DAN MELT5 DALAM MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK PADA MEDIA LIMBAH KULIT PISANG DENGAN VARIASI JENIS INOKULUM

  Menentukan Nilai Reaktansi dan Impedansi Generator

  Sebelum menentukan nilai impedansi keluaran generator, pertama adalah menghitung nilai reaktansi (XL) dengan menggunakan persamaan 37. Selanjutnya menghitungan impedansi keluaran generator dengan menggunakan persamaan 38.

  XL = -7

  XL = 4 x 1 x 4 x 3,14 x 10 x 50 = 8,93732 Ω

  = =

  Zph = 9,06421 Ω Menentukan Nilai Keluaran Tegangan Fasa

  Setelah mendapatkan nilai dari tegangan perfasa (Eph), arus perfasa (Iph) dan impedansi perfasa (Zph). Maka kita dapat menentukan nilai tegangan keluaran fasa dari generator ( ∅) dengan menggunakan persamaan 39.

  ∅ = ℎ - ℎ.Zph = 255,74 – (3,63 x 9,06421) = 222,8 V

  Menentukan Daya Keluaran Generator

  Langkah terakhir adalah menentukan daya keluaran generator, dengan mengalikan tegangan keluaran generator dengan arus fasa yang didapat. Berikut perhitungan untuk mencari daya keluaran generator dengan persamaan 40. S = V x I = 222,8 V x 3,63 = 808, 8 VA Tabel 5. Perbandingan parameter generator

  Hasil Keluaran Generator Para meter

  AWG 14 AWG 15 AWG 16 Bg 0,52958 T 0,52951 T 0,52995 T

  0,00119 Wb 0,00120 Wb 0,00120 Wb ∅

  Eph 255,74 V 255,74 V 255,74 V V 222,8 V 222,2 V 221,2 V

  ∅ I 3,63 A 3,63 A 3,63 A

  S 808,8 VA 806, 6 VA 802,9 VA Dengan melakukan prosedur perhitungan yang sama untuk kawat belitan stator jenis AWG 15 dan AWG 16 maka akan diperoleh perbandingan nilai-nilai variabel seperti dalam Tabel 5.

  KESIMPULAN

  Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan : 1. Desain generator sinkron magnet permanen fluks radial satu fasa pada arus maksimum 3,63 A diperoleh tegangan terminal generator ( ) dan daya (S) untuk kawat email AWG 14 222,8 V

  ∅

  dan 808,8 VA, kawat email AWG 15 222,2 V dan daya 806, 6 VA, serta kawat email AWG 16 menghasilkan tegangan 221,2 dan daya 802,9 VA

  2. Semakin besar diameter kawat penghantar belitan stator semakin besar nilai tegangan terminal dan daya yang dihasilkan.

  3. Jenis kawat penghantar yang digunakan sebagai belitan stator mempengaruhi dimensi diameter luar stator, tinggi gigi stator, panjang slot stator bagian luar dan lebar yoke stator.

DAFTAR PUSTAKA

  Kasim. 2011. Analisis Pengaruh Rapat Fluks Celah Udara Terhadap Karakteristik Generator Magnet Permanen. Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, vol. 12, 2011. Irasari, P. 2012. Simulasi dan Analisis Magnetik Generator Magnet Permanen Fluks Radial

  Menggunakan Metode Elemen Hingga. Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology, 2012. Herudin dan W.D. Prasetyo. 2016. Rancang Bangun Generator Sinkron 1 Fasa Magnet Permanen Kecepatan Rendah 750 RPM. Jurnal. UNTIRTA S290 –S296. Nurtjahjomulyo, A.. 2010. Rancang Bangun Generator Turbin Angin Tipe Aksial Kapasitas 200 W.

  Jurnal Teknologi Dirgantara. Bahtiar, G. 2012. Simulasi Optimasi Ketebalan Magnet Pada Rotor Magnet Permanen Fluks

  Radial . UI.Jakarta

  Ahmed, D. dan A. Ahmad. 2013. An optimal design of coreless direct-drive axial flux permanent

  magnet generator for wind turbine . 6th Vacuum and Surface Sciences Conference of Asia and Australia (VASSCAA-6).

  Prasetijo, H. 2013. Prototipe Generator Magnet Permanen Axial AC 3 Fasa Sebagai Komponen Pembangkit Listrik Pico Hidro . Unsoed. Purwokerto.

  

Tema: 4 (energi baru dan terbarukan)

KEMAMPUAN ISOLAT MIKROBA BELT 2 , BELT

  6 DAN MELT

  5 DALAM MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK PADA MEDIA

LIMBAH KULIT PISANG DENGAN VARIASI JENIS INOKULUM

  

Oleh

Arum Dewi Pradini, Sukanto, Amin Fatoni, Winasis

Universitas Jenderal Soedirman, Jl. H.R. Boenyamin No.708 Grendeng,

  

Purwokerto 553122

e-mail : arumpradini.ibrahim@gmail.com

ABSTRAK

  Energi listrik didapatkan melalui pengujian variasi jenis inokulum dari isolat mikroba BELT 2 , BELT dan MELT yang ditumbuhkan pada media limbah kulit pisang. Tujuan penelitian adalah 6 5 untuk mengetahui perbedaan energi listrik yang dihasilkan dari variasi jenis inokulum yang diberikan pada limbah kulit pisang dan menentukan energi listrik tertinggi yang dihasilkan dari jenis pemberian kultur tunggal dan campuran. Semua isolat sudah dapat menghasilkan energi listrik pada masa inkubasi 7 hari dalam shaker incubator. Pemberian variasi jenis inokulum berpengaruh nyata pada besar energi listrik yang dihasilkan. Uji BNT menunjukkan bahwa pemberian kultur tunggal BELT memiliki beda potensial listrik tertinggi yaitu 0,49 V dengan pH 4,93 dan biomassa 2 debris 0,04 gram .

  Kata kunci : mikroba, kulit pisang, variasi inokulum, listrik.

  ABSTRACT

  Voltage can be found by inoculum variation test of microbe isolates such as BELT 2 , BELT 6 and MELT which grown in banana peel waste medium. The aims of this study were to know different 5 voltage of inoculum variation in banana peel waste fermentation and to determine the best treatment between single culture and mixed culture that produces the highest voltage. Variation inoculum had a significant effect to produce electricity (voltage) at 7-days incubation period in

  

shaker incubator . Furthermore, an LSD test indicates that the best treatment was inoculation of a

  single culture BELT 2 , with resulted voltage at 0,49, pH level of medium at 4,93 and biomass a 0,04 grams debris of medium.

  Keywords: microbes, banana peel, inoculum variation, voltage.

  PENDAHULUAN

  Mikroba penghasil energi listrik yang berasal konsorsium limbah dari Banyumas telah didapatkan melalui proses isolasi dan skrining skala laboratorium pada pra penelitian. Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan, didapatkan tiga jenis mikroba yang bersifat amilolitik dan berpotensi sebagai penghasil energi listrik terbaik yakni BELT 2 , BELT 6 (isolat bakteri) dan MELT 5

  (isolat kapang). Nilai voltase dan pH yang dihasilkan masing-masing isolat tersebut adalah BELT 6 = 0,5125/ pH 3,745; BELT 2 = 0,3125/ pH 4,875 dan MELT 5 = 1,3/ pH 3,87.

  Mikroba dapat digunakan sebagai bahan bakar alami atau biofuel pengganti batubara dalam menghasilkan listrik. Mikroba memanfaatkan materi organik media fermentasi sebagai sumber energi dalam aktivitas metabolisme yang dimana dapat menghasilkan elektron (Sitorus, 2010). Perbedaan potensial yang terjadi pada anoda dan katoda rangkaian biofuel memungkinkan terbentuknya energi listrik akibat adanya reaksi redoks, yakni pelepasan proton dan elektron oleh senyawa metabolit yang dihasilkan mikroba dari hasil metabolisme nutrisi yang salah satunya berasal dari limbah kulit pisang.

  Menurut Zuhal (2013), kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Kulit pisang di alam akan menyebabkan pencemaran lingkungan berupa peningkatan keasaman tanah. Selain itu, kulit pisang juga memiliki serat kasar dengan komponen pati sehingga cocok bila dimanfaatkan sebagai media fermentasi mikroba. Media fermentasi yang berupa polisakarida (pati) akan diubah + menjadi monomer yang lebih sederhana dalam sistem metabolisme mikroba untuk menghasilkan senyawa metabolit asam yang mengandung ion H yang dibutuhkan dalam rangkaian biofuel.

  Pengujian biofuel dapat dilakukan dengan pemberian variasi jenis inokulum yakni inokulum tunggal dan campuran. Menurut Kristin (2012), perbedaan penggunaan kultur tunggal maupun campuran akan menghasilkan perbedaan konsentrasi senyawa metabolit yang dihasilkan. Hal ini akan mempengaruhi jumlah potensial listrik yang dihasilkan pada rangkaian prototipe karena berhubungan dengan reaksi redoks yang terjadi dengan jumlah produksi senyawa

  biofuel yang dihasilkan.

  Permasalahan yang muncul berdasarkan penjelasan tersebut adalah : 1. Apakah perbedaan voltase dapat dihasilkan dari pemberian variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang.

2. Perlakuan manakah antara pemberian kultur tunggal dan kultur campuran pada media limbah kulit pisang yang menghasilkan potensial listrk terbaik.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan energi listrik dapat dihasilkan dari pemberian variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang dan menentukan perlakuan terbaik diantara pemberian kultur tunggal dan kultur campuran dalam menghasilkan energi listrik .

  METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2015.

  Alat dan Bahan

  Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain adalah cawan petri, tabung reaksi, labu erlenmeyer, beker glass, pipet ukur, pipet tetes, mikropipet dan tip, gelas ukur, autoklaf, rak tabung, oven, bunsen, sprayer, botol kaca, jarum ose, neraca ukur, pH meter, LAF (Laminar Air Flow), botol film 5 mL, mikroskop, haemocytometer, cover glass, blender, saringan, baskom.

  Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah isolat mikroba BELT 2 , BELT 6 dan MELT 5 , media cair ekstrak limbah kulit pisang steril, media NA (Nutrient Agar), media PDA (Potato Dextrose Agar), alkohol, akuades, nigrosin, spirtus, alummunium foil, wrapping, korek, kertas whattman no. 41, kertas label.

  Metode Penelitian 1. Persiapan Mikroba, Pembuatan Media dan Sterilisasi

  Isolat mikroba yang digunakan berupa bakteri dan kapang yang masing-masing didapatkan dari hasil pra penelitian. Isolat tersebut adalah BELT 2 , BELT 6 dan MELT 5 . Pembuatan media fermentasi dilakukan dengan cara menghaluskan 250 gr kulit pisang dengan air hingga volume 1000 ml sehingga diperoleh perbandingan 1:4, kemudian disaring hingga didapatkan ekstrak berupa substrat cair (Zuhal, 2013).

  Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan alat dan bahan yang diperlukan dimasukan ke o dalam autoklaf dengan pengaturan tekanan sebesar 2 atm, suhu 121 C dengan waktu selama 15-20 menit (Thomas dkk, 2011).

  2. 2 , BELT 6 dan MELT 5 (modifikasi Trismilah dan Pembuatan Starter Isolat BELT Sumaryanto, 2012)

  Starter BELT dibuat dengan cara merontokkan koloni bakteri yang berasal dari stok kultur tunggal pada media NA miring yang telah diinkubasi semalaman dalam suhu ruang dengan media fermentasi sebanyak 10 mL menggunakan jarum ose steril. Inokulum hasil perontokan koloni disuspensikan ke dalam 200 mL media limbah cair kulit pisang dan diinkubasi sampai fase eksponensialnya yaitu 4 jam untuk isolat BELT dan BELT 2 6. Starter MELT dibuat dengan cara merontokkan koloni kapang yang berasal dari stok kultur tunggal pada media PDA miring dan diinkubasi selama 5x24 jam pada suhu ruang dengan media fermentasi sebanyak 10 mL menggunakan fortex. Inokulum hasil perontokan koloni disuspensikan ke dalam 200 mL media limbah cair kulit pisang dan inokulum dihomogenkan menggunakan

  shaker incubator selama ± 5 menit.

  3. Penetapan Kerapatan Sel dan Inokulasi Starter pada Substrat (modifikasi Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995)

  Starter yang telah diinkubasi semalam, dilakukan pengenceran dan pengamatan menggunakan teknik langsung (haemocyt) yang sebelumnya dilakukan pewarnaan mikroba menggunakan nigrosin. Jumlah spora yang teramati kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut. 4 Kepadatan = x fp x̄ kepadatan 5 kotak x 2,5 x 10 9 Inokulum yang berjumlah ≥ 10 diinokulasikan ke dalam limbah cair ekstrak kulit pisang sebanyak 6,5 % dari volume media di dalam botol dan dihomogenkan menggunakan shaker

  

incubator dengan selama 5 menit. Variasi jenis inokulum dilakukan dengan mencampurkan media

  fermentasi dengan starter pada volume berbeda berdasarkan jenis perlakuannya. Kemudian masing- masing inokulum dimasukan ke dalam botol kaca sebanyak 30 mL dan diinkubasi dalam shaker

  incubator selama 7x24 jam.

  4. Penentuan Potensial Listrik, pH dan Biomassa yang Dihasilkan

  Penentuan potensial listrik dilakukan dengan teknik MFC sederhana (Microbial Fuel Cell) yakni mencelupkan elektroda yakni anoda yang berupa lempengan seng (Zn) dan katoda yang berupa lempengan tembaga (Cu). Anoda dan katoda kemudian dihubungkan dengan multimeter untuk mengetahui potensial listrik (volt) yang dihasilkan (modifikasi Kristin, 2012). Penentuan pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi.

  Penentuan biomassa debris dan kapang dilakukan dengan menggunakan teknik filtrasi menggunakan kertas whattman no. 41 yang sebelumnya telah dikeringkan dalam desikator dan ditimbang sebagai berat kering awal. Hasil penyaringan dikeringkan lagi menggunakan oven o bersuhu 50-70 C selama ± 3x24 jam dan ditimbang sebagai berat kering akhir. Perhitungan biomassa adalah selisih dari berat kering akhir dan awal (modifikasi Suryandari, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Hasil beda potensial listrik yang dihasilkan dari perlakuan variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang disajikan pada Gambar 4.1. berikut.

Gambar 4.1. Histogram Beda Potensial Listrik yang Dihasilkan dari Perlakuan Variasi Jenis

  Inokulum pada Media Limbah Kulit Pisang Berdasarkan Gambar 4.1., semua isolat dapat menghasilkan energi listrik pada inkubasi hari ke-7. P1 memiliki rerata voltase tertinggi 0,49 V, hal ini dimungkinkan terjadi bila isolat

  BELT 2 menghasilkan produk metabolit yang mudah terionisasi dari metabolisme jenis bakteri tertentu. Menurut Rabaey dkk (2005), terdapat jenis mikroba yang mengalami proses pemindahan elektron dengan tingkat efisiensi sangat tinggi. Tingginya voltase P1 didukung dengan nilai pH 4,93 yang tergolong asam sehingga memiliki aktivitas redoks yang cukup tinggi. Aktivitas redoks yang tinggi mengindikasikan banyaknya metabolit asam yang dihasilkan. Banyaknya metabolit asam yang dihasilkan disebabkan oleh biomassa sel bakteri yang tumbuh pada media fermentasi.

  Biomassa sel bakteri pada P1 (0,04 gr) < biomassa media kontrol (0,07 gr). Media kontrol yang digunakan adalah media fermentasi steril yang tidak diinokulasikan mikroba. Media kontrol masih mengandung material yang belum terlarut sempurna sehingga menggumpal setelah proses sterilisasi. Biomassa kontrol digunakan sebagai pembanding setiap perlakuan. Maka, biomassa yang didapatkan pada P1 adalah material media tersisa (debris) setelah digunakan oleh bakteri sebagai nutrisi. Kepadatan sel bakteri dapat dihitung secara kualitatif yakni mengurangi biomassa kontrol dengan debris.

  P2 memiliki voltase lebih rendah dari P1 yakni sebesar 0,39 V, ini dapat terjadi karena kultur P2 berbeda jenis dari P1 yakni kultur tunggal BELT sehingga memiliki sistem metabolisme 6 berbeda. Hal ini didukung dengan nilai pH P2 (6,27) > P1 (4,93) sehingga dapat diindikasikan bahwa P2 menghasilkan jenis metabolit asam yang tidak terionisasi sempurna. Tingginya pH P2 berbanding terbalik dengan biomassa debris yang dihasilkan 0,005 gram. Biomassa debris mengindikasikan bahwa kepadatan sel yang dimiliki BELT pada P2 cukup tinggi. 6 Voltase P3 (0,41 V) > P2 (0,39), perbedaan jenis kultur menjadi penyebabnya. P3 merupakan kultur tunggal kapang (MELT 5 ) sehingga metabolismenya akan sangat berbeda dengan isolat bakteri. Perbedaan metabolism dapat dilihat dari nilai pH P3 yaitu 3,01 yang mana tergolong asam kuat. Hal ini terjadi karena kapang memiliki derajat keasaman media yang tinggi sehingga dapat menurunkan pH media dengan baik (Fardiaz, 1989). Rendahnya pH media fermentasi yang ditumbuhi kapang didukung pula dengan pertumbuhannya yang relatif cepat (Scherllart, 1975). Pertumbuhan kapang yang relatif cepat dapat dilihat dari biomassa yang tinggi yaitu 0,12 gram, dan warna media yang lebih cerah daripada perlakuan menggunakan isolat bakteri mengindikasikan bahwa kapang tidak menghasilkan debris. Menurut Siregar (2004), semakin lama waktu fermentasi kapang, maka akan mengakibatkan semakin berkurangnya bahan kering yang terdapat pada media fermentasinya karena terjadi perombakan.

  P4 merupakan variasi jenis inokulum campuran antara isolat BELT 2 dan BELT 6 . Hal ini menyebabkan voltase P4 (0,37) < P1, P2 maupun P3V dengan nilai pH 6,84 yang cukup tinggi. Rendahnya voltase berbanding terbalik dengan biomassa debris yang dihasilkan P4 (0,01). Biomassa yang sangat rendah ini disebabkan karena adanya pendegradasian material media sisa secara optimal oleh kultur campuran dari BELT 2 dan BELT 6 . Hasil pengukuran parameter yang didapatkan dari P4 dimungkinkan karena perbedaan senyawa metabolit dari kedua isolat bakteri sehingga menghasilkan campuran dengan daya ionisasinya lemah, adanya kompetisi untuk mendapatkan nutrisi dan dominasi pertumbuhan salah satu isolat bakteri.

  Inokulum campuran pada P5 melibatkan isolat BELT 2 dan MELT 5 yang kedua berasal dari jenis yang sangat berbeda, yakni bakteri dan kapang. Voltase P5 (0,43 V) yang terbesar kedua setelah P1 dapat disebabkan oleh perbedaan karakter masing-masing isolat. Kultur campuran memungkinkan terjadinya interaksi antarmikroba salah satunya adalah sinergisme (Waluyo, 2007). Interaksi yang terjadi memungkinkan terjadi aktivitas yang tinggi dan dihasilkannya metabolit yang lebih besar sehingga mampu menaikkan voltase. Tingginya voltase P5 didukung oleh nilai pH (2,97) yang sangat rendah. Rendahnya pH terjadi karena sifat kapang yang memiliki daya pengasaman media tinggi, dan dengan pertumbuhan yang relatif cepat dapat menghasilkan biomassa 0,10 gram. Berdasarkan hasil uji kepadatan sel kultur tunggal, MELT memiliki 5 kemampuan mengurai debris lebih besar dari BELT . 2 P6 merupakan inokulum campuran yang melibatkan isolat bakteri BELT dengan isolat 6 kapang MELT dan voltase sebesar 0,40 V. voltase yang cukup besar dapat disebabkan oleh 5 ketepatan simbiosis antarmikroba dalam suatu media fermentasi. Biomassa yang dihasilkan dari perlakuan ini hanya 0,04 gram yang didominasi kapang. Dominasi kapang terlihat dari uji biomassa kultur tunggal MELT5 yang lebih besar dari BELT2 dalam mengurai debris sehingga mengindikasikan bahwa telah terjadi kompetisi antarmikroba dalam mendapatkan nutrisi. Pertumbuhan yang relatif sama cepatnya antara BELT dan MELT didukung oleh nilai pH (5,2) 6 5 yang cukup rendah. P7 adalah jenis inokulum campuran yang melibatkan isolat bakteri BELT 2 , BELT 6 , dan isolat kapang MELT 5 . Percampuran ketiga isolat mikroba ini menghasilkan voltase yang cukup besar yaitu 0,42 mV. Semakin banyak mikroba yang terdapat dalam media fermentasi maka akan semakin tinggi aktivitas dan hasil metabolisme yang dihasilkan (Kristin, 2012). Tingginya voltase P7 berbanding lurus dengan tinggi pH (6,23). Nilai voltase dan pH yang sama tingginya mengindikasikan adanya produk metabolit dengan pH tinggi, tetapi dapat terionisasi dengan mudah. Biomassa P7 sebesar 0,02 gr yang tergolong cukup rendah mengindikasikan adanya kompetisi antarmikroba dalam mendapatkan nutrisi dan juga debris.

  Berdasarkan data voltase dari perlakuan variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang, maka dapat dilakukan analisis ragam anova untuk menguji signifikansinya. Hasil analisis ragam dari variasi jenis inokulum terhadap voltase yang dihasilkan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1. Hasil Analisis Ragam dari Perlakuan Variasi Jenis Inokulum terhadap Beda Potensial Listrik yang Dihasilkan.

  Keterangan : * = berbeda nyata Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata, dimana F hitung > F tabel yakni 3,404 > 2,57 pada tingkat kesalahan 5%. Oleh karena itu, maka variasi jenis inokulum berpengaruh nyata dalam menghasilkan voltase karena terdapat aktivitas sel berbeda berdasarkan perbedaan lingkungan kultur tunggal dan campuran. Menurut Kristin (2012), perbedaan penggunaan kultur tunggal maupun campuran akan menghasilkan perbedaan konsentrasi senyawa metabolit yang dihasilkan sehingga berimbas pada voltase yang dihasilkan.

  Hasil analisis ragam yang berpengaruh nyata, maka perlu dilakukan uji lanjut BNT. Hasil uji BNT dapat disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut.

Tabel 4.2. Uji BNT Perlakuan Variasi Jenis Inokulum terhadap Tegangan Listrik yang Dihasilkan

  Perlakuan Rata-rata selisih energi ± std. deviasi a P4 (BELT 2.6 )

  0,3688 ± 0,06250 a P2 (BELT 6 )

  0,3875 ± 0,01443 a P6 (BELT .MELT ) 0,4000 ± 0,05401 6 5 a

  P3 (MELT 5 ) 0,4062 ± 0,03750 a

  P7 (BELT .MELT ) 0,4188 ± 0,03750 2.6 5 a P5 (BELT 2 .MELT 5 ) 0,4250 ± 0,02887 b P1 (BELT 2 )

  0,4875 ± 0,03227 Keterangan : angka yang diikuti huruf berbeda menunjukan perbedaan yang nyata pada BNT 5% Hasil uji BNT menunjukan bahwa P1 inokulum tunggal BELT 2 menghasilkan beda potensial listrik yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya. Pemberian kultur tunggal akan menyebabkan mikroba dapat memanfaatkan nutrisi yang terdapat pada media fermentasi secara maksimal. Menurut Kurniawan (2011), penambahan inokulum tunggal akan lebih baik dalam suatu media fermentasi karena tidak terjadinya kompetisi dalam memperoleh nutrisi. Terdapat beberapa mikroba yang mempunyai metabolisme dengan redoks tinggi sehingga elektron dan proton dapat dipindahkan langsung melalui reaksi dehidrogenasi NADH. Hal tersebut dapat mempengaruhi voltase yang dihasilkan.

  Pemberian kultur campuran menyebabkan semakin banyak mikroba yang terlibat dalam suatu media fermentasi, sehingga kompetisi mendapatkan nutrisi media akan semakin tinggi. Menurut Setya dan Putra (2010), dalam kondisi tertentu, penggunaan mikroba berbeda dalam satu media fermentasi akan mempengaruhi kondisi lingkungan selama fermentasi akibat dari perbedaan jenis produk metabolit yang dihasilkan masing-masing mikroba.. Menurut Aditiawati dan Kusnadi (2003), penurunan jumlah metabolit yang dihasilkan dapat terjadi karena adanya kompetisi antarmikroba dalam memanfaatkan nutrisi. Beberapa produk yang dihasilkan mampu menghambat reaksi penguraian substrat apabila laju pembentukannya semakin tinggi oleh masing-masing mikroba. Menurut Yuliana (2008), faktor-faktor pertumbuhan memberikan kondisi yang berbeda untuk setiap mikroba pada lingkungan hidupnya sehingga akan mempengaruhi kinetika fermentasi dan perbedaan pola pertumbuhan serta metabolit yang dihasilkan salah satunya adalah perbedaan pH media yang berpengaruh terhadap warna media yang dihasilkan. Berikut adalah warna media yang dihasilkan dari perlakuan ini.

  K P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

Gambar 4.4. Warna Media yang Dihasilkan dari Proses Fermentasi

  Perlakuan Variasi Jenis Warna media yang dihasilkan disesuaikan dengan jenis isolat mikroba yang digunakan.

  Perlakuan P3 dan P5 menghasilkan warna kuning karena melibatkan isolat kapang dalam variasi inokulumnya. Menurut Dewi dan Lestari (2010), terdapat jenis fungi indigenus yang dapat digunakan sebagai agen pendekolorisasi zat warna, namun kemampuan dekolorisasi dengan kecepatan berbeda dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan kapang tersebut.

  KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlakuan variasi jenis inokulum pada media limbah kulit pisang berpengaruh nyata dalam menghasilkan voltase.

  2. 2 adalah perlakuan terbaik yang dapat Jenis inokulum tunggal P1 yakni isolat bakteri BELT menghasilkan voltase paling tinggi yaitu 0,49 V.

DAFTAR PUSTAKA

  Aditiawati, P., & Kusnadi, 2003. Kultur Campuran dan Faktor Lingkungan Mikroorganisme yang Berperan dalam Fermentasi “Tea-Cider”. Proc. ITB Sains & Teknik, Vol. 35 A(2), pp.

  147-162. Dewi, R. S., & Lestari, S., 2010. Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Menggunakan Jamur Indigenous Hasil Isolasi pada Konsentrasi Limbah yang Berbeda. Molekul, Vol. 5(2), pp. 75-82.

  Fardiaz, S.1989. Fisiologi Fermentasi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Isnansetyo, A., & Kurniastuty, 1995. Teknik Kultur Phytoplankton & Zooplankton, Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta : Kanisius. Kristin, E., 2012. Produksi Energi Listrik melalui Microbial Fuel Cells Menggunakan Industri Limbah Tempe. Skripsi. Jakarta : Teknologi Bioproses Universitas Indonesia. Kurniawan, D. 2011. Pemanfaatan Limbah Cair Rumah Tangga sebagai Bahan Bakar Pembangkit

  Biolistrik dalam Sistem MFC. https://www.scribd.com/doc/57428347/, diakses tanggal 31 Oktober 2015. Rabaey, K., Clauwaert, P., Aelterman, P., & Verstraete, W., 2005. Tubular Microbial Fuel Cells for Efficient Electricity Generation. Environ. Sci.Techbol., Vol. 39(3), pp. 8077-8082. Schellart JA. 1975. Fungal Protein from Corn waste Effiuens. Wageningen: Veenman H and BS Zone D. Setya, R. A., & Putra, S. R., 2010. Identifikasi Biohidrogen secara Fermentatif dengan Kultur

  Campuran Menggunakan Glukosa sebagai Substrat. Prosiding Skripsi. Surabaya : FMIPA, Institut Teknolosi Sepuluh Nopember. Sitorus, B., 2010. Diversifikasi Sumber Energi Terbarukan melalui Penggunaan Air Buangan dalam Sel Elektrokimia Berbasis Mikroba. Jurnal ELKHA, Vol. 2(1),10 Maret, pp. 10-15. Suryandari, K. C,. 2010. Uji Efektivitas Asap Cair Tempurung Kelapa terhadap Jamur dari Nira Rusak. Seminar Nasional Pendidikan Biologi. Solo : FKIP UNS. Thomas, M., Mardiah, Mustafa & Santoso, A., 2011. Teknik Isolasi dan Kultur. Universitas Sumatera Utara: Laboratorium Terpadu Program Magister Biomedik, Fakultas Kedokteran .

  Trismilah & Sumaryanto, 2012. Kinetika Pertumbuhan Beberapa Mikroba Penghasil α-Amilase Menggunakan Molase sebagai Sumber Karbon. Thesis. Jakarta : Pascasarjana Ilmu Kefarmasian, Universitas Pancasila.

  Waluyo, L., 2007. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press. Yuliana, N., 2008. Kinetika Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Isolat T5 yang Berasal dari Tempoyak. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, Vol. 13(2), pp. 108-116.

  Zuhal, J. Z. R., 2013. Pengaruh Ekstrak Kacang Hijau sebagai Sumber Nitrogen pada Pembuatan Nata de Banana dari Kulit Pisang. Skripsi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.