makalah psikologi pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika sering dianggap sebagai ilmu yang hanya menekankan pada
kemampuan berpikir logis dengan penyelesaian yang tunggal dan pasti. Hal ini yang
menyebabkan matematika menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan dijauhi siswa.
Padahal, matematika dipelajari pada setiap jenjang pendidikan dan menjadi salah satu
pengukur (indikator) keberhasilan siswa dalam menempuh suatu jenjang pendidikan,
serta menjadi materi ujian untuk seleksi penerimaan menjadi tenaga kerja bidang
tertentu. Melihat kondisi ini berarti matematika tidak hanya digunakan sebagai acuan
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tetapi juga digunakan dalam mendukung
karier seseorang.
Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang
semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam
suatu bidang tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal
tersebut perlu dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk
matematika.
Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata
pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tanggal 23 mei 2006 tentang standar isi) telah disebutkan bahwa mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar

untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (Siswono, 2009: 1).
Mengembangkan kecerdasan intuitif dan reflektif perlu menjadi fokus dan
perhatian pendidik matematika di kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan
karakteristik keilmuan matematika. Tetapi, fokus dan perhatian pada upaya
meningkatkan kecerdasan intuitif dan reflektif dalam matematika jarang atau tidak
pernah dikembangkan. Padahal kecerdasan itu yang sangat perlu mendapat perhatian
agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

1

memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,
tidak pasti, dan kompetitif.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun
makalah dengan judul: Intelegensi Intuitif dan Reflektif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah:

1. Apa pengertian intelegensi?
2. Apakah yang dimaksud intelegensi intuitif?
3. Apakah yang dimaksud intelegensi reflektif?
4. Apa perbedaan fungsi intelegensi intuitif dengan intelegensi reflektif?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian intelegensi.
2. Untuk mengetahui pengertian intelegensi intuitif.
3. Untuk mengetahui pengertian intelegensi reflektif.
4. Untuk memahami perbedaan intelegensi intuitif dan intelegensi reflektif.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.

Dapat menjadi bahan bacaan dan referensi untuk penulisan selanjutnya.

2.

Dapat menambah wawasan penulis mengenai kecerdasan intuitif dan kecerdasan

reflektif dalam pembelajaran matematika.

3.

Dapat menjadi bahan latihan dalam menuangkan ide-ide dalam bentuk tertulis
sebagai wujud pengetahuan yang diperoleh selama ini di bangku kuliah.

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inteligensi
Menurut Sandtrock (2010: 134), Intelegensi merupakan keahlian memecahkan
masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup
sehari-hari. Sejalan dengan pendapat tersebut, Woolfolk (2008) mengemukakan
bahwa intelegensi adalah kemampuan atau berbagai kemampuan untuk mendapatkan
dan menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dan beradaptasi
dengan dunia.

Selanjutnya menurut Dewanti (1998: 3), kecerdasan/ intelegensi: kemampuan
mengendalikan aktivitas-aktivitas dengan ciri-ciri sukar, kompleks, abstrak, ekonomis
(tepat), bertujuan, bernilai sosial, dan menampakkan adanya keaslian, serta
kemampuan untuk mempertahankan kegiatan-kegiatan seperti itu dalam kondisi yang
memerlukan konsentrasi energi dan berlawanan dengan kekuatan-kekuatan
emosional.
Menurut

David

Wechster

(http://blog.unsri.ac.id)

intelegensi

adalah

kemampuan bertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan menghadapi
lingkungannya secara efektif. Menurut William Stern mengemukakan


bahwa

intelegensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru,
dengan menggunakan alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka intelegensi dapat diartikan kemampuan
menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dan menghadapi
lingkungan secara efektif.
B. Inteligensi Intuitif
Intelegensi intuitif adalah intelegensi yang dibentuk oleh naluri intuisi
seseorang. Pemikiran-pemikiran cerdas lahir dari kecerdasan ini, berani berbeda
dengan pemikiran banyak orang. Kadang pemikiran ini belum bisa dijelaskan dengan

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

3

logika manusia pada umumnya, tetapi logika berpikir itu akan dapat dipahami
dikemudian hari (http://inspirasiku-deblitar.blogspot.com).
Berdasarkan Webster Dictionary (Christie, 2008), kecerdasan intuitif adalah

kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan langsung atau wawasan
langsung tanpa melalui observasi atau penalaran terlebih dulu.
Dalam banyak hal ini dapat sepenuhnya berhasil tanpa kesadaran apapun
dari proses- proses pikiran perantara yang bersangkutan; misalnya pada waktu
membaca keras-keras, mengemudikan mobil, atau menjawab pertanyaan “16 x 25”.
Lingkungan Luar

Kegiatan-Kegiatan
Mental Perantara

Penerima-Penerima

Pelaksana-Pelaksana

Seorang penumpang yang masih belajar bertanya kepada kita mengapa kita
memindahkan versnelling sebelum mencapai belokan tajam di jalan. Biarpun kita
telah berbuat begitu “tanpa berpikir”, kita tidak kesulitan untuk menjelaskan alasan
tersebut. Atau menjawab sesingkat “400” pada pertanyaan “16 x 25” yang mungkin
ditanyakan kepada kita “Bagaimana anda melakukan hal itu begitu cepat?”. Dan
setelah kita menguraikan cara kita (banyak pilihan) kita mungkin juga diminta untuk

membenarkan sebuah pertanyaan yang dicari, meliputi sifat assosiatif dari perkalian.
C. Inteligensi Reflektif
Menurut Dewanti (1998: 4), berpikir reflektif merupakan kemampuan
individu dalam menyeleksi pengetahuan (yang revelan dengan tujuan masalah) yang
pernah diperoleh.
Proses-proses mental yang menyertai dalam berpikir reflektif adalah sebagai
berikut:
1) Direction-perhatian dan minat yang diarahkan pada tujuan.

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

4

2) Interpretation– interpretasi terhadap hubungan-hubungan yang terdapatpada
tujuan yang akan dicapai.
3) Selection-mengingat kembali dan memilih pengetahuan-pengetahuanyang sudah
pernah diperoleh.
4) Insight-adanya pengertian individu tentang hubungan antara pengetahuanpengetahuan dengan tujuan yang akan dicapai.
5) Creation-pembentukan pola-pola mental baru.
6) Criticism-penilaian terhadap kesanggupan menyelesaikan permasalahan.

Langkah-langkah berpikir reflektif:
1) Individu merasakan adanya problem.
2) Individu melokalisasi/ memberi batasan kesukaran pemahaman terhadap problem.
3) Individu

menemukan

hubungan-hubungan

(memformulasikan

hipotesis-

hipotesis).
4) Individu mengevaluasi hipotesis-hipotesis.
5) Individu menerapkan cara pemecahan persoalan kemudian menyimpulkannya.
Data diperlukan untuk menjawab semua dari pertanyaan yang akan datang,
tidak dari lingkungan tetapi dari sistem-sistem konsep kita sendiri.
Penerima-Penerima


Pelaksana-Pelaksana

Lingkungan Luar

Kegiatan-Kegiatan Mental Perantara

Penerima-Penerima

Ini terlihat dalam gambar di atas dengan kotak yang ditandai “kegiatan-kegiatan
mental perantara (Intervening Mental Activities).” Kita mengarahkan perhatian kita
kepada sumber data ini dengan begitu mudah dan biasa sehingga kita menganggap
biasa saja kemampuan kita menimbang-nimbang dengan proses-prases berpikir kita
sendiri. Namun seharusnya kita lebih heran terhadap hal ini. Kesadaran kita akan
dunia luar dapat disebabkan oleh alat-alat indera kita yang nyata (seperti mata,
telinga, dan lain-lain), dan jalan syaraf dari kegiatan ini dapat dideteksi.

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

5


Sekali kita mampu berpikir untuk merefleksikan kesuatu tingkatan tertentu
dengan skema-skema kita sendiri, langkah-langkah penting lebih lanjut dapat
dilakukan. Kita dapat mengkomunikasikannya seperti dalam contoh sebelumnya. Kita
dapat menyusun skema-skema baru. Seseorang yang sebelumnya tidak dapat
mengerjakan 16 x 25, setelah dijelaskan bahwa empat kali duapuluh lima adalah
seratus, tidak hanya akan dapat mengerjakan 16

X

25 dengan memikirkannya sebagai

4 x (4 x 25) yang sama dengan 4 x 100, tapi juga mengerjakan lain-lain perkalian
seperti 24 x 25 dan bahkan 25 x 25. Jika ia dapat mengerjakan ini semua, itu
menunjukkan bahwa dia telah mendapatkan sebuah skema sederhana dan tidak
semata-mata hanya suatu jawaban atas pertanyaan tertentu.
Kita dapat mengganti skema-skema lama dengan skema-skema baru. Kita
dapat membetulkan kesalahan-kesalahan di skema-skema yang ada. Jika kita bilang
“saya tahu apa yang saya lakukan salah“. Ini tidak hanya berarti membayangkan cara
kita yang ada tetapi juga penemuan bagian-bagian tertentu didalamnya yang
menyebabkan kegagalan, diikuti perubahan yang mempertimbangkan pada bagianbagian ini.

Kita hanya mampu membuat perubahan-perubahan yang mempertimbangkan
skema-skema kita sebagai keseluruhan atau secara detail, masih belum diketahui.
Namun karena kita nyata-nyata bisa berbuat begitu, maka diagram kita memerlukan
penambahan lebih lanjut.

Penerima-Penerima

LUAR

Pelaksana-Pelaksana

LINGKUNGAN

Pelaksana-Pelaksana

Proses-Proses
Pikiran Perantara

Proses-Proses
Pikiran Perantara

Penerima-Penerima

Di bawah ini beberapa contoh lehih lanjut yang meliputi aktivitas reflektif .
Seseorang ingin tahu bagaimana mengalikan dua pecahan desimal, yaitu 1,2
dengan 0,57. Maka kita jelaskan kepadanya bagaimana koma desimal dapat

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

6

diabaikan, perkalian dikerjakan seperti biasa, kemudian baru koma desimalnya
dimasukkan kembali dengan menghitung jumlah seluruh angka di belakang koma
desimal (12

X

57 = 684 . 1,2 punya satu angka dibelakang koma desimal. 0,57

punya dua; jumlah tiga. Jadi kita masukkan kembali koma desimal pada hasilnya
dan mendapat tiga angka di belakang koma desimal. Hasil 0,684). Aturan ini akan
memungkinkan mendapatkan jawaban yang benar. Tetapi hal ini tidak berkaitan
dengan pengertian yang ada padanya tentang arti cara menulis desimal. Untuk
menjelaskan cara ini kita dapat menulis kembali desimal-desimal itu sebagai pecahan
biasa:

12 57 684
x
=
1,2 x 0,57 = 10 100 1000 = 0,684
Pangkat dari 10 di penyebut = banyaknya angka 0 di penyebut itu =
banyaknya tempat di belakang koma desimal. Mengalikan penyebut-penyebut,
sama dengan menjumlah banyaknya tempat di belakang koma desimal.
Setelah semua itu dilakukan, kita dapat berbuat lebih lanjut dan memikirkan,
cara mengkomunikasikannya. Kita dapat memutuskan yang lebih baik, di lain waktu,
untuk menunjukkan lebih dahulu metode yang berarti sebelum menunjukkan (atau
mendorong si pelajar untuk mencari) jalan pintas yang singkat. Demikianlah kita
akan mereorganisasi skema kita guna mengkomunikasikan skema-skema untuk
mengalikan desimal-desima1.
Suatu jenis yang mempunyai jangkauan yang panjang beserta kegiatan yang
dipikirkan adalah menuju kearah penggeneralisasian matematis. Pada proses belajar
pemakaian indeks, sebagai contoh secara jelas dapat kita bedakan dalam dua tahap.
Sesudah menentukan cara penulisannya dengan contoh-contoh seperti:
a2 = a x a
a3 = a x a x a
a4 = a x a x a x a,

(dimana a adalah sebarang bilangan)
dan seterusnya

mudah dilihat bahwa
a2 x a3 = a x a
= a5

x axaxa

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

7

Dari sini dan dengan contoh-contoh yang sama, si pelajar secara intuisi dapat
membentuk skema umumnya sehingga ia dapat segera menulis:
a5 x a7 = a12, dan seterusnya
Dengan menggunakan cara-cara memanipulasi pecahan-pecahan aljabar yang sudah
diketahuinya ia juga dapat membentuk skema untuk pembagian yang disimpulkan
dari contoh-contoh seperti:

axaxaxaxa
=a x a x a
5
2
a
x
a
a a =
= a3
Demikian pula ia dapat segera menulis:
a15  a6 = a9

dan seterusnya

Sesudah membentuk dua skema yang bertalian ini. ia juga dapat
merumuskannya yaitu dengan menyatakannya secara simbolik yang membentuk:
am x an = am+n
am  an = am – n
Untuk m dan n mewakili dua bilangan cacah selain nol, dan di kasus kedua
m lebih besar dari n. Perumusan-perumusaan ini melepaskan cara-caranya sebagai
kesatuan-kesatuan tersendiri.

Pembatasannya adalah m dan n harus bi1angan-

bilangan cacah, dan m lebih besar dari n, yang diharuskan oleh definisi dari a2, a3, ...;
Hal ini

karena

lambang-lambang seperti a0, a-2, a1/2 dalam hubungan dengan

definisi ini tidak mempunyai arti. Namun cara-caranya sekarang untuk

sebagian

sudah dilepaskan dari aslinya, dan pembatasannya yang mula-mula kelihatan benar
dan pantas, sekarang jadi terbuka untuk bertanya. Dalam keadaan-keadaan
bagaimanakah (1) diperbolehkan (2) menguntungkan, untuk membuang pembatasanpembatasan ini?
Sebuah ukuran yang masuk akal untuk yang pertama ialah bahwa cara baru
ini tidak akan menimbulkan ketidak selarasan denqan cara-cara yang telah dikenal;
dan untuk yang kedua, bahwa membuang pembatasan-pembatasan aslinya,
keuntungan-keuntungan cara menulis indeks-indeks dapat diperluas dengan
bermanfaat dan berarti.
Banyak pembaca kenal dengan perluasan cara penulisan indeks, yakni:

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

8

a0 diberi arti 1
a-2 diberi arti

1
a2

a1/2 diberi arti √ a
dan lain-lain. Dengan ini akan berarti sama untuk indeks negatif dan pecahan, serta
pembatasan-pembatasan aslinya dapat dibuang. Kita katakan bahwa penulisannya
serta cara kerjanya telah digeneralisasikan.
D. Perbedaan Inteligensi Intuitif dan Reflektif
Perbedaannya terletak pada dua cara berfungsinya intelegensi: intuitif dan
reflektif. Pada tingkat intuitif, kita mengetahui akan data-data dari lingkungan luar
melalui alat-alat penerima kita (contohnya penglihatan dan pendengaran); Data-data
ini secara otomatis digolongkan dan dihubungkan dengan data-data lain, oleh
struktur-struktur konseptual. Kita juga bisa tanggap terhadap lingkungan luar dengan
menggunakan otot-otot saraf kita yang bekerja secara otomatis terhadap kerangka
tubuh kita (suatu uraian yang meliputi: bicara dan menulis). Kegiatan ini sebagian
besar dikontrol dan diarahkan oleh umpan balik keterangan-keterangan lebih lanjut
tentang kemajuan dan hasilnya, juga lewat penerima-penerima luar kita.
Proses-proses berpikir apakah yang terlibat?
Dari

himpunan

contoh-

contoh, disimpulkan secara
Contoh
umum yang dapat diterapkan

untuk

contoh

lain

Contoh

Contoh

yang

sejenis

Metode
Contoh
Contoh

Metode

Metode

yang

dirumuskan

Contoh

Contoh
Contoh

kemudian

dengan

tegas,

Metode

diperlakukan sebagai suatu
Contoh

Contoh Contoh

Contoh

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

Contoh

9

kesatuan dengan sendirinya,
dan strukturnya dianalisis.
Metode

Struktur ini digunakan untuk
menemukan jalan menggunakan
metoda yang sama untuk contoh
yang baru
asli
baru yang sama. Contoh yang Contoh-contoh yang Contoh-contoh
asli tercakup di bidang metoda
yang diperluas.
Proses generalisasi matematika yang telah diuraikan di atas, adalah suatu
aktivitas yang kuat dan canggih. Canggih, karena melibatkan refleksi dalam bentuk
metoda, sementara mengabaikan isinya. Kuat, karena membuat kemungkinan yang
terkendali, terkontrol, dan akomodasi yang akurat dari skema yang telah ada, tidak
hanya sebagai jawaban atas permintaan untuk asimilasi dari situasi baru sebagaimana
mereka temukan, tetapi garis besar permintaan ini, mencari atau menciptakan yang
baru untuk kecocokan perluasan konsep. Penggunaan kemampuan intuitif itu
sebenarnya hanya permasalahan datang dan pergi yang sifatnya sementara dan tidak
berupa susunan-susunan yang teratur.
Ini harus diakui bahwa lompatan intuitif adalah suatu pertanda dari
generalisasi yang sengaja, mengusulkan secara langsung yang mungkin jika belum
diselidiki. Kadang-kadang kemampuan intuitif ini bisa mengakibatkan seseorang
jatuh/kepleset dalam melakukan analisis yang kritis. Kelemahan yang ditemukan
adalah menggunakan intuitif akan mengalami gagasan-gagasan yang tidak konsisten
sehingga membuat asimilasi yang benar untuk memunculkan prinsip yang mustahil.
Contoh yang nyata tentang bilangan. Bilangan yang ada pertama kali adalah
bilangan asli. Sifat-sifat himpunan dari obyek diskrit (dan juga terbilang) dan metode
untuk menjumlahkan dan mengurangi, mengalikan, membagi, dikembangkan selama
berabad-abad, diajarkan pada dekade pertama demikian juga untuk anak-anak sesuai
budaya mereka sendiri. Kemudian berkembang 'pecahan', 'bilangan negatif’, dan
aturan yang diberikan sebagai cara yang benar untuk menambahkan dan mengurangi,
mengalikan dan membagi.
Bagaimana gagasan tentang bilangan dapat digeneralisasikan dengan baik
melalui langkah-langkah dari bilangan pecah, bilangan bulat, bilangan rasional dan
Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

10

seterusnya?. kita harus merumuskan sifat-sifat formal dari sistem bilangan asli.
Dengan sistem bilangan asli kita mengartikan himpunan bilangan asli (terbilang),
bersama-sama dengan operasi penambahan dan perkalian, sehingga setiap dua
anggota dari himpunan dapat dikombinasikan (dalam satu cara atau cara lain) untuk
mendapatkan anggota lain dalam himpunan. Dengan sifat-sifat formal maksudnya
sifat-sifat yang tidak tergantung pada contoh yang kita pilih. Maka 12 + 9 = 21 dan 12
x 9 = 108 bukanlah sifat-sifat formal; tetapi 12 + 9 = 9 +12 dan 12 x 9= 9 x 12,
meskipun tidak dinyatakan secara umum. Lima sifat formal dari sistem bilangan
adalah:
a+b=b+a
axb=bxa
a + (b + c) = (a + b) + c
a x (b x c) = (a x b) x c
a x (b + c) = (a x b) + (a x c), di mana a, b dan c adalah bilangan asli
Meskipun demikian sistem bilangan terbilang (bilangan asli) kita adalah
terbatas.

Dengan

bantuan

unit-unit

sistem

ini

dapat

diperluas

sehingga

memungkinkan pengukuran objek selanjutnya; tetapi bilangan-bilangan yang ada
tidak termasuk semua yang kita butuhkan dengan ukuran kurang dari satu unit.
Sehingga diperkenalkan bilangan yang baru, berhubungan dengan satuan yang pecah.
Tetapi

terlalu

dini

untuk

menyebut

bilangan-bilangan

sebelum

kita

menggeneralisasikan skema 'sistem bilangan', kita harus memenuhi syarat kegunaan
dan konsistensi.
Yang dimaksud dengan konsistensi adalah kita harus menciptakan cara-cara :
menambah dan mengalikan entity baru yang mempunyai 5 sifat formal yang sudah
ditulis. Kegunaan berati bahwa hasil-hasil dari manipulasi tadi harus memberi tahu
kita sesuatu yang kita perlu tahu sehubungan dengan obyek-obyek yang ditunjukkan
dengan entities. Semua kebutuhan ini dipenuhi dengan membuat

asimilasi dari

sistem bilangan baru untuk keberadaan dan menggunakan skema yang bagus.
Penggunaan yang sama untuk pengembangan dari bilangan bulat positif dan
negatif, bilangan rasional (yang biasanya diidentifikasikan dengan bilangan pecah),
bilangan riil (meliputi irrasional seperti √2, π). Sampai di sini kita terkait dengan
Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

11

prosesnya bukan hasilnya, dan aktivitas refleksi pada sifat formal dari skema yang
merupakan bagian dari proses generalisasi matematis, yang merupakan aktivitas
paling maju dari kecerdasan/inteligensi reflektif.
Jika intelegensi yang nomor 2 yaitu reflektif merupakan sesuatu yang sangat
penting dalam level pemikiran matematis maka yang menjadi pertanyaan pada usia
berapa kemampuan itu muncul. Untuk menjawab pertanyaan ini kita merujuk pada
pendapat Piaget yang mengatakan bahwa anak mampu mengembangkan kemampuan
refleksi atas isi pada umur 7 – 11. Pada usia itu mereka mampu mengkrongkritkan
gagasan-gagasan dalam bebagai cara seperti misalnya memutar balik sebuah
pekerjaan meski dalam imajinasi, kemudian kembali pada awal pekerjaan, merunut
lagi ke rantai yang paling awal. Pada usia itu mereka bisa mengetahui bentuk dari
sebuah argumen secara independen terhadap sebuah pekerjaan hingga dia dewasa.
Demikian pula mereka akan mendapati bahwa anak yang lebih muda tidak mampu
membuat argumentasi terhadap hipotesis apabila hipotesis bertolak belakang dengan
pengalamannya selama ini.
Suatu hipotesis yang masuk akal pada saat ini adalah bahwa pada situasi yang
manapun yang penting, seorang pelajar dapat merumuskan gagasannya secara tegas,
dan meyakinkannya dengan menunjukkan penurunannya secara logis dari lainnya
dan gagasan yang berlaku umum, akan berlatih sehingga mengembangkan
kemampuan refleksi pada schemata seseorang. Dengan kata lain, diskusi dan
argumentasi bermanfaat untuk belajar.
Mereka yang sudah mencoba pada umumnya setuju bahwa berusaha untuk
mengajar suatu topik menggunakan tekanan kuat untuk memperjelas cara berpikir.
Suatu eksperimen sederhana telah memberikan dukungan pada pandangan ini . Dua
kelas paralel anak-anak lelaki sekolah menengah yang usianya sekitar 14,
mempelajari topik berbeda dari para guru matematika tetap mereka masing-masing
kelas diberi suatu test pada topik yang telah diajarkan, dan dibagi menjadi dua yang
sama. Yang satu bagian mempelajari yang mereka ketahui kemudian mengajarkannya
pada temannya di kelas yang lain, sementara bagian yang lain mempergunakan waktu
yang sama untuk praktek di topik yang sama lebih lanjut. Anak anak laki-laki yang

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

12

beraksi sebagai guru berpikir bahwa para murid mereka akan diuji pada yang telah
mereka pelajari. Pada akhir eksperimen mereka semua diuji ulang pada topik yang
telah mereka pelajari selama eksperimen. Hasilnya dengan jelas menunjukkan
keunggulan kelas yang pertama.
Komunikasi muncul sebagai salah satu dari pengaruh yang menyenangkan
pada perkembangan intelegensi reflektif. Salah satunya adalah untuk menghubungkan
gagasan dengan lambang; ini akan dipertimbangkan lebih jauh pada bab yang
berikutnya. Yang lain adalah interaksi dari gagasan seseorang dengan orang lain.
Diskusi intelektual memaksa seseorang

untuk memperjelas gagasan dalam

pikirannya sendiri, untuk menyatakan gagasannya tidak dalam keadaan salah
mengerti, untuk menyatakan hubungan mereka dengan gagasan lain; dan juga, untuk
memodifikasi mereka yang disisi lain kelemahannya ditemukan, berakhir dengan
suatu struktur lebih kompak daripada sebelumnya. Tidak merasakan diserang
pribadinya, terluka, atau dikalahkan ketika skema seseorang ditunjukkan mempunyai
ketidaktepatan atau ketidak ajegan. Ini merupakan aspek lain dari status reflektif. Ini
juga sangat bergantung pada situasi hubungan antar pribadi. Pertimbangan yang
terakhir menyatakan bahwa hubungan dengan para guru mungkin merupakan ingatan
jangka panjang yang penting (great long-term importance) dalam pengembangan
inteligensi reflektif.
Diskusi yang terdahulu harus cukup luas membawa implikasi perseorangan
ada 'pada taraf intuitif', 'mampu berpikir reflektif pada mengkombinasikan isi dan
format', 'mampu untuk berfikir formal', secara umum, jika ia ada di langkah
sehubungan dengan topik A, ia ada di langkah yang sama sehubungan dengan topik
B. Tetapi mungkin seperti kasus kita semua, barangkali lebih cepat dibanding
pertumbuhan anak, melalui langkah-langkah yang sama dalam setiap topik baru yang
kita hadapi yaitu gaya berfikir yang tersedia sebagian fungsi dari derajat tingkat yang
konsepnya telah dikembangkan dalam sistem yang utama. Seseorang dapat dengan
susah diharapkan untuk merefleksikan pada konsep yang belum dibentuk,
bagaimanapun sistem reflektif seseorang dibangun dengan baik. Sehingga 'intuitif
sebelum reflektif' mungkin secara parsial benar untuk bidang studi matematika.

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Intelegensi adalah kemampuan menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan
masalah dan menghadapi lingkungan secara efektif.
2. Intelegensi intuitif adalah kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan
langsung atau wawasan langsung tanpa melalui observasi atau penalaran terlebih
dulu.
3. Intelegensi reflektif adalah kemampuan individu dalam menyeleksi pengetahuan
(yang revelan dengan tujuan masalah) yang pernah diperoleh.

4.

Perbedaan intelegensi intuitif dan reflektif adalah pada tingkat intuitif, kita
mengetahui akan data-data dari lingkungan luar melalui alat-alat penerima kita
(contohnya penglihatan dan pendengaran); Data-data ini secara otomatis
digolongkan dan dihubungkan dengan data-data lain, oleh struktur-struktur
konseptual sedangkan pada tingkat reflektif kita mampu berpikir untuk
merefleksikan kesuatu tingkatan tertentu dengan skema-skema kita sendiri,
langkah-langkah penting lebih lanjut dapat dilakukan, kita dapat menyusun
skema-skema baru.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, maka disarankan sebagai berikut:
1. Sebaiknya guru matematika mampu mengurangi ketergantungan pelajar padanya,
selalu membuat pelajarnya aktif.
2. Sebaiknya guru matematika memberi kebebasan kepada siswa untuk menganalisa
sendiri materi baru, sehingga siswa dapat mencocokkan dengan skemanya sendiri.
3. Sebaiknya guru matematika melakukan tiga tugas ganda yaitu menguasai materi
matematika untuk mengembangkan skema matematika para pelajar, menguasai

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

14

cara menyajikan materi utnuk mengarahkan cara berpikir (intuitif dan reflektif)
sehingga muridnya mampu, dan meningkatkan secara bertahap kemampuan
analitiknya pada tingkatan dimana siswa tidak tergantung pada guru utnuk
mencerna materi yang diberikan.
4. Disarankan kepada peneliti untuk melakukan riset lebih lanjut mengenai
kecerdasan intuitif dan reflektif dalam pembelajaran matematika.

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

15

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Kecerdasan Intuitif yang Luar Biasa (online). (http://inspirasikudeblitar.blogspot.com, Diakses 5 Desember 2011).
Christie, Jamali Sahrodi Agatha. 2008. Mempertimbangkan Intuisi sebagai Sumber
Kebenaran (online). (http://www.scribd.com, Diakses 5 Desember 2011).
Dewanti, Sintha Sih. 1998. Implikasi dalam Pembelajaran Matematika (online).
(http://www.scribd.com, Diakses 2 Desember 2011).
Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan Edisi kedua. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2009. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
(online). (http://suaraguru.wordpress.com, Diakses 30 November 2011).
Woolfolk, Anita. 2008. Educational Psychology Active Learning Edition. Terjemahan
oleh Soetjipto, Helly Prajitno & Sri Mulyantini Soetjipto. 2009. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Makalah Psikologi Pendidikan Matematika

16