WAHYUNI ISMAIL BELAJAR SEBAGAI PROSES AK (1)

LENTERA
PENDIDIKAN,
EDISI X,PROSES
NO. 1, JUNI
2007 (83−94)
WAHYUNI
ISMAIL,
BELAJAR SEBAGAI
AKTIVITAS
KOGNITIF

83

BELAJAR SEBAGAI SUATU PROSES AKTIVITAS KOGNITIF
Oleh: Wahyuni Ismail
ABSTRACT: Learning is a word often heard and it is an activity
done by everyone started since birth, childhood, teens, up to the
adulthood. It can be stated that learning is a process occurring from
birth to death. It is an activity done a long the life. Furthermore,
Learning is a process occurring in various aspects. How can the
learning process occurring according to human cognitive activity?

According to psychology, learning process is formed due the presence
of the psychological ability of the internal aspect of human to respond
the stimulus. The response is then processed through indra. From
indra, perception, association, reproduction, fantasy, memory,
thinking, are all formed to rich what is called intellectual ability.
Cognitive activity process is different between one individual to
another.
KEYWORDS: Belajar, aktivitas kognitif.

PENDIDIKAN pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia khususnya peserta didik dangan cara
mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Secara detail, dalam
Undang-undang RI Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.1 Sesuai dengan hal tersebut, maka belajar memegang
peranan penting. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan
unsur yang sangat fundamental dalam penyeleggaraan setiap jenis dan

jenjang pendidikan. Hal ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang
dialami siswa baik ketika berada di lingkungan pendidikan formal
maupun berada di lingkungan rumah sendiri.
Perspektif Islam dalam Q.S. Mujadilah (58): 11 juga menekankan
bahwa belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar

84

LENTERA PENDIDIKAN, EDISI X, NO. 1, JUNI 2007

memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat
kehidupan mereka. Manusia selain sebagai makhluk yang berakal juga
manusia adalah makhluk yang berjiwa. Kehidupan kejiwaannya itu
direfleksikan dalam tingkah laku atau aktivitas. Apabila manusia melakukan suatu aktivitas, maka manusia menginterpretasikan situasi itu berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. Hasil dari interpretasi itu adalah
keyakinan yang bersifat positif atau negatif yang disebut sebagai penilaian
kognitif.
Penilaian kognitif memiliki dua bagian penting yaitu proses penilaian dan keyakinan yang dihasilkannya.2 Menurut Walgito kemampuan
kejiwaan yang merupakan aktivitas manusia diklasifikasikan atas tiga hal:
yaitu: kognitif, kemampuan jiwa manusia menerima stimulus dari luar yang
berkaitan dengan pengenalan; afektif, kemampuan manusia untuk melahirkan apa yang terjadi dalam jiwanya yang berkaian dengan emosi dan

perasaan; dan konatif, yang berkaitan dengan motif dan psikomotorik
manusia. Menurutnya, meskipun kemampuan kejiwaan itu diklasifikasikan, tetapi harus diingat bahwa jiwa manusia itu merupakan suatu
kesatuan atau totalitas. Pembahasan tulisan ini terfokus pada belajar
sebagai proses aktivitas kognitif. Psikologi kognitif menurut Solso
berkaitan dengan bagaimana kita memperoleh informasi tentang dunia,
bagaimana informasi itu ditransformasikan sebagai pengetahuan, bagaimana informasi itu disimpan dan bagaimana pengetahuan tersebut
dimanfaatkan untuk mengarahkan tingkah laku atau aktivitas manusia.3
Sebagai penegasan dapat diformulasi dalam bentuk sebuah pertanyaan,
bagaimanakah proses belajar merupakan aktivitas kognitif pada manusia
itu terjadi?
BELAJAR SEBAGAI AKTIVITAS KOGNITIF
Belajar pada dasarnya adalah tahapan perubahan perilaku siswa
yang relatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif. Aktivitas kognitif manusia meliputi
persepsi atau pengamatan, tanggapan atau bayangan, asosiasi dan
reproduksi, fantasi, memori atau ingatan, berpikir, dan kecerdasan. Proses
aktivitas tersebut terjadi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh
manusia dan manusia melakukan respon terhadap stimulus tersebut
sehingga mempunyai arti. Adapun belajar sebagai proses pembentukan
aktivitas kognitif dapat digambarkan sebagai berikut; Stimulus –

Penginderaan (fisiologis dan psikologis) – Persepsi – Tanggapan/Respon –
Asosiasi dan Reproduksi – Fantasi - Memori – Berpikir – Inteligensi.

WAHYUNI ISMAIL, BELAJAR SEBAGAI PROSES AKTIVITAS KOGNITIF

85

Persepsi
Sebelum persepsi itu terbentuk, maka terlebih dahulu ada penginderaan. Proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu
individu menerima stimulus melalui alat indera yaitu melalui mata sebagai
alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengar, hidung sebagai alat
pembau, lidah sebagai alat pengecap, dan kulit sebagai alat perabaan yang
digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu. Alat indera tersebut merupakan alat penghubung antara individu dengan dunia luarnya.
Stimulus yang diindera itu oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti apa yang diindera itu
dan proses ini disebut persepsi.4 Persepsi adalah suatu penelitian bagaimana manusia menintegrasikan sensasi ke dalam percepts (percepts adalah
hasil dari proses perceptual) obyek dan bagaimana manusia itu selanjutnya
menggunakan percepts itu untuk mengenali dunia.5 Dapat dikatakan bahwa
persepsi adalah hasil pengamatan manusia dengan dunia luarnya sehingga
manusia dapat meberikan pemahaman atau pengertian terhadap hasil
pengamatannya tersebut. Oleh karena itu, dalam penginderaan orang

menghubungkan dengan stimulus sedangkan persepsi dihubungkan
dengan obyek.
Beberapa faktor yang berperan dalam terbentuknya persepsi yaitu
obyek atau stimulus yang diterima, alat indera dan susunan syaraf pusat,
serta perhatian. Proses terjadinya persepsi adalah obyek menimbulkan
stimulus dan stimulus mengenai alat indera. Proses stimulus mengenai alat
indera ini merupakan proses fisik atau kealaman. Stimulus yang diterima
oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensorik ke otak, hal ini disebut
proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar, atau yang
diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini disebut
proses psikologis. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh
individu dalam berbagai macam bentuk.
Diperlukan beberapa macam aspek pengaturan terhadap obyek yang
diamati agar orientasi persepsi dapat berhasil dengan baik6, yaitu: Aspek
pengaturan dari segi ruang; bahwa persepsi dilukiskan dalam pengertian:
atas-bawah, kiri-kanan, jauh-dekat, dan sebagainya. Jika tak ada pengaturan ruang, maka orientasi persepsi individu tidak sempurna. Misal
melihat mahasiswa-Dimana? Aspek pengaturan dari segi waktu; persepsi
dilukiskan dalam pemahaman: masa lampau, masa kini, dan masa yang
akan datang. Misalnya melihat mahasiswa-Kapan? Aspek pengaturan dari
segi Gestalt; obyek yang diamati dipersepsi sebagai suatu kesatuan yang


86

LENTERA PENDIDIKAN, EDISI X, NO. 1, JUNI 2007

utuh bukan sebagai elemen-elemen. Misalnya melihat mahasiswa sebagai
suatu manusia yang utuh bukan dilihat hanya kapala atau badannya saja.
Aspek pengaturan dari segi arti; obyek yang dipersepsi diberi arti menurut
artinya bagi kita. Misal pabrik dan sekolah dilihat dari segi bangunan
mempunyai banyak persamaannya, tetapi dilihat dari artinya menunjukkan hal yang sangat berbeda.
Tidak semua stimulus akan direspon oleh individu; respon diberikan
jika ada kesesuaian atau yang menarik perhatian individu. Stimulus yang
diberikan respon tergantung pada bermacam-macam faktor di antaranya
adalah perhatian individu.
Tanggapan/Bayangan
Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa dapat diartikan sebagai
gambaran atau bayangan yang tertinggal dalam diri manusia sesudah
melakukan persepsi terhadap suatu obyek atau peristiwa. Menurut
Suryabrata tanggapan selain menghidupkan kembali apa yang telah
dipersepsi juga dapat mengantisipasi sesuatu yang akan datang atau yang

terjadi saat ini.7
Berdasasarkan indera yang digunakan untuk malakukan persepsi,
maka tanggapan dapat dibedakan:8 tanggapan visual, merupakan hasil
persepsi yang dilakukan indera mata; tanggapan auditif, hasil pengamatan
indera telinga; tanggapan olfaktorik, hasil indera hidung; tanggapan
gustative, hasil indera lidah; tanggapan taktil, hasil indera kulit.
Tanggapan memiliki peranan penting dalam proses belajar anak
didik, khususnya dalam proses memperoleh pengertian. Urutan proses itu
adalah: persepsi-bayangan pengiring (bayangan yang timbul sesudah kita
melihat suatu warna untuk beberapa saat, kemudian mengalihkan
pandangan ke latar belakang putih. Jika bayangan yang tampak sesuai
warna obyek aslinya, maka bayangan pengiring bersifat positif dan
sebaliknya); bayangan eiditik (bayangan yang sangat jelas dan hidup
sehingga orang memiliki tanggapan seolah-olah megamati kembali
obyeknya, bayangan eiditik ini biasanya terdapat pada anak-anak, wanita,
seniman, dan orang-orang genius); tanggapan-pengertian/pemahaman terhadap suatu obyek.
Asosiasi dan Reproduksi
Asosiasi adalah hubungan antara tanggapan yang satu dengan
tanggapan yang lain. Reproduksi yaitu pemunculan kembali tanggapantanggapan dari keadaan di bawah sadar menuju alam kesadaran. Cara
memunculkan kembali dapat terjadi karena kemauan individu dan tidak


WAHYUNI ISMAIL, BELAJAR SEBAGAI PROSES AKTIVITAS KOGNITIF

87

menurut kemauan individu, yaitu jika tanggapan itu dengan sendirinya
mendesak dan muncul di kesadaran.
Menurut Walgito dalam hal asosiasi-reproduksi berlaku lima
hukum:9 hukum berurutan yaitu beberapa tanggapan yang dialami
seseorang secara berurutan akan membentuk asosiasi, misalnya jika kita
mengucapkan 1,2,3, maka kita teringat 4,5,6; hukum sama waktu,
tanggapan yang muncul bersamaan dalam kesadaran akan terasosiasi
bersama, contoh jika seseorang mengingat dosennya, maka teringat pula
cara mengajarnya; hukum persamaan, tanggapan yang hampir sama
berasosiasi dan direproduksikan ke kesadaran, contoh melihat harimau
teringat akan kucing; hukum berlawanan ialah tanggapan yang
berlawanan akan berasosiasi dan saling mereproduksikan satu dengan
yang lain; hukum kontiguitas ialah jika tanggapan itu sudah bersentuhan,
maka terjadi asosiasi di antara tanggapan-tanggapan.
Fantasi

Fantasi adalah kemampuan jiwa untuk membentuk tanggapan baru
atas tanggapan yang telah ada. Kemampuan jiwa individu untuk berkreasi
dalam khayalan sebelum dituangkan dalam dunia nyata. Fantasi dapat
diklasifikasikan atas:10 1) fantasi yang tidak disadari, terjadi jika individu
tidak sadar telah dituntun oleh fantasinya, individu melampaui dunia riil.
Misalnya melamun; 2) fantasi yang disadari, terjadi jika individu
menyadari akan fantasinya. Fantasi jenis ini terbagi atas dua yaitu fantasi
menciptakan sesuatu, contoh desainer pakaian menciptakan model
pakaian; fantasi terpimpin, individu mengikuti fantasi yang diciptakan
orang lain, contoh orang yang menonton film.
Berdasarkan cara individu berfantasi, dibedakan atas:11 fantasi yang
mengabstraksi yaitu cara orang berfantasi dengan mengabstraksikan
beberapa bagian, sehingga ada bagian yang dihilangkan; fantasi yang
mendeterminasi, misalnya anak belum pernah melihat harimau tetapi telah
melihat kucing, maka kucing digunakan sebagai bahan untuk memberikan
pemahaman tentang harimau; fantasi yang mengkombinasi yaitu cara
berfantasi dengan mengkombinasikan tanggapan-tanggapan yang ada
pada individu yang bersangkutan, contohnya ingin membangun rumah
dengan mengkombinasikan model Eropa dengan atap model rumah
Minangkabau.

Kegunaan fantasi adalah merupakan sarana memahami orang lain,
individu berpeluang melepaskan diri dari keterikatannya dengan ruang
dan waktu sehingga membantu manusia untuk bercita-cita.12 Menurut
Dakir, faktor-faktor penyebab timbulnya fantasi yaitu adanya waktu

88

LENTERA PENDIDIKAN, EDISI X, NO. 1, JUNI 2007

senggang, tidak ada aktivitas tertentu, adanya harapan atau cita-cita,
adanya berbagai kesulitan pemecahan masalah, sedang dirundung asmara,
adanya kelemahan pribadi yang menyebabkan untuk membuat defense
mechanism atau mekanisme pertahanan diri.13 Tes yang sering digunakan
untuk mengetes fantasi yaitu,14 a) tes TAT ialah tes yang berupa gambargambar dan testeer disuruh bercerita tentang gambar tersebut, b) tes
kemustahilan, tes yang berbentuk gambar atau cerita yang mustahil terjadi,
c) Heilbronner Wirsma Test ialah tes berupa seri gambar yang makin lama
makin sempurna, d) Rorschach Test, tes berwujud gambar-gambar dan
testeer disuruh menginterpretasikan gambar itu. Fantasi lebih bersifat
subyaktif, tanggapan yang terjadi karena fantasi disebut tanggapan fantasi.
Memory

Memory adalah kemampuan jiwa individu untuk memasukkan/
learning, menyimpan/retention dan menimbulkan kembali/remembering halhal masa lalu. Istilah lain yang sering juga dipakai adalah memasukkan/
encoding, menyimpan/strorage, dan menimbulkan kembali/retrieval terhadap persepsi atau peristiwa lampau.15
Jika individu melakukan persepsi, maka apa yang dipersepsi itu
sama sekali tidak hilang melainkan disimpan dalam memory dan jika
diperlukan pada suatu waktu dapat ditimbulkan kembali. Terkadang apa
yang dipersepsi dapat pula tidak langsung ditimbulkan di alam kesadaran
sebagai memory output, tetapi disimpan dalam ingatan dalam waktu yang
lama dan jika diperlukan dapat dimunculkan kembali ke alam kesadaran.
Hal ini disebut long term memory oleh Morgan dkk.16 yang jarak pemunculan kembali di atas 30 detik sedangkan short term memory jarak waktu
antara pemasukan stimulus dan pemunculan kembali sebagai memory
output berkisar 20-30 detik. Informasi dalam memori jangka pendek
cenderung disandikan secara akustik dan sandi visual, fakta yang paling
menonjol tentang memori jangka pendek adalah kapasitas penyimpanannya yang terbatas 2-7 butir kata. Berdasarkan kemampuan masing-masing
individu dalam menerima kesan, maka ada orang yang mudah memasukkan kesan demikian pula sebaliknya.
Beberapa metode yang digunakan untuk menimbulkan kesan-kesan
dengan cepat di antaranya metode ganslem, yaitu metode belajar secara
keseluruhan, untuk menghafal sesuatu yang hanya sedikit; metode teillem
yaitu metode belajar bagian demi bagian untuk menghafal bahan yang
banyak, caranya dipelajari sedikit demi sedikit lalu digabungkan; metode
vermittelende ialah kombinasi antara metode ganslem dan teillem. Lebih
lanjut Ahmadi mengemukakan tentang metode penyelidikan memori yaitu

WAHYUNI ISMAIL, BELAJAR SEBAGAI PROSES AKTIVITAS KOGNITIF

89

metode mempelajari, metode mempelajari kembali, metode rekonstruksi,
mengenal kembali, metode mengingat kambali dan metode asosiasi
berpasangan.17
Kemampuan memori manusia itu terbatas yaitu tidak semua yang
disimpan dalam memori dapat ditimbulkan kembali di alam kesadaran.
Hal inilah yang meyebabkan manusia mengalami kelupaan. Kelupaan
terjadi karena fungsi fisiologis sangat berpengaruh pada pusat kesadaran
yaitu otak. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ebbinghaus dan Boreas
menunjukkan bahwa kekuatan mengingat pada manusia makin lama
semakin berkurang yang akhirnya manusia dapat mengalami kelupaan.
Subyek yang ditugaskan menghafal kata-kata akan menghasilkan kemampuan memori, sebagai berikut: setelah 0 jam penyimpanan = 58%, 1 jam
penyimpanan = 44%, 9 jam penyimpanan 36%, 24 jam penyimpanan = 34%,
48 jam penyimpanan = 28%, setelah 6 hari penyimpanan =25%, 31 hari
penyimpanan = 21%.18 Kesimpulan hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa kelupaan dapat terjadi karena materi yang disimpan tidak sering
dimunculkan kembali akhirnya manusia menjadi lupa. Walgito mengatakan ada dua macam teori tentang kelupaan, yaitu;19 1) teori Atropi,
kelupaan terjadi karena jejak-jejak ingatan/memory traces telah lama
mengendap, tidak dimunculkan kembali ke kesadaran; dan 2) teori
interferensi, terjadi karena memory traces saling mengganggu, saling
bercampur aduk sehingga menimbulkan kelupaan, teori ini terbagi lagi
menjadi (1) interferensi proaktif bahwa materi yang mendahului akan
mengganggu materi yang datang kemudian; dan (2) interferensi retroaktif
bahwa materi yang dipelajari kemudian dapat mengganggu materi yang
dipelajari dahulu. Korelasi antara apa yang diingat dengan yang dilupa
adalah berbanding terbalik, artinya bahwa semakin banyak yang diingat,
maka semakin sedikit yang dilupakan demikian pula sebaliknya.
Berpikir
Pencapaian tertinggi spesies manusia adalah berasal dari kemampuannya untuk melakukan pemikiran kompleks dan mengkomunikasikannya. Proses berpikir memiliki banyak aktivitas mental, pada semua
kasus berpikir dapat dianggap sebagai “bahasa otak”. Suatu cara berpikir
bersesuaian dengan aliran kalimat sehingga kita tampaknya mendengar
dipikiran kita. Hal ini dinamakan pikiran propossional karena mengekspresikan usul atau tuntutan); cara lain bersesuain dengan citra visual
sehingga kita dapat melihat alam pikiran kita, inilah yang disebut pikiran
imajiner; cara yang bersesuaian dengan urutan pergerakan mental yang
disebut pikiran motorik.20 Salah satu sifat berpikir adalah tujuan yang ingin

90

LENTERA PENDIDIKAN, EDISI X, NO. 1, JUNI 2007

diraih guna mendapatkan pemecahan masalah. Berpikir dapat disebut
sebagai pemrosesan informasi dari stimulus yang ada sampai problem
solving. Berpikir merupakan proses dinamis karena manusia aktif dalam
menghadapi hal-hal abstrak. Pada proses berpikir manusia membuat
korelasi antara obyek dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dalam
wujud pengertian atau pemahaman. Pada umumnya simbol yang digunakan dalam proses berpikir berupa kata-kata atau bahasa. Dengan begitu,
sering dikatakan bahwa bahasa dan berpikir saling berkaitan. Artinya,
manusia yang berpikir menyumbangkan pendapat, pemahaman, keputusan atau kesimpulan dengan mengguanakan bahasa.
Menurut Crow & Crow, ada dua jenis berpikir, yaitu;21 1) berpikir
reflektif yaitu kemampuan jiwa manusia dalam menyeleksi pengetahuan
yang pernah didapat yang relevan dengan tujuan masalah. Lebih lanjut
dikatakan bahwa proses-proses mental yang menyertai berpikir reflektif
ialah direction: perhatian dan minat yang diarahkan pada tujuan; interpretation: interpretasi pada hubungan-hubungan yang terdapat pada
tujuan; selection: mengingat kembali dan memilih sejumlah pengetahuan
yang pernah didapatkan; insight: adanya pemahaman manusia; creation:
pembentukan pola-pola mental baru; criticism: penilaian terhadap kesanggupan penyelesaian masalah. Langkah-langkah berpikir reflektif yaitu
manusia merasakan adanya masalah, melokalisasi dan memberi batasan
kesukaran pemahaman terhadap masalah, menemukan korelasi memformulasikan hipotesis-hipotesis, mengevaluasi hipotesis, menerapkan cara
problem solving yaitu menerima atau menolak kesimpulan; 2) berpikir
kreatif adalah kemampuan jiwa menerima, memberi alasan kritis dan
mempergunakan hasilnya dalam problem solving. Tahapan berpikir kreatif
yaitu tahap persiapan, tingkat seseorang memformulasikan masalah dan
mengumpulkan data; tahap inkubasi, tingkat berlangsungya masalah
dalam jiwa manusia; tahap iluminasi, tingkat pemahaman yaitu masalah
sudah terpecahkan; tahap evaluasi yaitu mengecek apakah pemecahan
yang diperoleh cocok atau tidak; tahap revisi, melakukan perbaikan
terhadap hasil.
Tujuan berpikir adalah mencari pemecahan masalah yang sedang
dihadapi. Berdasarkan data yang ada, maka diambillah suatu kesimpulan.
Bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, yaitu:22 a) kesimpulan
analogi yaitu kesimpulan yang diambil berdasarkan adanya persamaan dari
suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya, b) kesimpulan induktif yaitu
kesimpulan yang diambil dari hal yang bersifat khusus ke hal yang bersifat
umum, c) kesimpulan deduktif adalah kesimpulan yang ditarik atas
peristiwa yang bersifat umum menuju peristiwa yang bersifat khusus.

WAHYUNI ISMAIL, BELAJAR SEBAGAI PROSES AKTIVITAS KOGNITIF

91

Contoh penarikan kesimpulan deduktif adalah dengan silogisme, di
dalamnya terdapat tiga pendapat yaitu premis mayor, premis minor, dan
kesimpulan. Jadi, dalam silogisme kesimpulan yang ditarik berdasarkan
premis mayor dan premis minor. Pada hakekatnya manusia senantiasa
melakukan aktivitas berpikir baik untuk bahan perenungan, menciptakan
kreativitas, maupun memecahkan masalah yang dihadapi.
Intellegensi
Umumnya manusia mengenal inteligensi sebagai istilah yang
menggambarkan kecerdasan, kepintaran, maupun kemampuan untuk
memecahkan masalah. Intellegensi berasal dari kata Latin intelligere yang
berarti mengorganisasikan, menghubungkan atau menyatukan satu
dengan yang lain.23 Gardner mengemukakan bahwa intelegensi adalah
suatu kapasistas untuk memecahkan masalah dan untuk menciptakan
produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah. Teorinya multiple
intellegences yang terdiri atas 9 jenis inteligensi yaitu;
1. Kecerdasan verbal/word smart ialah suatu kemampuan menggunakan
kata secara efektif baik secara lisan misalnya pendongeng, orator,
politisi maupun secara tertulis seperti wartawan, sastrawan, dan editor.
Menurut Buzan, kecerdasan verbal dapat dimanfaatkan untuk menemukan dan menjelajahi dunia baru; menggairahkan imajinasi; mempelajari
lebih jauh kehebatan otak dan bagaimana memfungsikannya; merasakan kembali nikmatnya bermain-main dengan kata dan makna kata;
mempelajari rahasia cara membaca cepat dan cara memahami sesuatu
secara lebih tajam; mempelajari cara-cara mempengaruhi orang lewat
ucapan dan tulisan.
2. Kecerdasan matematis logis/number smart yaitu kemampuan menggunakan angka dengan baik seperti ahli matematika, akuntan pajak, ahli
statistik dan melakukan penalaran yang benar misalnya ahli pemrogram
komputer.
3. Kecerdasan spasial/picture smart adalah suatu kemampuan mempersepsi dunia spasial visual dan dapat mentransformasikannya seperti
arsitek, dekorator, penemu, dan seniman.
4. Kecerdasan kinestesis-jasmani/body smart yaitu suatu kapasitas menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan
seperti aktor/aktris, atlit, penari, pantomin serta keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu misalnya
pengrajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah.
5. Kecerdasan musikal/music smart yaitu kemampuan menangani bentukbentuk dengan cara mempersepsi: penikmat musik, membedakan:

92

LENTERA PENDIDIKAN, EDISI X, NO. 1, JUNI 2007

kritikus musik, menggubah: komposer, dan mengekspresikan seperti
penyanyi.
6. Kecerdasan naturalis/nature smart yaitu keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan alam sekitar seperti
pencinta alam, ahli lingkungan hidup, pencinta binatang dan tanaman.
7. Kecerdasan interpersonal/people smart suatu kompetensi mem-persepsi
dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang
lain. Kecerdasan ini diperlukan untuk meningkatkan sosialisasi.
8. Kecerdasan interpersonal/self smart adalah suatu kemampuan untuk
mengenali diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman itu,
kecerdasan ini dilakukan untuk perenungan mendalam atau berkonsentrasi. Kecerdasan ini berhubungan dengan kecerdasan emosional.
9. Kecerdasan eksistensial yaitu kemampuan pengetahuan tentang keberadaan manusia, tetapi kecerdasaan ini masih dipertajam keberadaannya.
Lebih lanjut Hernowo mengemukakan bahwa tidak ada kecerdasan
yang berdiri sendiri saat digunakan oleh individu. Penggunaan satu
kecerdasan akan melibatkan dua atau lebih kecerdasan lainnya.
Semakin banyak individu memanfaatkan kecerdasannya, maka masalah
yang dihadapi akan cepat terselesaikan.24
Alfred Binet sebagai perintis pengukuran inteligensi bersama
Theodore Simon mendefinisikan inteligensi yang terdiri tiga komponen
yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran/tindakan, kemampuan
untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah dilaksanakan,
kemampuan untuk mengkritik diri sendiri. Thorndike mengklasifikasikan
inteligensi menjadi tiga komponen, yaitu:25 1) kemampuan abstraksi, suatu
kemampuan untuk bekerja dengan menggunakan gagasan dan simbol; 2)
kemampuan mekanis, suatu kemampuan menggunakan alat-alat mekanis
yang memerlukan aktivitas indera gerak atau sensory-motoris; 3) kemampuan sosial, suatu kemampuan untuk membina hubungan dengan orang
lain secara efektif. Manusia menggunakan test inteligensi jika ingin
mengetahui taraf inteligensinya. Orang pertama yang menciptakan tes
inteligensi adalah Binet tahun 1905 kemudin direvisi oleh Binet sendiri
1908 sebagai revisi pertama dan tahun 1911 sebagai revisi kedua. Tahun
1916 test Binet direvisi dan diadaptasi disesuaikan penggunaanya di
Amerika yang dikenal dengan revisi Terman dari Stanford University yang
dikenal Stanford Revision, juga dikenal dengan Test Intelligenci Stanford
Binet. Ternyata test inteligensi terus mengalami perkembangan, tahun 1939
David Weschler menciptakan individual intelligence test. Tahun 1949
diciptakan test Weschler Intelligence Scale for Children yang dikenal dengan
test Inteligensi WISC yang khusus untuk anak-anak.26 Sebagai kesimpulan

WAHYUNI ISMAIL, BELAJAR SEBAGAI PROSES AKTIVITAS KOGNITIF

93

inteligensi dapat diartikan sebagai suatu kompetensi jiwa manusia untuk
dapat beradaptasi dengan cepat dan tepat dengan situasi yang baru.
PENUTUP
Belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan tingkah laku
manusia untuk pengembangan dirinya. Setiap individu untuk merealisasikan tingkah lakunya akan ditunjukkan melalui gejala kejiwaan yang
ditimbulkannya. Gejala kejiwaan tersebut meliputi kognitif, afektif, dan
konatif. Belajar sebagai suatu proses aktivitas kognitif pada manusia terjadi
sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh manusia kemudian melakukan respon terhadap stimulus tersebut melalui proses penginderaan
sehingga terbentuk persepsi. Setelah proses persepsi timbullah tanggapan
atau respon kemudian menjadi proses asosiasi, lalu terbentuklah fantasi
dari fantasi menuju ke memori lalu ke proses berpikir, dari proses berpikir
lalu tercipta inteligensi. Demikianlah bagaimana poses belajar sebagai
aktivitas kognitif terjadi pada manusia, yaitu melalui kemampuan kejiwaan kognitif.

CATATAN AKHIR:
1. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, h. 1.
2. Rita Atkinson, Atkinson Richard, Smith Edward, Bem Daryl., a.b. Kusuma
Widjaja, Pengantar Psikologi, jilid I, edisi 11, Batam: Interaksara, 1987, h. 96.
3. Stanberg Solso, Cognitive Psychology, Allyn Bacon: Needhams Height, 1995, h. 2.
4. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 2002, h. 69.
5. Rita Atkinson, Pengantar Psikologi, jilid I, edisi 11, Batam: Interaksara, 1987, h.
276.
6. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: CV. Rajawali, 1987, h. 19.
7. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, h. 36.
8. Mahmud Dimyati, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Dirjen Perguruan Tinggi, 1989, h. 3–4.
9. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, h. 113.
10. Rumini dkk., Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UPP UNY, 1995, h. 6.
11. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, h. 115.
12. Rumini dkk., Psikologi Pendidikan, h. 7.
13. Dakir, Dasar-Dasar Psikologi, Yogyakarta: FIP IKIP, 1984, h. 74.
14. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, h. 116.
15. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, h. 118.
16. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, h. 119.
17. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, h. 73–74.
18. Dakir, Dasar-Dasar Psikologi, h. 66–67.
19. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, h. 126.

94

LENTERA PENDIDIKAN, EDISI X, NO. 1, JUNI 2007

20. Rita Atkinson, Atkinson Richard, Smith Edward, Bem Daryl., a.b. Kusuma
Widjaja, Pengantar Psikologi, h. 548.
21. Crow, Lester D., and Crow, Alice. a.b. Abd. Rachman Abror, Psikologi
Pendidikan, Yogyakarta: Nurcahaya, 1984, h.
22. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, h. 142–144.
23. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, h. 146.
24. Hernowo, Andaikan Buku itu Sepotong Pizza, Rangsangan Baru untuk Melejitkan
Word Smart, Bandung: Kaifa, 2004, h. 126.
25. Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Inteligensi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1995, h. 5.
26. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, h. 152.

DAFTAR PUSTAKA:
Ahmadi, Abu, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Atkinson, Rita, Atkinson Richard, Smith Edward, Bem Daryl., a.b. Kusuma
Widjaja, Pengantar Psikologi, Jilid I, Edisi 11, Batam: Interaksara, 1987.
Azwar, Saifuddin, Pengantar Psikologi Inteligensi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Chernov, Fred B., a.b. Sukoco, The Sharper Mind, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1997.
Crow, Lester D., and Crow, Alice. a.b. Abd. Rachman Abror, Psikologi Pendidikan,
Yogyakarta: Nurcahaya, 1984.
Dakir, Dasar-Dasar Psikologi, Yogyakarta: FIP IKIP, 1984.
Dimyati, Mahmud, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Dirjen Perguruan Tinggi, 1989.
Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineke Cipta, 2002.
Hernowo, Andaikan Buku itu Sepotong Pizza, Rangsangan Baru untuk Melejitkan Word
Smart, Bandung: Kaifa, 2004.
Rumini, dkk, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UPP UNY, 1995.
Solso, Stanberg, Cognitive Psychology. Allyn Bacon: Needhams Height, 1995.
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta: CV. Rajawali, 1987.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 2002.