. Penentuan tarif biaya overhead.

7. Biaya overhead pabrik per unit produk. 8. Perhitungan harga pokok produksi. 9. Laporan laba/rugi perusahaan.


(26)

10

Sedangkan analisis data dilakukan dengan melakukan perhitungan ulang atas harga pokok produksi dengan sistem Activity Based Costing dengan menggunakan data yang digunakan sistem konvensional sehingga akan terlihat bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity Based Costing lebih akurat dari pada menggunakan sistem konvensional (tradisional).

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara:

1. Penelitian Lapangan

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan penelitian langsung pada objek yang diteliti, dalam hal ini perusahaan, untuk memperoleh data yang diperlukan. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara:

a. Wawancara

Dilakukan dengan pihak-pihak yang berwenang dan dianggap sebagai sumber data yang kompeten dan relevan untuk kepentingan penelitian, yaitu manajer produksi, manajer akuntansi serta pihak-pihak yang terkait untuk dimintai keterangan tentang informasi yang mereka ketahui yang berkaitan dengan perhitungan harga pokok produk atau proses produksi yang menjadi objek penelitian.

b. Observasi dan dokumentasi

Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung atas kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perhitungan harga pokok produk.


(27)

11

2. Studi Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data untuk memperoleh data, dengan mencari dan mempelajari bahan-bahan yang relevan, membandingkan beberapa sumber kepustakaan seperti buku, majalah, jurnal, dan literatur-literatur lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dalam melaksanakan penulisan ini dilakukan pada PT. DIRGANTARA INDONESIA yang beralamat Jln. Padjajaran No. 154 Bandung. Waktu penelitian diperkirakan dari Bulan Maret sampai dengan selesai.


(28)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di departemen produksi PT Dirgantara Indonesia mengenai harga pokok produk yang selama ini dilakukan serta kemungkinan untuk menerapkan metode Activity Based Costing dalam pembebanan biaya tidak langsung (overhead) pada produk, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses perhitungan harga pokok produk yang diterapkan PT. Dirgantara Indonesia adalah sistem akuntansi biaya konvensional yang memadai, karena terdapatnya unsur prime cost (biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja). Namun dalam mengalokasikan biaya overhead, PT. Dirgantara Indonesia hanya menggunakan satu pemicu biaya yaitu jam kerja orang

2. Pada sistem Activity Based Costing, penetapan harga pokok produk didasarkan atas aktivitas dimana aktivitas mengkonsumsi sumber daya dan produk mengkonsumsi aktivitas. Aktivitas yang terdapat pada departemen PT. Dirgantara Indonesia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu Unit Level Activity, Batch Level Activity, Product Level Activity, Facility Level Activity. Dengan menggunakan sistem Activity Based Costing, biaya-biaya dari aktivitas ini dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi aktivitas oleh masing-masing produk. Jadi, dalam sistem Activity Based Costing terdapat bermacam-macam pemicu biaya (cost driver) yang tidak hanya didasarkan


(29)

82

pada pemicu biaya berdasarkan jam kerja orang tapi juga pemicu biaya berdasarkan nilai material, jumlah perintah pesanan, jumlah gambar, jumlah dokumen, jumlah sertifikat, dan lain-lain.

Dengan demikian, penentuan harga pokok produk dengan sistem Activity Based Costing menghasilkan biaya produksi yang lebih akurat dibandingkan dengan sistem akuntansi biaya konvensional.

3. Dengan menerapkan perhitungan harga pokok produk berdasarkan sistem Activity Based Costing pada departemen produksi PT. Dirgantara Indonesia maka terbukti bahwa perhitungan harga pokok produk dengan sistem Activity Based Costing ini dapat mencerminkan pengalokasian biaya yang lebih akurat, sehingga penetapan harga pokok produk lebih akurat.

5.2 Saran

Diketahui bahwa perusahaan telah memiliki sistem pencatatan yang memadai. Diketahui pula bahwa pembebanan biaya tidak langsung dengan metode Activity Based Costing akan memberikan informasi biaya yang lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan harga pokok produk berdasarkan sistem akuntansi biaya konvensional yang diterapkan perusahaan selama ini. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar perusahaan sebaiknya menerapkan sistem Activity Based Costing sehingga penetapan harga pokok produk akan semakin akurat.

Peneliti juga menyarankan, apabila perusahaan memutuskan untuk menerapkan sistem Activity Based Costing dalam perhitungan harga pokok produknya, sebaiknya dilakukan secara bertahap. Agar penerapan Activity Based


(30)

83

Costing System dapat berlangsung dengan baik maka perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan-pelatihan khusus kepada karyawannya agar para karyawan memiliki pemahaman yang cukup dalam menerapkan Activity Based Costing tersebut.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Hansen and Mowen. 2003. Cost Management: Accounting and Control. 4th Edition. Thompson: South Western.

Maher, Lahen and Rajan. 2006. Fundamentals of Cost Accounting. Mc. Graw-Hill International Edition. New York: Mc Graw-Graw-Hill Irwin Companies, Inc,. Hammer, Carter, and Usry. 1999 Akuntansi Biaya: Perencanaan dan

Pengendalian. Edisi 10 Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen-Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Edisi dua. Yogyakarta: Bagian penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Hammer, Carter, and Usry. 1994. Cost Accounting: Planning And Control. 11th

Edition. Cincinati Dallas: South Western, College Publishing.

Edward B. Deakin and Michael Maker. 1991. Cost Accounting. 3th Edition. Boston: Richard D. Irwin, Inc.

Harnanto. 1992. Akuntansi Biaya: Perhitungan Harga Pokok Produk. Edisi Pertama. Yogyakarta, BPFE.

Hansen/Mowen. 2005. Management Accounting. 7th Edition. South Western: Thomson Learning Inc., Ohio.

Zulkifli dan Sulistianingsih. Akuntansi Biaya: Dilengkapi isu-isu

Kontemporer. Edisi pertama.

Douglas T. Hicks. 1992. ABC For Small and Mid Size Businesses: An

Accounting Guide. 1st Edition. Canada: John Wiley & Sons, Inc. 84


(32)

85

Cooper, Robin and Robert S. Kaplan. 1991. The Design Cost Of Management

System: Text, Cases and Readings. International Edition. New Jersey:

Prentice Hall Inc.

Amin Widjaja Tunggal. 1992. Activity Based Costing: Suatu Pengantar. Edisi pertama. Jakarta, PT Rineka Cipta.


(1)

2. Studi Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data untuk memperoleh data, dengan mencari dan mempelajari bahan-bahan yang relevan, membandingkan beberapa sumber kepustakaan seperti buku, majalah, jurnal, dan literatur-literatur lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dalam melaksanakan penulisan ini dilakukan pada PT. DIRGANTARA INDONESIA yang beralamat Jln. Padjajaran No. 154 Bandung. Waktu penelitian diperkirakan dari Bulan Maret sampai dengan selesai.


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di departemen produksi PT Dirgantara Indonesia mengenai harga pokok produk yang selama ini dilakukan serta kemungkinan untuk menerapkan metode Activity Based Costing dalam pembebanan biaya tidak langsung (overhead) pada produk, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses perhitungan harga pokok produk yang diterapkan PT. Dirgantara Indonesia adalah sistem akuntansi biaya konvensional yang memadai, karena terdapatnya unsur prime cost (biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja). Namun dalam mengalokasikan biaya overhead, PT. Dirgantara Indonesia hanya menggunakan satu pemicu biaya yaitu jam kerja orang

2. Pada sistem Activity Based Costing, penetapan harga pokok produk didasarkan atas aktivitas dimana aktivitas mengkonsumsi sumber daya dan produk mengkonsumsi aktivitas. Aktivitas yang terdapat pada departemen PT. Dirgantara Indonesia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu Unit Level Activity, Batch Level Activity, Product Level Activity, Facility Level Activity. Dengan menggunakan sistem Activity Based Costing, biaya-biaya dari aktivitas ini dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi aktivitas oleh masing-masing produk. Jadi, dalam sistem Activity Based Costing terdapat bermacam-macam pemicu biaya (cost driver) yang tidak hanya didasarkan


(3)

pada pemicu biaya berdasarkan jam kerja orang tapi juga pemicu biaya berdasarkan nilai material, jumlah perintah pesanan, jumlah gambar, jumlah dokumen, jumlah sertifikat, dan lain-lain.

Dengan demikian, penentuan harga pokok produk dengan sistem Activity Based Costing menghasilkan biaya produksi yang lebih akurat dibandingkan dengan sistem akuntansi biaya konvensional.

3. Dengan menerapkan perhitungan harga pokok produk berdasarkan sistem Activity Based Costing pada departemen produksi PT. Dirgantara Indonesia maka terbukti bahwa perhitungan harga pokok produk dengan sistem Activity Based Costing ini dapat mencerminkan pengalokasian biaya yang lebih akurat, sehingga penetapan harga pokok produk lebih akurat.

5.2 Saran

Diketahui bahwa perusahaan telah memiliki sistem pencatatan yang memadai. Diketahui pula bahwa pembebanan biaya tidak langsung dengan metode Activity Based Costing akan memberikan informasi biaya yang lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan harga pokok produk berdasarkan sistem akuntansi biaya konvensional yang diterapkan perusahaan selama ini. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar perusahaan sebaiknya menerapkan sistem Activity Based Costing sehingga penetapan harga pokok produk akan semakin akurat.

Peneliti juga menyarankan, apabila perusahaan memutuskan untuk menerapkan sistem Activity Based Costing dalam perhitungan harga pokok produknya, sebaiknya dilakukan secara bertahap. Agar penerapan Activity Based


(4)

83

Costing System dapat berlangsung dengan baik maka perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan-pelatihan khusus kepada karyawannya agar para karyawan memiliki pemahaman yang cukup dalam menerapkan Activity Based Costing tersebut.


(5)

Hansen and Mowen. 2003. Cost Management: Accounting and Control. 4th Edition. Thompson: South Western.

Maher, Lahen and Rajan. 2006. Fundamentals of Cost Accounting. Mc. Graw-Hill International Edition. New York: Mc Graw-Graw-Hill Irwin Companies, Inc,. Hammer, Carter, and Usry. 1999 Akuntansi Biaya: Perencanaan dan

Pengendalian. Edisi 10 Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen-Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Edisi dua. Yogyakarta: Bagian penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Hammer, Carter, and Usry. 1994. Cost Accounting: Planning And Control. 11th

Edition. Cincinati Dallas: South Western, College Publishing.

Edward B. Deakin and Michael Maker. 1991. Cost Accounting. 3th Edition. Boston: Richard D. Irwin, Inc.

Harnanto. 1992. Akuntansi Biaya: Perhitungan Harga Pokok Produk. Edisi Pertama. Yogyakarta, BPFE.

Hansen/Mowen. 2005. Management Accounting. 7th Edition. South Western: Thomson Learning Inc., Ohio.

Zulkifli dan Sulistianingsih. Akuntansi Biaya: Dilengkapi isu-isu Kontemporer. Edisi pertama.

Douglas T. Hicks. 1992. ABC For Small and Mid Size Businesses: An Accounting Guide. 1st Edition. Canada: John Wiley & Sons, Inc.


(6)

85

Cooper, Robin and Robert S. Kaplan. 1991. The Design Cost Of Management System: Text, Cases and Readings. International Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Amin Widjaja Tunggal. 1992. Activity Based Costing: Suatu Pengantar. Edisi pertama. Jakarta, PT Rineka Cipta.