LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN D

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING

Tanggal

: 06 November 2012 Nama Dosen

Praktikum ke :

Nama Assisten

: M. Sriduresta S., SPt, M
: 1. Hesti Indri P
2. Angritia Vorenza
3. Sindi Erti JS
4. Gita Tty L

ABON DAN DENDENG
Oleh :
Cahya Mukti Dwi Kurnia
D14100058


DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Untuk memenuhi keutuhan sehari-hari manusia memerluka makanan yang
bergizi agar tumbuh dengan sehat dan kuat serta dapat mempertahankan tubuh dari
serangan penyakit. Agar tubuh sehat maka diperlukana berbagai nutrisi yang
seimbang yaitu makanan yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin,
dan mineral. Berbagai sumber nutrisi tersebut berasal dari makanan sumber hewani
maupun sumber nabati. Makanana yang berasal dari hewani tentunya mempunyai
gizi yang lebih baik dibandingkan dengan makanan yang berasal dari nabati.
Makanan yang berasal dari hewani sumebrnya tentunya dari hewan ternak. Hewan
ternak memproduksi beraneka bahan pangan seperti daging, telur, susu, dan hasil
ikutan yang lain yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Dari bahan pangan tersebut
dapat diolah menjadi panganan yang dikonsumsi oleh manusia yang mempunyai cita

rasa yang lezat dan unik sesuai dengan sumber bahan yang dibuat. Salaha satunya
makanan yang berasal dari olahan daging adalah dendeng dan abon.
Abon merupakan makanan yang mempunyai cita rasa yang lezat dan
digemari oleh banyak kalangan masyrakat di indonesia. Serta produk dari daging ini
juga banyak sekali di jual dipasaran dengan harga yang beraneka ragam dan rasa
yang beraneka ragam tergantung produsen yang membuatnya. Selain dari daging
sapi, abon juga dibuat berasal dari daging ayam, domba dan kelinci. Abon yang sehat
berasal dari daging yang sehat dan aman untuk dikonsumsi. Selain abon, prosuk
olahan berasal dari daging yang lainnya adalah dendeng. Dendeng merupakan
produk daging yang dibuat secara tradisional tetapi mempunyai cita rasa yang sangat
lezat yang dapat menggugah selera utntuk dikonsumsi. Dendeng dapat dibuat berasal
dari daging sapi, domba, ayam maupun daging kelinci. Dendeng dibuat dengan
penambahan beranka ragam bumbu-bumbu dan rempah-rempah sehingga dapat
disimpan lebih lama tanpa memerlukan alat penyimpanan seperti refrigator.
Tujuan
Mengetahui cara pembuatan abon dan dendeng serta menguji abon dan
dendeng yang telah dibuat pada praktikum ini.

TINJAUN PUSTAKA
Daging

daging adalah urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat
daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat waktu
dipotong. Daging juga didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk
olahannya yang tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Soeparno, 1994).
Daging terdiri dari tiga komponen utama yakni otot, jaringan ikat, jaringan lemak
yang terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya yaitu lemak bawah kulit
(subkutan), lemak antar otot (intermuskular), lemak dalam otot (intramuskular) dan
lemak dalam sel (intraseluler) (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Protein daging
sendiri dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kelarutannya, yaitu protein
sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Ockerman, 1983). Secara fisik
daging dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu (1) daging segar yang
dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan dan didinginkan, (3)
daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan, (4) daging masak,
(5) daging asap, dan (6) daging olahan (Soeparno, 1994).
Dendeng
Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) 01-2908-1992, dendeng
berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang telah
diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng mempunyai rasa manis, karena kadar gula
cukup tinggi serta mempunyai wrana coklat gelap. Kombinasi gula, garam dan
bumbu-bumbu menimbulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996). Menurut

Legowo et al., (2002), dendeng mempunyai cita rasa yang spesifik, karena melalui
proses curing dan pengerinagn, serta perlakuan penggorengan sesaat sebelum
dikonsumsi. Menurut Buckle et al., (1987), dendeng merupakan produk tradisional
Indonesia dan semi basah yang ditambah gula, garam serta rempah-rempah lalu
dijemur sampai kering. Bahan pangan semi basah adalah campuran suatu bahan
pangan yang umumnya ditambah dengan bahan pengikat aiiiir yang dapat
menurunkan water activity (aw) produk, sehingga pertumbuhan mikroorganisme
terhambat (Purnomo, 1996). Bahan pangan semi basah memiliki aktivitas air antara
0.6 sampai 0.91 (Salguero et al., 1994).

Pembuatan dendeng
Purnomo (1996) mengemukakan ditinjau dari cara pembuatannya dendeng
dikelompokkan menjadi dendeng sayat dan dendeng giling. Irene (1994)
menyatakan, proses dendeng sapi giling pada dasarnya sama dengan proses dendeng
sapi iris, tetapi bumbu dendeng sapi giling lebih meresap karena bumbu dicampur
rata bersama daging yang telah digiling dan serta pada daging giling tidak terlihat
jelas (tekstur lebih halus). Prinsip pembuatan dendeng menurut Paranginan (1983)
adalah dengan substitusi air daging dengan bumbu pengawet. Komposisi bahan yang
digunakan dalam pembuatan dendeng menurut Hadiwiyoto (1994) adalah daging,
gula merah (30%), garam (5%), ketumbar (2%),


bawang putih (2%), sendawa

(0.2%), lengkuas (1%) dan jinten (1%). Bawang merah digunakan sebagai bahan
bumbu dapur dan penyedap berbagai masakan. Bawang putih dapat digunakan
sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik Menurut Rismunandar (1988),
lengkuas berfungsi sebagai pemberi aroma, anti jamur, anti bakteri, menurunkan pH
makanan, dan bersifat toksik sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba
pembusuk karean mentebabkan denaturasi protein bakteri. Ketumbar adalah rempah
kering berbentuk bulat dan berwarna kuning kecoklatan, mempunyai aroma rempah
–rempah dan terasa pedas.
Abon
Abon didefinisikan sebagai jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari
daging, direbus, disayat-sayat, dibumbu, digoreng, dan dipres (SNI 01-3707-1995).
Kriteria pemilihan jenis daging yang akan dibuat abon adalah daging yang tidak
banyak mangandung jaringan ikat dan lemak. Untuk itu bagian penutup, paha depan,
paha atas dan paha belakang cocok digunakan untuk pembuatan abon (YLKI,1985).
Menurut YLKI (1985) kadar air abon erat hubunganya dengan daya simpan
dan keawetan abon, kadar abu berkaitan dengan kebersihan selama proses
pengolahan, dan kadar lemak erat kaitannya dengan bahan bakunya terutama

penggunaan minyak untuk menggoreng. Dikatakan pula bahwa kadar protein
berhubungan dengan jumlah daging yang digunakan, sedangkan kadar karbohidrat
abon berkaitan dengan penambahan gula dan santan (Winarno,1988). Dalam

pembuatan abon akan terjadi penurunan kadar air dan protein, sedangkan kadar
lemak, abu dan karbohidrat mengalami peningkatan.
Bumbu
Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan organik yang telah dikeringkan dan
biasanya sudah dalam bentuk serbuk (Rust, 1987). Menurut Subyantoro (1996), Bumbu
merupakan bahan aromatik yang diperoleh dari tumbuhan atau diproduksi secara sintetis.
Bumbu-bumbu ini memberi cita rasa yang enak yang diinginkan dalam produk. Selain
sebagai pemberi cita rasa, penggunaan bahan-bahan ini juga bertujuan untuk : meningkatkan
stabilitas massa daging, meningkatkan daya ikat air produk daging, meningkatkan flavor,
mengurangi pengerutan selama pemasakan dan meningkatkan karakteristik irisan produk
(Forrest et al, 1975). Menurut Aberle et al. (2001), fungsi bumbu yaitu sebagai pemberi cita
rasa, penambah karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai agen antioksidan

Bawang merah
Bawang merah biasanya digunakan sebagai bahan penyedap sehari-hari yang sangat
disukai karena aroma yang khas. Bau dan cita rasa yang khas bawang merah disebabkan oleh

adanya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur seperti propil sulfur (Sunarjono,
1995). Bawang merah (Allium cepa var aggregatum) merupakan salah satu tanaman

holtikultura di Indonesia. Penggunaan bawang merah yang utama adalah sebagai
bumbu masak, baik dalam bentuk segar maupun sudah dimasak atau digoreng.
Senyawa penimbul aroma pada bawang merah adalah senyawa sulfur yang dapat
menimbulkan bau bila jaringan sel bawang mengalami kerusakan (Winarno, 1988)
Pala
Pala (Imyrtistica fragans houtt) sebagai bumbu dihasilkan dari biji pala yang
mengandung fixed oil yang terdiri atas trimyristin, gliceril ester dari asam-asam
palmitat, oleat dan linoleat dari fraksi yang tidak tersaponifikasi seperti mysristicin.
Komposisi kimia pala bubuk per 100 g erdiri dari 8,2 g air, protein 6,7 g, lemak 32,4
g, abu 2,2 g, dan karbohidrat 50,5 g (Farell, 1990).
Lada
Lada memproduksi beberapa komponen antara lain terpen, hidrat afelandren, dipenten, dan beta-kariofilin. Lada pada konsentrasi lebih dari 3% dapat
menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes (Ting dan Diebel, 1992).

Komposisi kimia pada lada putih per 100 g terdiri dari 11,4 g air, protein 10,4 g,
lemak 2,1 g, abu 1,6 g, dan karbohidrat 68,6 g ( Farell, 1990).
Bawang putih

Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan kedalam
bahan makanan sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera.
Bawang putih dapat dipakai sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik yang
disebabkan oleh adanya zat aktif allicin yang sangat efektif terhadap bakteri. Minyak
atsiri bawang putih bersifat antibakteri dan antiseptik. Selain itu, dalam bawang putih
terdapat scordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan
(Palungkun dan Budhiarti, 1995). Bawang putih (Allium sativum L) mengandung
minyak folatil yang berwarna kuning kecoklatan dan berbau menyengat. Aroma
bawang putih sesungguhnya adalah turunan sulfide (Farrel, 1985). Komposisi kimia
bawang putih bubuk per 100 g terdiri dari 6,5 g air, protein 16,8 g, lemak 0,4 g, abu
3,3 g dan karbohidrat 77,6 g (Farell, 1990).
Lengkuas
Lengkuas atau laos (Alpina galangal L) terkenal sebagai pengempuk daging
dalam masakan dan sekaligus untuk menimbulkan flavor produk pangan seperti
semur, opor, dendeng dan abon. Laos mengandung minyak astiri (C15H10O4H2O) yag
merupakan komponen penyedap pada produk pangan (Farrel, 1985).
Gula
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat
yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan
untuk menyatakan sukrosa. Dalam jumlah tertentu gula dapat berfungsi sebagai

pengawet bahan pangan serta mempunyai peranan penting dalam menentukan
menentukan karakteristik warna dan cita rasa (Winarno, 1988). Gula-gula pereduksi
dapat bereaksi dengan protein membentuk warna gelap yang dikenal sebagai reaksi
pencoklatan atau reaksi Maillard ( Winarno et.,1980).
Garam
Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing,
berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat

meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri
terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam
mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya.
Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%. Garam selain pemberi rasa, juga
berfungsi sebagai pelarut protein dan sebagai pengawet karena dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Kramlich, 1973).Garam sebagai bahan pembantu sangat
berperan untuk penambah cita rasa produk akhir. Pada konsentrasi rendah (1-3%)
garam tidak bersifat membunuh mikroorganisme (germisidal) tetapi hanya sebagai
bumbu yang dapat memberikan cita rasa gurih pada bahan pangan yang ditambahkan
(Buckle et al.,1987).
Minyak Kelapa / Santan


Awang (1991) menyatakan bahwa minyak kelapa adalah minyak yang
dihasilkan dari pengolahan daging buah kelapa baik dengan proses basah (wet
process) ataupun dengan proses kering (dry proces). Minyak kelapa termasuk salah
satu minyak nabati yang dapt memenuhi berbagai kebutuhan manusia (Djatmiko,
1989). Minyak kelapa memiliki kadar air maksimal 0,3% yang diperoleh setelah
proses pemurnian (Djatmiko dan Gouttara, 1976) dari kadar air semula (buah kelapa)
50% (Amang et al., 1996). Minyak kelapa banyak dimanfaatkan utuk bahan baku
industri makanan, margarin, kembang gula, lemak nabati dan dipakai langsung
sebagai minyak goreng.
Minyak kelap terdiri dari 1 mol gliserol dan beberapa macam asam lemak
esensial kadar asam-asam lemak tersebut sekitar 94-98% dari berat minyak. Dan
susunan asam lemak yang potensial tersebut menyebabkan minyak kelapa menjadi
minyak goreng yang disukai konsumen karena kandungan gizi dan rasa yang lebih
gurih (Amang et al., 1996). Ketaren (1986) menyatakan bahwa minyak kelapa
berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam asam laurat, karena
kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak
lainnya. Djatmiko dan Goutara (1976) menyatakan minyak kelapa yang belum
dimurnikan hanya sedikit sekali mengandung zat bukan minyak, seperti sterol (0,060,08%), tokoferol (0,003%) dan asam lemak bebas kurang dari 5%. Sterol itu tidak

berwarna, tidak berbau, stabul dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak. Zat

warna (carotenoid pigment) hampir idak ada dalam minyak kelapa.
Organoleptik
Penilaian dengan indra juga disebut Penilaian Organoleptik atau Penilaian
Sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan
indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan,
dihubungkan dengan penilaian secara obyektif, analisa data mejadi lebih sistematis,
demikian pula metoda statistik digunakan dalam analisa serta pengambilan
keputusan. (susiwi,2009). Meilgaard et al. (1999) menyatakan bahwa rangsangan
terhadap suatu bahan pangan bisa berupa penampakan, aroma, tekstur, dan flavor.
Mekanisme pengambilan rangsangan dapat dilakukan dengan cara mencium,
menyentuh, melihat, dan mendengar dengan menggunakan panca indera Soeparno
(1998), penambahan gula pada dendeng akan menyebabkan penampakan produk
yang lembut dengan mengurangi efek pengerasan oleh garam melalui jalan
mencegah penguapan air dan tidak begitu kering sehingga lebih disukai konsumen.
Menurut Buckle et al., (1987), dendeng umumnya mempunyai rasa yang
manis, karena kadar gulanya cukup tinggi. Pada pembuatan dendeng ditambahkan
gula merah. Menurut Santoso (1993), gula merah memilki aroma karamel dan rasa
manis dengan sedikit rasa asam. Rasa manis karena mengandung beberapa jenis
gula seperti sukrosa, fruktosa, glukosa dan maltosa. Rasa asam pada gula merah
disebabkan adanya asam malat didalamnya. Aroma karamel disebabkan adanya
reaksi karamelisasi akibat panas selama pemasakan. Penambahan garam dilakukan
selain sebagai pengawet garam juga berfungsi merangsang cita rasa

dan

penambahan rasa enak pada produk. Selama pembumbuan dan pengeringan akan
terjadi pula pembentukan komponen-komponen citarasa, yang akan menambah rasa
dan aroma dendeng menjadi lebih sedap.

MATERI DAN METODE
Materi
Alat yang digunakan dalam pembuatan dendeng adalah slicer, food
processor, loyang dan peralatan dapur. Sedangkan alat yang digunakan dalam
pembuatan abon adalah peralatan dapur, pressure cooker, pengepres
Bahan

yang

digunakan

dalam

pembuatan

dendeng

adalah

daging

segar/frozen, gula merah, lada bubuk, ketumbar bubuk, bawang merah, bawang
putih, lengkuas parut, air asam jawa dan garam secukupnya. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam pembuatan abon adalah daging, gula merah, bawang merah,
bawang putih, ketumbar, sereh, garam, lengkuas, santan, daun salam.
Metode
Untuk dendeng slice, pertama-tama daging diiris-iris tipis dengan
menggunakan slicer dengan ketebalan ±3-5 mm. Bumbu-bumbu dicampur dengan
irisan daging dan dibiakan selama satu malam sampai bumbu meresap. Dendeng
kemudian dijemur dalam tampah sampai kering. Untuk dendeng lumat, daging
digiling dengan bumbu-bumbu sampai lembut. Adonan kemudian dicetak dalam
loyang dengan ketebalan ±3-5 mm, dan dijemur sampai kering. Dendeng yang sudah
kering, kemudian digoreng. Dendeng siap untuk dikonsumsi atau dikemas dan
disimpan. Proses selanjutnya adalah melakukan uji hedonik terhadap kornet yang
telah dibuat. Uji hedonik dilakukan terhadap warna, rasa, tekstur dan aroma. Adapun
derajat atau tingkat hedoniknya adalah sangat tidak suka, tidak suka, suka sampai
sangat tidak suka.
Untuk pembuatan abon daging sapi dibersihkan dari jaringan ikat. Lalu
dipotong berukuran dadu. Kemudian bersamaan dengan daun salam dan daun sereh
direbus selama setengah jam dalam press cooker sampai empuk. Daing dikeluarkan
dan disuir-suir . agar cepat lembut maka daging ditumbuk. Bumbu yang sudah halus
dicampurkan dengan daging kemudian direbus dengan santan hingga agak
mengering. Kemudian daging digoreng hingga berwarna agak kecoklatan. Daging
yang telah digoreng dipress dengan alat pengepres hingga minyaknya keluar dan
kering.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pada praktikum
ini dilakukan pembuatan dendeng dan abon. Pada
pembuatan dendeng dilakukan 2 cara yaitu dendeng iris tipis dan dendeng giling.
Masing-masing dari ke-dua cara tersebut menggunakan daging segar dan daging
beku dan diuji mutu hedonik dengan parameter warna, bau, rasa, dan penampilan
yang disajikan pada tabel bawah ini. Sedangkan dalam pembuatan abon juga
dilakukan uji mutu hedonik yang sama dilakukan seperti dendeng dan disajikan pada
tabel ke dua.
DENDENG
DAGING

PARAMETER
RASA
BAU

WARNA

Dendeng iris daging
segar
Dendeng iris daging
beku
Dendeng giling daging
segar
Dendeng giling daging
beku

2,0

1,75

2,0

PENAMPILA
N
2,4

2,15

2,05

2,25

2,35

1,33

1,33

1,83

1,42

2,15

2,62

2,46

2,15

ABON
DAGING
Abon

PARAMETER
RASA
BAU

WARNA
2,2

2,2

2,4

PENAMPILA
N
1,95

DATA DENDENG
DAGING
Dendeng iris daging
segar
Dendeng iris daging beku
Dendeng giling daging
segar
Dendeng giling daging
beku

47,24%

KA
DAGIN
G
75,31%

KA
Aw
DENDEN
DAGING
G
13,75%
0,879

53,12%
%

77,88%
%

12,25%
17,86%

0,749
0,849

0,618

39,72%

%

%

0,867

0,60

RENDEM
EN

Aw
DENDENG
0,849

Pembahasan
Daging merupakan produk primer yang dihasilkan dari peternakan. Daging
tersebut mempunyai nilai gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi manusia. Tidak
hanya itu saja daging juga mempunyai berbagai varian untuk diolah menjadi produk
yang dapatn meningkatkan cita rasa sehingga meningkatkan palatabilitas untuk
dikonsumsi. Salah satu produk hasil olahan daging adalah dendeng dan abon.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) 01-2908-1992, dendeng
berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang telah
diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng mempunyai rasa manis, karena kadar gula
cukup tinggi serta mempunyai wrana coklat gelap. Kombinasi gula, garam dan
bumbu-bumbu menimbulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996). Menurut
Legowo et al., (2002), dendeng mempunyai cita rasa yang spesifik, karena melalui
proses curing dan pengerinagn, serta perlakuan penggorengan sesaat sebelum
dikonsumsi. Menurut Buckle et al., (1987), dendeng merupakan produk tradisional
Indonesia dan semi basah yang ditambah gula, garam serta rempah-rempah lalu
dijemur sampai kering. Bahan pangan semi basah adalah campuran suatu bahan
pangan yang umumnya ditambah dengan bahan pengikat aiiiir yang dapat
menurunkan water activity (aw) produk, sehingga pertumbuhan mikroorganisme
terhambat (Purnomo, 1996). Bahan pangan semi basah memiliki aktivitas air antara
0.6 sampai 0.91 (Salguero et al., 1994).
Proses pembuatan dendeng pada praktikum kali ini menggunakan dua cara
yaitu dendeng iris tipis dan dendeng giling. Dari masing-masing cara tersebut
menggunakan daging segar dan daging beku. Perbedaan dari segi ouji mutu hedonik
dendeng iris beku dan dendeng iris segar adalah dari parameter rasa, aroma, warna,
dan penampilan. Menurut Soekarto dan Hubies (1993) uji hedonik bertujuan untuk
mengetahui sampel yang paling disukai oleh konsumen. Indera yang paling berperan
dalam penilaian palatabilitas antara lain indera penglihatan, penciuman, pencicipan,
dan perabaan (Rahayu, 1998). Dari hasil praktikum tersebut didapatkan hasil bahwa
dari segi warna dendeng segar meberikan nilai yang baik yaitu dengan nilai 2,0.
Dibanding dengan dendeng iris daging beku. Sedangkan perbedaan dendeng giling
segar dengan dendeng giling beku didapatkan hasil bahwa dendeng giling daging

beku mendapatkan nilai yang tinggi yaitu 2,15. Dengan parameter nilai 1 merupakan
sangat baik dan nilai 5 merupakan sangat buruk Menurut Soekarto, (1990) Warna
merupakan sifat produk pangan yang paling menarik perhatian konsumen dan paling
cepat memberikan kesan disukai atau tidak. Menurut Buckle et al. (1987), dendeng
memiliki warna coklat kemerahan sampai berwarna coklat gelap. Warna kecoklatan
ini disebabkan oleh adanya reaksi pencoklatan non enzimmatis antara gula dengan
protein daging dan dipengaruhi oleh warna gula kelapa yang digunakan.
Pengujian berikutnya adalah pengujian mutu hedonik terhadap rasa dendeng
yang dibuat pada praktikum ini. Surjana (2001) menyatakan bahwa rasa yang
menentukan penerimaan konsumen yaitu tingkat kegurihan, keasinan dan rasa
daging. Rasa suatu produk pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
senyawa kimia, temperatur dan interaksi dan komponen rasa lain serta jenis dan lama
pemasakan (Winarno, 1977). Berdasarkan hasil uji mutu hedonik didapatkan bahwa
dendeng iris daging beku mendapatkan nilai yang lebih rendah yaitu 2,05
dibandingkan dengan dendeng iris daging segar yang mendpatkan nilai 1,75.
Sedangkan pada dendeng dengan daging giling didapatkan nilai yang terbaik pada
daging segar dengan nilai 1,33. Dibandingkan dengan menggunakan daging beku
yang mendapat nilai sebesar 2,62.
Parameter selanjutnya yang diukur adalah aroma dendeng yang dibuat pada
praktikum ini. Aroma juga disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat
mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium aroma dari
jarak jauh (Soekarto, 1985). Dari hasil praktikum ini didapatkan hasil bahwa
dendeng iris dengan daging segar mendapatkan nilai yang baik yaitu 2,0
dibandingkan dendeng yang menggunakan daging beku yang mendapatkan nilai
sebesar 2,25. Untuk dendeng giling nilai yang didapatkan paling baik adalah pada
dendeng yang menggunakan daging giling segar dengan nilai sebesar 1,83.
Sedangkan daging giling beku mendapat skor sebesar 2,46.
Parameter uji hedonik yang juga menentukan tingkat penerimaan konsumen
terhadap suatu produk adalah penampilan umum. Pada hasil praktikum ini dendeng
iris dengan daging beku mendapat nilai 2,35 yang lebih baik dibanding dengan
daging yang segar yang mendapat nilai 2,40. Dendeng giling yang menggunakan

daging segar mendapat niali yang sangat baik yaitu 1,42 dibanding dengan
menggunakan daging beku yang mendapatkan nilai 2,46.
Proses pembuatan dendeng agar mendapatkan cita rasa yang baik maka perlu
ditambahkan aneka bumbu-bumbu dan rempah-rempah. Menurut Forrest et al.
(1975), bumbu memiliki fungsi yaitu sebagai penyedap, menambah karakteristik
warna tau pola tekstur serta sebagai agen antioksidan. Komposisi bahan yang
digunakan dalam pembuatan dendeng menurut Hadiwiyoto (1994) adalah daging,
gula merah (30%), garam (5%), ketumbar (2%),

bawang putih (2%), sendawa

(0.2%), lengkuas (1%) dan jinten (1%). Penambahan bumbu-bumbu pada proses
pembuatan dendeng, seperti lengkuas, ketumbar, bawang merah, lada, dan bawang
putih, dan penambahan gula dan garam memiliki tujuan utama untuk meningkatkan
citarasa dan memperpanjang daya simpan. Selain itu, menurut Buckle et al. (1985),
penambahan gula dan rempah – rempah seperti lengkuas, bawang merah, bawang
putih, dan jahe pada dendeng memberikan aroma yang khas sehingga produk ini
dapat dibedakan dari pdoduk lainnya seperti pemmican, biltong,dan charqui
Gula merah merupakan hasil olahan nira yang diuapkan yang berasal dari
kelapa. Gula ini memberikan aroma yang khas pada dendeng

(Buckle et al,.

1985). Penambahan gula merah ini akan menyebakan penampakan produk lebih
lembut dengan mengurangi efek pengerasan oleh garam dengan mencgah penguapan
air (Soeparno, 1994). Selain itu, gula menambah rasa manis dan kelezatan,
mengurangi rasa asin berlebihan akibat penambahan garam, memperbaiki aroma dan
tekstur daging. Gula juga berfungsi melunakkan produk dengan mengurangi
penguapan.
Purnomo (1996) mengatakan bahwa asam jawa dapat digunakan untuk
menambah cita rasa, mengurangi rasa manis, memperbaiki terkstur dan menurunkan
pH. Asam dapat bersifat sebagai pengawet karena dapat menyebakan denaturasi
protein bakteri terutama bakteri proteilitik dan bakteri pembusuk (Winarno et
al.,1980).
Abon didefinisikan sebagai jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari
daging, direbus, disayat-sayat, dibumbu, digoreng, dan dipres (SNI 01-3707-1995).

Kriteria pemilihan jenis daging yang akan dibuat abon adalah daging yang tidak
banyak mangandung jaringan ikat dan lemak. Untuk itu bagian penutup, paha depan,
paha atas dan paha belakang cocok digunakan untuk pembuatan abon (YLKI,1985).
Proses pembuatan abon mengugunakan berbagai bumbu-bumbu yang dapat
menciptakan cita rasa dari abon itu sendiri cotohnya seperti penambahan santan pada
abon yang berfungsi sebagai pencipta rasa gurih pada abon dan menciptakan aroma
yang khas sehingga dapat membuat para konsumen tertarik pada produk makanan
ini.
Abon ataupun dendeng yang dihasilkan dari praktikm ini tidak kalah rasanya
dengan dendeng atau abon yang dijual dipasaran secara komersil. Hanya saja pada
abon yang dihasilkan pada praktikum ini warna, penampilan dan rasa masih kurang
dengan abon yang dijual dipasaran. Hal ini dimungkinkan karena pada produk abon
komersil menggunakan bumbu atau rsesp khusus sehingga menghasilkan abon yang
lezat. Sedangkan pada abon yang dihasilkan pada praktikum ini menggunakan
bumbu atau resep berdasarkan buku penuntun praktikum
.

KESIMPULAN
Dendeng berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging
segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng mempunyai rasa manis,
karena kadar gula cukup tinggi serta mempunyai wrana coklat gelap. Dendeng yang
menggunakan daging segarterbukti mempunyai penilaian mutu hedonik yang baik
dibanding dengan daging beku. Gula menambah rasa manis dan kelezatan,
mengurangi rasa asin berlebihan akibat penambahan garam, memperbaiki aroma dan
tekstur daging. Asam jawa dapat digunakan untuk menambah cita rasa, mengurangi
rasa manis, memperbaiki terkstur dan menurunkan pH. Asam dapat bersifat sebagai
pengawet.
Abon didefinisikan sebagai jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari
daging, direbus, disayat-sayat, dibumbu, digoreng, dan dipres. Penambahan santan
pada abon yang berfungsi sebagai pencipta rasa gurih pada abon dan menciptakan
aroma yang khas. Abon ataupun dendeng yang dihasilkan dari praktikm ini tidak
kalah rasanya dengan dendeng atau abon yang dijual dipasaran secara komersil.

Daftar pustaka
Aberle, E. D., J. C. Forrest, D. E. Gerrard, E. W. Mills, H. B. Hedrick, M. D. Judge
dan R. A. Markel. 2001. Pronciples of Meat Science. 4thEdition. Kendall/Hutt
Publishing Co, Iowa,
Amang, B., P. Simatupang, dan A. Rachman. 1996. Ekonomi Minyak Goreng di
Indonesia. Institut Pertanian Bogor Press
Awang, S. A. 1991. Kelapa : Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional.1992.SNI 01-2908-1992. Dendeng Sapi. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan. H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Syarat Mutu Abon : SNI 01-3707-1995.
Departemen Pertania. Jakarta
Djatmiko, B., dan I outara. 1976. Pengilahan Kelapa I. Departemen Teknologi Hasil
Pertanian. Fakultas Teknologi Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Farrel, K.T. 1985. Spices, Condiments and Seasonings. AVI Publishing Co.
Inc.,Westport. Connecticut
Farell,K. T. 1990. Spices, Condiments dan Seasonings. 2nd Edit. Van Vostrdan
Reinhold, New York
Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hendrik, M. D. Judge, R. A. Markel. 1975.
Principle of Meat Science. W. H. Freiman and Company, San Fransisco
Hadiwiyoto, S. 1994. Studi Pengolahan Dendeng denan Oven Pengering Rumah
Tangga. Buletin Peternakan. 18: 119-126.
Irene, R. E. Sorpsi Isotermis Dendeng Sapi Giling. Skripsi. Jurusan Teknologi 1994.
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. 1 st Edition.
Universitas Indonesia. Jakarta

Kramlich, W. E. 1971. Sausage Products. Didalam : Price, J. F. dan B. S. Schweigert
(2nd edition). The Science of Meat and Meat Porducts. W. H. Freeman and
Company
Legowo, M. A., Soepardie, R. Miranda, N. Anisa dan Y. Rohadiyah. 2002. Pengaruh
Perendaman Daging Pra Curing dalam Jus Daun Sirih Terhadap Ketengikan
dan Sifat Organoleptik Dendeng Sapi Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. 13 : 64-69.
Muchtadi, T.R dan Sugiono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Dekdikbud. Dirjen Dikti. PAU. Pngan dan Gizi, IPB
Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue 10 th edit. Departemen of Animal
Science the Ohio State University dan The Agricultural Research and
Development Center,
Paranginan, R.1983. Dendeng Tawes (Purtius Javanicus) dalam Bebagai Bentuk
Olahan. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No.24. BPTP. Jakarta. P. 2328
Purnomo, H. 1996. Dasar-dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT. Grasindo,
Jakarta.
Rahayu,W.P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Diktat. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Insitut Pertanian
Bogor, Bogor.
Rismunandar. 1998. Rempah-rempah : Komoditi Ekspor Indonesia. Penerbit Sinar
Baru, Bandung.
Salguero, J. F., R. Gornez, M. A. Carmona. 1994. Water Activity of Spanish
Intermediate-moisture Meat Products. Meat sci. 38: 341-346..
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Santoso, H. B. 1993. Pembuatan Gula Kelapa. Penerbit Kanisius, Jakarta.
Soekarto,S.T. dan M. Hubies. 1993. Metode Penelitian Indrawi Petunjuk
Laboratorium. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Instutut Pertanian
Bogor, Bogor.
Subyantoro, R. W. 1996. Pengaruh Cara Pengemasan Suhu dan Waktu Penyimpanan
Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik corn beef dalam Kemasan Plastik
Fleksibel. Skripsi. Fakultas Tekhnologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Sunarjono, H. 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta
Susiwi,2009.penilaian organoleptik.handout matakuliah organoleptik.pendidikan
kimia.FMIPA,universitas pendidikan Indonesia
Wilson, N. R. P., E. J. Dett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat
Product. Applied Science Publishers, New Jersey
Winarno. F. G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 1985. Abon Sapi yang Beredar di Pasaran.
Warta Konsumen no. 135/1985. YLKI. Jakarta
.