1.1. Pengertian Devosi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Devosi Kelompok Persekutuan Doa: Kajian Sosio-Teologis terhadap Devosi Kelompok Persekutuan Doa di Jemaat GMIT Maranatha Soe

BAB II
DEVOSI DI DALAM PRAKTEK KEAGAMAAN

Pada latar belakang telah sedikit dipaparkan tentang bagaimana perkembangan gerakan
kebangunan rohani yang terjadi pada tahun 1965 yang membawa dampak bagi tumbuh
kembangnya kelompok-kelompok persekutuan doa di jemaat Maranatha Soe. Kelompok-kelopok
persekutuan doa ini lebih berfokus kepada devosi penyembahan kepada Tuhan. Pada bab ini
akan di jabarkan apa yang dimaksud dengan devosi, Devosi dalam praktek gereja dan pengaruh
devosi secara sosial.
1.1. Pengertian Devosi
Ada beberapa istilah mempunyai makna yang sangat berdekatan seperti istilah pious
exercises, popular devotion, popular piety dan popular religiousity. Dalam dokumen konsili
Vatikan II tentang liturgi gereja, Sacrosanctum Concilium serta Paus Yohanes Paulus II dalam
Eclclesia in Asia, Mengunakan istilah popular devotion. Dalam dokumen kongregasi ibadat dan
tata tertib sakramen gereja Katolik istilah popular piety digunakan untuk menunjuk pada liturgi
dan devosi. Di dalam dokumen The Spirit at Work in Asia dari komisi teologi federasi Konfresi
Uskup-uskup Asia menggunakan istilah popular religiosity.1Dalam sejarah gereja barat
berkembangnya berbagai aneka ungkapan iman dalam liturgi, dengan berbagai istilah yang
digunakan seperti pious exercises, devotions, popular piety dan popular religiousity. Dalam
buku direktorium tentang kesalehan umat dan liturgi gereja Katolik menjelaskan perbedaan
makna diantara istilah-istilah tersebut. pious exercises (ulah kesalehan) dalam pengertian

direktorium adalah ekspersi kesalehan Kristiani, baik publik maupun perorangan tetapi bukan
1

YB. Haryono, Devosi-devosi Umat, (Jakarta: Obor, 2011) 16.

10

bagian dari liturgi, tetapi dinilai selaras dengan jiwa, kaidah dan irama liturgi. Devotions (devosidevosi) digunakan untuk melukiskan berbagai kebiasaan eksternal (doa, madah, kebiasaan yang
dikaitkan dengan waktu atau tempat tertentu, medali, busana, atau kebiasaan) dengan dijiwai
dengan sikap iman, maka kebiasaan-kebiasaan eksternal seperti ini dapat mengungkapkan
hubungan khusus dengan kaum beriman dengan ketiga pribadi, perawan Maria, dan juga orangorang kudus. Popular piety (kesalehan umat) menunjuk pada ungkapan-ungkapan kultis yang
bersifat perorangan atau jemaat di dalam konteks Kristiani yang pertama tidak diilhami
berdasarkan liturgi kudus tetapi berdasarkan suatu warisan bangsa atau kebudayaan mereka.
Popular religiousity (religiositas rakyat) berkaitan dengan pengalaman universal yaitu dimensi
religius yang berada dalam suku bangsa dan ekspresi kolektif mereka. Orang-orang
mengungkapkan pandangan mereka yang transenden, konsep mereka tentang alam, konsep
mereka tentang alam, masyarakat dan sejarah mereka dalam wahana kultis. Religiositas rakyat
ini tidak selalu menunjuk kepada pemwahyuan Kristiani.2.
Devosi (Latin devotion, kata kerja: devovere) adalah suatu perwujudan orang-orang
secara pribadi untuk mengarahkan diri kepada seseorang yang dihargai, dijunjung tinggi, dicintai

dan ditujui. Bila devosi ditujukan kepada Allah dan semua yang bersangkutan dengan Allah
maka devosi tersebut akan menjadi devosi religius keagamaan.3Kata latin devotion
mengambarkan sikap internal dan berarti pula pengudusan, kepasrahan, dedikasi, kemauan dan
kesiapsediaan mengungkapkan semua yang dimiliki demi pelayanan Allah. Ada dua sisi dari
devosi yaitu devosi eksternal (rangkaian doa-doa) dan devosi internal (kepasrahan kepada Allah).
keduanya harus berjalan bersama namun yang menjadi dasar dari devosi adalah sikap batin

2

Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen, Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi-Asasasas dan Pedoman, J(akarta: Penerbit OBOR, 2011) 6-8
3
C. Groenen Omf, Mariologi Teologi dan Devosi, (Yogyakarta:Kanisius, 1988) 150

11

internal. 4Menurut Bernhard Raas dalam bukunya Popular Devotion sebagaimana dikutip oleh
Y. B. Haryonomendefinisikan devosi sebagai beragam doa dan praktik yang semulanya
merupakan inisiatif pribadi dan kemudian diterima oleh gereja. Beberapa dari devosi
direkomendasikan dan disetujui oleh otoritas gereja. Berbagai ragam devosi bisa berbentuk doadoa serta praktik-praktik.5Rodney Stark dan Charles Glock mendefinisikan 5 dimensi agama
yaitu dimensi kepercayaan, pengamalan agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan dan

dimensi konsekual. Dalam pengamalan agama terdapat 2 jenis yaitu ritual dan devosi. Secara
spesifik ritual merupakan tindakan-tindakan formal para penganut agama. Dalam kekristenan
ritual termasuk dalam pelayanan gereja, baptisan dan perjamuan kudus. Sedangkan menurut
Stark dan Glock devosi kurang diformalkan di dalam gereja. Seperti contoh doa-doa pribadi dan
pembacaan alkitab.6Menurut Michael Wals sebagaimana dikutip oleh Alex Jebadu, devosi adalah
suatu bentuk pengabdian yang total kepada sesuatu. Dalam konteks religius, devosi dapat
dipahami sebagai kesetiaan, rasa kasih sayang, dedikasi, penghormatan, respek, kekaguman,
ketaatan atau cinta terhadap sesuatu hal, pribadi, roh-roh atau dewi-dewi yang dianggap suci,
kudus dan terhormat. Devosi juga dapat dipahami sebagai sebuah kegiatan seperti, kebaktian,
berdoa, dan melaksanakan janji-janji keagamaan.7
a. Karateristik Devosi
Devosi memiliki beberapa ciri khas sebagai berikut, (1) objeknya adalah sebagian
terbatas dari keseluruhan iman Kristen, (2) objek itu biasanya dilambangkan dalam suatu bentuk
yang konkret, seperti Salib, (3) pada umumnya penghayatan perasaan memainkan peranan yang

Haryono,devosi…. 23
Haryono,devosi…. 24
6
Inger Furseth & Pål Repstad, An Introduction to the Sociology of Religion ;Classical and Comntemporary
Perspective, (California: Ashgate, 2006)25

7
Alex Jebadu, Bukan Berhala; Penghormatan Kepada Leluhur, (Maumere: Ledarero, 2009)196
4

5

12

penting.8Salah satu obyek dari devosi adalah iman. Ada suatu kepercayaan yang melekat pada
pihak-pihak yang melakukan devosi bahwa yang menjadi objek dari devosi itu betul-betul ada.
Objek devosi ini menunjuk pada sebuah realitas atau bisa saja melambangkan sebuah realitas.
Kekaguman dan penghormatan terhadap benda, pribadi atau dewi melalui devosi akan didekati
dengan rasa kagum dan hormat. Pengakuan ini bersifat emosional karena kepercayaan bahwa
objek tersebut dilindungi oleh sebuah kekuatan yang suci. Devosi dapat meliputi suatu
konsentrasi mental dan batin pada objeknya. Teknik ini bertujuan untuk pemusatan pikiran dan
menjadi bagian dari devosi religius.9
Dalam tradisi Kristiani, devosi dapat dimengerti sebagai sebuah bentuk penghayatan dan
pengungkapan umat Kristiani di luar liturgi resmi. Ungkapan resmi ini menunjuk pada makna
liturgi sebagai sebuah perayaan gereja yang dipimpin oleh pemimpin resmi, yakni pendeta,
uskup atau para pembantunya, dengan struktur yang sudah baku dan berlaku secara umum.

sedangkan devosi merupakan praktek pengungkapan iman yang spontan dan bebas serta dibawa
secara pribadi ataupun bersama. Meskipun devosi bukanlah sebuah liturgi resmi, namun devosi
diakui oleh dan diterima oleh ajaran resmi gereja. Devosi berhubungan dengan perwujudan iman
dan liturgi dalam kehidupan sehari-hari. Devosi memberikan suatu pengalaman religius umat dan
merangkumkan dalam seluruh segi kehidupan manusia. Liturgi resmi sering dirasakan sebagai
sesuatu yang kaku, rutin dan resmi sedangkan devosi bisa dihayati oleh umat beriman sebagai
sesuatu yang memenuhi kebutuhan afeksi, emosi dan kerinduan hati. Karena itulah mengapa
devosi umat merupakan sebuah praktek keagamaan yang populer dan dapat dengan mudah di
terima oleh masyarakat.10

8

Tom Jacobs, Paham Allah Dalam Filsafat Agama-Agama dan Teologi, Yogyakarta:Kanisius, 2002) 247
Jebadu, Bukan Berhala… 172
10
Martasudijta, pengantar liturgi, Makna dan Sejarah, (Yogyakarta:Kanisius, 1999) 143

9

13


b. Bentuk-bentuk ungkapan devosi
Menurut David Kinley sebagaimana dikutip oleh Alex Jebadu, terdapat beberapa bentuk
devosi seperti bentuk meditatif, perasaan yang meluap-luap dan situasi formal dan informal.
Dalam bentuk meditatif devosi diungkapkan dengan cara yang berbeda dan terjadi dengan latar
belakang yang beda dengan suasana hati yang berbeda dan dalam kelompok masyarakat yang
berbeda. Cara devosi bersifat meditatif, kedisiplinan emosi dan perhatian seseorang mengarah
kepada

objek devosi. Bentuk-bentuk devosi dapat ditunjukan melalui suatu perasaan yang

meluap-luap. Sebagai contoh dalam devosi sufi sebuah devosi Islam yang diiringi dengan musik
dan tari-tarian. Kebaktian ini penuh dengan semangat. Dalam sebuah teks hindu abad
pertengahan dikatakan bahwa devosi yang benar adalah devosi yang selalu disertai dengan
deraian air mata dan rintihan-rintihan penuh emosional. Bentuk devosi juga dapat berbentuk
informal dan formal. Dalam bentuk formal, devosi ini sering terjadi di tempat-tempat ibadah.
Situasi devosi ini sering diatur oleh seorang pembimbing rohani. Ungkapan devosi ini muncul
dalam persekutuan orang-orang dengan suatu tujuan yang sama. Sedangkan bentuk devosi
informal dapat kita lihat dalam kehidupan para orang-orang kudus yang dihormati. Seperti Santo
Fransiskus Asisi dalam tradisi kekristenan dan Chaitanya dalam tradisi Hindu, di mana cara

hidup mereka penuh dengan luapan semangat devosi. Tradisi mengembara, menetap di kuil-kuil
dengan tujuan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan adalah juga salah satu bentuk dari devosi
informal.11

11

Jebadu, Bukan Berhala… 170-171

14

c. Objek-objek devosi
Dalam devosi, ada objek-objek yang sering digunakan sebagai media untuk berdevosi.
Pertama, devosi yang ditujukan kepada dewa-dewi dan para kudus. Dalam berbagai tradisi
keagamaan ada objek penting yang sangat dihormati. Misalnya dalam Hinduisme roh-roh para
leluhur yang dihormati, imam-imam yang dihormati dalam agama Islam, para Budhha yang
dihormati dalam tradisi Budhisme dll. Kedua, devosi terhadap barang-barang peninggalan yang
sering disangkutkan dengan orang-orang kudus, misalkan praktik orang-orang Kristen pada abad
pertengahan yang menyimpan relikui-relikui para martir yang menjadi objek devosi bagi meraka.
Ketiga, tempat-tempat suci sebagai objek devosi. Ada tempat-tempat tertentu yang dianggap
sebagai tempat suci dalam berbagai tradisi keagamaan. Tempat-tempat ini menjadi pusat ziarah

dan juga pusat devosi. Seperti sungai-sungai dalam tradisi Hindu, gunung-gunung suci dalam
tradisi Sinto, kota Mekkah dalam agama Islam, Yerusalem dalam tradisi Yahudi dan Kekristenan
dll. Ketiga adalah objek-obejk ritual. Objek-objek ritual juga sering dipakai sebagai devosi. Yang
kudus diyakini telah menampakan diri dengan berbagai cara dan bentuk yang berbeda dalam
suatu masa agama, dan telah menjadi objek devosi religius. Seperti Torah dan tabut perjanjian
dalam tradisi Yahudi.12
d. Praktik-praktik devosi
Ada beberapa praktek umum dalam devosi yang sering dilakukan oleh penganut agamaagama. Pertama, doa. Devosi sering diungkapkan dalam bentuk doa. Di dalam doa, permohonan,
penyembahan dan pujian dihaturkan kepada yang kuasa dalam semangat devosi. Semangat
devosi juga diperkuat oleh seorang devosioner melalui doa-doa yang sunguh dan konsentrasi.

12

Jebadu, Bukan Berhala… 167-169

15

Ekspresi-ekspresi dramatis dari devosi dapat juga ditemukan lewat syair-syair dan madah doa
para devosioner. Madah-madah sangat sentral dengan Gereja Kristen Protestan, karena doa
devosional dilakukan dengan musik. Kedua adalah Penyembahan/penghormatan. Devosi dapat

diungkapkan secara formal lewat kebaktian, pujia-pujian dan permohonan kepada yang kudus.
Dengan kata lain semua bentuk penyembahan dilakukan melalui devosi. Kebanyakan ibadah
merupakan ekspresi devosi formal, periodik dan terstruktur, seperti doa lima waktu dan doa hari
Jumat dalam agama Islam. Yang ketiga adalah Ziarah. Ziarah merupakan suatu petualangan
rohani bagi peziarah dan merupakan bagian dari devosi. Melalui ziarah, biasanya peziarah
menyampaikan apa yang menjadi permohonan mereka. Seperti ziarah ke Mekkah oleh umat
Islam dan Ziarah ke Yerusalem oleh umat Kristen.13
Keempat adalah meditasi. Dalam parkatek meditasi devosi selalu digunakan. Meditasi
selalu melibatkan kedisiplinan pikiran, sehingga pikiran dapat fokus. Meditasi bagi kebanyakan
devosioner bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi agar terarah kepada yang kudus.
Seperti dalam tradisi kekristenan Ortodoks yang menyanyikan lagu “Yesus, Kasihanilah kami
orang berdosa” secara terus menerus, agar pikiran terkonsenrasi kepada yang ilahi. Kelima
Asketisisme dan Monatisisme. Asketisisme dan Monatisisme sering dipraktekkan dengan tujuan
yang berbeda namun sering dilakukan dalam konteks devosi. Seperti tradisi pengikut kelompok
Budish di Jepang dan dalam agama Kristen para rahib mengelana di padang gurun untuk
mencari kesepian untuk memusatkan diri kepada Allah. Keenam adalah Mistisisme. Dalam
berbagai praktik devosi, umat selalu menginginkan agar selalu dekat dengan yang Suci. Hal
inilah yang menjadi bagian dari mistisisme agam-agama. Seperti dalam mistisisme Yahudi abad
pertengahan,devequet yang artinya “ketergantungan kepada Allah” yang dianggap sebagai


13

Jebadu, Bukan Berhala… 175-177

16

pengalaman rohani tertingi yang bisa dicapai oleh seorang rohaniawan. Ketujuh adalah karya
sosial-karitatif. Beberapa gerakan dalam Kekristenan melakukan devosi dengan menekankan
aspek amal dan kasih terhadap sesama. Seperti ibu Teresa dari Kalkuta dan suster Karitas , yang
memandang pelayanan sebagai bagian dari cara hidup. Bunda Teresa mengingatkan kepada para
suster Karitas bahwa melihat Yesus dalam setiap pribadi yang mereka layani.14
Sebagai contoh beberapa devosi dalam gereja Katolik (1). Kebaktian kepada sakramen
kudus Devosi ini berkembang pada abad pertengahan terutama semenjak kasus Berengarius15.
Kebaktian ini dilihat dari ilmu teologi sebagai perpanjangan madah syukur atas komuni. Teologi
ini menekankan kesatuan tak terpisah antara sakramen dan perayaan ekaristi. Kebaktian
sakramen mahakudus merupakan ungkapan iman akan Kristus yang hadir dalam ekaristi. Ibadah
ini biasa dilakukan setelah komuni. (2). Jalan salib Doa jalan salib adalah sebuah doa devosi
yang membantu umat dalam menghayati dan merenungkan penderitaan dan kematian Yesus.
Doa ini selalu dianjurkan pada masa prapaskah. Dalam pengertian yang luas, penderitaa umat
Kriste karena imannya dipandang sebagai sebuah jalan salib. (3). Doa Rosario Secara harfiah

Rosario artinya adalah karangan bunga. Pada abad pertengahan, terdapat 150 rangakaian doa
salam Maria, dan terbagi atas 15 doa sepuluhan yang diawali dengan doa Bapa Kami dan ditutup
dengan doa kemuliaan. Doa ini bukanlah doa khas Kristiani. Di dalam doa ini selalu digunakan
tasbih. Doa ini sangat begitu populer dala kalangan umat Katolik. Doa Rosario ini membantu
penghormatan kepada bunda Maria.16

Jebadu, Bukan Berhala… 178-180
Kasus Berengarius adalah sebuah kasus dimana imam katedral di Trous menolak realis praesentia (
kehadiran Kristus secara nyata di dalam ekaristi) gereja dan seluruh umatnya rajin mengadakan penghormatan
kepada ekaristi. Disinilah mulai terjadi praktek elevasi saat konsekrasi yaitu mengangkat hosti suci tinggi-tinggi agar
umat dapat melihat dan menyembahnya. Lih. E. Martasudijta, Adorasi Ekaristi, (Yogyakarta: Kanisius, 2007) 16
16
Martasudijta, pengantar liturgi… 153-157
14

15

17

Contoh dalam tradisi reformatoris adalah gerakan pietisme. Gerakan pietisme merupakan
gerakan yang muncul dan menjadi populer dalam gereja Lutheran. Kelompok-kelompok ini
merupakan kumpulan orang-orang yang hidup saleh.17 Pietisme lahir sebagai sebuah reaksi
terhadap ortodoksi dalam kehidupan gereja. Para pengikut gerakan ini merasa kecewa dengan
pelayanan fiman yang ada di gereja Lutheran ataupun di gereja-gereja Calvinis karena pelayanan
firman di dalam gereja yang bersifat intelektual. Selain itu gerakan ini muncul juga karena
kekecewaan terhadap kehidupan Kristiani yang telah dipengaruhi oleh kehidupan duniawi.18
Untuk mencapai tujuan mereka, kaum pietis menekankan pada beberapa hal yaitu : (1) iman
yang berpusat pada Alkitab dan bukan pada ajaran gereja, (2) pengalaman khas dalam kehidupan
Kristiani (rasa berdosa, pengampunan,pertobatan, kesucian dan kasih dalam persekutuan) (3)
pengungkapan iman secara bebas melalui nyanyian, kesaksian dan semangat menginjili.19 Orangorang pietis dianjurkan untuk menyadari segala dosa mereka sebab cara ini merupakan cara
merupakan cara untuk melawan si jahat. Bagi mereka juga, pengakuan akan iman belumlah
cukup. Pengakuan ini harus ditunjukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang membuat
orang-orang pietis mempunyai kegemaran untuk beraskese untuk menahan nafsu tubuh dari
kesenangan duniawi dan selalu menumpuhan hidup mereka pada moralisme.20
Devosi merupakan sebuah praktik dan doa-doa dengan sebuah tujuan untuk lebih
mendekatkan iman orang-orang terhadap Tuhan. Devosi merupakan sebuah praktik yang berada
di luar tata ibadah resmi gereja namun praktek-praktek yang berkaitan dengan devosi ini diakui
oleh gereja dan menjadi bagian dari doa-doa di dalam gereja. Devosi sangat menekankan aspek

17

Leonard Hale, Jujur terhadap Pietisme, (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1993)4
Chris Hartono, Pietisme di Eropa dan Pengaruhnya di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung mulia, 1974)18
19
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995)
18

147
20

Hartono, Pietisme di Eropa …. 19

18

emosional, dengan devosi maka orang-orang merasakan sebuah pengalaman yang dekat dengan
Tuhan.
1.2.Faktor-faktor munculnya devosi
Menurut Y. B. Haryono, ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya devosi
yaitu :21
a. Menjawab kebutuhan rohani.
Pengaruh kuat dari filsafat Yunani dalam teologi Gereja lebih menekankan pada refleksi
yang bersifat rasional dan kurang menekankan pada sisi pengalaman mistis. Kesan yang tampak
adalah pemahaman akan Allah yang dipentingkan dari pada pengalaman akan Allah. kebanyakan
orang lebih menginginkan akan suatu pengalaman rohani yang dapat menyentuh rasa. Sebagai
contoh dalam kasanah rohani jawa, orang-orang mengenal pengalaman rohani subjektif sebagai
rasa. Jika fungsi dari rasa sendiri tidak diakui oleh agama, maka orang-orang akan mencari
saluran lain untuk dapat menyapa dan menyentuh keseluruhan aspek manusia. Perasaan akan
kehadiran Allah biasanya dirasakan melalui alam semesta, simbol, tempat dan benda-benda
tertentu yang berkaitan dengan agama. Salah satu kebutuhan rohani dalam kehidupan masyarakat
tradisional berkaitan dengan kesembuhan dari sakit. Dengan melakukan devosi, orang-orang
mengharapkan terjadinya suatu mujisat serta memuaskan atau mencukupi mereka dengan dengan
segala kebutuhan.

21

Haryono,devosi….75

19

b. Mendekatkan diri kepada Allah lewat simbol-simbol
Menurut Carl G. Jung sebagaiman dikutip oleh Y. B. Haryono mengatakan bahwa
manusia modern merupakan manusia yang haus akan simbol. Yang terjadi sekarang adalah
manusia merindukan pesan-pesan religius yang terdapat dalam pengalaman hidup serta simbolsimbol yang menyentuh hati. Simbol selalu meyampaikan sebuah pesan, tidak hanya kepada
pikiran seseorang namun juga pada kejiwaan seseorang. Penggunaan simbol merupakan wahana
yang efektif dalam agama. Simbol sendiri menjadi signifikan ketika berhubungan dengan suatu
kenyataan. Simbol bukanlah suatu kenyataan, namun simbol memiliki arti yang tidak bisa
terlepas dari suatu kenyataan. Ketika usaha secara verbal tidak berhasil untuk menjelaskan Allah
dengan berbagai misteri, maka simbol akan menyatakan suatu kebenaran dan membawa suatu
kekaguman yang tersembunyi. Simbol adalah bahasa hati di mana intuisi dan insight memegang
peranan penting.
c. Klerikalisasi liturgi
Pada awalnya liturgi merupakan perayaan umat beriman dan klerus. Namun pada
perkembangannya liturgi hanya terpuasat pada imam. Liturgi menjadi urusan para kaum klerus.
Umat awam memang diperbolehkan ambil bagian dalam liturgi namun hanya sebatas peran
tertentu. Ketika umat tidak lagi memahami liturgi secara baik maka mereka akan membentuk
kesalehan sendiri.
d. Liturgi yang dingin
Perayaan liturgi haruslah menyertakan keseluruhan sisi manusia, intelektualitas,
perasaan, emosi, hati bahkan juga gerak tubuh. Banyak orang yang mengeluhkan bahwa liturgi
dirayakan secara dingin. Liturgi lebih menyentuh dimensi intelektualitas ketimbang meyentuh
20

sisi emosi dan perasaan. Kesalahan bukan terletak pada liturgi, masalah bisa saja terletak pada
penanggung jawab dalam liturgi. Tidak mengherankan jika orang-orang mencari devosi untuk
mengisi kebutuhan emosional mereka.
e. Roh kudus dalam umat Allah
Pandangan teologis gereja Katolik melihat devosi sebagai kenyataan dari hadirnya Roh
Kudus. Rasul Paulus dalam surat Roma 8:9 mengatakan bahwa “Roh Allah diam di dalam
kamu”. Bentuk-bentuk dari devosi ini adalah buah dari roh kudus dan harus dipandang sebagai
tindakan kesalehan gereja. Orang-orang percaya bahwa Roh Kudus menunjuk jalan kepada
Allah. Liturgi dalam gereja merupakan salah bentuk jalan pengungkapan cinta dan devosi kepada
Allah.
Kelima faktor-faktor di atas merupakan faktor-faktor yang mendorong terjadinya suatu
devosi. Faktor utama yang menjadi kunci dari bermunculannya devosi adalah kebutuhan manusia
pada aspek-aspek emosional utntuk merasakan kehadiran yag ilahi di dalam kehidupan mereka.
Ketika gereja belum mampu untuk membawa umat-umatnya ke dalam suatu suasana yang
menekankan rasa-rasa emosional, maka umat-umat akan memilih cara-cara lain untuk dapat
memuaskan rasa emosional mereka. Di sinilah maka mulai bermunculan devosi. Penekanan akan
afeksi emosi ini memberikan suatu pengalaman-pengalaman religius yang di rasakan oleh orangorang.
1.3.Teori Tindakan Sosial
Menurut Max Weber tindakan sosial adalah tindaka yang berorientasi ke masa lalu, masa
kini dan masa depan. Tindakan-tindakan ini akan bersifat sosial apabila tindakan itu diarahkan

21

kepada perilaku orang.22 Weber berpendapat bahwa membandingkan beberapa struktur
masyarakat dengan memahami alasan masyarakat tersebut bertindak, kejadian-kejadian historis
yang mempengaruhi karakter masyarakat dan mempengaruhi tindakan pelakunya pada masa
kini. 23
weber membagi tipe-tipe tindakan sosial ke dalam 4 jenis yaitu (1) rasinonalitas
Instrumental. Tingkat rasionalitas ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang
berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut. Individu memiliki berbagai macam tujuan yang diinginkannya. Individu lalu akan
memilih alat yang dipergunakannya untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini bisa berupa
pengumpulan informasi, mencatat segala hambatan dan kemudia meramalkan konsekuensi dari
tindakan tersebut. Dan pada akhirnya akan dipilih sebuah alat berdasarkan berbagai
pertimbangan. (2) Rasionalitas yang berorientasi nilai. Sifat rasionalitas berorientasi nilai yang
terpenting adalah alat-alat yang digunakan merupakan objek pertimbangan dan perhitungan yang
sadar. Tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungan dengan nilai-nilai individu yang bersifat
absolute atau merupakan nilai akhir baginya. Nilai akhir biasanya bersifat nonrasional dalam hal
ini orang-orang tidak memperhitungkan tujuan mana yang harus mereka pilih. Tindakan religius
merupakan bentuk dasar dari tindakan ini. Orang-orang yang beragama menilai bahwa
penalaman bersama dengan Allah merupakan nilai akhir dan individu akan menggunakan alatalat seperti meditasi, upacara keagamaan sebagai alat untuk mendapatkan pengalaman religius.
(3) Tindakan tradisional. Tindakan ini merupakan tindakan yang bersifat nonrasional. Individu
meperlihatkan perilaku karena kebiasaan tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Perilaku ini

22

Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial dan Rekonstuksi Identitas Pasca Konflik Poso, (Salatiga:
Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana, 2014) 41.
23
Pip Jones, Pengantar Teori-teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010) 114

22

digolongkan sebagai tindakan tradisional. (4) tindakan afektif. Tipe tindakan ini ditandai oleh
dominasi perasaan atau emosi tanpa perencanaan yang sadar. Seseorang yang mengalami
perasaan yang meluap-luap seperti cinta kemarahan, ketakutan atau kegembiraan. Tindakan ini
dilakukan secara spontan. Tindakan ini adalah tindakan yang tidak rasional karena kurangnya
pertimbangan logis, ideologis atau kriteria rasionalitas lainnya.24 Menurut Talcot parson, sebuah
tindakan sosial selalu melibatkan aktor, tujuan tindakan itu diarahkan, situasi yang mencakup
ketentuan dan sarana untuk tindakan dan norma untuk pengarahan tindakan tersebut. 25 Parson
mengatakan bahwa tindakan sosial manusia termotivasi dan diarahkan oleh sebuah makna yang
dilihat aktor dari dunia luar. Aktor tersebut bisa saja individu, kelompok, organisasi, masyarakat,
atau peradaban. Aksi tersebut akan berlangsung dalam suatu situasi. Lingkungan aktor secara
individu terdiri dari lingkungan fisik, organisme bilogis aktor sendiri dan aktor lainnya serta
budaya dan simbolis. Setiap tindakan memperoleh makna baik untuk aktor maupun untuk orang
lain. Norma dan nilai dipandu oleh aktor dalam orientasi setiap tindakan.26
Berdasarkan Weber dan Talcot, Neil Smelser mengembangkan tindakan sosial ke dalam
empat kaitan yaitu tindakan sosial yang selalu diarahkan kepada pencapaian tujuan, terjadi dalam
situasi sosial dan melibatkan motivasi. Berdasarkan hal ini Smelser menyebutkan empat bagian
utama dari tindakan sosial yaitu nilai yang menjadi panduan dari perilaku sosial. Nilai menjadi
komponen utama dari tindakan sosial yang ditemukan dalam sistem nilai yang menyatakan
tujuan akhir. Bagian kedua adalah norma-norma. Norma adalah aturan yang menegaskan terapan
nilai-nilai umum. Norma sangat menentukan prinsip regulative untuk mewujudkan situasi yang
ada. Bagian ketiga adalah mobilisasi individu dalam meraih nilai-nilai sebagai tujuan tindakan

24

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta: Pt. Gramedia, 1988) 220-221
Tony Tampake, Redefinisi Tindakan Sosial dan Rekonstuksi Identitas Pasca Konflik Poso.. 41
26
Inger Furseth & Pål Repstad, An Introduction to the Sociology of Religion .. 45

25

23

berdasarkan norma-norma. Bagian ini berkaitan dengan agen utama dalam mewujudkan nilainilai yang di harapkan. Bagian keempat adalah fasilitas situasional. Fasilitas yang dipakai oleh
aktor adalah pengetahuan akan lingkungan, prediksi hasil dari tindakan dan alat-alat serta
keterampilan.

Bagian ini menunjuk pada pengetahuan aktor untuk mempengaruhi

lingkungannya.27
1.4.Agama sebagai tempat untuk mengatasi frustasi
Dalam KBBI kata frustasi merupakan rasa kecewa akibat kegagalan di dalam mengerjakan
sesuatu atau akibat tidak berhasil dalam mencapai suatu cita-cita.28 Jika manusia tidak berhasil
memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan merasa kecewa. Kondisi seperti inilah yang disebut
sebagai rasa frustasi. Dalam ilmu psikologi keadaan frustasi membuat orang-orang untuk berlaku
religius agar mengobati segala rasa frustasi. Kebutuhan biasanya diarahkan kepada obyek-obyek
duniawi seperti harta benda, hormat, penghargaan, rasa cinta. Namun kepuasan-kepuasan yang
diinginkan tidak tidak terpenuhi. Oleh karena itulah untuk memenuhi rasa keinginan itu, maka
orang-orang akan mengarahkan keinginannya kepada Tuhan untuk mendapatkan pemenuhan
kebutuhan dari Tuhan. Agama hanya dipraktekan sebagai pemuasaan akan kebutuhan mereka.
selama agama bisa menjadi pemuas bagi seseorang maka orang tersebut akan mempergunakan
agama, tetapi ketika agama tersebut tidak lagi memuaskan maka orang tersebut akan
meninggalkan agama. Dalam pandangan Sigmund freud agama hanya bersifat fungsional.
Agama menjadi jawaban terhadap semua rasa frustasi yang dialami manusia. Manusia bertindak
religius karena mengalamai rasa frustasi dalam kehidupannya.29

Tampake, Redefinisi Tindakan …42-43
Di langsir dari https://kbbi.web.id/frustrasi 14 November 2017
29
Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama, (Yogyakarta: Kanisius, 1992)74
27
28

24

Dalam pandangan Freud salah satu motif orang-orang untuk beragama karena terjadinya
frustasi sosial. Frustasi sosial merupakaan konflik yang terjadi antara individu dan masyarakat
yang menyebabkan manusia tidak mengalami rasa bahagia. Dalam pandangan Marx, martabat
manusia yang sering diperas diperbudak dan diasingkan dalam masyarakat kapitalis,
mengakibatkan manusia yang merasakan hal tersebut mulai berfantasi dengan dengan sebuah
situasi dimana ia betul-betul merasakan diakui sebagai manusia. Manusia berkhayal untuk
menumkan artabat yang penting dalam hidupnya. Pengakuan akan martabat tersebut hanya bisa
di dapatkan lewat Tuhan. Tetapi pengakuan tersebut hanya bersifat angan-angan dan tidak dapat
mengisi kekosongan tersebut. Martabat manusia hanya bisa diberikan oleh masyarakat tanpa
kelas. Masyarakat seperti inilah yang dikejar.30
Berbeda dengan Freud bahwa frustasi sosial tidak dapat dihilangkan. Hal yang menyebabkan
frustasi sosial adalah faktor-faktor yang melekat pada kodrat manusia, sehingga masyarakat
tanpa kelas tidak bisa menghilangkan frustasi sosial. Manusia selalu ingin mengejar kepuasan
dan kebebasan dari belenggu aturan dalam masyarakat. Tetapi kebebasan yang diberikan hanya
sangat terbatas, disinilah terjadi pemberontakan. Pemberontakan yang dilakukan oleh individu
teidak berhasil sehingga individu akan mencari kompesansi untuk perdamaian antara individu
dengan masyarakat di akhirat. Karena di surgalah terdapat keharmonisan antara individu dan
masyarakat. Sehingga bagi Freud sangat mustahil untuk memperdamaikan manusia dengan
masyarakat.31
Rasa frustasi juga terjadi dalam tatanan moral. Frustasi moral yang dimaksudkan freud disini
adalah rasa bersalah. Baginya, praktek religius dilakukan untuk menyembuhkan orang-orang dari

30
31

Dister, Pengalaman dan Motivasi … 86
Dister, Pengalaman dan Motivasi … 87

25

rasa bersalah. Agama dipergunakan untuk mengatasi kesukaran psikologis dan moral. Agama
menjadi pemecahan terhadap kesulitan yang dialami. Dengan menyatakan niat bertobat dalam
suatu persekutuan agama, maka orang tersebut akan diterima kembali dalam persekutuan. Orang
tersebut akan merasa lega dan terbebas dari beban. Agama berfungsi sebagai alat pengampunan
dan sarana rehabilitasi.32 Kesadaran manusia akan maut menghadirkan salah satu rasa frustasi
yang menyebabkan manusia bertindak religius. Bagi Freud untuk mengatasi masalah frutasi akan
maut ini, maka manusia akan seorang tokoh yang dianggap sangat ilahi. Kahayalan dipindahkan
kepada tokoh ini dikarenakan keinginan yang ada pada diri seorang individu tidak ada pada
dirinya. Realitas yang diciptakan ini memiliki kuasa daripada manusia. Bagi Carl C. Jung, agama
merupakan sarana yang baik untuk mengobati manusia dari penyakti neurosis.33 Neurosis ini
berkaitan dengan kematian. Jika seseorang terkena penyakit syaraf, maka hal ini berhubungan
dengan kekuatiran jika hidup ini berakhir dengan kekosongan. Dengan memasukan agama, maka
agama menjadi obat frustasi bagi maut, karena iman kepada Tuhan maka dipercaya bahwa
manusia akan beroleh hidup yang kekal.34

Dister, Pengalaman dan Motivasi ….92
Neuorosis adalah penyakit saraf yang berhubungan dengan fungsinya tanpa ada kerusakan organik pada
bagian susunan saraf (seperti histeri, depresi, fobi) dilangsir dari https://kbbi.web.id/neurosis , 14 November 2017
34
Dister, Pengalaman dan Motivasi ….95-96
32

33

26