Perbandingan aktivitas antibakteri infusa kombinasi daun sirih (Piper betle L.) dan daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz.

(1)

xiii ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan flora normal di tubuh manusia tetapi dalam jumlah tidak seimbang justru mempunyai peluang untuk menjadi patogen yang dapat membahayakan manusia. Bakteri ini dapat menyebabkan bakteremia dan infeksi endokarditis, osteoartikular, pleuropulmonari, kulit dan jaringan lunak. Resistensi merupakan permasalahan yang sering terjadi di dalam pengobatan penyakit infeksi. S. aureus resisten terhadap penisilin sebesar 100%, eritromisin sebesar 17,7%, rifampisin sebesar 14%, gentamisin sebesar 13,8%, dan klindamisin sebesar 11,1%. Peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotik menunjukkan peluang mengembangkan obat dengan memanfaatkan senyawa bioaktif tanaman. Daun sirih mengandung saponin, flavonoid, polifenol. Sirih merah mengandung senyawa aktif seperti polifenol, tanin. Senyawa-senyawa bioaktif tersebut diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Saat ini, terapi kombinasi menjadi suatu cara untuk mengatasi kasus infeksius ketika agen monoterapi sudah tidak mampu mengatasi, sehingga penting dilakukan eksplorasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan aktivitas antibakteri dalam infusa kombinasi sirih dan sirih merah dibandingkan infusa tunggalnya terhadap bakteri S. aureus.

Metode penelitian menggunakan rancangan post-test only control group design. Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi disk. Data diameter zona hambat yang diukur kemudian diuji secara statistik dengan program R i386 (versi 3.31) menggunakan Anova one-way dan uji post-hoc TukeyHSD untuk mengetahui perbedaannya.

Hasil penelitian yang didapat diameter zona hambat infusa daun sirih, sirih merah dan kombinasi berturut-turut 6,1±0,50 mm; 5,3±0,30 mm; dan 4,1±0,25 mm. Pengujian statistik mendapati bahwa antara infusa sirih dengan infusa kombinasi terdapat perbedaan yang bermakna karena nilai p = 0,0085 (p < 0,05), sama halnya dengan infusa sirih merah dengan infusa kombinasi juga terdapat perbedaan yang bermakna karena nilai p = 0,0492 (p < 0,05).

Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna yaitu aktivitas antibakteri infusa kombinasi daun sirih dan daun sirih merah lebih kecil dibandingkan infusa tunggalnya terhadap bakteri S. aureus.

Kata kunci: sirih, sirih merah, infusa, kombinasi, Staphylococcus aureus, antibakteri


(2)

xiv ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a normal flora in the human body but when it is in an unbalanced amount it will have the chance to become a pathogen that can harm humans. These bacteria can cause bacteremia and infections of endocarditis, osteoarticular, pleuropulmonary, skin and soft tissue. Antibiotic resistance is a common problem in the treatment of infectious diseases. Penicillin resistance to S. aureus was 100%, erythromycin 17.7%, rifampicin 14%, gentamicin 13.8%, and clindamycin 11.1%. Increased bacterial resistance to antibiotics suggests the possibility of drug development by utilizing plant bioactive compounds. Betel leaf contains saponins, flavonoids, polyphenols. Red betel contains active compounds such as polyphenols, tannins. This bioactive compound is known to have antibacterial activity. Currently, combination therapy becomes a way to treat infections when monotherapy agents are unable to cope, so it is important to explore the combination form. This study was conducted to determine the differences of antibacterial activity in combination infusion of betel and red betel leaf compared with single infusion against S. aureus bacteria.

The research method used post-test only control group design. Test antibacterial activity using the disk diffusion method. Data of inhibitory zone diameter then tested statistically with the R i386 program (version 3.31) using one-way Anova test and post-hoc TukeyHSD test to determine the difference.

The result of the research obtained the diameter of inhibition zone of betel leaf, red betel leaf and combination infusion respectively 6,1 ± 0,50 mm; 5.3 ± 0.30 mm; and 4.1 ± 0.25 mm. Statistical tests found that between the betel infusion and the combination infusion there was a significant difference because the value of p = 0,0085 (p <0,05), as well as red betel infusion with combination infusion there was also a significant difference because the value of p = 0, 0492 (p <0.05). It can be concluded that there is a significant difference that the antibacterial activity of the combination of betel leaf and red betel leaf was smaller than single infusion to S. aureus.

Keywords: betel, red betel, infusion, combination, Staphylococcus aureus, antibacteria


(3)

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI INFUSA KOMBINASI DAUN SIRIH (Piper betle L.) DAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) DENGAN INFUSA TUNGGALNYA TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus aureus

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rakhel Nugraheni Putri NIM : 138114089

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI INFUSA KOMBINASI DAUN SIRIH (Piper betle L.) DAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) DENGAN INFUSA TUNGGALNYA TERHADAP BAKTERI

Staphylococcus aureus

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rakhel Nugraheni Putri NIM : 138114089

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“I can do all things through Christ who strengthens me.” (Philippians 4:13)

“Whatever you do work at it with all your heart as working for the Lord not for men.”

(Colossians 3:23)

Karya ini kupersembahkan untuk

Tuhan Yesus Kristus Sang Juruselamatku dan Penebusku

Bapak Wakiyo, Ibu Ari Setyani, mas Andrianus Kurniawan, dik Debora Oktaviani

Seluruh keluarga dan saudara-saudaraku

Teman-temanku tercinta


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa mencurahkan berkat dan kasih setia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Perbandingan Aktivitas Antibakteri Infusa Kombinasi Daun

Sirih (Piper betle L.) dan Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dengan Infusa Tunggalnya terhadap Bakteri Staphylococcus aureus”. Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar membimbing dan memberikan arahan yang baik kepada penulis.

3. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, Apt. dan ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. selaku dosen penguji yang selalu memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis.

4. Bapak Wakiyo dan ibu Ari Setyani yang selalu memberikan dukungan doa, semangat dan kasih sayang serta selalu setia menemani dalam penyusunan skripsi.

5. Mas Andrianus Kurniawan dan dik Debora Oktaviani yang memberikan cinta, semangat dan dukungan doa kepada penulis.

6. Mbah putri Slamet, mbah Kakung Ponidi Sumarjo dan Eka Arma Novianti yang selalu menjadi semangat dan kekuatan penulis.

7. Keluarga besar Sumarjo dan keluarga besar Hadi Saroyo serta saudara-saudara penulis yang tiada henti memberikan dukungan dan doa yang berharga.

8. Yohanes Medika Seta Diaseptana dan Lia Elisa Susanti yang menjadi teman satu tim skripsi yang selalu setia menjalani suka dan duka bersama-sama.


(11)

(12)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 3

Jenis dan Rancangan Penelitian ... 3

Alat dan Bahan ... 3

Determinasi Tanaman ... 3

Pengumpulan Bahan Uji... 3

Pembuatan Simplisia ... 4

Penentuan Kadar Air dengan Destilasi Toluen ... 4

Pembuatan Infusa Sirih, Sirih Merah dan Kombinasi ... 5

Pengujian Daya Hambat Dengan Metode Difusi Disk ... 5

Teknik Analisis Data Penelitian ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

KESIMPULAN DAN SARAN ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

LAMPIRAN ... 17


(13)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil penimbangan daun sirih dan daun sirih merah ... 7 Tabel 2. Penetapan kadar air dengan metode destilasi toluen ... 8 Tabel 3. Diameter Zona Hambat ... 10


(14)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Sirih dan Daun Merah Segar ... 7

Gambar 2. Infusa Kombinasi, Sirih Merah dan Sirih ... 8

Gambar 3. Kontrol Media dan Kontrol Pertumbuhan ... 9

Gambar 4. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri ... 9


(15)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tanaman ... 17

Lampiran 2. Sertifikat hasil uji isolasi dan identifikasi bakteri ... 18

Lampiran 3. Data pengukuran diameter zona hambat ... 19

Lampiran 4. Pengukuran standar deviasi ... 20

Lampiran 5. Hasil uji pearson chi-square ... 21

Lampiran 6. Hasil uji levene ... 21

Lampiran 7. Hasil uji anova one-way ... 21


(16)

xiii ABSTRAK

Staphylococcus aureus merupakan flora normal di tubuh manusia tetapi dalam jumlah tidak seimbang justru mempunyai peluang untuk menjadi patogen yang dapat membahayakan manusia. Bakteri ini dapat menyebabkan bakteremia dan infeksi endokarditis, osteoartikular, pleuropulmonari, kulit dan jaringan lunak. Resistensi merupakan permasalahan yang sering terjadi di dalam pengobatan penyakit infeksi. S. aureus resisten terhadap penisilin sebesar 100%, eritromisin sebesar 17,7%, rifampisin sebesar 14%, gentamisin sebesar 13,8%, dan klindamisin sebesar 11,1%. Peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotik menunjukkan peluang mengembangkan obat dengan memanfaatkan senyawa bioaktif tanaman. Daun sirih mengandung saponin, flavonoid, polifenol. Sirih merah mengandung senyawa aktif seperti polifenol, tanin. Senyawa-senyawa bioaktif tersebut diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Saat ini, terapi kombinasi menjadi suatu cara untuk mengatasi kasus infeksius ketika agen monoterapi sudah tidak mampu mengatasi, sehingga penting dilakukan eksplorasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan aktivitas antibakteri dalam infusa kombinasi sirih dan sirih merah dibandingkan infusa tunggalnya terhadap bakteri S. aureus.

Metode penelitian menggunakan rancangan post-test only control group design. Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi disk. Data diameter zona hambat yang diukur kemudian diuji secara statistik dengan program R i386 (versi 3.31) menggunakan Anova one-way dan uji post-hoc TukeyHSD untuk mengetahui perbedaannya.

Hasil penelitian yang didapat diameter zona hambat infusa daun sirih, sirih merah dan kombinasi berturut-turut 6,1±0,50 mm; 5,3±0,30 mm; dan 4,1±0,25 mm. Pengujian statistik mendapati bahwa antara infusa sirih dengan infusa kombinasi terdapat perbedaan yang bermakna karena nilai p = 0,0085 (p < 0,05), sama halnya dengan infusa sirih merah dengan infusa kombinasi juga terdapat perbedaan yang bermakna karena nilai p = 0,0492 (p < 0,05).

Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna yaitu aktivitas antibakteri infusa kombinasi daun sirih dan daun sirih merah lebih kecil dibandingkan infusa tunggalnya terhadap bakteri S. aureus.

Kata kunci: sirih, sirih merah, infusa, kombinasi, Staphylococcus aureus, antibakteri


(17)

xiv ABSTRACT

Staphylococcus aureus is a normal flora in the human body but when it is in an unbalanced amount it will have the chance to become a pathogen that can harm humans. These bacteria can cause bacteremia and infections of endocarditis, osteoarticular, pleuropulmonary, skin and soft tissue. Antibiotic resistance is a common problem in the treatment of infectious diseases. Penicillin resistance to S. aureus was 100%, erythromycin 17.7%, rifampicin 14%, gentamicin 13.8%, and clindamycin 11.1%. Increased bacterial resistance to antibiotics suggests the possibility of drug development by utilizing plant bioactive compounds. Betel leaf contains saponins, flavonoids, polyphenols. Red betel contains active compounds such as polyphenols, tannins. This bioactive compound is known to have antibacterial activity. Currently, combination therapy becomes a way to treat infections when monotherapy agents are unable to cope, so it is important to explore the combination form. This study was conducted to determine the differences of antibacterial activity in combination infusion of betel and red betel leaf compared with single infusion against S. aureus bacteria.

The research method used post-test only control group design. Test antibacterial activity using the disk diffusion method. Data of inhibitory zone diameter then tested statistically with the R i386 program (version 3.31) using one-way Anova test and post-hoc TukeyHSD test to determine the difference.

The result of the research obtained the diameter of inhibition zone of betel leaf, red betel leaf and combination infusion respectively 6,1 ± 0,50 mm; 5.3 ± 0.30 mm; and 4.1 ± 0.25 mm. Statistical tests found that between the betel infusion and the combination infusion there was a significant difference because the value of p = 0,0085 (p <0,05), as well as red betel infusion with combination infusion there was also a significant difference because the value of p = 0, 0492 (p <0.05). It can be concluded that there is a significant difference that the antibacterial activity of the combination of betel leaf and red betel leaf was smaller than single infusion to S. aureus.

Keywords: betel, red betel, infusion, combination, Staphylococcus aureus, antibacteria


(18)

1

Staphylococcus aureus atau S. aureus merupakan anggota flora alami yang terdapat pada tubuh manusia tetapi dalam jumlah yang tidak seimbang justru mempunyai peluang untuk menjadi patogen yang dapat membahayakan manusia (Hiramatsu et al, 2014). Sebagian besar infeksi klinis yang dialami oleh manusia disebabkan oleh S. aureus. Bakteri ini adalah penyebab utama bakteremia dan infeksi endokarditis, osteoartikular, pleuropulmonari, kulit dan jaringan lunak (Tong et al, 2015). Di Amerika, S. aureus menyebabkan terjadinya kasus food-borne desease (FBD) sebanyak 241.000 kejadian. WHO mendefinisikan FBD sebagai penyakit infeksi yang diakibatkan dari konsumsi makanan dan minuman (Kadariya et al, 2014).

Resistensi merupakan permasalahan yang sering terjadi di dalam pengobatan penyakit infeksi. Resistensi dapat diartikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik pada dosis kadar hambat minimalnya (Utami, 2012). Penelitian Ragbetli et al. (2016) melaporkan bahwa S. aureus resisten terhadap penisilin sebesar 100%, eritromisin sebesar 17,7%, rifampisin sebesar 14%, gentamisin sebesar 13,8%, dan klindamisin sebesar 11,1%. Menurut Rijayanti et al. (2014) peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotik menunjukkan peluang mengembangkan obat dengan memanfaatkan senyawa bioaktif tanaman sehingga pemanfaatan tanaman untuk pengembangan obat perlu dilakukan. Penelitian antibakteri berbasis tanaman sudah banyak dilakukan, bahkan menurut WHO sebanyak 90% populasi dunia secara tradisional mengandalkan tanaman sebagai sumber pengobatan (Dominius, 2015).

Tanaman sirih banyak dimanfaatkan sebagai pengobatan di Indonesia, terutama bagian daunnya. Daun sirih telah terbukti secara ilmiah memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Daun sirih mengandung saponin, flavonoid, polifenol. Kandungan saponin dalam daun sirih berkerja sebagai antibakteri dengan cara merusak membran sitoplasma, sedangkan flavonoid diduga memiliki mekanisme kerja mendenaturasi protein sel bakteri (Noventi dan Carolia, 2016). Penelitian Inayatullah (2012) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun sirih pada konsentrasi 106, 5.106, dan 107 ppm dengan menggunakan metode difusi disk secara signifikan menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dengan diameter zona hambat sebesar ≥21,3 mm.

Sirih merah termasuk dalam keluarga Piperaceae dikenal sebagai tanaman obat yang berkhasiat sebagai antibakteri. Sirih merah mengandung senyawa aktif seperti alkaloid,


(19)

2

Flavonoid memiliki mekanisme kerja menganggu integritas membran sel bakteri. Alkaloid bekerja dengan cara menganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri dan tanin bekerja dengan cara merusak membran sel bakteri (Juliantina et al, 2009). Ekstrak daun sirih merah pada konsentrasi 1.106 ppm dengan metode difusi disk dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dengan daya hambat kuat yakni ≥17,3 mm (Ma’rifah, 2012). Pengembangan pengobatan berbasis tanaman obat dengan melibatkan banyak komponen senyawa kimia telah banyak dilakukan. Banyaknya komponen senyawa kimia yang terkandung dalam suatu tanaman memungkinkan terjadinya interaksi antara bahan aktif senyawa apabila dikombinasikan dengan tanaman lain. Kombinasi antar bahan aktif dapat menunjukkan efek sinergis, efek adiktif dan efek antagonis (Syahrir et al, 2016). Efek sinergis terjadi saat interaksi antar senyawa menciptakan efek antimikroba yang lebih besar, selanjutnya ada efek adiktif terjadi saat efek antimikroba yang diciptakan sama hasilnya dengan penjumlahan masing-masing efek senyawa tunggalnya. Efek antagonis yaitu efek antimikroba yang diciptakan oleh interaksi antar senyawa lebih kecil dibandingkan dengan senyawa tunggalnya (Baljeet et al, 2015). Berbagai metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman memiliki fungsi yang belum diketahui dengan jelas, namun pada proporsi yang tepat campuran dari berbagai metabolit sekunder tersebut akan memiliki aktivitas biologis yang lebih baik bila dibandingkan komponen tunggal atau kombinasi acak dari komponen tunggal (Carmona dan Pereira, 2013).

Infusa merupakan metode ekstraksi dengan pemanasan 90°C selama 15 menit untuk mendapatkan zat-zat penting dari suatu herbal. Infusa daun sirih memiliki turunan fenolik sehingga menyebabkan aktivitas antibakterialnya enam kali lebih kuat dibandingkan fenol itu sendiri (Amalia et al, 2009). Infusa daun sirih merah mengandung senyawa aktif saponin dalam jumlah kecil yang berperan sebagai antibakteri (Pangabdian, 2012).

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dari aktivitas bakteri infusa kombinasi daun sirih dan saun sirih merah dibandingkan infusa tunggalnya terhadap bakteri S. aureus. Hasil penelitian yang didapat bisa memberikan kesimpulan terkait efektivitas yang lebih baik antara infusa kombinasi atau infusa tunggalnya untuk penanganan terhadap bakteri S. aureus.


(20)

3 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimental murni dengan rancangan post-test only control group design. Rancangan tersebut memiliki konsep bahwa terdapat dua kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok yang diberikan perlakuan (kelompok eksperimen) dan kelompok lainnya tidak diberikan perlakuan (kelompok kontrol). Selanjutnya, pengaruh perlakuan diuji perbedaanya dengan uji statistik (Sugiyono, 2012).

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, nampan/wadah, kipas angin, toples kaca, timbangan digital, blender, pemanas (heating mantle), labu destilasi, tabung kondenser, pipa leher penyambung, selang air, bejana infusa (panci enamel), termometer, hot plate, pengaduk, kain flannel, gelas beker, autoklaf, timbangan analitik, erlenmeyer, stirer, sendok, tabung reaksi, cawan petri, jarum ose, kertas payung, karet gelang, inkubator, bunsen, korek api, vortex, rak tabung reaksi, gelas ukur 100 mL, spreader, penjepit, pinset, pipet volume 1 mL dan 10mL, glasfirn, mikropipet, dan mistar.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur bakteri murni Staphylococcus aureus, daun sirih, daun sirih merah, silika gel, akuades, alkohol 70 %, NA (Nutrient Agar), NB (Nutrient Broth), standar II McFarland, paperdisk ampicillin-sulbactam, paperdisk blank, dan toluen p.a (pro-analysis).

Determinasi Tanaman

Bahan yang akan dideterminasi adalah tanaman sirih dan sirih merah yang diperoleh dari perkebuan Merapi Farma Herbal di daerah Sleman. Determinasi tanaman daun sirih dan daun sirih merah dilakukan oleh ahli tanaman di Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Cara untuk melakukan determinasi tanaman ini adalah dengan mencocokan ciri morfologi yang terdapat pada tanaman daun sirih dan daun sirih merah terhadap acuan kepustakaan pada kunci determinasi.

Pengumpulan Bahan Uji

Daun sirih dan daun sirih merah didapatkan dari perkebunan Merapi Farma Herbal di daerah Sleman. Daun sirih dan daun sirih merah yang diambil adalah daun sirih dan daun sirih merah yang memiliki umur yang sama yaitu berumur sekitar 4 bulan dengan melihat dari ciri lebar daun yang berkisar antara 15-20 cm, daun tidak terlalu muda ataupun tua


(21)

4

Pemanenan dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbit (Katno, 2008). Pembuatan Simplisia

Pembuatan simplisia mengacu pada standar Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat yang ditetapkan oleh DepKes RI (2008). Langkah awal adalah sortasi basah dengan cara memisahkan pengotor dan barang-barang asing dari bahan uji. Selanjutnya dilakukan penimbangan dalam satuan gram untuk mengetahui berat basah bahan uji. Setelah ditimbang lalu dicuci dengan air bersih yang mengalir, kemudian ditiriskan dalam nampan dan dikeringkan menggunakan kipas angin sambil sesekali dibolak-balik. Lalu daun sirih dan daun sirih merah dikeringkan secara terpisah dengan menggunakan oven pada pengaturan suhu 40°C selama 4 hari. Simplisia kering ditunjukkan dengan tanda mudah hancur ketika diremas. Selanjutnya dilakukan sortasi kering yaitu memisahkan simplisia dengan pengotor dan benda-benda asing. Setelah dibersihkan lalu ditimbang untuk mengetahui berat kering bahan uji. Simplisia kemudian disimpan di dalam toples kaca yang tertutup rapat, lalu diletakkan di tempat yang kering dan tidak terkena sinar matahari secara langsung.

Penetapan Kadar Air menggunakan metode Destilasi Toluen

Penentuan kadar air dengan metode destilasi toluen mengacu pada standar penentuan kadar air yang ditetapkan oleh WHO (2011), Budiarti et al. (2013), dan Zainab et al. (2016). Simplisia kering dihaluskan menggunakan blender, selanjutnya simplisia halus ditimbang sebanyak 20 gram. Alat-alat destilasi dibilas terlebih dahulu menggunakan akuades lalu dikeringkan menggunakan oven selama 1 jam. Dilakukan penjenuhan toluen p.a sebanyak 200 mL yang dimasukan dalam corong pisah lalu ditambahkan akuades sebanyak 20 mL, digojog lalu didiamkan kurang lebih 1 jam hingga didapati terbentuk 2 fase. Air dialirkan hingga batas fase sehingga didapatkan toluen jenuh air.

Sebanyak 20 gram serbuk simplisia halus dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan toluen jenuh air sebanyak 195 mL. Setelah peralatan destilasi dirangkai lalu labu alas bulat mulai dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, maka penyulingan diatur pada kecepatan 2 tetes/detik hingga didapatkan sebagian air tersuling dan dilanjutkan kecepatan 4 tetes/detik. Kemudian kondensor dibilas dengan 5 mL toluen. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit dan selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu ruangan. Setelah dipastikan air dan toluen memisah sempurna, dilanjutkan dengan pengukuran. Perhitungan dilakukan dalam % volume/berat.


(22)

5

Pembuatan Infusa Sirih, Sirih Merah dan Kombinasi

Pembuatan infusa mengacu pada standar dalam Acuan Sediaan Herbal yang ditetapkan oleh BPOM (2012). Masing-masing simplisia daun sirih dan daun sirih merah yang telah kering, diremas lalu ditimbang sebanyak 60 gram, lalu ditambahkan akuades sebanyak 120 mL untuk menjenuhkan serbuk simplisia dan ditambah 60 mL akuades untuk menyari simplisia (Yuliani et al, 2015), lalu dipanaskan menggunakan hot plate hingga suhu mencapai 90°C dan pada suhu 90°C dipertahankan selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Selanjutnya cairan infusa diserkai melalui kain flannel. Apabila volume akhir infusa yang didapat kurang dari 60 mL, maka perlu ditambahkan air panas secukupnya yang dialirkan melalui ampas hingga diperoleh volume 60 mL. Infusa tunggal daun sirih dan daun sirih merah yang didapat memiliki konsentrasi 100% b/v.

Pembuatan infusa kombinasi daun sirih dan daun sirih merah mengadaptasi metode yang digunakan pada penelitian Safithri (2012) dan Kinuthia (2013). Infusa tunggal daun sirih dan daun sirih merah dicampur dengan rasio 1:1 selagi panas. Rasio 1:1 didapatkan dengan mencampurkan 20 mL infusa daun sirih dan 20 mL infusa daun sirih merah sambil diaduk, sehingga didapatkan infusa kombinasi rasio 1:1 sebanyak 40 mL dengan konsentrasi 100% b/v.

Pengujian Daya Hambat Menggunakan Metode Difusi Disk

Pengujian daya hambat atau aktivitas antibakteri mengacu pada Das et al, (2009), Hermawan (2007) dan Rizqina (2014). Kultur murni S. aureus disubkultur (diremajakan) dengan cara menginokulasikan 1 ose biakan murni bakteri S. aureus ke dalam media NA yang telah disterilisasi menggunakan autoklaf lalu dibiarkan memadat, kemudian media diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam. Subkultur pada media cair NB dengan cara menginokulasikan 1 ose biakan murni bakteri ke dalam NB, lalu diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam. Stok bakteri pada media cair NB di-vortex dan disamakan kekeruhannya dengan McFarland nomor 2 (6.108 CFU/mL). Selanjutnya diambil sebanyak 0,2 mL dari stok bakteri dan di-spread pada media NA yang telah memadat.

Pengujian daya hambat pertumbuhan bakteri dilakukan dengan metode difusi disk. Disk kosong (paper disk blank) berukuran 5 mm masing-masing ditetesi menggunakan mikropipet sebanyak 20 µL infusa sirih, infus sirih merah, infusa kombinasi, dan akuades sebagai kontrol negatif, lalu diletakan diatas permukaan media NA dengan teknik aseptis. Selanjutnya disk antibiotik sebagai kontrol positif berisi ampicilin-sulbactam 20 µg


(23)

6

sebagai kontrol positif karena telah terbukti mampu menghambat S. aureus (Anonim, 2008). Selanjutnya diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam.

Setiap cawan petri berisi disk nyang berisi kontrol positif (antibiotik), kontrol negatif (akuades), perlakuan (infusa tunggal daun sirih 100% b/v, infusa tunggal daun sirih merah 100% b/v, infusa kombinasi 1:1 100% b/v). Kontrol media hanya berisi media NA yang telah disterilisasi kemudian dibiarkan memadat dan tidak diberi perlakuan apapun, sedangkan kontrol pertumbuhan berisi media NA yang telah memadat yang ditambah bakteri S. aureus sebanyak 0,2 mL dan di-spread. Setiap kelompok uji dilakukan replikasi sebanyak tiga kali.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur zona hambat (zona bening) yang terbentuk disekitar paper disk. Pengukuran diameter zona hambat dilakukan setelah 24 jam inkubasi dengan menggunakan mistar pada satuan mm. Pengukuran zona hambat dilakukan pada zona iradikal, yaitu zona disekitar kertas cakram (paper disk) yang dihambat pertumbuhan bakterinya tetapi tidak dimatikan (Inayatullah, 2012). Pengukuran zona hambat dilakukan dengan diukur sebanyak dua kali yaitu pengukuran berdasarkan garis tengah vertikal dan horisontal lalu masing-masing dikurangi dengan diameter kertas cakram (5 mm), hasil dari pengurangan tersebut kemudian ditambahkan dan hasilnya dibagi dua. Rumus pengukuran zona hambat = − + − (Sendy et al, 2014).

Teknik Analisis Data Penelitian

Pengujian statistik dilakukan menggunakan program R i386 (versi 3.31). Analisis data diameter zona yang didapat diuji distribusi normalitasnya menggunakan uji pearson chi-square dan diuji variannya menggunakan uji Levene. Apabila hasilnya terdistribusi normal dan variansinya homogen maka dilanjutkan dengan uji ANOVA One Way. Apabila ditemukan perbedaan maka dilanjutkan Post-Hoc dengan TukeyHSD pada taraf kepercayaan 95%.


(24)

7

Determinasi dilakukan di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hal ini dilakukan untuk identifikasi tanaman sehingga dapat menghindari kesalahan dalam pengambilan tanaman. Hasil determinasi menunjukkan bahawa tanaman yang diteliti adalah benar sirih (Piper betle L.) dan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.).

(a) (b)

Gambar 1. Tanaman sirih (a) dan sirih merah (b)

Daun sirih dan daun sirih merah yang telah dipanen, dalam kondisi masih segar disortasi basah terlebih dahulu kemudian ditimbang, selanjutnya dicuci dengan air bersih yang mengalir sambil dipisahkan dari pengotor yang menempel pada daun. Setelah dicuci daun sirih dan daun sirih merah kemudian diangin-anginkan sambil sesekali dibolak-balik. Dilanjutkan proses pengeringan menggunakan oven pada suhu 40°C selama 4 hari hingga didapatkan simplisia daun sirih dan daun sirih merah dengan ciri rapuh dan mudah retak saat dipegang. Simplisia kemudian disortasi kering lalu ditimbang. Rendemen simplisia dihitung dengan rumus= � � �ℎ � � %.

Tabel 1. Hasil penimbangan daun sirih dan sirih merah

Bobot Daun Sirih Daun Sirih Merah

Bobot Basah (g) 1406,52 1685,92

Bobot Kering (g) 281,30 392,07

Rendemen simplisia % 20 23,2

Simplisia sirih dan sirih merah dihitung kadar airnya menggunakan metode destilasi toluen, dan % kadar air dihitung dengan rumus = � �

� � � � � %. Kadar air yang baik adalah kadar air <10% (Farmakope Indonesia, 1995).


(25)

8

Bobot simplisia (g) Volume air (mL) Kadar air %

Sirih 20,61 0,5 2,43

Sirih Merah 20,12 0,75 3,73

Simplisia sirih dan sirih merah dihancurkan dengan cara diremas lalu ditimbang masing-masing sebanyak 60 g untuk pembuatan infusa. Konsentrasi infusa yang diinginkan adalah 100% b/v sehingga ditambahkan akuades sebanyak 60 mL, sebelumnya ditambahkan terlebih dahulu 120 mL akuades untuk menjenuhkan simplisia sehingga mempermudah penyarian senyawa bioaktif simplisia. Menurut Farmakope Indonesia IV (1995) simplisia halus diberi air secukupnya pada panci lalu dipanaskan pada tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu 90°C sambil sesekali diaduk. Cairan infusa diserkai melalui kain flanel kemudian jika volume kurang dapat ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki. Pada penelitian ini infusa diserkai selagi panas untuk mencegah terjadinya pengendapan infusa yang berakibat menurunnya konsentrasi ketika diserkai, namun menurut BPOM (2012), infusa yang mengandung minyak atsiri sebaiknya diserkai ketika sudah dingin untuk menghindari hilangnya senyawa volatil. Maka, pada penelitian ini, ada kemungkinan kadar minyak atsiri dalam infusa mengalami penurunan. Setelah diserkai didapatkan volume 60 mL untuk infusa sirih dan sirih merah, masing-masing infusa diambil sebanyak 20 mL dan dicampurkan dalam wadah yang berbeda untuk membuat infusa kombinasi sirih dan sirih merah. Hasil akhir didapatkan masing-masing sebanyak 40 mL infusa sirih, sirih merah dan sirih kombinasi.

(a) (b) (c)

Gambar 2. Infusa kombinasi (a), infusa sirih merah (b), infusa sirih (c)

Kontrol media dibuat untuk memastikan bahwa pembuatan media NA aseptis, sedangkan kontrol pertumbuhan dibuat untuk memastikan bahwa bakteri S. aureus dapat tumbuh dengan baik pada media NA. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3 yaitu kontrol media


(26)

9 dapat tumbuh dengan baik pada media NA.

(a) (b)

Gambar 3. Kontrol media (a) dan kontrol pertumbuhan (b)

Uji aktivitas antibakteri infusa sirih, sirih merah dan kombinasi keduanya dilakukan untuk mengetahui perbedaan aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dengan menggunakan metode difusi disk. Hasil uji aktivitas antibakteri ditunjukkan pada Gambar 4 dan Tabel 3.

(a) (b) (c)

Gambar 4. Hasil uji aktivitas antibakteri, replikasi 1 (a), replikasi 2 (b), replikasi 3 (c) Keterangan : A: kontrol positif (ampicillin-sulbactam); B: kontrol negatif (akuades); C:

infusa sirih; D: infusa kombinasi; E: infusa sirih merah

Berdasarkan Gambar 4, dari ketiga replikasi yang dilakukan dapat diamati bahwa infusa sirih memiliki diameter zona hambat terbesar kedua setelah kontrol positif. Kontrol negatif yang berisi akuades tidak menunjukkan terbentuknya zona hambat atau akuades tidak memiliki aktivitas antibakteri sebagai pelarut bahan uji. Diameter zona hambat yang terbentuk pada infusa sirih dan infusa sirih merah mempunyai kemampuan menghambat bakteri yang sedang karena diameter yang terbentuk ≥ 5 mm, sedangkan pada diameter zona hambat yang terbentuk dari infusa kombinasi mempunyai daya hambat bakteri yang lemah karena diameter yang terbentuk < 5 mm. Diameter zona hambat pada kontrol positif dapat


(27)

10

dibandingkan dengan penelitian Nair dan Chanda (2008), ekstrak metanol daun sirih memberikan zona penghambatan sebesar 13 mm terhadap S. aureus, Sedangkan pada penelitian Aroljathi et al. (2016), ekstrak air daun sirih memberikan penghambatan sebesar 8,9±0,3 mm terhadap S. aureus. Penelitian serupa mengenai aktivitas ekstrak pelarut air daun sirih merah terhadap S. aureus masih sulit ditemukan, namun penelitian yang dilakukan Kusuma et al. (2017), ekstrak etanol daun sirih merah 80% b/v memberikan zona hambat sebesar 17,3±0,04 mm. Pada penelitian ini, zona hambat yang diperoleh relatif kecil bila dibandingkan penelitian sebelumnya, ada beberapa kemungkinan yang mendasari antara lain, i) adanya substansi aktif yang sama antar sirih dan sirih merah ketika diekstraksi dengan pelarut air maupun pelarut organik, namun dalam pelarut air konsentrasinya lebih rendah; ii) adanya substansi aktif yang pada dasarnya akan terlarut pada pelarut organik (Nair dan Chanda, 2008) iii) perbedaan tempat tumbuh bahan tanaman akan mempengaruhi substansi aktif di dalamnya (Aruljothi et al, 2016), selain itu dapat pula dipengaruhi proses ekstraksi yang berbeda, penelitian Aruljothi et al. (2016) menggunakan ekstraksi sokhletasi dengan pelarut air sehingga kualitas sari lebih baik karena proses ekstraksi dilakukan secara berulang.

Tabel 3. Diameter zona hambat

Replikasi Positif Negatif Sirih Sirih merah Kombinasi

I 10,0 mm 0 mm 6,8 mm 5,0 mm 4,6 mm

II 10,7 mm 0 mm 6,0 mm 5,4 mm 4,0 mm

III 12,0 mm 0 mm 5,4 mm 5,6 mm 3,6 mm

Rerata±SD 10,9±1,03 mm 0±0 mm 6,1±0,50 mm

5,3±0,30 mm

4,1±0,25 mm

Distribusi data diuji dengan uji chi-square karena jumlah sampel tiap kelompok hanya berjumlah tiga sampel. Hasil analisis chi-square didapatkan nilai p = 0,8013 untuk sirih, nilai p = 0,7648 untuk sirih merah dan p = 0,3173 untuk sirih kombinasi. Maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal karena nilai p > 0,05. Analisis data dilanjutkan dengan uji homogenitas varian yang dilakukan dengan uji Levene Test of Varian. Hasil uji ini didapatkan nilai p = 0,5183 (p > 0,05) yang menunjukkan data adalah homogen. Data


(28)

11

way, hasi uji ini didapatkan nilai p = 0,00991 (p < 0,05) menunjukkan data berbeda bermakna. Untuk dapat melihat perbedaan dilakukan uji TukeyHSD, dan didapatkan hasil bahwa antara infusa sirih dengan infusa kombinasi terdapat perbedaan yang bermakna karena nilai p = 0,0085 (p < 0,05), sama halnya dengan infusa sirih merah dengan infusa kombinasi juga terdapat perbedaan yang bermakna karena nilai p = 0,0492 (p < 0,05). Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara aktivitas antibakteri infusa kombinasi daun sirih dan daun sirih merah dibandingkan infusa tunggalnya terhadap bakteri S. aureus.

Aktivitas antibakteri infusa sirih dan sirih merah beserta kombinasi keduanya berasal dari senyawa fitokimia yang terkandung di dalamnya seperti flavonoid, saponin, tanin dan turunan fenol. Flavonoid akan mengganggu integritas membran sel bakteri, tanin akan merusak membran sel bakteri dan turunan fenol akan mendenaturasi protein dan melisiskan sel membran (Juliantina et al, 2009). Saponin akan merusak membran sel sehingga menyebabkan kematian sel karena hilangnya bahan-bahan esensial sel (Setyani, 2016).

Gambar 5. Grafik rerata diameter zona hambat

Diameter zona hambat infusa kombinasi selalu lebih rendah dibandingkan dengan infusa tunggalnya dari ketiga replikasi. Hal ini diduga adanya interaksi antagonis dalam infusa kombinasi, sehingga aktivitas antibakterinya mengalami penurunan. Chanda dan Rakholiya (2011), mendefinisikan interaksi antagonis sebagai efek yang muncul dari suatu kombinasi lebih rendah apabila dibandingkan efek senyawa tunggalnya. Aksi antagonis reseptor terjadi saat suatu bentuk kimia inaktif yang menyerupai agonis akan berkompetisi menduduki sisi aktif dari reseptor sehingga efek yang diharapkan tidak muncul. Efek antagonis yang juga dapat terjadi adalah non-kompetitif yaitu suatu bentuk kimia inaktif yang akan menduduki sisi alosterik dari suatu reseptor sehingga kimia aktif lain yang bersifat

6 .1 5 .3 4 .1 1 0 .9

M E A N


(29)

12 (Dick, 2011).

Produk dari tanaman tidaklah seperti obat konvensional, karena produk alam terdiri dari berbagai campuran senyawa bioaktif dan karakter dari tiap-tiap konstituen kimia yang terkandung di dalamnya masih belum diketahui secara jelas kegunaannya. Beberapa hal dapat mempengaruhi komposisi bioaktif kimia tanaman itu sendiri, seperti tempat asal tanaman, musim dan pengolahan tanaman (Chavez et al, 2006).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian Perbandingan Aktivitas Antibakteri Infusa Kombinasi Daun Sirih (Piper betle L.) dan Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) dengan Infusa Tunggalnya terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, dapat disimpulkan :

1. Hasil pengukuran diameter zona hambat infusa daun sirih, sirih merah dan kombinasi berturut-turut 6,1±0,50 mm; 5,3±0,30 mm; dan 4,1±0,25 mm.

2. Adanya perbedaan aktivitas antibakteri secara bermakna antara infusa kombinasi daun sirih dan daun sirih merah dibandingkan dengan infusa tunggalnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

3. Infusa tunggal daun sirih dan daun sirih merah memiliki daya hambat bakteri yang lebih besar dibandingkan dengan infusa kombinasi keduanya.

SARAN

Setelah dilakukan penelitian ini, diharapkan dilakukan penelitian selanjutnya dengan metode checkerboard untuk mengevaluasi interaksi yang terjadi di dalam kombinasi infusa sirih dan sirih merah.


(30)

13

Amalia, H., Sitompul, R., Hutauruk, J., Adrianjah., Mun’im, A., 2009, Effectiveness of Piper betle Leaf Infusion As a Palpebral Skin Antiseptic, Universal Medicina, 28:2, 83-91.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi keempat, Depkes RI: Jakarta, 9.

Anonim, 2008, UNASYN: ampicillin/sulbactam,

http://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2008/050608s029lbl.pdf diakses 17 Juli 2017.

Aruljothi, S., Uma, C., dan Sivagurunathan, P., 2016, Comparative Evaluation on the Antibacterial Activity of Karpoori variety Piper betle Leaves Against Certain Bacterial Pathogens, IJSRM, 3:3, 36-45.

Baljeet, S.Y., Ritika, S.G., dan Roshanlal, Y., 2015, Antimicrobial Activity Of Individual And Combined Extracts Of Selected Spices Against Some Pathogenic And Food Spoilage Microorganisms, IFRJ, 22:6, 2594-2600.

BPOM RI, 2012, Acuan Sediaan Herbal, Edisi I, vol. 7, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta, 7.

Budiarti, R., Djamil, R., dan Kumala, S., 2013, Parameter Farmakognosi dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Buah Kapulaga (Amomum cardamomum Willd.) terhadap Bakteri Streptococcus mutans, Seminar nasional universitas Pancasila : Jakarta, 1-10.

Carmona, F., dan Pererira., 2013, Herbal Medicines : Old and New Concepts, Truths, and Misunderstanding, Brazilian Journal of Pharmacognosy, Brazil, 381.

Chanda, S dan Rakholiya, K., 2011, Combination Therapy: Synergism Between Natural Plant Extract and Antibiotic Against Infectious Disease, Formatex, 520-529. Chavez, M.L., Jordan, M.A., dan Chavez, P.I., 2006, Evidence-based drug-herbal

Interactions, Life Sciences, 78, 2146-2157.

Das, K., Tiwari, R.K.S., Shirvastava, P.K., 2010, Techniques for Evaluating of Medicinal Plant Products as Antimicrobial Agent: Current Methods and Future Trends, J. Med. Plant. Res., 4:2, 104-111.

Depkes RI, 2008, Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat, Departemen Kesehatan RI, 5-39.

Dick, R.M., 2011, General Pharmacologic Concepts, Jones and Bartlet Learning : London, 17-19.

Dominius, A., 2015, Uji Aktivitas Antibakteri Kombinasi Infusa Umbi Bawang Dayak (Eleutherine americana (Aubl.) dan Daun Mangga Bacang (Mangifera foetida L.) terhadap Staphylococcus aureus secara In Vitro, Universitas Tanjung Pura: Pontianak.


(31)

14 Universitas Airlangga : Surabaya.

Hiramatsu, K., Matsuo, K.M., Sasaki, Y.M., Sekiguchi, A., Baba, T., 2014, Multi-drug-Resistant Staphylococcus aureus and Future Chemotherapy, J Infect Chemother, 20, 593-601.

Inayatullah, S., 2012, Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau terhadap Pertumbuhan Bakteri S. aureus, UIN: Jakarta.

Juliantina, F., Citra, D.E., Nirwani, B., Nurmasitoh, T., Bowo, E.T., 2009, Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Agen Anti Bakterial terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif, JKKI, 1-10.

Kadariya, J., Smith, T.C., dan Thapali, D., 2014, Staphylococcus aureus and Staphylococcal Food-Borne Disease: An Ongoing Challenge in Public Health, BioMed Research International, 1-10.

Katno., 2008, Pengelolaan Pasca Panen Tanaman Obat, Departemen Kesehatan RI, 5-39. Kinuthia, G., Anjili, C.O., Gikonyo, N.K., Kigondu, E.M., Ingonga, J.M., Kabiru, E.W.,

2013, In Vitro and In Vivo activity of Blends of Crude Aquous Extract from Allium sativum, Callistemon citrinosa, Moringa against L. Major, Int. J. Med. Arom. Plants., 3:2, 234-236.

Kusuma, S.A.F., Zuhrotun, A., dan Meidina, F.B., 2017, Antimicrobial Spectrum of Red Betle Leaf Extract (Piper crocatum Ruiz&Pav.) as Natural Antiseptics against Airborne Pathogen, Pharm. Sci&Res, 9:5, 583-587.

Ma’rifah, A., 2012, Efek Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum) terhadap

Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus, UIN: Jakarta.

Nair, R. dan Chanda, S., 2008, Antimicrobial Activity of Terminalia catarna, Manikara zapota, and Piper betle extract, Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, May-June, 390-395.

Nopiyanti, H.T., Agustriani, F., Isnaini., Melki., 2016, Screening of Nypa Fructions as Antibacterial of Bacillus subtilis, E. coli, and S. aureus, Journal Maspori, 8:2, 83-90.

Noventi, W. dan Carolia, N., 2016, Potensi Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) sebagai Alternatif Terapi Acne Vulgaris, Majority, 5:1, 140-145.

Pangabdian, F., Soetanto, S., dan Suardita, K., 2012, The Effective Concentration Of Red Betel Leaf (Piper crocatum) Infusion As Root Canal Irrigant Solution, Dental Journal, 45:1, 12-15.


(32)

15

Saluran Akar dengan Metode Dilusi, IDJ, 3:1, 88-94.

Ragbetli, C.L., Parlak, M., Bayram, Y., Guducouglu, H., Ceylan, N., 2016, Evaluation of Antimicrobial Resistance in Staphylococcus aureus Isolates by Years, Interdisciplinary Perspectives on Infectious Diseases, 1-4.

Rijayanti, R.P., 2014, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mangga Bacang (Mangifera foetida L.) Terhadap Staphylococcus aureus Secara In Vitro, Universitas Tanjungpura: Pontianak.

Rizqina, N., 2014, Uji Efektivitas Antibakteri Infusum Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Penyebab Karies Streptococcus mutans Secara In Vitro, Universitas Andalas : Padang

Safihtri, M., Yasni, S., Bintang, M., Ranti, A.S., 2012, Toxicity Study of Antidiabetics Functional Drink Piper crocatum and Cinnamomum burmanii, Hayati Journal of Biosciences, 32.

Sendy, V.A.A., Pujiastuti, P., dan Ernawati, T., 2014, Daya Antibakteri Ekstrak Daun Sirih Merah terhadap Porphyromonas gingivalis, Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa, Universitas Jember, 1-5.

Setyani, W., Setyowati, H., dan Ayuningtyas, D., 2016, Pemanfaatan Ekstrak Terstandarisasi Daun Som Jawa (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn) dalam Sediaan Krim Antibakteri Staphylococcus aureus, Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas, 13:1, 44-51.

Sugiyono., 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta: Bandung, 76. Syahrir, N.H.A., Afendi, F.M., dan Budi, S., 2016, Efek Sinergis Bahan Aktif Tanaman Obat Berbasiskan Jejaring dengan Protein Target, Jurnal Jamu Indonesia, 1:1, 35-46.

Tong, S.Y.C., Davis, J.S., Eichen, E., Hollan, T.L., Fowler, V.G., 2015, Staphylococcus aureus Infections: Epidemiology, Pathophysiology, Clinical Manifestations, and Management, Clinical Microbiology Reviews, 28:3, 603-661.

Utami, E.R., 2012, Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi, Saintis, 1:1, 124-138.

Werdhany, W.I., Marton, A., Setyorini, W., 2008, Sirih Merah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian : Yogyakarta, 15.

WHO., 2011, Quality Control Methods for Herbal Materials, World Health Organization, 1-51.

Yuliani, N.I., Hilaria, M., dan Karim, M., 2015, Uji Toksisitas Akut Ekstrak Kental Infusa Temulawak dengan Metode BST, Jurnal Informasi Kesehatan, 13:1, 837-951. Zainab, Gunanti, F., Witasari, H.A., Edityaningrum, C.A., Mustofa., Murrukmihadi, M.,


(33)

16


(34)

17 Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tanaman


(35)

(36)

19 Infusa tunggal sirih :

Replikas i Diamete r 1 Diamete r 2 Mea n

I 7,0 6,6 6,8

II 6,0 6,0 6,0

III 5,3 5,5 5,4

Infusa tunggal sirih merah : Replikasi Diameter

1

Diameter 2

Mean

I 5,0 5,0 5,0

II 5,5 5,3 5,4

III 5,9 5,3 5,6

Infusa kombinasi: Replikas i Diamete r 1 Diamete r 2 Mea n

I 5,1 4,1 4,6

II 4,0 4,0 4,0

III 3,5 3,7 3,6

Kontrol positif : Replikasi Diameter

1

Diameter 2

Mean

I 11,7 8,3 10,0

II 12,3 9,0 10,7

III 11,5 12,5 12,0

Kontrol negatif : Replikas i Diamete r 1 Diamete r 2 Mea n

1 0 0 0

2 0 0 0

3 0 0 0

Replikasi Positif Negatif Sirih Sirih merah Kombinasi

I 10,0 mm 0 mm 6,8 mm 5,0 mm 4,6 mm

II 10,7 mm 0 mm 6,0 mm 5,4 mm 4,0 mm


(37)

20 Perhitungan standar deviasi dengan formula :

Kelompok infusa tunggal sirih : n = 3

i Xi Xi2

1 6,8 46,24

2 6,0 36,00

3 5,4 29,16

∑ 18,2 111,40

(∑ Xi)2 331,24

S2=( . , )− ,

. = ,

S=0,70

Kelompok infusa tunggal sirih merah : n = 3

i Xi Xi2

1 5,0 25,00

2 5,4 29,16

3 5,6 31,36

∑ 16 85,52

(∑ Xi)2 256

S2=( . , )−

. = , S=0,30

Kelompok infusa kombinasi : n = 3

i Xi Xi2

1 4,6 21,16

2 4,0 16,00

3 3,6 12,96

∑ 12,2 50,12

(∑ Xi)2 148,84

S2=( . , .)− , = , S=0,50

Kontrol positif : n = 3

i Xi Xi2

1 10,0 100,00

2 10,7 114,49

3 12,0 144,00

∑ 32,70 358,49

(∑ Xi)2 1069,29

S2=( . , .)− , = , S=1,01


(38)

21 Lampiran 6. Hasil uji levene


(39)

22


(40)

23

Penulis bernama Rakhel Nugraheni Putri, lahir di Kulon Progo pada tanggal 10 Mei 1995. Penulis yang akrab dipanggil Rakhel ini merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Wakiyo dan Ari Setyani. Penulis menempuh pendidikannya di TK Pangudi Luhur Kalirejo (2000-2001), SD Pangudi Luhur Kalirejo (2001-2007), SMP Negeri 1 Samigaluh (2007-2010), SMA BOPKRI 1 Yogyakarta (2010-2013), dan pada tahun 2013 melanjutkan pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama berkuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi anggota aktif Paduan Suara Farmasi Veronica (2014/2015), menjadi panitia Dana dan Usaha dalam kegiatan Desa Mitra 1 (2013), panitia Konsumsi dalam kegiatan Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) 2015, panitia koordinator Acara dalam kegiatan Cara belajar Insan Aktif (CBIA) 2016, panitia Hubungan Masyarakat dalam kegiatan Desa Mitra 2 (2016), dan menjadi panitia Konsumsi dalam acara Pengambilan Sumpah Apoteker Angkatan 30 (2016).


(1)

(2)

19

Lampiran 3. Data pengukuran diameter zona hambat Infusa tunggal sirih :

Replikas i Diamete r 1 Diamete r 2 Mea n

I 7,0 6,6 6,8

II 6,0 6,0 6,0

III 5,3 5,5 5,4

Infusa tunggal sirih merah : Replikasi Diameter

1

Diameter 2

Mean

I 5,0 5,0 5,0

II 5,5 5,3 5,4

III 5,9 5,3 5,6

Infusa kombinasi: Replikas i Diamete r 1 Diamete r 2 Mea n

I 5,1 4,1 4,6

II 4,0 4,0 4,0

III 3,5 3,7 3,6

Kontrol positif : Replikasi Diameter

1

Diameter 2

Mean

I 11,7 8,3 10,0

II 12,3 9,0 10,7

III 11,5 12,5 12,0

Kontrol negatif : Replikas i Diamete r 1 Diamete r 2 Mea n

1 0 0 0

2 0 0 0

3 0 0 0

Replikasi Positif Negatif Sirih Sirih merah Kombinasi

I 10,0 mm 0 mm 6,8 mm 5,0 mm 4,6 mm

II 10,7 mm 0 mm 6,0 mm 5,4 mm 4,0 mm


(3)

Lampiran 4. Perhitungan standar deviasi Perhitungan standar deviasi dengan formula :

Kelompok infusa tunggal sirih : n = 3

i Xi Xi2

1 6,8 46,24

2 6,0 36,00

3 5,4 29,16

∑ 18,2 111,40

(∑ Xi)2 331,24 S2=( . , )− ,

. = ,

S=0,70

Kelompok infusa tunggal sirih merah : n = 3

i Xi Xi2

1 5,0 25,00

2 5,4 29,16

3 5,6 31,36

∑ 16 85,52

(∑ Xi)2 256

S2=( . , )−

. = ,

S=0,30 Kelompok infusa kombinasi :

n = 3

i Xi Xi2

1 4,6 21,16

2 4,0 16,00

3 3,6 12,96

∑ 12,2 50,12

(∑ Xi)2 148,84 S2=( . , .)− , = , S=0,50

Kontrol positif : n = 3

i Xi Xi2

1 10,0 100,00

2 10,7 114,49

3 12,0 144,00

∑ 32,70 358,49

(∑ Xi)2 1069,29 S2=( . , .)− , = , S=1,01


(4)

21 Lampiran 5. Hasil uji pearson chi-square

Lampiran 6. Hasil uji levene


(5)

Lampiran 8. Hasil uji TukeyHSD


(6)

23

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama Rakhel Nugraheni Putri, lahir di Kulon Progo pada tanggal 10 Mei 1995. Penulis yang akrab dipanggil Rakhel ini merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Wakiyo dan Ari Setyani. Penulis menempuh pendidikannya di TK Pangudi Luhur Kalirejo (2000-2001), SD Pangudi Luhur Kalirejo (2001-2007), SMP Negeri 1 Samigaluh (2007-2010), SMA BOPKRI 1 Yogyakarta (2010-2013), dan pada tahun 2013 melanjutkan pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama berkuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi anggota aktif Paduan Suara Farmasi Veronica (2014/2015), menjadi panitia Dana dan Usaha dalam kegiatan Desa Mitra 1 (2013), panitia Konsumsi dalam kegiatan Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) 2015, panitia koordinator Acara dalam kegiatan Cara belajar Insan Aktif (CBIA) 2016, panitia Hubungan Masyarakat dalam kegiatan Desa Mitra 2 (2016), dan menjadi panitia Konsumsi dalam acara Pengambilan Sumpah Apoteker Angkatan 30 (2016).