LAPORAN PENDAHULUAN di apendic sitis
LAPORAN PENDAHULUAN
APPENDIKSITIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PKKD I
RSI NU Demak Ruang Wahab Hasbullah
Disusun Oleh :
Nama
: Wiwit Deavy Oktafiani
Nim
: 2014011704
Kelompok
:4
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2016
APPENDIKSITIS
A. Definisi
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.
Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing
yang terinfeksi hancur. (Aru W, Sudoyo, dkk. 2010).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pemanahan. Bila infeksi bertambah parah,
usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu
dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti
bagian usus Iainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir. (Suratun. 2010).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab
yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks
atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
Apendisitis merupakari peradangan pada usus buntu/apendiks (Wilson, Iorraine
dan Sylvia A. Prince. 2006).
B. Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi menghasilkan
lender 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya
mengalir kesekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan di
dalam pathogenesis dalam pathogenesis apendiks (Wim de jong at ala.2006)
1. Hiperplasia dan folikel limfoid.
2. Adanya fekalit (tinja/batu) dalam lumen appendiks.
3. Tumor appendiks.
4.
Adanya benda asing seperti cacing askariasis yang dapat menyebabkan
sumbatan..
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut penelitian, epidemlologi menunjukkan kebutuhan asaan makanan
rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis.
Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan
fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.
(Wim de jong at ala.2006)
C. Patofisiotogi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia dan pohkel lympoid merupakan penyebab terbanyak
adanya fekailt dalam lumen appendikAdanya benda asing seperti : cacing,striktur
karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya:
1. keganasan (Karsinoma Karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral.
Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka
rangsangan itu dirasakan sebagal rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan mi disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul dinding apendiks yang
telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang
meradang atau perforasi akan timbu suatu masa lokal, keadaan mi disebut
sebagai appendisitis abses.
Pada anak — anak karena omeritum masih pendek dan tipis, apendiks yang
relatif Iebih panjang , dinding apendiks yang Iebih tipis dan daya tahan tubuh
yang masih kurang, demiklan juga pada orang tua karena telah ada gangguan
pembutub darah, maka perforasi terjadi Iebih cepat. Bila appendisitis infiltrat mi
menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian han maka terjadi
appendisitis kronis .
( Corwin, Elisabeth J. 2009 )
D. Manifestasi Klinik
1.
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9.
Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan
Rovsing’s sign
Tanda dan gejala
Positif jika dilakukan palpasi dengan
tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri
Psoas sign atau
Obraztsova’s sign
Obturator sign
pada sisi kanan.
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika
timbul nyeri pada kanan bawah.
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika
Dunphy’s sign
timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
Ten Horn sign
dengan batuk
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
Kocher (Kosher)’s sign
lembut pada korda spermatic kanan
Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
Sitkovskiy (Rosenstein)’s
sign
berpindah ke kuadran kanan bawah.
Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada
sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Blumberg sign
Bloomberg’s sign)
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi
pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba
( Aru W, Sudoyo, dkk. 2010 )
E. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni:
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokais atau segmentais, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu
sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
( Wilson, Iorraine dan Sylvia A. Prince. 2006 )
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 9094% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CTScan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3.
Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4.
Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
5.
Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6.
Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.
( Kidd, Pamela. 2011 )
H.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama
adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi
diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi
disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
( Brunner, Suddarth. 2006 )
I. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi.
J. Rencana Keperawatan
PRE OPERASI
N
O
.
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN
1
Nyeri akut
NIC
Setelah
1.
tingkat Untuk mengetahui sejauh mana
Kaji
berhubungan dengan dilakukan asuhan nyeri,
agen injuri biologi keperawatan,
(distensi
intestinal
jaringan diharapkan
oleh klien
inflamasi)
lokasi tingkat
indiaktor secara dini untuk dapat
nyeri karasteristik
memberikan tindakan selanjutnya
informasi yang tepat dapat
kriteria
menurunkan tingkat kecemasan
hasil:
nyeri dan merupakan
dan
berkurang nyeri.
dengan
RASIONAL
pasien
Klien mampu
mengontrol
(tahu
nyeri
2.
menambah
pengetahuan pasien tentang nyeri.
Jelaskan pada napas dalam dapat menghirup
penyebab pasien
nyeri,
dan
tentang O2 secara adequate sehingga otot-
mampu penyebab nyeri
otot menjadi relaksasi sehingga
menggunakan
dapat mengurangi rasa nyeri.
meningkatkan relaksasi dan
tehnik
nonfarmakologi
dapat meningkatkan kemampuan
untuk mengurangi
3. Ajarkan tehnik kooping.
nyeri,
mencari untuk
bantuan)
pernafasan
Melaporkan diafragmatik
bahwa
nyeri lambat / napas menghilangkan rasa nyeri.
manajemen nyeri
Tanda
normal
terhadap
sebagai profilaksis untuk dapat
menggunakan
dalam
dini
perkembangan kesehatan pasien.
berkurang dengan dalam
deteksi
vital
4.
Berikan
rentang aktivitas
hiburan
TD (systole (ngobrol
110-130mmHg,
diastole
dengan anggota
70- keluarga)
90mmHg), HR(605.
100x/menit),
Observasi
RR tanda-tanda
(16-24x/menit),
vital
suhu (36,5-37,50C)
Klien tampak
rileks
mampu
6.
tidur/istirahat
Kolaborasi
dengan
tim
medis
dalam
pemberian
2
.
Perubahan
pola
Setelah
analgetik
1.
Pastikan membantu dalam pembentukan
eliminasi dilakukan asuhan kebiasaan
(konstipasi)
keperawatan,
defekasi
konstipasi
teratasi
klien sebelumnya.
dengan
2.
kriteria hasil:
klien
dan gaya hidup
berhubungan dengan diharapkan
penurunan peritaltik.
jadwal irigasi efektif
BAB
kembalinya
gastriintestinal
peritonial
masukan adekuat dan serat,
1-2
kali/hari
makanan
Feses lunak
Bising usus 5-30
3.
mungkin
Auskultasi terlambat oleh inflamasi intra
bising usus
fungsi
kasar
memberikan
bentuk dan cairan adalah faktor
kali/menit
Tinjau
ulang penting
dalam
menentukan
pola diet dan konsistensi feses.
jumlah
/
tipe makanan yang tinggi serat dapat
masukan cairan.
memperlancar
pencernaan
sehingga tidak terjadi konstipasi.
4.
Berikan
makanan tinggi
serat.
obat
pelunak
feses
dapat
melunakkan feses sehingga tidak
terjadi konstipasi.
5.
Berikan
obat
sesuai indikasi,
contoh
3
.
Kekurangan
volume
Setelah
:
pelunak feses
1. Monitor tanda-
cairan dilakukan asuhan tanda vital
berhubungan dengan keperawatan
mual muntah.
cairan
mengidentifikasikan
fluktuasi
2. Kaji membrane perifer dan hidrasi seluler.
dapat mukosa,
kaji
tugor kulit dan Penurunan haluaran urin pekat
dipertahankan
kriteria pengisian
hasil:
dengan peningkatan berat jenis
kapiler.
diduga
dehidrasi/kebutuhan
kelembaban
3. Awasi masukan peningkatan cairan.
membrane mukosa
membantu
Indicator keadekuatan sirkulasi
keseimbangan
yang
volume intravaskuler.
diharapkan
dengan
Tanda
turgor kulit baik
haluaran, Indicator kembalinya peristaltic,
dan
catat
warna kesiapan untuk pemasukan per
Haluaran urin urine/konsentra
oral.
adekuat: 1 cc/kg si, berat jenis. Dehidrasi mengakibatkan bibir
BB/jam
dan mulut kering dan pecah-
Tanda-tanda
4.
Auskultasi pecah
vital dalam batas bising
usus,
catat kelancaran
normal
Selang
NG
biasanya
TD (systole flatus, gerakan dimasukkan pada praoperasi dan
110-130mmHg,
diastole
usus.
705.
dipertahankan pada fase segera
Berikan pascaoperasi untuk dekompresi
90mmHg), HR(60- perawatan
100x/menit),
RR mulut
(16-24x/menit),
dengan
suhu (36,5-37,50C)
perhatian
khusus
usus, meningkatkan istirahat usus,
sering mencegah mentah.
Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi
dengan
pada menghasilkan
sejumlah
besar
perlindungan
cairan yang dapat menurunkan
bibir.
volume
sirkulasi
darah,
6.
Pertahankan mengakibatkan
hipovolemia.
penghisapan
Dehidrasi
gaster/usus.
ketidakseimbangan elektrolit
7.
dapat
terjadi
Kolaborasi
pemberian
cairan IV dan
4
.
Cemas
Setelah
elektrolit
1. Evaluasi tingkat ketakutan dapat terjadi karena
berhubungan dengan dilakukan asuhan ansietas,
akan
dilaksanakan keperawatan,
operasi.
catat nyeri
verbal dan non prosedur
diharapkan
verbal pasien.
kecemasab
klien
kriteria hasil:
2.
diagnostik
ketika
membatasi
ansietas menurun untuk tindakan menghemat
tingkat prosedur
teratasi
sebelum
Tampak rileks
meningkatkan
istirahat
dan
periode
menghentikan
tidur.
4.
kelemahan,
energi
dan
kemampuan
Mengurangi kecemasan klien
Jadwalkan
adekuat
pemeriksaan
koping.
dilakukan
3.
dan
dan tersebut melibatkan pembedahan.
Melaporkan persiapkan
sampai
pada
dapat meringankan ansietas
terutama
Jelaskan
penting
pembedahan.
berkurang dengan
hebat,
Anjurkan
keluarga untuk
menemani
disamping klien
POST OPERASI
N
O
.
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN
1
Nyeri
NIC
RASIONAL
Setelah 1. Kaji skala nyeri Berguna dalam pengawasan dan
berhubungan dengan dilakukan
lokasi,
keefesien
agen injuri fisik (luka asuhan
karakteristik
penyembuhan,perubahan
insisi
dan
post
operasi keperawatan,
appenditomi).
nyeri berkurang dengan tepat.
deteksi
dini
terhadap
Menghilangkan
tegangan
2. Monitor tanda- abdomen yang bertambah dengan
Melaporkan tanda vital
posisi terlentang.
nyeri berkurang
dan
perkembangan kesehatan pasien.
dengan kriteria
hasil:
kemajuan
laporkan karakteristik nyeri.
perubahan nyeri
diharapkan
obat,
Klien tampak
3.
rileks
Meningkatkan
kormolisasi
fungsi organ.
Pertahankan
meningkatkan relaksasi.
istirahat dengan
Dapat tidur
Menghilangkan nyeri.
posisi
semi
dengan tepat
powler.
Tanda-tanda
vital
dalam
4.
batas normal
ambulasi dini.
TD
(systole
110-
130mmHg,
diastole
5.
70-
90mmHg),
HR(60-100x/me
6.
nit), RR (1624x/menit),
suhu
37,50C)
Dorong
(36,5-
Berikan
aktivitas
hiburan.
Kolborasi tim
dokter
dalam
pemberian
analgetika.
2
.
Resiko infeksi
Setelah 1.
Kaji
adanya Dugaan adanya infeksi
berhubungan dengan dilakukan
tanda-tanda
tindakan
infeksi
invasif asuhan
(insisi
post keperawatan
pembedahan).
diharapkan
infeksi
diatasi
area insisi
vital. mencegah transmisi penyakit
dapat tanda
dengan Perhatikan
virus ke orang lain.
demam,
mencegah meluas dan
Klien bebas menggigil,
dari tanda-tanda berkeringat,
membatasi penyebaran organisme
infeksi
infektif / kontaminasi silang.
perubahan
menurunkan resiko terpajan.
Menunjukkan mental
kemampuan
infeksi/terjadinya sepsis, abses,
2. Monitor tanda- peritonitis
kriteria hasil:
pada Dugaan adanya
3. Lakukan teknik
untuk terapi ditunjukkan pada bakteri
untuk
isolasi
mencegah
infeksi enterik, anaerob dan hasil aerob gra
timbulnya
termasuk
infeksi
tangan efektif.
Nilai leukosit
4.
(4,5-11ribu/ul)
cuci negatif.
Pertahankan
teknik
aseptik
ketat
pada
perawatan luka
insisi / terbuka,
bersihkan
dengan
betadine.
5. Awasi / batasi
pengunjung dan
siap kebutuhan.
6. Kolaborasi tim
medis
dalam
pemberian
3
.
Defisit
care
self
Setelah 1.
berhubungan dilakukan
antibiotik
Mandikan Agar badan menjadi segar,
pasien
setiap melancarkan peredaran darah dan
dengan nyeri.
asuhan
hari
sampai meningkatkan kesehatan.
keperawatan
klien
mampu
diharapkan
melaksanakan
kebersihan
sendiri
klien
serta Untuk melindungi klien dari
dapt cuci rambut dan kuman dan meningkatkan rasa
dipertahankan
potong
kuku nyaman
Agar klien dan keluarga dapat
dengan kriteria klien.
hasil:
2.
klien bebas yang
dari bau badan
Ganti pakaian termotivasi
menjaga
kotor personal hygiene.
yang Agar klien merasa tersanjung
dengan
klien tampak bersih.
dan
bersih
untuk
lebih
kooperatif
dalam
keterampilan
dapat
kebersihan
ADLs klien
3. Berikan Hynege
dapat
mandiri Edukasi
atau
dengan klien
bantuan
Agar
pada diterapkan
dan
keluarganya
Klien merasa nyaman dengan
tentang
tenun yang bersih serta mencegah
pentingnya
terjadinya infeksi.
kebersihan diri.
4.
Berikan pujian
pada
klien
tentang
kebersihannya.
5.
Bimbing
keluarga
klien
memandikan
/
menyeka pasien
6.
Bersihkan dan
atur posisi serta
tempat
4
.
Kurang
pengetahuan
Setelah 1.
tentang dilakukan
klien.
Kaji
tidur
ulang Memberikan informasi pada
pembatasan
pasien untuk merencanakan
kondisi prognosis dan asuhan
aktivitas
kembali rutinitas biasa tanpa
kebutuhan pengobatan keperawatan
pascaoperasi
menimbulkan masalah.
b.d kurang informasi.
Membantu kembali ke fungsi
diharapkan
pengetahuan
bertambah
usus semula mencegah ngejan
2.
Anjuran saat defekasi
dengan kriteria menggunakan
laksatif/pelemb Pemahaman meningkatkan kerja
hasil:
menyatakan ek feses ringan sama dengan terapi,
pemahaman
bila perlu dan meningkatkan penyembuhan
proses penyakit, hindari enema
pengobatan dan3.
Diskusikan
Upaya intervensi menurunkan
berpartisipasi perawatan
resiko komplikasi lambatnya
dalam program insisi, termasuk
penyembuhan peritonitis.
pengobatan
mengamati
balutan,
pembatasan
mandi,
dan
kembali
ke
dokter
untuk
mengangkat
jahitan/pengikat
4.
Identifikasi
gejala
yang
memerlukan
evaluasi medic,
contoh
peningkatan
nyeri
edema/eritema
luka,
drainase,
demam
adanya
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.5 Jilid 2. Jakarta :
InternalPublishing
Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan Medikal Bedah volume 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elisabeth
J. 2009. Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta
: EGC
Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Edisi 6 Volume 2.
Jakarta : EGC
Kidd, Pamela. 2011. Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC.
Krisanty, Paulina. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal cet.1.
Jakarta : Trans Info Media.
Wilson, Iorraine dan Sylvia A. Prince. 2006. Patpfisiologi Volume 1 Edisi 6. Jakarta :
EGC
APPENDIKSITIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PKKD I
RSI NU Demak Ruang Wahab Hasbullah
Disusun Oleh :
Nama
: Wiwit Deavy Oktafiani
Nim
: 2014011704
Kelompok
:4
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2016
APPENDIKSITIS
A. Definisi
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.
Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing
yang terinfeksi hancur. (Aru W, Sudoyo, dkk. 2010).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pemanahan. Bila infeksi bertambah parah,
usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu
dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti
bagian usus Iainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir. (Suratun. 2010).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab
yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks
atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
Apendisitis merupakari peradangan pada usus buntu/apendiks (Wilson, Iorraine
dan Sylvia A. Prince. 2006).
B. Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi menghasilkan
lender 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya
mengalir kesekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan di
dalam pathogenesis dalam pathogenesis apendiks (Wim de jong at ala.2006)
1. Hiperplasia dan folikel limfoid.
2. Adanya fekalit (tinja/batu) dalam lumen appendiks.
3. Tumor appendiks.
4.
Adanya benda asing seperti cacing askariasis yang dapat menyebabkan
sumbatan..
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut penelitian, epidemlologi menunjukkan kebutuhan asaan makanan
rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis.
Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan
fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.
(Wim de jong at ala.2006)
C. Patofisiotogi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia dan pohkel lympoid merupakan penyebab terbanyak
adanya fekailt dalam lumen appendikAdanya benda asing seperti : cacing,striktur
karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya:
1. keganasan (Karsinoma Karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral.
Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka
rangsangan itu dirasakan sebagal rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan mi disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul dinding apendiks yang
telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang
meradang atau perforasi akan timbu suatu masa lokal, keadaan mi disebut
sebagai appendisitis abses.
Pada anak — anak karena omeritum masih pendek dan tipis, apendiks yang
relatif Iebih panjang , dinding apendiks yang Iebih tipis dan daya tahan tubuh
yang masih kurang, demiklan juga pada orang tua karena telah ada gangguan
pembutub darah, maka perforasi terjadi Iebih cepat. Bila appendisitis infiltrat mi
menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian han maka terjadi
appendisitis kronis .
( Corwin, Elisabeth J. 2009 )
D. Manifestasi Klinik
1.
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9.
Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan
Rovsing’s sign
Tanda dan gejala
Positif jika dilakukan palpasi dengan
tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri
Psoas sign atau
Obraztsova’s sign
Obturator sign
pada sisi kanan.
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika
timbul nyeri pada kanan bawah.
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika
Dunphy’s sign
timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
Ten Horn sign
dengan batuk
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
Kocher (Kosher)’s sign
lembut pada korda spermatic kanan
Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
Sitkovskiy (Rosenstein)’s
sign
berpindah ke kuadran kanan bawah.
Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada
sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Blumberg sign
Bloomberg’s sign)
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi
pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba
( Aru W, Sudoyo, dkk. 2010 )
E. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni:
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokais atau segmentais, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu
sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
( Wilson, Iorraine dan Sylvia A. Prince. 2006 )
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 9094% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CTScan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3.
Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4.
Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
5.
Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6.
Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.
( Kidd, Pamela. 2011 )
H.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama
adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi
diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi
disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
( Brunner, Suddarth. 2006 )
I. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi.
J. Rencana Keperawatan
PRE OPERASI
N
O
.
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN
1
Nyeri akut
NIC
Setelah
1.
tingkat Untuk mengetahui sejauh mana
Kaji
berhubungan dengan dilakukan asuhan nyeri,
agen injuri biologi keperawatan,
(distensi
intestinal
jaringan diharapkan
oleh klien
inflamasi)
lokasi tingkat
indiaktor secara dini untuk dapat
nyeri karasteristik
memberikan tindakan selanjutnya
informasi yang tepat dapat
kriteria
menurunkan tingkat kecemasan
hasil:
nyeri dan merupakan
dan
berkurang nyeri.
dengan
RASIONAL
pasien
Klien mampu
mengontrol
(tahu
nyeri
2.
menambah
pengetahuan pasien tentang nyeri.
Jelaskan pada napas dalam dapat menghirup
penyebab pasien
nyeri,
dan
tentang O2 secara adequate sehingga otot-
mampu penyebab nyeri
otot menjadi relaksasi sehingga
menggunakan
dapat mengurangi rasa nyeri.
meningkatkan relaksasi dan
tehnik
nonfarmakologi
dapat meningkatkan kemampuan
untuk mengurangi
3. Ajarkan tehnik kooping.
nyeri,
mencari untuk
bantuan)
pernafasan
Melaporkan diafragmatik
bahwa
nyeri lambat / napas menghilangkan rasa nyeri.
manajemen nyeri
Tanda
normal
terhadap
sebagai profilaksis untuk dapat
menggunakan
dalam
dini
perkembangan kesehatan pasien.
berkurang dengan dalam
deteksi
vital
4.
Berikan
rentang aktivitas
hiburan
TD (systole (ngobrol
110-130mmHg,
diastole
dengan anggota
70- keluarga)
90mmHg), HR(605.
100x/menit),
Observasi
RR tanda-tanda
(16-24x/menit),
vital
suhu (36,5-37,50C)
Klien tampak
rileks
mampu
6.
tidur/istirahat
Kolaborasi
dengan
tim
medis
dalam
pemberian
2
.
Perubahan
pola
Setelah
analgetik
1.
Pastikan membantu dalam pembentukan
eliminasi dilakukan asuhan kebiasaan
(konstipasi)
keperawatan,
defekasi
konstipasi
teratasi
klien sebelumnya.
dengan
2.
kriteria hasil:
klien
dan gaya hidup
berhubungan dengan diharapkan
penurunan peritaltik.
jadwal irigasi efektif
BAB
kembalinya
gastriintestinal
peritonial
masukan adekuat dan serat,
1-2
kali/hari
makanan
Feses lunak
Bising usus 5-30
3.
mungkin
Auskultasi terlambat oleh inflamasi intra
bising usus
fungsi
kasar
memberikan
bentuk dan cairan adalah faktor
kali/menit
Tinjau
ulang penting
dalam
menentukan
pola diet dan konsistensi feses.
jumlah
/
tipe makanan yang tinggi serat dapat
masukan cairan.
memperlancar
pencernaan
sehingga tidak terjadi konstipasi.
4.
Berikan
makanan tinggi
serat.
obat
pelunak
feses
dapat
melunakkan feses sehingga tidak
terjadi konstipasi.
5.
Berikan
obat
sesuai indikasi,
contoh
3
.
Kekurangan
volume
Setelah
:
pelunak feses
1. Monitor tanda-
cairan dilakukan asuhan tanda vital
berhubungan dengan keperawatan
mual muntah.
cairan
mengidentifikasikan
fluktuasi
2. Kaji membrane perifer dan hidrasi seluler.
dapat mukosa,
kaji
tugor kulit dan Penurunan haluaran urin pekat
dipertahankan
kriteria pengisian
hasil:
dengan peningkatan berat jenis
kapiler.
diduga
dehidrasi/kebutuhan
kelembaban
3. Awasi masukan peningkatan cairan.
membrane mukosa
membantu
Indicator keadekuatan sirkulasi
keseimbangan
yang
volume intravaskuler.
diharapkan
dengan
Tanda
turgor kulit baik
haluaran, Indicator kembalinya peristaltic,
dan
catat
warna kesiapan untuk pemasukan per
Haluaran urin urine/konsentra
oral.
adekuat: 1 cc/kg si, berat jenis. Dehidrasi mengakibatkan bibir
BB/jam
dan mulut kering dan pecah-
Tanda-tanda
4.
Auskultasi pecah
vital dalam batas bising
usus,
catat kelancaran
normal
Selang
NG
biasanya
TD (systole flatus, gerakan dimasukkan pada praoperasi dan
110-130mmHg,
diastole
usus.
705.
dipertahankan pada fase segera
Berikan pascaoperasi untuk dekompresi
90mmHg), HR(60- perawatan
100x/menit),
RR mulut
(16-24x/menit),
dengan
suhu (36,5-37,50C)
perhatian
khusus
usus, meningkatkan istirahat usus,
sering mencegah mentah.
Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi
dengan
pada menghasilkan
sejumlah
besar
perlindungan
cairan yang dapat menurunkan
bibir.
volume
sirkulasi
darah,
6.
Pertahankan mengakibatkan
hipovolemia.
penghisapan
Dehidrasi
gaster/usus.
ketidakseimbangan elektrolit
7.
dapat
terjadi
Kolaborasi
pemberian
cairan IV dan
4
.
Cemas
Setelah
elektrolit
1. Evaluasi tingkat ketakutan dapat terjadi karena
berhubungan dengan dilakukan asuhan ansietas,
akan
dilaksanakan keperawatan,
operasi.
catat nyeri
verbal dan non prosedur
diharapkan
verbal pasien.
kecemasab
klien
kriteria hasil:
2.
diagnostik
ketika
membatasi
ansietas menurun untuk tindakan menghemat
tingkat prosedur
teratasi
sebelum
Tampak rileks
meningkatkan
istirahat
dan
periode
menghentikan
tidur.
4.
kelemahan,
energi
dan
kemampuan
Mengurangi kecemasan klien
Jadwalkan
adekuat
pemeriksaan
koping.
dilakukan
3.
dan
dan tersebut melibatkan pembedahan.
Melaporkan persiapkan
sampai
pada
dapat meringankan ansietas
terutama
Jelaskan
penting
pembedahan.
berkurang dengan
hebat,
Anjurkan
keluarga untuk
menemani
disamping klien
POST OPERASI
N
O
.
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN
1
Nyeri
NIC
RASIONAL
Setelah 1. Kaji skala nyeri Berguna dalam pengawasan dan
berhubungan dengan dilakukan
lokasi,
keefesien
agen injuri fisik (luka asuhan
karakteristik
penyembuhan,perubahan
insisi
dan
post
operasi keperawatan,
appenditomi).
nyeri berkurang dengan tepat.
deteksi
dini
terhadap
Menghilangkan
tegangan
2. Monitor tanda- abdomen yang bertambah dengan
Melaporkan tanda vital
posisi terlentang.
nyeri berkurang
dan
perkembangan kesehatan pasien.
dengan kriteria
hasil:
kemajuan
laporkan karakteristik nyeri.
perubahan nyeri
diharapkan
obat,
Klien tampak
3.
rileks
Meningkatkan
kormolisasi
fungsi organ.
Pertahankan
meningkatkan relaksasi.
istirahat dengan
Dapat tidur
Menghilangkan nyeri.
posisi
semi
dengan tepat
powler.
Tanda-tanda
vital
dalam
4.
batas normal
ambulasi dini.
TD
(systole
110-
130mmHg,
diastole
5.
70-
90mmHg),
HR(60-100x/me
6.
nit), RR (1624x/menit),
suhu
37,50C)
Dorong
(36,5-
Berikan
aktivitas
hiburan.
Kolborasi tim
dokter
dalam
pemberian
analgetika.
2
.
Resiko infeksi
Setelah 1.
Kaji
adanya Dugaan adanya infeksi
berhubungan dengan dilakukan
tanda-tanda
tindakan
infeksi
invasif asuhan
(insisi
post keperawatan
pembedahan).
diharapkan
infeksi
diatasi
area insisi
vital. mencegah transmisi penyakit
dapat tanda
dengan Perhatikan
virus ke orang lain.
demam,
mencegah meluas dan
Klien bebas menggigil,
dari tanda-tanda berkeringat,
membatasi penyebaran organisme
infeksi
infektif / kontaminasi silang.
perubahan
menurunkan resiko terpajan.
Menunjukkan mental
kemampuan
infeksi/terjadinya sepsis, abses,
2. Monitor tanda- peritonitis
kriteria hasil:
pada Dugaan adanya
3. Lakukan teknik
untuk terapi ditunjukkan pada bakteri
untuk
isolasi
mencegah
infeksi enterik, anaerob dan hasil aerob gra
timbulnya
termasuk
infeksi
tangan efektif.
Nilai leukosit
4.
(4,5-11ribu/ul)
cuci negatif.
Pertahankan
teknik
aseptik
ketat
pada
perawatan luka
insisi / terbuka,
bersihkan
dengan
betadine.
5. Awasi / batasi
pengunjung dan
siap kebutuhan.
6. Kolaborasi tim
medis
dalam
pemberian
3
.
Defisit
care
self
Setelah 1.
berhubungan dilakukan
antibiotik
Mandikan Agar badan menjadi segar,
pasien
setiap melancarkan peredaran darah dan
dengan nyeri.
asuhan
hari
sampai meningkatkan kesehatan.
keperawatan
klien
mampu
diharapkan
melaksanakan
kebersihan
sendiri
klien
serta Untuk melindungi klien dari
dapt cuci rambut dan kuman dan meningkatkan rasa
dipertahankan
potong
kuku nyaman
Agar klien dan keluarga dapat
dengan kriteria klien.
hasil:
2.
klien bebas yang
dari bau badan
Ganti pakaian termotivasi
menjaga
kotor personal hygiene.
yang Agar klien merasa tersanjung
dengan
klien tampak bersih.
dan
bersih
untuk
lebih
kooperatif
dalam
keterampilan
dapat
kebersihan
ADLs klien
3. Berikan Hynege
dapat
mandiri Edukasi
atau
dengan klien
bantuan
Agar
pada diterapkan
dan
keluarganya
Klien merasa nyaman dengan
tentang
tenun yang bersih serta mencegah
pentingnya
terjadinya infeksi.
kebersihan diri.
4.
Berikan pujian
pada
klien
tentang
kebersihannya.
5.
Bimbing
keluarga
klien
memandikan
/
menyeka pasien
6.
Bersihkan dan
atur posisi serta
tempat
4
.
Kurang
pengetahuan
Setelah 1.
tentang dilakukan
klien.
Kaji
tidur
ulang Memberikan informasi pada
pembatasan
pasien untuk merencanakan
kondisi prognosis dan asuhan
aktivitas
kembali rutinitas biasa tanpa
kebutuhan pengobatan keperawatan
pascaoperasi
menimbulkan masalah.
b.d kurang informasi.
Membantu kembali ke fungsi
diharapkan
pengetahuan
bertambah
usus semula mencegah ngejan
2.
Anjuran saat defekasi
dengan kriteria menggunakan
laksatif/pelemb Pemahaman meningkatkan kerja
hasil:
menyatakan ek feses ringan sama dengan terapi,
pemahaman
bila perlu dan meningkatkan penyembuhan
proses penyakit, hindari enema
pengobatan dan3.
Diskusikan
Upaya intervensi menurunkan
berpartisipasi perawatan
resiko komplikasi lambatnya
dalam program insisi, termasuk
penyembuhan peritonitis.
pengobatan
mengamati
balutan,
pembatasan
mandi,
dan
kembali
ke
dokter
untuk
mengangkat
jahitan/pengikat
4.
Identifikasi
gejala
yang
memerlukan
evaluasi medic,
contoh
peningkatan
nyeri
edema/eritema
luka,
drainase,
demam
adanya
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.5 Jilid 2. Jakarta :
InternalPublishing
Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan Medikal Bedah volume 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elisabeth
J. 2009. Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta
: EGC
Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Edisi 6 Volume 2.
Jakarta : EGC
Kidd, Pamela. 2011. Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC.
Krisanty, Paulina. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal cet.1.
Jakarta : Trans Info Media.
Wilson, Iorraine dan Sylvia A. Prince. 2006. Patpfisiologi Volume 1 Edisi 6. Jakarta :
EGC