BAB I PENDAHULUAN - Organisasi Perempuan (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Pembahasan mengenai perempuan dalam kehidupan masyarakat tak akan lepas dari posisi perempuan yang lebih tertinggal dari pada laki-laki di sektor publik. Posisi perempuan yang kebanyakan di dalam berbagai elemen masyarakat selalu dinomorduakan bahkan hanya sebagai pelengkap saja. Peristiwa ini di dukung oleh budaya patriarkhi yang memposisikan kaum laki-laki sebagai pelaku utama dalam masyarakat yang memiliki kekuasaan. Menurut Murniati (2004: 80- 81), patriarkhi dapat didefinisikan suatu sistem yang bercirikan laki-laki (ayah). Dalam sistem ini, laki-laki yang berkuasa untuk menentukan. Sistem ini dianggap wajar sebab disejajarkan dengan pembagian kerja berdasarkan seks. Laki-laki lah yang pantas menduduki posisi-posisi penting di publik. Hal ini menyebabkan kaum perempuan mengalami subordinasi oleh laki-laki dan membuat perempuan tidak mandiri dalam melakukan sebuah pekerjaan yang hanya dipandang sebagai pelengkap kaum laki-laki.

  Kegiatan yang dilakukan oleh perempuan hanya sebatas ruang domestik dan laki-laki di ruang publik merupakan sebuah kontruksi yang dibuat oleh masyarakat. Perempuan dianggap pantas di domestik karena perempuan mengalami proses alam yaitu mengandung anak, melahirkan anak dan menyusui serta menjaga anak yang semuanya dilakukan di rumah (domestik). Perempuan hanya dianggap mampu mengurusi rumah tangga namun tidak seperti laki-laki yang mampu mencari nafkah (publik) dan bertanggungjawab atas segala urusan dalam keluarga bahkan dalam pengambilan keputusan. Realitas yang terjadi di banyak kebudayaan membuat laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan secara struktural. Mitos yang diturunkan dari generasi ke generasi, bahwa laki-laki itu agresif dan perempuan pasif, telah mendorong pemerkosaan dalam keluarga (Muniarti, 2004:200). Hal ini membuktikan bahwa perempuan tidak dapat mengembangkan dirinya seperti laki-laki dan menuntut adanya jenis kelamin yang lebih unggul. Kaum laki-laki sebagai penguasa terhadap perempuan yang lebih memiliki peran penting dalam menangani urusan rumah tangga dan masyarakat.

  Kondisi yang terjadi menjadi suatu pandangan yang dilakukan terus menerus oleh masyarakat terhadap peran perempuan dan laki-laki. Kemudian timbul prespektif terhadap perempuan mengenai peran, fungsi dan kedudukan yang selalu dinomorduakan setelah laki-laki. Dan di dalam masyarakat pun timbul

  

streotipe bahwa perempuan adalah kaum yang lemah dan laki-laki sebagai kaum

  yang kuat karena mampu melakukan kegiatan di publik yaitu mencari nafkah dan memiliki kekuasaan untuk menentukan berbagai hal seperti reproduksi, seksualitas, pembagian peran (kerja) serta perempuan masih menggantungkan hidupnya di tangan laki-laki. Muniarti (2004:200) juga mengatakan, suami yang karena situasi tertentu terpaksa tidak mampu menghidupi keluarganya dan dalam kontruksi masyarakat laki-laki yang berumah tangga yang pengangguran dianggap cacat, istrinya yang bekerja dan menjadi tiang keluarga, maka anak-anak tidak cukup nyaman dengan situasi ini, bersama-sama ibunya memandang rendah ayahnya.

  Permasalahan yang terjadi mengenai hubungan perempuan dan laki-laki tak lepas dari konsep gender yang mempengaruhinya. Sejarah perbedaan gender (gender difference) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap manjadi ketentutan Tuhan seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat

  

  laki-laki dan kodrat perempuan. Konsep gender yang di implementasikan di masyarakat cenderung menghasilkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik laki-laki dan perempuan menjadi

   korban dari sistem tersebut.

  Ketidakadilan gender yang terjadi di masyarakat berdampak negatif bagi laki-laki dan perempuan, namun yang lebih tidak diuntungkan ialah posisi perempuan. Ketidakadilan gender dimana perempuan sebagai korban dari kontruksi sosial budaya masyarakat yaitu pertama, marginalisasi perempuan dimana proses ini mengakibatkan kemiskinan. Marginalisasi terhadap perempuan 1 sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota

  Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 9

  

  keluarga yang laki-laki dan perempuan. Marginalisasi diperkuat oleh sistem adat istiadat dan agama, misalnya perempuan tidak sama perolehan hak waris dibandingkan laki-laki.

  Kedua, Subordinasi yang terjadi terhadap perempuan menjelaskan bahwa perempuan irrasional sehingga perempuan tidak bisa memimpin, dan

  

  memposisikan perempuan ke dalam posisi yang tidak penting. Ketiga, streotipe terhadap perempuan yang menjelaskan bahwa perempuan (istri) hidup bertugas menjadi pelayan bagi laki-laki, maka yang dipahami dalam masyarakat pendidikan bagi kaum perempuan dinomorduakan. Keempat, kekerasan terhadap perempuan berbagai macam terjadi salah satunya ialah pemerkosaan. Pemerkosaan yang terjadi bukan semata-mata laki-laki yang salah, namun presepsi yang terjadi peristiwa ini muncul dikarenakan perempuan yang membuat laki-laki tergoda untuk melakukan tindakan tersebut. Menurut berita online

  

RRI.co.id pada tanggal 10 Desember 2014 , setiap hari terjadi 35 kasus kekerasan

  terhadap perempuan di Indonesia yang artinya perempuan Indonesia masih mengalami tindak kekerasan.

  Kelima, beban kerja terhadap perempuan tejadi di kalangan perempuan miskin. Perempuan miskin harus menghidupkan keluarganya dengan bekerja dan 3 juga harus berkegiatan di domestik. 4 Ibid., hal. 15 Pelabelan atau penandaan terhadap suau kelompok tertentu yang biasanya menimbulkan 5 ketidakadilan terhadap kelompok tersebut.

  RRI.co.id, “Setiap Hari Terjadi 35 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Di Indonesia”,

  Ketika ketidakadilan gender terjadi, khususnya kaum perempuan membuat suatu gerakan yang disebut dengan Feminisme. Gerakan-gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan ini mucul dalam perjalanan yang panjang. Feminisme lahir dimulai dari pemaparan tentang bagaimana masyarakat memandang tentang perempuan hingga muunculnya kesadaran dari sekelompok orang mengenai ketidakadilan terhadap perempuan di dalam cara pandang masyarakat tersebut Awalnya, gerakan ini membahas mengenai pola relasi antara laki-laki dengan perempuan dalam masyarakat, bagaimana status, hak dan kedudukan perempuan dalam sektor domestik dan publik. Dalam perkembangannya, feminisme tidak memiliki standarisasi mengenai aplikasi gagasannya, karena perbedaan sosio-kultural dalam tingkat kesadaran, presepsi dan tindakan oleh feminis itu sendiri. Namun, harus ada definisi yang jelas untuk pemahaman mengenai gerakan ini. Definisi yang luas itu menurut Kamla Bashin dan Nighat Said Khan, dua feminis Asia Selatan (Muslikhati, 2004:18), yaitu suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan (diskriminasi) terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.

  Feminisme menyuarakan bahwa hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan seimbang dimana peran laki-laki dan perempuan dapat dipertukarkan satu sama lain. Hal ini yang mendorong kaum perempuan untuk ikut dalam pembangunan di dalam masyarakat dengan mengeluarkan potensi diri yang dimiliki. Kaum perempuan tidak hanya melakukan kegiatan di domestik namun perempuan dapat dan mampu bersaing dengan kaum laki-laki di publik dengan kemampuan perempuan itu sendiri. Ide-ide feminisme menjadi isu global semenjak PBB mencanangkan dasawarsa I untuk perempuan pada tahun 1975- 1985 (Muslikhati, 2004: 42). Dengan berjalannya waktu yang panjang, feminisme memberikan hal yang positif terhadap perempuan dan ketika perempuan paham akan kondisi yang melanda perempuan, perempuan tersebut sadar dan bangkit untuk keluar dari kondisi yang menjerat perempuan.

  Perempuan mulai masuk ke dunia publik, meskipun kuantitasnya tidak sebanding dengan laki-laki. Perempuan mulai memberikan perubahan yang jelas untuk masyarakat bahkan untuk kaumnya sendiri. Di Indonesia telah diatur undang-undang yang melindungi perempuan bahkan untuk memberikan kontribusinya untuk masyarakat, setiap partai politik harus memiliki 30% keterwakilan perempuan di ranah legislatif meskipun masih belum maksimal dalam penerapannya, hal ini diterangkan dalam berita online beritasatu.com pada

  

  tanggal 16 September 2014 tentang kuota 30 % keterwakilan perempuan di perlmen gagal tercapai. Namun, hal ini merukan satu langkah untuk memajukan kaum perempuan di Indonesia.

  Kegiatan publik yang dilakukan di masyarakat lainnya ialah organisasi. Pada hakikatnya manusia membutuhkan manusia lain untuk mempermudah memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan bersama dengan membentuk sebuah kelompok yang dinamakan organisasi. Dengan demikian, yang dimaksud dengan 6 organisasi adalah wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang

  Beritasatu.com, “ Kuota 30 % Keterwakilan Perempuan Di Parlemen Gagal Tercapai”,

  

  sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sediri-sendiri. Di Indonesia, organisasi menjadi alat perjuangan sebelum kemerdekaan dilihat dari dibentuknya organisasi Boedi Oetomo yang berisikan pelajar dan mahasiswa untuk memperjuangkan kemerdekaan dari penjajah. Setelah itu, banyak bermunculan organisasi-organisasi yang memiliki landasan yang berbeda-beda, bahkan bermunculan organisasi perempuan yang ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan.

  Keterlibatan perempuan dalam organisasi kian hari kian meningkat intensitasnya. Organisasi yang bersifat formal muncul pada tahun 1912 yang bernama Poetri Mardika di Jakarta yang sebelumnya merupakan divisi perempuan dari organisasi Boedi Oetomo. Organisasi ini berdiri untuk memperjuangkan pendidikan untuk perempuan, mendorong perempuan agar tampil di depan umum, membuang rasa takut dan mengangkat perempuan ke kedudukan yang sama

  

  seperti laki-laki. Organisasi ini berdiri membuktikan bahwa perempuan telah masuk ke dalam dunia organisasi. Namun, masuknya perempuan di dalamnya tidak jauh berbeda dengan kondisi perempuan di dalam masyarakat. Perempuan dalam organisasi masih tidak mendapatkan posisi penting dengan kata lain posisi sebagai ketua dalam organisasi, perempuan hanya di tempatkan pada bagian yang berhubungan kembali dengan rumah tangga yakni permasalahan administrasi dan 7 keuangan.

  Veithzal Rivai, Deddy Mulyadi, Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Rajawali 8 Press, 2013), hal. 169-170 Dra Mazdalifah, M.Si., “Perempuan Dan Organisasi”, (akses 18 Agustus

  Perempuan dalam organisasi masih sering dianggap sebagai pelengkap, yang tanpa disadari hal ini terjadi dan dibentuk oleh perempuan itu sendiri yang masih menganggap dirinya tidak mampu bersaing dengan laki-laki dan hanya mengambil posisi yang sama seperti di dalam rumah tangga. Perempuan yang ikut berorganisasi sadar akan perlunya perempuan mengembangkan potensi diri di ruang publik bahkan dalam pembangunan. Dalam organisasi, dominasi laki-laki terlihat jelas dari hal struktural, hal ini membuat berbagai organisasi membentuk lembaga otonom yang menaungi perempuan dalam wadah yang khusus. Salah satu organisasi yang memiliki lembaga otonom tersebut ialah Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah organisasi masyarakat Islam yang didirikan oleh Muhammad Darwis dan kemudian dikenal oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan

   manusia dalam segala aspek.

  Lembaga otonom yang dimiliki Muhammadiyah untuk menaungi kegiatan perempuan ialah Aisyiyah. Aisyiyah didirikan di Yogyakarta pada tanggal 19 Mei 1917 oleh K.H Ahmad Dahlan. Gerakan pemberantasan kebodohan yang menjadi salah satu pilar perjuangan Aisyiyah dicanangkan dengan mengadakan pemberantasan buta huruf pertama kali, baik buta huruf arab maupun latin pada tahun 1923. Dalam kegiatan ini para peserta yang terdiri dari para gadis dan ibu- ibu rumah tangga belajar bersama dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan

  

  peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia publik . Dalam Aisyiyah, perempuan diberdayakan untuk kemajuan potensi diri perempuan itu sendiri, dan juga perempuan memilki peran dalam pembangunan di Indonesia. Aisyiyah memiliki usaha-usaha amal untuk kemajuan masyarakat luas dengan memberikan wadah bagi perempuan untuk berkegiatan dalam dunia publik.

  Islam yang berkemajuan sebagaimana terlihat dari penafsiran Muhammadiyah-Aisyiyah terhadap ayat Al-Qur’an yang tidak membedakan jenis kelamin dalam hal berdakwah, menjadi karakter gerakan Muhammadiyah-

11 Aisyiyah . Muhammadiyah menyuarakan pendidikan melalui Aisyiyah dalam

  melakukan gerakan-gerakan pembaharuan untuk kemajuan khususnya para perempuan Indonesia. Gerakan organisasi Aisyiyah terlihat jelas berkembang dan memberikan manfaat di masyarakat dari waktu ke waktu bagi peningkatan dan kemajuan perempuan. Aisyiyah memiliki amal usaha yang bergerak diberbagai bidang yaitu pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat.

  Dalam hal pergerakan kebangsaan, Aisyiyah turut memperkrasai terbentuknya organisasi wanita pada tahun 1928. Badan Federasi ini diberi nama Kongres Perempuan Indonesia yang sekarang menjadi KOWANI (Kongres

12 Wanita Indonesia). Aisyiyah dan organisasi perempuan lainnya bekerjasama

  10 11 (akses 01 Oktober 2014) http://aisyiyahsumut.com/sejarah-aisyiyah/ (akses 01 Oktober 2014) membebaskan masyarakat Indonesia khususnya perempuan dari penjajahan dan kebodohan.

  Aisyiyah memiliki susunan organisasi yang terdiri dari Ranting, Cabang, Daerah, Wilayah dan Pusat yang tertuang dalam Anggaran Dasar Aisyiyah pasal 10 ayat 1 (satu). Susunan organisasi ini untuk mempermudah pergerakan Aisyiyah kepada masyarakat dan sebagai bentuk tertib administrasi organisatoris. Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan. Cabang ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat. Daerah ialah kesatuan cabang dalam satu Kota atau Kabupaten. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi. Pusat ialah

   kesatuan Wilayah dalam Negara.

  Di Wilayah Sumatera Utara sendiri memiliki 23 daerah yang salah satunya daerah Kota Medan. Aisyiyah daerah Kota Medan memiliki 28 cabang yang di dalamnya terdapat 119 ranting. Struktur Pimpinan Organisasi Aisyiyah yang dijelaskan pada Anggaran Dasar Aisyiyah pasal 12 ialah Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting. Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi Organisasi yang memimpin organisasi secara keseluruhan. Untuk melihat pergerakan perempuan di Aisyiyah, penulis memilih Aisyiyah di Kota Medan untuk memperjelas penelitian yang akan dilakukan. Banyak organisasi perempuan yang telah muncul di Indonesia bahkan masih kokoh berdiri di Indonesia, organisasi perempuan diantaranya merupakan organisasi otonom yang dimiliki organisasi induknya, penulis tertarik dengan Aisyiyah karena organisasi otonom yang dimiliki Muhammadiyah merupakan organisasi perempuan yang berlandaskan suatu agama yakni Islam. Dalam perkembangannya, isu perempuan masih menjadi topik yang hangat untuk dibahas dalam masyarakat termasuk dibahas melalui perspektif agama. Hal inilah yang menjadi sebuah ketertarikan penulis terhadap organisasi perempuan yang bergerak melalui persepktif agama dan Aisyiyah dalam perkembangannya memiliki peranan penting tehadap kemajuan perempuan Indonesia dari sebelum kemerdekaan dan sampai hari kini.

  Penulis ingin melihat peran perempuan dalam organisasi perempuan dan organisasi perempuan ini sebagai dapur untuk mengembangkan potensi diri bahwa perempuan yang tergabung di dalamnya dapat tumbuh dan mampu bersaing kemampuan dengan laki-laki di bidang publik yang lebih luas.

  Kesadaran perempuan atas kondisi yang terjadi terhadap perempuan menjadi pondasi awal perempuan untuk melakukan perubahan. Organisasi perempuan menjadi sarana perempuan melakukan pematangan potensi diri dan nantinya melakukan gerakan-gerakan perubahan. Proses yang dilakukan oleh organisasi perempuan ini dikenal dengan proses pemberdayaan.

1.2 Tinjauan Pustaka Perempuan Dalam Agama Dan Negara

  Pembahasan mengenai perempuan selalu menjadi perdebatan yang panas di masyarakat. Topik pembahasan tentang perempuan selalu ada kaitannya dengan nomor dua setelah laki-laki ternyata memiliki sejarah yang panjang. Dalam hal ini, agama salah satu faktor yang mempengaruhi sejarah perempuan dalam masyarakat. Kedudukan perempuan sebelum datangnya Islam sangatlah rendah dan hina. Bagi mereka, perempuan adalah pangkal keburukan dan sumber bencana.

  Dalam tradisi Hindu, perempuan dilihat sebagai pembawa keberuntungan

  

  karena mereka haid, menjadi istri dan melahirkan anak agi bangsa India, dalam aturan Manu, perempuan diposisikan hanya sebagai pelayan bagi suami dan ayahnya. Perempuan tidak memiliki kebebasan untuk menggunakan hartanya, bahkan mereka tidak berhak memiliki, sebab semua yang dimilikinya kembali kepada suami, atau ayahnya atau anak laki-lakinya. Kesetiaan istri kepada suaminya ditunjukkan dengan istri megikuti suaminya yang meninggal dunia

  

  dengan membakar diri atau dikubur hidup-hidup. Tradisi Buddha menganggap perempuan sebagai makhluk kotor yang suka menggoda laki-laki. Laki-laki dianggap makhluk suci yang tidak memiliki kesalahan meskipun mereka masuk ke dalam godaan perempuan. Perempuan tidak bisa menjadi dewa, seluruh dewa dalam tradisi Buddha harus laki-laki. Hal ini mengartikan bahwa perempuan tidak bisa diselamatkan. Kedudukan perempuan bagi bangsa Yunani dan Romawi ialah perempuan tidak memiliki hak untuk memiliki dan menggunakan harta. Dia tidak

   berhak memerintah atau melarang, mewarisi, memiliki, dan menggunakan harta.

14 Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan Dalam Timbangan Islam (Jakarta :

  15 Gema Insani Press, 2004), hal. 22 Ibid., hal 23

  Kaum yahudi beranggapan bahwa perempuan adalah pelayan, bahkan ayahnya berhak untuk menjualnya tanpa keputusan perempuan tersebut.

  Bagi Yahudi dan Nasrani, perempuan dianggap sebagai sumber kejahatan, kesalahan dan dosa. Serta perempuan lah yang menyebabkan laknat abadi kemudian ditimpakan kepada Adam dan seluruh keturunannya. Perempuan yang pada masa Nabi dihadirkan sebagai sosok yang dinamis, aktif, cerdas, sopan, dan memiliki harga diri serta ikut dalam pengambilan keputusan politis dan kemasyrakatan, kini justru menjadi makhluk “pingitan” yang dalam kehidupan dan akhlaknya meniru kemewahan, kebodohan, dan kehausan-gengsi penghuni

  

  istana Bizantium dan Persia. Islam telah berhasil membebaskan masyarakat dan perempuan dari belenggu-belenggu jahiliah dan kemunduran dengan kecepatan yang amat mengagumkan, dan menghilangkan kabut yang beratus-ratus tahun

  

  telah memenjarakan perempuan. Perempuan mengalami pembaharuan sejak berdirinya Islam dengan menjadikan Al-Quran sebagai landasan yang kokoh memberikan kedudukan yang layak bagi kaum perempuan. Pentingnya kedudukan perempuan pada zaman Rasullullah Saw. bisa dilihat pada keterlibatan mereka

  

  dalam proses periwayatan hadis dan pembentukan wacana Islam awal. Tidak hanya dalam bidang periwayatan hadis, keterlibatan perempuan juga terjadi dalam bidang-bidang public life yang sering dikesankan sebagai ranah laki-laki,

  17 18 Irwan Abdullah, ed., Sangkan Paran Gender (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997), hal 64 Shalah Qazan, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan (Solo, Era Intermedia, 19 2001), hal 28 Syafiq Hasyim, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu Keperempuanan Dalam Islam

  

  misalnya keterlibatan dalam perang. Sepeninggal Nabi, terjadi perubahan mendasar pada masyarakat Islam, perubahan tersebut berawal dari struktur kekuasaan yang demokratis menjadi sistem monorki absolut. Hal ini tidak hanya memisahkan fisik perempuan tetapi menyingkirkan mereka dari aktivitas sosial dan politik.

  Tidak ada yang membedakan perempuan dan laki-laki dimata negara. Dalam undang-undang terdapat pasal-pasal yang mengatur persamaan hak dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki adalah warga negara yang dimana memiliki persamaan hak dalam memperoleh lapangan pekerjaan, kehidupan yang layak, pendidikan, hukum, berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat. Dalam GBHN, perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam kegiatan pemabangunan, namun tetap memperhatikan kodrat dan martabatnya. Perempuan Indonesia, secara hukum dan undang-undang tidak menjumpai halangan yang keras karena begitu kita merdeka pada 17 Agustus 1945, perempuan Indonesia telah menerima hak-haknya yang penuh

  

  sebagai warga negara yang utuh. Namun, ketika dimata negara perempuan dan laki-laki tidak ada pembedaan secara hak dan kedudukan, secara mata masyarakat tetap saja ada pembedaan yang jelas terjadi di masyarakat. Masyarakat masih menggunakan pembedaan tersebut di dalam berkegiatan sosial seperti perempuan yang dibedakan secara faktor alam (seks) terhadap laki-laki dalam pekerjaan. 20 Perempuan dianggap lemah yang tidak mampu mengkerjakan pekerjaan yang 21 Ibid,.

  

Isbodroini Suyanto, Peranan Sosialisasi Politik Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, dalam T.O Ihrom , Kajian Wanita Dalam Pembangunan ( Jakarta : Yayaysan Obor Indonesia, 1995), hal alhasil laki-laki lah makhluk yang kuat yang mampu mengerjakannya, karena perempuan lemah maka uapah yang diberikan masih dibawah upah laki-laki.

  Sedangkan telah dijelaskan bahwa di negara hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan memiliki persamaan.

  Feminisme Barat

  Feminisme adalah gerakan-gerakan untuk menuntut persamaan hak dan keadilan perempuan dengan laki-laki. Gerakan ini sebagai reaksi terhadap perubahan sosial yang terjadi dan melahirkan paham keperempuanan yang dimulai di wilayah Barat. Abad ke-18, para pejuang perempuan yang disebut dengan feminis menganggap bahwa posisi perempuan yang tertinggal semata- mata karena buta huruf, miskin, dan tidak memiliki keahlian. Satu abad berikutnya, perempuan kelas menengah abad industrialisasi mulai menyadari kurangnya peran mereka di masyarakat. Interaksi antar perempuan berbagai pekerjaan membuat para feminis sadar akan ketidakadilan di masyarakat yang merugikan kaum perempuan, dan bukan karena mereka bodoh. Pada umumnya orang berprasangka bahwa feminisme adalah gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki, upaya melawan pranata sosial yang ada, misalnya institusi rumah tangga, perkawinan maupun usaha pemberontakan perempuan untuk mengingkari

  

  apa yang disebut sebagai kodrat . Hal ini lah yang menjadikan feminisme kurang mendapat tempat di kalangan perempuan karena pengaruh budaya yang terjadi di masyarakat bahkan ditolak keras oleh masyarakat.

  Gerakan feminis muncul dan berkembang dari berbagai aliran dan ideologi yang berbeda-beda, namun pada dasarnya feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan yang ditindas dan diekploitasi, dan gerakan ini mengupayakan mengakhiri penindasan dan pengekloitasian tersebut.

  Dalam pembahasan mengenai feminisme, ada istilah yang dikenal sebagai teologi perempuan. Teologi ini dipelajari di negara-negara Barat. Mereka mempunyai kebudayaan yang mendorong kaum perempuan untuk lebih cepat menyadari bahwa diskriminasi antara laki-laki dan perempuan yang sampai saat

  

  ini terjadi, akan melestarikan katidakadilan bagi perempuan. Teologi perempuan mempunyai dua tujuan dasar yaitu mengajak perempuan unutk menyadari keperempuanannya dan juga mengajak laki-laki untuk menyadari bahwa selama ini segala keputusan, baik yang menyangkut hubungan manusi dengan manusia maupun manusia dengan Tuhan, hampir seluruhnya diambil dari sudut pandang laki-laki saja.

  Feminisme Islam

  Di dalam Islam sebenarnya tidak mengenal istilah feminisme, namun untuk mengkritik feminisme barat hadirlah feminisme Islam yang dimunculkan oleh para feminis muslim untuk mengkuak kedudukan perempuan dimata Islam. Namun, di dalam masyarakat Islam sendiri, masih ada yang memberikan respon bahwa kemunculan feminisme Islam merupakan suatu kekaguman mereka (feminisme muslim) terhadap gaya kehidupan orang-orang barat. Feminisme muslim memberikan corak gerakannya berbeda dengan feminisme barat, meskipun tujuan awal dari gerakannya ialah sama yakni menghilangkan ketidakadilan perlakuan terhadap perempuan dalam struktur sosial.

  Pada zaman Rasullullah SAW, telah ditanamkan kepada masyarakat tentang pemahaman, nilai dan aturan-aturan baru yang didasarkan pada keadilan untuk manusia baik laki-laki maupun perempuan. Di zaman ini, perempuan memiliki peranan yang penting salah satunya dengan ikut serta bersama laki-laki yaitu berperang, yang dapat kita ketahui berperang adalah kegiatan publik yang dilakukan oleh laki-laki, namun perempuan memiliki hak yang sama untuk memperjuangkan Islam pada saat itu. Setelah meninggalnya Rasullullah SAW, di masa berikutnya Islam mengalami kelemahan dan perempuan mengalami ketidakadilan kembali dengan berkurangnya pemahaman mengenai Al-Quran.

  Secara umum, feminisme Islam adalah alat analisis maupun gerakan yang bersifat historis dan konstekstual sesuai dengan kesadaran baru yang berkembang dalam menjawab masalah-masalah perempuan yang aktual menyangkut

  

  ketidakadilan dan ketidaksejajaran. Feminisme Islam muncul dari pandangan para feminis muslim yang melihat adanya kecenderungan sikap kebencian terhadap perempuan dan budaya patriarkhi yang ada di masyarakat dalam penafsiran teks-teks keagamaan klasik sehingga menghasilkan tafsir-tafsir keagamaan yang lebih melihat kesosokan dan kepentingan laki-laki dibandingkan perempuan. Feminisme muslim berbeda dengan feminis barat, hal ini dapat dilihat bukan dari agama yang dianut oleh feminis tersebut melainkan pandangan dan gerakan feminismenya dikaitkan dengan ajaran Islam. Para feminis muslim pun mengkaji pahamnya lewat berbagai aspek kehidupan dan yang sebagian besar dianggap menjadikan perempuan tidak mandiri dan selalu bergantung terhadap laki-laki. Mereka berpandangan bahwa keadaan yang memprihatinkan tersebut disebabkan oleh ajaran dasar Islam yang menempatkan perempuan di bawah laki- laki dalam struktur sosial, tetapi oleh bias laki-laki dalam memahami sumber- sumber ajaran Islam yang aplikasinya dalam kehidupan masyarakat membentuk

   tradisi Islam.

  Tuntutan utama feminis Muslim pada mulanya adalah untuk meningkatkan

  

  taraf pendidikan serta memberantas buta huruf. Gerakan ini tidak menandingi peranan laki-laki, maksud gerakan ini adalam membangun sebuah masyarakat yang adil dan membesakan pembedaan kelas sosial. Feminisme Islam menggunakan perubahan cara pandang dan penafsiran teks keagamaan dalam mengkaji perempuan. Lahirnya feminisme Islam adalah tindakan yang postif dan memiliki ciri yang khas. Apa yang khas dari feminisme Islam ini adalah dialog yang intensif anatara prinsip-prinsip keadilan dan sederajatan yang ada dalam teks keagamaan (Al-Qur’an dan Hadits) dengan realitas perlakuan terhadap perempuan

25 Nasaruddin Umar, Pemahaman Islam Dan Tantangan Keadilan Jender ( Yogyakarta : Gama

  26 Media, 2002), hal 198 Mohd Shauki Abd Majid , “Pengaruh feminisme dalam pemikiran Islam”,

  

  yang ada atau hidup dalam masyarakat muslim. Dalam memperjuangkan perempuan keluar dari ketidakadilan, para feminis muslim melakukan pembongkaran akar permasalahan yang mengakibatkan kondisi seperti ini. Kemudian, para feminisme mengembangkannya berdasarkan ajaran Islam yakni Al-Quran dan Hadits.

  Dalam gerakannya, feminis muslim melakukan usaha yang nyata dengan menafsirkan kembali teks-teks keagamaan, hal ini dilakukan karena kajian-kajian yang selama ini membahas mengenai perempuan lebih mendasarkan pada teks- teks hasil pemahaman Al-Quran daripada mengkaji Al-Quran itu sendiri secara mendalam. Pemahaman terhadap tugas perempuan selama ini yang terjadi di dalam masyarakat Islam telah terjadi kekeliruan dan bias dalam penafsiran sehingga menyudutkan perempuan pada kedudukan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, selain itu budaya sekitar mempengaruhi pemahaman mengenai tugas perempuan dalam keseharian.

  Fungsionalisme

  Ketidakadilan gender yang muncul di masyarakat salah satunya ialah perampasan hak perempuan yang mengartikan bahwa menghargai nilai harta lebih tinggi dari nilai manusiawi. Ini lah salah satu jalan terjadinya budaya patriarkhi. Perempuan adalah makhluk yang lemah yang selalu bergantung kepada laki-laki dan tidak memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya. Perdebatan yang tak habis-habisnya mengenai posisi kaum perempuan dan laki-laki ini, tergantung dari

   pemahaman dan kesadaran mengenai hidup ini, atau ideologi manusi itu sendiri.

  Ada yang menyakini bahwa budaya patriarkhi sebagai suatu sistem yang bertingkat, yang telah dibentuk oleh suatu kekuasaan yang mengontrol dan

  

  mendominasi pihak lain. Pihak lain yang dimaksud ialah kelompok miskin, lemah, rendah, tidak berdaya, lingkungan hidup dan perempuan. Ideologi patriarkhi melestarikan wujud kekuasaan dan dominasi laki-laki yang terealisasi

   dalam berbagai tatanan sosial termasuk keluarga.

  Ketimpangan yang terjadi di masyarakat antara laki-laki dengan perempuan bukan semata-mata perempuan bodoh dan miskin, namun hal ini bersifat struktural yang sistemik. Ketimpangan terhadap perempuan dalam sistem masyarakat dipengaruhi oleh sistem patriarkhi yang melekat di masyarakat dengan dominasi kaum laki-laki dalam berbagai hal. Ketidakadilan terhadap perempuan dipengaruhi oleh fungsionalisme struktural masyarakat yang dikontruksi oleh masyarakat tersebut. Sistem yang terdiri atas bagian dan saling berkaitan (agama, pendidikan struktur politik sampai keluarga) dan masing- masing mencari keseimbangan dan harmoni, hal ini yang membentuk mainstream masyarakat terhadap perempuan. Padangan mengenai perempuan dipengaruhi oleh fungsionalisme stuktural masyarakat, fungsionalisme struktural yang biasa disebut dengan fungsionalisme. Menurut Malinowski (Koentjaraningrat, 1987:171) fungsionalisme adalah segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya 28 bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk 29 A. Nunuk P. Murniati, Op. Cit., hal 81 30 Ibid.

  Romany Sihite, Perempuan, Kesetaraan, Dan Keadilan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Maka, ketimpangan yang terjadi di masyarakat mengenai perempuan menurut teori fungsionalisme adalah hal yang wajar untuk keseimbangan dan harmoni masyarakat.

  Organisasi

  Gerakan feminis yang kian hari kian marak disuarakan di masyarakat memunculkan tindakan perempuan terjun dalam pembangunan. Tujuan pembangunan bagi perempuan untuk kemandirian dan kekuatan internal dimana perempuan ikut andil dalam pembuatan undang-undang seperti undang-undang pemburuhan, kontrol laki-laki atas tubuh dan hak reproduktif perempuan, undang- undang sipil, dan hak atas kekayaan. Dalam hal perempuan terjun ke ranah pembangunan, banyak organisasi perempuan yang bermunculan untuk pematangan diri perempuan. Organisasi perempuan menawarkan kemungkinan pemberdayaan dan perubahan pribadi, dan juga memberikan konteks bagi

   transformasi pribad ini menuju aksi politik.

  Dalam bermasyarakat, manusia membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi demi memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, manusia melakukan usaha-usaha dan membentuk hubungan kerja sama antar manusia dengan membentuk kelompok-kelompok agar usaha yang dilakukan lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan sendiri. Pada dasarnya, manusia sulit mewujudkan tujuan dengan sendiri dibandingkan dengan berkelompok. Dalam pencapaian tujuan muncul kerja sama dari individu-individu yang membentuk suatu kelompok yang disebut dengan organisasi. Dengan demikian, organisasi adalah suatu bentuk kelompok individu-individu dengan struktur dan tujuan tertentu. Individu membentuk kelompok, selanjutnya

   membentuk organisasi.

  Individu dalam organisasi adalah pendukung utama setiap organisasi dan perilaku individu di dalam organisasi tersebut ialah awal dari perilaku organisasi.

  Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku

  

  manusia dalam suatu kelompok tertentu. Dapat pula dikatakan bahwa perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki evektivitas

   organisasi.

  Perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan diri menjadi manusia yang berpribadi utuh. Perempuan dan laki- laki dapat bekerja sama saling mengembangkan diri melalui relasi dalam bekerja. Saling ketergantungan anatara keduanya diwujudkan dalam bentuk hubungan horisontal yang artinya saling melengkapi satu sama lain. Hubungan horisontal ini bisa berbentuk sebuah organisasi.

  Organisasi yang kompleks membentuk sebuah pemberdayaan perempuan 32 di dalammnya. Organisasi meningkatkan status perempuan yang artinya 33 Veithzal Rivai, Deddy Mulyadi., Op. Cit, hal 170 Ibid., hal 171 mengangkat kedudukan perempuan dari subordinasi. Pemberdayaan perempuan

  

  dimulai dari kesadaran pribadi perempuan itu sendiri. Manusia diciptakan oleh Tuhan memiliki kekuatan individu yang sering disalah gunakan menjadi kekuasaan dan kekuasaan ini dijadikan alat untuk menindas manusia lainnya.

  Namun, jika kekuatan individu ini digabungkan dengan kekuatan invidu lainnya dengan tindakan yang positif membentuk sebuah kekuatan kelompok atau organisasi untuk tujuan bersama. Kelompok atau organisasi ini bisa berupa organisasi perempuan yang bermaksud untuk mengembangkan potensi perempuan di publik yang mampu bersaing dengan laki-laki untuk tujuan bersama.

  Perempuan Dalam Politik

  Dalam partisipasi perempuan masuk ke dalam lingkungan publik, perempuan dapat melakukan gerakan-gerakan pembangunan yang salah satunya melalui politik. Definisi politik yakni politik sebagai proses yang berhubungan

   dengan upaya melanggengkan dan menggunakan kekuasaan untuk memerintah.

  Definisi politik yang dimaksud tidak menutup kemungkinan diberbagai bidang, yang artinya perempuan dapat berpartisipasi masuk ke dalam dunia politik.

  Partisipasi politik menurut H. Mc Closky merupakan kegiatan sukarela dari warga negara melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses 35 pemilihan penguasa secara langsung atau tidak langsung dalam proses 36 A. Nunuk P. Murniati, Op. Cit., hal 72 Stevi Jackson dan Jackie Jones, Pengantar Teori-Teori Feminis Kontemporer (Yogyakarta

  

  pembentukan kebijakan umum. Di dalam peraturan negara perempuan tidak mendapat larangan untuk berpartisipasi politik, namun nyatanya perempuan masih minim masuk ke dalam ranah politik dibuktikan dengan keterwakilan perempuan di panggung politik maupun lembaga-lembaga politik formal lainnya yang jumlah perempuannya rendah dibandingkan dengan laki-laki. Dunia politik identik dengan ranah publik yang mayoritas dilakukan oleh kaum laki-laki, hal inilah yang masih banyak dianut oleh masyarakat yang lebih dominan menggunakan budaya patriarkhi.

  Dalam perjalanan yang panjang, perempuan megalami perubahan dan perkembangan meski belum signifikan secara kualitas dan kuantitas dalam bidang pendidikan dan sosial. Namun, kembali faktor-faktor kultural dan struktural masih melekat dalam masyarakat sehingga masih banyak perempuan yang enggan berkecimpung ke dunia politik meskipun meraka memiliki kualitas yang memadai. Ditegaskan oleh H. Moore (1998) bahwa salah satu ciri yang penting dari kedudukan perempuan dalam masyarakat ialah mereka adakalanya mempunyai kekuasaan politik tetapi tidak mempunyai kekuatan, legitimasi, dan

  

  otoritas. Yang artinya, perempuan hanya dilibatkan dalam pengambilan hak suara karena mereka memiliki hak suara dalam politik, tetapi mereka kurang memiliki otoritas dalam menjalankan kekuasaan. Politik adalah salah satu wadah perempuan untuk melakukan perubahan yakni sebuah pembangunan, karena melalui politik inilah perempuan dapat memperjuangkan aspirasi kaum 37 perempuan lainnya.

  Romany Sihite, Op. Cit, hal 155-156

1.3 Rumusan Masalah

  Perempuan telah diberikan ruang publik untuk berkegiatan yang salah satunya ialah sebuah wadah yakni organisasi yang menjadi dapur untuk mengasah kemampuan diri perempuan dan mengembangkan potensi diri. Organisasi perempuan yang terkait ialah Aisyiyah, maka penulis merumuskan ke dalam beberapa point pertanyaan yaitu: 1.

  Bagaimana tingkat partisipasi perempuan dalam organisasi Aisyiyah di Kota Medan.

2. Bagaimana peran perempuan dalam organisasi Aisyiyah di Kota Medan.

  3. Apakah Aisyiyah sebagai organisasi perempuan melahirkan perempuan-perempuan yang memiliki kemampuan lebih dan terjun ke ranah publik yang lebih luas yakni bidang politik.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui sejauh mana peran perempuan dalam organisasi dengan melihat keterlibatan perempuan Muhammadiyah (Aisyiyah) dalam pembangunan di Kota Medan.

  Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.

  Penelitian ini diharapkan mampu menambah literatur Antropologi

  2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang dapat berguna untuk masyarakat mengenai peran perempuan dalam organisasi dan secara luas dalam masyarakat untuk kemajuan pembangunan.

1.5 Lokasi Penelitian

  Penelitian akan di lakukan di Pimpinan Daerah (PD) Aisyiyah Kota Medan yang bertempat di Jalan Santun No. 17 Medan, Sumatera Utara.

  Gambar 1 Peta Lokasi Kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan Sumber : Google Map 2015

1.6 Metode Penelitian

  1.6.1 Bentuk Penelitian

  Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif berupa etnografi yang berdasarkan kenyataan lapangan dan yang dialami informan. Metode etnografi adalah metode yang digunakan untuk meneliti perilaku-perilaku manusia berkaitan dengan perkembangan teknologi komunikasi dalam setting sosial dan budaya tertentu. Metode ini mampu menggali informasi yang mendalam dari sumber-sumber yang luas. Dan dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan emic yakni suatu cara mendekati fenomena dengan menggunakan konseptual informan agar meminimalisir terjadi kesalahan dalam mengartikan dan menganalisis data.

  1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

1.6.2.1 Pengumpulan Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian.

  Teknik-Teknik pengumpulan Data Primer yang akan dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan untuk mengumpulkan data-data yaitu :

  1. Teknik Observasi Partisipasi Teknik yang dilakukan dengan melibatkan peneliti secara langsung dalam kegiatan di lapangan. Artinya peneliti bertindak sebagai obsever yaitu merupakan bagian yang integral dari objek yang ditelitinya.

  2. Teknik Wawancara

  Wawancara dilakukan dengan cara berkomunikasi langsung dengan informan. Tujuan wawancara dalam penelitian yakni mendapatkan keterangan secara lisan dari informan dengan menggunakan metode tanya jawab yang terbuka, informan dapat menjawab pertanyaan dan bercerita.

3. Pengembangan Rapport

  Dalam penelitian, membangun rapport sangat diperlukan agar tercipta hubungan yang baik dengan informan. Hubungan baik yang tercipta oleh peneliti dengan informan nantinya akan menguatkan data-data yang fakta yang dihasilkan.

1.6.2.2 Pengumpulan Data Sekunder

  Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara :

  1. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.

  2. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan dan gambar yang diambil di lokasi penelitia serta sumber-sumber pendukung lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

1.6.3 Informan Penelitian

  Informan adalah orang-orang yang memberikan informasi dan data satunya dikenal dengan informan kunci. Informan kunci merupakan orang yang dapat bercerita secara mudah, paham terhadap informasi yang dibutuhkan, dan dengan gembira memberikan informasi kepada peneliti. Informan kunci adalah orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan hormat dan berpengetahuan dalam langkah awal penelitian.

  Spradley (1997) mengatakan bahwa ada lima syarat dalam menentukan informan yaitu: (1) Enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik, (2) Keterlibatan langsung, (3) Suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa basi, (4) Memiliki waktu yang cukup, (5) Non-Analitis. Tentu saja, lima syarat ini merupakan ideal, sehingga kalaupun peneliti hanya mampu memenuhi dua sampai tiga syarat adalah sah-sah saja. Apalagi, ketika memasuki lapangan, peneliti juga masih menduga-duga siapa yang pantas menjadi informan yang tepat sesuai penelitiannya.

  Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dimana penelitian ini melihat situasi dari tempat, pelaku dan aktivitas yang saling berkaitan. Dan di dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 (tiga) macam informan yang diteliti yaitu : 1.

  Informan Kunci merupakan tokoh yang memiliki andil yang besar terhadap informasi-informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti menentukan informan kunci yaitu Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah kota Medan dan Sekretaris I Pimpinan Daerah Aisyiyah kota Medan.

2. Informan Biasa merupakan orang yang terlibat langsung dalam aktivitas mereka sendiri, aktivitas ini yang merupakan salah satu objek penelitian.

  Dalam hal ini koordinator Majelis dan Lembaga Pimpinan Aisyiyah kota Medan sebagai informan biasa.

  3. Informan Tambahan merupakan orang yang ikut dalam aktivitas, namun tidak terlibat langsung sebagai pelaku dalam aktivitas. Dalam hal ini ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah dan anggotanya yang menjadi informan tambahan.

1.6.4 Pengalaman Penelitian

  Penelitian sebagai suatu proses dimana saya melakukan observasi partisipasi dengan cara mengeksplorasikan kegiatan yang dilakukan informan dan mewawancarai orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saya tertarik dengan pembahasan mengenai perempuan, maka itu saya berinisiatif untuk melakukan penelitian mengenai perempuan. Tepatnya mengenai perempuan dalam organisasi dan saya mengambil organisasi perempuan Aisyiyah sebagai objek penelitian saya.

  Penelitian ini, berawal dari keluarnya surat penelitian yang dikeluarkan oleh Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik sebagai legalitas saya seorang mahasiswa yang akan melakukana penelitian untuk syarat memeperoleh gelar sarjana. Namun, sebelum mendapatkan surat penelitian, ada data yang harus saya penuhi untuk pemenuhan proposal penelitian saya, kemudian saya diarahkan oleh Dosen pembimbing saya yaitu Ibu Dra. Nita Savitri, M.Hum untuk melakukan Sumatera Utara yang terletak di Jalan S.M Raja tepatnya di depan Makan Pahlawan Kota Medan. Tidak mudah mendapatkan data ini, karena anggota Aisyiyah tidak ada di kantor PW Aisyiyah Sumatera Utara dan saya dapat berjumpa dengan anggota Aisyiyah setelah kunjungan ke-3 saya ke kantor Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sumatera Utara. Saya mendapatkan data yang dibutuhkan, kemudian saya diberikan alamat kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan, karena tingkatan Daerah Kota Medan yang akan saya teliti.

  Tanggal 3 November 2014 bertepat pada hari Senin pukul 14.00 WIB saya memulai untuk melakukan penelitian saya dengan membawa surat penelitian.

  Mudah menemukan kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan yang terletak di Jalan Santun No. 17 Kecamatan Medan Kota dengan waktu tempuh selama 30 menit dari Padang Bulan menggunakan sepeda motor. Kantor PD Aisyiyah Kota Medan masih dalam satu wilayah yang sama dengan Panti Asuhan Aisyiyah Kota Medan, hari pertama saya penelitian tidak ada orang di kantor PD Aisyiyah Kota Medan, pintunya nampak tertutup kemudian saya mencoba bertanya ke kantor Panti Asuhan yang terletak persis di sebelahnya, dan saya disuruh kembali pada keesokan harinya oleh pengurus Panti Asuhan tersebut. Keesokan harinya saya kembali ke kantor PD Aisyiyah Kota Medan dan saya bertemu dengan Ibu Nursatia K selaku Sekretaris I Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan. Saya bercerita niatan saya datang ke kantor dan saya senang antusias Ibu Nursatia K terhadap saya karena baru pertama kali ada mahasiswa USU yang meneliti mengenai Aisyiyah, biasanya mahasiswa dari UMSU (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara) yang datang untuk meneliti Aisyiyah. Suasana di kantor Pimpinan Daerah Asiyiyah kota Medan seperti kantor biasanya. Saat masuk kantor PDA kota Medan yang masih satu wilayah dengan Panti Asuhan Aisyiyah terlihat lemari kaca yang berisikan buku-buku mengenai Aisyiyah dan kegiatan yang dilakukan oleh Aisyiyah. Di ruangan yang berukuran 5 x 8 meter tersebut ada kursi dan meja untuk para tamu yang datang sekaligus untuk para pengurus PDA yang akan melakukan rapat. Di dinding kantor itu terlihat foto pendiri Muhammadiyah yakni K.H Ahmad Dahlan beserta isterinya disisi sebelah kiri, disisi sebelah kanan terdapat papan pengumuman yang berisikan kegiatan- kegiatan Aisyiyah dan juga stuktur kepengurusan Pimpinan Aisyiyah kota Medan.

  Kedatangan saya diterima dengan baik dan surat penelitian saya diterima, kemudian saya akan melakukan penelitian dihari Kamis pada tanggal 6 November, karena yang disampaikan oleh Ibu Nursatia K bahwa kantor PD Aisyiyah hanya dibuka pada hari Selasa dan Kamis, itupun di hari Selasa hanya beberapa orang dan di hari Kamis ramai karena hari Kamis merupakan hari untuk rapat pengurus Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuh Kembang - Analisis Kraniofasial Antropometri pada Penderita Down Syndrome Usia 5-25 Tahun di UPT. SLB-E Negeri Pembina Sumatera Utara

1 0 18

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DAN BIOGRAFI ROTUA PARDEDE 2.1 Suku Batak Toba - Studi Deskriptif Manghirap Tondi Di Desa Lintong Nihuta Kecamatan Tampahan Dalam Masyarakat Batak Toba Oleh Ibu Rotua Pardede: Kajian Terhadap Tekstual Dan Musikal

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Studi Deskriptif Manghirap Tondi Di Desa Lintong Nihuta Kecamatan Tampahan Dalam Masyarakat Batak Toba Oleh Ibu Rotua Pardede: Kajian Terhadap Tekstual Dan Musikal

0 0 18

Studi Deskriptif Manghirap Tondi Di Desa Lintong Nihuta Kecamatan Tampahan Dalam Masyarakat Batak Toba Oleh Ibu Rotua Pardede: Kajian Terhadap Tekstual Dan Musikal

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pemanfaatan Koleksi Perpustakaan Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Politeknik MBP Medan

0 1 39

12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI - Penggunaan Kata Penghubung Hǎi Shì(还是)Dan Huò Zhě (或者) Dalam Kalimat Bahasa Mandarin Pada Koran Hao Bao

1 3 13

1 BAB I PENDAHULUAN - Penggunaan Kata Penghubung Hǎi Shì(还是)Dan Huò Zhě (或者) Dalam Kalimat Bahasa Mandarin Pada Koran Hao Bao

1 4 11

Fenomena Berolahraga (Studi Etnografi Pada Ukm Beladiri Taekwondo Usu)

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Fenomena Berolahraga (Studi Etnografi Pada Ukm Beladiri Taekwondo Usu)

0 2 40

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN - Organisasi Perempuan (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan)

0 0 16