Makna Kata Rabb Kata Rabb
Makna Kata Rabb ( )ربdan Ila>h ( )إلهserta Perbedaan
Antar Keduanya
oleh Zulhendra
ibnu.muhammadzein@gmail.com
A.
Pendahuluan
Allah mensifati diri-Nya sendiri—demikian pula Rasu>lulla>h —
dengan dua kata yang senantiasa diulang-ulang pada sejumlah tempat
dengan berbagai siyagh dalam al-Qura>n, demikian pula h}adi>ts. Kedua
kata ini senantiasa dan umum diterjemahkan dengan kata “tuhan”. Kata
yang dimaksud ialah kata rabb ( )ربdan kata ila>h ()إله. Penggunaan kata
“tuhan” sebagai kata pengganti dalam sebuah terjemahan, untuk kata
rabb juga ila>h, tentunya menimbulkan sejumlah permasalahan. Termasuk
permasalahan yang paling besar, ialah terkait dengan pemahaman
pembaca terjemah tersebut terkati makna dari dua kata ini, bahkan makna
dari kalimat yang diterjemahkan tersebut secara utuh. Merupakan
konsekuensi yang paling jelas dari hal ini ialah timbulnya kesan bahkan
pemahaman nyata bagi pembaca bahwa makna kata rabb dan kata ila>h
adalah sama. Kedua kata ini merupakan dua kata yang tidak memiliki
perbedaan signifikan, bahkan mungkin sama sekali tidak berbeda dalam
“mendeskripsikan” sifat Allah .
Pertanyaan
yang
muncul
setelahnya
ialah
“Apakah
benar
demikian?” Benarkah kedua kata ini memiliki makna yang sama dan
serupa? Jika benar demikian, lantas apa signifikansi penggunaan kedua
kata ini sekaligus dalam kalimat yang sama dari sejumlah firman Allah ?
Selain itu, apa signifikansi penggunaan kedua kata ini secara terpisah pada
sejumlah ayat yang berbeda, yang konteks ayat tersebut terkadang tidak
berbeda dengan cukup signifikan? Jika benar kedua kata ini memiliki
makna yang sama, lantas apa faidahnya? Sedangkan merupakan suatu
perkara yang mustahil dan tidak mungkin dikatakan oleh muslim manapun,
jika Allah menurunkan al-Qura>n secara sia-sia serta bermain-main.
Subh}a>nalla>h!
1
2
Berikut sebagian ayat yang di dalamnya terdapat salah satu dari
dua kata ini, atau pun keduanya secara bersamaan dalam satu ayat:
Allah berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya
lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada
Ila>h
bagimu
selain-Nya."
Sesungguhnya
(kalau
kamu
tidak
menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang
besar (kiamat)”.1
Firman-Nya pada tempat yang lain,
“Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda)
maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu
sembah
sepeninggalku?”
mereka
menjawab:
“Kami
akan
menyembah Ila>h-mu dan Ila>h nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail
dan Ishaq, (yaitu) Ila>h yang satu dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya”.2
Kemudian firman-Nya pada ayat yang lain,
“Hai
manusia,
sembahlah
Rabb-mu
yang
telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa”.3
1 Surah al-A‘raf [7]: 59
2 Surah al-Baqarah [2]: 133
3 Surah al-Baqarah [2]: 21
3
Demikian pula firman-Nya,
“Dan sembahlah Rabb-mu sampai datang kepadamu yang
diyakini (ajal)”.4
Seluruh ayat yang telah disebutkan ini, kata rabb dan ila>h yang
ada di dalamnya, secara umum diterjemahkan dengan “tuhan”. Termasuk
terjemahan al-Qura>n yang dikeluarkan oleh Kementerian (Departemen)
Agama Republik Indonesia. Masih banyak lagi contoh-contoh ayat lain dari
al-Qura>n yang insya Allah nanti akan dipaparkan sebagiannya. Adapun
terjemah yang dibawakan di sini semata-mata terjemah dari penulis, untuk
membedakan kedua kata tersebut.
Memperhatikan perkara ini, tentunya pertanyaan yang penulis
ajukan sebelumnya amat mendesak untuk mendapatkan jawaban tuntas.
Hal ini mengingat eratnya kaitan permasalahan ini dengan pemahaman
yang benar terhadap firman-firman Allah , bahkan bisa jadi berkaitan erat
dengan permasalahan yang amat pokok
dari Islam, yaitu akidah.
Berdasarkan alasan tersebut, maka penulis hendak memaparkan suatu
pembahasan yang tuntas terkait hal ini dengan format yang i>jaz
(ringkas).
أسأل الله التوفيق والشداد وأسأله البينة المبين والحجممة المممتين
واللسان المستقيم
B.
Pengertian Rabb ( )الربSecara Bahasa dan Penggunaannya di
Dalam al-Qura>n
Secara bahasa, rabb bermakna pemilik. Dikatakan bahwa
Fulan
rabb al-da>r ()فلو رب الدار, maksudnya ialah orang tersebut merupakan
pemilik rumah yang dimaksud. Dan kata ini ditak disebut secara mutlak
tanpa penyandaran, selain apabila yang dimaksud adalah Allah . Apabila
dikatakan al-rabb, maka yang dimaksud ialah Allah . Namun jika
disebutkan dengan disandarkan kepada sesuatu, makna yang dimaksud
dengan kata ini bisa Allah, mungkin pula selain Allah. Seperti contoh yang
disebutkan tadi, maka yang dimakssud rabb pada kalimat ersbut adalah
4 Surah al-H{ijr [15]: 99
4
orang yang memiliki rumah tersebut. Contoh lain, jika dikatakan رب البإل
(Rabb-nya Unta), maka maknanya ialah مالك البإل
atau صاحب البإل, yakni
pemiliknya. Dikatakan ( رب الملئاكةRabb-nya Malaikat), atau ( رب الناسRabbnya manusia), maka yang dimaksud di sini tidak lain adalah Allah .
Demikian juga, kata ini diambil dari kata kerja ب رربإمما ا
ب ي يرر ب
رر ب, yang
ن ب, yaitu mengembangkan
bermakna شأ الشيرء من حال إلى حممال إلممى حممال التمممام
sesuatu dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain hingga pada
keadaan
yang
sempurna.
Karenanya
Ibnu
al-Anba>ry
(271-328
H)
berkata,”Al-Rabb terbagi dalam tiga jenis: al-Rabb bermakna ma>lik
(pemilik), al-rabb berarti tuan yang ditaati, dan al-rabb bermakna yang
memperbaiki”.5
Ini makna kata rabb secara asal, yaitu dari makana kebahasaannya.
Namun pada pembahasan ini, fokus pembicaraan adalah makna kata rabb
di dalam al-Qura>n yang berkaitan dengan Allah . Yaitu makna kata rabb
yang disandarkan kepada Allah . Berikut beberapa ayat dari al-Qura>n
yang menunjukkan penggunaan kata rabb yang menunjukkan kepada Allah
:
.1
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Rabb-ku, Jadikanlah
negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buahbuahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada
Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang
kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia
menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali".6
5 Muh}ammad bin Mukarram Ibnu Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, (Beirut; Da>r alS{a>dir, 1300 H), jilid I, hal. 399-401. S{alih} bin Fawz}a>n bin Abdulla>h al-Fawz}a>n,
al-Tawh}i>d li al—S{aff al-Awwal al-‘Aliy, terj. Agus Hasan Bashari, (Jakarta: Yayasan alShofwa, 2000), hlm. 25.
6 Surah al-Baqarah [2]: 126
5
.2
“Ya Rabb kami, utuslah untuk mereka sesorang rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat
Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan AlHikmah
(As-Sunnah)
serta
mensucikan
mereka.
Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.7
.3
“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Rabb kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka”.8
“Apakah
kamu
tidak
memperhatikan
orang
yang
mendebat Ibrahim tentang Rabbnya? Allah telah memberikan
kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim
mengatakan:
"Tuhanku
ialah
yang
menghidupkan
dan
mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan
mematikan".[164]Ibrahim
berkata:
"Sesungguhnya
Allah
menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari
barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.9
7 Surah al-Baqarah [2]: 129
8 Surah al-Baqarah [2]: 201
9 Surah al-Baqarah [2]: 158
.4
6
.5
“Tidakkah
kamu
perhatikan
orang-orang
yang
dikatakan
kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah
sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada
mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan
munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada
Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya
Rabb kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami?
mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada
kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan
di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orangorang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”.10
.6
“Musa berkata: "Rabb kami ialah yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk”.11
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Rabb kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa”.12
10 Surah al-Nisa>’ [4]: 77
11 Surah T{a>ha> [20]: 50
12 Surah al-Furqa>n [25]: 74
.7
7
Dari lima ayat yang dibawakan, makna kata rabb yang kesemuanya
disandarkan kepada Allah tidak keluar dari Allah sebagai pencipta
seluruh makhluk-Nya, Allah sebagai pemilik kekuasaan atas segala
makhluk-Nya, Allah sebagai pemberi karunia terhadap semua makhlukNya, Allah sebagai pengatur seluruh makhluk-Nya. Pada ayat pertama,
Allah menceritakan doa Nabi Ibra>hi>m ketika meminta karunia-Nya
dan beliau menyebut Allah dengan kata rabb.13Pada ayat kedua, kata
rabb diiringi dengan permintaan Nabi Ibra>hi>m kepada Allah agar
mengutus seorang rasul yang mengajarkan agama-Nya, apa yang menjadi
kewajiban mereka, dan sebagainya. Demikianpula hal yang serupa pada
ayat ketiga, yaitu kata rabb diringi dengan permintaan untuk menurunkan
dan memberikan kebaikan-kebaikan, baik kebaikan dunia ataupun akhirat.
Pada ayat keempat, kata rabb dimaksudkan kepada Allah sebagai
pengatur alam dan yang menciptakannya serta mematikannya. Pada ayat
berikutnya, kata rabb dimaksudkan kepada Allah sebagai Dzat yang
memerintah dan mengatur hal ihwal hamba. Demikian pula pada dua ayat
terakhir yang dibawakan, tidak keluar dari salah satu dari perkara-perkara
yang telah disebutkan.
Banyak sekali kata rabb dalam al-Qura>n untuk menunjukkan Allah
. Namun seluruhnya tidak keluar dari makna yang telah disebutkan tadi.
Maka ringkasnya, Allah sebagai rabb ialah bermakna pencipta, pemilik
atau penguasa, juga bermakna tadbi>r (pengatur) yang mengatur
kebaikan-kebaikan untuk hamba, serta pemberi karunia berupa rizki,
pengutusan
rasul,
menurunkan
kita>b,
dan
sebagainya
termasuk
memerintah dan melarang. Ibnu Qayyim al-Jawziyah (691-751 H) berkata,
الثالث كونه ربإا فإن الربإوبإية تقتضي أمر العباد ونهيهم وجزاء
محسنهم بإإحسانه ومسيئهم بإإساءته هممذا حقيقممة الربإوبإيممة وذلممك ل
يتم إل بإالرسالة والنبوة
Ketiga,
Dia
sebagai
Rabb,
maka
rubu>biyah
mencakup
memerintahkan hamba serta melarang mereka, juga membalas kebaikan
13 Merupakan perkara yang maklum bahwa semestinya permintaan seorang hamba
kepada Allah dengan menyebutkan nama dan sifat-Nya yang sesuai dengan apa yang
dipinta. Seorang hamba yang mengharapkan ampunan-Nya, berdoa dengan berwasilah
dengan sifat-Nya yang maha mengampuni, yaitu al-Ghafu>r, dan demikian seterusnya.
8
mereka dengan kebaikan dan keburukan mereka dengan keburukan. Ini
adalah hakikat rbu>biyah, dan demikian ini tidak sempurna, melainkan
dengan risa>lah dan kebanian”.14
C.
Hamba Rabba>ny dan Kaitannya dengan al-Rabb
Allah berfirman,
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan
kepadanya al-Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Ddia berkata kepada
manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan
penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu
menjadi orang-orang rabba>ny, karena kamu selalu mengajarkan alkitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.15
Melalui ayat yang mulia ini, Allah memerintahkan hamba-hambaNya untuk menjadi hamba rabba>ny. Seperti yang tampak, kata rabba>ny
merupakan kata yang berakar dari kata rabb, sedangkan huruf ( )يpada
akhir kata tersebut merupakan huruf ( )يnisbat atau penyandaran. Maka
rabba>ny ialah suatu sifat yang disandarkan kepada al-Rabb, yaitu Allah
. Dengan merujuk kepada makna rabb, sebagaimana telah lalu, maka
makna hamba rabba>ny ialah seorang hamba yang menyandarkan dirinya
kepada al-Rabb, yang mengajarkan manusia kebaikan yang bersumber dari
al-kitab, yakni al-Qura>n, baik kebaikan dunia, maupun akhirat mereka.
Juga yang senantiasa berusaha mewujudkan perbaikan di tengah-tengah
mereka. Karenanya Ibnu ‘Abba>s berkata mengenai makna hamba
rabba>ny dalam ayat ini,”Yaitu seorang hamba yang bijak (hukama>’),
berilmu (‘ulama>’), dan penuh kesantunan (h}ulama>’)”.16 Memang
benar, ketiga perkara ini merupakan cakupan dari makna kata rabb.
14 Muh}ammad bin Abu> Bakr Ibnu Qayyim al-Jawziyah, Mada>rij al-Sa>liki>n
bayna Mana>zil Iyya>ka Na‘budu wa Iyya>ka Nasta‘i>n, (Beirut; Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyah, t.t.), jilid I, hal. 80
15 Surah Ali ‘Imra>n [3]: 79
9
Kemudian perintah Allah kepada hamba-Nya agar menjadi hamba
rabba>ny diiringi dengan kewajiban mereka untuk mempelajari al-Qura>n
dan mengajarkannya. Maka kesempurnaan makan hamba rabb>ny ialah
seorang
hamba
yang
bertakwa
kepada
Allah,
yang
kemudian
ia
mempelajari agama Allah dari sumber-sumbernya, lalu mengajarkan hal
tersbut kepada manusia dengan ilmu, hikmah, dan penuh kesantunan. Di
samping itu, tidak ada yang mereka harapkan dari hal itu semua
melainkan balasan dari sisi Allah , serta harapan yang sempurna bahwa
mereka dapat memperbaiki kondisi ummat. Walla>hu a‘lam!
Kemudian dari kata ini pula diambil kata tarbiyah, atau sering
diterjemahkan sebagai “pendidikan” dalam bahasa Indonesia. Namun
tentunya makna tarbiyah bukan sekedar pendidikan. Lebih dari itu, makna
tarbiyah, ialah pendidikan yang memiliki seluruh komponen yang telah
disebutkan tadi. Maka tarbiyah ialah suatu upaya pendidikan kepada
ummat demi mencapai kesempurnaan kebaikan dan perbaikan kehidupan
dunia serta akhirat mereka yang dijalankan sesuai dengan koridor yang
ditetapkan oleh Allah sebagai rabb, sebagai pendidik tertinggi.17 Dari, Dr.
Kha>lid al-H{a>zimy, seorang pengajar di Ja>mi‘ah Isla>miyah bi alMadi>nah, pada jurusan Tarbiyah, menyatakan bahwa pengertian tarbiyah
ialah,
تنشئة النسان شيئا فشيئا في جميع جوانبه ابإتغاء سعادة الدارين
وفق المنهج السلمي
“Upaya pengembanyan manusia sedikit demi sedikit, pada seluruh
bagiannya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, sesuai dengan
manhaj Isla>my”.18
D.
Pengertian Ila>h ( )إلهSecara Bahasa dan Penggunaannya di
Dalam al-Quran
16 Abu> al-Fida>’ Isma>‘i>l bin Katsi>r, Tafsi>r al-Qura>n al-‘Az}i>m, tahqiq:
Mus}t}a>fa> Sayyid Muh}ammad dkk. (Ji>zah; Muasasah Qurt}ubah, 1421 H), jilid III,
hal. 99
17 Kha>lid bin H{a>mid al-H{a>zimy, Us}u>l al-Tarbiyah al-Isla>miyah, (Riyadh;
Da>r ‘Ala>m al-Kutub, 1420 H), hal. 17-19
18 Ibid, hal. 19
10
Kata ila>h merupakan kata benda ber-wazan fi‘a>l ()فعمال, yang
bermakna sebagai kata benda yang menunjukkan objek ()إسم المفعل. Maka
makna kata al-ila>h ( )اللهialah al-ma’luh ()المأرله, yang bermakna ()المعربد,
yaitu yang diibadahi. Maka setiap yang dijadikan manusia sebagai
sesembahhan, maka ia disebut ila>h, terlepas dari benar atau tidaknya
sesuatu itu untuk dijadikan ila>h.
Berikut sebagian penggunaan kata ila>h di dalam al-Qura>n:
.1
“Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda)
maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu
sembah
sepeninggalku?"
mereka
menjawab:
"Kami
akan
menyembah Ila>h-mu dan Ila>h nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail
dan Ishaq, (yaitu) Ila>h yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk
patuh kepada-Nya”.19
“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam
agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali
yang benar. Sesungguhnya al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah
utusan Allah dan
(yang diciptakan dengan) kalimat-Nya
yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya.
19 Surah al-Baqarah [2]: 133
.2
11
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan
janganlah kamu mengatakan: "(ila>h itu) tiga", berhentilah (dari
ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah ialah Ila>h
yang Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di
langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi
Pemelihara”.20
.3
“Sesungguhnya
kafirlah
orang-orang
yang
mengatakan:
"Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", Padahal sekali-kali
tidak ada ila>h yang haq selain dari Ila>h yang Esa. jika mereka tidak
berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang
kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”.21
“Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?"
Katakanlah: "Allah". Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. dan alQuran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan Dia aku memberi
peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Quran
(kepadanya). Apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada
ila>h-ila>h lain di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui."
Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan
Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan
(dengan Allah)”.22
20 Surah al-Nisa>’ [4]: 171
21 Surah al-Ma>idah [5]: 73
22 Surah al-An‘am [6]: 96
.4
12
.5
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya
lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada
ila>h yang haq bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak
menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang
besar (kiamat)”.23
.6
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu,
Maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap
menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah
untuk Kami sebuah ila>h sebagaimana mereka mempunyai beberapa
ila>h". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang
bodoh”.24
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan
malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa
angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka
selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. Apakah
mereka mengambil ila>h-ila>h dari bumi, yang dapat menghidupkan
(orang-orang mati)?”.25
23 Surah al-A‘ra>f [7]: 59
24 Surah al-A‘ra>f [7]: 138
25 Surah al-Anbiya>’ [21]: 19-21
.7
13
.8
“Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahansembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya" dan
mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa
yang paling sesat jalanNya. “Terangkanlah kepadaku tentang orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah
kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”.26
Dari seluruh ayat yang dibawakan—bahkan seluruh ayat dalam alQura>n yang menggunakan kata ila>h—seluruhnya menunjukkan kepada
satu makna. Yaitu sesuatu yang seseorang menghambakan dirinya dengan
penuh pengagungan kepada dzat yang disebut ila>h tersebut. Baik ila>h
yang dimaksud adalah Allah, maupun selainnya. Hal ini tampak dari
seluruh ayat yang dibawakan, baik secara z}ahir ataupun dari konteks
ayat.
E.
Konsekuensi
Perbedaan
Makna
dari
Kedua
Kata
pada
Sejumlah Permasalahan
Tampak bahwa makna kata rabb dan ila>h yang dikaitkan kepada
Allah --dalam hal ini—memiliki perbedaan yang signifikan. Kata rabb
menunjukkan kepada makna yang bersifat rubu>biyah yang meliputi
penciptaan, kepemilikan, pemeliharaan dan pengaturan (tadbi>r), serta
pemberian karunia. Adapun kata ila>h menunjukkan makna yang bersifat
uluhiyah, yaitu Allah sebagai Dzat yang harus diibadahi dengan penuh
pengagungan.
Konsekuensi logis dari perbedaan ini ialah tidak tepatnya, bahkan
keliru, jika kedua kata ini diterjemahkan dengan kata yang sama, yakni
“tuhan”. Hal ini karena beberapa alasan, diantaranya ialah bahwa dengan
mengganti dua kata ini dengan kata lain yang sama, tentu menghilangkan
26 Surah al-Furqa>n [25]: 42-43
14
perbedaan makna yang terkandung di dalamnya. Karena kata “tuhan”,
hanya memiliki satu makna, yaitu sesuatu yang dipentingkan, atau yang
dianggap penting.27
Di samping itu, sesuatu yang dikatakan rabb, tidak melazimkan ia
adalah ila>h, sebagaimana sesuatu yang disebut ila>h, tidak melazimkan
ia adalah rabb. Hal ini amat jelas dilihat dari realita yang ada. Seperti, di
antaranya, firman Allah ,
“Hai kedua penghuni penjara, adapun salah seorang diantara
kamu berdua, akan memberi minuman rabb-nya dengan khamar”.28
Kata rabb pada ayat ini maksudnya ialah tuan dari penghuni
penjara tersebut. Dan orang yang dimaksud tidak menjadikan tuannya
sebagai tempat ia memberikan peribadatannya. Semata-mata ia hanya
memperikan pelayanan sebagai budak atau pembantunya. Tentunya
banyak contoh lain yang amat nyata dalam kehidupan manusia.
Adapun sesuatu yang dijadikan atau diangap sebagai ila>h, namun
tidak menjadi rabb sama sekali, ialah seperti halnya berhala-berhala kaum
musyrikin. Mereka memberikan peribadatannya kepada berhala-berhala
tersebut, berupa penyembelihan, t}awaf di sekitarnya, berdoa kepadanya,
dan
lain
sebagainya,
namun
kaum
musyrikin
itu
sekalipun
tidak
menyatakan bahwa berhala yang mereka sembah memiliki sebagai sifat
rubu>biyah. Bahkan mereka dengan jelas dan tegas meyakini serta
menyatakan bahwa yang memiliki sifat rububiyah adalah Allah semata.
Allah berfirman,
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah
yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan
27 KBBI
28 Surah Yu>suf [12]: 41
15
bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka
(dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)”.29
Masih ada beberapa ayat lain dengan redaksi yang serupa, yang
dengannya Allah membatalkan sikap kaum musyrikin yang beribadah
kepada sesuatu yang tidak memberikan mereka sesuatupun, tidak
kebaikan, tidak pula keburukan.
“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak
dapat memberikan rezki kepada mereka sedikitpun dari langit dan
bumi, dan tidak berkuasa (sedikit juapun)”.30
“Katakanlah: "Siapakah Rabb langit dan bumi?" Jawabnya:
"Allah". Katakanlah, "Maka patutkah kamu mengambil pelindungpelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai
kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka
sendiri?”.
31
Namun dari itu, tidak pula berarti bahwa sifat rubu>biyah Allah,
yakni Allah sebagai rabb, tidak berhubungan dengan sifat uluhiyah-Nya,
yakni Allah sebagai ila>h. Bahkan dengan mengetahui serta memahami
perbedaan yang signifikan antara dua kata ini, kaitan yang erat di antara
keduanya tampak dengan jelas.
F.
Kaitan Antara Sifat Rubu>biyah Allah dengan Sifat UluhiyahNya
Allah berfirman,
29 Surah al-Ankabut [29]: 61
30 Surah al-Nah}l [16]: 73
31 Surah al-Ra‘d [13]: 16
16
“Hai manusia, sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang
yang
sebelummu,
agar
kamu
bertakwa.
Dialah
yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan
Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan
hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu. Karena itu janganlah
kamu
mengadakan
sekutu-sekutu
bagi
Allah,
padahal
kamu
mengetahui”.32
Pada ayat ini dan yang semisal dengannya, Allah memerintahkan
hamba untuk beribadah semata-mata kepada-Nya. Kemudian perintah itu
disertai dengan penegasan bahwa Allah merupakan pencipta dan
pengatur seluruh makhluk, yang menurunkan hujan, menghidupkan bumi,
dan seterusnya. Dari ayat ini tampak bahwa Allah berhujjah dengan
rubu>biyah-Nya untuk menetapkan hak uluhiyah-Nya. Demikian pula
halnya dengan firman Allah ,
“Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang
ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab:
"Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka Apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah yang Rabb-nya langit yang tujuh dan Rabb-nya
'Arsy yang agung?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."
Katakanlah: "Maka Apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah:
32 Surah al-Baqarah [2]: 21-22
17
"Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu
sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari
(azab)-Nya,
jika
kamu
mengetahui?"
Mereka
akan
menjawab:
"Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka dari jalan
manakah kamu ditipu?”.33
Ayat-ayat ini seluruhnya dalam rangka membantah peribadatan
kaum musyrikin terhadap berhala-berhala mereka. Dengan ayat ini Allah
menjadikannya hujjah bagi Rasu>l-Nya di hadapan kaum musyrikin yang ia
dakwahi. Adapun dakwah Rasu>lulla>h , bahkan dakwah seluruh rasul,
ialah menetapkan satu-satunya Dzat yang berhak diibdahi, yaitu Allah .
Terlebih mereka, kaum musyrikin, tidak pernah menafikan bahwa Allah
merupakan pencipta, pengatur, serta pemberi rizki satu-satunya kepada
dan terhadap seluruh makhluk. Mereka hanya mengikuti hawa nafsunya
agar dzat yang diibadahi itu mungkin bahkan harus berbilang. Allah
berfirman menceritakan ucapan mereka,
“Mengapa ia menjadikan ila>h-ila>h itu sebagai ila>h yang satu
saja?
Sesungguhnya
ini
benar-benar
suatu
hal
yang
sangat
mengherankan”.34
Dari ayat ini setidaknya dua pelajaran penting yang dipahami.
Pertama bahwa ila>h merupakan dzat yang diibadahi, merupakan perkara
yang sudah maklum. Kedua, mereka menysekutukan Allah dalam hal
uluhiyah-Nya, yaitu mereka memaksudkan ibadah mereka tidak hanya
kepada Allah, dan pada saat yang bersamaan mereka tidak mensekutukan
Allah dalam hal penciptaan, pengaturan makhluk, pemeberian rizki, dan
sebagainya dari konsekuensi rubu>biyah.
Keyakinan seperti inilah yang diperangi oleh Islam. Dalam rangka
memberantas keyakinan yang timpang ini, maka Allah mengutus para
rasul, menurunkan kitab-kitab, memerintahkan para rasul tersebut untuk
berperang.
33 Surah al-Mu’minu>n [23]: 84-89
34 Surah al-S{a>d [38]: 5
18
ل الل به صبلى الل به ع رل ريه وسل بم قرمما ر ر
ر
سو ر
ت
لأ م
مرر أ ب
ن رر ر
مممرر ر
ر م ر ر ر
ر
ن عر ر
م ر
عر ر
ن ابإ ر م
ر
ر
ر
سممو ر
ن أ ررقات م ر
حبتى ي ر ر
ل
ممم ا
م ر
ه ورأ ب
دوا أ ر
شه ر ر
س ر
أ ر
دا رر ر
ح ب
ن ر
ه إ مبل الل بمم ر
ن رل إ مل ر ر
ل البنا ر
صممرلة ر وري رؤ رت رمموا البزك رمماة ر فرممإ مرذا فرعرل رمموا ذ رل ممم ر
من نممي
موا م
الل بهم وري ر م
صمم ر
قي ر
ك عر ر
موا ال ب
ر
سرلم م ور م
م ع ررلى الل بهم
م إ مبل بإ م ر
ح ر
حقن ارل م ر
سابإ رهر ر
وال رهر ر
م ورأ ر
مارءهر ر
دم ر
م ر
“Dari Ibnu ‘Umar bahwasanya Rasu>lulla>h bersabda, “Aku
diperintahkan
untuk
memerangi
manusia
hingga
mereka
mempersaksikan bahwasanya tidak ada ila>h yang hak selian Allah
dan Muhamamd adalah Rasu>lulla>h, serta mendirikan shalat,
menunaikan zakat. Jika mereka melakukannya, darah-darah mereka
serta harata-harata mereka terlindung dariku kesuali dengan hak
Islam, sedangkan perhitungan mereka pada Allah”.35
Adapun hujjah yang paling kuat dalam menetapkan uluhiyah Allah
ini ialah rubu>biyah-Nya. Karena Dzat yang memberikan kehidupan,
menguasai
segala
sesuatu,
mengaturnya,
memperbaikinya,
memeliharanya, memberikan rizki, dan seterusnya, semestinya menjadi
Dzat yang berhak dengan peribadatan makhluk. Karena bagaimanapun
manusia mengingkarinya, rubu>biyah itu sendiri memberikan konsekuensi
uluhiyah. Maka ketika mereka menetapkan uluhiyah, maka kewajiban
mereka yang sejatinya sesuai dengan fitrah yang mereka miliki ialah
menetapkan uluhiyah.
Dari sini jelas sekali eratnya kaitan antara Allah sebagai rabb dan
Allah sebagai ila>h. Pertama ialah penetapan Allah sebagai rabb tertinggi,
yang rububiyah-Nya mencakup segala hal, dan sempurna, tentunya
memberikan konsekuensi bahwa Allah pula yang memiliki hak uluhiyah.
Kedua bahwa penetapan rubu>biyah semata terhadap Allah, tidak
menjadikan pelakunya selamat dan dikatakan sebagai seorang mukmin
yang bertauhid, sampai ia menetapkan uluhiyah Allah. Manhaj al-Qura>n
dalam menetapkan uluhiyah Allah ialah dengan menetapkan rubu>biyahNya. Dengan metode demikian, tentunya amat tampak kelembutan
35 H{adi>ts s}ah}i>h}, diriwayatkan oleh al-Bukha>ry, kita>b al-i>ma>n, ba>b fa
in ta>bu> wa aqa>mu> al-s}ala>h wa a>tu> al-zaka>h fa khallu> sabi>lahum, no. 26.
Muslim, kita>b al-i>ma>n, ba>b al-amr bi qita>l al-na>s h}atta yaqu>lu> la> ila>ha
illalla>h muh}ammad rasu>lulla>h, no. 22, dan selain keduanya.
19
dakwah ilahiyah ini. Karena ia menyentuh perkara yang paling dasar dari
objek dakwah, yakni hamba, yaitu fitrah mereka yang bersih. Kemudian
membangkinkan kesadaran yang bersifat fitrah tersebut untuk menjadi
landasan bagi bangunan keimanan mereka. Dari ini seakan-akan Allah
hendak berkata kepada hamba-hamba-Nya, bahwa jika kalian hendak
mempersekutukan Allah, mengambil sesuatu yang lain sebagai ila>h,
selain Allah, hendaklah kalian meminta kehidupan, rizki, pengajaran, dan
berbagai kebaikan lainnya kepada ila>h-ila>h tersebut. Namun selama
kalian masih meminta kehidupan, rizki, penjagaan, dan seterusnya kepada
Allah , hendaknya kalian tidak mengambil sesuatu apapun sebagai
tandingan
bagi-Nya.
Maka
fitrah
yang
mana
yang
akan
mampu
menegasikan perkara seperti ini?
Kemudian, dari semua ini, jelas pula makna dari kalimat syahadat
yang senantiasa diucapkan kaum muslimin. Serta batilnya pemahaman
sebagian kaum muslimin terkait dengan makna kalimat tersebut.
G.
Makna Kalimat Syahadat ل إله إل الله
Sebagian orang memahami kalimat ini dengan pemahaman yang
batil dan jauh dari kebenaran. Di antara pemahaman mereka terkait
makna kalimat ini ialah sebagai berikut:
a. Tidak ada tuhan selain Allah
b. Tidak ada pencipta selain Allah
c. Tidak ada penetap hukum selain Allah
Ketiga makna ini seluruhnya batil. Untuk yang pertama, baik yang
dimaksud “tuhan” di sini sebagai dzat yang memiliki sifat rubu>biyah,
ataupun dzat yang diibadahi (karena samarnya makna kata tuhan itu
sendiri), kedua-duanya tetap merupakan makna yang batil dan jauh dari
kebenaran. Jika kata tuhan dimaksudkan sebagai dzat yang memiliki hak
rubu>biyah, maka amat jelas kebatilannya dari berbagai sisi. Pertama,
Kaum Musyrikin tidak menegasikan rubu>biyah Allah, sebagaimana telah
dijelaskan. Kedua, demi menegakkan kalimat ini, kitab-kitab diturunkan,
para rasul diutus, kemudian mereka diperintahkan memerangi setiap yang
membangkang darinya. Jelas tidak ada kepentingan untuk itu semua,
20
sekiranya penetapan atas apa yang terkandung di dalam kalimat ini tidak
pernah dinegasikan oleh manusia yang menjadi objek dakwah dan risalah
yang dibawa oleh para rasul tersebut. Kemudian jika tuhan di sini
dimaksudkan sebagai dzat yang diibadahi, maka tentu setiap yang
dijadikan atau yang dianggap ila>h merupakan Allah . Tentu ini amat jauh
dari kebenaran, karena bagaimana mungkin berhala-berhala itu adalah
Allah, kuburan-kuburan atau penghuni kuburan itu juga Allah, malaikatmalaikat yang disembah itu adalah Allah, bintang-bintang, matahari, dan
sebagainya juga Allah?! Karena pemahaman seperti ini sedikitpun tidak
memberikan pemisah antara ila>h yang hak dengan ila>h yang batil.
Untuk pemahaman kedua, yaitu mereka yang memahami kalimat
ini sebagai “Tidak ada pencipta selain Allah”. Inipun batil dengan alasan
pertama yang telah dipaparkan tadi. Karena penciptaan merupakan bagain
dari rubu>biyah Allah , dan hal ini tidak diingkari oleh satu manusiapun
yang masih berpegang pada fitrah mereka yang paling dasar. Allah
menegaskan hal ini,
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah
yang
menciptakan
langit
dan
bumi?",
niscaya
mereka
akan
menjawab: "Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui”.36
Adapun untuk persangkaan terakhir, yakni makna ل إله إل اللهadalah
tidak ada penetap hukum selian Allah, maka inipun merupakan bagian dari
rubu>biyah-Nya. Sehingga makna inipun merupakan makna yang tidak
sempurna. Karena semata-mata menetapkan penetapan hukum hanya
pada Allah , kemudian tetap meminta pertolongan dan memalingkan
sebagian ibadah kepada selain-Nya, tidaklah menajdikan pelakunya
sebagai orang yang bertauhid.
Maka makna kalimat agung ini, yaitu kalimat ل إله إل الله, ialah “Tidak
ada ila>h, yakni al-ma‘bu>d, yang hak, kecuali hanya Allah . Benar di
sana sangat banyak ila>h yang diibadahi, namun seluruhnya itu adalah
36 Surah al-Zukhruf [43]: 9
21
ila>h yang batil. Sedangkan hanya ada satu dan satu-satunya ila>h yang
hak, yaitu Allah . Maka kesempurnaan kalimat ini ialah ه
ه ر
حقق إ مل ب الل ر
ل ر إ مل ر ر,
tidak makna yang lain. Tidak bermakna ل معبود ر إل الله, tidak pula ل خالقر إل
الله, serta tidak juga ة إل الله
ل حاكمي ر, terlebih ب إل الله
ل ر ب, dan ini amat jauh
sekali, dan amat nyata
Antar Keduanya
oleh Zulhendra
ibnu.muhammadzein@gmail.com
A.
Pendahuluan
Allah mensifati diri-Nya sendiri—demikian pula Rasu>lulla>h —
dengan dua kata yang senantiasa diulang-ulang pada sejumlah tempat
dengan berbagai siyagh dalam al-Qura>n, demikian pula h}adi>ts. Kedua
kata ini senantiasa dan umum diterjemahkan dengan kata “tuhan”. Kata
yang dimaksud ialah kata rabb ( )ربdan kata ila>h ()إله. Penggunaan kata
“tuhan” sebagai kata pengganti dalam sebuah terjemahan, untuk kata
rabb juga ila>h, tentunya menimbulkan sejumlah permasalahan. Termasuk
permasalahan yang paling besar, ialah terkait dengan pemahaman
pembaca terjemah tersebut terkati makna dari dua kata ini, bahkan makna
dari kalimat yang diterjemahkan tersebut secara utuh. Merupakan
konsekuensi yang paling jelas dari hal ini ialah timbulnya kesan bahkan
pemahaman nyata bagi pembaca bahwa makna kata rabb dan kata ila>h
adalah sama. Kedua kata ini merupakan dua kata yang tidak memiliki
perbedaan signifikan, bahkan mungkin sama sekali tidak berbeda dalam
“mendeskripsikan” sifat Allah .
Pertanyaan
yang
muncul
setelahnya
ialah
“Apakah
benar
demikian?” Benarkah kedua kata ini memiliki makna yang sama dan
serupa? Jika benar demikian, lantas apa signifikansi penggunaan kedua
kata ini sekaligus dalam kalimat yang sama dari sejumlah firman Allah ?
Selain itu, apa signifikansi penggunaan kedua kata ini secara terpisah pada
sejumlah ayat yang berbeda, yang konteks ayat tersebut terkadang tidak
berbeda dengan cukup signifikan? Jika benar kedua kata ini memiliki
makna yang sama, lantas apa faidahnya? Sedangkan merupakan suatu
perkara yang mustahil dan tidak mungkin dikatakan oleh muslim manapun,
jika Allah menurunkan al-Qura>n secara sia-sia serta bermain-main.
Subh}a>nalla>h!
1
2
Berikut sebagian ayat yang di dalamnya terdapat salah satu dari
dua kata ini, atau pun keduanya secara bersamaan dalam satu ayat:
Allah berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya
lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada
Ila>h
bagimu
selain-Nya."
Sesungguhnya
(kalau
kamu
tidak
menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang
besar (kiamat)”.1
Firman-Nya pada tempat yang lain,
“Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda)
maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu
sembah
sepeninggalku?”
mereka
menjawab:
“Kami
akan
menyembah Ila>h-mu dan Ila>h nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail
dan Ishaq, (yaitu) Ila>h yang satu dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya”.2
Kemudian firman-Nya pada ayat yang lain,
“Hai
manusia,
sembahlah
Rabb-mu
yang
telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa”.3
1 Surah al-A‘raf [7]: 59
2 Surah al-Baqarah [2]: 133
3 Surah al-Baqarah [2]: 21
3
Demikian pula firman-Nya,
“Dan sembahlah Rabb-mu sampai datang kepadamu yang
diyakini (ajal)”.4
Seluruh ayat yang telah disebutkan ini, kata rabb dan ila>h yang
ada di dalamnya, secara umum diterjemahkan dengan “tuhan”. Termasuk
terjemahan al-Qura>n yang dikeluarkan oleh Kementerian (Departemen)
Agama Republik Indonesia. Masih banyak lagi contoh-contoh ayat lain dari
al-Qura>n yang insya Allah nanti akan dipaparkan sebagiannya. Adapun
terjemah yang dibawakan di sini semata-mata terjemah dari penulis, untuk
membedakan kedua kata tersebut.
Memperhatikan perkara ini, tentunya pertanyaan yang penulis
ajukan sebelumnya amat mendesak untuk mendapatkan jawaban tuntas.
Hal ini mengingat eratnya kaitan permasalahan ini dengan pemahaman
yang benar terhadap firman-firman Allah , bahkan bisa jadi berkaitan erat
dengan permasalahan yang amat pokok
dari Islam, yaitu akidah.
Berdasarkan alasan tersebut, maka penulis hendak memaparkan suatu
pembahasan yang tuntas terkait hal ini dengan format yang i>jaz
(ringkas).
أسأل الله التوفيق والشداد وأسأله البينة المبين والحجممة المممتين
واللسان المستقيم
B.
Pengertian Rabb ( )الربSecara Bahasa dan Penggunaannya di
Dalam al-Qura>n
Secara bahasa, rabb bermakna pemilik. Dikatakan bahwa
Fulan
rabb al-da>r ()فلو رب الدار, maksudnya ialah orang tersebut merupakan
pemilik rumah yang dimaksud. Dan kata ini ditak disebut secara mutlak
tanpa penyandaran, selain apabila yang dimaksud adalah Allah . Apabila
dikatakan al-rabb, maka yang dimaksud ialah Allah . Namun jika
disebutkan dengan disandarkan kepada sesuatu, makna yang dimaksud
dengan kata ini bisa Allah, mungkin pula selain Allah. Seperti contoh yang
disebutkan tadi, maka yang dimakssud rabb pada kalimat ersbut adalah
4 Surah al-H{ijr [15]: 99
4
orang yang memiliki rumah tersebut. Contoh lain, jika dikatakan رب البإل
(Rabb-nya Unta), maka maknanya ialah مالك البإل
atau صاحب البإل, yakni
pemiliknya. Dikatakan ( رب الملئاكةRabb-nya Malaikat), atau ( رب الناسRabbnya manusia), maka yang dimaksud di sini tidak lain adalah Allah .
Demikian juga, kata ini diambil dari kata kerja ب رربإمما ا
ب ي يرر ب
رر ب, yang
ن ب, yaitu mengembangkan
bermakna شأ الشيرء من حال إلى حممال إلممى حممال التمممام
sesuatu dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain hingga pada
keadaan
yang
sempurna.
Karenanya
Ibnu
al-Anba>ry
(271-328
H)
berkata,”Al-Rabb terbagi dalam tiga jenis: al-Rabb bermakna ma>lik
(pemilik), al-rabb berarti tuan yang ditaati, dan al-rabb bermakna yang
memperbaiki”.5
Ini makna kata rabb secara asal, yaitu dari makana kebahasaannya.
Namun pada pembahasan ini, fokus pembicaraan adalah makna kata rabb
di dalam al-Qura>n yang berkaitan dengan Allah . Yaitu makna kata rabb
yang disandarkan kepada Allah . Berikut beberapa ayat dari al-Qura>n
yang menunjukkan penggunaan kata rabb yang menunjukkan kepada Allah
:
.1
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Rabb-ku, Jadikanlah
negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buahbuahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada
Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang
kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia
menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali".6
5 Muh}ammad bin Mukarram Ibnu Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, (Beirut; Da>r alS{a>dir, 1300 H), jilid I, hal. 399-401. S{alih} bin Fawz}a>n bin Abdulla>h al-Fawz}a>n,
al-Tawh}i>d li al—S{aff al-Awwal al-‘Aliy, terj. Agus Hasan Bashari, (Jakarta: Yayasan alShofwa, 2000), hlm. 25.
6 Surah al-Baqarah [2]: 126
5
.2
“Ya Rabb kami, utuslah untuk mereka sesorang rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat
Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan AlHikmah
(As-Sunnah)
serta
mensucikan
mereka.
Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.7
.3
“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Rabb kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka”.8
“Apakah
kamu
tidak
memperhatikan
orang
yang
mendebat Ibrahim tentang Rabbnya? Allah telah memberikan
kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim
mengatakan:
"Tuhanku
ialah
yang
menghidupkan
dan
mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan
mematikan".[164]Ibrahim
berkata:
"Sesungguhnya
Allah
menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari
barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.9
7 Surah al-Baqarah [2]: 129
8 Surah al-Baqarah [2]: 201
9 Surah al-Baqarah [2]: 158
.4
6
.5
“Tidakkah
kamu
perhatikan
orang-orang
yang
dikatakan
kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah
sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada
mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan
munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada
Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya
Rabb kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami?
mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada
kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan
di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orangorang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”.10
.6
“Musa berkata: "Rabb kami ialah yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk”.11
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Rabb kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa”.12
10 Surah al-Nisa>’ [4]: 77
11 Surah T{a>ha> [20]: 50
12 Surah al-Furqa>n [25]: 74
.7
7
Dari lima ayat yang dibawakan, makna kata rabb yang kesemuanya
disandarkan kepada Allah tidak keluar dari Allah sebagai pencipta
seluruh makhluk-Nya, Allah sebagai pemilik kekuasaan atas segala
makhluk-Nya, Allah sebagai pemberi karunia terhadap semua makhlukNya, Allah sebagai pengatur seluruh makhluk-Nya. Pada ayat pertama,
Allah menceritakan doa Nabi Ibra>hi>m ketika meminta karunia-Nya
dan beliau menyebut Allah dengan kata rabb.13Pada ayat kedua, kata
rabb diiringi dengan permintaan Nabi Ibra>hi>m kepada Allah agar
mengutus seorang rasul yang mengajarkan agama-Nya, apa yang menjadi
kewajiban mereka, dan sebagainya. Demikianpula hal yang serupa pada
ayat ketiga, yaitu kata rabb diringi dengan permintaan untuk menurunkan
dan memberikan kebaikan-kebaikan, baik kebaikan dunia ataupun akhirat.
Pada ayat keempat, kata rabb dimaksudkan kepada Allah sebagai
pengatur alam dan yang menciptakannya serta mematikannya. Pada ayat
berikutnya, kata rabb dimaksudkan kepada Allah sebagai Dzat yang
memerintah dan mengatur hal ihwal hamba. Demikian pula pada dua ayat
terakhir yang dibawakan, tidak keluar dari salah satu dari perkara-perkara
yang telah disebutkan.
Banyak sekali kata rabb dalam al-Qura>n untuk menunjukkan Allah
. Namun seluruhnya tidak keluar dari makna yang telah disebutkan tadi.
Maka ringkasnya, Allah sebagai rabb ialah bermakna pencipta, pemilik
atau penguasa, juga bermakna tadbi>r (pengatur) yang mengatur
kebaikan-kebaikan untuk hamba, serta pemberi karunia berupa rizki,
pengutusan
rasul,
menurunkan
kita>b,
dan
sebagainya
termasuk
memerintah dan melarang. Ibnu Qayyim al-Jawziyah (691-751 H) berkata,
الثالث كونه ربإا فإن الربإوبإية تقتضي أمر العباد ونهيهم وجزاء
محسنهم بإإحسانه ومسيئهم بإإساءته هممذا حقيقممة الربإوبإيممة وذلممك ل
يتم إل بإالرسالة والنبوة
Ketiga,
Dia
sebagai
Rabb,
maka
rubu>biyah
mencakup
memerintahkan hamba serta melarang mereka, juga membalas kebaikan
13 Merupakan perkara yang maklum bahwa semestinya permintaan seorang hamba
kepada Allah dengan menyebutkan nama dan sifat-Nya yang sesuai dengan apa yang
dipinta. Seorang hamba yang mengharapkan ampunan-Nya, berdoa dengan berwasilah
dengan sifat-Nya yang maha mengampuni, yaitu al-Ghafu>r, dan demikian seterusnya.
8
mereka dengan kebaikan dan keburukan mereka dengan keburukan. Ini
adalah hakikat rbu>biyah, dan demikian ini tidak sempurna, melainkan
dengan risa>lah dan kebanian”.14
C.
Hamba Rabba>ny dan Kaitannya dengan al-Rabb
Allah berfirman,
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan
kepadanya al-Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Ddia berkata kepada
manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan
penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu
menjadi orang-orang rabba>ny, karena kamu selalu mengajarkan alkitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.15
Melalui ayat yang mulia ini, Allah memerintahkan hamba-hambaNya untuk menjadi hamba rabba>ny. Seperti yang tampak, kata rabba>ny
merupakan kata yang berakar dari kata rabb, sedangkan huruf ( )يpada
akhir kata tersebut merupakan huruf ( )يnisbat atau penyandaran. Maka
rabba>ny ialah suatu sifat yang disandarkan kepada al-Rabb, yaitu Allah
. Dengan merujuk kepada makna rabb, sebagaimana telah lalu, maka
makna hamba rabba>ny ialah seorang hamba yang menyandarkan dirinya
kepada al-Rabb, yang mengajarkan manusia kebaikan yang bersumber dari
al-kitab, yakni al-Qura>n, baik kebaikan dunia, maupun akhirat mereka.
Juga yang senantiasa berusaha mewujudkan perbaikan di tengah-tengah
mereka. Karenanya Ibnu ‘Abba>s berkata mengenai makna hamba
rabba>ny dalam ayat ini,”Yaitu seorang hamba yang bijak (hukama>’),
berilmu (‘ulama>’), dan penuh kesantunan (h}ulama>’)”.16 Memang
benar, ketiga perkara ini merupakan cakupan dari makna kata rabb.
14 Muh}ammad bin Abu> Bakr Ibnu Qayyim al-Jawziyah, Mada>rij al-Sa>liki>n
bayna Mana>zil Iyya>ka Na‘budu wa Iyya>ka Nasta‘i>n, (Beirut; Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyah, t.t.), jilid I, hal. 80
15 Surah Ali ‘Imra>n [3]: 79
9
Kemudian perintah Allah kepada hamba-Nya agar menjadi hamba
rabba>ny diiringi dengan kewajiban mereka untuk mempelajari al-Qura>n
dan mengajarkannya. Maka kesempurnaan makan hamba rabb>ny ialah
seorang
hamba
yang
bertakwa
kepada
Allah,
yang
kemudian
ia
mempelajari agama Allah dari sumber-sumbernya, lalu mengajarkan hal
tersbut kepada manusia dengan ilmu, hikmah, dan penuh kesantunan. Di
samping itu, tidak ada yang mereka harapkan dari hal itu semua
melainkan balasan dari sisi Allah , serta harapan yang sempurna bahwa
mereka dapat memperbaiki kondisi ummat. Walla>hu a‘lam!
Kemudian dari kata ini pula diambil kata tarbiyah, atau sering
diterjemahkan sebagai “pendidikan” dalam bahasa Indonesia. Namun
tentunya makna tarbiyah bukan sekedar pendidikan. Lebih dari itu, makna
tarbiyah, ialah pendidikan yang memiliki seluruh komponen yang telah
disebutkan tadi. Maka tarbiyah ialah suatu upaya pendidikan kepada
ummat demi mencapai kesempurnaan kebaikan dan perbaikan kehidupan
dunia serta akhirat mereka yang dijalankan sesuai dengan koridor yang
ditetapkan oleh Allah sebagai rabb, sebagai pendidik tertinggi.17 Dari, Dr.
Kha>lid al-H{a>zimy, seorang pengajar di Ja>mi‘ah Isla>miyah bi alMadi>nah, pada jurusan Tarbiyah, menyatakan bahwa pengertian tarbiyah
ialah,
تنشئة النسان شيئا فشيئا في جميع جوانبه ابإتغاء سعادة الدارين
وفق المنهج السلمي
“Upaya pengembanyan manusia sedikit demi sedikit, pada seluruh
bagiannya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, sesuai dengan
manhaj Isla>my”.18
D.
Pengertian Ila>h ( )إلهSecara Bahasa dan Penggunaannya di
Dalam al-Quran
16 Abu> al-Fida>’ Isma>‘i>l bin Katsi>r, Tafsi>r al-Qura>n al-‘Az}i>m, tahqiq:
Mus}t}a>fa> Sayyid Muh}ammad dkk. (Ji>zah; Muasasah Qurt}ubah, 1421 H), jilid III,
hal. 99
17 Kha>lid bin H{a>mid al-H{a>zimy, Us}u>l al-Tarbiyah al-Isla>miyah, (Riyadh;
Da>r ‘Ala>m al-Kutub, 1420 H), hal. 17-19
18 Ibid, hal. 19
10
Kata ila>h merupakan kata benda ber-wazan fi‘a>l ()فعمال, yang
bermakna sebagai kata benda yang menunjukkan objek ()إسم المفعل. Maka
makna kata al-ila>h ( )اللهialah al-ma’luh ()المأرله, yang bermakna ()المعربد,
yaitu yang diibadahi. Maka setiap yang dijadikan manusia sebagai
sesembahhan, maka ia disebut ila>h, terlepas dari benar atau tidaknya
sesuatu itu untuk dijadikan ila>h.
Berikut sebagian penggunaan kata ila>h di dalam al-Qura>n:
.1
“Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda)
maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu
sembah
sepeninggalku?"
mereka
menjawab:
"Kami
akan
menyembah Ila>h-mu dan Ila>h nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail
dan Ishaq, (yaitu) Ila>h yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk
patuh kepada-Nya”.19
“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam
agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali
yang benar. Sesungguhnya al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah
utusan Allah dan
(yang diciptakan dengan) kalimat-Nya
yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya.
19 Surah al-Baqarah [2]: 133
.2
11
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan
janganlah kamu mengatakan: "(ila>h itu) tiga", berhentilah (dari
ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah ialah Ila>h
yang Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di
langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi
Pemelihara”.20
.3
“Sesungguhnya
kafirlah
orang-orang
yang
mengatakan:
"Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", Padahal sekali-kali
tidak ada ila>h yang haq selain dari Ila>h yang Esa. jika mereka tidak
berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang
kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”.21
“Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?"
Katakanlah: "Allah". Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. dan alQuran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan Dia aku memberi
peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Quran
(kepadanya). Apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada
ila>h-ila>h lain di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui."
Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan
Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan
(dengan Allah)”.22
20 Surah al-Nisa>’ [4]: 171
21 Surah al-Ma>idah [5]: 73
22 Surah al-An‘am [6]: 96
.4
12
.5
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya
lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada
ila>h yang haq bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak
menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang
besar (kiamat)”.23
.6
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu,
Maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap
menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah
untuk Kami sebuah ila>h sebagaimana mereka mempunyai beberapa
ila>h". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang
bodoh”.24
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan
malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa
angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka
selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. Apakah
mereka mengambil ila>h-ila>h dari bumi, yang dapat menghidupkan
(orang-orang mati)?”.25
23 Surah al-A‘ra>f [7]: 59
24 Surah al-A‘ra>f [7]: 138
25 Surah al-Anbiya>’ [21]: 19-21
.7
13
.8
“Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahansembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya" dan
mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa
yang paling sesat jalanNya. “Terangkanlah kepadaku tentang orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah
kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”.26
Dari seluruh ayat yang dibawakan—bahkan seluruh ayat dalam alQura>n yang menggunakan kata ila>h—seluruhnya menunjukkan kepada
satu makna. Yaitu sesuatu yang seseorang menghambakan dirinya dengan
penuh pengagungan kepada dzat yang disebut ila>h tersebut. Baik ila>h
yang dimaksud adalah Allah, maupun selainnya. Hal ini tampak dari
seluruh ayat yang dibawakan, baik secara z}ahir ataupun dari konteks
ayat.
E.
Konsekuensi
Perbedaan
Makna
dari
Kedua
Kata
pada
Sejumlah Permasalahan
Tampak bahwa makna kata rabb dan ila>h yang dikaitkan kepada
Allah --dalam hal ini—memiliki perbedaan yang signifikan. Kata rabb
menunjukkan kepada makna yang bersifat rubu>biyah yang meliputi
penciptaan, kepemilikan, pemeliharaan dan pengaturan (tadbi>r), serta
pemberian karunia. Adapun kata ila>h menunjukkan makna yang bersifat
uluhiyah, yaitu Allah sebagai Dzat yang harus diibadahi dengan penuh
pengagungan.
Konsekuensi logis dari perbedaan ini ialah tidak tepatnya, bahkan
keliru, jika kedua kata ini diterjemahkan dengan kata yang sama, yakni
“tuhan”. Hal ini karena beberapa alasan, diantaranya ialah bahwa dengan
mengganti dua kata ini dengan kata lain yang sama, tentu menghilangkan
26 Surah al-Furqa>n [25]: 42-43
14
perbedaan makna yang terkandung di dalamnya. Karena kata “tuhan”,
hanya memiliki satu makna, yaitu sesuatu yang dipentingkan, atau yang
dianggap penting.27
Di samping itu, sesuatu yang dikatakan rabb, tidak melazimkan ia
adalah ila>h, sebagaimana sesuatu yang disebut ila>h, tidak melazimkan
ia adalah rabb. Hal ini amat jelas dilihat dari realita yang ada. Seperti, di
antaranya, firman Allah ,
“Hai kedua penghuni penjara, adapun salah seorang diantara
kamu berdua, akan memberi minuman rabb-nya dengan khamar”.28
Kata rabb pada ayat ini maksudnya ialah tuan dari penghuni
penjara tersebut. Dan orang yang dimaksud tidak menjadikan tuannya
sebagai tempat ia memberikan peribadatannya. Semata-mata ia hanya
memperikan pelayanan sebagai budak atau pembantunya. Tentunya
banyak contoh lain yang amat nyata dalam kehidupan manusia.
Adapun sesuatu yang dijadikan atau diangap sebagai ila>h, namun
tidak menjadi rabb sama sekali, ialah seperti halnya berhala-berhala kaum
musyrikin. Mereka memberikan peribadatannya kepada berhala-berhala
tersebut, berupa penyembelihan, t}awaf di sekitarnya, berdoa kepadanya,
dan
lain
sebagainya,
namun
kaum
musyrikin
itu
sekalipun
tidak
menyatakan bahwa berhala yang mereka sembah memiliki sebagai sifat
rubu>biyah. Bahkan mereka dengan jelas dan tegas meyakini serta
menyatakan bahwa yang memiliki sifat rububiyah adalah Allah semata.
Allah berfirman,
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah
yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan
27 KBBI
28 Surah Yu>suf [12]: 41
15
bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka
(dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)”.29
Masih ada beberapa ayat lain dengan redaksi yang serupa, yang
dengannya Allah membatalkan sikap kaum musyrikin yang beribadah
kepada sesuatu yang tidak memberikan mereka sesuatupun, tidak
kebaikan, tidak pula keburukan.
“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak
dapat memberikan rezki kepada mereka sedikitpun dari langit dan
bumi, dan tidak berkuasa (sedikit juapun)”.30
“Katakanlah: "Siapakah Rabb langit dan bumi?" Jawabnya:
"Allah". Katakanlah, "Maka patutkah kamu mengambil pelindungpelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai
kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka
sendiri?”.
31
Namun dari itu, tidak pula berarti bahwa sifat rubu>biyah Allah,
yakni Allah sebagai rabb, tidak berhubungan dengan sifat uluhiyah-Nya,
yakni Allah sebagai ila>h. Bahkan dengan mengetahui serta memahami
perbedaan yang signifikan antara dua kata ini, kaitan yang erat di antara
keduanya tampak dengan jelas.
F.
Kaitan Antara Sifat Rubu>biyah Allah dengan Sifat UluhiyahNya
Allah berfirman,
29 Surah al-Ankabut [29]: 61
30 Surah al-Nah}l [16]: 73
31 Surah al-Ra‘d [13]: 16
16
“Hai manusia, sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang
yang
sebelummu,
agar
kamu
bertakwa.
Dialah
yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan
Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan
hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu. Karena itu janganlah
kamu
mengadakan
sekutu-sekutu
bagi
Allah,
padahal
kamu
mengetahui”.32
Pada ayat ini dan yang semisal dengannya, Allah memerintahkan
hamba untuk beribadah semata-mata kepada-Nya. Kemudian perintah itu
disertai dengan penegasan bahwa Allah merupakan pencipta dan
pengatur seluruh makhluk, yang menurunkan hujan, menghidupkan bumi,
dan seterusnya. Dari ayat ini tampak bahwa Allah berhujjah dengan
rubu>biyah-Nya untuk menetapkan hak uluhiyah-Nya. Demikian pula
halnya dengan firman Allah ,
“Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang
ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab:
"Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka Apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah yang Rabb-nya langit yang tujuh dan Rabb-nya
'Arsy yang agung?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."
Katakanlah: "Maka Apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah:
32 Surah al-Baqarah [2]: 21-22
17
"Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu
sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari
(azab)-Nya,
jika
kamu
mengetahui?"
Mereka
akan
menjawab:
"Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka dari jalan
manakah kamu ditipu?”.33
Ayat-ayat ini seluruhnya dalam rangka membantah peribadatan
kaum musyrikin terhadap berhala-berhala mereka. Dengan ayat ini Allah
menjadikannya hujjah bagi Rasu>l-Nya di hadapan kaum musyrikin yang ia
dakwahi. Adapun dakwah Rasu>lulla>h , bahkan dakwah seluruh rasul,
ialah menetapkan satu-satunya Dzat yang berhak diibdahi, yaitu Allah .
Terlebih mereka, kaum musyrikin, tidak pernah menafikan bahwa Allah
merupakan pencipta, pengatur, serta pemberi rizki satu-satunya kepada
dan terhadap seluruh makhluk. Mereka hanya mengikuti hawa nafsunya
agar dzat yang diibadahi itu mungkin bahkan harus berbilang. Allah
berfirman menceritakan ucapan mereka,
“Mengapa ia menjadikan ila>h-ila>h itu sebagai ila>h yang satu
saja?
Sesungguhnya
ini
benar-benar
suatu
hal
yang
sangat
mengherankan”.34
Dari ayat ini setidaknya dua pelajaran penting yang dipahami.
Pertama bahwa ila>h merupakan dzat yang diibadahi, merupakan perkara
yang sudah maklum. Kedua, mereka menysekutukan Allah dalam hal
uluhiyah-Nya, yaitu mereka memaksudkan ibadah mereka tidak hanya
kepada Allah, dan pada saat yang bersamaan mereka tidak mensekutukan
Allah dalam hal penciptaan, pengaturan makhluk, pemeberian rizki, dan
sebagainya dari konsekuensi rubu>biyah.
Keyakinan seperti inilah yang diperangi oleh Islam. Dalam rangka
memberantas keyakinan yang timpang ini, maka Allah mengutus para
rasul, menurunkan kitab-kitab, memerintahkan para rasul tersebut untuk
berperang.
33 Surah al-Mu’minu>n [23]: 84-89
34 Surah al-S{a>d [38]: 5
18
ل الل به صبلى الل به ع رل ريه وسل بم قرمما ر ر
ر
سو ر
ت
لأ م
مرر أ ب
ن رر ر
مممرر ر
ر م ر ر ر
ر
ن عر ر
م ر
عر ر
ن ابإ ر م
ر
ر
ر
سممو ر
ن أ ررقات م ر
حبتى ي ر ر
ل
ممم ا
م ر
ه ورأ ب
دوا أ ر
شه ر ر
س ر
أ ر
دا رر ر
ح ب
ن ر
ه إ مبل الل بمم ر
ن رل إ مل ر ر
ل البنا ر
صممرلة ر وري رؤ رت رمموا البزك رمماة ر فرممإ مرذا فرعرل رمموا ذ رل ممم ر
من نممي
موا م
الل بهم وري ر م
صمم ر
قي ر
ك عر ر
موا ال ب
ر
سرلم م ور م
م ع ررلى الل بهم
م إ مبل بإ م ر
ح ر
حقن ارل م ر
سابإ رهر ر
وال رهر ر
م ورأ ر
مارءهر ر
دم ر
م ر
“Dari Ibnu ‘Umar bahwasanya Rasu>lulla>h bersabda, “Aku
diperintahkan
untuk
memerangi
manusia
hingga
mereka
mempersaksikan bahwasanya tidak ada ila>h yang hak selian Allah
dan Muhamamd adalah Rasu>lulla>h, serta mendirikan shalat,
menunaikan zakat. Jika mereka melakukannya, darah-darah mereka
serta harata-harata mereka terlindung dariku kesuali dengan hak
Islam, sedangkan perhitungan mereka pada Allah”.35
Adapun hujjah yang paling kuat dalam menetapkan uluhiyah Allah
ini ialah rubu>biyah-Nya. Karena Dzat yang memberikan kehidupan,
menguasai
segala
sesuatu,
mengaturnya,
memperbaikinya,
memeliharanya, memberikan rizki, dan seterusnya, semestinya menjadi
Dzat yang berhak dengan peribadatan makhluk. Karena bagaimanapun
manusia mengingkarinya, rubu>biyah itu sendiri memberikan konsekuensi
uluhiyah. Maka ketika mereka menetapkan uluhiyah, maka kewajiban
mereka yang sejatinya sesuai dengan fitrah yang mereka miliki ialah
menetapkan uluhiyah.
Dari sini jelas sekali eratnya kaitan antara Allah sebagai rabb dan
Allah sebagai ila>h. Pertama ialah penetapan Allah sebagai rabb tertinggi,
yang rububiyah-Nya mencakup segala hal, dan sempurna, tentunya
memberikan konsekuensi bahwa Allah pula yang memiliki hak uluhiyah.
Kedua bahwa penetapan rubu>biyah semata terhadap Allah, tidak
menjadikan pelakunya selamat dan dikatakan sebagai seorang mukmin
yang bertauhid, sampai ia menetapkan uluhiyah Allah. Manhaj al-Qura>n
dalam menetapkan uluhiyah Allah ialah dengan menetapkan rubu>biyahNya. Dengan metode demikian, tentunya amat tampak kelembutan
35 H{adi>ts s}ah}i>h}, diriwayatkan oleh al-Bukha>ry, kita>b al-i>ma>n, ba>b fa
in ta>bu> wa aqa>mu> al-s}ala>h wa a>tu> al-zaka>h fa khallu> sabi>lahum, no. 26.
Muslim, kita>b al-i>ma>n, ba>b al-amr bi qita>l al-na>s h}atta yaqu>lu> la> ila>ha
illalla>h muh}ammad rasu>lulla>h, no. 22, dan selain keduanya.
19
dakwah ilahiyah ini. Karena ia menyentuh perkara yang paling dasar dari
objek dakwah, yakni hamba, yaitu fitrah mereka yang bersih. Kemudian
membangkinkan kesadaran yang bersifat fitrah tersebut untuk menjadi
landasan bagi bangunan keimanan mereka. Dari ini seakan-akan Allah
hendak berkata kepada hamba-hamba-Nya, bahwa jika kalian hendak
mempersekutukan Allah, mengambil sesuatu yang lain sebagai ila>h,
selain Allah, hendaklah kalian meminta kehidupan, rizki, pengajaran, dan
berbagai kebaikan lainnya kepada ila>h-ila>h tersebut. Namun selama
kalian masih meminta kehidupan, rizki, penjagaan, dan seterusnya kepada
Allah , hendaknya kalian tidak mengambil sesuatu apapun sebagai
tandingan
bagi-Nya.
Maka
fitrah
yang
mana
yang
akan
mampu
menegasikan perkara seperti ini?
Kemudian, dari semua ini, jelas pula makna dari kalimat syahadat
yang senantiasa diucapkan kaum muslimin. Serta batilnya pemahaman
sebagian kaum muslimin terkait dengan makna kalimat tersebut.
G.
Makna Kalimat Syahadat ل إله إل الله
Sebagian orang memahami kalimat ini dengan pemahaman yang
batil dan jauh dari kebenaran. Di antara pemahaman mereka terkait
makna kalimat ini ialah sebagai berikut:
a. Tidak ada tuhan selain Allah
b. Tidak ada pencipta selain Allah
c. Tidak ada penetap hukum selain Allah
Ketiga makna ini seluruhnya batil. Untuk yang pertama, baik yang
dimaksud “tuhan” di sini sebagai dzat yang memiliki sifat rubu>biyah,
ataupun dzat yang diibadahi (karena samarnya makna kata tuhan itu
sendiri), kedua-duanya tetap merupakan makna yang batil dan jauh dari
kebenaran. Jika kata tuhan dimaksudkan sebagai dzat yang memiliki hak
rubu>biyah, maka amat jelas kebatilannya dari berbagai sisi. Pertama,
Kaum Musyrikin tidak menegasikan rubu>biyah Allah, sebagaimana telah
dijelaskan. Kedua, demi menegakkan kalimat ini, kitab-kitab diturunkan,
para rasul diutus, kemudian mereka diperintahkan memerangi setiap yang
membangkang darinya. Jelas tidak ada kepentingan untuk itu semua,
20
sekiranya penetapan atas apa yang terkandung di dalam kalimat ini tidak
pernah dinegasikan oleh manusia yang menjadi objek dakwah dan risalah
yang dibawa oleh para rasul tersebut. Kemudian jika tuhan di sini
dimaksudkan sebagai dzat yang diibadahi, maka tentu setiap yang
dijadikan atau yang dianggap ila>h merupakan Allah . Tentu ini amat jauh
dari kebenaran, karena bagaimana mungkin berhala-berhala itu adalah
Allah, kuburan-kuburan atau penghuni kuburan itu juga Allah, malaikatmalaikat yang disembah itu adalah Allah, bintang-bintang, matahari, dan
sebagainya juga Allah?! Karena pemahaman seperti ini sedikitpun tidak
memberikan pemisah antara ila>h yang hak dengan ila>h yang batil.
Untuk pemahaman kedua, yaitu mereka yang memahami kalimat
ini sebagai “Tidak ada pencipta selain Allah”. Inipun batil dengan alasan
pertama yang telah dipaparkan tadi. Karena penciptaan merupakan bagain
dari rubu>biyah Allah , dan hal ini tidak diingkari oleh satu manusiapun
yang masih berpegang pada fitrah mereka yang paling dasar. Allah
menegaskan hal ini,
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah
yang
menciptakan
langit
dan
bumi?",
niscaya
mereka
akan
menjawab: "Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui”.36
Adapun untuk persangkaan terakhir, yakni makna ل إله إل اللهadalah
tidak ada penetap hukum selian Allah, maka inipun merupakan bagian dari
rubu>biyah-Nya. Sehingga makna inipun merupakan makna yang tidak
sempurna. Karena semata-mata menetapkan penetapan hukum hanya
pada Allah , kemudian tetap meminta pertolongan dan memalingkan
sebagian ibadah kepada selain-Nya, tidaklah menajdikan pelakunya
sebagai orang yang bertauhid.
Maka makna kalimat agung ini, yaitu kalimat ل إله إل الله, ialah “Tidak
ada ila>h, yakni al-ma‘bu>d, yang hak, kecuali hanya Allah . Benar di
sana sangat banyak ila>h yang diibadahi, namun seluruhnya itu adalah
36 Surah al-Zukhruf [43]: 9
21
ila>h yang batil. Sedangkan hanya ada satu dan satu-satunya ila>h yang
hak, yaitu Allah . Maka kesempurnaan kalimat ini ialah ه
ه ر
حقق إ مل ب الل ر
ل ر إ مل ر ر,
tidak makna yang lain. Tidak bermakna ل معبود ر إل الله, tidak pula ل خالقر إل
الله, serta tidak juga ة إل الله
ل حاكمي ر, terlebih ب إل الله
ل ر ب, dan ini amat jauh
sekali, dan amat nyata