Hubungan Keracunan Timbal dengan Anemia

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keracunan Timbal dengan Anemia
Defisiensi Besi pada Anak
Bidasari Lubis, Nelly Rosdiana, Selvi Nafianti, Olga Rasyianti, Flora Mindo Panjaitan
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia

ABSTRAK
Kondisi defisiensi besi dan keracunan timbal sering berhubungan dan terjadi bersamaan menyebabkan anemia pada anak. Kondisi anemia
defisiensi besi meningkatkan kejadian keracunan timbal karena timbal dan besi mempunyai reseptor yang sama yaitu divalent metal transporter
1 (DMT 1). Pencegahan defisiensi besi pada anak merupakan salah satu upaya mencegah keracunan timbal. Pada anak dengan BLL di atas 45
μg/dL penatalaksanaan utama mengatasi keracunan timbal dengan agen kelasi kemudian mengatasi anemia defisiensi besi.
Kata kunci: anemia, defisiensi besi, keracunan timbal, anak

ABSTRACT
Iron deficiency and lead intoxication often occur simultaneously to cause anemia in childhood. Iron deficiency increase the incidence of lead
intoxication because they have same receptor - divalent metal transporter 1 (DMT 1). Prevention of iron deficiency in children can protect against
lead intoxication. In children with BLL > 45 μg/dL, lead intoxication is primarily managed with chelating agent followed by iron deficiency
treatment. Bidasari Lubis, Nelly Rosdiana, Selvi Nafianti, Olga Rasyianti, Flora Mindo Panjaitan. Correlation between Lead Intoxication
and Iron Deficiency in Children.

Key words: anemia, iron deficiency, lead intoxication, children

PENDAHULUAN
Timbal merupakan salah satu jenis logam
berat alamiah yang tersedia dalam bentuk
bijih logam, percikan gunung berapi, dan
bisa diperoleh di alam. Peningkatan aktivitas
manusia, seperti pertambangan, peleburan,
penggunaan dalam bahan bakar minyak dan
pemakaian timbal untuk kebutuhan komersial
yang meluas telah menyebabkan timbal
menyebar di lingkungan.1
Antara tahun 1976 dan 1980, lebih dari 85%
anak usia prasekolah di Amerika Serikat
mempunyai kadar timbal darah ≥10 μg/dL,
hampir 98% di antaranya keturunan AfroAmerika. Kemudian pemerintah Amerika
Serikat memberlakukan peraturan untuk
mengurangi pemakaian timbal pada tiga
sumber utama timbal, yaitu menghentikan
produksi bensin bertimbal, melarang

penggunaan kaleng bertimbal untuk makanan
dan menetapkan kadar timbal maksimal untuk
Alamat korespondensi

pemakaian cat sebesar 0,07% per kg saja. Pada
tahun 2000, anak usia prasekolah di Amerika
Serikat yang mempunyai kadar timbal darah
tinggi hanya 3%.1-4
Di Indonesia keracunan timbal diperkirakan
berasal dari berbagai sumber seperti bensin
bertimbal, cat, sayuran, pupuk dan lain-lain.
Meskipun pemerintah sudah menetapkan
bensin bebas timbal sejak Juli 2001, masih
ditemukan bensin bertimbal di Palembang,
Ambon dan Sorong, dan belum ada peraturan
nilai ambang batas penggunaan timbal pada
berbagai produk konsumen di Indonesia.2
Kadar ambang terendah timbal yang dapat
menyebabkan keracunan secara biokimiawi,
subklinis atau klinis telah beberapa kali

ditetapkan ulang selama lebih dari lima
puluh tahun. Kadar timbal dalam darah atau
Blood Lead Level (BLL) merupakan baku emas
untuk menentukan efeknya dalam darah.

The Centers for Disease Control and Prevention
(CDC), the American Academy of Pediatrics
(AAP) dan beberapa organisasi nasional dan
internasional menetapkan bahwa Blood
Lead Level (BLL) ≥10 μg/dL membutuhkan
pengobatan. Kadar yang lebih rendah pernah
dilaporkan menimbulkan keracunan pada
anak.1-3
TIMBAL
Metabolisme
Timbal atau timah hitam dengan nama kimia
plumbum (Pb) merupakan logam yang
mempunyai empat bentuk isotop, berwarna
kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan
titik leleh pada 327,5 ºC dan titik didih pada

1740 ºC di atmosfer. Secara kimiawi, timbal
mempunyai titik uap yang rendah dan dapat
menstabilkan senyawa lain sehingga berguna
pada ratusan produk industri. Secara klinis,
timbal merupakan bahan toksik murni, tidak
ada organisme yang fungsinya bergantung

email: nelly.bachtiar@yahoo.com

CDK-200/ vol. 40 no. 1, th. 2013

17

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1 Metabolisme heme11

pada timbal.1,4
Kontaminasi timbal pada anak sebagian besar
melalui tertelannya bahan mengandung

timbal seperti mainan dan debu, hal ini
juga dimungkinkan karena kebiasaan anak
memasukkan tangan ke mulut. Tubuh anak
mengarbsorsi timbal lebih banyak dibanding
orang dewasa, sehingga paparan timbal yang
lebih rendah dapat menimbulkan keracunan
pada anak. Anak dapat mengabsorpsi lebih
dari 50% timbal yang tertelan, sedang orang
dewasa hanya 35 sampai 50% saja. Jumlah
timbal yang diserap pada saluran cerna
tergantung beberapa faktor, seperti ukuran
partikel, pH, zat lain di saluran cerna, dan status
nutrisi esensial. Absorpsi timbal yang tertelan
pada kondisi lambung kosong lebih tinggi
dibanding jika tertelan bersama makanan.
Keberadaan besi dapat mengurangi absorpsi
timbal dengan cara kompetisi langsung
pada tempat ikatan, kondisi kekurangan besi
menyebabkan peningkatan absorpsi, retensi,
dan keracunan timbal.1,4,11

Setelah diserap, 99% timbal terikat pada
eritrosit, dan 1% menyebar bebas ke dalam
jaringan lunak dan tulang, sehingga kadar
timbal dalam darah menggambarkan kadar
timbal dalam tubuh. Total beban timbal darah
tersimpan dalam empat kompartemen, yaitu
darah (waktu paruh 35 hari), jaringan lunak
(waktu paruh 40 hari), tulang trabekular
(waktu paruh 3 sampai 4 tahun), dan
komponen kortikal tulang (waktu paruh

18

16 sampai 20 tahun).4 Timbal mempunyai
berbagai efek pada sel. Timbal terikat pada
enzim, dapat mengubah dan menghilangkan
efek enzim. Timbal menghambat enzim asam
δ-aminolevulinat dehidrase dan ferrokelatase,
sehingga enzim asam δ-aminolevulinat
dehidrase (ALAS) tidak dapat mengubah

porfobilinogen akibatnya besi tidak dapat
memasuki siklus protoporfirin. Perkursor
heme, erythrocyte protophorphyrin yang
digantikan menjadi zinc protophorphyrin,
menjadi meningkat dan pembentukan heme
menurun.
Sumber Timbal
Sebuah studi di Jakarta tahun 2001
menunjukkan sumber timbal terutama berasal
dari emisi bensin bertimbal, dibuktikan oleh
temuan bahwa kadar timbal darah anak yang
tinggal dekat lalu lintas sibuk lebih tinggi
dibanding anak yang tinggal jauh dari lalu
lintas.3 Sumber-sumber lain yang potensial
mengandung timbal antara lain pipa air ledeng
kota, pengecatan dengan vernis, paparan
di tempat kerja orang tua yang terbawa ke
rumah (bekerja di peleburan atau daur ulang
logam, pengelasan, berkaitan dengan mobil,
dan percetakan), daur ulang aki, keramik

berlapis timbal, kabel berlapis timbal, plastik,
mainan, kosmetik, tanah dan debu. Timbal
dapat juga bersumber dari berbagai produk
lain, seperti serpihan bekas cat, pengobatan
herbal (ayurvedic medications), deodoran,
permen Meksiko, saos impor dan makanan
impor.1,3

Sebuah studi air laut di Ancol menemukan
konsentrasi timbal sebesar 0,55 ppm;
kadar ini sangat jauh di atas nilai ambang
batas aman timbal untuk air laut menurut
Kementrian Lingkungan Hidup yaitu 0,008
ppm. Masyarakat yang tinggal dan berwisata
di Ancol dapat menjadi sasaran kontaminasi
timbal, terutama yang mengkonsumsi
makanan laut dari perairan sekitarnya. Studi di
Dumai menemukan kadar timbal sebesar 1.8
ppm. Sebuah studi lain menemukan pupuk
fosfat yang digunakan oleh petani Indonesia

mengandung timbal berkisar 5 sampai 156
ppm. Konsentrasi timbal dalam tanah akan
meningkat jika pemupukan dan penggunaan
pestisida dan herbisida dilakukan terus
menerus. Sebuah studi menemukan kadar
timbal pestisida dan herbisida yang digunakan
petani sayur-sayuran seperti wortel, kentang,
bawang merah, cabai merah dan kol di Jawa
Barat dan Jawa Tengah tergolong berbahaya,
sedangkan ambang timbal tanah aman
sebesar 300 ppm. Studi lain menemukan
konsentrasi timbal sayuran dan tanaman
di Bogor di atas nilai ambang aman yang
ditetapkan WHO sebesar 2 ppm untuk berat
basah dan 2,82 ppm untuk berat kering.2
Di Indonesia belum ada peraturan tentang
batas penggunaan timbal dalam berbagai
produk konsumen. Kontaminasi timbal mainan
di Indonesia juga tinggi, terutama mainan
impor dari Cina. Studi Asosiasi Pendidikan

dan Mainan Tradisional menemukan 80%
mainan di Indonesia mengandung timbal
empat kali lebih tinggi dari Standar Nasional
Indonesia (SNI). Dua dari empat sepatu plastik
buatan Indonesia yang diuji oleh European
Union mengandung kadar timbal jauh di atas
ambang batas yang ditetapkan, yaitu 915
dan 389 mg/kg, sedangkan ambang batas
amannya sebesar 100 mg/kg.2
Timbal juga dapat berasal dari ibu, sebab
timbal dapat melewati plasenta. Sumber
timbal dari ibu berasal dari cadangan endogen
yaitu tulang ibu atau paparan baru melalui
lingkungan.1,4,11
Efek Klinis Keracunan Timbal
Timbal memengaruhi semua organ dan
sistem, termasuk sistem gastrointestinal, sistem
susunan saraf pusat, sistem imunitas, ginjal,
sistem hematologi, sistem muskuloskeletal
(gigi dan tulang), sistem kardiovaskuler, sistem

motorik, sistem endokrin, dan lain-lain. Gejala

CDK-200/ vol. 40 no. 1, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
keracunan timbal pada sistem gastrointestinal
antara lain anoreksia, nyeri perut, muntah,
dan konstipasi yang timbul dan berulang
beberapa minggu. Anak dengan Blood Lead
Level (BLL) >20 μg/dL dua kali lebih sering
mengalami keluhan sistem gastrointestinal.1,4
BLL >100 μg/dL menyebabkan disfungsi
tubular ginjal. Timbal juga dapat menginduksi
terjadinya sindrom Fanconi.
Gejala susunan saraf pusat antara lain akibat
edema serebral dan peningkatan tekanan
intrakranial. Nyeri kepala, perubahan perilaku,
letargi, edema papil, kejang, dan koma yang
dapat mengakibatkan kematian jarang
ditemukan pada anak dengan kadar timbal
>100 μg/dL, tetapi pernah dilaporkan anak
dengan BLL 100 μg/dL.
Pernah dilaporkan di Amerika Serikat (2006)
anak meninggal dengan BLL 180 μg/dL.
Hiperaktif diamati pada anak-anak dengan BLL
>20 μg/dL. Pada pasien yang lebih tua, timbal
dapat menyebabkan neuropati perifer.1,11

dua tahun, tes kognitif selama lebih dari 10
tahun dihubungkan dengan BLL saat usia dua
tahun, bukan dengan kadar timbal plasenta,
mengindikasikan bahwa efek prenatal
paparan timbal pada fungsi otak dipengaruhi
paparan timbal pada masa bayi dan paparan
di kemudian hari. Sebuah studi intervensi pada
anak-anak dengan BLL 20 sampai 55 μg/dL
selama lebih dari enam bulan, mendapatkan
bahwa penurunan BLL berhubungan terbalik
dengan nilai kognitif, setiap penurunan BLL 1
μg/dL menambah nilai kognitif seperempat
angka.1
Paparan timbal juga mempunyai efek
terhadap perilaku. Paparan timbal pada anakanak lebih muda menyebabkan hiperaktif;
pada anak lebih tua kadar timbal tulang lebih
tinggi menyebabkan perilaku agresif yang
diprediksi menyebabkan kenakalan remaja di
kemudian hari.1,4

Anak dengan BLL tinggi posturnya lebih
pendek dibanding anak dengan BLL lebih
rendah, setiap kenaikan BLL 10 μg/dL anak
lebih pendek 1 cm. Paparan timbal kronis juga
dapat menyebabkan pubertas terlambat.
Studi longitudinal pada 489 anak laki-laki di
Rusia menunjukkan bahwa status pubertas
terlambat didapati pada anak dengan BLL
lebih tinggi.1,4,6,12 Beberapa studi kohort
longitudinal mengamati anak sejak lahir
sampai usia 20 tahun dan menguji hubungan
antara BLL dengan nilai tes kognitif. Secara
umum studi menunjukkan pada usia dua
tahun atau pada pengukuran beberapa
kali, BLL dan nilai tes kognitif berhubungan
terbalik; setiap kenaikan BLL 1 μg/dL berkaitan
dengan penurunan nilai kognitif seperempat
sampai setengah angka. BLL pada masa anakanak merupakan prediktor nilai hasil kognitif
beberapa tahun kemudian, mengimplikasikan
bahwa efek timbal terhadap fungsi kognitif
adalah permanen.1,11

ANEMIA DEFISIENSI BESI
Anemia defisiensi besi merupakan masalah
defisiensi nutrisi yang paling sering pada
anak-anak di seluruh dunia. Diperkirakan
sekitar 30% populasi dunia menderita anemia
defisiensi besi, kebanyakan berada di negara
berkembang. Pertumbuhan yang cepat,
asupan yang tidak mencukupi, dan absorpsi
besi yang terbatas dari makanan menyebabkan
anak-anak berisiko tinggi menderita anemia
defisiensi besi. Pucat, iritabilitas, mudah lelah,
dan takikardi merupakan gejala paling sering,
tetapi kadang tanpa gejala pada kondisi
anemia defisiensi ringan. Anak defisiensi
besi rentan menderita keracunan timbal.5,6
Defisiensi besi dan keracunan timbal sering
terjadi pada anak-anak, dan kedua kondisi
ini sering berhubungan. Defisiensi besi dan
keracunan timbal menyebabkan anemia.
Telah banyak penelitian dilakukan untuk
membuktikan interaksi antara keracunan
timbal dan defisiensi besi, dan ditemukan
bahwa pada anak-anak yang keracunan
timbal kondisi anemia defisiensi besinya
semakin berat.6-10

Efek timbal semasa intra-uterin masih
kontroversial. Studi kohort yang menilai
tumbuh kembang bayi baru lahir dengan the
Bayley Scale of Mental Developmental setiap
enam bulan selama dua tahun, mendapatkan
korelasi terbalik dengan kadar timbal plasenta
intra-uterin, tetapi bukan sewaktu dilakukan
tes tumbuh kembang. Tetapi setelah usia

KERACUNAN TIMBAL DAN ANEMIA
DEFISIENSI BESI
Divalent metal transporter 1 (DMT 1) yang
berfungsi mentransfer besi melewati
membran apikal enterosit duodenum tidak
hanya spesifik terhadap besi. DMT 1 juga
dapat mentranspor ion metal divalen lainnya,
termasuk mangan, kobalt, tembaga, seng,

CDK-200/ vol. 40 no. 1, th. 2013

kadmium dan timbal.7 Oleh karena itu kondisi
defisiensi besi meningkatkan kecepatan
penyerapan logam divalen lainnya, terutama
timbal sehingga kondisi defisiensi besi
meningkatkan kejadian keracunan timbal.
Sebaliknya kehadiran besi dapat menurunkan
keracunan timbal, melalui kompetisi secara
langsung pada tempat ikatan.
Hubungan antara keracunan timbal dan
anemia defisiensi besi pada anak telah
banyak diteliti, terutama pada populasi risiko
tinggi, seperti anak-anak yang tinggal di area
peleburan timbal. Sebelumnya keracunan
timbal lebih dihubungkan dengan efek
neurotoksik dibanding efek pada sintesis
heme.7,8 Beberapa studi menemukan kadar
timbal yang meningkat pada anak dengan
anemia defisiensi besi.8-10,13,14 Beberapa studi
lainnya menunjukkan peningkatan bermakna
proporsi antara BLL 100 sampai 199 μg/dL dan
>200 μg/dL dengan anemia defisiensi besi.7,8
Peningkatan kadar timbal darah dapat
mengganggu
eritropoiesis
dengan
menginhibisi
sintesis
protoporfirin,
dan mengganggu absorpsi besi yang
meningkatkan risiko anemia. Pada kondisi
keracunan timbal, efek yang paling terlihat
adalah pada jalur pembentukan heme. Timbal
menghambat enzim asam δ-aminolevulinat
dehidrase dan ferrokelatase, sehingga enzim
asam δ-aminolevulinat dehidrase tidak dapat
mengubah porfobilinogen, akibatnya besi
tidak dapat memasuki siklus protoporfirin.
Perkursor heme, protoprofirin eritrosit yang
diganti menjadi protoporfirin zinc, menjadi
meningkat dan pembentukan heme
menurun, menyebabkan anemia berat.1,8
DIAGNOSIS
Diagnosis keracunan timbal dapat dilakukan
antara lain dengan anamnesis lingkungan
tempat tinggal dan sosioekonomi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
radiografi. Keracunan timbal banyak terjadi
pada anak dengan sosioekonomi rendah dan
tinggal di rumah tua atau di area risiko tinggi
terpapar timbal. Pemeriksaan laboratorium
mendapatkan peningkatan kadar timbal
darah, protoporfirin eritrosit (erythrocyte
protophorphyrin, EP), protoporfirin zink (zinc
protophorphyrin, ZPP), dan koproporfirin
urin.1,4
Keracunan timbal dan anemia defisiensi

19

TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Pemantauan Blood Lead Level (BLL) setelah uji tapis1
Kadar timbal darah (μg/dL)

Tes ulangan BLL vena (CDC)

Tes ulangan BLL vena (AAP)

10-19

3 bulan

1 bulan

20-44

1 minggu-1 bulan

1 minggu

45-59

48 hari

48 minggu

60-69

24 hari

48 hari

≥70

segera

segera

Tabel 2 Ringkasan rekomendasi terhadap anak dengan peningkatan BLL vena1
Kadar timbal

Rekomendasi

10-14 μg/dL

Edukasi
Diet
Lingkungan
Pemantauan BLL dalam 1-3 bulan

15-19 μg/dL

Edukasi
Diet
Lingkungan
Pemantauan BLL dalam 1-2 bulan
Intervensi jika BLL 20-24 μg/dL selama minimal 3 bulan setelah tes pertama atau BLL meningkat

20-44 μg/dL

Edukasi
Diet
Lingkungan
Pemantauan BLL dalam 1 minggu-1 bulan
Anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, profil besi)
Investigasi lingkungan
Mengurangi bahan mengandung timbal
Monitoring neurodevelopmental
Radiografi abdominal dan dekontaminasi timbal jika indikasi

45-69 μg/dL

Edukasi
Diet
Lingkungan
Pemantauan BLL dalam 1 minggu-1 bulan
Anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, profil besi, EP, ZPP)
Investigasi lingkungan
Mengurangi bahan mengandung timbal
Monitoring neurodevelopmental
Radiografi abdominal dan dekontaminasi timbal jika indikasi
Terapi kelasi

≥ 70 μg/dL

Rawat inap dan terapi kelasi
Proses sesuai dengan kadar timbal 45-69 μg/dL

Suksimer

20

Sinonim
Chemet, DMSA

Dosis

Toksisitas
2

Radiografi abdomen direkomendasikan
pada anak yang baru didiagnosis keracunan
timbal atau anak yang BLL-nya meningkat
bermakna. Gambaran radiografi abdomen
kemungkinan adanya keracunan timbal yaitu
tampak gambaran radiopak pada saluran
cerna, terutama lambung dan usus. Radiografi
tulang panjang (radius distal atau proksimal
tibia-fibula) diindikasikan pada anak dalam
masa pertumbuhan dengan BLL >40 μg/dL.
Tanda lead lines pada metaphyseal plate tulang
panjang menunjukkan bahwa pertumbuhan
tulang berhenti.1,4,6,10
UJI TAPIS DAN PENATALAKSANAAN
Di Amerika Serikat, sekitar 99% anak keracunan
timbal lebih banyak diidentifikasi melalui uji
tapis dibanding melalui uji klinis berdasarkan
gejala. Uji tapis dilakukan terhadap kelompok
populasi risiko tinggi. Hasil BLL uji tapis >10 μg/
dL memerlukan pemeriksaan ulangan untuk
kepentingan diagnosis dan menentukan
intervensi yang tepat. Saat pemeriksaan
ulangan BLL tergantung terhadap kadar inisial
timbal.1,3,4

Tabel 3 Terapi kelasi1
Nama

besi berhubungan dengan peningkatan
EP dan retikulosit. Pengukuran EP berguna
untuk memantau keracunan timbal secara
biokimiawi. Kadar EP mulai meningkat pada
beberapa minggu setelah BLL mencapai 20
μg/dL. Kadar EP >35 μg/dL menunjukkan
kondisi keracunan timbal, anemia defisiensi
besi, atau radang yang lama. Penurunan EP
menunjukkan penurunan BLL. Morfologi
eritrosit mirip pada keracunan timbal dan
kondisi defisiensi besi, tetapi basophilic
stippling eritrosit sering ditemukan pada
kondisi keracunan timbal.1,4

350 mg/m tiap 8 jam po selama 5
hari, kemudian per 12 jam selama
14 hari

Gangguan saluran cerna, rash,
peningkatan fungsi hati, leukopenia

Edetat

CaNa2EDTA, versenat

1000-1500 mg/m2/hari iv-kontinu
atau intermiten: im per 6 jam atau 12
jam selama 5 hari

Proteinuria, pyuria, peningkatan BUN/
kreatinin, radang pada daerah infus

BAL

Dimerkaprol, British
antilewisite

300-500 mg/m2/hari:im per 4 jam
selama 3-5 hari, hanya untuk BLL
≥70 μg/dL

Gangguan saluran cerna, gangguan
mental, peningkatan fungsi hati,
hemolisis jika defisiensi G6PD

D-Pen

Penisilamin

10 mg/kgBB/hari selama 2 minggu,
kemudian dinaikkan menjadi 25-40
mg/kgBB/hari po per 12 jam selama
12-20 minggu

Ruam, demam, peningkatan fungsi
hati, proteinuria, alergi

Jika pada pemeriksaan kedua BLL meningkat,
diperlukan pemeriksaan lanjutan sesuai
jadwal pada tabel 2:
Karena kompetisi antara timbal dengan besi,
diperlukan pola makan sehat mengandung
cukup besi. Kebutuhan besi bervariasi sesuai
umur, mulai dari 6 mg/hari pada bayi sampai
12 mg/hari pada remaja. Anak yang secara
biokimia menderita defisiensi besi, harus
mendapat terapi besi dengan dosis 5-6 mg/
kgBB selama tiga bulan. Pemberian preparat
besi tidak dilakukan bersamaan dengan
pemberian agen kelasi timbal, karena agen
kelasi timbal akan membuat besi menjadi
tidak diserap tubuh. Sebaiknya preparat besi

CDK-200/ vol. 40 no. 1, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
diberikan sesudah terapi kelasi.1,4,15
Di Amerika Serikat, terapi kelasi suksimer
pada anak keracunan timbal menurunkan
BLL, tetapi tidak bermanfaat pada fungsi
kognitif, perilaku dan neuromotorik.16 Studi
di Bangalore India menghasilkan penurunan
kadar timbal anak dengan BLL ≥10 μg/dL
setelah fortifikasi besi selama enam hari per
minggu dalam enam bulan.17
Anak dengan BLL lebih dari 20 mcg/dL harus
dievaluasi neurologis untuk mengidentifikasi
kemungkinan keterlambatan pertumbuhan.
Anak dengan abnormalitas neurologi harus
menjalani tes neuropsikologi formal. Evaluasi

lingkungan tempat tinggal dan sosioekonomi
dilakukan melalui edukasi reduksi faktor risiko
dan menghindari sumber timbal.1,4,11 Anak
dengan BLL ≥45 μg/dL memerlukan terapi
kelasi. Ada empat macam obat sebagai agen
kelasi, yaitu asam 2,3-dimer-kaptosuksinat
(suksimer),
CaNa2EDTA
(versenate),
dimerkaprol/British antilewisite (BAL), dan
penisilamin (tabel 3).1,4,16
RINGKASAN
Defisiensi besi dan keracunan timbal sering
terjadi pada anak-anak; kedua kondisi ini
sering berhubungan dan terjadi bersamaan
menyebabkan anemia. Kondisi anemia
defisiensi besi meningkatkan kejadian

keracunan timbal karena timbal dan besi
mempunyai reseptor yang sama yaitu
divalent metal transporter 1 (DMT 1). Timbal
menghambat enzim asam δ-aminolevulinat
dehidrase dan ferrokelatase, sehingga enzim
asam δ-aminolevulinat dehidrase tidak dapat
mengubah porfobilinogen, akibatnya besi
tidak dapat memasuki siklus protoporfirin
menyebabkan berkurangnya sintesis heme
sehingga terjadi anemia. Pencegahan
defisiensi besi pada anak merupakan salah satu
upaya mencegah keracunan timbal. Pada anak
dengan BLL di atas 45 μg/dL penatalaksanaan
utama mengatasi keracunan timbal dengan
agen kelasi kemudian mengatasi anemia
defisiensi besi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Markowitz M. Lead Poisoning. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson textbook of Pediatrics. 18th edition. Philadelphia: Saunders; 2010.p.2913-7.

2.

Lead poisoning in Indonesia (Internet). (cited 2011 Feb 10). Available from: www.lead.org.au.

3.

Albalak R, Noonan G, Buchanan S, Flanders WD, Crawford CG. Blood lead and risk factor for lead poisoning among children in Jakarta, Indonesia. The Science of the Total Environment.

4.

Shannon MW, Harper AA. Lead, other Metals, and Chelation Therapy. Dalam: Zaoutis LB, Chiang VW, penyunting. Comprehensive Pediatric Hospital. Philadelpia: Mosby, 2007. h.1127-32.

2003;75-85.
5.

Cheng TL, Pappas DE. Iron Deficiency Anemia. Pediatric in Riview. 1998;19:321-2.

6.

Glader B. Iron-Deficiency Anemia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders; 2010. h. 2014-17.

7.

Ahamed M, Singh S, Behari JR, Kumar A, Siddiqui. Interaction of lead with some essential trace metals in the blood of anemic children from Lucknow, India. The Science of the Total
Environment. 2006;92-7.

8.

Shah F, Kazi TG, Afridi HI, Baig JA, Khan S. Environmental exposure of lead and iron deficit anemia in children age range 1-5 years: A cross sectional study. Science of the Total Environmen-

9.

Willow ND, Gray-Donald K. Blood lead concentration and iron deficiency in Canadian aboriginal infant. The Science of the Total Environment. 2002;255-60.

tal. 2010;5325-30.
10. Tripathi RM, Raghunath R, Mahapatra S, Sadasivan S. Blood lead and its effect on Cd, Cu, Zn, Fe and hemoglobin levels of children. Science of the Total Environmental. 2001;161-8.
11. Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Current Pediatric Diagnosis and Treatment. Edisi ke-16. New York: McGraw-Hill; 2003; 352-3.
12. Williams PL, Sergeyev O, Lee MM, Korrick SA, Burns JS. Blood Lead Levels and Delayed Onset of Puberty in a Longitudinal Study of Russian Boys. Pediatrics. 2010;1089-95.
13. Wright RO, Tsaih SW, Scwartz J, Wright RJ, Hu H. Association between Iron Deficiency and Blood Lead Level in a Longitudinal Analysis of Children followed in an Urban Primary Care Clinic.
Science of the Total Environmental. 2003;9-14.
14. Gao W, Li Z, Kaufmann RB, Jones RL, Wang Z. Blood Lead Level among Children Aged 1 to 5 Years in Wuxi City, China. Doi:10.1006/enrs.2001.4281.
15. Wolf A, Jimenez E, Lozoff B. Effect of Iron Therapy on Infant Blood Lead Level. J Pediatr. 2003;143:789-95.
16. Dietrich KN, Ware JH, Salganik M, Radcliffe J, Rogan WJ. Effect of Chelation Therapy on the Neuropsycholoogycal and Behavioral Development of Lead-Exposed Children After School
Entry. Pediatrics. 2004;114;19-26.
17. Iron Fortification Reduces Blood Lead Levels in Children in Bangalore, India. Pediatrics. 2006;117;2014-21.

CDK-200/ vol. 40 no. 1, th. 2013

21