TERAPI TRANSPERSONAL MELALUI SOLAT TAHAJ
TERAPI TRANSPERSONAL MELALUI SOLAT TAHAJUD UNTUK
MENERAPKAN “FORGIVENESS "PADA KELUARGA KORBAN PEMBUNUHAN
YANG MENGALAMI TRAUMATIK PASCA KEJADIAN.
Nur Yulita Saputri ¹ Linda Fatmawati ²
¹ Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
² Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Jl Raya Dukuh Waluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182
¹ Email : [email protected]
ABSTRAK
Forgiveness diasumsikan memiliki efek intrapersonal positif pada penyesuaian psikologis
individu yang memaafkan. Sehingga dengan memafkan pihak yang dirugikan oleh pelaku
tidak ada keinginan untuk balas dendam. Dalam bukunya Forgive and Forget: Healing The
Hurts We Don‘t Deserve. Smedes (1984) yang membagi empat tahap pemberian maaf. Yaitu
Pertama adalah membalut sakit hati. Kedua yaitu meredakan kebencian. Ketiga adalah
upaya penyembuhan diri sendiri. Keempat yaitu berjalan bersama. Memberikan maaf dan
memaafkan dalam keadaan jiwa dan hati yang tenang maka individu dapat merasakan
kebahagiaan yang sebenarnya. Karena maaf dilakukan dengan berdialog dengan diri sendiri
hingga akhirnya perkataan negatif terkalahkan dengan perkataan positif. Itu sebabnya
berserah diri pada Rabb juga penting melalui ibadah solat, khususnya di waktu sepertiga
malam. Karena waktu tersebut mengandung unsur meditasi dan relaksasi yang begitu besar
akibat keheningannya. Dengan metode tersebut di harapkan keluarga yang di tinggalkan
karena harus menjadi korban dari kejahatan orang lain dapat bermeditasi dan berelaksasi
sehingga terbentuk jiwa yang tenang dan mengikhlaskan sepenuhnya atas kepergiannya.
Kata kunci : Forgiveness, solat tahajud, ketenangan
ABSTRACT
Forgiveness is assumed to have a positive effect on the psychological adjustments
intrapersonal individuals who forgive. So as to forgive the injured party by the offender no
desire for revenge. In his book Forgive and Forget: Healing the Hurts We Do not Deserve.
Smedes (1984) which divides the four stages of forgiveness. Namely First is bandaged hurt.
Secondly, the ease of hatred. The third is self-healing efforts. The fourth is to walk along.
Forgiveness and forgiving heart and soul in a state of calm, the individual can feel real
happiness. Because forgiveness is done by having a dialogue with myself until downs
unbeaten with positive words. That's why surrender to Rabb is also important through
worship prayer, especially at night a third time. Because of the time it contains elements of
meditation and relaxation that is so large due to the silence. With this method the expected
family will stay behind because they have become victims of crime other people can meditate
and relax to form a quiet soul and mengikhlaskan entirely on his departure.
Keywords: Forgiveness, tahajud prayer, serenity
PENDAHULUAN
Kata tahajjud terambil dari kata hujud yang berarti tidur. KataTahajjud dipahami oleh
al-Biqai dalam arti tinggalkan tidur untuk melakukan sholat. Sholat ini juga dinamakan sholat
lail/sholat malam, karena dilaksanakan di waktu malam yang sama dengan waktu tidur.
Sebagaimana dalam surah al-Muzzammil ayat 6-7, berbunyi: ” Sesungguhnya bangun di
waktu malam, dia lebih berat dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya bagimu
di siang hari kesibukan yang panjang”. Dari ayat tersebut ada 2 hal yang begitu
mengesankan.
Pertama, sengaja untuk bangun malam. Kedua, bacaan di malam hari memiliki efek dan
dampak yang lebih mengesankan. Adapun sabda dari Rasulullah SAW: “Hendaklah kalian
bangun malam. Sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian.
Wahana pendekatan diri kepada Allah SWT, penghapus dosa dan pengusir penyakit dari
dalam tubuh”. (HR at-Tirmidzi). Dengan begitu beribadah di sepertiga malam adalah cara
terbaik seorang hamba berkomunikasi dengan Rabb-nya dan solat tahajud dapat di gunakan
untuk meditasi dan relaksasi karena keheningan dan kesunyian di malam hari dengan
mendekatkan diri kepada Rabb-nya akan menimbulkan ketenangan dan keikhlasan yang lebih
mendalam.
PEMBAHASAN
Seperti yang kita ketahui dalam keseharian setiap manusia tidak pernah luput dari
kesalahan. Kalaupun kita sendiri yang tidak melakukan kesalahan bisa saja kitalah yang
menjadi korban dari kesalahan orang lain. Apalagi kalau kesalahan tersebut sampai membuat
kita merasa sangat menjengkelkan karena harus kehilangan orang yang kita sayangi selamalamanya. Apabila hal tersebut di biarkan tanpa adanya penanganan pribadi maka dapat
menimbulkan dendam yang berkepanjangan antara orang sekitar korban, khusunya
keluarganya kepada pelaku pembunuhan. Selain itu dapat mengganggu kondisi psikologis
pada keluarga yang di tinggalkannya seperti memiliki traumatik pasca kejadian. Trauma yang
di timbulkan bisa saja membuatnya khawatir, cemas, stres bahkan depresi apabila tidak ada
pengendalian dari dalam dirinya.
Oleh karena itu pengendalian diri sangat di butuhkan untuk menstabilkan kembali
emosi yang pernah terluapkan menggunakan terapi transpersonal dengan cara berdialog
dengan diri sendiri dalam keheningan dan kesunyian di sertai pengucapan melalui dalam
hatinya seperti selalu mengucapkan makasih, maaf, memaafkan dan mencintai kepada
seluruh anggota tubuhnya yang sudah memberikan banyak manfaat dan membiarkan apa
yang terjadi atas KehendakNYA.khususnya adalah pemberian maaf atau memaafkan pelaku
karena tanpa adanya maaf dari keluarga, sama halnya membuat korban pembunuhan tidak
merasa tenang di sisinya begitu juga untuk korban yang di tinggalkan, akan di pebuhi rasa
amarah yang berujung pada balas dendam berkepanjangan. Sehingga terapi ini di maksudkan
agar yang melakukannya lebih merasa ikhlas dan melapangkan.
TINJAUAN TEORI
1.
Pengertian Psikologi Transpersonal
Noesjirwan (2000) mendefinisikan Psikologi Transpersonal diartikan sebagai suatu
studi terhadap potensi tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan
perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan antara spiritual dan
transenden. Golemen ( 2000) decade tahun 80-an menegnal secara popular istilah EQ
(Emotional Question). Dan pada decade 2000 muncul istilah SQ (spiritual Question)
yang dikenalkan oleh Ramachandran dan Ian Marshal (Agustian, 2003). Maka psikologi
transpersonal sebenarnya ingin melihat potensi manusia secara utuh, menyeluruh dan
menggali potensi manusia yang terdalam, salah satunya adalah Spiritual Question(SQ).
Penggalian dan pengembangan manusia secara utuh sebagai pribadi, dalam segala
dimensi dan kompleksitasnya. Jangan hanya pertumbuhan sebagai realisasi yang terfokus
pada yang simpel tentang aspek fisik/emosi atau intelektual dari pribadi dengan
meninggalkan lebih banyak alam ke-dalam-an yang tak tergali, dan karenanya tak
terealisasikan.
Noesjirwan (2000) menyebutkan obyek psikologi transpersonal sedikitnya memuat
antara lain sebagai berikut :
a. Keadaan –keadaan kesadaran
b. Potensi-potensi tertinggi atau terakhir
c. Melewati ego atau pribadi ( trans-ego)
d. Transendensi
e. Spiritual
Pada kenyataannya banyak psikoterapi Barat (termasuk psikonalisasi, dan aliran
behavior) telah membuang dimensi transpersonal ke fantasi atau psikosis, yang sekarang
dirasa
kurangtepat
dan
ternyata
dengan
metode
penyembuhan
dan
metode
pengembangan diri yang lebih memakai transpersonal gejala-gejala yang dulu dianggap
fantasi atau gejala psikosis, terpecahkan dan mempunyai aktualisasidiri yang lebih baik.
2.
Forgiveness
A. Pengertian forgiveness
Memaafkan sering diasumsikan memiliki efek intrapersonal positif pada
penyesuaian psikologis individu yang memaafkan. Jika
memaafkan memiliki
pengaruh penyesuaian psikologis, maka hal itu memiliki implikasi yang penting bagi
konseling dan psikoterapi pada pengalaman
menyakitkan (Ulrirch, 2007). "
Forgiveness" memiliki arti terminologis dengan dua hal, yaitu meminta maaf dan
memaafkan. Menurut Leonardo Horwitz pakar ahli psikoanalisa dari Greater Kansas
City Psycoanalitic Institute, untuk melakukan dua hal ini ada elemen yang dilibatkan
termasuk korban, pelaku, juga berbagai tingkat trauma, luka dan ketidakadilan (Al
Ghazali, 2009). McCullough dkk. (1997) mengemuk akan bahwa memaafkan
merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas
dendam dan meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang
menyakiti serta meningkatkan dorongan untuk konsiliasi hubungan dengan pihak
yang menyakiti. Enright (dalam McCullough dkk., 2003) mendefinisikan memaafkan
sebagai sikap untuk mengatasi hal- hal yang negatif dan penghakiman terhadap orang
yang bersalah dengan tidak menyangkal rasa sakit itu sendiri tetapi dengan rasa
kasihan, iba dan cinta kepada pihak yang menyakiti
a.
Aspek-aspek Memaafkan
Mc Cullough membagi memaafkan dalam beberapa aspek, yakni :
1. Avoidance motivation.
Semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap suatu
hubungan mitra, membuang keinginan untuk balas dendam terhadap orang
yang telah menyakitinya.
2. Revenge motivations
Semakin menurun motivasi untuk menghindari pelaku, membuang
keinginan untuk menjaga kerenggangan (jarak) dengan orang yang telah
menyakitinya
3. Beneviolence motivations
Semakin termotivasi oleh niat baik dan keinginan untuk berdamai dengan
pelaku meskipun pelanggarannya termasuk tindakan berbahaya, keinginan
untuk berdamai atau melihat well being orang yang menyakitinya
b.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Memaafkan
Menurut Smedes (1984) melupakan kesalahan yang menyakitkan merupakan
cara yang berbahaya karena berarti melarikan diri dari masalah yang dialami.
Ada dua jenis sakit hati yang bisa dilupakan. Pertama adalah melupakan rasa
sakit hati yang sepele sehingga tidak perlu dipikirkan. Kedua adalah
melupakan rasa sakit hati yang sangat besar sehingga tidak bisa ditampung
oleh ingatan otak manusia. Peristiwa yang pernah terjadi akan menjadi catatan
sejarah
kehidupan mungkin sebagai bagian dan fase kesulitan dan masa
kelam di dalam kehidupan seseorang. Sebuah luka psikologis akan dirasakan
sakit pada saat luka tersebut diungkap kembali. Memberi maaf identik dengan
menutup luka tetapi tidak berarti melupakan bahwa luka tersebut pernah ada.
Memberi maaf ataupun tidak pada seseorang tidak akan mudah melupakan
luka hatinya, karena memberi maaf sesungguhnya tidak bertujuanmelupakan
luka hati melainkan memberi kesempatan baik kepada orang lain maupun
kepada diri sendiri untuk membangun hubungan yanglebih serasi. Sikap tidak
memaafkan biasanya mengasah tumbuhnya kemarahan dan dendam. Rasa
sakit hati dapat menciptakan krisis pemberian maaf. Hal ini terjadi tatakalarasa
sakit hati tersebut selalu bersifat pribadi, tidak adil dan mendalam (Smedes,
1984)
3.
Kaitannya dalam islam
Al Qur’an juga berbicara tentang daya batin manusia yang belum termasuk dalam
trikotomi manusia di atas, yakni hati, akal dan shudur (dada). Hati (qalb) berarti bolakbalik, yang mengisyaratkan bahwa hati mudah terpengaruh. Karena itu hati dapat
dipengaruhi baik oleh jiwa maupun roh, dengan segala konsekuensinya. Ketika hati
mendapat pengaruh dari roh, dia akan tercerahkan karena roh berasal dari Tuhan yang
Esa dan menjadi prinsip kesatuan, roh akan membimbingnya kepada tauhid. Jika sudah
begitu, maka hati akan menjadi jiwa rasional (al nafs al nathiqiyyah), atau dengan kata
lain jiwa menjadi akal. Tapi ketika hati mendapat pengaruh dari jiwa, maka ia akan
terkuburkan dengan jiwa yang bersentuhan dengan materi yang merupakan sumber
keanekaan, maka hati akan terpecah jauh dari ketauhidan, bisa jadi hati manusia akan
menyekutukan Tuhan, karena pemujaannya kepada selain diri-Nya, sehingga dia akan
menodai keikhlasan dan ketauhidannya. Jiwa yang seperti ini yang disebut dalam Al
Qur’an sebagai shudur(dada), tempat setan membisik-bisikkan rayuannya (Kartanegara,
2006: 93).
Masing-masing individu hendaknya memiliki kesiapan jiwa yang bisa menjadi bekal
menghadapi keadaan apapun dengan tepat. Di antaranya adalah sikap tabah dan lapang
dada yang didukung oleh ilmu syariat. Bisa dikatakan, secara umum orang itu siap untuk
dipuji dan diberi, namun sangat berat jika dicela dan dinodai. Di sinilah ujian, apakah
seseorang mampu menguasai dirinya saat pribadinya disinggung dan haknya ditelikung.
Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang yang mampu
menahan amarahnya seperti firman-Nya:
ََوا ْل َكا ِظ ِمينَ ا ْل َغ ْيظ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya.” (Ali ’Imran: 134)
Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa
orang yang mampu menahan dirinya di saat marah dia sejatinya orang yang kuat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ب
ّ لص ْر َع ِة إِنّ َما ال
ّ س ال
ّ ِ ش ِد ْي ُد با
َ سهُ ِع ْن َد ا ْل َغ
َ ش ِدي ُد الّ ِذي يَ ْملِ ُك نَ ْف
َ لَ ْي
ِ ض
“Orang yang kuat bukan yang banyak mengalahkan orang dengan kekuatannya. Orang
yang kuat hanyalah yang mampu menahan dirinya di saat marah.” (HR. Al-Bukhari no.
6114)
Memaafkan
Adalah amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap
gangguan yang ditimpakan orang kepadanya serta memaafkan kesalahan orang padahal
ia mampu untuk membalasnya. Gangguan itu bermacam-macam bentuknya. Adakalanya
berupa cercaan, pukulan, perampasan hak, dan semisalnya. Memang sebuah kewajaran
bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang menyakitinya. Dan
dibolehkan seseorang membalas kejelekan orang lain dengan yang semisalnya. Namun
alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
َصلَ َح فَأ َ ْج ُرهُ َعلَى اِ إِنّهُ َل يُ ِح ّب الظّالِ ِمين
ْ َسيّئَةٌ ِم ْثلُ َها فَ َمنْ َعفَا َوأ
َ سيّئَ ٍة
َ َو َجزَ ا ُء
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan
dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy-Syura: 40)
Ayat ini menyebutkan bahwa tingkat pembalasan ada tiga:
Pertama : Adil, yaitu membalas kejelekan dengan kejelekan serupa, tanpa menambahi
atau mengurangi. Misalnya jiwa dibalas dengan jiwa, anggota tubuh dengan anggota
tubuh yang sepadan, dan harta diganti dengan yang sebanding
Kedua: Kemuliaan, yaitu memaafkan orang yang berbuat jelek kepadanya bila dirasa ada
perbaikan bagi orang yang berbuat jelek. Ditekankan dalam pemaafan, adanya perbaikan
dan membuahkan maslahat yang besar. Bila seorang tidak pantas untuk dimaafkan dan
maslahat yang sesuai syariat menuntut untuk dihukum, maka dalam kondisi seperti ini
tidak dianjurkan untuk dimaafkan.
Ketiga: Zalim yaitu berbuat jahat kepada orang dan membalas orang yang berbuat jahat
dengan pembalasan yang melebihi kejahatannya. (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal.
760, cet. Ar-Risalah)
KESIMPULAN
Forgiveness sangat baik di lakukan bagi setiap individu yang mempunyai pengalaman
menyakitkan dalam kehidupannya. Karena melalui forgiveness tersebut individu dapat
melalui setiap prosesnya seperti yang di jelaskan dalam bukunya
Forgive and Forget:
Healing The Hurts We Don‘t Deserve. Smedes (1984) yang membagi empat tahap pemberian
maaf. Yaitu Pertama adalah membalut sakit hati. Sakit hati yang dibiarkan berarti merasakan
sakit tanpa mengobatinya sehingga lambat laun akan mengrogoti kebahagian dan
kententraman. Kedua yaitu meredakan kebencian. Kebencian adalah respon alami seseorang
terhadap sakit hati yang mendalam dan kebencian yang memerlukan penyembuhan. Ketiga
adalah upaya penyembuhan diri sendiri. Seseorang tidak mudah melepaskan kesalahan yang
dilakukan orang lain. Akan lebih mudah dengan jalan melepaskan orang itu dari
kesalahannya dalam ingatannya. Keempat yaitu berjalan bersama. Bagi dua orang yang
berjalan bersama setelah bermusuhan memerlukan ketulusan
DAFTAR PUSTAKA
Al Qahthani. 2003. Tahajjud Nabi. Yogyakarta: Media Hidayah
Anwar, Qomari. 2003. Manajemen Stres Menurut Pandangan Islam. Jakarta: PT. Mawardi
Prima
Muhyidin, Muhammad. 2009. Misteri Shalat Tahajjud. Yogyakarta. Diva Press.
Sulaiman Al-Kumai (2014). "Pengertian Meditasi", diakses dari
http://afindonesia.com/meditasi-danrelaksasi-sufi/ (pada tgl 08-03-2017)
http://etheses.uin-malang.ac.id/2108/5/07410013_Bab_2.pdf
Siregar, C. (2012). Menyembuhkan Luka Batin dengan Memaafkan. Jurnal
Psikologi, 3, (2), 581-592.
MENERAPKAN “FORGIVENESS "PADA KELUARGA KORBAN PEMBUNUHAN
YANG MENGALAMI TRAUMATIK PASCA KEJADIAN.
Nur Yulita Saputri ¹ Linda Fatmawati ²
¹ Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
² Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Jl Raya Dukuh Waluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182
¹ Email : [email protected]
ABSTRAK
Forgiveness diasumsikan memiliki efek intrapersonal positif pada penyesuaian psikologis
individu yang memaafkan. Sehingga dengan memafkan pihak yang dirugikan oleh pelaku
tidak ada keinginan untuk balas dendam. Dalam bukunya Forgive and Forget: Healing The
Hurts We Don‘t Deserve. Smedes (1984) yang membagi empat tahap pemberian maaf. Yaitu
Pertama adalah membalut sakit hati. Kedua yaitu meredakan kebencian. Ketiga adalah
upaya penyembuhan diri sendiri. Keempat yaitu berjalan bersama. Memberikan maaf dan
memaafkan dalam keadaan jiwa dan hati yang tenang maka individu dapat merasakan
kebahagiaan yang sebenarnya. Karena maaf dilakukan dengan berdialog dengan diri sendiri
hingga akhirnya perkataan negatif terkalahkan dengan perkataan positif. Itu sebabnya
berserah diri pada Rabb juga penting melalui ibadah solat, khususnya di waktu sepertiga
malam. Karena waktu tersebut mengandung unsur meditasi dan relaksasi yang begitu besar
akibat keheningannya. Dengan metode tersebut di harapkan keluarga yang di tinggalkan
karena harus menjadi korban dari kejahatan orang lain dapat bermeditasi dan berelaksasi
sehingga terbentuk jiwa yang tenang dan mengikhlaskan sepenuhnya atas kepergiannya.
Kata kunci : Forgiveness, solat tahajud, ketenangan
ABSTRACT
Forgiveness is assumed to have a positive effect on the psychological adjustments
intrapersonal individuals who forgive. So as to forgive the injured party by the offender no
desire for revenge. In his book Forgive and Forget: Healing the Hurts We Do not Deserve.
Smedes (1984) which divides the four stages of forgiveness. Namely First is bandaged hurt.
Secondly, the ease of hatred. The third is self-healing efforts. The fourth is to walk along.
Forgiveness and forgiving heart and soul in a state of calm, the individual can feel real
happiness. Because forgiveness is done by having a dialogue with myself until downs
unbeaten with positive words. That's why surrender to Rabb is also important through
worship prayer, especially at night a third time. Because of the time it contains elements of
meditation and relaxation that is so large due to the silence. With this method the expected
family will stay behind because they have become victims of crime other people can meditate
and relax to form a quiet soul and mengikhlaskan entirely on his departure.
Keywords: Forgiveness, tahajud prayer, serenity
PENDAHULUAN
Kata tahajjud terambil dari kata hujud yang berarti tidur. KataTahajjud dipahami oleh
al-Biqai dalam arti tinggalkan tidur untuk melakukan sholat. Sholat ini juga dinamakan sholat
lail/sholat malam, karena dilaksanakan di waktu malam yang sama dengan waktu tidur.
Sebagaimana dalam surah al-Muzzammil ayat 6-7, berbunyi: ” Sesungguhnya bangun di
waktu malam, dia lebih berat dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya bagimu
di siang hari kesibukan yang panjang”. Dari ayat tersebut ada 2 hal yang begitu
mengesankan.
Pertama, sengaja untuk bangun malam. Kedua, bacaan di malam hari memiliki efek dan
dampak yang lebih mengesankan. Adapun sabda dari Rasulullah SAW: “Hendaklah kalian
bangun malam. Sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian.
Wahana pendekatan diri kepada Allah SWT, penghapus dosa dan pengusir penyakit dari
dalam tubuh”. (HR at-Tirmidzi). Dengan begitu beribadah di sepertiga malam adalah cara
terbaik seorang hamba berkomunikasi dengan Rabb-nya dan solat tahajud dapat di gunakan
untuk meditasi dan relaksasi karena keheningan dan kesunyian di malam hari dengan
mendekatkan diri kepada Rabb-nya akan menimbulkan ketenangan dan keikhlasan yang lebih
mendalam.
PEMBAHASAN
Seperti yang kita ketahui dalam keseharian setiap manusia tidak pernah luput dari
kesalahan. Kalaupun kita sendiri yang tidak melakukan kesalahan bisa saja kitalah yang
menjadi korban dari kesalahan orang lain. Apalagi kalau kesalahan tersebut sampai membuat
kita merasa sangat menjengkelkan karena harus kehilangan orang yang kita sayangi selamalamanya. Apabila hal tersebut di biarkan tanpa adanya penanganan pribadi maka dapat
menimbulkan dendam yang berkepanjangan antara orang sekitar korban, khusunya
keluarganya kepada pelaku pembunuhan. Selain itu dapat mengganggu kondisi psikologis
pada keluarga yang di tinggalkannya seperti memiliki traumatik pasca kejadian. Trauma yang
di timbulkan bisa saja membuatnya khawatir, cemas, stres bahkan depresi apabila tidak ada
pengendalian dari dalam dirinya.
Oleh karena itu pengendalian diri sangat di butuhkan untuk menstabilkan kembali
emosi yang pernah terluapkan menggunakan terapi transpersonal dengan cara berdialog
dengan diri sendiri dalam keheningan dan kesunyian di sertai pengucapan melalui dalam
hatinya seperti selalu mengucapkan makasih, maaf, memaafkan dan mencintai kepada
seluruh anggota tubuhnya yang sudah memberikan banyak manfaat dan membiarkan apa
yang terjadi atas KehendakNYA.khususnya adalah pemberian maaf atau memaafkan pelaku
karena tanpa adanya maaf dari keluarga, sama halnya membuat korban pembunuhan tidak
merasa tenang di sisinya begitu juga untuk korban yang di tinggalkan, akan di pebuhi rasa
amarah yang berujung pada balas dendam berkepanjangan. Sehingga terapi ini di maksudkan
agar yang melakukannya lebih merasa ikhlas dan melapangkan.
TINJAUAN TEORI
1.
Pengertian Psikologi Transpersonal
Noesjirwan (2000) mendefinisikan Psikologi Transpersonal diartikan sebagai suatu
studi terhadap potensi tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan
perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan antara spiritual dan
transenden. Golemen ( 2000) decade tahun 80-an menegnal secara popular istilah EQ
(Emotional Question). Dan pada decade 2000 muncul istilah SQ (spiritual Question)
yang dikenalkan oleh Ramachandran dan Ian Marshal (Agustian, 2003). Maka psikologi
transpersonal sebenarnya ingin melihat potensi manusia secara utuh, menyeluruh dan
menggali potensi manusia yang terdalam, salah satunya adalah Spiritual Question(SQ).
Penggalian dan pengembangan manusia secara utuh sebagai pribadi, dalam segala
dimensi dan kompleksitasnya. Jangan hanya pertumbuhan sebagai realisasi yang terfokus
pada yang simpel tentang aspek fisik/emosi atau intelektual dari pribadi dengan
meninggalkan lebih banyak alam ke-dalam-an yang tak tergali, dan karenanya tak
terealisasikan.
Noesjirwan (2000) menyebutkan obyek psikologi transpersonal sedikitnya memuat
antara lain sebagai berikut :
a. Keadaan –keadaan kesadaran
b. Potensi-potensi tertinggi atau terakhir
c. Melewati ego atau pribadi ( trans-ego)
d. Transendensi
e. Spiritual
Pada kenyataannya banyak psikoterapi Barat (termasuk psikonalisasi, dan aliran
behavior) telah membuang dimensi transpersonal ke fantasi atau psikosis, yang sekarang
dirasa
kurangtepat
dan
ternyata
dengan
metode
penyembuhan
dan
metode
pengembangan diri yang lebih memakai transpersonal gejala-gejala yang dulu dianggap
fantasi atau gejala psikosis, terpecahkan dan mempunyai aktualisasidiri yang lebih baik.
2.
Forgiveness
A. Pengertian forgiveness
Memaafkan sering diasumsikan memiliki efek intrapersonal positif pada
penyesuaian psikologis individu yang memaafkan. Jika
memaafkan memiliki
pengaruh penyesuaian psikologis, maka hal itu memiliki implikasi yang penting bagi
konseling dan psikoterapi pada pengalaman
menyakitkan (Ulrirch, 2007). "
Forgiveness" memiliki arti terminologis dengan dua hal, yaitu meminta maaf dan
memaafkan. Menurut Leonardo Horwitz pakar ahli psikoanalisa dari Greater Kansas
City Psycoanalitic Institute, untuk melakukan dua hal ini ada elemen yang dilibatkan
termasuk korban, pelaku, juga berbagai tingkat trauma, luka dan ketidakadilan (Al
Ghazali, 2009). McCullough dkk. (1997) mengemuk akan bahwa memaafkan
merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas
dendam dan meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang
menyakiti serta meningkatkan dorongan untuk konsiliasi hubungan dengan pihak
yang menyakiti. Enright (dalam McCullough dkk., 2003) mendefinisikan memaafkan
sebagai sikap untuk mengatasi hal- hal yang negatif dan penghakiman terhadap orang
yang bersalah dengan tidak menyangkal rasa sakit itu sendiri tetapi dengan rasa
kasihan, iba dan cinta kepada pihak yang menyakiti
a.
Aspek-aspek Memaafkan
Mc Cullough membagi memaafkan dalam beberapa aspek, yakni :
1. Avoidance motivation.
Semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap suatu
hubungan mitra, membuang keinginan untuk balas dendam terhadap orang
yang telah menyakitinya.
2. Revenge motivations
Semakin menurun motivasi untuk menghindari pelaku, membuang
keinginan untuk menjaga kerenggangan (jarak) dengan orang yang telah
menyakitinya
3. Beneviolence motivations
Semakin termotivasi oleh niat baik dan keinginan untuk berdamai dengan
pelaku meskipun pelanggarannya termasuk tindakan berbahaya, keinginan
untuk berdamai atau melihat well being orang yang menyakitinya
b.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Memaafkan
Menurut Smedes (1984) melupakan kesalahan yang menyakitkan merupakan
cara yang berbahaya karena berarti melarikan diri dari masalah yang dialami.
Ada dua jenis sakit hati yang bisa dilupakan. Pertama adalah melupakan rasa
sakit hati yang sepele sehingga tidak perlu dipikirkan. Kedua adalah
melupakan rasa sakit hati yang sangat besar sehingga tidak bisa ditampung
oleh ingatan otak manusia. Peristiwa yang pernah terjadi akan menjadi catatan
sejarah
kehidupan mungkin sebagai bagian dan fase kesulitan dan masa
kelam di dalam kehidupan seseorang. Sebuah luka psikologis akan dirasakan
sakit pada saat luka tersebut diungkap kembali. Memberi maaf identik dengan
menutup luka tetapi tidak berarti melupakan bahwa luka tersebut pernah ada.
Memberi maaf ataupun tidak pada seseorang tidak akan mudah melupakan
luka hatinya, karena memberi maaf sesungguhnya tidak bertujuanmelupakan
luka hati melainkan memberi kesempatan baik kepada orang lain maupun
kepada diri sendiri untuk membangun hubungan yanglebih serasi. Sikap tidak
memaafkan biasanya mengasah tumbuhnya kemarahan dan dendam. Rasa
sakit hati dapat menciptakan krisis pemberian maaf. Hal ini terjadi tatakalarasa
sakit hati tersebut selalu bersifat pribadi, tidak adil dan mendalam (Smedes,
1984)
3.
Kaitannya dalam islam
Al Qur’an juga berbicara tentang daya batin manusia yang belum termasuk dalam
trikotomi manusia di atas, yakni hati, akal dan shudur (dada). Hati (qalb) berarti bolakbalik, yang mengisyaratkan bahwa hati mudah terpengaruh. Karena itu hati dapat
dipengaruhi baik oleh jiwa maupun roh, dengan segala konsekuensinya. Ketika hati
mendapat pengaruh dari roh, dia akan tercerahkan karena roh berasal dari Tuhan yang
Esa dan menjadi prinsip kesatuan, roh akan membimbingnya kepada tauhid. Jika sudah
begitu, maka hati akan menjadi jiwa rasional (al nafs al nathiqiyyah), atau dengan kata
lain jiwa menjadi akal. Tapi ketika hati mendapat pengaruh dari jiwa, maka ia akan
terkuburkan dengan jiwa yang bersentuhan dengan materi yang merupakan sumber
keanekaan, maka hati akan terpecah jauh dari ketauhidan, bisa jadi hati manusia akan
menyekutukan Tuhan, karena pemujaannya kepada selain diri-Nya, sehingga dia akan
menodai keikhlasan dan ketauhidannya. Jiwa yang seperti ini yang disebut dalam Al
Qur’an sebagai shudur(dada), tempat setan membisik-bisikkan rayuannya (Kartanegara,
2006: 93).
Masing-masing individu hendaknya memiliki kesiapan jiwa yang bisa menjadi bekal
menghadapi keadaan apapun dengan tepat. Di antaranya adalah sikap tabah dan lapang
dada yang didukung oleh ilmu syariat. Bisa dikatakan, secara umum orang itu siap untuk
dipuji dan diberi, namun sangat berat jika dicela dan dinodai. Di sinilah ujian, apakah
seseorang mampu menguasai dirinya saat pribadinya disinggung dan haknya ditelikung.
Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang yang mampu
menahan amarahnya seperti firman-Nya:
ََوا ْل َكا ِظ ِمينَ ا ْل َغ ْيظ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya.” (Ali ’Imran: 134)
Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa
orang yang mampu menahan dirinya di saat marah dia sejatinya orang yang kuat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ب
ّ لص ْر َع ِة إِنّ َما ال
ّ س ال
ّ ِ ش ِد ْي ُد با
َ سهُ ِع ْن َد ا ْل َغ
َ ش ِدي ُد الّ ِذي يَ ْملِ ُك نَ ْف
َ لَ ْي
ِ ض
“Orang yang kuat bukan yang banyak mengalahkan orang dengan kekuatannya. Orang
yang kuat hanyalah yang mampu menahan dirinya di saat marah.” (HR. Al-Bukhari no.
6114)
Memaafkan
Adalah amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap
gangguan yang ditimpakan orang kepadanya serta memaafkan kesalahan orang padahal
ia mampu untuk membalasnya. Gangguan itu bermacam-macam bentuknya. Adakalanya
berupa cercaan, pukulan, perampasan hak, dan semisalnya. Memang sebuah kewajaran
bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang menyakitinya. Dan
dibolehkan seseorang membalas kejelekan orang lain dengan yang semisalnya. Namun
alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
َصلَ َح فَأ َ ْج ُرهُ َعلَى اِ إِنّهُ َل يُ ِح ّب الظّالِ ِمين
ْ َسيّئَةٌ ِم ْثلُ َها فَ َمنْ َعفَا َوأ
َ سيّئَ ٍة
َ َو َجزَ ا ُء
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan
dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy-Syura: 40)
Ayat ini menyebutkan bahwa tingkat pembalasan ada tiga:
Pertama : Adil, yaitu membalas kejelekan dengan kejelekan serupa, tanpa menambahi
atau mengurangi. Misalnya jiwa dibalas dengan jiwa, anggota tubuh dengan anggota
tubuh yang sepadan, dan harta diganti dengan yang sebanding
Kedua: Kemuliaan, yaitu memaafkan orang yang berbuat jelek kepadanya bila dirasa ada
perbaikan bagi orang yang berbuat jelek. Ditekankan dalam pemaafan, adanya perbaikan
dan membuahkan maslahat yang besar. Bila seorang tidak pantas untuk dimaafkan dan
maslahat yang sesuai syariat menuntut untuk dihukum, maka dalam kondisi seperti ini
tidak dianjurkan untuk dimaafkan.
Ketiga: Zalim yaitu berbuat jahat kepada orang dan membalas orang yang berbuat jahat
dengan pembalasan yang melebihi kejahatannya. (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal.
760, cet. Ar-Risalah)
KESIMPULAN
Forgiveness sangat baik di lakukan bagi setiap individu yang mempunyai pengalaman
menyakitkan dalam kehidupannya. Karena melalui forgiveness tersebut individu dapat
melalui setiap prosesnya seperti yang di jelaskan dalam bukunya
Forgive and Forget:
Healing The Hurts We Don‘t Deserve. Smedes (1984) yang membagi empat tahap pemberian
maaf. Yaitu Pertama adalah membalut sakit hati. Sakit hati yang dibiarkan berarti merasakan
sakit tanpa mengobatinya sehingga lambat laun akan mengrogoti kebahagian dan
kententraman. Kedua yaitu meredakan kebencian. Kebencian adalah respon alami seseorang
terhadap sakit hati yang mendalam dan kebencian yang memerlukan penyembuhan. Ketiga
adalah upaya penyembuhan diri sendiri. Seseorang tidak mudah melepaskan kesalahan yang
dilakukan orang lain. Akan lebih mudah dengan jalan melepaskan orang itu dari
kesalahannya dalam ingatannya. Keempat yaitu berjalan bersama. Bagi dua orang yang
berjalan bersama setelah bermusuhan memerlukan ketulusan
DAFTAR PUSTAKA
Al Qahthani. 2003. Tahajjud Nabi. Yogyakarta: Media Hidayah
Anwar, Qomari. 2003. Manajemen Stres Menurut Pandangan Islam. Jakarta: PT. Mawardi
Prima
Muhyidin, Muhammad. 2009. Misteri Shalat Tahajjud. Yogyakarta. Diva Press.
Sulaiman Al-Kumai (2014). "Pengertian Meditasi", diakses dari
http://afindonesia.com/meditasi-danrelaksasi-sufi/ (pada tgl 08-03-2017)
http://etheses.uin-malang.ac.id/2108/5/07410013_Bab_2.pdf
Siregar, C. (2012). Menyembuhkan Luka Batin dengan Memaafkan. Jurnal
Psikologi, 3, (2), 581-592.