BAB I PENDAHULUAN - Aspek Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Obat Keras Di Pasaran (Studi pada BPOM Medan)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal terpenting yang diperlukan oleh tubuh manusia. Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan merupakan suatu

  usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik. Di dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauanya sangat luas dan kompleks. Selain itu, masyarakat Indonesia mempunyai tujuan untuk membangun manusia seutuhnya, yakni terpenuhinya seluruh kebutuhan bangsa Indonesia, baik kebutuhan jasmani, dan rohani termasuk kesehatan. Untuk mencapai tujuan itu, maka segala kegiatan pembangunan yang dilakukan Negara ini harus trasparan, dan transparansi itu akan memacu setiap orang untuk bersaing secara sehat dan kuat dan akan memberikan begitu banyak tantangan, tantangan bagi konsumen, produsen/pengusaha ataupun sebagai pemerintah.

  Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang selanjutnya disebut UU Kesehatan, pengertian kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yangmemungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan pengertian kesehatan menurut Wikipedia adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

   

  WHO juga mempunyai pengertian tentang kesehatan yaitu sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan danbukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.

  Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia, menurut perkembangan hukum internasional hak asasi manusia, pemenuhan kebutuhan hak atas kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam setiap negara. Maka dari itu Pemerintah setiap negara berkewajiban memberikan hak kesehatan kepada rakyatnya seperti yang dijelaskan pada Pasal 14-20 UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Hal ini dikarenakan kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu disebabkan karena obat digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan.

  Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan. Dewasa ini meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mendorong masyarakat menuntut pelayanan kesehatan termasuk pelayanan obat yang semakin berkualitas dan profesional. Kegiatan penelitian dan pengembangan yang lebih mandiri diharapkan terus ditingkatkan untuk menghasikan obat-obatan lokal yang lebih murah dan tersedia bagi semua kalangan.

   

  Penyediaan obat-obatan dari impor yang tinggi karena pada kenyataannya perlakuan pemerintah terhadap obat hampir sama terhadap barang mewah dengan adanya pajak pertambahan nilai 10%, bea masuk dan tarif 5%. Hal ini membuat obat-obatan sangat mahal ketika masyarakat golongan miskin membutuhkannya.

  Selain harga, permasalahan lainnya adalah ketersediaan obat relatif terbatas. Memang menjadi sehat dan tetap sehat adalah harapan kita bersama. Namun tidak selamanya harapan itu sesuai dengan kenyataan.

  Berbagai aktivitas yang tinggi seiring dengan gaya hidup yang cenderung menyukai hal yang instan, misalnya mengkonsumsi makanan siap saji, dan berbagai pencemaran baik udara, tanah, air dan suara memicu turunnya kesehatan kita. Bila sudah dalam kondisi yang tidak sehat tidak ada pilihan lain selain melakukan pengobatan. Sayangnya berbagai jenis pengobatan tidak selamanya bersifat menyembuhkan, bahkan tidak jarang bila menggunakan obat-obatan yang tidak sesuai justru akan menimbulkan penyakit yang baru. Karena hal tersebut di atas dan karena sangat pentingnya fungsi obat, banyak masyarakat yang menyalahgunakan. Salah satu contohnya banyak masyarakat yang dengan sengaja mengedarkan obat-obatan tanpa mendapatkan izin dari Kepala BPOM.

  Karena obat-obatan yang tanpa dilengkapi izin dari Kepala BPOM mudah di dapat dan harganya jauh lebih ekonomis dibanding obat-obatan legal yang telah mendapat izin edar dari Kepala BPOM. Keuntungan yang diperoleh oleh penjual juga tidak sedikit. Keuntungan yang menggiurkan tersebutlah yang membuat semakin banyak masyarakat yang berminat menjadi penjual obat-obatan illegal

    yang komposisinya bisa berdampak keras dan tidak tidak terdaftar pada BPOM. Masyarakat yang tak tahupun menjadi korbanya. Padahal belum tentu obat yang diedarkan itu benar dan tepat komposisinya. Dengan dipalsukan, biaya pengobatan dapat ditekan karena bahan aktif bisa saja dikurangi atau tidak semestinya takarannya. Jelas ini sangat berbahaya bagi pasien atau pengguna obat merek tertentu.

  Untuk menjamin komposisi obat yang benar dan tepat, maka industri farmasi harus melakukan seluruh aspek rangkaian kegiatan produksinya dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Obat tradisional yang Baik (CPOTB). CPOB dan CPOTB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tercapai.

  Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk diperhatikan yaitu :

  1. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

  2. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan, dan personalia.

  3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat.

   

  Zaman sekarang ini marak terjadinya peredaran obat illegal yang salah satunya contohnya yaitu peredaran obat yang belum mendapatkan izin edar dan berefek keras. Maraknya peredaran obat illegal di Indonesia membuktikan masih lemahnya pertahanan Indonesia dari serbuan hal-hal yang membahayakan masyarakat. Membiarkan beredarnya obat illegal atau tidak terdaftar pada BPOM sama saja dengan membiarkan masyarakat menghadapi berbagai risiko buruk, membiarkan kejahatan berkembang di masyarakat, dan merendahkan kepercayaan, martabat, serta harga diri bangsa di mata dunia internasional.

  Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai elemen yang satu dengan yang lainnya, yaitu antara konsumen, pengusaha dan pemerintah karena ketiganya mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kesehatan dalam masyarakat.

  Perkembangan perlindungan konsumen dimulai dari bangkitnya perekonomian dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat sebagai konsumen yang perlu dilindungi hak-haknya. Konsumen adalah pendukung utama lancarnya lalu lintas perdagangan barang dan jasa, namun konsumen seringkali justru berada di pihak yang lemah, mengakibatkan kedudukan konsumen terhadap pelaku usaha menjadi tidak seimbang. Konsumen tidak lagi sebagai subjek, konsumen dijadikan objek bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha.

   

  Menurut Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999, yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, sedangkan yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

  Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

  Menurut N.H.T. Siahaan (2005: 11), ada beberapa hal yang patut dicermati dalam kasus-kasus perlindungan konsumen :

1. Perbuatan pelaku usaha, baik disengaja maupun karena kelalaian dan mengabaikan etika bisnis, ternyata berdampak serius dan meluas.

  Akibatnya kerugian yang diderita konsumen yang bersifat missal (massive effect) karena menimpa apa saja dan siapa saja.

  2. Dampak yang timbulkan juga bersifat seketika (rapidy effect). Sebagai contoh, konsumen yang dirugikan (dari mengkonsumsi produk) bisa pingsan, sakit atau bahkan meninggal dunia. Ada juga efek yang ditimbulkannya baru terasa beberapa waktu kemudian (hidden effect). Contoh yang paling nyata dari dampak ini adalah maraknya penggunaan bahan pengewet dan pewarna makanan dalam sejumlah produk yang biasa mengakibatkan sakit kanker dikemudian hari.

   

  3. Kalangan yang menjadi korban adalah masyarakat bawah. Karena tidak punya pilihan lain, masyarakat ini terpaksa mengkonsumsi barang/jasa yang hanya semampunya di dapat, dengan standar kualitas dan keamanan yang sangat minim. Kondisi ini menyebabkan diri mereka selalu dekat dengan bahaya-bahaya yang bisa mengancam kesehatan dan keselamatan

  1 dirinya kapan saja.

  Dilihat dari kasus-kasus di atas maka dari itu masyarakat dihimbau harus lebih berhati-hati dalam penggunaan terhadap barang-barang yang berhubungan dengan kesehatan, karena sudah bayak contoh yang dapat dilihat, agar tidak terulang kejadian yang sama masyarakat dan pemerintah harus lebih berhati-hati dan saling memperhatikan satu sama lain karena merupakan pengguna atau disebut sebagai konsumen.

  Dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen salah satu larangan bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah : a.

  Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dari ketentuan perundang-undangan.

  b.

  Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.

  c.

  Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.

  d.

  Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/jasa tersebut.

                                                               Happy Susanto “Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan ”, Jakarta, Transmedia Pustaka, 2008, hal. 16-17.

     

    e.

  Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

  f.

  Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi barang dan/atau jasa tersebut.

  g.

  Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. Jangka waktu penggunaan/pemanfaatanya yang paling baik adalah terjemahan dari kata “best before” yang biasanya digunakan dalam label produk makanan.

  h.

  Tak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana dinyatakan “halal” yang dicantumkan dalam label. i.

  Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama, dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat. j.

  Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. k.

  Memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi yang lengkap. l.

  Memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap.

  2                                                              Abdul R Saliman, dkk, “Hukum Bisnis Untuk Perusahaan“, Jakarta, Pranada Media Grup, 2005, hal. 225-226.

    Pada dasarnya undang-undang ini dibuat untuk melindungi masyarakat dari segala dampak buruk dalam hal kesehatan terutama dalam memilih dan mengkonsumsi obat, namun sering sekali masyarakat atau konsumen tidak memperhatikan hal tersebut. Sehingga membuat diri mereka sendiri celaka dan dirugikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu ada baiknya masyarakat harus lebih peka dalam memperhatikan dan menggunakan segala hal-hal yang menyangkut tentang kesehatan, agar mereka sendiri dapat menjamin dan memproleh kesehatan itu secara baik.

  Oleh sebab itu, demi mewujudkan masyarakat yang sehat dan terhindar dari segala macam kelalain dari dampak-dampak penggunaan obat-obatan yang berkomposisi keras dan tidak terdaftar pada BPOM, maka penulis mencoba untuk meneliti dan memebahas lebih dalam lagi tentang unsur-unsur obat-obatan keras tersebut yang pada kenyataanya banyak beredar di masyarakat dan tidak diperhatikan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam hal tersebut, termasuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat yang terancam kesehatannya atas penggunaan obat tersebut dan memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam mewaspadai, menyadari juga melawan bahaya dalam penggunaan obat-obat tersebut.

B. Permasalahan

  Berdasarkan judul skripsi ini yaitu mengenai “Aspek Perlindungan Konsumen terhadap Peredaran Obat Keras di Pasaran”, maka perlu dikaji permasalahan yang ada dalam judul skripsi ini. Permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :

   

C. Tujuan Penulisan

    1.

  Bagaimana kriteria obat yang dapat didaftarkan pada BPOM? 2. Bagaimana fungsi BPOM dalam perlindungan hukum konsumen? 3. Bagaimana perlindungan konsumen terhadap pemakaian obat keras? 4. Upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan konsumen akibat dari kerugian dalam penggunaan obat keras tersebut?

  Adapun tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut : 1.

  Untuk mengetahui sejauhmana peran BPOM dalam menentukan kriteria obat yang beredar di masyarakat.

  2. Untuk mengetahui sejauhmana peran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Dalam Melindungi Masyarakat.

  3. Untuk mengetahui akibat dari penggunaan obat keras di masyarakat yang beredar di pasaran khususnya di Sumatera Utara.

  4. Untuk mengetahui akibat hukum yang dapat terjadi apabila adanya pelanggaran atas peraturan yang berlaku.

D. Manfaat Penulisan

  Manfaat penulisan yang dapat dikutip dari skripsi ini antara lain adalah : 1. Manfaat Teoritis a.

  Menambah perkembangan pengetahuan mengenai wawasan hukum di bidang perlindungan konsumen.

  b.

  Memberi tambahan pengetahuan mengenai perkembangan obat keras dan undang-undang yang mengaturnya.

2. Manfaat Praktis a.

  Sebagai masukan bagi masyarakat luas yang menjadi korban untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan dari penggunaan obat-obatan keras di pasaran yang tidak jelas asal-muasalnya.

  b.

  Sebagai masukan terhadap pemerintah, para pembuat undang-undang untuk lebih peka dan peduli terhadap kesehatan khususnya terhadap peredaran obat keras yang berkembang saat ini di masyarakat.

E. Keaslian Penulisan

  Perlindungan Hukum Konsumen terhadap Aspek Perlindungan Konsumen terhadap Peredaran Obat Keras di Pasaran sengaja diangkat penulis sebagai judul skripsi ini, karena telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tema di atas didasarkan pada ide, gagasan, pemikiran, refrensi, buku-buku dan pandangan pihak-pihak lain terhadap obat-obat keras tersebut. Judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Hal ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan pada kepustakaan keperdataan khususnya perdata BW (Burgerlijk Wetboek), sehingga dikatakan bahwa isi penulisan ini adalah asli.

  Sepengetahuan penulis, skripsi ini belum pernah ada yang membuat. Kalaupun ada, penulis yakin bawasanya substansi pembahasannya adalah berbeda. Sebagai contoh skripsi yaitu :

   

  1. Freddy Evenggelista/020200088, Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Obat-obatan yang beredar di Masyarakat yang Belum Terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 2. Syerli Puspita Indah Sari/070200003, Perlindungan Hukum Konsumen

  Terhadap Beredarnya Obat Tradisional Impor yang Tidak Mencantumkan Label Berbahasa Indonesia pada Kemasannya.

  3. Daulat Sianturi/070200093, Fungsi dan Peranan Lembaga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam Perlindungan Konsumen terhadap Makanan yang mengandung zat berbahaya.

  4. Mey Oncy Hutasoit/070200155, Penerapan Ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Terhadap Pelaku Pengedaran Obat-obatan Palsu sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Konsumen (Studi Putusan No. 45 /Pid./2010/Jkt.Ut)

  Dengan demikian maka keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Metode Penulisan 1.

  Spesifikasi Penelitian a.

  Jenis Penelitian Penulisan skripsi ini dilakukan penulis dengan menggunakan penelitian hukum normatif yaitu meneliti dengan menggunakan bahan-bahan kepustakaan atau data skunder.

    b.

  Sifat Penelitian Penelitian bersifat deskriktif yaitu penelitian dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan untuk mendapatkan informasi untuk mendukung teori yang telah ada.

  c.

  Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris yaitu cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data skunder terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.

2. Sumber Data a.

  Data Skunder Data skunder dalam penelitian ini didapatkan melalui penelusuran kepustakaan (library research) untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum skunder, serta bahan hukum tertier. Bahan hukum primer adalah peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang Obat Keras St. No. 419 tanggal 22 Desember 1949, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.3.1950 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan. Bahan hukum skunder adalah buku-buku yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer. Bahan hukum tertier adalah kamus yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia.

    b.

  Data Primer Data primer ini diperoleh melalui hasil penelitian di lapangan dan akan dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan Kepala Sertifikasi dan Layanan Konsumen Badan pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) Kota Medan, Ibu Neni serta dengan Ibu Pangabean, yang bekerja sebagai Pegawai Tata Usaha di Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).

  3. Teknik Pengumpulan Data Penulisan skripsi ini menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu penelitian melalui kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan skripsi ini yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang ada. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden yaitu Kepala Sertifikasi dan Layanan Konsumen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ibu Neni dan Bagian Tata Usaha BPOM yaitu Ibu Panggabean.

  4. Analisis Data Dalam penyusunan skripsi ini data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitas yaitu apa yang dinyatakan oleh reponden secara lisan, digambarkan dan selanjutnya dianalisa.

   

G. Sistematika Penulisan

  Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami maknanya dan memperoleh manfaatnya. Adapun materi pembahasan dalam skripsi ini secara keseluruhan dapat diuraikan dalam 5 bab yang terperinci sebagai berikut :

  BAB I : Pendahuluan merupakan pengantar yang berisi uraian mengenai Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. BAB II : Bab ini berisi mengenai uraian tentang hukum di Indonesia yang mengatur tentang obat dan konsumen yang pembahasannya meliputi : Pengertian Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen, Latar Belakang Lahirnya Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban Konsumen, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen, Perlindungan Konsumen Terhadap Pemakaian Obat Keras.

  BAB III : Penerapan menegenai sejarah dan pengawasan terhadap obat dan makanan di Indonesia terkhusus di Sumatera Utara, yang terdiri dari : Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan, Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan, Peranan Badan Pengawas Obat dan Makanan melalui Kebijakan Obat Nasional, Pengawasan Terhadap Peredaran Obat di Sumatera Utara.

  BAB IV : Bab ini membahas tentang kriteria Obat yang dapat didaftarkan pada BPOM, pihak yang berwenang, berperan untuk melindungi konsumen akibat dari penggunaan Obat keras. BAB V : Merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian dan pembahasan.