BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pengangkutan Hewan Melalui Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan

  atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana (tradisional) sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan pengangkutan, bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang

  12 dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.

  Pengangkutan mempunyai peranan yang luas dan penting bagi pembangunan ekonomi bangsa. Hal ini disebabkan pengangkutan dalam kegiatan perdagangan yang dapat secara langsung mempengaruhi pembangunan ekonomi. Terlebih pada kegiatan perdagangan internasional pengangkutan mutlak adanya karena para pihak yaitu penjual dan pembeli berada pada negara yang berbeda.

  Sehingga secara tidak langsung membutuhkan pengangkutan agar barang yang dijual oleh penjual dapat sampai ke tangan pembeli.

  Kegiatan pengangkutan ini meliputi pengangkutan darat, laut, dan udara. Pengangkutan udara merupakan jenis pengangkutan yang baru muncul pada permulaan abad ke-18. Pengangkutan udara ini muncul karena semakin banyaknya kebutuhan untuk melakukan pengangkutan yang bukan hanya sekedar 12 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal.

  3. antar kota namun juga antar negara. Selain itu diikuti pula adanya kebutuhan- kebutuhan yang mendesak, seperti keamanan (security), kecepatan (speed), dan ketepatan (punctuality). Waktu pengangkutan dan jangkauan pemasaran yang lebih jauh merupakan keunggulan pengangkutan melalui pengangkutan udara.

  Dewasa ini pengangkutan yang lebih diminati oleh masyarakat adalah jenis pengangkutan udara. Walaupun awalnya masih kurang dilirik karena biayanya yang relatif mahal, namun karena dinilai lebih efektif dalam penggunaan waktu, maka jenis pengangkutan ini mulai dijadikan pilihan oleh masyarakat.

  Sehingga segala bentuk kegiatan yang melibatkan dua negara atau lebih tidak menjadi hal yang tabu untuk dilakukan. Hal ini disebabkan dengan menggunakan pesawat udara, jarak yang jauh sekali pun akan terasa singkat.

  Pelaksanaan pengangkutan udara di Indonesia diatur dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam penyelenggaraan penerbangan, Undang-Undang ini bertujuan mewujudkan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat, memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional, membina jiwa kedirgantaraan, menjunjung kedaulatan negara, menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional, menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antarbangsa, serta berasaskan manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian dan keselarasan, kepentingan umum, keterpaduan, tegaknya hukum, kemandirian, anti monopoli dan keterbukaan, berwawasan lingkungan hidup, kedaulatan negara, kebangsaan,

  13 serta kenusantaraan.

  Pengangkutan udara dapat dilakukan atas barang dan atau orang. Suatu golongan istimewa “muatan” yang juga dapat diangkut melalui pengangkutan

  14

  udara adalah hewan hidup. Hewan ini termasuk pada golongan barang khusus yaitu barang yang karena sifat, jenis, dan ukurannya memerlukan penanganan khusus yaitu dapat berupa hewan, ikan, tanaman, buah-buahan, sayur-mayur, daging, peralatan olahraga, dan alat musik. Hewan yang dapat diangkut adalah hewan hidup, burung, mamalia, reptil, ikan, serangga, krustasea dan kerang. Pengaturan mengenai pengangkutan hewan diatur dalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yaitu pada pasal 136,137, 138, dan 139.

  Pengangkutan hewan melalui udara ini tentu memiliki syarat dan prosedur tertentu yang harus dilaksanakan oleh pihak pengangkut agar tidak terjadi dampak buruk terhadap hewan hidup yang diangkut tersebut. Tidak 13 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Alinea 5. 14 E. Suherman, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Udara Indonesia, Eresco, Bandung, 1962, hal. 204.

  hanya pihak pengangkut, namun pihak pengguna jasa angkutan udara ini pun juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu jika ingin melakukan pengangkutan atas hewan. Hal ini dikarenakan banyaknya hama dan penyakit hewan yang dapat menimbulkan kerugian serta mengakibatkan terjangkitnya manusia yang juga memanfaatkan jasa pengangkutan udara pada saat hewan tersebut diangkut.

  Penyelenggaraan pengangkutan hewan dilaksanakan dengan sistem dan teknologi yang maju. Walaupun sudah memiliki sistem dan teknologi yang maju namun dalam pengangkutan hewan sering kali muncul hal-hal yang tidak diinginkan seperti kemungkinan terdapat kelalaian dari pihak pengangkut (human

  error) yang dapat menyebabkan kematian dari hewan-hewan yang diangkut

  tersebut. Terjadinya human error ini jelas sekali akan menimbulkan berbagai masalah terutama dalam hal tanggung jawab.

  Persoalan pokok dalam hukum udara adalah persolan tanggung jawab pengangkut udara. Dalam menjalankan usahanya pengangkut udara mungkin menimbulkan kerugian-kerugian baik dengan sengaja atau tidak, mungkin bahkan tanpa ada kesalahan-kesalahan apapun padanya dan kerugian-kerugian itu dapat timbul karena suatu kejadian yang menyebabkan seorang tewas atau luka-luka, atau benda-benda mengalami kerusakan atau muatan pesawat terbang rusak,

  15 hilang atau terlambat tibanya. 15 E. Suherman, Op.Cit, hal. 15. Salah satu contoh peristiwa yang pernah terjadi yang disebabkan oleh

  human error yang menyebabkan kematian terhadap hewan hidup yang diangkut

  adalah tewasnya seekor harimau sumatera yang berangkat dari Banda Aceh menuju Surabaya melalui Medan. Harimau itu ditemukan mati dengan ada memar

  16

  di pipi kanan, hidung, dan mata, sedangkan mulut mengeluarkan darah. Tidak tertutup kemungkinan bahwa akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sekalipun sudah memiliki sistem dan teknologi yang sudah maju.

  Persoalan tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan penerbangan selaku pengangkut dalam hal pengangkutan hewan tidak terlepas dari perjanjian yang dibuat sebelumnya dengan pihak pengguna jasa angkutan. Dalam perjanjian tersebut dimuat ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak. Seperti kita ketahui apabila pihak pengguna jasa tidak memenuhi kewajibannya maka pihak pengangkut tidak akan memberikan hak pihak pengguna jasa. Begitu juga sebaliknya jika pengangkut tidak memenuhi kewajiban maka pihak pengguna jasa tidak akan memberikan hak pihak pengangkut.

  Pasal 1313 BW memberikan rumusan tentang “kontrak atau perjanjian” adalah “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

  lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Subekti

  memberikan definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji pada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan 16

  http://nasional.news.viva.co.id/news/read/356667-garuda-pastikan-harimau-mati-di- pesawat diakses pada tanggal 4 November 2013. sesuatu hal. Sedangkan KRMT Tirtodiningrat memberikan definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh

  17 undang-undang.

  Dalam praktik istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. Banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disingkat BW) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel Kedua Tentang “Perikatan-Perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa aslinya (bahasa Belanda), yaitu: “Van verbintenissen die uit

  contract of overeenkomst geboren worden”. Pengertian ini juga didukung

  pendapat banyak sarjana, antara lain: Jacob Hans Niewenhuis, Hofmann, J/ Satrio, Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Mariam Darus Badrulzaman, Purwahid Patrik, dan Tirtodiningat yang menggunakan istilah kontrak dan

  18 perjanjian dalam pengertian yang sama.

  Hanya saja dewasa ini dengan memakai istilah “Hukum Kontrak” ada konotasi sebagai berikut:

  1. Hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang 17 perjanjian-perjanjian tertulis semata-mata. Sehingga orang sering

  Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta, Kencana, 2013, hal. 15-16. 18 Ibid, hal. 13.

  menanyakan “mana kontraknya” diartikan bahwa yang ditanyakan adalah kontrak yang tertulis;

  2. Hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian-perjanjian dalam dunia bisnis semata-mata;

  3. Hukum kontrak semata-mata dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian-perjanjian internasional, multinasional atau perjanjian dengan perusahaan-perusahaan multinasional;

  4. Hukum kontrak semata-mata dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian-perjanjian yang prestasinya dilakukan oleh kedua belah pihak. Jadi akan janggal jika digunakan istilah kontrak untuk “Kontrak

  19 Hibah”, “Kontrak Warisan” dan sebagainya.

  Dalam penyelengaaraan pengangkutan udara, kontrak yang digunakan adalah kontrak baku. Segala persyaratan yang dibuat dalam kontrak pengangkutan barang ditentukan oleh pihak perusahaan itu sendiri sehingga persoalan terkait tanggung jawab apabila terjadi human error dalam pengangkutan barang tidak terlepas dari ketentuan kontrak baku tersebut.

  Oleh karena itu, maka untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab pengangkut dapat dilihat dari kontrak baku tersebut sehingga tidak menutup kemungkinan kontrak baku tersebut terkadang terlalu memihak pada perusahaan pengangkut yang membuatnya. 19 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung, PT.

  Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 2-3.

  Memang ada fenomena bahwa hukum kontrak dianggap sebagai “keranjang sampah” (catch all). Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain. Yang dimaksud dengan fenomena hukum kontrak sebagai keranjang sampah adalah bahwa banyak hal tentang dan sekitar kontrak tidak diatur baik dalam undang-undang ataupun dalam yurisprudensi. Kalaupun diatur, tidak selamanya bersifat hukum memaksa, dalam arti para pihak dapat mengenyampingkannya dengan aturan yang dibuatnya sendiri oleh para pihak.

  Pengaturannya sendiri oleh para pihak ini dituangkan dalam kontrak tersebut berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Pengaturan sendiri dalam kontrak tersebut sama kekuatannya dengan ketentuan dari undang-undang. Lihat Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Para pihak dapat mengatur apap pun dalam kontrak tersebut (catch all), sebatas yang tidak dilarang oleh undang-undang, yurisprudensi atau kepatutan. Jadi kontrak tersebut akhirnya memang

  20 berkedudukan seperti keranjang sampah saja.

  Salah satu maskapai penerbangan yang memberikan layanan pengangkutan terhadap hewan adalah PT. Garuda Indonesia. PT. Garuda Indonesia adalah badan usaha milik negara yang bergerak di bidang transportasi angkutan udara. Pengangkutan hewan ini masuk pada kategori Live Animal (AVI) yaitu pengangkutan terhadap hewan-hewan hidup yang dikirim melalui pesawat udara seperti anak ayam, kuda, kambing, ikan, dan lain-lain. 20 Ibid, hal. 3.

  Human error yang terjadi pada saat pengangkutan hewan ini pun bisa saja

  terjadi pada PT. Garuda Indonesia. Terdapatnya kelalaian pihak pengangkut pada saat pelaksanaan pengangkutan yang menyebabkan hewan yang diangkut terluka, tewas, bahkan membahayakan manusia yang juga sedang diangkut melalui pengangkutan udara tersebut.

  Selain persoalan human error yang berujung pada pertanggungjawaban PT Garuda Indonesia sebagai pihak pengangkut, terdapat hal lain yang perlu diperhatikan yaitu ditemukannya kendala maupun hambatan selama proses penyelenggaraan pengangkutan hewan yang harus dihadapi oleh pihak pengangkut. Hal ini patut dipertimbangkan juga karena seperti telah diuraikan diatas bahwa pengangkutan hewan cukup beresiko karena hewan yang dapat membawa hama maupun penyakit yang dapat merugikan dan membahayakan pihak lainnya.

  PT. Garuda Indonesia yang merupakan salah satu penerbangan terbaik di Indonesia juga memiliki kontrak baku sendiri, yang memuat hak dan kewajiban para pihak yaitu PT Garuda Indonesia dan pihak pengguna jasa angkutan. Karena tanggung jawab timbul dari kontrak yang telah dibuat maka jika terjadi kesalahan PT Garuda Indonesia yang menyebabkan kerugian pihak pengguna jasa angkutan pada saat penyelenggaraan pengangkutan hewan melalui udara, maka PT. Garuda Indonesia ini harus bertanggung jawab terhadap kerugian tersebut sesuai dengan isi kontrak tersebut.

  Dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas penulis merasa masih banyak yang perlu digali dari proses penyelenggaraan pengangkutan hewan melalui udara ini terlebih masalah tanggung jawab pada PT. Garuda Indonesia. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi mengenai pengangkutan hewan melalui udara ini sehingga penulis mengangkat judul skripsi

  “TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PENGANGKUTAN HEWAN MELALUI PESAWAT UDARA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN (Studi Pada PT. Garuda Indonesia)”

  B. Perumusan Masalah

  Adapun rumusan masalah yang akan penulis uraikan adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pengangkutan hewan melalui udara antara PT. Garuda Indonesia dengan pemilik hewan?

  2. Bagaimanakah kendala atau hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengangkutan hewan melalui udara oleh PT. Garuda Indonesia?

  3. Bagaimanakah tanggung jawab PT. Garuda Indonesia dalam pengangkutan hewan?

  C. Tujuan Penelitian

  Suatu penulisan skripsi perlu memiliki suatu tujuan sehingga dapat memberikan arah dan jawaban atas permasalahan yang ada. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

  1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pengangkutan hewan melalui udara antara PT. Garuda Indonesia dengan pemilik hewan.

  2. Untuk mengetahui kendala atau hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengangkutan hewan melalui udara oleh PT. Garuda Indonesia.

  3. Untuk mengetahui tanggung jawab PT. Garuda Indonesia dalam pengangkutan hewan.

D. Manfaat Penelitian

  Dalam penulisan skripsi ini penulis mengharapkan agar terwujudnya manfaat dan kegunaan yaitu sebagai berikut :

  1. Manfaat Teoritis

  a. Untuk menambah pengetahuan penulis mengenai hak dan kewajiban dalam perjanjian pengangkutan hewan serta kendala maupun hambatan dalam penyelenggaraan pengangkutan hewan melalui udara.

  b. Untuk dapat mengetahui tanggung jawab pihak pengangkut dalam pengangkutan hewan melalui udara.

  2. Manfaat Praktis a. Memberikan sumbangan pemikiran pada semua pihak terkait dalam menangani masalah pertanggungjawaban pihak pengangkut dalam pengangkutan hewan.

  b. Memberikan informasi agar dapat dilakukan penanganan apabila muncul persoalan yang sama nantinya.

E. Metode Penelitian

  1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada PT. Garuda Indonesia cabang Medan.

  2. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum

  21

  normatif-empiris. Penelitian hukum empiris terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektivitas hukum. Penelitian ini dilakukan untuk memperolah data primer dengan melakukan wawancara dengan pihak PT. Garuda Indonesia cabang Medan. Sedangkan penelitian hukum normatif terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan pustaka atau data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur dan 21 peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan skripsi ini.

  Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 41-42.

  22 Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

  a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukun yang mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Bahan dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku, seperti KUHPerdata (BW) dan KUHD (WvK).

  b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, misalnya Rancangan Undang-Undang (RUU), Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), hasil penelitian (hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya.

  c. Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamus-kamus (hukum), ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir.

3. Teknik Pengumpulan Data

  a. Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu studi dokumen dengan mengumpulkan dan mempelajari buku-buku hukum, literatur, tulisan- tulisan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bacaan lainnya yang 22 berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

  Ibid, hal. 113-114. b. Studi Lapangan (Field Research) yaitu studi yang langsung dilakukan di lapangan. Data yang diperoleh adalah berasal dari proses wawancara yang dilakukan langsung kepada PT. Garuda Indonesia cabang Medan.

4. Analisis Data

  Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi yang kemudian disusun dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit dan membuat kesimpulan sehingga dapat diperoleh gambaran yang berkaitan dengan skripsi ini. Dalam hal ini adalah hasil wawancara dengan pihak PT. Garuda Indonesia.

F. Keaslian Penulisan

  Keaslian penulisan skripsi ini merupakan hasil pemikiran dari penulis yang berasal dari bahan-bahan yang berkaitan dengan judul skripsi ini ditambah dengan proses wawancara terhadap pihak PT. Garuda Indonesia.

  Bahwa skripsi dengan judul

  “TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PENGANGKUTAN HEWAN MELALUI PESAWAT UDARA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN (Studi Pada PT. Garuda Indonesia)” telah diperiksa melalui penelusuran Perpustakaan Universitas

  Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atau Pusat Dokumentasi dan

  Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum pernah ditulis oleh siapapun di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

  Adapun judul skripsi yang telah ada di Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atau Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara adalah Nama : Ismi B. Lestari Harahap NIM : 060200117 Judul : Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap Penumpang

  Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan (studi pada PT. Garuda Indonesia)

  Dengan perumusan masalah sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah tinjauan terhadap pengangkutan udara di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan dan tanggung jawab hukum pengangkut?

  2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap penumpang menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan?

  3. Bagaimanakah tanggung jawab PT. Garuda Indonesia sebagai salah satu perusahaan pengangkutan udara terhadap resiko yang mengakibatkan kerugian bagi penumpang? Data yang digunakan guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, baik itu media cetak ataupun pengumpulan informasi melalui internet. Maka apabila di kemudian hari terdapat judul dan objek pembahasan yang sama sebelum tulisan ini dibuat maka penulis siap untuk mempertanggung jawabkannya.

G. Sistematika Penulisan

  Dalam penulisan skripsi ini tentu perlu adanya sistematika agar skripsi ini mudah untuk dipahami oleh pembacanya. Skripsi ini terbagi atas lima bab yang pembagiannya sebagai berikut :

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan

  penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.

  BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN UDARA Bab ini menjelaskan mengenai pengertian hukum pengangkutan

  udara, perjanjian pengangkutan menurut hukum udara, pihak-pihak dalam pengangkutan udara, serta hak dan kewajiban para pihak dalam pengangkutan udara.

  BAB III PENGATURAN DAN MEKANISME PENGANGKUTAN ATAS HEWAN MELALUI UDARA Bab ini menguraikan tentang pengaturan pengangkutan hewan

  melalui udara, mekanisme dan persyaratan pengangkutan hewan melalui udara, serta pengawasan pelaksanaan pengangkutan hewan melalui udara.

  BAB IV TANGGUNG JAWAB DALAM PENGANGKUTAN HEWAN MELALUI UDARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 OLEH PT. GARUDA INDONESIA Bab ini berisikan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian

  pengangkutan hewan melalui udara antara PT. Garuda Indonesia dengan pemilik hewan, kendala atau hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengangkutan hewan melalui udara oleh PT. Garuda Indonesia, dan tanggung jawab pihak PT. Garuda Indonesia dalam pengangkutan hewan.

  BAB V PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini yang berisikan

  kesimpulan yang dapat diambil dari perumusan masalah skripsi ini dan saran terhadap masalah tersebut.

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab PT. Eric Dirgantara Tour & Travel Terhadap Penumpang Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

1 75 113

Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Orang Dan Barang Dalam Pengangkutan Udara Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2009

3 143 98

Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap Penumpang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

3 100 84

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Eksistensi Konvensi Internasional Tentang Terorisme Ditinjau Dari Hukum Pidana Nasional

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Agen Asuransi Dalam Penyampaian Informasi Produk Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Hukum Keselamatan Penerbangan Pesawat Udara (Studi Kasus Bandara Internasional Kuala Namu)

0 8 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN UDARA A. Pengertian Hukum Pengangkutan Udara - Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pengangkutan Hewan Melalui Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

0 0 31