Makalah PROSES PEMBUATAN CORNED BEEF 1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor.Protein
berperan penting dalam struktur dan fungsi sel makhluk hidup termasuk
manusia (Leith. 1989).
Protein dibagi menjadi protein nabati dan protein hewani.Protein hewani
yang sering dikonsumsi adalah daging ayam, daging kambing dan daging
sapi.Daging sapi merupakan daging yang jarang dikonsumsi secara
langsung.Berbagai macam jenis olahan daging beredar di masyarakat saat
ini.Salah satu produk olahan daging yang telah banyak dijual di pasaran yakni
kornet.Kini kornet dapat dijumpai dalam bentuk kalengan di swalayan
maupun supermarket.Pembuatan kornet cukup mudah.Kornet dibuat dengan
teknologi presscooking, dimana daging yang digunakan adalash daging yang
dicuring terlebih dahulu. Tujuan curing sendiri adalah untuk mempertahan kan
warna merah cerah pada daging, serta menambah lama daya simpan daging
kornet (Leith. 1989).
Jadi, penyusunan tugas ini adalah untuk mengetahu mengenai kornet.Baik

dalam pengolahannya maupun fungsi-fungsi dalam pengolahan tersebut.
1.2 Tujuan
 Memahami tahapan-tahapan pengolahan bahan pangan berprotein kornet.
 Memahami fungsi-fungsi berbagai perlakuan dalam proses pembuatan
kornet

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kornet
Kata corned berasal dari bahasa Inggris yang berarti di awetkan dengan
garam. Dari kata tersebut lahirlah istilah corned beef yaitu daging sapi yang diawetkan dengan penambahan garam dan dikemas dengan kaleng. Dalam bahasa
Indonesia, kata corned beef diadopsi menjadi daging kornet (Nugroho, 2008).
Corned Beef atau Kornet, adalah salah satu jenis produk olahan daging
sapi yang banyak digunakan dalam resep masakan Indonesia. Kornet daging sapi
diolah dengan cara diawetkan dalam air garam (brine), yaitu air yang dicampur
dengan larutan garam jenuh. Kemudian dimasak dengan cara simmering, yaitu
direbus dengan api kecil untuk menghindari hancurnya tekstur daging
sapi.Biasanya digunakan potongan daging yang mengandung serat memanjang,

seperti brisket. Nama "corned beef" berasal dari garam kasar yang digunakan.
Corn artinya butiran, yaitu butiran garam (Leith, 1989).
Tujuan pembuatan daging kornet adalah untuk memperoleh produk daging
yang berwarna merah, meningkatkan daya awet dan daya terima produk, serta
menambah keragaman produk olahan daging.Dengan diproses menjadi kornet,
masalah penyimpanan daging sapi segar dapat diatasi. Kornet kalengan dapat
disimpan pada suhu kamar dengan masa simpan sekitar dua tahun.Daging kornet
dapat dihidangkan sebagai campuran perkedel, telur dadar, mi rebus, pengisi roti,
serta makanan lainnya (Nugroho, 2008).
2.2 Sejarah Kornet
Nama “kornet” berasal dari bahasa Inggris “corned”, dari kata “corn” yang
artinya butiran, yaitu bentuk dari partikel garam kasar yang digunakan untuk
mengolah kornet. Cara pengolahan Daging sapi menjadi kornet, diperkirakan
muncul pertama kali pada abad XII di Irlandia.Data ini didasarkan pada baris puisi
Aislinge Meic Con Glinne atau The Vision of MacConglinne, yang menyebut
daging

olahan

lezat


semacam

kornet.

Di Irlandia, pada abad XII, kegiatan menyembelih sapi dilakukan ketika ternak

2

tidak lagi menghasilkan susu sapi, atau jika sapi pedaging tidak mampu lagi
bekerja. Jadi kornet yang berasal dari daging sapi adalah hidangan langka dan
sangat berharga(Astawan. 2012).
Pada tahun 1740 terjadi bencana berupa perubahan iklim yang ekstrim
yang melanda Irlandia, yang saat itu telah menjadi jajahan Inggris.Hampir seluruh
lahan pertanian mengalami kekeringan dan penduduk Irlandia terancam kelaparan,
termasuk ternak sapi milik mereka. Ternak sapi pedaging (sapi potong ) dan sapi
perah yang dimiliki oleh warga Irlandia kemudian diselamatkan ke Inggris.
Namun karena kebutuhan akan daging sapi di Inggris terus meningkat, pemerintah
Inggris bukannya membantu menyelamatkan warga Irlandia dari kelaparan,
mereka justru memaksa warga Irlandia merubah lahan pertanian menjadi

peternakan sapi pedaging (sapi potong), yang hasilnya diolah menjadi kornet
untuk di eskpor ke Inggris.Penduduk Irlandia yang bukan peternak sapi hanya
diberikan lahan terbatas untuk menanam kentang bagi keperluan mereka.Kondisi
ini secara tidak langsung merubah pola makan penduduk Irlandia, dengan tidak
lagi memasukkan daging sapi ke dalam menu mereka.Kondisi ini terus
memburuk, akibatnya pada abad 18 terjadi gelombang pengungsian penduduk
Irlandia ke Amerika Serikat.Di wilayah baru ini, warga Irlandia kembali dapat
mengkonsumsi daging sapi yang kemudian diolah menjadi kornet.Warga Irlandia
memang lebih familiar dengan kornet, dibandingkan dengan olahan daging sapi di
Amerika yaitu “bacon”. Bacon adalah sayatan daging tipis dan panjang,yg berasal
dari bagian punggung babi, yang harganya mahal dan memang jarang terdapat di
Irlandia(Astawan. 2012).
Saat ini, walaupun berasal di Irlandia, kornet tidak lagi dianggap sebagai
hidangan nasional Irlandia. Dan kini, konsumsi kornet erat hubungannya budaya
Irlandia-Amerika seperti perayaan Saint Patrick’s Day, tanggal 17 Maret, yaitu
salah satu hari libur keagamaan (katolik) di Irlandia.Di Amerika Serikat dan
Kanada, kornet biasanya dipasarkan di delicatessens (toko makanan) dalam 2
bentuk yaitu : potongan daging sapi yang diawetkan, atau daging sapi yang
direndam dalam air garam dan ditempatkan dalam kaleng (setengah matang).
Kornet ini berbeda dengan kornet yang diimpor dari Amerika Selatan, dimana

daging

sapinya

dicincang

terlebih

dahulu

(Astawan.

2012).

3

2.3 Alat dan bahan
2.3.1 Alat
Peralatan yang diperlukan adalah (1) chopper untuk menggiling daging,
sehingga dihasilkan daging cincang, (2) mixer untuk mencampur adonan,

sehingga menjadi homogen, (3) alat pengukus untuk memasak adonan daging, (4)
exhauster untuk menyedot dan menghampakan udara di dalam kaleng, (5) mesin
penutup kaleng untuk menutup kaleng secara hermetis (kedap udara), (6) retort
untuk memanaskan kaleng dan isinya, sehingga tercipta kondisi yang steril
(Nugroho. 2008).
2.3.2Bahan
Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling.Bahan
tambahan yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi,
air, lemak, gula, dan bumbu.
1.Daging sapi
Daging adalah urat yang melekat pada kerangka kecuali urat dari
bagian bibir, hidung dan telinga dari hewan yang sehat sewaktu
dipotong.Daging terdiri dari otot, jaringan penghubung dan jaringan
lemak. Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi
disamping telur, susu dan ikan. Daging mengandung protein, lemak,
mineral, air serta vitamin dalam susunan yang berbeda tergantung jenis
makanan dan jenis hewan(Nugroho. 2008).
Hewan yang berbeda mempunyai komposisi daging yang berbeda
pula.Komposisi daging terdiri dari 75% air, 18% protein, 4% protein yang
dapat larut (termasuk mineral) dan 3% lemak.Daging tersebut kaya protein

yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan membentuk emulsi
yang baik.Ternak rata-rata menghasilkan karkas (bagian badan hewan)
55%, macam-macam hasil sampingan 9%, kulit 6% dan bahan lainnya
30%.Daging yang baik ditentukan oleh warna, bau, penampakan dan
kekenyalan.Semakin daging tersebut lembab atau basah serta lembek
(tidak kenyal) menunjukan kualitas daging yang kurang baik (Leith.
1989).

4

Sebaiknya daging hewan yang baru saja disembelih tidak cepatcepat dimasak, tetapi ditunggu beberapa lama atau dilayukan terlebih
dahulu.Untuk daging sapi atau daging kerbau dapat dimasak sesudah
pelayuan selama 12-24 jam; daging kambing, domba, babi sesudah 8-12
jam, sedangkan untuk daging pedet (anak sapi) sesudah 4-8 jam.Usaha
pengawetan daging diperlukan untuk memenuhi selera atau kebutuhan
konsumen serta mempermudah dalam pengangkutan(Leith. 1989).
Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging
untuk jangka waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya
tetap


terjaga.

Tujuan pengawetan adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur
(kapang), bakteri, virus dan kuman agar daging tidak mudah rusak. Ada
beberapa cara pengawetan yaitu: pendinginan, pelayuan, pengasapan,
pengeringan, pengalengan dan pembekuan(Leith. 1989).
Pengawetan

dengan

cara

pengeringan

dilakukan

dengan

penambahan garam, gula dan bahan kimia seperti nitrat (NO3) dan nitrit
(NO2).


Penambahan

garam,

untuk

pengawetan

daging

kira-kira

sepersepuluh dari berat daging.Disamping sebagai pengawet, garam juga
berfungsi sebagai penambah rasa.Penambahan gula juga dimaksudkan
sebagai penambahan rasa pada bahan yang diolah.Untuk melunakkan
daging sebelum diolah, daging dibungkus dengan daun pepaya yang
mengandung enzim papain atau dilumuri dengan parutan buah nenas yang
mengandung enzim bromolin. Contoh hasil olahan dan pengawetan daging
adalah abon, dendeng sayat, dendeng giling, dendeng ragi, daging asap,

kornet, sosis dan sebagainya(Nugroho. 2008).

5

Gambar 1.Daging sapi segar
2.Garam dapur (NaCl)
Garam dapur (NaCI) merupakan bahan penolong dalam proses
pembentukan emulsi daging kornet. Garam mampu memperbaiki sifatsifat fungsional produk daging dengan cara mengekstrak protein
miofibriler dari serabut daging selama proses penggilingan dan pelunakan
daging. Garam berinteraksi dengan protein daging selama pemanasan,
sehingga protein membentuk massa yang kuat, dapat menahan air, dan
membentuk

tekstur

yang

baik.

Selain itu, garam memberi cita rasa asin pada produk, serta bersama-sama

senyawa fosfat, berperan dalam meningkatkan daya menahan air dan
meningkatkan kelarutan protein serabut daging.Garam juga bersifat
bakteriostatik

dan

bakteriosidal,

sehingga

mampu

menghambat

pertumbuhan bakteri dan mikroba pembusuk lainnya(Nugroho. 2008).

6

Gambar 2. Garam dapur
3.Nitrit
Fungsi nitrit adalah menstabilkan warna merah daging, membentuk
flavor yang khas, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan
beracun, serta memperlambat terjadinya ketengikan.Jumlah nitrit yang
diizinkan tersisa pada produk akhir adalah 50 ppm (mg/kg). Kemampuan
nitrit dalam mempertahankan warna merah daging adalah dengan cara
bereaksi dengan pigmen mioglobin (pemberi warna merah daging)
membentuk nitrosomioglobin berwarna merah cerah yang bersifat
stabil(Nugroho. 2008).

Gambar 3. Garam nitrit

7

4.Alkali Fosfat
Penambahan senyawa alkali fosfat pada daging akan meningkatkan
daya ikat air dan protein daging dan mengurangi pengerutan kornet yang
dihasilkan. Alkali fosfat akan meningkatkan
terbukanya

ikatan-ikatan

antargugus

pH dan menyebabkan

protein

daging

yang

akan

memudahkan pengikatan air. Bersama-sama dengan asam askorbat,
senyawa fosfat dapat menghambat proses ketengikan oksidatif, dan bisa
memperbaiki tekstur. Fosfat dapat meningkatkan keempukan dan juiciness
daging kornet, meningkatkan daya terima warna, keseragaman dan
stabilitas produk, serta melindungi dari kemungkinan pencokelatan selama
penyimpanan(Nugroho. 2008).

Gambar 4. Alkali fosfat
5.Air
Air yang ditambahkan ke dalam massa daging berfungsi untuk
membantu melarutkan garam-garam yang ada, sehingga dapat tersebar dan
terserap dengan baik dalam massa produk. Selain itu, air juga dapat
memperbaiki sifat fluiditas emulsi dan meningkatkan tekstur (kekenyalan)
produk akhir(Nugroho. 2008).

8

Gambar 5. Air
6.Bahan Pengisi
Penambahan bahan pengisi dan pengikat pada produk daging
adalah untuk meningkatkan stabilitas, daya ikat air, flavor dan
karakteristik irisan produk, serta untuk mengurangi pengerutan selama
pemasakan dan mengurangi biaya formulasi. Bahan pengisi yang dapat
ditambahkan adalah tepung tapioka, terigu, atau susu skim. Penambahan
bahan pengisi pada produk daging harus tidak melebihi 3,5 persen dari
produk(Nugroho. 2008).

Gambar 6. Tepung terigu

9

7.Lemak
Penambahan lemak pada pembuatan daging kornet berfungsi untuk
membentuk produk yang kompak dan empuk, serta memperbaiki rasa dan
aroma. Bertambahnya kadar air dan lemak di dalam kornet akan
menambah juiciness dan keempukannya(Nugroho. 2008).

Gambar 7. Margarin / lemak
8. Gula dan bumbu
Fungsi utama gula dalam pembuatan kornet adalah untuk memodifikasi
rasa, menurunkan kadar air, dan sebagai pengawet. Bumbu merupakan
bahan aromatik yang diperoleh dari tumbuhan atau diproduksi secara
sintetis.Bumbu memberikan cita rasa enak yang diinginkan dalam kornet
(Nugroho. 2008).

Gambar 8. Bumbu / rempah - rempah

10

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembuatan Kornet
Daging sapi digiling dengan chopper pada suhu rendah sehingga selama
penggilingan, suhu dapat dipertahankan tetap di bawah 16°C. Hal tersebut
dilakukan dengan menambahkan es batu atau air dingin.Hasil gilingan berupa
daging cincang yang masih kasar.Setelah dicincang, daging dimasukkan ke dalam
mixer untuk mencampur daging, bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang
homogen.Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan
pada suhu rendah (10-16°C) (Wagiyono. 2003).
Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng
yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas.Pengisian dilakukan dengan
menyisakan sedikit ruang kosong di dalam kaleng, disebut head space. Kaleng
yang telah diisi, kemudian divakum (exhausting) dengan cara melewatkannya
melalui ban berjalan ke dalam exhauster box bersuhu 90-95°C selama 15 menit.
Setelah keluar dari exhauster box, kaleng dalam keadaan panas langsung ditutup
dengan mesin penutup kaleng (Wagiyono. 2003).
Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara
memasukkan kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan tekanan
0,55 kg/cm2, selama 15 menit. Agar daging tidak mengalami pemanasan yang
berlebihan, kaleng yang telah disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak
pendingin yang berisi air selama 20-25 menit.Setelah permukaan kaleng
dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap untuk diberi label dan dikemas
(Wagiyono. 2003).
3.2 Diagram Alir
Diagram alir pembuatan kornet atau corned beef dapat dilihat sebagai
berikut :

11

pM
fD
oLbdB
rC
ixngFlEhaustSem
3.3 Penjelasan Proses Pembuatan Kornet

a. Pembersihan Bahan Baku (Daging Sapi)
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan air bersih yang mengalir,
guna menghilangkan kotoran yang menempel pada bahan. Selain itu
menghilangkan bagian-bagian yang tidak bisa dimakan.

12

b. Chopping
Daging sapi digiling dengan chopper pada suhu rendah sehingga selama
penggilingan, suhu dapat dipertahankan tetap di bawah 16°C. Hal tersebut
dilakukan dengan menambahkan es batu atau air dingin. Hasil gilingan
berupa daging cincang yang masih kasar.
c. Curing
Setelah dicincang, daging dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur
daging, bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen yang
disebut dengan curing. Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya,
pencampuran harus dilakukan pada suhu rendah (10-16°C). Menurut
Soeparno (2005) curing adalah cara processing daging dengan
menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Na-nitrat dan atau Nanitrit dan gula (dekstrosa atau sukrosa), serta bumbu-bumbu. Maksud
curing antara lain untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur
dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama
processing serta memperpanjang masa simpan produk daging.
d. Filling
Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng
yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas. kemudian ditimbang
dengan timbangan kasar. Pengisian dilakukan dengan metode hot filling.
Hot filling adalah kombinasi proses pengawetan dengan pemanasan
(pasteurisasi) dengan metode lainnya (pengawetan sekunder) untuk
memberikan tingkat keamanan produk yang diinginkan. Produk pangan
diisikan ke dalam kemasan dalam keadaan panas (hot fiiling), umumnya
pada suhu 180°F. Pemanasan yang diberikan tidak membunuh spora dan
pada proses pendinginan terbentuk kondisi vakum (anaerobik).. Setelah
dilakukan filling, kaleng disusun dalam nampan dan diletakkan ke atas
conveyor belt. Lalu dalam perjalanannya menuju ke exhauster box, kalengkaleng tersebut ditimbang kembali dengan timbangan digital yang lebih
akurat. Beratnya bervariasi tergantung jenis kaleng yang digunakan.
Pengisian dilakukan dengan menyisakan sedikit ruang kosong di dalam

13

kaleng, disebut head space. Ukuran head space bervariasi, umumnya
kurang dari ¼ tinggi kaleng.
e. Exhausting
Kaleng yang telah diisi, kemudian divakum (exhausting) dengan cara
melewatkannya melalui ban berjalan ke dalam exhauster box bersuhu 9095°C selama 15 menit.
f. Seaming
Setelah keluar dari exhauster box, kaleng dalam keadaan panas langsung
ditutup dengan mesin penutup kaleng. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah
tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat
penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada
kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan)
untuk mengisolasikan produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan
yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran yang dapat mengakibatkan
kerusakan.
g. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang tercecer di
permukaan kaleng akibat proses filling. Apabila kotoran tidak dibersihkan,
dikhawatirkan mikroba akan dapat tumbuh dan mengkontaminasi produk
setelah dibuka, karena proses sterilisasi hanya difokuskan pada produk
yang berada dalam kaleng.
h. Sterilisasi
Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara
memasukkan kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan
tekanan 0,55 kg/cm2, selama 15 menit.
i. Cooling
Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang
telah disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang
berisi air selama 20-25 menit. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi
penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat
menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Perlu
dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan
mikrobiologis. Untuk industri besar, proses pendinginan biasanya
dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap
dimadkan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng

14

yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga
tidak menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan
rusak.
j. Pemberian label pada kemasan
Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk
siap untuk diberi label dan dikemas
3.4 Nilai Gizi Kornet
Syarat mutu daging kornet telah ditentukan berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI).Namun, dalam praktiknya masih ada produk yang tidak sesuai
dengan standar tersebut. Membaca secara seksama label pada kemasan produk
merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Komposisi zat gizi kornet dalam kaleng sangat beragam, tergantung pada
jenis daging yang digunakan, mutu bahan baku sebelum diolah, cara pengolahan,
cara dan lama penyimpanan produk serta kondisi kaleng selama penyimpanan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa daging kornet dalam kaleng mempunyai
nilai gizi yang cukup baik, khususnya protein, vitamin, dan mineral (SNI. 2006).
3.5 Kriteria Akhir Produk
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3775-2006, kriteria produk
kornet adalah sebagai berikut :

15

3.5 Ciri-ciri Kerusakan Kornet

16

Daging kornet yang ada di pasaran umumnya dikemas dengan
kaleng.Kaleng mempunyai sifat yang baik sebagai pengemas karena mampu
menahan gas, uap air, jasad renik, debu, dan kotoran.Kaleng juga memiliki
kekuatan mekanik yang tinggi, tahan terhadap perubahan suhu yang ekstrem, dan
toksisitasnya relatif rendah. Umur simpan daging kornet dalam kaleng dapat
mencapai 2 tahun atau lebih, tergantung proses pengolahan, jenis kaleng,
penyimpanan, dan distribusi (Astawan. 2012).
Kebusukan kornet dalam kaleng dapat disebabkan oleh proses pembuatan
yang tidak benar, kebocoran wadah karena penutupan yang kurang baik, atau
penyimpanan pada suhu yang tidak tepat dan terlalu lama. Kebusukan tersebut
tidak selalu dapat dideteksi dari penampakan wadah karena tidak selalu diikuti
oleh perubahan bentuk wadah (Astawan. 2012).
Secara umum, ciri-ciri yang dapat digunakan untuk menilai kualitas kornet
dalam kaleng menurut Astawan (2012) adalah sebagai berikut:
•Flat Sour
Apabila produk di dalam kaleng memberikan cita rasa asam karena
adanya aktivitas mikroba tanpa memproduksi gas, kebusukan tersebut
dikenal dengan sebutan flat sour (kaleng tetap datar, tidak menggembung,
tetapi produk menjadi asam). Jenis kebusukan ini disebabkan oleh
aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak terhancurkan selama proses
sterilisasi. Hal tersebut bisa terjadi akibat sanitasi selama pengolahan yang
buruk atau karena proses pengolahan tidak tepat.
•Penggembungan Kaleng (Swells)
Kaleng yang gembung dapat terjadi akibat terbentuknya gas di
dalam wadah karena adanya pertumbuhan dan aktivitas mikroba.Adanya
gas tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam kaleng,
sehingga kaleng menjadi gembung pada bagian tutup dan dasar
kaleng.Kaleng yang gembung dapat juga disebabkan oleh penuhnya
pengisian kornet, sehingga tidak cukup adanya ruang kosong di dalam
kaleng.
•StackBurn

17

Stack burn terjadi akibat pendinginan yang tidak sempurna, yaitu
kaleng yang belum benar-benar dingin sudah disimpan. Biasanya produk
di dalam kaleng menjadi lunak, berwarna gelap, dan menjadi tidak dapat
dikonsumsi lagi.

•Kaleng yang penyok
Kaleng yang penyok dapat mengakibatkan terjadinya lubanglubang kecil yang merupakan sumber masuknya mikroba pembusuk.
Penyoknya kaleng dapat disebabkan oleh benturan-benturan mekanis
akibat perlakukan kasar, baik selama proses pembuatan, penyimpanan,
pengangkutan, atau pemasaran. Sebagai konsumen yang kritis, sebaiknya
Anda tetap waspada dengan tidak memilih sotiap produk yang kalengnya
dalam keadaan tidak normal.
•Kaleng yang bocor
Bocornya kaleng disebabkan deh sambungan kaleng yang kurang
rapat, penyolderan kurang sempurna, atau tertusuk oleh benda
tajam.Kaleng yang bocor ditandai dengan tumbuhnya mikroba dan
timbulnya bau kurang sedap.Kaleng oval umumnya lebih jarang
mengalami kebocoran daripada yang berbentuk silinder.
•Kaleng yang berkarat
Kaleng yang berkarat dapat mencerminkan bahwa produk tersebut
telah lama diproduksi atau disimpan pada tempat yang kurang tepat
(keadaan lembab).

18

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
 Corned Beef atau Kornet, adalah salah satu jenis produk olahan daging
sapi.
 Tujuan pembuatan kornet daging sapi adalah untuk tetap dapat
memperoleh produk daging sapi yang berwarna merah, awet dan praktis.
 Peralatan yang diperlukan adalah chopper, mixer ,alat pengukus,
exhauster, mesin penutup kaleng, dan retort.
 Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling. Bahan
tambahan yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan
pengisi, air, lemak, gula, dan bumbu.
 Secara umum dapat dikatakan bahwa daging kornet dalam kaleng
mempunyai nilai gizi yang cukup baik, khususnya protein, vitamin, dan
mineral.
 Secara umum, ciri-ciri yang dapat digunakan untuk menilai kualitas kornet
dalam kaleng adalah Flat Sour, Penggembungan Kaleng (Swells),
StackBurn, Kaleng yang penyok, Kaleng yang bocor dan kaleng yang
berkarat.

19

DAFTAR PUSTAKA
Astawan , Made. Kornet. http://kulinerkita.multiply.com/reviews/item/116 [11
September 2012]
Leith, P.1989. The Cook’s Hand Book. Papermack Division, Macmillan Publ.
Ltd.,London
Nugroho, Catur Priyo. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Direktorat
PembinaanSekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen
PendidikanDasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta., Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Taknologi daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI)nomor 01-3775-2006 tentang Kornet.
Wagiyono.2003. Menguji Kesukaan secara Organoleptik. Departemen
PendidikanNasional, Jakarta.
Palupi, W.D.E. Tinjauan Literatur Pengolahan Daging. Jakarta: Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, 1986. 54 hal.
http://docs.google.com/viewer?
a=v&q=cache:f0omK9RFZJYJ:www.warintek.ristek.go.id/
pangan_kesehatan/pangan/piwp/
dendeng_ragi.pdf+diagram+alir+pembuatan+kornet+pdf [11 April 2011]

20