SEKILAS PANDANG PERKEMBANGAN LEMBAGA KEU (1)

SEKILAS PANDANG PERKEMBANGAN
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI
INDONESIA

Disusun oleh:

WAHYU OKY KRISNAWAN
4411020028

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
DEPOK 2014

SEKILAS PANDANG PERKEMBANGAN LEMBAGA
KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA
Wahyu Oky Krisnawan
Politeknik Negeri Jakarta
Ekonomi islam hakikatnya adalah ekonomi kerakyatan yang terjun
langsung ke sektor rill, dan adanya dispersi pendapatan. Konsep ini sebenarnya
sudah jauh diterapkan di Indonesia dalam bentuk koperasi. Namun, koperasi yang
ada di Indonesia mayoritas masih menggunakan bunga dimana seluruh ulama di
dunia telah sepakat, bahwa bunga diqiaskan dengan riba sehingga hukumnya

haram.
Sepanjang akhir dekade ini, banyak lembaga keuangan bermunculan,
mulai dari bank, asuransi, pegadaian, hingga pasar modal dan sebagainya, dengan
penawaran produk syariahnya. Kemudian pertanyaan yang muncul adalah,
bagaimana respon masyarakat Indonesia dalam menyikapi kemunculan dan
perkembangan lembaga keuangan syariah kini ? dan sejauh apa perkembangan
lembaga keuangan syariah di Indonesia dalam menawarkan dan memenuhi
permintaan produk-produk keuangan berbasis syariah ?
Data dari bank Indonesia menunjukan bahwa pada tahun 2013, jumlah
jaringan bank syariah di Indonesia mencapai 3119 unit kantor. Artinya, terjadi
perkembangan yang sangat signifikan terkait perkembangan lembaga keuangan
syariah. Data tersebut menunjukkan bahwa ada respon positif pasar terhadap
lembaga keuangan syariah selama lebih dari 6 tahun belakangan ini, dimana pada
tahun 2007 hanya berjumlah 925 unit.

1

Kebiasaan dalam pola pengajaran islam di negera Indonesia yang selalu
menekankan pada aqidah dan akhlak menjadi penyebab kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap ekonomi islam. Hakikatnya, aqidah dan ahklak sifatnya

statis, misalkan saja, sholat fardhu, yang sejak zaman Rasul sampai hari kiamat
nantipun, akan selalu 17 rakaat dalam 5 waktu. Pengajaran tentang hal
bermuamalah sangat kurang. Padahal ekonomi islam merupakan bagian dari ilmu
muamalah, yaitu ilmu hubungan antara manusia, dengan manusia lainnya, dimana
ilmu muamalah ini berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Dampak ketidakpahaman masyarakat Indonesia, kemudian bermuara pada
minimnya minat masyarakat untuk bertransaksi pada sektor keuangan syariah
terutama bank syariah. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa bank syariah
adalah bank yang mahal, sehingga mereka lebih suka membeli produk dari bank
konvensional hanya karena lebih murah. Padahal bank syariah adalah bank bagi
hasil. Ketika seorang meminjam kepada bank syariah dengan akad mudharabah,
sangat berbeda dengan ketika ia meminjam modal usaha di bank konvensional.
Hal ini dapat dianalogikan seperti 2 ayam goreng yang mana ayam yang satu
disembelih dengan basmalah, dan ayam yang lainnya disembelih begitu saja tanpa
basmalah. Meskipun sama-sama ayam goreng dan mungkin ayam yang
disembelih begitu saja harganya lebih murah, namun bukan berarti ayam yang
disembelih tanpa basmalah itu halal .
Sistem pada bank konvensional adalah menetapkan bunga sebagai “harga”
yang harus dibayar akan sebuah oportunity cost of holding money atau sebagai
pengganti nilai time value of money selama masa peminjaman (Adam Smith).

Sehingga yang terjadi adalah tak peduli usaha yang dijalankan seorang nasabah itu
2

untung/rugi, yang terpenting nasabah tersebut wajib dan terikat hukum untuk
mengembalikan nilai pokok hutang ditambah bunga yang ditetapkan bank.
Sehingga, seorang yang membuka usahanya dari dana bank, mencoba sekuat
tenaga untuk mengembalikan dana tersebut, karena jika tidak, maka aset
kepunyaannya akan disita. Dampak dominonya, pedagang tersebut memiliki
potensi yang besar untuk berbuat kecurangan dan kelicikan dalam beniaga. Sangat
berbeda dengan akad mudharabah pada bank syariah yang menetapkan porsi
nisbah bagi hasil, sehingga pengembalian kepada bank tidak tetap, bergantung
pada seberapa besar keuntungan dari pedagang tersebut.
Masyarakat muslim tidak selamanya salah jika masih memilih bank
konvensional, meskipun jumlah lembaga keuangan syariah di Indonesia sangat
banyak, namun acuan mereka tetap pada tingkat suku bunga. Lihat saja saat
membuka tabungan pada bank syariah, yang terlontar dari mulut pegawai bank
adalah “bagi hasilnya, setara dengan bunga sekian persen”. Bahkan dalam sebuah
seminar yang dihadiri manajer salah satu bank swasta mengiyakan jika nisbah
bagi hasil juga mengacu pada BI rate. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
praktik ekonomi islam masih setengah hati. Karena dalam benaknya masih

berorientasi pada bunga.
Disamping itu, kemajuan sektor financial islam harus diikuti dengan
kemajuan sektor rill yang juga islami. Tujuan dari ekonomi islam yang menuju
falah (kesejahteraan bersama), sangat berbeda dengan tujuan kapitalisme yang
memperkaya diri sendiri. Bank syariah, yang mendapatkan bagi hasil atas modal
yang dipinjamkan kepada seorang mudharib, besarnya tergantung dari seberapa
untung mudharib tersebut dalam bisnisnya. Dengan demikian seorang mudharib
3

yang terjun langsung di sektor rill, harus memiliki kejujuran dan integritas yang
mumpuni. Jika tidak, sangat dimungkinkan bila mudharib tersebut wanprestasi
sehingga pendapatan bank syariah kecil atau bahkan merugi yang mana
pengelolaan keuangan usaha sulit dikontrol oleh bank. Terlebih penyaluran bank
syariah banyak terjun di sektor kecil & mikro (suara pembaruan : 2013), dengan
pencatatan keuangan yang masih kurang baik. Pengawasan sistem syariah dalam
lembaga keuangan syariah diawasi langsung oleh DPS (Dewan pengawas
Syariah), namun tidak ada yang mengawasi pelaku usaha untuk berbisnis secara
syariah. Kondisi ini berbeda dengan konsep mudharabah yang diajarkan rasul.
Inilah yang menjadi alasan masyarakat bahwa lembaga keuangan syariah sama
saja dengan lembaga keuangan konvensional bahkan mereka beranggapan produk

keuangan syariah lebih rumit, dan mahal sehingga menyebabkan belum
tercapainya kondisi perekonomian yang syar’i di Indonesia.
Paradigma masyarakat tentang lembaga keuangan syariah tak lepas dari
seberapa profesional pengelolaan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Dilihat
dari tujuan, kebanyakan lembaga keuangan syariah bertujuan untuk mendapatkan
profit atau keuntungan. Padahal, dalam ekonomi islam mengajarkan tentang
penolakan akumulasi kekayaan pada segelintir orang saja (Efriyanto : 2011).
Dalam realita praktik keuangan syariah, banyak produk yang tidak syariah, namun
disyariahkan begitu saja. Misalnya saja akad gadai (rahn), akad pinjaman
kebajikan (Qardh) dan akad titipan (wadi’ah). Semuanya adalah akad sosial
(tabaru’) sehingga tidak boleh mengambil keuntungan dari akad tersebut, namun
dalam praktiknya lembaga keuangan syariah di indonesia mengambil keuntungan
dari akad tersebut.

4

Disisi produk, bank syariah kurang kreatif. Misalnya kartu kredit dicari
akadnya supaya bisa. Jadi tidak punya inovasi dan kreatifitas. Yang ada
syariahnisasi, produk konvensional dicarikan akad syariahnya sehingga tak ada
diferensiasi dimata konsumen. Dengan demikian, masyarakat beranggapan bank

syariah sama dengan bank konvensional.
Diluar itu semua, nyatanya berdasarkan data dari bank Indonesia hingga
tahun 2013, total aset dalam 5 tahun belakangan tumbuh 5,6 %, dan total
penyaluran dana 18,9% untuk perbankan syariah. Kesiapan lembaga keuangan
syariah dinilai cukup kuat dan berpotensi besar (Agustianto : 2013). Yang
diperlukan saat ini untuk memajukan lembaga keuangan syariah adalah dukungan.
Pemerintah sibuk untuk menangani bank dengan riba yang selalu
bermasalah sepanjang tahun karena tingkat suku bunga. Tapi pemerintah lupa,
bahwa ada lembaga keuangan syariah lain yang telah dibuktikan diseluruh dunia
bahwa sistemnya kebal terhadap krisis. Lihatlah kejadian krisis pada tahun 19971998, bank Muamalat Indonesia adalah satu-satunya bank umum yang tidak
menerima dana bill out BI (sharing : 2011) dan masih tetap eksis hingga kini
karena tidak dibebankan oleh bunga. Bandingkanlah dengan bank konvensional
lain, yang mana telah banyak uang negara dipakai, namun justru mati atau di
merger. Wujud ketidak pedulian pemerintah adalah enggannya meletakkan dana
pemerintah ke bank syariah. Padahal dengan meletakkan dana pemerintah ke bank
syariah, maka bank memiliki sumber dana pihak ketiga lain, dan dapat
berkembang lebih pesat.

5


Kesiapan lembaga keuangan syariah juga perlu didukung dari aspek
legalitas. Undang-uandang yang mengatur tentang instrumen keuangan syariah
juga baru dibuat pada tahun 2011. Tentunya kita tak ingin kejadian seperti
pembangunan monorail di DKI jakarta yang tersendat karena islamic development
bank menolak melanjutkan pembiayaan proyek yang salah satu penyebabnya
adalah kurangnya instrumen hukum keuangan syariah di Indonesia pada masa itu.
Kesiapan penanganan resiko lembaga keuangan juga perlu mendapat
perhatian. Karena pada masa depan nanti akan terjadi persaingan global yang
tidak bisa ditolak untuk masuk ke Indonesia. Untuk itulah, Harus ada Lembaga
dan Sumber Dana untuk mengatasi/ mengalihkan kerugian yang diderita oleh
Pengusaha Seperti Asuransi.
Zakat sebenarnya dapat mengatasi kerugian tersebut karena Zakat dapat
memberikan pada Asnaf Gharimin (pengusaha yang merugi), tetapi sayang
Lembaga Zakat lebih fokus pada Fakir dan Miskin

untuk kaum yang tidak

berdaya secara terus menerus. Padahal bila diberikan pada Gharimin yaitu
Pengusaha Insya Allah dengan cepat mereka bangkit dan bahkan dapat kembali
berzakat lebih besar.

Untuk itu perlu kebijakan penyatuan Institusi Fiskal dan Moneter Islam
sebagai bagian yang integral bahkan Integrasinya secara menggelobal guna
mengatasi spekulasi yang dilakukan spekulator dunia seperti George Soros bukan
terpisah seperti saat ini. Resiko Bank Islam tidak dapat diserahkan secara penuh
pada cadangan PPAP bila ingin Implementasi Akad Bagi Hasil. Perlu Auditor
Syariah yang bisa mengawasi operasional Debitur secara seksama, sehingga perlu
6

didirikan Prodi Akuntansi Syariah yang handal. Dewan Pengawas Syariah
sebaiknya diperluas tugasnya bukan hanya pembuat Fatwa Produk/ Jasa
Keuangan Syariah saja tapi juga mengwasi operasional sehari-hari.
Untuk merubah paradigma masyarakat Indonesia, ulama dan pemuka
agama sangat berperan disini. Karena merekalah yang langsung bersentuhan
dengan masyarakat dan mampu menjelaskannya dengan bahasa masyarakat
tersebut. Kesempurnaan sistem ekonomi islam yang tertutup oleh paham
kapitalisme harus segara dibangkitkan, bukankah kita semua rindu pada zaman
kekhalifahan dimana tak satupun rakyat pada saat itu yang mau menerima zakat
karena sudah mampu? Maka peran pendakwah untuk menyadarkan masyarakat
akan pentingnya sistem ekonomi islam sangat besar.
Saya yakin, ekonomi islam kedepan akan semakin dominan dan menjadi

jalan keluar bagi para ekonom yang sudah muak dengan krisis yang selalu
terulang bak sebuah siklus. Ekonomi islam merupakan ajaran yang langsung
didapatkan dari Allah SWT. Jika terjadi kekeliruan, maka yakinlah kesalahan
tersebut ada pada manusia sebagai eksekutor dalam menjalankan, maupun dalam
menafsirkan. Sistem syariah ini adalah milik umat islam, maka jika bukan kita
sebagai umat islam yang mendukung dan memajukannya, siapa lagi?

7

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama

: Wahyu Oky Krisnawan

Tempat & tanggal Lahir

: Jakarta & 23 Oktober 1993

Pendidikan Formal


: SDN 04 Pagi, Kebon Jeruk Jakarta Barat 19992002
SDN 05 Gajah mungkur Semarang 2002-2005
SMPN 13 Semarang 2005-2008
SMAN 57 Jakarta 2008-2011
Polieknik Negeri Jakarta 2011-Sekarang

Karya Tulis Yang dibuat

: Bahaya Merokok Bagi Kesehatan (2010)
Mengoreksi Regulasi CSR (2013)
Bisnis
Tanpa
Laba/Rugi,
pengurangan limbah (2013)

Prestasi Yang pernah diraih

sebagai

solusi


:

Juara 1, Nasional Paper Competition, Univ. Lambung mangkurat Banjarmasin,
Kalimantan Selatan (2013)
Juara Kedua, Lomba debat seJABODETABEK ( 2013)
Finalis paper competition, Univ. Andalas Padang, Sumatera barat (2013)
Peserta Terbaik Kesatu, edu-Integriry, KPK, Jakarta (2012)
Juara Pertama, Lomba debat seJABODETABEK (2012)
Juara pertama, Lomba debat antar jurusan, PNJ (2012)
Juara 1, Lomba Pidato bahasa Inggris Tingkat sekolah (2010)
Juara 1, Lomba Pidato bahasa Indonesia Tingkat sekolah (2010)
Juara Harapan 1 Lomba pidato, Departemen Agama (2007)

DAFTAR PUSTAKA
Materi Seminar ekonomi syariah IAEI, Politeknik Negeri Jakarta 2014
www.BI.go.id
www.suarapembaruan.com
Majalah Sharing, 2011
Majalah Sharing, 2014
Materi perkuliahan program setudi keuangan & perbankan syariah politeknik
negeri jakarta.