HAP VIII Recent site activity teeffendi

Proses dalam Hukum
Acara Pidana

Pemeriksaan
Persidangan

Jenis-jenis Acara Pemeriksaan
Persidangan
1. Acara Pemeriksaan Biasa (Bab XVI bagian
Ketiga KUHAP);
2. Acara Pemeriksaan Singkat (Bab XVI
bagian Kelima KUHAP); dan
3. Acara Pemeriksaan Cepat (Bab XVI bagian
Keenam KUHAP).
Dasar titik tolak perbedaan tata cara
pemeriksaan tersebut ditinjau dari segi jenis
tindak pidana dan dari segi mudah atau
sulitnya pembuktian perkara.

Acara Pemeriksaan Biasa
Acara pemeriksaan biasa umumnya

dipergunakan untuk perkara pidana dengan
acaman pidana penjara 5 tahun ke atas, dan
masalah pembuktiannya memerlukan
ketelitian.

(Lihat M. Yahya Harahap, 2009: 109)

Acara Pemeriksaan Singkat
Pada masa HIR, acara pemeriksaan ini disebut
dengan pemeriksaan perkara sumir. Perkara
yang diperiksa dengan acara pemeriksaan
singkat adalah perkara kejahatan atau
pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan
Pasal 205 (KUHAP) dan yang menurut
penuntut umum pembuktian serta penerapan
hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.

(Lihat Pasal 203 KUHAP)

Tidak termasuk dalam

ketentuan Pasal 205 KUHAP
Yang dimaksud dengan ketentuan Pasal 205
KUHAP adalah ketentuan mengenai
pemeriksaan acara cepat, dalam hal
pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
(TIPIRING). Jadi acara pemeriksaan singkat
adalah acara pemeriksaan untuk kejahatan
atau pelanggaran yang tidak termasuk
dalam kategori tindak pidana ringan.

Pembuktian dan penerapan hukumnya
mudah dan sifatnya sederhana
1. Pemeriksaan perkara tidak memerlukan
waktu yang lama (cukup sekali atau dua
kali sidang);
2. Terdakwa telah mengakui ditambah
dengan bukti yang lengkap;
3. Untuk perkara dengan ancaman pidana
penjara tidak lebih dari 3 tahun
(Lihat M. Yahya Harahap, 2009: 396)


Acara Pemeriksaan Cepat
Pemeriksaan perkara dengan acara
pemeriksaan cepat dibagi ke dalam dua hal:
1. Acara pemeriksaan tindak pidana
ringan;
2. Acara pemeriksaan perkara pelanggaran
lalu lintas.

Tindak Pidana Ringan
Yang dapat digolongkan dalam tindak pidana
ringan adalah perkara-perkara antara lain:
1. Tindak pidana yang diancam pidana
penjara atau kurungan paling lama 3 bulan;
2. Tindak pidana yang diancam dengan pidana
denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500;
3. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHPidana)
(Lihat Pasal 205 KUHAP)

Pelanggaran Lalu Lintas

Yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan ini adalah perkara
tertentu terhadap peraturan
perundang-undangan lalu lintas jalan
(Undang-Undang nomor 22 tahun
2009)

Koneksitas
Selain tiga acara pemeriksaan tersebut di
atas, terdapat satu acara pemeriksaan yang
tidak berdasarkan berat atau ringannya
perkara maupun berdasarkan mudah atau
sulitnya pembuktian.
Acara pemeriksaan tersebut dinamakan
pemeriksaan perkara koneksitas

Perkara Koneksitas
Perkara koneksitas, adalah perkara yang
berkaitan dengan tindak pidana yang
dilakukan bersama-sama oleh mereka yang

termasuk lingkungan peradilan umum dan
lingkungan peradilan militer.
(Lihat Pasal 89 KUHAP)

Prinsip Perkara Koneksitas
1. Diadili oleh lingkungan peradilan
umum, kecuali ada keputusan
Menhankam yang mengharuskan
diperiksa di peradilan militer;
2. Keputusan Menhamkam tersebut
disetujui oleh Menteri Kehakiman.

Alur Pemeriksaan Persidangan
Pelimpahan
perkara oleh PU

Keberatan dan
Putusan Sela

Pembuktian


Pemeriksaan
Kewenangan
Mengadili

Pembacaan Surat
Dakwaan

Pembacaan Surat
Tuntutan dan
Pembelaan

Penunjukan
Majelis Hakim

Pemeriksaan
Identitas
Terdakwa

Putusan


Penetapan Hari
Sidang

Pemanggilan
terdakwa ke
persidangan

Menerima
putusan/ upaya
hukum

Pelimpahan Perkara dari
Penuntut Umum
1.

2.

Penuntut Umum melimpahkan perkara ke
pengadilan negeri dengan permintaan agar

segera mengadili perkara tersebut disertai
dengan surat dakwaan (Pasal 143 ayat (1)
KUHAP);
Setelah pengadilan negeri menerima surat
pelimpahan perkara dari penuntut umum,
ketua mempelajari apakah perkara itu
termasuk wewenang pengadilan yang
dipimpinnya (Pasal 147 KUHAP)

Kewenangan Mengadili
1. Kewenangan absolut, berkaitan dengan
lingkungan peradilan (lingkungan
peradilan sebagai pelaksana kekuasaan
kehakiman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 UU 48/ 2009);
2. Kewenangan relatif, berkaitan dengan
pembagian wilayah hukum setiap
pengadilan dalam lingkup peradilan
umum (Pasal 4 UU 2/ 1986)


Dasar menentukan kewenangan
relatif
1.
2.

3.
4.

Locus Delictie (persidangan dilakukan dimana tindak
pidana dilakukan, Pasal 84 ayat (1) KUHAP);
Tempat dimana terdakwa tinggal, berdiam terakhir, di
tempat ditahan apabila sebagian besar saksi yang
dipanggil berdomisili lebih dekat dengan tempat
terdakwa (Pasal 84 ayat (2) KUHAP);
Adanya perbarengan tindak pidana di berbagai
lingkungan pengadilan negeri (Pasal 84 ayat (3) jo (4)
KUHAP);
Penunjukan oleh Menteri Kehakiman atas usul dari
Ketua PN, Kepala Kejaksaan Negeri kepada Mahkamah
Agung dalam keadaan tertentu (Pasal 85 KUHAP)


Sengketa Kewenangan
mengadili
Sengketa kewenangan mengadili terjadi
apabila:
1. Jika dua pengadilan atau lebih
menyatakan dirinya berwenang mengadili
atas perkara yang sama;
2. Jika dua pengadilan atau lebih
menyatakan tidak berwenang mengadili
perkara yang sama;
(Lihat Pasal 150 KUHAP)

Kewenangan memutus sengketa
kewenangan mengadili
Kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan
mengadili dapat dilakukan oleh:
1. Pengadilan Tinggi, memutus sengketa
kewenangan antar pengadilan negeri yang
berada di dalam wilayah hukumnya;

2. Mahkamah Agung, memutus sengketa
kewenangan absolut; memutus sengketa antar
dua pengadilan negeri dalam pengadilan tinggi
yang berbeda; dan memutus sengketa antara
dua pengadilan tinggi;
(Lihat Pasal 151 KUHAP)

Alur Pemeriksaan Persidangan
Pelimpahan
perkara oleh PU

Keberatan dan
Putusan Sela

Pembuktian

Pemeriksaan
Kewenangan
Mengadili

Pembacaan Surat
Dakwaan

Pembacaan Surat
Tuntutan dan
Pembelaan

Penunjukan
Majelis Hakim

Pemeriksaan
Identitas
Terdakwa

Putusan

Penetapan Hari
Sidang

Pemanggilan
terdakwa ke
persidangan

Menerima
putusan/ upaya
hukum

Penunjukan majelis hakim dan
penetapan hari sidang
1. Dalam hal pengadilan negeri menerima surat
pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara
itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan
menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara
tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari
sidang;
2. Hakim dalam menetapkan hari sidang memerintahkan
kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa
dan saksi untuk hadir di sidang pengadilan.
(Lihat Pasal 152 KUHAP)

Pemanggilan terdakwa ke
persidangan
1.

Surat panggilan disampaikan kepada terdakwa di alamat tempat
tinggal terdakwa atau di kediaman terakhir;
2. Apabila terdakwa tidak ada di tempat, maka surat panggilan
disampaikan kepada kepala desa setempat dimana terdakwa
tinggal atau terakhir tinggal;
3. Apabila terdakwa ditahan, maka surat panggilan disampaikan
kepadanya melalui pejabat rutan;
4. Penerimaan surat panggilan dilakukan dengan tanda penerimaan;
5. Apabila keberadaan terdakwa tidak diketahui, maka surat
panggilan ditempelkan pada papan pengumuman gedung
pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya.
(Lihat Pasal 145 KUHAP)

Jangka waktu pemanggilan
terdakwa dan saksi
Penuntut umum menyampaikan surat
panggilan kepada terdakwa/ saksi yang
memuat tanggal, hari serta jam sidang dan
untuk perkara apa ia dipanggil yang harus
sudah diterima yang bersangkutan selambatlambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai
(Lihat Pasal 146 KUHAP)

Prinsip pemeriksaan persidangan
1. Pemeriksaan secara lisan dan langsung (Pasal 153 ayat
(2) KUHAP);
2. Pemeriksaan terbuka untuk umum (Pasal 153 ayat (3)
KUHAP);
3. Pemeriksaan dengan hadirnya terdakwa (Pasal 154
KUHAP);
4. Pemeriksaan secara bebas (Pasal 153 ayat (2) huruf b
KUHAP);
5. Pemeriksaan dipimpin oleh hakim ketua sidang (Pasal
153 ayat (2) huruf a jo Pasal 217 ayat (1) KUHAP).

Alur Pemeriksaan Persidangan
Pelimpahan
perkara oleh PU

Keberatan dan
Putusan Sela

Pembuktian

Pemeriksaan
Kewenangan
Mengadili

Pembacaan Surat
Dakwaan

Pembacaan Surat
Tuntutan dan
Pembelaan

Penunjukan
Majelis Hakim

Pemeriksaan
Identitas
Terdakwa

Putusan

Penetapan Hari
Sidang

Pemanggilan
terdakwa ke
persidangan

Menerima
putusan/ upaya
hukum

Pemeriksaan Identitas Terdakwa
Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang
menanyakan kepada terdakwa nama lengkap,
tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama
dan pekerjaannya serta mengingatkan
terdakwa supaya memperhatikan segala
sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang
(Lihat Pasal 155 ayat (1) KUHAP)

Pembacaan Surat Dakwaan
Setelah pemeriksaan identitas terdakwa, hakim ketua
sidang meminta kepada penuntut umum untuk
membacakan surat dakwaan (Lihat Pasal 155 ayat (2)
huruf a KUHAP).
Pada prinsipnya, terdakwa atau penasihat hukumnya
sudah menerima salinan surat dakwaan bersamaan
dengan pelimpahan perkara ke pengadilan negeri (Lihat
Pasal 143 ayat (4) KUHAP), namun pembacaan ini
dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan
antara surat dakwaan yang diterima oleh terdakwa
dengan yang dibacakan di sidang pengadilan.

Keberatan atau Eksepsi
Di dalam sistem common law keberatan atau eksepsi
lebih dekat pengertiannya dengan objection, yang
berarti perkara yang diajukan terhadap terdakwa
mengandung tertib acara yang tidak tepat atau tidak
sah.
Keberatan terhadap surat dakwaan ditujukan tidak
terhadap materi pokok surat dakwaan melainkan
terhadap cacat formal yang terdapat dalam surat
dakwaan.
(Lihat M. Yahya Harahap, 2009: 123)

Alasan pengajuan keberatan
Pasal 156 ayat (1) KUHAP menyebutkan, bahwa
terdakwa atau penasihat hukumnya dapat
mengajukan keberatan terkait dengan:
1. Pengadilan tidak berwenang mengadili;
2. Permohonan dakwaan tidak dapat diterima;
3. Permohonan dakwaan harus dibatalkan.
KUHAP tidak memberikan batasan mengenai
dakwaan yang tidak dapat diterima maupun
dakwaan yang harus dibatalkan.

Putusan Sela
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan terhadap
keberatan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat
hukumnya. Putusan sela dapat berupa menerima
keberatan terdakwa atau menolak keberatan terdakwa.
Jika keberatan diterima, maka perkara tidak dapat
dilanjutkan, namun jika keberatan ditolak, maka perkara
dilanjutkan kembali (Lihat Pasal 156 ayat (2) KUHAP).
Terhadap putusan sela terdapat upaya hukum
perlawanan yang diajukan bersama-sama dengan upaya
hukum banding.

Daftar Bacaan

1. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan,
Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, 2009
2. KUHAP
3. UU 48 tahun 2009
4. UU 2 tahun 1986

Omnium rerum Principia Parva Sunt
Joyo-joyo wijayanti, manggiho nugroho dateng kito sami

_/|\_
File bisa diunduh di http://te-effendi.blogspot.com

Dokumen yang terkait

Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Taksonomi SOLO pada Sub Pokok Bahasan Balok Siswa Kelas VIII H SMP Negeri 7 Jember;

31 207 241

IMPROVING CLASS VIII B STUDENTS’ READING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING THINK-PAIR-SHARE TECHNIQUE AT MTs. AL-HIDAYAH BONDOYUDO LUMAJANG IN THE 2012/2013 ACADEMIC YEAR

0 46 12

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Upaya guru PAI dalam mengembangkan kreativitas siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam Kelas VIII SMP Nusantara Plus Ciputat

48 349 84

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU ANTARA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGHETHER (NHT) DAN SNOWBALL THROWING (ST) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS VIII DI SMP YP 17 BARADATU WAYKANAN T

0 25 90

PENGARUH PEMANFAATAN SARANA BELAJAR DI SEKOLAH DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 46 78

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENGARUH KEMANDIRIAN DAN SIKAP BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PUNGGUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

6 71 68

ANALISIS KELAYAKAN BUKU TEKS SISWA IPA KURIKULUM 2013 PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN KELAS VIII UNTUK DIGUNAKAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN DITINJAU DARI RELEVANSI ISI, KETEPATAN DAN KOMPLEKSITAS Tita Juwita

3 14 8