BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Agen Asuransi Dalam Penyampaian Informasi Produk Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekat kehidupan manusia di dunia selalu dihadapkan pada peristiwa yang

  tidak pasti. Peristiwa ketidakpastian itu dapat mengakibatkan keuntungan atau kerugian. Kerugian sebagai akibat dari hilangnya jiwa tidak dapat dinilai dengan uang karena manusia hidup itu mempunyai kemampuan untuk menghasilkan. Besarnya kerugian tersebut akan berpengaruh pada berkurangnya atau lenyapnya nilai ekonomis hidupnya.

  Salah satu cara manusia untuk mengalihkan resikonya sendiri adalah dengan melakukan perjanjian pengalihan resiko dengan pihak lain. Perjanjian sejenis ini disebut asuransi atau pertanggungan, karena asuransi adalah perjanjian antara penanggung dan tertanggung yang mewajibkan tertanggung membayar sejumlah premi untuk memberikan penggantian atas risiko kerugian, kerusakan, kematian, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi atas peristiwa

  

  yang tak terduga. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa segala kerugian yang mungkin timbul di masa yang akan datang dipindahkan kepada penanggung.

  Industri asuransi merupakan sarana pengerahan dan pemupukan dana masyarakat, disamping berperan sebagai sarana perlindungan terhadap resiko.

  Artinya, asuransi merupakan salah satu lembaga keuangan yang patut diperhitungkan terutama dukungan investasi dalam pembiayaan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 1 Asuransi (diakses tanggal 20 Juni 2014).

  Perusahaan asuransi memiliki karakteristik tersendiri karena produk yang dijual disini adalah tidak nyata karena tidak dapat dilihat dan disentuh. Tidak seperti produk lain, produk asuransi hanya dapat dirasakan manfaatnya karena produk yang dijual pada asuransi sebenarnya adalah tanggung jawab itu dari pihak penanggung dalam memberikan penggantian atas kerugian yang diterima oleh pihak tertanggung terhadap obyek asuransi.

  Perkembangan asuransi di Indonesia sudah mulai mendapatkan perhatian serius dari masyarakat. Industri ini bahkan banyak diminati oleh penanggung asing. Keadaan inilah yang mengharuskan perusahaan-perusahaan lokal untuk meningkatkan penjualan jasa asuransinya agar dapat tumbuh, bertahan dan berkembang seiring banyaknya perusahaan asing yang masuk. Untuk itu, penanggung nasional harus mengantisipasi arus globalisasi tersebut dengan tidak menggantungkan diri dengan cara yang lampau,kegiatan perusahaan harus dilakukan tepat pada sasarannya.

  Peningkatan efisiensi dan menekan biaya yang bertujuan sebagai kebutuhan utama menyebabkan industri asuransi perlu memperbaiki sistem dan prosedur yang selama ini dianut. Bila diperlukan harus dilakukan secara menyeluruh dan menyentuh, tidak saja segi-segi underwriting dan akseptasi karena hal ini

  

  bertujuan untuk mengurangi adanya klaim. Disamping itu, seiring tumbuh dan berkembangnya teknologi dan informasi, pengembangan produk dan program asuransi harus dapat memenuhi kebutuhan pasar.

2 Peluang Bisnis di Indonesia, http:// www.hukumonline.com /peluang bisnis di Indonesia.htm. (Diakses tanggal 20 Juni 2014).

  Asuransi merupakan bisnis yang mempertaruhkan kredibilitas suatu perusahaan, kepercayaan masyarakat khususnya nasabah adalah yang utama, karena tanpa kepercayaan, industri ini akan mati secara perlahan-lahan,maka suatu perusahaan wajiblah bertanggungjawab penuh terhadap nasabah .

  Untuk menjaga kepercayaan tersebut dibutuhkan kerjasama serta itikad yang baik dari pihak penanggung maupun pihak tertanggung untuk dapat melaksanakan perjanjian asuransi seperti yang telah tercantum dalam polis. Penanggung dalam membangun jalur pemasaran yang menjadi penghubung antara penanggung dan tertanggung, memerlukan agen yang berfungsi menjadi basis pemasaran produk dari penanggung tersebut. Agen berperan penting sebagai jembatan komunikasi antara penanggung dan tertanggung.

  Agen melakukan kegiatan memasarkan produk asuransi untuk memasarkan produk asuransi agen harus memahami tentang produk dan manfaat dari produk tersebut. Pengetahuan dan itikad baik dari seorang agen menjadi penting karena agen bekerja sebagai basis pemasaran penanggung, sehingga jika terjadi suatu evenemen pada tertanggung, penanggung akan bertanggungjawab dengan membayar uang pertanggungan sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya. Terjadinya ketidakbenaran dalam penyampaian informasi produk akan berdampak pada klaim tertanggung yang ditujukan pada penanggung.

  Alasan batalnya pertanggungan, dapat menjadi alasan bagi penanggung untuk menghindar dari tanggung jawab membayar ganti kerugian pada tertanggung, yang pada prakteknya kewajiban tersebut dialihkan oleh penanggung pada agen asuransi yang melakukan kesalahan tersebut. Tentu saja hal ini akan merugikan tertanggung karena penanggung seolah-olah lepas dari tanggung jawabnya dengan dalih kesalahan dari agen karena pada dasarnya agen bekerja dibawah pengawasan dari penanggung berdasarkan surat perjanjian kerja yang telah disepakati. Kenyataan seperti ini akan sangat mengecewakan, terutama bagi tertanggung yang jujur yang berharap akan mendapatkan ganti kerugian dari resiko yang diterimanya.

  Suatu kegiatan asuransi dapat kita simpulkan sesuai fungsinya bahwa pihak agen asuransi diibaratkan sebagai pelaku usaha dan nasabah diibaratkan sebagai konsumen. Kenyataan bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan satu sama lain adalah benar adanya karena agen asuransi memerlukan nasabah di dalam mata pencahariannya, begitu pula konsumen sebagai nasabah memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha/agen asuransi guna memenuhi keperluannya karena apabila nasabah tidak bertemu dengan agen asuransi, sangatlah sulit nasabah tersebut untuk menentukan kebutuhan manakah yang sangat dibutuhkannya pada saat ini dan bagaimana cara mendapatkan polis asuransi tersebut. Di dalam kenyataanya, seringkali konsumen dirugikan oleh pelaku usaha yang tidak jujur dan suka memanfaatkan keadaan pihak konsumen yang apabila ditinjau dari aspek hukum merupakan tindak pelanggaran hukum.

  Hal ini mengakibatkan pihak nasabah membayar sejumlah uang namun hal tersebut ternyata di dalam kenyataanya sangat tidak ada manfaatnya bagi nasabah itu sendiri. Di sisi lain, karena ketidaktahuan, ketidaksadaran konsumen akan haknya sebagai konsumen, maka konsumen menjadi korban dari pelaku usaha yang culas. Guna melindungi dan menumbuhkembangkan kesadaran konsumen akan hak-haknya, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat dengan UUPK) sebagai payung hukum perlindungan konsumen di Indonesia.

  Pasal 1 ayat (2) UUPK menjelaskan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga,orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

  Pernyataan tidak untuk diperdagangkan yang dinyatakan dalam definisi konsumen ini ternyata memang dibuat sejalan dengan pengertian pelaku usaha yang diberikan oleh UUPK pada Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

  Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya produsen pabrikan yang menghasilkan barang dan/atau jasa yang tunduk pada UUPK. Para rekanan termasuk para agen, distributor, serta jaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan pemasaran barang dan/atau jasa kepada masyarakat luas

   selaku pemakai atau pengguna barang dan/atau jasa pun tunduk pada UUPK.

  Pasal 1 ayat (1) UUPK menyatakan bahwa yang dimaksud perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dari pasal ini tampak jelas bahwa konsumen butuh perlindungan hukum karena di dalam posisinya yang rentan dalam gangguan pelaku usaha yang nakal dan juga tidak bertanggungjawab atas 3 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen (Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 5. barang yang dijualnya seperti salah satu contohnya memberikan ekspektasi yang terlalu tinggi namun jauh dari kenyataan.

  Perlindungan konsumen sangatlah penting karena konsumen berada dalam posisi yang lemah, akibat adanya kesenjangan antara konsumen dengan pelaku usaha yaitu kesenjangan pengetahuan dan informasi, sehingga perlu dilindungi berbagai haknya. Dalam dunia usaha, penyampaian pesan dari produsen kepada konsumen disebut dengan promosi. Menurut UUPK, promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa,untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.

  Informasi yang disampaikan pelaku usaha kepada konsumen atas barang dan/atau jasa yang ditawarkan harus lengkap, benar, jelas dan jujur.

  1. Lengkap dalam arti, jangan ada informasi yang sengaja disembunyikan, sehingga konsumen di kemudian hari tidak dirugikan atas barang dan/atau jasa yang dikonsumsi.

  2. Benar, dalam arti yang berkaitan dengan bahan baku, bahan penolong, komposisi, kadaluarsa, kemanjuran/khasiat, kehalalan, isi atau syarat-syarat dalam perjanjian dan sebagainya.

  3. Jelas, dalam arti pemaparan atau pengungkapannya,tidak boleh menimbulkan arti ganda yang dapat menyesatkan konsumen.

  4. Jujur, dalam arti informasi disampaikan harus dilakukan/dibuat oleh orang yang jujur beritikad baik.

  Penyampaian informasi yang lengkap, benar, jelas dan jujur adalah merupakan salah satu kewajiban pelaku usaha, sebaliknya kewajiban pelaku usaha tersebut merupakan hak konsumen. Kenyataannya, masih sering dijumpai penyampaian informasi produk yang dilakukan oleh agen asuransi yang merugikan konsumen. Kondisi ini tentu saja sangat merugikan bagi konsumen karena telah dibohongi dengan penyampaian informasi produk yang ditawarkan oleh agen asuransi menyebabkan suatu pemikiran bahwa masyarakat perlu mendapatkan perlindungan hukum dari penyampaian informasi produk yang dilakukan oleh agen asuransi yang bersifat menyesatkan.

  Era baru perlindungan konsumen di Indonesia ditandai dengan disahkannya UUPK. Undang-undang ini menempatkan perlindungan konsumen ke dalam suatu koridor sistem hukum perlindungan konsumen yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Badan Pembinaan Hukum Nasional bermaksud mengadakan kegiatan kompilasi terhadap perlindungan konsumen terutama dalam kaitannya dengan kegiatan penyampaian inforamsi produk oleh agen asuransi.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian diatas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas didalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah aspek hukum perlindungan konsumen dalam kegiatan asuransi? 2.

  Bagaimanakah kedudukan agen asuransi dalam industri asuransi? 3. Bagaimanakah pertanggungjawaban agen asuransi dalam penyampaian informasi produk ditinjau dari UU No.8 Tahun 1999?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Tujuan utama dalam pembahasan skripsi yang berjudul “Pertanggungjawaban Agen Asuransi Dalam Penyampaian Produk Ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen“ adalah sebagai pemenuhan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

  Selain itu, penulisan pembahasan skripsi ini juga bertujuan, antara lain: 1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang menjadi aspek hukum perlindungan konsumen di dalam kegiatan asuransi

  2. Untuk memahami secara jelas bagaimana kedudukan agen asuransi di dalam industri asuransi

  3. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban agen asuransi di dalam penyampaian informasi produk ditinjau dari UUPK Adapun manfaat yang ingin dicapai dan diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

  1. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan di bidang perlindungan konsumen, khususnya berkaitan dengan pertanggungjawaban agen asuransi dalam penyampaian informasi produk.Selain itu,hasil pemikiran ini juga akan dapat menambah khasanah kepustakaan di bidang perlindungan konsumen pada umumnya, dan agen asuransi pada khususnya

  2. Secara praktis, pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan di dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan hukum yang baik terhadap konsumen yang berkaitan dengan agen asuransi dalam penyampaian informasi produk, juga bagi produsen, serta masyarakat umum mengenai berbagai problema praktis yang dihadapi dalam menegakkan hak dari konsumen dalam memperoleh informasi produk, terutama penyampaian informasi produk oleh agen asuransi sebagai landasan operasional bagi instansi yang terkait dalam menanggulangi hambatan- hambatan dalam penerapan peraturan perlindungan konsumen pada umumnya, hak konsumen atas penyampaian informasi produk yang benar oleh agen asuransi pada khususnya.

D. Keaslian Penulisan

  Penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide, gagasan, maupun pemikiran secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun gagasan yang timbul karena melihat keadaan yang berkembang mengenai pertanggungjawaban agen asuransi dalam penyampaian produk ditinjau dari UUPK dengan semakin berkembangnya asuransi. Artinya tulisan ini bukanlah merupakan hasil ciptaan ataupun karya orang lain yang diambil secara utuh. Oleh karena itu, keaslian dari penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat dan kutipan dari penulisan ini, hal tersebut merupakan semata-mata adalah sebagai faktor pendorong dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan penulisan ini, karena hal ini memang sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan tulisan ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

  Permasalahan yang sering timbul dalam masyarakat Indonesia adalah bagaimana sebuah asuransi menindaklanjuti klaim-klaim yang timbul atas pertanggungan yang diperjanjikan di polis antara penanggung dan tertanggung, sehingga memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat tentang tanggung

   jawab dari perusahaan perusahaan asuransi yang ada di Indonesia saat ini.

  Kehadiran agen asuransi untuk dapat membantu masyarakat dalam hal ini disebut tertanggung dalam masalah penyelesaian klaim asuransi maupun

  

  penutupan asuransi. Agen asuransi adalah suatu badan hukum yang dibentuk dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan suatu badan yang dapat membantu mereka dalam membeli produk asuransi dan mendampingi pada saat terjadi klaim, dengan kondisi masyarakat tertanggung sangat awam dengan persyaratan polis asuransi dan disisi lain pihak perusahaan asuransi sangatlah paham sehingga pemerintah merasa perlu untuk membentuk agen asuransi melalui peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (selanjutnya disingkat dengan UUUP) yang bertujuan melindungi kepentingan masyarakat luas.

  Fungsi dan peranan agen asuransi di belahan dunia lain sudah sangat berkembang dan hampir seluruh transaksi asuransi melalui agen asuransi. Oleh sebab itulah mengapa agen asuransi dinyatakan suatu elemen yang penting di dalam suatu industri asuransi. Agen asuransi dibentuk dalam badan hukum dan 4 Azwar dan Azrul., Pengantar Administrasi Kesehatan (Jakarta : Bina Rupa Aksara, 1999), hlm. 32. 5 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Ketentuan Tentang Pialang Asuransi, Pasal 1 ayat (8). harus memiliki ijin dari Departemen Keuangan dengan persyaratan cukup ketat dan diatur secara jelas dalam UUUP.

  Memasuki era industrialisasi ini berbagai hal perlu mendapat perhatian yang lebih serius lagi dimulai dari penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas, penguasaan ilmu dan teknologi untuk mengantisipasi tuntutan akan barang dan/atau jasa yang berkualitas, banyak terjadi persaingan yang lebih ketat baik terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai akibat dari globalisasi dan perdagangan bebas. Sementara dibalik itu, kedudukan konsumen masih lemah.

  Pembangunan yang dilakukan membawa akibat sampingan yang kompleks yang memerlukan penanganan yang serius, khususnya masalah di dalam perlindungan konsumen. Kebutuhan hukum dan perkembangan kesadaran hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara senantiasa berkembang (dinamis) sejalan dengan perkembangan pembangunan di dalam segala bidang. Kondisi seperti ini mengakibatkan pembinaan hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum yang sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan di dalam segala bidang sehingga tercapai ketertiban, keadilan dan kepastian hukum yang mengarahkan kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

  Kenyataan menunjukkan, beragam faktor penting yang menunjukkan lemahnya kedudukan konsumen. Menurut hasil penelitian Badan dan Pembinaan

   Hukum Nasional (BPHN), faktor-faktor yang melemahkan konsumen adalah : 1.

  Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya 6 Badan Hukum Pembinaan Hukum Nasional, Laporan Akhir Penelitian Perlindungan Konsumen Atas Kelalaian Produsen (Jakarta: BPHN, 2005), hlm. 70.

  2. Belum terkondisinya masyarakat konsumen karena sebagai masyarakat belum tahu akan hak-hak dan kemana haknya disalurkan jika mendapatkan kesulitan atau kekurangan dari standar barang dan/atau jasa yang sewajarnya.

  3. Belum terkondisinya masyarakat konsumen menjadi masyarakat yang mempunyai kemauan menuntut hak-haknya

4. Proses peradilan yang ruwet dan waktu yang berkepanjangan 5.

  Posisi konsumen yang lemah.

  Hukum perlindungan konsumen tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu sistem tetapi harus terintegrasi juga kedalam suatu sistem perekonomian, yang di dalamnya terlibat juga pelaku usaha. Sistem perekonomian yang semakin kompleks berdampak pada perubahan konstruksi hukum dalam hubungan antara produsen dan konsumen. Perubahan konstruksi hukum diawali dengan perubahan paradigma hubungan antara konsumen dan produsen. Hubungan yang semula dibangun diatas prinsip caveat emptor (yang menekankan konsumen haruslah berhati-hati dalam melakukan transaksi dengan produsen) berubah menjadi prinsip caveat venditor (yang menekankan kesadaran produsen untuk melindungi konsumen). Ketidakseimbangan posisi ini sangat perlu dikompensasi dengan berbagai upaya, baik melalui gerakan perlindungan konsumen, perangkat kelembagaan, dan hukum maupun berbagai upaya lain agar konsumen bisa mengkonsumsi barang dan/atau jasa, khususnya pangan yang diinginkan secara aman.

  Pemerintah wajib memikirkan berbagai kewajiban yang arahnya adalah untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen dalam upaya untuk melindungi konsumen dari situasi tersebut. Penjabaran mengenai hak-hak konsumen melalui undang-undang khususnya di Indonesia merupakan bagian dari implementasi sebagai suatu negara kesejahteraan, karena Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya di samping sebagai konstitusi politik juga disebut sebagai konstitusi ekonomi yaitu konstitusi yang mengandung ide negara kesejahteraan yang tumbuh berkembang karena pengaruh sosialisme sejak abad ke-19.

  Perlindungan hukum terhadap konsumen yang diberikan oleh negara haruslah segera dapat diimplementasikan dalam kerangka kehidupan ekonomi.

  Hal ini penting mengingat bahwa perlindungan konsumen haruslah menjadi salah satu perhatian yang utama karena berkaitan erat dengan kesehatan dan keselamatan masyarakat sebagai konsumen.

F. Metode Penelitian

  Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

  1. Spesifikasi penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yang berarti salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial untuk eksplorasi dan klasifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji dengan yang tertulis di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

  Sedangkan materi penelitian ini adalah berdasarkan data sekunder dan data primer.

  Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk meneliti penerapan ketentuan – ketentuan perundang-undangan (hukum positif) dalam bidang perlindungan konsumen. Dengan demikian penelitian yang dilakukan merupakan penelitian hukum yuridis yaitu suatu penelitian dengan mengambil kerangka penelitian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang kemudian hasilnya akan dipaparkan dalam bentuk deskripsi berupa pemaparan hal-hal yang ditemukan dalam penelitian tersebut.

  2. Data penelitian Penelitian data dalam skripsi ini berasal dari : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :

  1) Norma dan kaidah dasar, yaitu Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945,

  2) Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 b.

  Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : buku-buku, hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan sebagainya.

  c.

  Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup : 1)

  Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder 2)

  Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.

  3. Teknik pengumpulan data Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dan penelusuran kepustakaan yang merupakan teknik pengumpulan data dalam bentuk sekunder.

  4. Analisis data Analisis data yang dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin dan pasal-pasal di dalam undang-undang terpenting yang relevan dengan permasalahan. Membuat sistematika dari data- data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula, selanjutnya semua data diseleksi, diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

G. Sistematika Penulisan

  Penulisan penelitian ini secara garis besar terdiri dari 5 bab dan sub-sub bab yang diuraikan sebagai berikut :

  Bab I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan secara umum mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan objek penelitian mulai latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab II ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KEGIATAN ASURANSI Bab ini akan membahas mengenai segala hal tentang usaha perasuransian, dan hubungannya dengan perlindungan konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan juga peran serta pemerintah di dalam usaha perasuransian ini yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Asuransi.

  Bab III KEDUDUKAN AGEN ASURANSI DALAM INDUSTRI ASURANSI Bab ini akan membahas mengenai kedudukan agen asuransi di dalam industri asuransi, yang mana akan membahas secara lengkap mengenai pengertian agen asuransi dan apa saja yang akan menjadi tugas dan kewenangan agen asuransi tersebut di dalam menjalankan tugasnya.

  Bab IV PERTANGGUNGJAWABAN AGEN ASURANSI DALAM PENYAMPAIAN INFORMASI PRODUK DITINJAU DARI UU NO.8/1999 Bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban agen asuransi tersebut di dalam penyampaian informasi produk yang akan ditinjau berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen. Di dalam bab ini akan dijabarkan juga mengenai transparansi dalam hal penyampaian produk dan apa saja yang akan menjadi tanggungjawab agen asuransi tersebut dalam mempertanggungjawabkan produk yang akan ditawarkannya.

  Bab V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan ditarik suatu kesimpulan setelah dilakukan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, untuk kemudian diberikan saran-saran yang diharapkan dapat lebih membangun.

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Agen Asuransi Dalam Penyampaian Informasi Produk Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

7 93 117

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 53 70

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Wanprestasi Dalam Kredit Tanpa Agunan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 9 74

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-Undang Pemerintah Daerah Yang berlaku Di Indonesia

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Melalui Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard) Ditinjau Dari UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

0 0 17

BAB II ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN KEGIATAN ASURANSI A. Usaha Perasuransian - Pertanggungjawaban Agen Asuransi Dalam Penyampaian Informasi Produk Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 28