Cara uji kelulusan air untuk lapisan tan

SNI 03-6453-2000

Cara uji kelulusan air untuk lapisan tanah pondasi
dengan cara pemompaan di lapangan

1

Ruang lingkup

Standar ini menetapkan cara uji kelulusan air untuk lapisan tanah pondasi dengan cara
pemompaan di lapangan.
Standar ini membahas ketentuan dan persyaratan, cara uji dan laporan hasil uji.

2

Acuan

SNI 03-2411-1991, Metode pengujian lapangan tentang kelulusan air bertekanan
SNI 03-2435-1991, Metode pengujian laboratorium tentang kelulusan air untuk contoh
tanah.
SNI Pd M-25-1998-03, Metode pengujian sifat hidraulik akuifer dengan cara theis.

SNI 03-2817-1992, Metode pengujian akuifer tertekan dengan pemompaan papadopulos
cooper.
BS 5930, 1981, section 25, Pumping Tests.

3

Istilah dan definisi

Istilah dan definisi yang berkaitan dengan standar ini adalah sebagai berikut.
3.1 kerucut depresi
adalah bentuk kerucut dari permukaan freatik atau pisometrik suatu lapisan yang
berbentuk di sekitar sumur uji akibat pemompaan.
3.2 kondisi air tanah terkekang
adalah kondisi air tanah yang berada di dalam suatu akuifer yang diapit di atas dan
dibawahnya oleh suatu lapisan kedap air.
3.3 kondisi air tanah bebas
adalah kondisi air tanah yang berada di dalam suatu akuifer yang dialasi oleh suatu
lapisan kedap air.
3.4 sumur uji
adalah suatu sumur yang dibuat menembus seluruh ketebalan akuifer dimana

pemompaan dilakukan.
3.5 sumur pengamatan
adalah sumur yang terletak di sekitar sumur uji yang menembus akuifer baik secara
penuh maupun sebagian yang digunakan untuk mengamati muka air tanah.
3.6 muka air statik
adalah muka air mula-mula (awal) yang terdapat di dalam sumur uji sebelum dilakukan
pengambilan air dari akuifer baik oleh pemompaan maupun oleh aliran bebas.

1 dari 12

SNI 03-6453-2000

3.7 muka air dinamik
adalah muka air yang terdapat di dalam sumur uji baik selama masa uji pemompaan
maupun uji pemulihan berlangsung.
3.8 surutan muka air
adalah perbedaan dalam satuan panjang antara muka air statik dan muka air dinamik.
3.9 isotropik
adalah sifat orentasi arah aliran yang sama (kelulusan air sama) ke semua arah.
3.10 akuifer

adalah lapisan lulus air.

4

Ketentuan dan persyaratan

4.1 Prinsip umum
Metode pengujian dengan cara pemompaan ini mencakup pemompaan dengan debit
tetap dari sumur uji dan melakukan pengamatan terhadap penurunan muka air tanah
pada jarak tertentu dari lokasi pemompaan. Muka freatik dan pisometrik di sekitar lokasi
pemompaan akan turun dan membentuk kerucut depresi, karena pengaruh pemompaan.
Penampang kerucut terlihat pada Gambar 1a dan 1b. Kelulusan air lapisan tanah dapat
diperoleh dengan mempelajari bentuk kerucut depresi yang dinyatakan oleh tinggi muka
air sekitar sumur uji dan di dalam sumur pengamatan. Bentuk kerucut depresi tergantung
dari laju pemompaan, lama waktu pemompaan (debit), kondisi tanah, bentuk muka air
tanah dan kondisi pemulihan.
Kelulusan air, transmisivitas dan simpanan air untuk massa tanah yang lebih luas dapat
ditentukan berdasarkan data uji pemompaan. Hasil pengujian ini dapat digunakan untuk
keperluan pengeringan (dewatering), evaluasi sumber air tanah dan desain dinding
halang kedap air pada pondasi bendung.

Transmisivitas dapat diperoleh berdasarkan sebaran kelulusan air pada kedalaman yang
berbeda. Apabila pengujian dimaksudkan untuk evaluasi nilai kelulusan air pada desain
bendungan maupun bangunan air lainnya (di mana rembesan merupakan hal yang
penting), penggunaan profil kecepatan "down the hole" pada debit aliran yang konstan
dapat memberikan gambaran mengenai profil kelulusan air dari lapisan tanah.
Uji pemompaan membutuhkan biaya yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh biaya
pembuatan sumur uji, pemasangan saringan, pembuatan sumur pengamatan, peralatan
pompa dan penunjang, tenaga kerja dan sebagainya. Sebelum uji pemompaan, harus
diperoleh data mengenai profil lapisan tanah, bila perlu menggunakan lubang bor yang
dilaksanakan secara khusus sesuai kebutuhan.

2 dari 12

SNI 03-6453-2000

a.

Kondisi terkekang

Nilai kelulusan air dinyatakan oleh


k

r
2.3Q
log10 2
2h 0  s1  s 2 
r1

b. Kondisi bebas

Nilai kelulusan air dinyatakan oleh

k



2.3Q
2


 h2  h

2
1



log10

r2
r1

Keterangan :
k = nilai kelulusan air, (m/s)
Q = debit pompa, (m 3/s)
s 1 , h 1 , r 1 , adalah jarak , (m)
Gambar 1. Pola surutan muka air tanah akibat uji pemompaan

3 dari 12


SNI 03-6453-2000

Kondisi muka air tanah alami harus ditentukan melalui pemantauan yang cukup hatihati dan dengan waktu yang cukup, sebelum uji pemompaan dilaksanakan. Kondisi
muka air yang stabil dalam sumur uji sangat diperlukan. Fluktuasi muka air dalam
sumur uji, akibat pengaruh gelombang, atau tekanan maupun gangguan selama
pemasangan pompa di sekitarnya perlu dicatat. Keadaan ini penting pada tanah yang
memiliki kelulusan tinggi dan proses pemulihan yang cepat.
Interpretasi data hasil uji pemompaan sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah dan
penentuan pengaruh batas lapisan yang kedap air.

5

Kondisi air tanah

Ada dua jenis utama kondisi air tanah, yaitu kondisi terkekang dan kondisi bebas yang
diperlukan untuk analisa dan desain:
a) Terkekang. Jika tanah yang diselidiki bersifat jenuh sempurna dan berada di antara
dua lapisan tanah yang kedap air, lihat Gambar 1 (a).
b) Bebas. Jika muka freatik berada dimana saja di bawah permukaan tanah dan
berada dalam kondisi bebas, lihat Gambar 1 (b).

Di antara kedua kondisi air tanah tersebut di atas, dijumpai kondisi antara atau semi
terkekang, yaitu kondisi dengan lapisan tanah yang jenuh air sempurna berada di atas
lapisan yang dialasi oleh lapisan kedap air dan ditutup oleh lapisan semi kedap.
Kebocoran terjadi pada batas kedua lapisan. Analisis data dari kondisi semi terkekang
mungkin saja dilakukan, akan tetapi dibandingkan dengan kedua jenis kondisi tanah
yang lain, kondisi ini jarang ditemukan. Ketiga jenis kondisi air tanah ini dapat diketahui
dari hasil plot selama pengujian dimana muka pisometrik turun sesuai dengan waktu
selama pemompaan berlangsung (Gambar 2).

6

Lokasi pengujian

Lokasi pengujian dapat ditentukan dengan pertimbangan praktis, seperti adanya jalan
masuk dan lubang bor, namun lokasi uji harus mewakili daerah tersebut. Kondisi
geohidrologis di daerah tersebut tidak boleh berubah. Adalah air hasil pemompaan tidak
boleh kembali ke dalam lapisan tanah selama dilakukan pengujian.

7


Sumur uji

Lubang sumur uji harus mempunyai diameter yang cukup untuk memasukkan pipa
utama, pompa dengan jenis dan kapasitas yang cocok, pipa tegak dan alat ukur
kecepatan bila diperlukan. Sumur tersebut harus dilengkapi dengan pipa saringan dan
selubung kerikil untuk mencegah terbawanya partikel halus dari tanah di sekelilingnya.
Lubang bor harus berukuran minimum 300 mm agar keadaan tersebut dapat dicapai.
Lubang tersebut harus menembus kedalam lapisan pembawa air yang akan diuji. Jika
tanah terdiri dari dua atau lebih lapisan yang berbeda, maka setiap lapisan harus diuji
secara terpisah. Bila kondisi tersebut di atas tidak dapat dipenuhi data harus sudah
dikoreksi terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis, lihat 6.4. Pada umumnya, luas
saringan pengambilan harus dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat menjamin
kecepatan maksimum air yang masuk ke dalam sumur supaya tidak melebihi ± 30 mm/s
agar kehilangan tinggi tekan masih dalam batas yang diterima. Perkiraan nilai kelulusan
air bisa salah jika terjadi perubahan bentuk kerucut depresi yang diakibatkan oleh
penyebab dari luar yang mempengaruhi pemompaan (baik sebelum maupun selama
pengujian). Pengaruh ini dapat dikoreksi dengan melakukan pemantauan. Laju
pemompaan harus dipilih sedemikian rupa, sehingga penurunan muka air akibat
pemompaan lebih besar dari yang diakibatkan oleh penyebab lainnya.
Pompa hisap dapat digunakan bila air tanah tidak harus diturunkan lebih dari 5 m di

bawah lubang pengambil pompa dan penurunan air dapat ditingkatkan dengan
memasang pompa tersebut di dalam sumur. Untuk kedalaman yang lebih besar, lebih
baik digunakan pompa selam. Pada tanah dengan kelulusan air yang makin tinggi
memerlukan kapasitas pompa yang makin besar untuk menghasilkan penurunan muka
air dalam sumur pengamatan yang dapat diukur.
4 dari 12

SNI 03-6453-2000

Debit air diusahakan konstan selama pengujian dan semua pengamatan muka air
dilakukan pada skala waktu yang disesuaikan dengan mulainya pemompaan.
Laju pemompaan harus dipertahankan konstan, ketika kecepatan aliran vertikal dalam
sumur sedang diukur (dengan tujuan untuk menentukan nilai kelulusan relatif lapisan
tanah tertentu yang sedang diuji). Laju pemompaan dapat dikontrol dengan katup pada
pipa pengeluaran atau dengan mengatur variasi kecepatan pompa atau kedua-duanya.
Untuk mengukur debit aliran digunakan 1) alat ukur debit aliran, 2) alat flowmeter ukur
berlubang Orifice, 3) bahan dengan sekat ukur dan 4) pencatatan automatik.
Sumur uji harus dibuat dengan memadai, yaitu dengan cara menyusun kembali partikel
sekeliling saringan (yaitu dengan memasang butiran yang lebih kasar dan lebih seragam)
.Pemasangan pipa secara maksimum diperoleh jika rasio laju pemompaan (debit)

terhadap surutan muka air dalam sumur uji mencapai maksimum. Selama proses
pemasangannya bahan berbutir halus harus dikeluarkan sehingga media yang lulus air di
sekeliling sumur. Kondisinya menjadi stabil.
Hal tersebut dapat menghasilkan berkurangnya kehilangan tinggi tekan hidraulik pada
saat air masuk ke dalam sumur uji. Kehilangan tinggi tekan tersebut belum
diperhitungkan dalam analisis dan harus ditambahkan sebagai koreksi (lihat butir
10.2.2.5)

8

Sumur pengamatan

Sumur pengamatan harus mempunyai diameter dalam sekurang-kurangnya 35 mm,
untuk memudahkan masuknya alat ukur muka air ke dalam pipa. Pipa pengamat dan
sumur uji harus ditanam pada kedalaman yang sama dan air harus dapat masuk ke
dalam pipa pada kedalaman tanah yang diuji. Untuk mencegah supaya butiran tanah
halus tidak menyumbat sumur pengamatan, sumur tersebut perlu dilindungi oleh
selubung kerikil dengan gradasi yang sesuai.
Walaupun kelulusan air dapat dihitung dari data surutan muka air dalam sumur uji itu
sendiri, nilai yang lebih dapat dipercaya dapat diperoleh dengan menggunakan data dari
satu atau beberapa sumur pengamatan. Empat buah sumur pengamatan adalah jumlah
minimum yang disarankan untuk mendapatkan hasil yang cukup mewakili. Keempat
sumur diatur dalam dua lajur tegak lurus satu sama lain. Jarak keempat sumur pengamat
terhadap pipa uji, kira-kira mempunyai jarak geometri yang sama. Jika sumur-sumur
tersebut menghasilkan data yang menyimpang, maka perlu ditambahkan beberapa
sumur pengamat lagi. Bila kondisi batas berkaitan dengan kondisi lapangan, misalnya
sungai, saluran atau gawir batuan dasar yang kedap air atau sesar, dua baris dari pipa
pengamatan diatur sejajar dan tegak lurus terhadap batas tersebut.
Jarak minimum antara sumur pengamatan dan sumur uji harus sepuluh kali radius sumur
uji. Sekurang-kurangnya dapat satu sumur pengamatan dalam setiap lajur harus berada
pada jarak radial dua kali lebih besar dari ketebalan tanah yang diuji. Tanah yang
mempunyai kelulusan rendah pada kondisi bebas, surutannya mungkin kecil pada jarak
tersebut. Oleh karena itu diperlukan laju pemompaan yang tinggi dan waktu pemompaan
yang lama. Perhitungan pendahuluan dengan asumsi perkiraan nilai kelulusan yang
diperoleh dari lubang bor, akan membantu menunjukkan respon sumur pengamatan
terhadap pemompaan yang digunakan untuk memperkirakan jarak terhadap sumur uji
dan lamanya waktu pengamatan.
Selain sumur pengamatan seperti diuraikan di atas, perlu ditambahkan sebuah pipa
tegak di dalam sumur uji untuk memperoleh pengukuran yang tepat dari surutan muka air
di dalam sumur uji itu sendiri. Kedalaman muka air harus diukur dengan ketelitian ± 5 mm
yang berarti skala pada pita ukur baja pada alat ukur perlu diperiksa secara berkala.

9

Prosedur pengujian

Jika fluktuasi dan pengaruh dari luar telah diketahui dan program pengujian telah
direncanakan serta pipa-pipa telah dipasang, maka pemompaan dengan laju konstan
dapat dimulai. Tinggi muka air pada semua sumur pengamatan dan sumur uji, diukur
terhadap waktu terhitung sejak pemompaan dimulai. Frekuensi pengukuran dilakukan
5 dari 12

SNI 03-6453-2000

dalam selang waktu 1 menit untuk 15 menit pertama dan setelah itu dilakukan dalam
selang waktu dengan skala logaritmik yang teratur. Kadang-kadang pada awal
pemompaan diperlukan selang waktu yang lebih pendek. Dengan demikian setiap sumur
perlu dipantau paling sedikit oleh seorang pengamat selama 100 menit pertama. Untuk
lokasi sumur pengamatan yang jauh dengan perubahan tinggi muka air yang kecil dapat
digunakan alat pencatat automatik. Akan tetapi peralatan tersebut umumnya memerlukan
sumur pengamatan dengan diameter 100 mm atau lebih.
Selama proses pemompaan, data pengamatan perlu diplot pada graft log-log untuk
mengevaluasi kualitas data dan respon pemompaan dari lapisan tanah. Respon
pemompaan dari tiga kondisi air tanah yang dibahas pada butir 5 tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2. Kurva-kurva ini dapat digunakan untuk memilih jenis analisis maupun
lamanya waktu pemompaan. Lebih mudah untuk mempelajari perilaku akuifer selama
pengujian dilakukan, jika data diplot pada kertas semi-logaritmik dengan data waktu
sebagai absis logaritmik.
Untuk akuifer bebas yang menggunakan analisis keadaan langgeng, pemompaan dan
pembacaan perlu dilanjutkan sampai muka air tidak turun lagi (konstan). Pada grafik loglog, kurva yang diperoleh di lapangan agak mendatar sebelum kembali berimpit dengan
kurva Theis setelah beberapa ratus sampai ribu menit. Penting untuk diketahui bahwa
pemompaan dilanjutkan sampai beberapa waktu, sehingga mencapai tahap ketiga yang
muka airnya turun dengan lambat sebelum mencapai keseimbangan. Namun, lebih baik
menggunakan analisis keadaan tak langgeng dimana pemompaan dilanjutkan sampai
kurva lapangan yang diplot pada grafik log-log kembali pada kurva Theis pada tahapan
ketiga (seperti terlihat pada Gambar 2).

Gambar 2. Contoh bentuk kurva, respon surutan - waktu (Theis)
Catatan 1: bentuk kurva di atas tidak dapat digunakan langsung, karena dalam
pemaduan dua gambar diperlukan dua skala yang sama.
Untuk kondisi terkekang yang menggunakan analisis keadaan langgeng, pembacaan
harus dilanjutkan sampai dicapai suatu keseimbangan. Jika digunakan analisis keadaan
tak langgeng, pemompaan dapat dihentikan dalam waktu beberapa ratus menit atau
kurang dari itu, yaitu untuk lapisan yang lebih lulus air, karena pada umumnya kurvakurva lapangan sudah mendekati kurva Theis sejak dari beberapa menit pertama awal
6 dari 12

SNI 03-6453-2000

pemompaan. Hasil pengujian lebih baik diperiksa kembali dengan mengulangi
pelaksanaan uji pada debit aliran yang berbeda.
Untuk semua kasus, muka air harus dipantau lebih lanjut mulai dari waktu penghentian
pemompaan sampai pemulihan. Seperti pada tahap penyusutan muka air, data
pemulihan harus diambil dengan selang waktu satu menit selama 15 menit setelah
penghentian pemompaan. Kemudian diteruskan dengan selang waktu teratur dalam
skala logaritmik. Data kemudian dapat dianalisis dengan cara yang sama seperti
diuraikan dalam 10.3.2.3

10

Analisis uji

10.1 Pendahuluan
Pada prinsipnya pengumpulan data adalah sama untuk semua metode analisis. Plotting
dan evaluasi data harus dilakukan selama pelaksanaan pengujian untuk mendapatkan
waktu pemompaan yang cukup. Ada dua bentuk analisis yaitu:
1) Analisis keadaan langgeng. Jika proses pemompaan berlangsung cukup lama, muka
air berhenti untuk turun (konstan), kondisi hidraulik air tanah dikatakan berada dalam
keadaan langgeng terhadap waktu;
2) Analisis keadaan tak langgeng. Sebelum keseimbangan tercapai, muka air akan
terus menurun menurut waktu dan kondisi hidraulik air tanah dikatakan berada dalam
keadaan tak langgeng.
Pada umumnya, metode analisis dilakukan berdasarkan asumsi yang disederhanakan
sebagai berikut:
1) Akuifer menyebar tidak terhingga pada arah lateral
2) Tanah bersifat homogen, isotropik dan mempunyai ketebalan yang tetap (konstan);
3) Gradien muka air tanah sangat kecil sebelum pemompaan;
4) Pemompaan dilakukan pada laju aliran yang konstan;
5) Sumur uji menembus seluruh ketebalan lapisan tanah uji dan dilengkapi dengan
saringan.
6) Aliran air tanah yang masuk ke dalam sumur bersifat laminer.
10.2. Analisis keadaan langgeng
10.2.1 Pendahuluan
Bentuk analisis yang paling sederhana adalah analisis keadaan langgeng, tetapi waktu
pemompaan yang diperlukan akan lebih lama daripada yang diperlukan untuk analisa
keadaan tak langgeng. Apabila pencapaian kondisi langgeng ini memerlukan jangka
waktu yang lama, maka memungkinkan untuk melakukan analisis keadaan langgeng
tanpa kehilangan ketelitian yang signifikan jika perubahan laju surutan muka air terhadap
waktu adalah cukup kecil.
10.2.2 Kondisi terkekang
10.2.2.1 Asumsi;
Selain asumsi yang diuraikan dalam sub bab 10.1, untuk kondisi terkekang yang
menggunakan analisis keadaan langgeng ditambahkan asumsi bahwa muka pisometrik
telah stabil.
10.2.2.2 Dua atau lebih sumur pengamatan;
Persamaan untuk perhitungan nilai kelulusan air, k, ditunjukkan dalam Gambar 1. Jika
muka pisometrik telah mencapai atau mendekati keseimbangan, perubahan maksimum
muka air pada persamaan tersebut disubstitusikan ke dalam persamaan dengan
parameter lain yang telah diketahui. Perlu diperhatikan satuan yang digunakan.

7 dari 12

SNI 03-6453-2000

10.2.2.3 Satu sumur pengamatan;
Apabila tersedia data hanya dari satu sumur pengamatan, maka persamaan pada
Gambar 1 dapat digunakan dengan mensubstitusikan salah satu dari yang berikut di
bawah dengan persyaratan bahwa yang dipompa kurang dari 10 L/s:
S 2 =0, jika r 2 =750m atau
S 1 = SW , jika r 1 = r w
keterangan :
SW adalah surutan muka air sumur uji yang telah terkoreksi (lihat 10.2.2.5)
rW adalah radius efektif sumur uji (lihat 10.2.2.5)
10.2.2.4 Tanpa sumur pengamatan;
Jika uji pemompaan telah selesai dilaksanakan tanpa ada data sumur pengamatan,
masih mungkin untuk menghitung nilai k secara kasar. Untuk kondisi terkekang.

k 1,22Q /  SW ho 
keterangan :
h 0 adalah ketebalan akuifer terkekang
S w adalah surutan muka air sumur uji yang telah terkoreksi.
10.2.2.5 Koreksi;
Nilai hasil pengamatan S w perlu dikoreksi sebelum digunakan dalam penghitungan nilai
kelulusan air. Biasanya, untuk mengurangi nilai hasil pengamatan S,, digunakan nilai
sebesar 25%, kecuali jika kehilangan tinggi tekan di dalam sumur ternyata lebih besar.
Misalnya saja bila sebuah sumur konstruksinya jelek dan dipompa pada laju yang tinggi.
Dalam keadaan ini perlu untuk menentukan besar kehilangan tinggi tekan dengan uji
surutan muka air secara bertahap. Pengujian ini tidak memerlukan sumur-sumur
pengamatan, jika pengujian dilaksanakan dengan hati-hati, hasilnya dapat dianalisis
untuk evaluasi karakteristik akuifer (kelulusan, transmisivitas, penyimpanan dan
sebagainya), disamping kehilangan tinggi tekan di dalam sumur uji.
Radius efektif, sumur uji r w dengan mempertimbangkan terganggunya lapisan akuifer
sekitar saringan, pada umumnya dianggap 20% lebih besar daripada radius sumur yang
sebenarnya; koreksi ini harus diperhitungkan.
Catatan 2 : Apabila sumur pengamatan terletak lebih dekat dengan lokasi sumur uji,
dianjurkan untuk menghitung k dengan metode Borelli.
10.2.3 Kondisi bebas
Disamping asumsi yang diuraikan dalam sub bab 10.1, juga diasumsikan bahwa untuk
kondisi bebas yang menggunakan analisis keadaan langgeng, muka freatik pada kondisi
yang stabil. Analisis yang diberikan pada Gambar 1 (keadaan 2) dan 10.2.2 dapat
digunakan untuk kondisi bebas, dengan syarat bahwa surutan muka air besarnya
signifikan jika dibandingkan terhadap ketebalan akuifer dalam kondisi jenuh. Jika surut
muka air merupakan bagian signifikan dari kondisi awal ketebalan akuifer yang jenuh,
tinggi muka air tersebut harus dikoreksi seperti dibawah, atau dikoreksi terhadap h l dan
h2 pada keadaan 2, Gambar 1.

S c S   S 2 / 2h0 
keterangan :
8 dari 12

SNI 03-6453-2000

S c adalah surutan muka air yang dikoreksi
S adalah surutan muka air yang diamati
ho adalah ketebalan awal akuifer dalam kondisi jenuh
Selain itu, apabila hanya digunakan satu sumur pengamatan, salah satu substitusi
di bawah ini harus dilakukan dengan menggunakan persamaan pada Gambar 1,
dengan syarat bahwa debit pemompaan kurang dari 10 L/s.
S 2 = 0 apabila r 2 = 750
m atau
S 1 = S W bila r 1 = r W
S W perlu dikoreksi dengan kehilangan tinggi tekan dalam sumur uji seperti dijelaskan
pada 10.2.2.5, tetapi tidak perlu dilakukan koreksi akibat adanya bidang rembesan.
Apabila muka air belum stabil, dianjurkan untuk menganalisis data surutan muka air
tahap ketiga seperti dijelaskan dalam 10.3.3.
10.3. Analisis keadaan tak langgeng.
10.3.1 Pendahuluan
Beberapa metode analisis keadaan tak langgeng dapat digunakan. Penggunaan metode
ini pada beberapa kasus dapat menghemat jumlah hari dan waktu pemompaan. Analisis
berikut ini umumnya digunakan untuk data surutan muka air, analisis serupa dapat
digunakan untuk data pemulihan (karena pada saat penghentian pemompaan, muka
pisometrik kembali pada level semula). Analisis data pemulihan dapat digunakan untuk
memeriksa analisis surutan muka air karena analisis tersebut tidak mengalami
kehilangan tinggi tekan di dalam sumur selama tahap pemompaan. Oleh karena itu,
keadaan tersebut harus selalu diamati. Akan tetapi data pemulihan dapat menyimpang
karena adanya udara yang terperangkap dalam lapisan akuifer.
10.3.2 Keadaan terkekang
10.3.2.1 Asumsi;
Disamping asumsi-asumsi yang diuraikan pada butir 10.1, asumsi-asumsi berikut dibuat
untuk keadaan terkekang dengan menggunakan analisis keadaan tak langgeng:
a) akuifer dalam keadaan terkekang;
b) muka pisometrik belum stabil
c) air dipompa dari simpanan dan dikeluarkan secara cepat sesuai dengan perubahan
tinggi tekan;
d) simpanan air dalam sumur diabaikan.
10.3.2.2 Analisis Theis.
Metode analisis yang biasanya digunakan mencakup perubahan plotting muka pisometrik
untuk setiap sumur pengamat terhadap tahapan waktu yang digunakan sejak
pemompaan dimulai.
Analisis menggunakan metode Theis ini diuraikan secara detil dalam SNI SNI Pd M-251998-03 Metode pengujian sifat hidraulik akuifer dengan cara Theis.
10.3.2.3 Analisis Cooper-Jacob.
Apabila u = (r 2S) / (4Tt) < 0.01, maka analisis dapat disederhanakan. Dengan anggapan
bahwa bila u bernilai kecil maka asumsi cukup memadai untuk kondisi tertekan. Analisis
mencakup langkah-langkah berikut dan memakai data penurunan muka air waktu
ataupun data penurunan muka air.
Analisis metode Cooper-Jacob tersebut secara rinci diuraikan dalam SNI 03-2817-1992
Metode pengujian akuifer tertekan dengan pemompaan Papadopulos Cooper.
9 dari 12

SNI 03-6453-2000

10.3.3 Kondisi bebas
10.3.3.1 Asumsi.
Di samping asumsi yang diuraikan dalam butir 10.1, asumsi berikut ini dibuat untuk
kondisi bebas, dengan menggunakan analisis keadaan tak langgeng :
1) Akuifer dalam kondisi bebas yang menunjukkan drainase gravitasi tertunda dari plot
hasil data lapangan (lihat Gambar 2).
2) muka freatik belum stabil.
3) simpanan air dalam sumur dapat diabaikan.
10.3.3.2 Analisis Theis dan Analisis Cooper-Jacob;
Metode yang diuraikan dalam 6.3.2 dapat digunakan dengan syarat bahwa surutan muka
air dikoreksi menurut 6.2.3 dan plot surutan muka air terhadap waktu pada kertas log-log
telah menunjukkan bahwa kurva lapangan masuk ke tahapan ketiga dan menyamai kurva
Theis.
Catatan 3: Prosedur analisis data uji kondisi tidak terkekang dan keadaan tak langgeng juga
dijelaskan oleh Prickett.

11

Keabsahan data surutan muka air

Data surutan muka air yang terkumpul di lapangan sering berbeda dari hasil ideal yang
ditunjukkan pada Gambar 2, 10.3.2.2 dan 10.3.2.3. Hal ini disebabkan karena akuifer
tidak mempunyai sifat ideal seperti diuraikan dalam analisis. Contohnya apabila ditemui
kondisi anisotropik (kebanyakan akuifer lebih lulus air sepanjang perlapisan dasar) dan
homogen (khususnya untuk retakan terbuka). Alasan kedua adalah bahwa tata letak uji
pompa mungkin berbeda dari kondisi ideal. Contohnya adalah ditemuinya hambatan
kedap air lateral (hunjaman atau sesar; sungai atau laut; resapan akuifer bebas akibat
curah hujan dan sumur uji yang tidak sepenuhnya menembus akuifer).
Di samping itu, pengaruh variasi laju pemompaan perlu dipertimbangkan dan perlu
dicatat bahwa pada beberapa keadaan kecepatan aliran yang tinggi disekitar sumur
dapat membuat tidak berlakunya hukum Darcy yang menjadi dasar metode analisis.
Kondisi tersebut dapat diterima sepenuhnya, sehingga analisis dapat diubah dan
disesuaikan. Penyelesaian secara analitis untuk beberapa kasus dan kondisi yang rumit.
Metode analisis yang biasa mungkin tidak dapat digunakan lagi. Untuk itu kadangkadang digunakan metode model numerik.

Lampiran A
10 dari 12

SNI 03-6453-2000

Daftar istilah
Uji pemompaan

:

pumping test

atau energi dalam sumur

:

well losses

Terkekang

:

confined

Bebas (tidak terkekang)

:

unconfined

Keadaan langgeng

:

steady state

Keadaan tak langgeng

:

unsteady state

Hambatan

:

barrier

Kelulusan air

:

permeability

Surutan atau penurunan

:

drawdown

Sumur uji

:

pumped well

Simpanan

:

storage

Pemulihan

:

recovery

Laju aliran

:

rate of f low

Sumur pengamatan

:

observation well

Uji surutan bertahap

:

step-drawdown test

Sesar atau patahan

:

fault

Hunjaman

:

dyke

Kehilangan tinggi tekan

Pendugaan kecepatan dengan
menggunakan alat ukur kecepatan
yang dumaksukkan ke dalam
sumur
:
uji pada kedalaman tertentu
Selimut kerikil

:

down the hole
gravel pack

Lampiran B
Daftar nama dan lembaga
11 dari 12

SNI 03-6453-2000

1)

Pemrakarsa
Pusat Litbang Teknologi Sumber Daya Air, Badan Litbang Kimbangwil

2)

Penyusun
Nama

Lembaga

Ir. Tatang Sutardjo, M.Eng.

Pusat Litbang Teknologi SDA

Djoko Mudjihardjo, ME.

Pusat Litbang Teknologi SDA

12 dari 12