Orde Baru Refleksi Otoritarianisme yang
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
LEMBAR COVER TUGAS 2011
Nama
NoMahasiswa
No. Mahasiswa
Alan Griha Yunanto
Nama Matakuliah
Penulisan Akademik
Dosen
Bayu Dardias Kurniadi
Judul Tugas
Orde Baru: Refleksi Otoritarianisme yang Menghasilkan Kesejahteraan Semu
Jumlah Kata
2445
11/ 317917/ SP/ 24800
CHECKLIST
Saya telah:
Mengikuti gaya referensi tertentu secara konsisten.................................................................
Memberikan soft copy tugas...................................................................................................
Deklarasi
Pertama, saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
Karya ini merupakan hasil karya saya pribadi.
Karya ini sebagian besar mengekspresikan ide dan pemikiran saya yang disusun
menggunakan kata dan gaya bahasa saya sendiri.
Apabila terdapat karya atau pemikiran orang lain atau sekelompok orang, karya, ide dan
pemikiran tersebut dikutip dengan benar, mencantumkan sumbernya serta disusun
sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Tidak ada bagian dari tugas ini yang pernah dikirimkan untuk dinilai, dipublikasikan
dan/atau digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah lain sebelumnya.
Kedua, saya menyatakan bahwa apabila satu atau lebih ketentuan di atas tidak ditepati, saya
sadar akan menerima sanksi minimal berupa kehilangan hak untuk menerima nilai untuk mata
kuliah ini.
______________________________
Tanda Tangan
__________________________________
Tanggal
Sistem Demokrasi pada hakekatnya menghendaki suatu kondisi struktur pemerintahan
untuk rakyat. Kehendak semacam itu menempatkan kedaulatan rakyat pada posisi yang sangat
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
sentral dalam relung kehidupan berbangsa dan bernegara (Usman, 1998:68). Lebih lanjut
Santoso (2001) mengatakan demokrasi sebetulnya bukanlah sesuatu yang given (telah
tersedia), melainkan harus diciptakan secara bersama-sama.
Pernyataan
tersebut
sangat
cocok
untuk
menjawab
permasalahan
tentang
demokratisasi membawa kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Mengkontradiksikan
antara Orde Baru dengan Reformasi tentang masalah kesejahteraan sangat terlihat timpang
diantara keduanya. Dalam tulisan ini akan membahas ketimpangan itu dalam faktor ekonomi
dan kebebasan pers. Mengapa kedua faktor tersebut patut untuk dibahas?
Orde Baru vs Reformasi
Ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru yang banyak mengalami gejolak krisis
menjadikan proses demokratisasi pada saat Reformasi mengulang dari nol, karena
pemerintahan Soeharto hanya meninggalkan keadaan buruk yang turun temurun kepada
generasi selanjutnya. Semua sisi perlu ditata ulang dan diperlukan pemikiran cerdas untuk
keluar dari krisis yang berkepanjangan. Begitu juga dengan kebebasan pers post-Orde Baru
terjadi perubahan yang luar biasa, ibarat burung yang dipelihara dalam sangkar kemudian
dilepas secara bebas ke alam terbuka, itulah kehidupan pers saat ini. Sujito (2011)
mengatakan bahwa liberalisasi politik dan kebebasan media massa adalah fakta paling nyata
yang bisa dirasakan dengan segala dampak yang menyertainya. Sungguh berbeda
dibandingkan era sebelumnya yang ditandai oleh politik yang otoriter, demokratisasi
menyediakan harapan dan ruang baru bagi masyarakat untuk berkiprah.
Berbicara tentang masalah ekonomi Indonesia, merupakan hal yang sangat menarik
untuk dikaji lebih lanjut. Masalah ekonomi di Indonesia maupun diseluruh negara dunia pasti
sangat erat hubungannya dengan masyarakat madani atau civil society. Sedikit menyinggung
civil society, karena merekalah yang seharusnya menjadi peran sentral dalam tindakan
ekonomi. Ibarat film, merekalah yang menjadi aktor utamanya.
Susanto dan Sunarto (1998) mengatakan inti dari konsep civil society ialah membahas
kehidupan sehari-hari dalam bidang kehidupan antara keluarga hingga tingkat pemerintahan
negara yang lebih dikenal dengan istilah the private and the public sphere. Tingkat keluarga
civil society memanfaatkan peran keluarga tentunya sebagai pemberi nilai dan unit produksi
terkecil. Peran keluarga satu dengan yang lain dapat membentuk suatu pola keterkaitan dalam
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
cakupan yang lebih besar, pada tingkat negara dan bangsa. Mungkin akan memberikan
pengaruh besar juga terhadap perekonomian negara.
Lipset (dikutip oleh Gaffar 2006) mengatakan bahwa civil society adalah sebuah
masyarakat, baik secara individual maupun secara kelompok, dalam negara yang mampu
berinteraksi dengan negara secara independen. Hal ini menandakan ada hubungan erat antara
negara dengan masyarakatnya dan asumsi saya terhadap pendapat Lipset, bahwa untuk
mencapai tingkat ekonomi yang maju perlunya independensi dari negara kepada
masyarakatnya, bukan mengatur secara tegas dan dimasukkan kedalam program kerja mereka.
Untuk itu perlu adanya otonomi yang diberikan kepada civil society untuk mengatur
kehidupan mereka sendiri. Otonomi disini maksudnya intervensi negara terhadap masyarakat
entah itu masalah ekonomi, politik, maupun sosial tidaklah kuat. Negara hanya sebatas
fasilitator saja untuk mencapai kemakmuran bersama.
Dari konsep tersebut kita dapat menarik makna bahwa ada perbedaan mencolok antara
pemerintahan Orde Baru dengan Soeharto sebagai aktor utamanya dan Era Reformasi yang
sampai sekarang kita rasakan. Dari konsep civil society bahwa mereka akan mandiri secara
ekonomi, intervensi negara tidaklah besar. Orde baru dapat kita telusuri fakta-fakta yang kuat
bahwa pada pemerintahan Soeharto kekuasaan negara sangatlah besar dibanding dengan Era
Reformasi yang sekarang ini memberikan kebebasan kepada kita.
Kesejahteraan pada Orde Baru boleh dikatakan memang terwujud, namun secara tidak
kita sadari bahwa kesejahteraan tersebut bersifat semu. Lebih lanjut Pratikno (1998)
mengatakan sumber utama kedua yang dipergunakan untuk membangun otoritarianisme,
klientelisme ekonomi yang berhasil dilakukan berkat melimpahnya sumber daya ekonomi dan
hasil alam. Dengan sumber daya inilah Suharto secara efektif mampu membeli dukungan dari
elit politik dan masyarakat luas. Faktanya ketika Orde Baru runtuh maka indikator
kesejahteraan juga turut menghilang perlahan dengan sendirinya, hanya untuk pencitraan saja.
Soeharto mencanangkan sesuatu dengan banyak embel-embel di belakangnya tentu
banyak orang-orang yang tidak sadar akan hal yang kita anggap busuk itu. Pola intervensinya
diketahui setelah dikaji lebih dalam dikemudian tahun setelah ia memerintah. Bahkan orangorang baru sadar pada saat sekarang ini. Dahulu masyarakat tidak akan mempertimbangkan
sampai kepemikiran yang lebih mendalam, karena yang mereka tahu bahwa program tersebut
membawa keuntungan dan pemerintah selalu memberikan bantuannya.
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Pemerintahan Orde Baru ini juga banyak memberikan bantuan kepada masyarakat,
saya sebut bantuan ini adalah bantuan semu. Dalam hal ini juga terdapat intervensi yang kuat
dari Soeharto sebagai pemimpin regulasi Orde Baru. Misalnya pemerintah mencanangkan
program Panca Usaha Tani sehingga kita bisa mencapai swasembada pangan, namun lagi-lagi
ada sebuah pesan busuk yang akan disampaikan. “Supaya produk pertanian bagus maka
pakailah pestisida.” Pestisida sendiri adalah sebenarnya produk dari luar negeri, program dari
IMF yang bantuannya begitu besar. Sebenarnya pemberian bantuan tidak akan membuat
masyarakat sejahtera secara permanen, karena hanya bersifat sesaat saja. Sehingga
masyarakat miskin cenderung bergantung pada negara, bahkan dana untuk bantuan bisa saja
menjadi objek utama untuk dikorupsi.
Menyangkut pautkan masalah KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), pada masa Orde
Baru bak jamur tumbuh dimusim penghujan. Berbicara korupsi Orde Baru teringat kata teman
saya ia mengatakan “Kalau tidak ada bukti bahwa Soeharto melakukan korupsi, jangan sekalikali mengatakan bahwa Soeharto korupsi”. Namun pendapat tersebut sempat memancing
kemarahan dalam hati. Memang Soeharto tidak melakukan korupsi karena tipu muslihatnya
yang sempurna sehingga tak tercium bau korupsi dalam pemerintahannya. Sehingga korupsi,
kolusi, kronisme, dan nepotisme bisa menguasai seluruh kehidupan masyarakat dengan
mulus, khususnya pada hal birokrasi dan usaha-usaha ekonomi. Usaha ekonomi disini yang
sangat merajai di Indonesia yaitu usaha ekonomi dari orang-orang yang tunduk dan patuh
kepada pemerintah, para pejabat yang berada disekitar pusat-pusat kekuasaan yang diperintah
oleh Soeharto. Siapa yang dekat dengan beliau, apapun akan dilanggengkan.
Demokrasi dan keadilan disingkirkan, untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai
maka Soeharto dengan berbagai cara menjinakkan kekuatan politik sehingga tidak lagi
mempunyai komitmen yang kuat terhadap kontrol sosial. Kekuatan politik disini maksudnya
adalah angkatan bersenjata, mereka diperdaya untuk melanggengkan kekuasaanya. Terbukti
pada saat peristiwa Trisakti, mahasiswa yang vokal terhadap pemerintahan ditembak
membabi buta akibatnya empat orang mahasiswa Trisakti tewas.
Keserakahan dalam hal deregulasi perbankan, kesempatan ini tidak akan dilewatkan
oleh kroni-kroni untuk mendirikan usaha-usaha mereka dengan menyedot modal yang ada di
bank-bank pemerintah. Sehingga banyak muncul perusahaan-perusahaan raksasa yang
menguasai pasar Indonesia dengan modal yang berasal dari bank pemerintah. Sejak itulah
timbul monopoli yang tak terkendali oleh perusahaan-perusahaan konglomerat kroni tersebut.
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Mulai tahun 1990 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai kemajuan luar biasa yang
tadinya hanya stagnan mencapai 6 persen. Dari pertumbuhan ekonomi ini muncul perusahaanperusahaan besar lagi dan menarik modal asing seperti dari Jepang.
Memang sifat manusia jika sudah memperoleh kesempatan yang menggiurkan di
depan mata, akan mengambil dengan suka cita. Apalagi pada saat Orde Baru mereka bisa
leluasa bergerak tanpa pertimbangan matang, utung ruginya menarik modal asing tidak
dipikirkan sebelumnya. Mereka hanya berorientasi pada keuntungan semata, tanpa
memperdulikan peningkatan produktifitas ekonomi Indonesia untuk keberlangsungan hidup
penerus bangsa selanjutnya. Mereka belum bisa berfikir untuk peduli pada generasi
mendatang, boro-boro masalah generasi, rakyatnya yang pada saat itu menjerit hanya karena
tidak bisa membeli kebutuhan pokok saja tidak diindahkan.
Inilah asal mula mengapa hutang Indonesia saat itu menggelembung menjadi besar
karena ulah konyol orang-orang tua Orde Baru yang pikirannya kotor. Sebagian besar utang
tersebut adalah sektor swasta kepada pemodal asing. Imbas dari hutang yang sangat tinggi
waktu itu Orde Baru kekosongan kas negara, tidak mapu membayar hutang-hutang tersebut
padahal jatuh temponya dekat dengan bunga yang luar biasa tinggi. Pertengahan tahun 1998
sudah lebih dari 50 miliar dolar jatuh tempo, sedangkan uang memang kosong untuk
melunasinya. Akhirnya menumpuk lagi hutang negara kita, semakin banyak dan semakin
banyak. Bahkan uang yang digunakan pengusaha kurang lebih 74 miliar hampir seluruhnya
tidak ada manfaatnya bagi masyarakat Indonesia. Inilah awal timbulnya krisis moneter yang
dialami Indonesia.
Sebagai ahli waris yang baik, harus bertanggungjawab atas masalah yang berskala
sangat serius. Akibatnya pada awal Reformasi pemerintah dinilai tidak berhasil untuk
menciptakan kemajuan ekonomi, karena harus menanggung masalah hutang. Sehingga
pemerintahan Habibie dicap sebagai pemerintahan yang gagal oleh banyak pihak. Keluar
krisis masuk krisis, kasarannya boleh dikatakan seperti itu. Namun dimulainya era Reformasi
pemerintahan Habibie sangat berjasa hingga sekarang kita dapat merasakan seperti sekarang
ini. Pemerintahan ini dalam masa percobaan pertama. Walaupun masalah krusial yang bersifat
kecil seperti korupsi masih ada namun sekarang pengawasannya jauh lebih ketat dengan
adanya KPK. Coba kita flash back kembali adakah lembaga pengawasan pada saat Orde Baru
berlangsung. Kalaupun ada pasti akan disetir menjadi mobil pencitraan bagi Soeharto.
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Orde Baru boleh kita kenang namun pola kepemimpinannya tidak perlu kita contoh,
karena sangat sentralistik bahkan sentral ditangan satu orang saja, bernama Soeharto. Sampaisampai kesejahteraan hanya bersifat semu tidak ikhlas diberikan pada rakyat. Kita memasuki
globalisasi, masalah kesejahteraan tidak hanya terkait dengan hal-hal seperti mampu makan
namun juga mampu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Kesejahteraan Indonesia dalam bidang ekonomi saya rasa sudah semakin membaik
dibandingkan dengan Orde Baru. Terlepas dari masalah waktu dan tempat yang tidak sama
dan bagaimana zaman dahulu dan sekarang. Bank Dunia diwakili oleh Dr. Enrique Blanco
Armas menyampaikan paparan berjudul Indonesia 2012, Economic Prospects and Strategic
Issues. Pokok bahasannya adalah Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya
selama dua tahun kedepan, yaitu dari 6.1 persen pada tahun 2010 menjadi 6.4 persen pada
tahun 2011 dan meningkat lagi menjadi 6.7 persen pada tahun 2012. Karena penduduk kelas
menengah
negara
Indonesia
ini
semakin
bertambah
jumlahnya.
Majalah
Forbes
mengungkapkan daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Total kekayaan mereka mencapai 84.82
miliar dollar AS atau setara dengan Rp 761.7 triliun. (Kompas, 2011)
Bahkan bisa mencapai pertumbuhan mencapai 7 persen jika pemerintah sekarang
memang betul-betul berkonsentrasi untuk mengurangi kemiskinan diimbangi dengan peluang
kesempatan kerja yang lebih diperbanyak. Masalah kemiskinan dan pengangguran yang
menjadi momok bagi Indonesia sekarang ini, tak hanya dialami oleh negara sekelas Indonesia
saja. Bahkan Amerika sekalipun sebagai kekuatan ekonomi nomor satu dunia juga
menghadapi masalah serupa.
Indonesia sudah dianggap sejajar dengan BRIC, yang mengatakan hal itu adalah pakar
pemasaran dunia yang buku karangannya menjadi pegangan mahasiswa dibanyak kampus
seluruh dunia, yaitu Philip Kotler, yang menjadi Duta Indonesia untuk bidang pariwisata.
Alasannya, dengan kinerja ekonomi yang baik dengan angka pertumbuhan ekonomi antara 6
persen sampai 7 persen, menurut Philip Kotler, Indonesia bukan sekedar tumbuh melainkan
telah menunjukkan kinerja ekonomi yang bagus, lebih bagus dari banyak negara lainnya.
Sehingga dapat kita katakan bahwa ekonomi Indonesia saat ini mulai membaik
dibandingkan dengan pada masa Orde Baru dengan pertumbuhan yang sama tetapi hanya
karena perusahaan besar yang berdiri bukan untuk misi kesejahteraan namun hanya untuk
ideologi perut segelintir orang saja. Saya kira pemerintahan sekarang lebih peka terhadap hal
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
ini, mereka terawasi dengan baik oleh sebuah lembaga yang selama ini tidak kita dapatkan
pada masa Orde Baru.
Keadaan ekonomi negara-negara maju yang sedang terguncang, membuat ASEAN
terutama Indonesia menjadi perpindahan utama kekuatan ekonomi dunia. Kemitraan TransPasifik mulai ditawarkan Amerika, namun Indonesia saat ini belum menyetujui kesepakatan
ini. Secara tidak langsung akan berangsur-angsur mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.
(Koran Tempo, 2011)
Kebebasan Pers
Pada halaman sampul majalah Dinas Penerangan Amerika Serikat (1997) tercantum
tulisan seperti ini “Hak rakyat untuk berbicara lewat suatu yang bebas adalah tonggak dalam
masyarakat demokratis.” Membuktikan bahwa mereka sangat tanggap terhadap keadaan pers
di Indonesia saat itu pada tahun 1997. Demokratisasi pada masa sekarang telah membawa
pers dalam kehidupan yang lebih bebas dibanding dengan Orde Baru.
Hal yang paling menandai bahwa aspirasi dari masyarakat kepada pemerintahan tibatiba diputus yaitu pada saat peristiwa Malari 1974. Sangat terlihat bahwa pra-Malari pers
sangat gencar dalam menyuarakan hati nurani rakyat dan sangat vocal terhadap pemerintahan
Soeharto. Pers tampil dengan gaya kritis dan sangat berani menghujat pemerintahan. Namun
pasca-Malari pers terlihat sepi, tanpa suara yang vocal lagi. Lebih dari duabelas koran
dibredel oleh rejim Soeharto. Mereka boleh terbit, asalkan memberitakan kebaikan
pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini Sudibyo (1998) membenarkan adanya tindakan
memberitakan kebaikan pemerintahan Soeharto, cara ini sering disebut laten simbolik yaitu
memanipulasi wacana-wacana, yang difungsikan sebagai sarana produksi kebenaran “versi”
negara.
Mochtar Lubis , pemimpin harian Indonesia Raya (dikutip oleh Abar, 1995) mengatakan:
“Jika dahulu berbagai surat kabar membongkar korupsi dan skandal di Pertamina,
maka setelah Januari 1974 media massa menjadi sepi dengan berita-berita demikian.
Malahan ada media massa yang membuat propaganda untuk Ibnu Sutowo dan
kehebatan Pertamina bekerja. Kini korupsi berlangsung dan membisul dengan tenang
di luar sorotan media massa.” (hal. 36)
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Begitulah kiranya gambaran kejahatan pers yang terjadi pada masa Orde Baru. Pada
zaman sekarang masyarakat boleh bebas bersuara apa saja, asalkan terdapat bukti yang kuat,
seseorang bisa menjatuhkan pemerintahan yang sekarang berjalan. Orang yang lebih
merindukan kehidupan Orde Baru yang penuh dengan pengekangan boleh dikata bahwa orang
ini sudah bosan hidup.
Hubungan Antara Ekonomi Pers dengan Demokratisasi yang Akan Membawa
Kesejahteraan
Imawan (2000) mengatakan bahwa demokratisasi adalah proses perubahan dari
struktur dan tatanan pemerintahan yang otoriter kearah struktur dan tatanan yang demokratis
dimana setiap keputusan itu didelegasikan kepada beberapa orang atau institusi politik. Jelas
yang diutarakan bahwa sekarang ini kehidupan sudah mengarah demokratis, dengan bukti
faktor-faktor yang menurut saya sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Lipset bahwa ada pola hubungan positif antara
pertumbuhan ekonomi dengan demokrasi yang akan mewujudkan kesejahteraan. Pertama,
tujuan yang ingin dicapai oleh negara kita ini adalah good governance. Dalam pembentukan
good governance tentunya diperlukan sebuah ideologi dan peran sentral dari civil society.
Ideologi negara kita sudah jelas, mau dibawa kemana negara kitapun sudah tertera, tinggal
bagaimana kita membangun civil society yang baik. Pada saat civil society yang mandiri dan
semakin bertambah banyak jumlahnya, maka akan memberikan pengaruh besar pada
pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Saat ini ekonomi Indonesia pada taraf yang sudah
menggembirakan skala 6 persen, berarti otomatis secara kasar kehidupan civil society sudah
semakin membaik.
Peran yang sentral pers disini sangat dibutuhkan untuk menjembatani antara civil
society dengan state (negara). Tugas ini sebagai sarana untuk menyuarakan pendapat agar
tercipta demokratisasi dengan syarat-syarat seperti yang dikatakan oleh Imawan (2000),
kewajiban dan kesempatan sama (equal opportunity), kemandirian untuk memutuskan sesuatu
(autonomous decision or indepedency), mengambil keputusan yang paling rasional (rasional
choice), sistem pengambilan keputusan yang transparan (transparency). Salah satu yang saya
tekankan adalah transparansi, perbedaan kentara antara Orde Baru dengan Reformasi adalah
masalah tranparansi, dimana Orde Baru menutupi transparansi sedangkan Reformasi dituntut
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
untuk transparan. Oleh karena itu dengan adanya demokratisasi akan berdampak membawa
kesejahteraan yang nyata bukan hanya kesejahteraan semu seperti Orde Baru.
Sebagai penutup tulisan ini, sekali lagi saya perjelas bahwa gerakan reformasi
membawa Indonesia kearah yang lebih demokratis untuk mencapai kesejahteraan. Ditekankan
oleh Denny Indrayana (2011) “Reformasi Yes, Otoriter No”. Karena masa lalu adalah masa
yang penuh dengan pengekangan dan kebebasan yang terbelenggu. Meskipun dalam
pembahasan ini sebagian besar penuh dengan faktor ekonomi sebagai pembeda dua fase,
memang itulah fakta yang harus diungkap. Berbicara demokrasi tanpa menyinggung masalah
kesejahteraan ekonomi, tidaklah lengkap. Begitu juga tidak menyinggung masalah kebebasan
pers. Denny Indrayana mengatakan ibarat makan sayur tanpa garam. Pesan yang dapat
dimaknai adalah teruskan Reformasi, perbaiki terus pemerintahan Indonesia agar tercapai
kesejahteraan maksimal. Partisipasi dari masyarakat dapat pula dilakukan pada tahap
perumusan dan penyusunan program. Hal ini berarti masyarakat ditempatkan lebih dari
sekadar konsumen pembangunan, sehingga dapat memupuk rasa tanggungjawab terhadap
program yang telah disusun bersama.
Referensi:
Abar, Akhmad Zaini. 1995. 1996-1974 Kisah Pers Indonesia. Yogyakarta: LKiS.
Gaffar, Afan. 2006. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Indrayana, Denny. 2011. Indonesia Optimis. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Lipset, Seymour Martin. 1960. Political Man The Social Bases Of Politics (An Adaptation).
New York: Feffer & Simons Inc.
Muqoddas, Busyro. 1998. Kekerasan dalam Politik yang Over Akting. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Sumawinata, Sarbini, Prof. 2004. Politik Ekonomi Kerakyatan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Susanto, Astrid, dan Sunarto. 1998. Masyarakat Indonesia Memasuki Abad ke Dua Puluh
Satu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Usman, Sunyoto, Dr. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Jurnal
Agus Sudibyo, 1998, De-Soekarnoisasi dalam Wacana Resmi Orde Baru: Kilas Balik
Praktek-Praktek Rekayasa Kebenaran dan Wacana Sejarah Oleh Rejim Orde Baru,
Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik. Vol.2, No.1, Juli 1998.
Pratikno, 1998, Keretakan Otoritarianisme Orde Baru dan Prospek Demokratisasi, Jurnal
Ilmu Sosial & Ilmu Politik. Vol.2, No.2, November 1998.
Purwo Santoso, 2001, Merajut Kohesi Nasional: Etno Nasionalisme dan Otonomi Daerah
Dalam Proses Demokratisasi, Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik. Vol.4, No.3, Maret
2001.
Riswandha Imawan, 2000, Kepemimpinan Nasional dan Peran Militer dalam Proses
Demokratisasi, Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik. Vol.4, No.1, Juli 2000.
Soetomo, 1998, Posisi Sentral Dalam Proses Pembangunan, Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu
Politik. Vol.2, No.1, Juli 1998.
Artikel
Arie Sujito, 2011, Reposisi Gerakan Sosial Kaum Muda, Indonesian Youth Summit,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 24-26 Oktober 2011.
Kompas 26 November 2011, 40 Orang Memiliki Harta Rp 761,7 Triliun, Kompas.
Koran Tempo 20 November 2011, ASEAN Bakal Jadi Pusat Pertumbuhan Dunia, Tempo.
Pers Tak Terbelenggu, 1997, diterbitkan oleh Dinas Penerangan Amerika Serikat (USIS).
http://www.bappenas.go.id/node/116/2979/bank-dunia-paparkan-ekonomi-indonesia-20112012/ , diakses tanggal 8 Desember 2011.
http://bisnis.vivanews.com/news/read/197136-kenapa-ekonomi-indonesia-2011-lebih-baik- ,
diakses tanggal 8 Desember 2011.
http://www.kombor.com/2011/11/bangga-indonesia-disebut-sudah-sejajar.html ,diakses
tanggal 8 Desember 2011.
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
1
FISIPOL UGM
LEMBAR COVER TUGAS 2011
Nama
NoMahasiswa
No. Mahasiswa
Alan Griha Yunanto
Nama Matakuliah
Penulisan Akademik
Dosen
Bayu Dardias Kurniadi
Judul Tugas
Orde Baru: Refleksi Otoritarianisme yang Menghasilkan Kesejahteraan Semu
Jumlah Kata
2445
11/ 317917/ SP/ 24800
CHECKLIST
Saya telah:
Mengikuti gaya referensi tertentu secara konsisten.................................................................
Memberikan soft copy tugas...................................................................................................
Deklarasi
Pertama, saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
Karya ini merupakan hasil karya saya pribadi.
Karya ini sebagian besar mengekspresikan ide dan pemikiran saya yang disusun
menggunakan kata dan gaya bahasa saya sendiri.
Apabila terdapat karya atau pemikiran orang lain atau sekelompok orang, karya, ide dan
pemikiran tersebut dikutip dengan benar, mencantumkan sumbernya serta disusun
sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Tidak ada bagian dari tugas ini yang pernah dikirimkan untuk dinilai, dipublikasikan
dan/atau digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah lain sebelumnya.
Kedua, saya menyatakan bahwa apabila satu atau lebih ketentuan di atas tidak ditepati, saya
sadar akan menerima sanksi minimal berupa kehilangan hak untuk menerima nilai untuk mata
kuliah ini.
______________________________
Tanda Tangan
__________________________________
Tanggal
Sistem Demokrasi pada hakekatnya menghendaki suatu kondisi struktur pemerintahan
untuk rakyat. Kehendak semacam itu menempatkan kedaulatan rakyat pada posisi yang sangat
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
sentral dalam relung kehidupan berbangsa dan bernegara (Usman, 1998:68). Lebih lanjut
Santoso (2001) mengatakan demokrasi sebetulnya bukanlah sesuatu yang given (telah
tersedia), melainkan harus diciptakan secara bersama-sama.
Pernyataan
tersebut
sangat
cocok
untuk
menjawab
permasalahan
tentang
demokratisasi membawa kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Mengkontradiksikan
antara Orde Baru dengan Reformasi tentang masalah kesejahteraan sangat terlihat timpang
diantara keduanya. Dalam tulisan ini akan membahas ketimpangan itu dalam faktor ekonomi
dan kebebasan pers. Mengapa kedua faktor tersebut patut untuk dibahas?
Orde Baru vs Reformasi
Ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru yang banyak mengalami gejolak krisis
menjadikan proses demokratisasi pada saat Reformasi mengulang dari nol, karena
pemerintahan Soeharto hanya meninggalkan keadaan buruk yang turun temurun kepada
generasi selanjutnya. Semua sisi perlu ditata ulang dan diperlukan pemikiran cerdas untuk
keluar dari krisis yang berkepanjangan. Begitu juga dengan kebebasan pers post-Orde Baru
terjadi perubahan yang luar biasa, ibarat burung yang dipelihara dalam sangkar kemudian
dilepas secara bebas ke alam terbuka, itulah kehidupan pers saat ini. Sujito (2011)
mengatakan bahwa liberalisasi politik dan kebebasan media massa adalah fakta paling nyata
yang bisa dirasakan dengan segala dampak yang menyertainya. Sungguh berbeda
dibandingkan era sebelumnya yang ditandai oleh politik yang otoriter, demokratisasi
menyediakan harapan dan ruang baru bagi masyarakat untuk berkiprah.
Berbicara tentang masalah ekonomi Indonesia, merupakan hal yang sangat menarik
untuk dikaji lebih lanjut. Masalah ekonomi di Indonesia maupun diseluruh negara dunia pasti
sangat erat hubungannya dengan masyarakat madani atau civil society. Sedikit menyinggung
civil society, karena merekalah yang seharusnya menjadi peran sentral dalam tindakan
ekonomi. Ibarat film, merekalah yang menjadi aktor utamanya.
Susanto dan Sunarto (1998) mengatakan inti dari konsep civil society ialah membahas
kehidupan sehari-hari dalam bidang kehidupan antara keluarga hingga tingkat pemerintahan
negara yang lebih dikenal dengan istilah the private and the public sphere. Tingkat keluarga
civil society memanfaatkan peran keluarga tentunya sebagai pemberi nilai dan unit produksi
terkecil. Peran keluarga satu dengan yang lain dapat membentuk suatu pola keterkaitan dalam
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
cakupan yang lebih besar, pada tingkat negara dan bangsa. Mungkin akan memberikan
pengaruh besar juga terhadap perekonomian negara.
Lipset (dikutip oleh Gaffar 2006) mengatakan bahwa civil society adalah sebuah
masyarakat, baik secara individual maupun secara kelompok, dalam negara yang mampu
berinteraksi dengan negara secara independen. Hal ini menandakan ada hubungan erat antara
negara dengan masyarakatnya dan asumsi saya terhadap pendapat Lipset, bahwa untuk
mencapai tingkat ekonomi yang maju perlunya independensi dari negara kepada
masyarakatnya, bukan mengatur secara tegas dan dimasukkan kedalam program kerja mereka.
Untuk itu perlu adanya otonomi yang diberikan kepada civil society untuk mengatur
kehidupan mereka sendiri. Otonomi disini maksudnya intervensi negara terhadap masyarakat
entah itu masalah ekonomi, politik, maupun sosial tidaklah kuat. Negara hanya sebatas
fasilitator saja untuk mencapai kemakmuran bersama.
Dari konsep tersebut kita dapat menarik makna bahwa ada perbedaan mencolok antara
pemerintahan Orde Baru dengan Soeharto sebagai aktor utamanya dan Era Reformasi yang
sampai sekarang kita rasakan. Dari konsep civil society bahwa mereka akan mandiri secara
ekonomi, intervensi negara tidaklah besar. Orde baru dapat kita telusuri fakta-fakta yang kuat
bahwa pada pemerintahan Soeharto kekuasaan negara sangatlah besar dibanding dengan Era
Reformasi yang sekarang ini memberikan kebebasan kepada kita.
Kesejahteraan pada Orde Baru boleh dikatakan memang terwujud, namun secara tidak
kita sadari bahwa kesejahteraan tersebut bersifat semu. Lebih lanjut Pratikno (1998)
mengatakan sumber utama kedua yang dipergunakan untuk membangun otoritarianisme,
klientelisme ekonomi yang berhasil dilakukan berkat melimpahnya sumber daya ekonomi dan
hasil alam. Dengan sumber daya inilah Suharto secara efektif mampu membeli dukungan dari
elit politik dan masyarakat luas. Faktanya ketika Orde Baru runtuh maka indikator
kesejahteraan juga turut menghilang perlahan dengan sendirinya, hanya untuk pencitraan saja.
Soeharto mencanangkan sesuatu dengan banyak embel-embel di belakangnya tentu
banyak orang-orang yang tidak sadar akan hal yang kita anggap busuk itu. Pola intervensinya
diketahui setelah dikaji lebih dalam dikemudian tahun setelah ia memerintah. Bahkan orangorang baru sadar pada saat sekarang ini. Dahulu masyarakat tidak akan mempertimbangkan
sampai kepemikiran yang lebih mendalam, karena yang mereka tahu bahwa program tersebut
membawa keuntungan dan pemerintah selalu memberikan bantuannya.
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Pemerintahan Orde Baru ini juga banyak memberikan bantuan kepada masyarakat,
saya sebut bantuan ini adalah bantuan semu. Dalam hal ini juga terdapat intervensi yang kuat
dari Soeharto sebagai pemimpin regulasi Orde Baru. Misalnya pemerintah mencanangkan
program Panca Usaha Tani sehingga kita bisa mencapai swasembada pangan, namun lagi-lagi
ada sebuah pesan busuk yang akan disampaikan. “Supaya produk pertanian bagus maka
pakailah pestisida.” Pestisida sendiri adalah sebenarnya produk dari luar negeri, program dari
IMF yang bantuannya begitu besar. Sebenarnya pemberian bantuan tidak akan membuat
masyarakat sejahtera secara permanen, karena hanya bersifat sesaat saja. Sehingga
masyarakat miskin cenderung bergantung pada negara, bahkan dana untuk bantuan bisa saja
menjadi objek utama untuk dikorupsi.
Menyangkut pautkan masalah KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), pada masa Orde
Baru bak jamur tumbuh dimusim penghujan. Berbicara korupsi Orde Baru teringat kata teman
saya ia mengatakan “Kalau tidak ada bukti bahwa Soeharto melakukan korupsi, jangan sekalikali mengatakan bahwa Soeharto korupsi”. Namun pendapat tersebut sempat memancing
kemarahan dalam hati. Memang Soeharto tidak melakukan korupsi karena tipu muslihatnya
yang sempurna sehingga tak tercium bau korupsi dalam pemerintahannya. Sehingga korupsi,
kolusi, kronisme, dan nepotisme bisa menguasai seluruh kehidupan masyarakat dengan
mulus, khususnya pada hal birokrasi dan usaha-usaha ekonomi. Usaha ekonomi disini yang
sangat merajai di Indonesia yaitu usaha ekonomi dari orang-orang yang tunduk dan patuh
kepada pemerintah, para pejabat yang berada disekitar pusat-pusat kekuasaan yang diperintah
oleh Soeharto. Siapa yang dekat dengan beliau, apapun akan dilanggengkan.
Demokrasi dan keadilan disingkirkan, untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai
maka Soeharto dengan berbagai cara menjinakkan kekuatan politik sehingga tidak lagi
mempunyai komitmen yang kuat terhadap kontrol sosial. Kekuatan politik disini maksudnya
adalah angkatan bersenjata, mereka diperdaya untuk melanggengkan kekuasaanya. Terbukti
pada saat peristiwa Trisakti, mahasiswa yang vokal terhadap pemerintahan ditembak
membabi buta akibatnya empat orang mahasiswa Trisakti tewas.
Keserakahan dalam hal deregulasi perbankan, kesempatan ini tidak akan dilewatkan
oleh kroni-kroni untuk mendirikan usaha-usaha mereka dengan menyedot modal yang ada di
bank-bank pemerintah. Sehingga banyak muncul perusahaan-perusahaan raksasa yang
menguasai pasar Indonesia dengan modal yang berasal dari bank pemerintah. Sejak itulah
timbul monopoli yang tak terkendali oleh perusahaan-perusahaan konglomerat kroni tersebut.
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Mulai tahun 1990 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai kemajuan luar biasa yang
tadinya hanya stagnan mencapai 6 persen. Dari pertumbuhan ekonomi ini muncul perusahaanperusahaan besar lagi dan menarik modal asing seperti dari Jepang.
Memang sifat manusia jika sudah memperoleh kesempatan yang menggiurkan di
depan mata, akan mengambil dengan suka cita. Apalagi pada saat Orde Baru mereka bisa
leluasa bergerak tanpa pertimbangan matang, utung ruginya menarik modal asing tidak
dipikirkan sebelumnya. Mereka hanya berorientasi pada keuntungan semata, tanpa
memperdulikan peningkatan produktifitas ekonomi Indonesia untuk keberlangsungan hidup
penerus bangsa selanjutnya. Mereka belum bisa berfikir untuk peduli pada generasi
mendatang, boro-boro masalah generasi, rakyatnya yang pada saat itu menjerit hanya karena
tidak bisa membeli kebutuhan pokok saja tidak diindahkan.
Inilah asal mula mengapa hutang Indonesia saat itu menggelembung menjadi besar
karena ulah konyol orang-orang tua Orde Baru yang pikirannya kotor. Sebagian besar utang
tersebut adalah sektor swasta kepada pemodal asing. Imbas dari hutang yang sangat tinggi
waktu itu Orde Baru kekosongan kas negara, tidak mapu membayar hutang-hutang tersebut
padahal jatuh temponya dekat dengan bunga yang luar biasa tinggi. Pertengahan tahun 1998
sudah lebih dari 50 miliar dolar jatuh tempo, sedangkan uang memang kosong untuk
melunasinya. Akhirnya menumpuk lagi hutang negara kita, semakin banyak dan semakin
banyak. Bahkan uang yang digunakan pengusaha kurang lebih 74 miliar hampir seluruhnya
tidak ada manfaatnya bagi masyarakat Indonesia. Inilah awal timbulnya krisis moneter yang
dialami Indonesia.
Sebagai ahli waris yang baik, harus bertanggungjawab atas masalah yang berskala
sangat serius. Akibatnya pada awal Reformasi pemerintah dinilai tidak berhasil untuk
menciptakan kemajuan ekonomi, karena harus menanggung masalah hutang. Sehingga
pemerintahan Habibie dicap sebagai pemerintahan yang gagal oleh banyak pihak. Keluar
krisis masuk krisis, kasarannya boleh dikatakan seperti itu. Namun dimulainya era Reformasi
pemerintahan Habibie sangat berjasa hingga sekarang kita dapat merasakan seperti sekarang
ini. Pemerintahan ini dalam masa percobaan pertama. Walaupun masalah krusial yang bersifat
kecil seperti korupsi masih ada namun sekarang pengawasannya jauh lebih ketat dengan
adanya KPK. Coba kita flash back kembali adakah lembaga pengawasan pada saat Orde Baru
berlangsung. Kalaupun ada pasti akan disetir menjadi mobil pencitraan bagi Soeharto.
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Orde Baru boleh kita kenang namun pola kepemimpinannya tidak perlu kita contoh,
karena sangat sentralistik bahkan sentral ditangan satu orang saja, bernama Soeharto. Sampaisampai kesejahteraan hanya bersifat semu tidak ikhlas diberikan pada rakyat. Kita memasuki
globalisasi, masalah kesejahteraan tidak hanya terkait dengan hal-hal seperti mampu makan
namun juga mampu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Kesejahteraan Indonesia dalam bidang ekonomi saya rasa sudah semakin membaik
dibandingkan dengan Orde Baru. Terlepas dari masalah waktu dan tempat yang tidak sama
dan bagaimana zaman dahulu dan sekarang. Bank Dunia diwakili oleh Dr. Enrique Blanco
Armas menyampaikan paparan berjudul Indonesia 2012, Economic Prospects and Strategic
Issues. Pokok bahasannya adalah Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya
selama dua tahun kedepan, yaitu dari 6.1 persen pada tahun 2010 menjadi 6.4 persen pada
tahun 2011 dan meningkat lagi menjadi 6.7 persen pada tahun 2012. Karena penduduk kelas
menengah
negara
Indonesia
ini
semakin
bertambah
jumlahnya.
Majalah
Forbes
mengungkapkan daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Total kekayaan mereka mencapai 84.82
miliar dollar AS atau setara dengan Rp 761.7 triliun. (Kompas, 2011)
Bahkan bisa mencapai pertumbuhan mencapai 7 persen jika pemerintah sekarang
memang betul-betul berkonsentrasi untuk mengurangi kemiskinan diimbangi dengan peluang
kesempatan kerja yang lebih diperbanyak. Masalah kemiskinan dan pengangguran yang
menjadi momok bagi Indonesia sekarang ini, tak hanya dialami oleh negara sekelas Indonesia
saja. Bahkan Amerika sekalipun sebagai kekuatan ekonomi nomor satu dunia juga
menghadapi masalah serupa.
Indonesia sudah dianggap sejajar dengan BRIC, yang mengatakan hal itu adalah pakar
pemasaran dunia yang buku karangannya menjadi pegangan mahasiswa dibanyak kampus
seluruh dunia, yaitu Philip Kotler, yang menjadi Duta Indonesia untuk bidang pariwisata.
Alasannya, dengan kinerja ekonomi yang baik dengan angka pertumbuhan ekonomi antara 6
persen sampai 7 persen, menurut Philip Kotler, Indonesia bukan sekedar tumbuh melainkan
telah menunjukkan kinerja ekonomi yang bagus, lebih bagus dari banyak negara lainnya.
Sehingga dapat kita katakan bahwa ekonomi Indonesia saat ini mulai membaik
dibandingkan dengan pada masa Orde Baru dengan pertumbuhan yang sama tetapi hanya
karena perusahaan besar yang berdiri bukan untuk misi kesejahteraan namun hanya untuk
ideologi perut segelintir orang saja. Saya kira pemerintahan sekarang lebih peka terhadap hal
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
ini, mereka terawasi dengan baik oleh sebuah lembaga yang selama ini tidak kita dapatkan
pada masa Orde Baru.
Keadaan ekonomi negara-negara maju yang sedang terguncang, membuat ASEAN
terutama Indonesia menjadi perpindahan utama kekuatan ekonomi dunia. Kemitraan TransPasifik mulai ditawarkan Amerika, namun Indonesia saat ini belum menyetujui kesepakatan
ini. Secara tidak langsung akan berangsur-angsur mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.
(Koran Tempo, 2011)
Kebebasan Pers
Pada halaman sampul majalah Dinas Penerangan Amerika Serikat (1997) tercantum
tulisan seperti ini “Hak rakyat untuk berbicara lewat suatu yang bebas adalah tonggak dalam
masyarakat demokratis.” Membuktikan bahwa mereka sangat tanggap terhadap keadaan pers
di Indonesia saat itu pada tahun 1997. Demokratisasi pada masa sekarang telah membawa
pers dalam kehidupan yang lebih bebas dibanding dengan Orde Baru.
Hal yang paling menandai bahwa aspirasi dari masyarakat kepada pemerintahan tibatiba diputus yaitu pada saat peristiwa Malari 1974. Sangat terlihat bahwa pra-Malari pers
sangat gencar dalam menyuarakan hati nurani rakyat dan sangat vocal terhadap pemerintahan
Soeharto. Pers tampil dengan gaya kritis dan sangat berani menghujat pemerintahan. Namun
pasca-Malari pers terlihat sepi, tanpa suara yang vocal lagi. Lebih dari duabelas koran
dibredel oleh rejim Soeharto. Mereka boleh terbit, asalkan memberitakan kebaikan
pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini Sudibyo (1998) membenarkan adanya tindakan
memberitakan kebaikan pemerintahan Soeharto, cara ini sering disebut laten simbolik yaitu
memanipulasi wacana-wacana, yang difungsikan sebagai sarana produksi kebenaran “versi”
negara.
Mochtar Lubis , pemimpin harian Indonesia Raya (dikutip oleh Abar, 1995) mengatakan:
“Jika dahulu berbagai surat kabar membongkar korupsi dan skandal di Pertamina,
maka setelah Januari 1974 media massa menjadi sepi dengan berita-berita demikian.
Malahan ada media massa yang membuat propaganda untuk Ibnu Sutowo dan
kehebatan Pertamina bekerja. Kini korupsi berlangsung dan membisul dengan tenang
di luar sorotan media massa.” (hal. 36)
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Begitulah kiranya gambaran kejahatan pers yang terjadi pada masa Orde Baru. Pada
zaman sekarang masyarakat boleh bebas bersuara apa saja, asalkan terdapat bukti yang kuat,
seseorang bisa menjatuhkan pemerintahan yang sekarang berjalan. Orang yang lebih
merindukan kehidupan Orde Baru yang penuh dengan pengekangan boleh dikata bahwa orang
ini sudah bosan hidup.
Hubungan Antara Ekonomi Pers dengan Demokratisasi yang Akan Membawa
Kesejahteraan
Imawan (2000) mengatakan bahwa demokratisasi adalah proses perubahan dari
struktur dan tatanan pemerintahan yang otoriter kearah struktur dan tatanan yang demokratis
dimana setiap keputusan itu didelegasikan kepada beberapa orang atau institusi politik. Jelas
yang diutarakan bahwa sekarang ini kehidupan sudah mengarah demokratis, dengan bukti
faktor-faktor yang menurut saya sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Lipset bahwa ada pola hubungan positif antara
pertumbuhan ekonomi dengan demokrasi yang akan mewujudkan kesejahteraan. Pertama,
tujuan yang ingin dicapai oleh negara kita ini adalah good governance. Dalam pembentukan
good governance tentunya diperlukan sebuah ideologi dan peran sentral dari civil society.
Ideologi negara kita sudah jelas, mau dibawa kemana negara kitapun sudah tertera, tinggal
bagaimana kita membangun civil society yang baik. Pada saat civil society yang mandiri dan
semakin bertambah banyak jumlahnya, maka akan memberikan pengaruh besar pada
pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Saat ini ekonomi Indonesia pada taraf yang sudah
menggembirakan skala 6 persen, berarti otomatis secara kasar kehidupan civil society sudah
semakin membaik.
Peran yang sentral pers disini sangat dibutuhkan untuk menjembatani antara civil
society dengan state (negara). Tugas ini sebagai sarana untuk menyuarakan pendapat agar
tercipta demokratisasi dengan syarat-syarat seperti yang dikatakan oleh Imawan (2000),
kewajiban dan kesempatan sama (equal opportunity), kemandirian untuk memutuskan sesuatu
(autonomous decision or indepedency), mengambil keputusan yang paling rasional (rasional
choice), sistem pengambilan keputusan yang transparan (transparency). Salah satu yang saya
tekankan adalah transparansi, perbedaan kentara antara Orde Baru dengan Reformasi adalah
masalah tranparansi, dimana Orde Baru menutupi transparansi sedangkan Reformasi dituntut
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
untuk transparan. Oleh karena itu dengan adanya demokratisasi akan berdampak membawa
kesejahteraan yang nyata bukan hanya kesejahteraan semu seperti Orde Baru.
Sebagai penutup tulisan ini, sekali lagi saya perjelas bahwa gerakan reformasi
membawa Indonesia kearah yang lebih demokratis untuk mencapai kesejahteraan. Ditekankan
oleh Denny Indrayana (2011) “Reformasi Yes, Otoriter No”. Karena masa lalu adalah masa
yang penuh dengan pengekangan dan kebebasan yang terbelenggu. Meskipun dalam
pembahasan ini sebagian besar penuh dengan faktor ekonomi sebagai pembeda dua fase,
memang itulah fakta yang harus diungkap. Berbicara demokrasi tanpa menyinggung masalah
kesejahteraan ekonomi, tidaklah lengkap. Begitu juga tidak menyinggung masalah kebebasan
pers. Denny Indrayana mengatakan ibarat makan sayur tanpa garam. Pesan yang dapat
dimaknai adalah teruskan Reformasi, perbaiki terus pemerintahan Indonesia agar tercapai
kesejahteraan maksimal. Partisipasi dari masyarakat dapat pula dilakukan pada tahap
perumusan dan penyusunan program. Hal ini berarti masyarakat ditempatkan lebih dari
sekadar konsumen pembangunan, sehingga dapat memupuk rasa tanggungjawab terhadap
program yang telah disusun bersama.
Referensi:
Abar, Akhmad Zaini. 1995. 1996-1974 Kisah Pers Indonesia. Yogyakarta: LKiS.
Gaffar, Afan. 2006. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Indrayana, Denny. 2011. Indonesia Optimis. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Lipset, Seymour Martin. 1960. Political Man The Social Bases Of Politics (An Adaptation).
New York: Feffer & Simons Inc.
Muqoddas, Busyro. 1998. Kekerasan dalam Politik yang Over Akting. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
Sumawinata, Sarbini, Prof. 2004. Politik Ekonomi Kerakyatan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Susanto, Astrid, dan Sunarto. 1998. Masyarakat Indonesia Memasuki Abad ke Dua Puluh
Satu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Usman, Sunyoto, Dr. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Jurnal
Agus Sudibyo, 1998, De-Soekarnoisasi dalam Wacana Resmi Orde Baru: Kilas Balik
Praktek-Praktek Rekayasa Kebenaran dan Wacana Sejarah Oleh Rejim Orde Baru,
Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik. Vol.2, No.1, Juli 1998.
Pratikno, 1998, Keretakan Otoritarianisme Orde Baru dan Prospek Demokratisasi, Jurnal
Ilmu Sosial & Ilmu Politik. Vol.2, No.2, November 1998.
Purwo Santoso, 2001, Merajut Kohesi Nasional: Etno Nasionalisme dan Otonomi Daerah
Dalam Proses Demokratisasi, Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik. Vol.4, No.3, Maret
2001.
Riswandha Imawan, 2000, Kepemimpinan Nasional dan Peran Militer dalam Proses
Demokratisasi, Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik. Vol.4, No.1, Juli 2000.
Soetomo, 1998, Posisi Sentral Dalam Proses Pembangunan, Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu
Politik. Vol.2, No.1, Juli 1998.
Artikel
Arie Sujito, 2011, Reposisi Gerakan Sosial Kaum Muda, Indonesian Youth Summit,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 24-26 Oktober 2011.
Kompas 26 November 2011, 40 Orang Memiliki Harta Rp 761,7 Triliun, Kompas.
Koran Tempo 20 November 2011, ASEAN Bakal Jadi Pusat Pertumbuhan Dunia, Tempo.
Pers Tak Terbelenggu, 1997, diterbitkan oleh Dinas Penerangan Amerika Serikat (USIS).
http://www.bappenas.go.id/node/116/2979/bank-dunia-paparkan-ekonomi-indonesia-20112012/ , diakses tanggal 8 Desember 2011.
http://bisnis.vivanews.com/news/read/197136-kenapa-ekonomi-indonesia-2011-lebih-baik- ,
diakses tanggal 8 Desember 2011.
http://www.kombor.com/2011/11/bangga-indonesia-disebut-sudah-sejajar.html ,diakses
tanggal 8 Desember 2011.
JURUSAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN
FISIPOL UGM
1